BAB 4
PERANCANGAN DAN HASIL ANALISIS
Sistem VDL Mode 2
Sistem komunikasi Very High Frequency (VHF) digital link (VDL) adalah salah satu bagian dari subnetwork antara pesawat dengan ground yang mendukung komunikasi data melalui ATN antara proses aplikasi pada aircraft-based dengan proses aplikasi yang sama pada ground-based. VDL mode 2 merupakan salah satu standar sistem komunikasi yang telah ditetapkan oleh ICAO.
Sinyal VDL Mode 2 terbagi menjadi beberapa sinyal tunggal sebesar 25 KHz per saluran. Ini sangat diharapkan bahwa VDL Mode 2 akan mengalokasikan kira – kira 20 saluran pada sinyal 136 – 137 MHz. Protokol CSMA mengontrol akses media antara pesawat dan ground station dimana masing – masing saluran MAC tersebut sebesar 25 KHz dialokasikan untuk VDL Mode 2. Seperti yang telah dijelaskan dalam SARPs VDL Mode 2, bagian jaringan ini terdiri dari physical layer, data link layer, dan subnetwork layer berdasarkan OSI layer.
Arsitektur
Physical Layer
Physical layer pada VDL Mode 2 menyediakan layanan untuk aktivasi, maintain dan de-aktivasi koneksi untuk transmisi
bit pada data link layer. Elemen – elemen layanan berikut adalah fungsi physical layer:
1. Aktivasi transmisi saluran. 2. Sinkronisasi bit.
3. Transmisi data fisik dengan sebuah sistem radio yang tepat. 4. Channel status signaling.
5. Notifikasi kondisi kesalahan. 6. Definisi jaringan lokal. 7. Parameter kualitas layanan.
Karakteristik transmisi pada VDL mode 2 adalah sebagai berikut :
1. VDL mode 2 Modulation menggunakan Differential 8-Phase Shift Keying (D8PSK) dapat dibuat dengan mengkombinasikan dua kuadratur frekuensi radio (RF) yang mana tidak bergantung pada amplitudo frekuensi pembawa yang termodulasi pada impuls baseband yang di-filter. 8-Phase Shift Keying maksudnya setiap simbol yang dikirimkan mewakili satu dari delapan fase state yang berubah dari carriernya (0, /4, /2, 3/4 radians, dan seterusnya). Ketersediaan dari 8 state artinya setiap simbol dapat mewakili 3 bit data. Kecepatan pada setiap simbol adalah 10.5 kbps, memberikan sebuah kecepatan jaringan yang lebih tinggi tiga kali, contohnya 31.5 kbps. Data dibentuk kedalam “triple” bit
memastikan transmisi selalu berisi sebuah angka integer dari simbol 3-bit.
Gambar 4.1 Modulasi D8PSK
a. Multi-phase encoding. Modulasi VDL mode 2 menggunakan metode Gray Coding untuk memetakan informasi 3-bit dalam salah satu dari 8-phase yang mungkin.
b. VDL mode 2 rate. Untuk meningkatkan kinerja, VDL mode 2 menggunakan sistem CSMA.
2. Forward error correction (FEC). Secara sistematik, lightweight Reed-Solomon code dipilih karena mudah di-code dan dapat dapat di de-codedengan cepat.
Gambar 4.2 Message encoding block diagram
Physical layer pada VDL mode 2 menggunakan sebuah modulasi D8PSK yang beroperasi pada 31.5 Kbps. Setiap transmisi pada physical layer berisi sebuah rangkaian yang berurutan meliputi power stabilization, synchronization, error-correction. Rangkaian ini akan menambah panjang dari setiap transmisi sebesar 108 bit.
Data Link Layer
Pada VDL mode 2 Link layer bertanggung jawab untuk melakukan pengiriman informasi dari satu entitas jaringan ke entitas jarngan lainnya, untuk memberitahukan kesalahan yang terjadi selama transmisi dan untuk menyediakan layanan berikut : 1. Assemblydan disassemblypada frame.
2. Sinkronisasiframe.
3. Rejection frameyang tidak standar. 4. Deteksi dan kontrol dari error frame 5. Seleksi dari channel frame.
6. Pengenalan dari address.
Message interframe Bits Stuffing and interframe Flagging FEC Encoding Inter-Leaving Bit Scrambling Modulation
7. Inisiasi dari receiveryang tidak terdeteksi. 8. Generationdari frame check sequence.
Gambar 4.3 VDL Data Link Sublayer
Data link layer terdiri dari beberapa sublayer yaitu : 1. VDL Management Entity (VME)
VME bertugas untuk membentuk dan mengelola koneksi antara pesawat dan VDL Transceiver pada ground. VME membuat Link Management Entity (LME) untuk setiap koneksi yang dikelolanya. LME pada pesawat berkomunikasi dengan sebuah peer LME pada ground untuk membentuk
sebuah koneksi, untuk memodifikasi koneksi parameter – parameter, dan untuk menginisiasi handoff ke ground lainnya ketika koneksi tidak mencukupi.
Tabel 4.1 LME Timers
TIMER STARTED CANCELLED OR
RESTARTED
ACTION UPON EXPIRATION TG1(Aircraft
only)
Tuning awal (inisial) ke sebuah frekuensi selama mencarian frekuensi. Menerima uplink apapun pada frekuensi Melakukan re-tune ke frekuensi baru pada tabel pencarian frekuensi.
TG2 Ketika menerima
transmisi dari sebuah station.
Restart setelah menerima transmisi dari sebuah station.
Memindahkan entri dari PECT : Jika link muncul dengan entiti, maka menjalankan operasi recovery.
TG3 (Ground only)
Selama tx dari setiap frame. Restart setelah tx setiap frame. Melakukan transmisi sebuah GSIF. TG4 (Ground only)
Selama tx dari setiap GSIF.
Restart setelah tx dari setiap GSIF.
Melakukan sebuah transmisi GSIF.
TG5(Aircraft only)
Membuka second link dengan sebuah operator ground station.
Tidak pernah dapat di-restart.
Mempertimbangkan old link disconnected.
2. Data Link Sublayer (DLS)
DLS bertugas untuk mengatur dan melakukan transmisi paket melalui link. DLS mengimplementasikan protokol Aviation VHF Link Control (AVLC), menyediakan indentifikasi pamancar, frame sequencing, flow control, dan deteksi kesalahan ke data link. DLS membuat Data Link Entity(DLE) untuk setiap koneksinya. DLE melakukan komunikasi dengan menggunakan sebuah peer DLE pada destination. DLE pada pesawat/ground menangani semua lalu lintas, baik kontrol maupun data, yang mengalir antara 2 (dua) transceiver. DLE bertugas untuk memberikan notifikasi pada VME mengenai banyaknya paket yang hilang.
Tabel 4.2 DLS Sublayer Timers
TIMER STARTED CANCELLED OR
RESTARTED
ACTION UPON EXPIRATION T1 Ketika mengantrikan
sebuah frame ke transmit queue, dan ketika T1 timer tidak sedang berjalan.
Dibatalkan
setelah menerima ack
Melakukan transmisi ulang frame – frame yang telah mengantri untuk minimal T1min + 2TD T3 Ketika mengantrikan XID_CMD ke transmit queue Dibatalkan setelah menerima XID_RSP
Melakukan transmisi ulang XID_CMD
T4 Menerima setiap frame. Restart ketika menerima setiap frame. Mengirim sebuah RR command (P=1) atau FRMR(P=1) atau SREJ (p=1) ttergantung pada state, sampai N2 kali.
3. Media Access Control (MAC)
Fungsi – fungsi MAC adalah sebagai berikut: 1. P-persistent CSMA
Ketika saluran dalam keadaan idle, sebuah station dengan paket untuk mengirimkan transmisi dengan kemungkinan p, dan menunggu selama TM1 sebelum mencoba kembali dengan kemungkinan 1-p. Jika saluran menjadi busy selama menunggu, TM1 akan dihapus dan sistem kembali menunggu hingga transmisi mati.
Gambar 4.5 CSMA Flow Diagram (Sumber : Bretmersky, 2003, p 5)
Tabel 4.3 CSMA Parameter (Sumber : Bretmersky, 2003, p 5)
Name Description Default
M1 Max. access attempts 135
p Persistence 13/256
TM1 Inter-access delay timer 4.5 ms
TM2 Channel busy timer 60 s
2. Maximum wait time
Maximum wait time berfungsi untuk memastikan sebuah batasan waktu menunggu, jumlah maksimum dari usaha untuk mengakses yang akan dibuat.
3. Inter-access delay
Inter-access delaymerupakan interval waktu antara ketika sebuah station memutuskan untuk mengirimkan data ke station lain. Nilai dari waktu diasumsikan sebagai waktu turnaround transmisi dan menerima, delay propagasi maksimum serta saluran idle-busy.
4. Timer
Timer merupakan waktu yang diperlukan pada MAC sublayer. Ringkasan waktu – waktu yang digunakan pada MAC sublayerdapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 MAC Sublayer Timers
TIMER STARTED CANCELLED OR
RESTARTED
ACTION UPON EXPIRATION
TM1 Menggunakan random backoff algorithm setelah kegagalan akses Dibatalkan ketika saluran menjadi busy Berusaha untuk mendapatkan akses ke saluran
TM2 Pada permintaan untuk melakukan tranmisi Dibatalkan saat transmisi Mulai melakukan frequency recovery fungsi LME Channel Occupancy MAC Sublayer action Busy Idle TM1 TM1 TM1 TM2 M1=1 M1=2 M1=3 Request for Transmission Transmission Clear TM1 Clear TM2
Channel idle, Bernouli fail Channel idle, Bernouli pass
Gambar 4.7 MAC State Diagram
MAC sublayer terdiri dari 4 (empat) state yaitu : 1. Idle
MAC sublayer berada pada idle state ketika saluran RF dalam keadaan kosong dan tidak ada outstanding requestuntuk melakukan transmisi.
2. Busy
MAC sublayer berada pada busy state ketika saluran RF dalam keadaan sibuk dan tidak ada outstanding requestuntuk melakukan transmisi.
3. Pending
MAC sublayer berada pada pending state ketika saluran RF dalam keadaan kosong dan ada outstanding requestuntuk melakukan transmisi.
4. Waiting
MAC sublayer berada pada waiting state ketika saluran RF dalam keadaan sibuk dan ada outstanding requestuntuk melakukan transmisi.
Subnetwork Layer
VDL mode 2 bekerja pada sublayer terbawah pada network layer. Subnetwork layer menyediakan antar muka pada ATN router. VDL Mode 2 pada subnetwork layer menggunakan ISO 8208 yang menyediakan layanan Switched Virtual Circuit (SVC) antara pesawat terbang dengan ground station yaitu X.25. Subnetwork VDL mode 2 terdiri dari sebuah subsistem penerbangan dan sebuah jaringan pada Remote Ground Stations (RGS). Subsistem penerbangan berfungsi sebagai terminal komunikasi mobile, pembentukan dan pembentukan ulang link, dan koneksi subnetwork dengan ground yang dapat menyediakan keandalan konektivitas dengan ground Data Terminal Equipment (DTEs) (atau router air-ground).
Koneksi manajemen VHF subnetworkterutama terdiri dari tiga fase :
1. Connection Initiation
Airborne VDL entitybertanggung jawab untuk inisiasi koneksi link dan subnetwork dengan sistem VDL mode 2 yang tersedia ketika start-up. Berikut adalah mekanisme inisiasi airborne:
1. Proses mencari frekuensi dan akuisisi
2. Proses membentuk link dan setting parameter 3. Proses membentuk subnetwork
2. Connection Handoff
Ketika pesawat bergerak dari satu ground station ke yang lain, hand-off akan dilakukan untuk menjaga agar komunikasi tetap terjalin. LME airborne melakukan hand-off berdasarkan kualitas signal dan kebijakan dasar. Berikut adalah proses hand-off:
1. Proses pembentukan kembali link dan setting parameter 2. Mempercepat proses pembentukan subnetwork
Gambar 4.8 Diagram koneksi handoff
3. Connection Termination
Terminasi koneksi VDL mode 2 dapat diinisiasi oleh pesawat terbang atau ground. Beberapa alasan bagi sistem penerbangan dalam melakukan terminasi pada koneksi VDL mode 2 adalah kehilangan jangkauan ground VDL mode 2, kesalahan yang tidak dapat diperbaiki atau karena layanan groundVDL mode 2 tidak lagi dibutuhkan.
Simulasi
Simulasi VDL Mode 2 dijalankan menggunakan OPNET Modeler 8.1. Model untuk protokol – protokol VDL diciptakan di OPNET dan terintegrasi dengan link - link dan protokol – protokol standar pada OPNET untuk
membentuk radio VDL dan sebuah aplikasi data stream. Model – model yang dibuat adalah model dasar untuk pesawat dan ground station.
Model - model yang dibuat pada OPNET adalah : 1. Model Proses
Model proses – proses yang akan dibentuk disesuaikan dengan VDL mode 2. Masing – masing state pada Finite State Machine(FSM) berisi kode C untuk menjalankan fungsi protokol.
2. Model Node
Proses – proses terhubung secara bersama dalam model node, dimana setiap blok mewakili proses yang terjadi. Model node mewakili perangkat yang digunakan. Proses – proses dihubungkan dengan packet stream dan statistic wire yang menggambarkan komunikasi antar protokol.
3. Skenario Simulasi
Skenario simulasi digunakan untuk menguji sistem VDL mode 2 yang terdiri dari sebuah ground station dengan sejumlah pesawat. Simulasi terpisah dijalankan dengan jumlah pesawat terbang berkisar antara 40 - 120 buah, dengan kelipatan 20. Semua pesawat terbang ditempatkan secara acak dengan 200 nautical mil dari ground station dengan ketetapan letak ketinggian pada 30.000 kaki.
Model Jaringan Model node
Model node – node yang dibentuk terdiri dari proses – proses yang terhubung. Model nodedihuubungkan dengan packet streamdan statistic wire yang menggunakan protokol komunikasi sesuai standar.
Untuk mendapatkan hasil simulasi, model node – node diatas harus menggunakan load factor lalu lintas pesan pesawat udara dibawah ini :
Tabel 4.5 Load factor aplikasi pesan (Sumber : Brian T.Hung, 2001, p 2)
Application Message Distribution Priority Uplink(From Ground Station) Downlink(From Aircraft) Average Message rate Average Size in bits Average Message rate Average Size in bits Exponential
time-arrival with poisson message size (point to point) High 0.0179 127.9 0.0238 107.6 Medium 0.00083 800 0.00083 100 Low 0.001 2400 0.0017 2400 Constant Low 0.0166 3325 0.0033 1760 Keterangan :
1. Message rate adalah jumlah pesan per detik per satu pesawat.
2. Setiap pesan diberi acknowledge pada DLS, kecuali pada saat broadcast.
3. Broadcastpesan uplink menggunakan pesan uplink konstan.
4. Pesan broadcast berkala downlink menggunakan pesan downlink konstan.
Masing – masing nodeyang terdapat pada model node (gambar 4.9) memiliki atribut – atribut sebagai berikut : SNL Node
Gambar 4.10 SNL attributes
DLS Node
MAC Node
Gambar 4.12 MAC attributes
MAC_Entity Node
Receiver Node
Gambar 4.14 Receiver attributes
Antenna Node
Gambar 4.16 Antenna attributes
Transmitter Node
Gambar 4.18 Transmitter’s ground station channel table
High_Exp Node
Gambar 4.20 Uplink high-priority exponential attributes
Med_Exp Node
Gambar 4.22 Uplink medium-priority exponential attributes
Gambar 4.23 Downlink medium-priority exponential attributes
Low_Exp Node
Gambar 4.24 Uplink low-priority exponential attributes
Low_Const Node
Gambar 4.26 Uplink low-priority attributes
Sink Node
Gambar 4.28 Sink attributes
Untuk memperjelas atribut – atribut yang terdapat pada setiap nodedapat dilihat pada keterangan masing – masing atribut dibawah ini :
Tabel 4.6 Nama – nama atribut node Nama Attribute Keterangan
ber model Atribut ini menentukan nama prosedur pipeline yang sesuai untuk menghitung perkiraan BER untuk setiap transmisi yang baru datang.
bkgnoise model Atribut ini menentukan prosedur pipelineyang menghitung gangguan dasar yang mempengaruhi transmisi yang baru
masuk.
channel Operasi atribut ini memperbolehkan penambahan dan penghapusan channeluntuk receiver.
Chanmatch model
Prosedur pipeline ini dapat secara dinamis menghitung satu dari tiga kemungkinan hasil yang menandakan tipe interaksi yang dapat terjadi antara sebuah radio transmitter channeldan sebuah radio receiver channel.
closure model Atribut ini menentukan prosedur pipelineyang secara dinamis dapat menjelaskan kemampuan saluran radio transmitter yang diberikan untuk mencapai saluran radio receiveryang diberikan.
ecc model Atribut ini menentukan nama prosedur pipelineyang sesuai untuk memutuskan transmisi radio yang baru datang yang dapat diterima.
ecc threshold Atribut ini merupakan bagian tertinggi dari kesalahan bit yang diperbolehkan di dalam sebuah paket agar paket diterima oleh sebuah receiver dan diteruskan ke sebuah output stream.
error model Atribut ini menentukan nama prosedur pipeline yang sesuai untuk menghitung sejumlah bit error pada daerah transmisi radio yang baru datang.
icon name Atibut ini memperbolehkan untuk memodifikasi gambar yang digunakan untuk merepresentasikan tampilan
prosesor.
inoise model Atribut ini menentukan nama prosedur pipeline yang sesuai untuk menghitung ganguan antar muka yang mempengaruhi khususnya transmisi radio yang baru datang.
Modulation Atribut ini menentukan nama tabel modulasi yang digunakan untuk mencari bit error rate (BER) sebagai fungsi rasio signal-to-noiseyang efektif.
name Atribut ini memberikan spesifikasi nama prosesor, packet generator, transmitter, receiver, antenna.
noise figure Atribut ini digunakan untuk menampilkan efek dari gangguan thermalpada transmisi radio.
Packet Format Format paket – paket yang akan digenerasikan oleh source. Penyetelan atribut dengan nilai ”NONE” akan membuat source menggenerasikan paket yang tidak terformat. Packet
Interarrival Time
Atribut ini memberikan spesiikasi distribusi nama dan argument – argumen yang digunakan untuk menggenerasikan random outcomes pada waktu antara paket – paket yang tiba.
Ketika memilih penyaluran, tempatkan argumen di dalam tanda kurung (misal: mean, variance, location, dsb) dengan nilai numerik.
nama file(*.csv atau *.gdf) mengandung nilai yang
diminta sebagai hasil. Nilai akan diambil dari fileini dalam cyclic order.
Packet Size Atribut ini memberikan spesiikasi distribusi nama dan argument – argumen yang digunakan untuk menggenerasikan random outcomespada ukuran – ukuran paket (dalam bit).
Ketika memilih penyaluran, tempatkan argumen di dalam tanda kurung (misal: mean, variance, location, dsb) dengan nilai numerik.
Untuk penyaluran ’scripted’ khusus penempatkan sebuah nama file (*.csv atau *.gdf) mengandung nilai yang diminta sebagai hasil. Nilai akan diambil dari file ini dalam cyclic order.
pointer ref. tetha
Atribut ini memberikan spesifikasi komponen tethayang digunakan untuk menunjuk antena.
power model Atribut ini menentukan nama prosedur pipeline yang sesuai untuk menghitung tingkat kekuatan yang diterima untuk setiap radio transmisi yang baru masuk.
propdel model Atribut ini memberikan spesifikasi nama prosedur pipeline yang dapat menghitung propagation delay yang terasosiasi dengan transmisi paket yang diberikan menuju receiver yang diberikan.
process model Atribut ini merupakan nama model proses yang digunakan untuk proses rootpada modul proses.
ragain model Atribut ini menentukan nama prosedur pipeline yang digunakan untuk penghitungan penambahan antena yang sesuai yang berhubungan dengan antena transceiveruntuk transmisi radio yang baru masuk.
rx group model Atribut ini memberikan spesifikasi nama prosedur pipeline yang dapat menentukan kemungkinan interaksi radio antara transmitter channel yang diberikan dan receiver channel yang diberikan.
snr model Atribut ini menentukan nama prosedur pipeline yang sesuai untuk menghitung signal menjadi perbandingan ganguan khususnya transmisi radio yang baru datang. tagain model Prosedur pipeline ini dapat menghitung perolehan antena
yang disediakan oleh antena transmitter untuk sebuah transmisi radio tertentu yang mengarah pada receiver tertentu.
target altitude Atribut ini memberikan spesifikasi lokasi daerah berdasarkan tinggi dari permukaan dimana pola antena diarahkan.
target latitude Atribut ini memberikan spesifikasi lokasi daerah berdasarkan garis lintang dimana pola antena diarahkan. target longitude Atribut ini memberikan spesifikasi lokasi daerah
berdasarkan garis bujur dimana pola antena diarahkan. txdel model Atribut ini memberikan spesifikasi nama prosedur pipeline
yang dapat menghitung transmition delayyang terasosiasi dengan transmisi dari paket yang diberikan.
Start Time Waktu (dalam satuan detik) dimana prosedur traffic generationdimulai. Penyetelan waktu menjadi menjadi “infinity”akan memudahkan untuk mematikan source. Stop Time Waktu (dalam satuan detik) dimana Ipacket source
Iberhenti untuk menggenerasikan paket – paket.
Penyetelan dengan nilai ”infinity” akan membuat source menggenerasikan paket – paket hingga akhir simulasi.
Model proses
Langkah – langkah proses yang terjadi pada model node VDL Mode 2 adalah sebagai berikut :
1. Aplikasi paket generator (high priority exponential, medium priority exponential, low priority exponential danlow priority) pada ground atau pesawat mengirim pesan ke subnetwork layer(SNL).
2. Setiap pesan yang diterima SNL akan dikelompokkan kedalam satu paket, dimana paket tersebut akan dikirimkan ke data link service(DLS).
3. DLS mengirim frame baru ke media access control (MAC) untuk setiap paket yang diterima.
4. Untuk melakukan transmisi, setiap frame membutuhkan ack dari MAC. Setelah DLS mendapatkan ack dari MAC, maka DLS akan mulai menjalankan retransmission timer.
5. Apabila retransmission timer telah berakhir, DLS akan mengirim kembali frame yang sama. Hal ini dapat terulang sampai jumlah maksimum transmisi.
6. MAC_Entity melakukan pengecekan terhadap status channel transmisi secara terus menerus.
Apabila channel busy, maka MAC_entity melakukan back off dan menghitung nilai inter-access delay timer, TM1, sebelum melakukan pengecekan ulang pada status channel. Kemudian akan kembali melakukan pengecekan kembali status channel.
Apabila status channel tidak dalam keadaan busy, maka MAC_Entity berusaha untuk mengirim probabilitas p dan melakukan back off dengan probabilitas sebesar 1-p. Kemudian akan kembali melakukan pengecekan pada status channel.
7. Apabila MAC menerima TM1 dari MAC_Entity, maka MAC akan menunggu selama TM1. Sedangkan, apabila yang diterima adalah p, maka MAC akan mengirim frame ke transmitter.
8. Transmittermengirimkan frameke receivermelalui antenna. 9. Frame yang diterima receiver akan dikirimkan ke MAC dan
kemudian diteruskan ke DLS sublayer.
10. DLS sublayer mengirim frameke SNL dan diteruskan ke sink untuk dihancurkan.
Gambar 4.29 Model Proses VDL Mode 2 MAC .
Keterangan state – state diatas : 1. init
Pada state init dilakukan inisiasi parameter yang telah ditetapkan, dapat dilihat pada tabel 4.3.
2. wait
Ada 4 kondisi yang terjadi pada state wait apabila mendapat interupsi. RX_PK, TX_DONE, LINK_CHANGE, dan START.
RX_PK merupakan kondisi dimana receiver menerima paket.dan menjalankan fungsi csma_rx_pk().
TX_DONE merupakan kondisi dimana transceiver telah selesai mengirimkan paket ke receiver.
LINK_CHANGE merupakan kondisi dimana dibutuhkan pergantian link.
START merupakan kondisi default yang mengirim paket ke state start. 3. start
State start merupakan forced state dimana proses langsung diteruskan ke stateaccess_attempt.
4. access_attempt
Ada 6 kondisi yang terjadi pada state access_attempt apabila mendapat interupsi CONGESTION, ACC_ATTEMPT, RX_PK, TX_DONE, LINK_CHANGE, dan SUCCESS.
CONGESTION merupakan kondisi dimana terdapat kepadatan konektifitas.
ACC_ATTEMPT merupakan kondisi dimana proses mencoba untuk melakukan pengiriman ulang.
RX_PK merupakan kondisi dimana receiver menerima paket.dan menjalankan fungsi csma_rx_pk().
TX_DONE merupakan kondisi dimana transceiver telah selesai mengirimkan paket ke receiver.
LINK_CHANGE merupakan kondisi dimana dibutuhkan pergantian link.
SUCCESS merupakan kondisi dimana paket berhasil dikirim. 5. transmit.
Ada 2 kondisi yang terjadi pada state transmit apabila mendapat interupsi yaitu MORE dan !MORE.
MORE merupakan kondisi dimana masih ada paket yang mengantri untuk dikirim.
!MORE merupakan kondisi dimana tidak ada paket yang mengantri untuk dikirim.
Skenario Simulasi
Skenario simulasi yang digunakan untuk mengetes VDL mode 2 terdiri dari sebuah ground station yang akan berkomunikasi dengan sejumlah pesawat terbang. Simulasi terpisah akan dilakukan dengan jumlah pesawat terbang 40, 60, 80, 100, dan 120. Semua pesawat terbang secara acak diposisikan dari ground station pada ketetapan ketinggian
30000 kaki dengan rentang kecepatan 200 - 250 nautical mile (370.4 – 463 km/h). Pada DLS sublayer jumlah transmisi yang digunakan (N2) sebesar 6 dan menggunakan adaptive delaypada saat transmisi ulang (T1) sesuai dengan standar yang telah ditetapkan SARPs yakni lebih besar sama dengan 2.2 detik. Untuk kemudahan, posisi pesawat terbang pada simulasi ini adalah statik. Seluruh simulasi dijalankan dengan 3600 detik.
Gambar 4.31 Aircraft attributes
Gambar 4.33 Uplink dan downlink delay
Hasil analisis sistem VDL Mode 2
Analisis dan hasil dari simulasi yang telah dilakukan pada OPNET Modeler, dijabarkan sebagai berikut :
1. Adanya kesamaan end-to-end delay hasil simulasi dengan default ICAO (95th percentile –3 detik) pada kondisi 80 pesawat .
2. Delay uplink meningkat pada kondisi jumlah transmisi (pesawat) yang tinggi.
3. Delay uplink meningkat akibat persistence (p) pada MAC di-set dengan nilai yang sama antara pesawat dengan ground.
4. Downlink relatif stabil karena hanya melakukan komunikasi dengan satu atau duagroundpada saat yang bersamaan.
5. Delay uplinkbergantung kepada jumlah pesawat yang berkomunikasi dengan ground.
6. Dari hasil simulasi dapat diketahui sistem VDL Mode 2 dalam melakukan komunikasi dengan pesawat mendekati 80 unit, sesuai dengan standar delay yang ditetapkan ICAO.
Tabel 4.7 Hasil analisis
Jumlah Pesawat
40 60 80 100 120
Uplink 0.2 2.7 3 3.25 4.75 Downlink 2.4 2.7 3 3.2 3.4