• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKHLAK DALAM KELUARGA 2 pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "AKHLAK DALAM KELUARGA 2 pdf"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

AKHLAK DALAM KELUARGA 2

TUGAS AL ISLAM DAN KEMUHAMADIYAHAN 4

OLEH

Rachmania Tatsa Lestyaji

201410230311294

Mutawashittin D

(2)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Akhlak Dalam Keluarga 2” tepat pada waktunya. Shalawat serta salam selalu saya curahkan kepada junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW, beserta sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses pembuatan makalah ini, baik moril maupun materiil.

Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Malang, Februari 2017

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

AKHLAK DALAM KELUARGA 2 ... 1

A. Membangun Keluarga Sakinah ... 1

B. Hak dan Kewajiban Suami Istri ... 6

1. Kewajiban Isteri / Hak Suami ... 6

2. Kewajiban Suami / Hak Isteri ... 12

3. Hak Bersama Antara Suami Isteri ... 15

C. Manajemen Konflik Antara Suami Istri ... 15

(4)

AKHLAK DALAM KELUARGA 2

A. Membangun Keluarga Sakinah

Al-Qur’an sebagai kitab suci, diyakini oleh muslim tentang keabadian, keuniversalan serta kebenarannya. Al-Qur’an adalah kitab suci yang terakhir yang dipedomani umat Islam hingga akhir masa. Al-Qur’an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (hablum min Allah wa hablum min an-nas), serta manusia dengan alam sekitarnya. Untuk memahami ajaran Islam secara sempurna, diperlukan pemahaman terhadap kandungan Al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan konsisten. Di antara persoalan yang terkait dengan hablum min an-nas yang dibahas dalam al-Qur’an adalah pernikahan.

Dalam Islam, seluruh umat muslim dianjurkan membangun biduk rumah tangga berdasarkan Al-Quran. Secara bahasa, kata rumah (al-bait) dalam Al-Qamus Al-Muhith bermakna kemuliaan; istana;keluarga seseorang; kasur untuk tidur; bisa pula bermakna menikahkan , atau bermakna orang yang mulia. Berdasarkan makna tersebut, rumah bukan hanya sekedar tempat untuk melindungi diri dari cuaca maupun hal-hal lain. Tetapi keluarga juga merupakan tempat yang mulia dan bisa bermakna penghuni dan suasa.1

Rumah tangga islami bukan sekedar berdiri di atas diatas kenyataan kemusliman seluruh angota keluarga. Bukan karena seringnya terdengar lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dari rumah itu. Banyak para ahli yang memberikan definisi mengenai keluarga islami, menurut Yunahar Ilyas (2007) rumah tangga islami adalah rumah tangga yang di dalamnya ditegakkan adab-adsab Islam, baik yang menyangkut individu maupun keseluruhan anggota rumah tangga. Rumah tangga islami ini didirikan di atas landasan ibadah yang selalu mengingatkan satu sama lain untuk mencegah dari mungkar dan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, karena kecintaan mereka kepada Allah SWT.

1 Yunahar Ilyas, Pernik-pernik Rumah Tangga Islami: Tatanan dan Perannya dalam

(5)

Rumah tangga islami juga merupakan rumah tangga teladan yang menjadi panutan dan dambaan umat. Mereka berkhidmat kepada Allah SWT. dalam suka maupun duka, dalam keadaan senggang maupun sempit. Sehingga rumah tangga islami memuat adanya tiga komponen penting yang menjadi idaman seluruh umat muslim ketika membangun sebuah rumah tangga, yaitu sakinah, mawadah, dan rahmah (perasaan tenang, cinta, dan kasih sayang). Dari komponen tersebut mampu membuat seluruh anggota keluarga merasakan suasana “surga” di dalamnya.

Rumah tangga Islami akan dimulai dengan adanya pernikahan. Pernikahan sendiri merupakan suatu ikatan perjanjian antara dua insan laki-laki dan perempuan dengan syarat-syarat adanya ijab Kabul, dua saksi, mahar dan wali nikah. Menikah merupakan perintah agama dan rasul yang patut untuk dipatuhi dan diteladani, karena sangat banyak hikmah dan manfaat yang dapat dipetik dari sebuah pernikahan.2 Hal ini tercantum dalam Al-Qur’an:

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang layak (kawin) dari hamba sahayamu yang laki-laki dan

hamba sahayamu yang permpuan. Jika mereka miskin Allah akan

memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah SWT Maha Luas

(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS Al-Nur: 32).3

Dalam perintah tersebut, Allah SWT mewajibkan seluruh anggota masyarakat Islam untuk menikahkan orang-orang yang masih lajang dan janganlah mengkhawatirkan kehidupan setelah menikah. Karena, apabila umatnya bertawakal dengan ikhlas, maka Allah SWT akan menjamin urusan tersebut. Sehingga sudah jelas perintah Allah SWT tercantum dalam

2 A. M. Ismatulloh, Konsep Sakinah, Mawaddah dan Rahmah dalam Al-Qu’an: Perspektif

Penafsiran Kitab Al-Qu’an dan Tafsirnya, dalam Jurnal Pemikiran Hukum Islam, Vol.14 No.1 Tahun 2015, 54

3 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Revisi Terbaru) Departemen Agama

(6)

Nya yang mulia agar (orang-orang yang mampu) menikahkan orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (nikah) dari hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba sahayamu yang perempuan.4

Sebuah pernikahan tidak boleh dibatasi dengan waktu, misal nikah hanya untuk satu malam, satu hari, satu minggu, satu bulan, dan seterusnya. Hal ini karena pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga yang kekal, bukan ikatan sementara yang hanya untuk memuaskan nafsu seks yang posesif dan egosentris. Oleh karena itu, pernikahan harus didasari dengan cinta, kasih sayang, keikhlasan dan ibadah. Dasar ini akan mendorong masing-masing pihak untuk saling memahami, mengisi, melengkapi, berkorban dengan ikhlas, dan sabar dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia. Untuk itu, cinta dan kasih sayang antar suami istri harus terus dijaga agar pernikahan dapat kekal dan bahagia.5

Keinginan untuk hidup berkeluarga merupakan sesuatu yang fitri dan tidak bisa ditolak oleh siapa pun. Sebab Allah SWT sendiri secara fitrah telah menganugerahkan kepada setiap manusia jenis kelamin tertentu, dan kemudian melengkapinya dengan adanya perasaan tertarik kepada jenis kelamin yang lain. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah),

(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut

fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang

lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar Ruum:30)6 Keadaan yang demikian inilah yang menyebabkan pria dan wanita saling membutuhkan dalam kehidupan keluarga, agar mereka mendapatkan kasih

4 Ayatullah Muhammad H. Mazhahiri, Membangun Surga Dalam Rumah Tangga , (Bogor:

Cahaya, 2001), 36

5

Ali Akbar, Merawat Cinta Kasih, (Jakarta: Pustaka Antar, 1981), 17.

6 Yasid bin Abdul Qadir Jawas, Kiat-kiat Menuju Keluarga Sakinah, dalam,

(7)

sayang, ketentraman, dan dapat meneruskan keturunannya.Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an :

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung

dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antar kalian rasa

kasih dan sayang. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Q.S. Ar-Ruum ayat: 21)7 Ayat di atas berkaitan dengan kehidupan pokok seluruh manusia, yang berhubungan juga dengan upaya untuk mewujudkan pernikahan. Karena itulah, keberadaan wanita diperuntukkan bagi laki dan keberadaan laki-laki bagi wanita. Sebab pada hakikatnya manusia diciptakan Allah berpasang-pasangan agar dapat saling menyayangi, saling menerima dan memberi antara satu dengan yang lainnya, untuk memperoleh ketentraman (sakinah) jiwa dalam rangka menunjang penghambaan kepada Allah SWT. Melaksanakan pernikahan adalah melaksanakan perintah agama dan sekaligus mengikuti jejak dan sunnah para rasul Allah. Karena itu, jika seseorang sudah mencukupi persyaratan untuk menikah maka dia diperintahkan untuk melaksanakannya, karena dengan menikah hidupnya akan lebih sempurna.

Kata sakinah, dalam QS. Al-Ruum ayat 21 diatas, dalam al-Qur’an dan Tafsirnya Departemen Agama ditafsirkan dengan cenderung dan tenteram. Penafsiran ini tidak jauh berbeda dengan penafsiran yang dikemukakan oleh mufassir lainnya. Mufassir Indonesia Quraish Shihab, menjelaskan bahwa kata sakinah yang tersusun dari huruf-huruf sin, kaf dan nun mengandung makna “ketenangan” atau antonim kegoncangan dan pergerakan. Menurutnya pakar- pakar bahasa menegaskan bahwa kata itu tidak digunakan

7 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Revisi Terbaru) Departemen Agama

(8)

kecuali untuk menggambarkan ketenangan dan ketenteraman setelah sebelumnya ada gejolak.8

Menurut Yunahar Ilyas (2007) terdapat 10 kunci dasar untuk membangun keluarga yang sakinah9, yaitu :

1. Didirikan di atas landasan ibadah. Semenjak membangun rumah

tangga, haruslah memilih jodoh yang sesuai dengan syari’at Islam, tidak hanya dilihat dari fisik namun dilihat dari agamanya

2. Terjadi internalisasi nilai-nilai Islam secara kaffah (menyeluruh). Artinya seluruh anggota keluarga mampu membentengi dan memfilter pengaruh dari luar, terlebih pada era globalisasi saat ini.

3. Terdapat Qudwah (keteladanan) yang nyata. Keteladanan ini bisa didapatkan dari orangtua yang akan membentuk anak-anaknya menjadi pribadi yang berteladan.

4. Penempatan posisi masing-masing anggota keluarga harus sesuai

dengan syari’at. Penempatan posisi ini berguna agar masing-masing anggota keluarga mampu melaksanakan dengan tepat hak-hak dan kewajibannya di dalam keluarga.

5. Terbiasa tolong menolong dalam menegakkan adab-adab Islam. Jika semua anggota keluarga telah bisa menempatkan diri secara tepat, maka ta’awun (tolong menolong) dalam kebaikan ini akan lebih mungkin terjadi.

6. Rumah harus kondusif bagi terlaksananya peraturan Islam. Dalam sebuah keluarga akan mampu menjalankan adab-adab Islam jika struktur bangunan rumah yang dimiliki mendukung, seperti ruang tidur anak laki-laki dan perempuan dipisah.

7. Tercukupinya kebutuhan materi secara wajar. Untuk berlangsungnya proses tarbiyah islamiyah dalam keluarga membutuhkan sejumlah materi agar mampu mendapatkan sesuatu hal atau memenuhi kebutuhan hidup.

8 A.M. Ismatulloh, Konsep Sakinah, Mawaddah dan Rahmah dalam Al-Qu’an: Perspektif

Penafsiran Kitab Al-Qu’an dan Tafsirnya, dalam Jurnal Pemikiran Hukum Islam, Vol.14 No.1 Tahun 2015, 62

9 Yunahar Ilyas, Pernik-pernik Rumah Tangga Islami: Tatanan dan Perannya dalam

(9)

8. Menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan semangat Islam. Pada kasus-kasus tertentu yang dapat ditolerir, benda-benda, hiasan, dan peralatan harus dibuang atau dibatasi agar tidak memunculkan perilaku berlebih-lebihan.

9. Berperan dalam pembinaan masyarakat. Sangat dibutuhkan adanya upaya ishlahul mujtama’ (pembinaa masyarakat) di sekitarnya menuju pemahaman yang benar tentang nilai-nilai Islam yang shahih, untuk kemudian berusaha bersama-sama membina diri dan keluarga sesuai dengan arahan Islam.

10. Terbentengi dari pengaruh lingkungan yang buruk. Apabila keluarga Islami tidak bisa mempengaruhi lingkungan sekitarnya menuju kebaikan karena terlanjur parah, maka dibutuhkan adanya penyelamatan internal bagi keluarganya. Apabila diperlukan, keluarga tersebut harus meninggalkan lokasi jahiliah itu.

B. Hak dan Kewajiban Suami Istri

1. Kewajiban Isteri / Hak Suami

Di antara kewajiban isteri terhadap suaminya10 adalah:

a. Taat kepada suami.

Isteri berkewajiban untuk mentaati segala perintah suami dengan catatan selama perintah suami itu tidak mengajak kepada perbuatan maksiat kepada Allah dan selama perbuatan tersebut sesuai dengan kemampuan isteri. Apabila perintah tersebut mengajak berbuat maksiat kepada Allah, misalnya meminta isteri agar diijinkan untuk mendukhulnya dari duburnya, maka si isteri tidak boleh menta'atinya. Dalil kewajiban isteri untuk mentaati perintah dan kemauan suami adalah:

"Dari Husain bin Muhshain dari bibinya berkata: "Saya datang menemui Rasulullah saw. Beliau lalu bertanya: "Apakah

kamu mempunyai suami?" Saya menjawab: "Ya". Rasulullah saw

bertanya kembali: "Apa yang kamu lakukan terhadapnya?" Saya

10 Aep Saepulloh Darusmanwiati, Hak dan Kewajiban Suami Isteri, (Kairo: Makalah Islam,

(10)

menjawab: "Saya tidak begitu mempedulikannya, kecuali untuk

hal-hal yang memang saya membutuhkannya". Rasulullah saw

bersabda kembali: "Bagaimana kamu dapat berbuat seperti itu,

sementara suami kamu itu adalah yang menentukan kamu

masuk ke surga atau ke neraka" (HR. Imam Nasai, Hakim, Ahmad dengan Hadis Hasan).

Rasulullah SAW pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau menjawab: "Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta suami

(manakala suaminya tidak ada)" (HR. Nasa'i).

Namun dengan catatan selama perintahnya itu bukan untuk berbuat maksiat kepada Allah. Apabila ia menyuruh bermaksiat kepadaNya, maka istri tidak boleh mentaatinya. Hal ini didasarkan kepada dalil berikut ini:

Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada kewajiban taat dalam

berbuat maksiat kepada Allah. Kewajiban taat itu hanyalah

untuk perbuatan yang baik" (HR. Bukhari Muslim).

b. Berdiam diri di rumah, tidak keluar rumah kecuali dengan idzin suami.

"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah

yang dahulu" (QS. Al-Ahzab: 33).

Dalam hal ini Imam Ibn Taimiyyah dalam bukunya Majmu al-Fatawa mengatakan:

"Seorang isteri haram untuk keluar dari rumahnya kecuali

ada idzin dari suaminya. Apabila ia keluar rumah tanpa ada

idzin dari suaminya, maka isteri tersebut sudah dipandang

sebagai isteri yang berbuat nusyuz, berdosa kepada Allah dan

rasulNya serta ia berhak untuk mendapatkan hukuman".

c. Ta’at dan tidak menolak apabila diajak berhubungan badan.

"Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: "Apabila

(11)

isterinya itu menolak dan enggan, maka ia akan dilaknat oleh

para malaikat sampai pagi hari tiba" (HR. Bukhari Muslim).

d. Tidak mengijinkan orang lain masuk ke rumah, kecuali ada

idzin dan ada keridhaan dari suami.

Seorang isteri dilarang memasukkan ke dalam rumah laki-laki lain sekalipun laki-laki itu adalah temannya sendiri ketika kuliah, atau saudara jauhnya selama dapat diperkirakan bahwa si suami tidak akan menyukainya dan demi untuk menghindari fitnah. Namun, apabila adik atau kakak si isteri atau orang lainnya yang diperkirakan si suami akan merelakan dan meridhainya, maka tentu hal demikian diperbolehkan. Hal ini didasrkan kepada salah satu hadits berikut ini:

"Rasulullah saw bersabda: "Seorang isteri dilarang

mengijinkan orang lain masuk ke dalam rumahnya kecuali ada

idzin dari suaminya" (HR. Muslim).

e. Dilarang melakukan puasa sunnat ketika si suami ada kecuali ada idzinnya.

(12)

"Rasulullah saw bersabda: "Haram bagi seorang isteri

melakukan puasa sunnat ketika suaminya ada kecuali dengan

idzinnya. Demikian juga seorang isteri tidak boleh mengidzinkan

orang lain memasuki rumahnya kecuali ada idzinnya" (HR. Bukhari).

f. Tidak menginfakkan sesuatu hartanya kecuali ada idzin dari suami. Apabila si isteri bermaksud untuk infak dengan harta dari si suami, maka ia terlebih dahulu harus meminta ijin dari suaminya. Demikian juga, apabila ia bermaksud memberikan sesuatu kepada adik-adiknya atau keluarganya, maka ia harus meminta ijin terlebih dahulu. Mengapa? Karena dalam ajaran Islam, harta yang diusahakan oleh si suami adalah milik si suami. Sementara kewajiban si suami, bukan semata kepada isterinya, akan tetapi juga kepada keluarganya (ibunya, adiknya dan lainnya). Untuk itu, pemberian apapun yang akan dilakukan oleh si isteri, harus meminta ijinnya terlebih dahulu. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

"Rasulullah saw bersabda: "Seorang isteri tidak boleh

menginfakkan sebagian harta suami kecuali ada idzinnya" (HR. Abu Dawud, Turmudzi, Ibn Majah dengan sanad Hasan).

g. Menjaga kehormatan dirinya, menjaga putra putrinya juga harta suaminya ketika si suami sedang tidak ada dirumah.

(13)

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh

karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas

sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah

menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita

yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri

ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara

(mereka).Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka

nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur

mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu,

maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.

Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (An-Nisa: 34).

"Rasulullah saw pernah ditanya tentang isteri yang baik.

Beliau menjawab: "Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila

dipandang menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta

suami (manakala suaminya tidak ada)" (HR. Nasa'i).

h. Mensyukuri pemberian suami, selalu merasa cukup dan melayani suami dengan baik.

"Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah saw bersabda: "Allah

tidak akan memperhatikan seorang isteri yang tidak pernah

mensyukuri pemberian suaminya, juga tidak pernah merasa

cukup dengan apa yang diberikan suaminya kepadanya" (HR. Nasai).

"Rasulullah saw bersabda: "…Lalu diperlihatkan kepada saya neraka, dan saya tidak pernah melihatnya seperti yang saya lihat

hari ini. Ternyata kebanyakan penghuninya adalah para

wanita". Para sahabat bertanya: "Mengapa ya Rasulullah saw?"

Rasulullah saw menjawab: "Karena mereka berbuat dosa

(14)

i. Berdandan dan mempercantik diri di hadapan suami.

"Rasulullah saw pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau

menjawab: "Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang

menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta suami

(manakala suaminya tidak ada)" (HR. Nasa'i).

j. Tidak berbuat sesuatu yang dapat menyakiti dan tidak disukai oleh suami.

Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada seorang isteri pun yang menyakiti suaminya di dunia, kecuali isterinya dari bidadari surga

akan berkata: "Janganlah kamu menyakitinya, Allah akan

membinasakan kamu. Dia itu adalah simpanan bagi kamu kelak

yang hamper saja ia berpindah kepada kami" (HR. Turmudzi, Ibn Majah dengan sanad Hasan).

k. Harus menjaga kelanggengan rumah tangga dan tidak boleh meminta talak tanpa ada alasan syar’I yang jelas.

"Rasulullah saw bersabda: "Wanita mana saja yang meminta

untuk ditalak kepada suaminya tanpa ada alasan yang jelas,

maka haram baginya untuk mencium baunya surga" (HR. Turmudzi, Abu Dawud dan Ibn Majah).

l. Berkabung selama empat bulan sepuluh hari ketika suaminya meninggal.

(15)

"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan

meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu)

menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.

Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa

bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri

mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu

perbuat" (QS. Al-Baqarah: 234).

2. Kewajiban Suami / Hak Isteri

Di antara kewajiban suami atau hak isteri 11adalah: a. Membayar mahar / mas kawin.

Pembahasan mengenai hal ini telah dibahas pada makalah sebelumnya tentang Mahar, Resepsi dan Adab Malam Pengantin. Untuk lebih jelasnya, silahkan lihat kembali kepada makalah tersebut.

b. Memperlakukan dan menggauli isteri sebaik mungkin.

Memperlakukan isteri dengan baik di antaranya dapat berwujud dengan tidak menyakitinya, memperlakukannya sebagai mitra, teman bukan sebagai pembantu, memberikan semua hak-haknya menurut kemampuan dan lainnya. Hal ini didasarkan kepada firman Allah swt berikut ini:

11 Aep Saepulloh Darusmanwiati, Hak dan Kewajiban Suami Isteri, (Kairo: Makalah Online,

(16)

"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu

mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu

menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali

sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,

terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.

Dan bergaullah dengan mereka (isteri-isteri) secara patut.

Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah)

karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah

menjadikan padanya kebaikan yang banyak" (QS. An-Nisa: 19). "Rasulullah saw bersabda: "Sebaik baik kalian wahai laki-laki

adalah orang yang paling baik kepada keluarganya. Dan saya

adalah orang yang paling baik kepada keluarga saya" (HR. Turmudzi dan Ibn Hibban).

c. Memberikan nafkah, pakaian dan rumah/ tempat tinggal dengan layak dan baik.

Yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah nafkah yang diberikan oleh suami untuk isteri dan anak-anaknya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lainnya menurut ukuran yang layak berdasarkan kemampuan suami.

(17)

"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut

kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya

hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah

kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang

melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah

kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan" (At-Thalaq: 7).

"Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada

para ibu dengan cara makruf" (QS. Al-Baqarah: 233).

"Dari Jabir, Rasulullah saw bersabda: "…Bertakwalah

kepada Allah tentang perempuan, karena mereka itu adalah

setengah umur dari kalian. Kalian mengambilnya dengan

amanah Allah, menjadikan halal kemaluannya dengan kalimah

Allah. Kalian berkewajiban untuk memberikan nafkah, pakaian

kepadanya dengan makruf" (HR. Muslim).

"Mu'awiyah al-Qusyairi berkata: "Saya bertanya kepada Rasulullah saw: "Wahai Rasulullah saw, apa hak isteri kami

itu?" Rasulullah saw menjawab: "Memberi makannya apabila

kamu makan, memberi pakaian apabila kamu berpakaian, tidak

boleh memukul muka, jangan menjelekannya, dan jangan kamu

pergi menjauhinya kecuali di dalam rumah saja" (HR. Ab Dawud, Ibn Majah, Ahmad dan Nasai).

Apabila si suami pelit, tidak memberikan nafkah yang cukup untuk isteri dan anak- anaknya padahal dia mampu dan berkelapangan, maka si isteri boleh mencurinya dengan baik-baik menurut kebutuhan untuk mencukupi kebutuhannya dan kebutuhan anak- anaknya. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:

"Dari Siti Aisyah, Hind bint Utba bertanya kepada Rasulullah

(18)

laki-laki yang sangat pelit. Ia tidak memberikan sesuatu kepada

saya dan anak saya kecuali apa yang saya ambil ketika dia tidak

mengetahuinya.” Rasulullah saw menjawab: "Ambillah apa yang

mencukupi untuk kamu dan untuk anak kamu dengan jalan

yang baik" (HR. Bukhari Muslim).

3. Hak Bersama Antara Suami Isteri

Berikut ini ada beberapa hak bersama yang harus didapatkan baik oleh suami maupun oleh isteri. Hak-hak yang dimaksud adalah:

1. Halalnya untuk berhubungan badan. Baik suami isteri berhak mendapatkan kenikmatan berhubungan badan. Oleh karena itu, suami boleh meminta pasangannya untuk melayaninya, demikian juga si isteri berhak meminta suaminya untuk melayani "tidur" nya. 2. Masing-masing berhak mendapatkan warits. Apabila salah satu

pasangannya meninggal, maka pasangan lainnya berhak mendapatkan harta waritasan dari pasangannya yang meninggal tersebut.

3. Masing-masing berhak untuk diperlakukan dengan baik dan benar. 4. Keduanya menjadi haram untuk menikahi kerabat masing-masing

sebagaimana telah dijelaskan dalam makalah sebelumnya mengenai wanita-wanita yang haram dinikahi, lantaran perkawinan (al-mushaharah). Misalnya, dengan menikahnya laki-laki dan perempuan, maka si suami haram untuk menikahi adik isterinya selama isterinya masih hidup dan keduanya masih menikah. Demikian juga, ia haram untuk menikahi mertuanya— untuk lebih jelasnya, lihat kembali makalah sebelumnya seputar masalah wanita yang haram dinikahi.

C. Manajemen Konflik Antara Suami Istri

(19)

ikatan satu sama lain, atau malah mampu memunculkan perpecahan antara anggota keluarga. Hal ini bis adisebut dengan konflik dalam keluarga. Berikut beberapa konflik suami-istri yang biasanya disebabkan oleh kurangnya rasa” saling” antara keduanya12

:

1. Kurangnya saling pengertian terhadap kelebihan dan kekurangan masing-masing

2. Kurangnya saling percaya 3. Kurangnya saling terbuka 4. Kurang komunikasi yang efektif

Banyak pasangan suami-istri yang menjalani perkawinan lebih dari 20 tahun dan tetep harmonis mengungkapkan rahasia keharmonisan keluarganya bahwa kuncinya adalah saling percaya dan saling pengertian serta adanya komunikasi yang terbuka dan efektif. Para ahli komunikasi menyatakan bahwa komunikator yang baik adalah orang yang dapat menimbulkan rasa senang bagi orang yang diaajak berkomunikasi. Banyak Pasangan yang baru menikah pada tahun-tahun pertama mengalami apa yang disebut dengan “wedding blues” yaitu stress pasca menikah.

Meskipun terdapat beberapa konflik yang mampu membuat perpecahan dalam keluarga, terdapat strategi untuk mengatasi konflik tersebut. Strategi ini masuk ke dalam beberapa tahapan yang harus dilakukan13, yaitu:

a. Tahap primer. Tahap ini merupakan tahap pencegahan terhadap

terjadinya konflik keluarga. Upaya-upaya yang dilakukan oleh suami-istri antara lain:

1. Milikilah kesepakatan dengan pasangan, bagaimana langkah keluar dari konflik

Ini prinsip “sedia payung sebelum hujan". Kesepakatan antara suami dan isteri ini sangat penting dibuat di saat suasana nyaman dan tidak ada konflik. Buat “road map" atau “plan" bagaimana langkah

12

Elina Raharisti, Manjemen Konflik Keluarga, dalam,

www.sarjanaku.com/2011/01/managemen-konflik-keluarga.html, diakses 27 Februari 2017.

13 Cahyadi Takariawan,

Manajemen Konflik dalam Rumah Tangga, dalam,

(20)

untuk keluar dari konflik. Setiap pasangan akan memiliki karakter yang berbeda dalam pembuatan langkah ini.

2. Kuatkan motivasi, bahwa berumah tangga adalah ibadah

Motivasi ini yang menggerakkan bahtera kehidupan rumah tangga anda. Jika anda selalu menguatkan motivasi ibadah dalam rumah tangga, akan membawa suasana yang nyaman dalam kehidupan. Motivasi ibadah ini sesungguhnya telah meredam banyak sekali potensi konflik.

3. Kuatkan visi keluarga, untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat

Visi akan menjadi panduan arah kehidupan rumah tangga anda. Visi adalah pernyataan luhur yang akan anda capai dalam kehidupan keluarga. Visi menggambarkan “siapa jatidiri keluarga anda".

4. Milikilah ketrampilan komunikasi

Biasakan mengobrol dengan pasangan, jangan ada sumbatan dalam berkomunikasi. Tidak perlu membuat kesepakatan waktu-waktu khusus, karena komunikasi bisa dilakukan kapan saja, dimana saja, dengan sarana apa saja.

b. Tahap sekunder. Tahap ini sudah terjadi konflik dan bagaimana cara

mengatasinya:

1. Redam emosi dan kemarahan dalam-dalam

Bicaralah dalam suasana yang enak dan nyaman. Jangan berbicara dalam suasana emosional. Jangan sekali-kali mengambil keputusan dalam suasana emosional. Jangan turuti ego anda. Tenanglah, sabarlah. “Badai pasti berlalu".

2. Kembalikan kepada motivasi dan visi berumah tangga yang anda miliki Inilah guna motivasi dan visi keluarga. Saat menghadapi konflik ingatlah motivasi anda berumah tangga adalah ibadah. Ingatlah bahwa visi keluarga anda adalah untuk mendapatkan surga dunia dan surga akhirat.

(21)

Anda telah memiliki kesepakatan langkah keluar dari konflik. Seperti anda membawa payung, tinggal anda gunakan saat hujan tiba. Anda tidak dibuat bingung akan melangkah kemana, karfena flowchart telah anda miliki.

4. Jangan berpikir hitam putih, “siapa salah siapa benar"

Dalam menghadapi konflik suami dan isteri, jangan terpaku pada pemikiran pembuktian siapa yang salah dan siapa yang benar. Berpikirlah “win win solution", mencoba mencari solusi dengan semua pihak dimenangkan.

5. Selesaikan oleh anda berdua

Hadapilah konflik oleh anda berdua. Jangan melebar kemana-mana. Pihak ketiga (keluarga besar, konsultan, lembaga konsultasi, dll) hanya dilibatkan saat seluruh cara tidak membawa hasil perbaikan. Anda berdua harus di pihak yang sama, “Ini masalah kita".

6. Jangan pernah menampakkan konflik di depan anak-anak

Bahaya, dan negatif bagi anak-anak anda jika tampak anda konflik di hadapan mereka. Bersikaplah baik di hadapan anak-anak. Jangan ajari konflik, jangan buat mereka trauma dan frustrasi menghadapi ayah ibunya.

c. Tahap tersier setelah konflik teratasi.

1. Lupakan konflik anda, dan jangan ungkit lagi

Sudahlah, semua sudah berlalu. Sudah terlanjur terjadi. Tak akan bisa ditarik kembali. Maka sikap yang tepat adalah, segera lupakan konflik itu. Fokus pada kehidupan keluarga, masa depan anak-anak, merenda hari esok yang lebih baik. Harapan itu selalu ada.

2. Minta maaf kepada pasangan anda, dan maafkanlah pasangan anda Jangan berat meminta maaf. Jangan bertanya “Apa salah saya sehingga harus minta maaf?" Ketahuilah, dalam sebuah konflik, semua pihak memiliki andil kesalahan. Maka segeralah minta maaf, dan maafkan pasangan anda.

(22)

Jangan terfokus melihat sisi kekurangan dan kelemahan pasangan. Dunia anda akan sempit jika hanya terpaku kepada hal-hal yang negatif dari pasangan. Luaskan bentangan jiwa anda, dengan memfokuskan diri melihat sisi-sisi kelebihan dan kebaikan pasangan.

4. Berpikir positif

Miliki kebiasaan berpikir positif. Setiap kejadian dalam hidup pasti ada hikmahnya untuk pendewasaan diri dan keluarga kita. Setiap masalah pasti ada jalan keluar yang akan semakin membawa kematangan dalam menjalani kehidupan selanjutnya. Tak ada yang sia-sia dalam hidup kita.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Ali. Merawat Cinta Kasih. Jakarta: Pustaka Antar, 1981.

Darusmanwiati, Aep Saepulloh. 2005. Hak dan Kewajiban Suami Isteri. Makalah Islam. Kairo

Departemen Agama. 2014. Al-Qur’an dan Terjemahannya (Revisi Terbaru) Departemen Agama RI. Semarang: CV Asy Syifa’.

Ilyas, Yunahar. 2007. Pernik-pernik Rumah Tangga Islami: Tatanan dan Perannya dalam Kehidupan Masyarakat. Surakarta: Era Intermedia.

Ismatulloh, A. M. 2015. Konsep Sakinah, Mawaddah dan Rahmah dalam Al-Qu’an: Perspektif Penafsiran Kitab Al-Qu’an dan Tafsirnya. Jurnal Pemikiran Hukum Islam. Vol.14 No.1

Jawas, Yasid bin Abdul Qadir. 2010. Kiat-kiat Menuju Keluarga Sakinah. Diakses pada tanggal 1 Maret 2017, dari :

https://almanhaj.or.id/2863-kiat-kiat-menuju-keluarga-sakinah.html.

Mazhahiri, Ayatullah Muhammad H. 2001. Membangun Surga Dalam Rumah Tangga. Bogor: Cahaya.

Raharisti, Elina. 2011. Manjemen Konflik Keluarga. Diakses pada tanggal 27 Februari 2017, dari :

(23)

Takariawan, Cahyadi. Manajemen Konflik dalam Rumah Tangga. Diakses pada tangal 1 Maret 2017, dari:

Referensi

Dokumen terkait

Variabel assurance pada penelitian ini digambarkan dengan jam pelayanan yang sesuai, barang tepat waktu sampai, barang tidak rusak serta keamanan barang pelanggan

Penggunaan Macam Mulsa Organik memberikan dampak postif bagi pertumbuhan tanaman karena dapat menstabilkan suhu, menjaga kelembaban dan mempertahankan ketersediaan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat diberikan kesimpulan bahwa seluruh variabel independen yaitu iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan baik terhadap

Penyebab dari beberapa masalah yang dirasakan saat ini adalah masih rendahnya hubungan antar organisasi dalam memacu kerjasama yang sinergis bagi perkembangan yang lebih

Variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi: Penambahan tinggi tanaman utama, penambahan jumlah daun tanaman utama, penambahan diameter batang semu, tingkat kehijauan

Foto polos dada dan pelvis (saat masuk rumah sakit, 16-2-2011) didapatkan kesan foto dada: thorax dan jantung dalam batas normal, tak tampak gambaran metastase

Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 beserta perangkat peraturan perundangan di bawahnya menyebabkan kelembagaan penyuluhan

Berdasarkan realisasi sistem pengontrol sikap satelit menggunakan sensor MEMS, perbandingan sistem menggunakan metode PID dengan nilai Kp = 8, Ki = 1, dan Kd = 1