• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hak Tersangka Terhadap Penangkapan Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Di Polresta Palu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perlindungan Hak Tersangka Terhadap Penangkapan Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Di Polresta Palu)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA TERHADAP PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN

(Studi Kasus Di Polresta Palu)

PRASETYO DARMANSYAH PUTRA DJAMAN / D 101 10 310

ABSTRAK

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah aturan yang melegalkan tindakan-tindakan aparat penegak hukum terhadap penangkapan , oleh karena itu, KUHAP dapat dijadikan panduan untuk melaksanakan setiap tindakan aparat penegak hukum yang sebenarnya adalah merampas kemerdekaan manusia. Tindakan yang merupakan perampasan kemerdekaan tersebut diantaranya penangkapan dan penahanan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana.

Penangkapan dalam pasal 1 butir 20 KUHAP dinyatakan sebagai suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta cara yang diatur oleh undang-undang. Hakekatnya, setiap pengekangan seseorang adalah perampasan kemerdekaan, oleh karena itu pengekangan dalam penangkapan tersebut adalah perampasan Hak Asasi Manusia. Namun, tindakan pengekangan tersebut telah dilegalkan dengan syarat dan tatacara sebagaimana diatur dan tunduk pada peraturan yang melegalkan tindakan tersebut.

Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Pendekatan ini mengkaji konsep normatif atau empiris mengenai prosedur penangkapan tersangka oleh penyidik polri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kata Kunci : Perlindungan Hak Tersangka Tindak Pidana Pencurian

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Salah satu perkembangan yang menjadi isu Internasional ialah penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), dan lazimnya pelaksanaan hak asasi tersebut berkaitan erat dengan proses peradilan pidana, atau juga penyalahgunaan kekuasaan dari suatu rejim Pemerintahan yang tidak lagi patuh atau dibatasi oleh hukum. Selain kekuasaan yang tak terbatas, yang menjadi perhatian pula adalah proses peradilan pidana dimanapun di dunia ini sering menjadi sorotan, baik oleh negara maju, negara berkembang ataupun suatu negara yang menganut prinsip-prinsip hukum modern, yakni hukum yang selalu mengikuti perkembangan masyarakat dan menghargai serta menjunjung tinggi harkat kemanusiaan.

Pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan itu, maka pelaku tindak pidana harus diproses oleh pejabat yang diberi kewenangan untuk mengabil tindakan hukum sejak tahap penyidikan, penahanan, sampai diadakan penuntutan di pengadilan. Kemudian dari kewenangan yang diberikan itu oleh Perundang-undangan, maka aparat penegak hukum dalam mengambil tindakannya terhadap tersangka harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tersebut. Hak tersangka harus dihormati dan perlakuan terhadapnya tidak boleh sewenang-wenang.

Indonesia yang mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia, termasuk hak asasi dari mereka yang disangka atau didakwa telah melakukan suatu tindak pidana. Dalam hukum acara pidana, perlindungan

(2)

terhadap hak asasi manusia itu telah diberikan oleh negara, misalnya dalam bentuk hak-hak-hak yang dimiliki sejak penangkapan, tersangka dan terdakwa selama proses perkara pidana di kepolisian.

Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara penegakan hukum pidana materiil. Artinya, apabila terjadi pelanggaran hukum pidana materiil, maka penegakannya menggunakan hukum pidana formal. Dengan kata lain, bahwa hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang bagaimana para penegak hukum serta masyarakat dalam beracara di muka pengadilan pidana1. Berkaitan dengan penegakan tersebut, maka peran aparat penegak hukum menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan hukum acara pidana melegalkan setiap tindakan- tindakan dari aparat penegak hukum terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dengan merampas kemerdekaannya. Perampasan tersebut sekali lagi dilegalkan, oleh karena itu legalitas tersebut harus diwujudkan pada suatu aturan yang jelas untuk meminimalisir tindakan-tindakan perampasan kemerdekaan di luar aturan tersebut.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah aturan yang melegalkan tindakan-tindakan aparat penegak hukum tersebut, oleh karena itu, KUHAP dapat dijadikan panduan untuk melaksanakan setiap tindakan aparat penegak hukum yang sebenarnya adalah merampas kemerdekaan manusia. Tindakan yang merupakan perampasan kemerdekaan tersebut di antaranya adalah penangkapan dan penahanan seseorang yang diduga melakukan tindak pidana.

Penangkapan dalam KUHAP dinyatakan sebagai suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta

1

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Cetakan Ke-empat, Edisi Revisi , Sinar Grafika, Jakarta, 2004 hlm 8

cara yang diatur oleh undang-undang2. Hakekatnya, setiap pengekangan seseorang adalah perampasan kemerdekaan, oleh karena itu pengekangan dalam penangkapan tersebut adalah perampasan Hak Asasi Manusia. Namun, tindakan pengekangan tersebut telah dilegalkan dengan syarat dan tatacara sebagaimana diatur dan tunduk pada peraturan yang melegalkan tindakan tersebut3.

Syarat dapat dilakukan penangkapan tersebut di antaranya adalah dilakukan oleh aparat penegak hukum yang berwenang yaitu penyidik, penyidik pembantu serta penyelidik atas perintah penyidik, dengan ketentuan adanya cukup bukti, dan dengan tata cara yang diatur oleh undang-undang4.

Berdasarkan hal tersebut di atas, penyidiklah yang memegang peranan penting dalam penangkapan dalam setiap proses penegakan hukum pidana. Hal ini berarti, apabila tindakan penyidik yang melakukan penangkapan di luar syarat dan tata cara aturan yang berlaku atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, maka dapat dikatakan bahwa tindakan perampasan Hak Asasi Manusia yang dilegalkan tersebut tidak terpenuhi. Konsekuensi atas tindakan penangkapan tersebut adalah ilegal, oleh karena itu dapat dikatakan sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Beberapa kasus salah tangkap menjadi perhatian masyarakat saat ini telah menimbulkan dilematika tersendiri bagi aparat penegak hukum. Banyak sekali di media massa diberitakan mengenai kasus-kasus salah tangkap yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Seperti pada kasus salah tangkap Kemat dan Devid yang terjadi di Jawa Timur, itu merupakan pelajaran berharga bagi penegak hukum yang mana mereka dituduh sebagai pelaku pencurian dengan kekerasan5.

Kesalahan yang terjadi dalam penangkapan tersebut tentu menjadi hal yang

2

Pasal 1 butir 20 KUHAP

3

Erni Widhayanti, Hak-hak Tersangka/Terdakwa didalam KUHAP, Liberty, Yogyakarta, 1988 hlm 10

4

Pasal 5 ayat 1 huruf b dan Pasal 16 sampai dengan Pasal 18 KUHAP

5

Harian umum Kompas, Juli, 2013, dalam Opini

(3)

sangat perlu menjadi perhatian, karena hal tersebut terkaitan dengan hak seseorang untuk hidup bebas atau merdeka tanpa adanya pengekangan. Status sosial dan stigma masyarakat juga kerap kali melekat pada orang yang pernah ditangkap meskipun orang tersebut belum tentu bersalah. Asas presumption of innocencent6 masih belum dipahami dan disadari oleh aparat penegak hukum, lebih-lebih masyarakat pada umumnya. Begitu pula asas Akusatur7 yang menempatkan tersangka atau terdakwa bukan sekedar menjadi obyek pemeriksaaan namun sebagai subyek dengan hak-hak yang melekat padanya, oleh karena itu pengakuan tersangka atau terdakwa bukan lagi menjadi bukti terpenting seperti masa het inlands reglement

(HIR) dulu yang memaksa tersangka atau terdakwa untuk mengaku bahkan dengan cara memaksa menggunakan kekerasan (asas

inkuisitor).

Hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia tidak dapat dilepaskan dari manusia pribadi, karena tanpa hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia yang bersangkutan kehilangan harkat dan martabat kemanusiaannya. Perlindungan mengenai hak asasi manusia tersebut oleh Negara Republik Indonesia termasuk Pemerintah berkewajiban, baik secara hukum maupun politik, ekonomi, sosial dan moral, untuk melindungi dan memajukan serta mengambil langkah-langkah konkret demi tegaknya hak asasi manusia dan kebabasan dasar manusia. Perlindungan tersebut diperuntukkan bukan hanya bagi warga masyarakat pada umumnya, melainkan juga perlindungan hak asasi manusia diperuntukkan bagi para pelaku tindak pidana.

6

Praduga Tak Bersalah atau "Presumption of Innocence" adalah adalah asas hukum yang menyatakan bahwa setiap orang harus dinyatakan tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang bersifat tetap. Asas ini diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

7

Asas Akusator dan Inkuisator adalah asas yang berkenaan dengan proses pemeriksaan terdakwa di Pengadilan. Asas Akusator adalah asas dimana pemeriksaan dilakukan dengan memposisikan terdakwa sebagai subjek pemeriksaan. Sedangkan Asas Inkuisator adalah asas dimana pemeriksaan dilakukan dengan memposisikan terdakwa sebagai objek pemeriksaan

Hal itu dikarenakan bahwa setiap orang mempunyai hak-hak dasar yang harus dilindungi oleh negara dan pemerintah.

Penangkapan dalam konteks Hak Asasi Manusia harus dikaitkan dengan perlindungan negara terhadap orang yang ditangkap baik secara teoritis maupun praktiknya. Aparat penegak hukum dituntut untuk memenuhi ketentuan yang berlaku untuk dapat dikatakan tidak melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, baik berkaitan dengan prosedur dan hak-hak orang yang ditangkap serta keluarganya.

Polresta Palu sebagai institusi kepolisian dimana penyidiknya memiliki kewenangan dapat melakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dalam wilayah hukum Polresta Palu. Hal ini berarti praktik penangkapan langsung dilakukan oleh penyidik8 Polri, atau penyidik pembantu atas perintah penyidik yang berada dalam lingkup Polresta Palu.

Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa hal yang menarik peneliti untuk dikaji yakni mengenai penangkapan dan hak-hak asasi manusia bagi pelaku tindak pidana pencurian, khususnya dalam praktiknya oleh aparat polisi Polresta Palu.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam memberikan perlindungan hak tersangka tindak pidana pencurian?

2. Bagaimanakah pratik penangkapan dalam perspektif hak tersangka pelaku tindak pidana pencurian di wilayah hukum Polresta Palu?

8

Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan (Pasal 1 angka 1 KUHAP) sedangkan Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

(4)

II.PEMBAHASAN

A.Perlindungan Hak Tersangka Dalam

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

Perlindungan hak-hak manusia selalu diperjuangkan dari jaman dulu sampai sekrang, yang diakui terakhir termuat dalam

Universal Declaration of Human Right dari PBB (1948), yang terperinci sebagai berikut: Bahwa tiap orang mempunyai hak untuk hidup, kemerdekaan dan keamanan badan, untuk diakui kepribadiannya menurut hukum, untuk memperoleh perlakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum, untuk mendapatkan jaminan hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa dimuka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah, hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu negara, hak untuk mendapat kebangsaan, hak untuk mendapat milik atas beda, hak untuk bebas dan mengutarakan pikiran dan perasaan, hak untuk bebas memeluk agama dan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, hak untuk berkumpul, hak untuk mendapatkan jaminan sosial, dll.

Berkenaan dengan hal tersebut, Andi Hamzah9, seluruhnya dapat ditemukan dalam KUHAP. Selanjutnya R.Subekti10, menjelaskan yakni :

Negara hukum Republik Indonesia itu, penghayatan dan pelaksanaan hak asasi manusia maupun hak dan kewajiban warganegara untuk menegakkan keadilan tidak boleh ditinggalkan oleh setiap warganegara, setiap penyelenggara negara, dan lembaga negara, baik pusat maupun daerah dengan adanya hukum acara pidana.

Pembangunan hukum nasional dibidang hukum acara pidana bertujuan, agar masyarakat dapat meghayati hak dan kewajibannya dan agar dapat tercapai serta ditingkatkan pembinaan sikap para pelaksanan penegak hukum sesuai dengan fungsi wewenang masing-masing kearah tegaknya

9

Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1986, hlm. 13

10

Subekti. R, Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam KUHAP, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994, hlm. 4

hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap keseluruhan harkat serta martabat manusia sesuai dengan Pancasila dan UUD 194511.

Selanjutnya menurut Subekti12 ”hak asasi yang hendak dijamin oleh KUHAP terutama: Hak atas kebebasan atau kemerdekaan, hak atas kehormatan dan nama baik serta hak atas rahasia pribadi. Kenyataan tersebut sangat berbeda semasa masih menggunakan HIR dimana jaminan tehadap perlindungan hak asasi tersangka dan terdakwa belum memadai, sering terjadi penyiksaan dan kekerasan dalam sistem pemeriksaan.

Sehubungan dengan tujuan pembentukan KUHAP, dikenal beberapa asas yang sangat berkaitan dengan hak asasi manusia. Bahkan ada yang sama dengan

Declaration of Human Right13. Asas-asas yang berkaitan dengan perlindungan hak asasi manusia dapat ditemukan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman, antara lain asas peradilan cepat14.

11

Departemen Kehakiman & HAM, Tim Pakar Hukum, “Reformasi Hukum Di Indonesia, Sebuah

Keniscayaan”, Pelita Indonesia Terbitan Pertama, 2001

12

Subekti, op. Cit, hal. 4

13

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Bahasa Inggris: Universal Declaration of Human Rights ; singkatan: UDHR) adalah sebuah pernyataan yang bersifat anjuran yang diadopsi oleh Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (A/RES/217, 10 Desember 1948 di Palais de Chaillot, Paris). Pernyataan ini terdiri atas 30 pasal yang menggarisbesarkan pandangan Majelis Umum PBB tentang jaminan hak-hak asasi manusia (HAM) kepada semua orang

14

Asas ini adalah asas yang mendasari setiap proses peradilan di Indonesia. Pada dasarnya asas ini tidak dikhususkan hanya pada peradilan pidana saja, akan tetapi pada semua tingkatan peradilan asas ini diberlakukan sebagai prinsip dasar penyelenggaraan proses peradilan. Cepat artinya Pengadilan dapat dijadikan sebagai institusi yang dapat mewujudkan keadilan secara cepat oleh para pencari keadilan. Sederhana artinya semua proses penanganan perkara dilaksanakan secara efisien dan se-efektif mungkin dan Biaya Ringan artinya bahwa biaya yang dikeluarkan selama proses penyelesaian perkara di pengadilan adalah biaya yang dapat dijangkau oleh masyarakat.

(5)

Dalam KUHAP ketentuan mengenai

presumption of innocence atau setiap orang dianggap tidak bersalah sampai ada putusan hakim yang tetap bahwa ia bersalah dan asas peradilan cepat banyak, seperti penjelasan umum KUHAP butir 3e dikatakan: Pengadilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat proses peradilan.

Polri dalam melaksanakan tugasnya dalam penegakan hukum harus berpedoman pada peraturan Kapolri15 yang menegaskan bahwa:

(1)Setiap anggota Polri wajib memahami instrumen-instrumen HAM baik yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia dan instrumen internasional, baik yang telah diratifikasi maupun yang belum diratifikasi oleh Indonesia.

(2)Sesuai dengan prinsip menghargai dan menghormati HAM, setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas atau dalam kehidupan sehari-hari wajib untuk menerapkan perlindungan dan penghargaan HAM, sekurang-kurangnya:

a. Menghormati martabat dan HAM setiap orang;

b. Bertindak secara adil dan tidak diskriminatif;

c. Berperilaku sopan;

d. Menghormati norma agama, etika, dan susila; dan

e. Menghargai budaya lokal sepanjang tidak bertentangan dengan hukum dan HAM.

Penjelasan umum tersebut dijabarkan dalam banyak Pasal KUHAP, misalnya: Pasal 24 ayat (4), 25 ayat (4). 26 ayat (4), 27 ayat (4), dan 28 ayat (4). Umumnya, dalam pasal-pasal tersebut dimuat ketentuan bahwa jika telah lewat waktu penahanan seperti yang telah tercantum dalam ayat sebelumnya, penyidik, penuntut umum dan hakim harus

15

Pasal 8 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia

sudah mengeluarkan tersagka atau terdakwa dari tahanan demi hukum. Dengan sendirinya mendorong penyelesaian perkara lebih cepat.

Perlunya diketahui batas waktu penahanan sangat berkaitan dengan perlindungan Hak Asasi Manusia dimana bermaksud untuk mengurangi penderitaan tersagka atau terdakwa. Hal tersebut sesuai dengan pasal 50 KUHAP yang menegaskan adanya hak tersangka untuk segera mendapat perhatian dan pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya diajukan ke kejaksaan dan segera diadili oleh pegadilan.

Selanjutnya Pasal 51 KUHAP mengatur tentang hak tersangka dan/atau terdakwa untuk segera memberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan atau didakwakan padanya pada waktu pemeriksaan dimulai ayat (1), segera perkaranya diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum (ayat 2) segera diadili oleh pengadilan ayat (3).

Selain itu, Pasal 102 (ayat1) menyebutkan penyidik yang menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan, selanjutnya Pasal 107 ayat (3) dalam hal tindak pidana selesai disidik oleh penyidik tersebut Pasal 6 ayat (1) huruf b ayat (1), ia segera melimpahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a.

Pasal 110 KUHAP mengatur tentang hubungan penuntut umum dan penyidik yang

kesemuanya disertai dengan kata ”segera”.

Tetapi tidaklah berarti dalam prakteknya secepat itu, karena sebaik apapun undang-undang tidaklah berarti, apabila pelaksanaanya tidak adil dan benar dan tidak disertai moral yang baik pula dari penegak hukumnya.

KUHAP telah menghadirkan berbagai macam perubahan diantaranya hak-hak tersangka (Pasal 50 sampai dengan Pasal 68)

dan adanya suatu lembaga ”Praperadilan”

yang memberikan tugas kepada hakim dalam melakukan pegawasan terhadap beberapa pelaksanaan upaya paksa, seperti

(6)

penangkapan, penahanan maupun penghentian penuntutan dan penyidikan.

Pasal 191 dan 197 KUHAP yang menyatakan bahwa baik dalam putusa bersalah maupun dalam putusan bebas hal tersebut harus didasarkan atas fakta serta keadaan dan alat pembuktian yang diperoleh dalam pemeriksaan sidang sehingga putusan Mahkamah Agung sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dibawah ini hak-hak tersangka dan terdakwa.Hak adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang tersangka, atau terdakwa. Apabila hak tersebut dilanggar, maka hak asasi dari tersangka, atau terdakwa telah dilanggar. Hak tersebut dalam KUHAP sebagai berikut:

1. Mendapat pemeriksaan dengan segera (Pasal 50:1)

2. Perkaranya segera dilanjutkan ke Pengandilan (Pasal 50:2)

3. Segera diadili oleh Pengadilan (Pasal 50:3) 4. Mempersiapkan pembelaan (Pasal 51 huruf

a)

5. Diberitahukan perihal apa yang didakwakan kepadanya (Pasal 51 huruf b) 6. Memberikan keterangan secara bebas

(Pasal 52)

7. Mendapat bantuan juru bahasa (Pasal 52:1) bagi yang tidak mengerti bahasa Indonesia 8. Mendapat bantuan dalam bisu/tuli (Pasal

53:2)

9. Mendapat bantuan hukum (Pasal 54,55) 10. Untuk ditunjuk pembela dalam hak

terdakwa dengan ancaman hukuman mati (Pasal 56)

11. Menghubungi Penasehat Hukum (Pasal 57:1)

12. Menerima kunjungan dokter pribadi (Pasal 58)

13. Diberitahukan kepada keluarganya (Pasal 59)

14. Menghubungi dan menerima kunjungan keluarga (Pasal 60,61)

15. Mengirim dan menerima surat (Pasal 62) 16. Menghubungi dan menerima Rohaniawan

(Pasal 63)

17. Untuk diadili di sidang yang terbuka untuk umum (Pasal 64), kecuali kasus

susila, dan kasus terdakwa anak-anak yang masih di bawah umur

18. Mengusahakan dan mengajukan saksi/saksi ahli atau saksi A De Charge

(saksi yang menguntungkan) (Pasal 65) 19. Tidak dibebani kewajiban pembuktian

(Pasal 66)

20. Banding (Pasal 67)

21. Mendapat ganti rugi dan rehabilitasi (Pasal 68)

22. Mendapat salinan dari semua surat/berkas perkara (Pasal 72)

Memperhatikan hak tersebut diatas, menjadi pedoman bagi penegak hukum dalam menjalankan tugasnya yang benar-benar memperhatikan dan melindungi Hak Asasi Manusia.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, menurut Mardjono Reksodiputro16 bahwa: hak-hak tersebut bukanlah diberikan kepada tersangka/terdakwa sebagai pelanggar hukum tetapi sebagai manusia yang mempunyai hak dan kewajiban, manusia sebagai obyek dan subjek anggota masyarakat. karena seseorang yang didakwa belum tentu bersalah sampai ada putusan pengadilan.

B.Praktik Penangkapan Dalam Perspektif

Hak Tersangka Pelaku Tindak Pidana

Pencurian Di Wilayah Hukum Polresta

Palu

Kepolisian selaku aparat penegak hukum dan sebagai institusi negara bertugas melindungi masyarakat dari segala macam kepentingan yang bertentangan dengan hukum yang dapat menimbulkan ketidaktertiban. Namun ada kalanya dalam penegakan ketertiban masyarakat tersebut terjadi pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Hal ini disebabkan bahwa di satu sisi, ketertiban harus ditegakkan guna memberikan rasa aman kepada masyarakat. Namun di sisi lain, masyarakat (pelaku kejahatan) terus melakukan perbuatan melawan hukum dan mengadakan ketidaktertiban di tengah masyarakat, sedangkan pihak kepolisian guna

16

Mardjono Reksodiputro. Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Buku Ketiga. Lembaga Kriminologi UI.Jakarta. 1994, hlm. 85

(7)

terselenggaranya ketertiban apabila melakukan kekerasan sebagai bagian dari upaya penegakan hukum dianggap telah melanggar hak asasi manusia dan hal ini menimbulkan reaksi dan kecaman dari berbagai kalangan masyarakat.

Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia disebutkan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Sutherland dalam Kunarto mengemukakan bahwa kekerasan dan polisi tidak bisa (sulit) dipisahkan, karena kekerasan merupakan bagian fungsional dari polisi dalam memerangi kejahatan sehingga memang tidak mungkin dilakukan tanpa kekerasan. Berpedoman dari pendapat tersebut, maka dapat dipahami bahwa kekerasan seperti menjadi sebuah keharusan guna terselenggaranya perlindungan kepada masyarakat, namun untuk menghindari upaya perlindungan tersebut digunakan sebagai alat atau pembenaran pihak kepolisian kekerasan terhadap yang dilakukan, maka perlu adanya suatu batasan yang jelas17.

Dengan adanya batasan yang jelas tersebut, maka aparat kepolisian tidak perlu ragu dalam menjalankan tugasnya selaku aparat penegak hukum maupun sebagai penyelenggara keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal ini sejalan dengan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara penegak hukum, sebagai pengayom, melindungi masyarakat dan harta bendanya serta memberikan pelayanan kepada masyarakat, sebagai pembimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menjunjung tinggi terselenggaranya usaha baik sebagai alat

17

Kunarto, Merenungi Kritik Terhadap Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 1997, hlm. 129

negara penegak hukum maupun sebagai pembimbing masyarakat18.

III. PENUTUP

A.Kesimpulan

1. Asas-asas yang berkaitan dengan perlindungan tersangka dapat ditemukan dalam KUHAP dan UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman, antara lain asas peradilan cepat, batas waktu penahanan, tentang segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan, penyidik,

adanya suatu lembaga ”Praperadilan dan

dll. hak-hak tersebut bukanlah diberikan kepada tersangka/terdakwa sebagai pelanggar hukum tetapi sebagai manusia yang mempunyai hak dan kewajiban, Peradilan dilaksanakan dengan sederhana dan biaya ringan (Pasal 4 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman; Mengadili menurut hukum dan tidak membeda-bedakan orang (Pasal 5 ayat (1); Tidak seorangpun yang dapat dihadapkan ke pengadilan selain yang ditentukan UU (Pasal 6 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman; harus ada pembuktian yang sah menurut Undang-undang (Pasal 6 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman; penangkapan, penahanan, penyitaan dan penggeledahan harus ada undang-undang (Pasal UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman; ganti rugi, rehabilitasi dan pembebanan ganti kerugian di autr dalam UU. (Pasal 9 ayat (3) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman;

2. manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya, bahwa agar seluruh jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menghormati, melindungi, dan menegakkan hak asasi manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

B.Saran

1. Diharapkan pemerintah merevisi KUHAP, karena beberapa ketentuan tidak memberikan perlindungan kepada seseorang yang ditangkap, sehingga

18

Isnawan, F, Kompilasi Hukum, Penerbit Andi, Yogyakarta, 1995, hlm. 32

(8)

Kapolri mengeluarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia tetapi kedudukan Peraturan Kapolri tersebut tidak sama dengan undang-undang.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

A.Buku-Buku

Andi Hamzah, “Hukum Acara Pidana Indonesia,” Cetakan Ke-empat, Edisi Revisi , Sinar Grafika, Jakarta, 2004.

---, “Asas-Asas Hukum Pidana”, Rineka Cipta, Jakarta, 1986.

Departemen Kehakiman & HAM, Tim Pakar Hukum, “Reformasi Hukum Di Indonesia, Sebuah Keniscayaan”, Pelita Indonesia Terbitan Pertama, 2001.

Erni Widhayanti, Hak-hak Tersangka/Terdakwa didalam KUHAP, Liberty, Yogyakarta, 1988.

Isnawan, F, Kompilasi Hukum, Penerbit Andi, Yogyakarta, 1995.

Kunarto, Merenungi Kritik Terhadap Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 1997.

Mardjono Reksodiputro. Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Buku Ketiga. Lembaga Kriminologi UI.Jakarta. 1994.

Subekti. R, Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam KUHAP, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994.

B.Peraturan Perundang-Undangan

UU Nomor. 48 Tahun 2009 Kekuasaan Kehakiman

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip Dan Standar Hak Asasi Manusia

(10)

BIODATA

PRASETYO DARMANSYAH PUTRA DJAMAN, Lahir di ...,

... Alamat Rumah Jalan ..., Nomor Telepon +6285241372014, Alamat Email putragaruda88@gmail.com

Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa 10 Desember 1948 Palais de Chaillot, Paris) Majelis Umum PBB

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa dokumen yang perlu dibawa ketika melakukan pembimbingan dalam rangka perencanaan akademik adalah kartu rencana studi, kartu hasil studi, format/ buku

Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Dewi dkk (2013) adalah penggunaan metode geolistrik 3D konfigurasi dipole-dipole di Balangan dengan hasil bijih besi

Dari hasil Tabel 4.4 dan Gambar 4.14 dapat dilihat bahwa Biorthogonal 3.9 memiliki rata-rata normalisasi energi dekomposisi yang paling tinggi yaitu 1 dengan

Ternyata bagi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang dari kepompongnya tersebut, yang mana pada saat dia mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam tubuhnya

Setelah pemaparan data penelitian dan pembahasan, peneliti memperoleh gambaran yang jelas tentang Bagaimanakah Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Oleh Kepala Sekolah

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang

Dalam Ketentuan hukum di Indonesia, pengaturan mengenai kejahatan terhadap prostitusi secara online secara khusus diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11

Diiab abete etes M s Mel ellliitus, sem tus, semaki akin l n lam ama a se sese seor oran ang m g men ende derriita Di ta Diab abete etes s Mellitus maka komplikasi