• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

5

2.1 State of The Art Review

Hanif M., M.Ramzam, dan M. Rahman dalam tulisannya yang berjudul Studying Power Output of PV Solar Panels at Different Temperatures and Tilt Angles di Pakistan. Percobaan dilakukan terhadap panel surya untuk mencapai maksimum output daya, kekuatan output panel surya PV diperiksa dengan kemiringan yang berbeda, sudut (0°, 20°, 35°, 50° dan 90°) dan temperatur yang berbeda (15°C hingga 45°C) dari panel surya PV. Panel surya PV menunjukkan output daya yang maksimum pada sudut kemiringan 35° dan pada suhu 15°C. Output daya PV surya panel akan menurun ketika sudut kemiringan meningkat dari 35° sampai 90° atau ketika sudut kemiringan menurun dari 35° sampai 0°. Disimpulkan bahwa panel surya harus dipasang di sudut kemiringan 35° (sama dengan lintang Jamrud, Khyber Agency, Pakistan) untuk mendapatkan hasil output daya yang maksimal. Panel surya juga harus di pasang di tempat-tempat yang memiliki ruang udara agar proses pendinginan solar panel terjadi melalui konveksi alami (Hanif, 2012).

Muchammad, Eflita Yohana, dan Budi Heriyanto dalam tulisannya tentang Pengaruh Suhu Permukaan Photovoltaic Module 50 Watt Peak Terhadap Daya Keluaran Yang Dihasilkan Menggunakan Reflektor Dengan Variasi Sudut Reflektor 0°, 50°, 60°, 70°, 80°. Energi matahari dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yang potensial karena energinya yang sangat besar serta ramah lingkungan. Alat yang dapat dapat digunakan untuk mengkonversi secara langsung cahaya matahari menjadi listrik disebut photovoltaic. Pada penelitian ini diujikan Photovoltaic module tanpa reflektor pada posisi yang tetap/horizontal terhadap bumi, dan pengukuran terhadap Photovoltaic module yang diberi reflector dengan variasi sudut 50°, 60°, 70°, 80°. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kenaikan suhu diikuti dengan kenaikan daya dan efisiensi. Daya maksimal

(2)

yang dicapai yaitu pada pengujian menggunakan reflektor sudut 70 derajat sebesar 53,67 Watt dengan Efisiensi 15,66% pada pukul 11:45 WIB (Muchammad, 2010). J Zorrilla Casanova, M. Piliougin, dkk dalam tulisannya mengenai Akumulasi debu pada permukaan modul fotovoltaik mengurangi radiasi mencapai sel surya dan menghasilkan kerugian daya di Universitas of Malaga. Dengan mengukur kerugian yang disebapkan oleh akumulasi debu pada permukaan fotovoltaik. Debu tidak hanya mengurangi radiasi pada sel surya, tetapi juga perubahan ketergantungan pada sudut datang radiasi tersebut. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kehilangan energi harian sepanjang tahun yang disebabkan oleh debu diendapkan pada permukaan modul PV sekitar 4,4 %. Dalam waktu yang lama tanpa hujan, kehilangan energi harian bisa lebih tinggi dari 20%. Selain itu, kerugian radiasi tidak konstan sepanjang hari dan sangat tergantung pada sudut sinar matahari insiden dan rasio antara difus dan radiasi langsung. Ketika dipelajari sebagai fungsi waktu surya, kerugian radiasi yang simetris terhadap siang, di mana mereka mencapai nilai minimum. Kami juga mengusulkan sebuah model teoritis sederhana yang, dengan mempertimbangkan persentase permukaan kotor dan diffuse / rasio radiasi langsung, menyumbang perilaku kualitatif dari kerugian radiasi siang hari (Casanova, 2011).

Md. Mizanur Rahman dkk dalam tulisannya dengan judul Effects of Natural Dust on the Performance of PV Panels in Bangladesh. Melakukan percobaan dengan menggunakan dua modul surya 1 Wp di Banglades. Percobaan tersebut dilakukan dengan cara membandingkan dua modul. Modul pertama dibiarkan terkena debu alami dan modul kedua dibersihkan secara berkala. setelah hasil pengukuran dari kedua modul tersebut didapat, data tersebut ditampilkan berupa grafik dibuat dalam Matlab. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan Isc dari modul surya bersih lebih besar dari pada Isc modul surya kotor. Pada pukul 08.00 – 09.00 penurunan ISC pada modul surya kotor sebesar 35%, dan pada siang hari penurunan Isc pada modul surya kotor sebesar 20% (Rahman, 2012).

(3)

A.Benatiallah dkk dalam tulisannya yang berjudul Experimental Study of Dust Effect in Mult-Crystal PV Solar Module. Melakukan percobaan pengaruh debu terhadap modul surya di daerah Sahara. Pengukuran dilakukan selama tiga bulan, dengan sudut kemiringan dari modul surya sebesar 30°. Didapatkan output energy dari modul surya berkurang sebesar 69% - 93% dan efisiensi turun sebesar 66% - 93% dikarenakan debu menempel pada permukaan modul surya sangat tebal yang terbawa oleh badai pasir gurun Sahara dan pengurangan output energi modul surya sebesar 17,5% dan efisiensi sebesar 1.5% dengan keadaan cuaca normal. Dan dijabarkan berupa grafik yang dibuat dengan matlab (Benatiallah, 2012).

Dayal Singh Rajput dkk dalam tulisannya dengan judul Effect Of Dust On The Performance Of Solar PV Panel. Percobaan dilakukan dengan menggunakan dua modul surya fotovoltaic 36 Wp, penelitan di Bhopal, India. Modul surya tersebut dilakukan percobaan dengan cara panel pertama di biarkan kotor terkena debu, dan panel kedua dibersihkan secara berkala. Tegangan dan arus keluaran dari kedua modul surya tersebut di ukur untuk mempelajari efek dari debu terhadap modul surya. Pengaruh debu diukur dengan membandingkan efisiensi panel kotor terkena debu dan tanpa debu. Penelitian ini dilakukan dalam wilayah India dengan koordinat garis lintang dan garis bujur yaitu 23°25N dan 77°42 E6,7. Suhu dari modul berfluktuasi dalam kisaran 5°- 48°C selama satu tahun di Bhopal. Modul surya fotovoltaic juga dilakukan pengujian Voc, Isc, radiasi matahari, dan suhu lingkungan dll untuk evaluasi. Pengukuran dilakukan pada selang waktu satu jam antara 09.00 dan 18.00. Pengukuran suhu lingkungan dan intensitas radiasi matahari diukur menggunakan termometer dan portabel Solar Power Meter. Dari hasil pengukuran didapatkan efisiensi maksimum modul surya bersih 6,38% dan minimum 2,29%, dan efisiensi maksimal modul surya kotor 0,64%, dan minimum 0,33%. Dari hasil menunjukan bahwa debu sangat mengurangi daya produksi sebesar 92,11% dan efisiensi 89% (Rajput, 2013).

(4)

2.2 Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia

Indonesia merupakan negara tropis mempunyai potensi energi surya yang tinggi. Dari data penyinaran matahari di Indonesia dapat diklasikfikasikan berturut – turut sebagai berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2/hari dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2/hari. Dengan demikian, potensi matahari rata – rata Indonesia yaitu sebesar 4,8 kWh/m2/hari. Berarti prospek penggunaan fotovoltaik di masa mendatang cukup cerah. Dengan berlimpahnya energi surya tersebut maka pengembangan listrik tenaga surya yang berbasis kepada efek fotovoltaik dari piranti sel surya sebagai salah satu sumber tenaga listrik yang bebas polusi dan alami menjadi suatu pilihan yang tepat untuk diterapkan di Indonesia. Adapun alasan yang mendukung hal tersebut yakni:

1. Kondisi iklim di Indonesia yang sangat mendukung karena intensitas radiasi matahari di Indonesia relatif tinggi serta stabil, sehingga modul surya mendapat daya yang optimal sepanjang tahun.

2. Instalasi yang lebih sederhana dari pada pemasangan sumber energi terbarukan lainnya, sehingga memungkinkan pemanfaatan energi ini untuk kebutuhan listrik baik dalam skala kecil sampai skala besar.

3. Indonesia merupakan Negara kepulauan terdiri dari 13 ribu pulau sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyediakan jaringan pembangkit listrik pada setiap daerahnya hingga sampai ke tiap pelosok. 4. Dapat terjangkau seluruh pelosok Indonesia dengan ketersediaan radiasi

surya yang merata sepanjang tahun. Energi matahari sistem dapat diinstal di lokasi terpencil sehingga lebih praktis dan hemat biaya.

(5)

Tabel 2.1 Potensi Sumber Daya Energi Surya di Beberapa Kota di Indonesia

Sumber: Rahardjo, 2008

2.3 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)

PLTS adalah suatu pembangkit listrik yang menggunakan sinar matahari melalui sel surya (fotovoltaik) untuk mengkoversikan radiasi sinar foton matahari menjadi energi listrik. Sel surya merupakan lapisan-lapisan tipis dari bahan semi konduktor lainnya. PLTS memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan listrik DC, yang dapat diubah menjadi listrik AC apabila diperlukan. Oleh karena itu meskipun cuaca mendung, selama masih terdapat cahaya, maka PLTS tetap dapat menghasilkan listrik. PLTS pada dasarnya adalah pencatu daya, dan dapat dirancang untuk mencatu kebutuhan listrik yang kecil sampai dengan besar, baik secara mandiri, maupun hibird (dikombinsikan dengan sumber energy lain), baik dengan metode desetralisasi (satu rumah satu pembangkit) maupun dengan metode sentralisasi (listrik didistribusikan dengan jaringan kabel). Berikut merupakan gambar dari PLTS:

No. Provinsi Lokasi

Intensitas Radiasi (Wh/m2)

1. NAD Pidie 4.097

2. SumSel Ogan Komering Ulu 4.951

3. Lampung Kab. Lampung Selatan 5.234

4. DKI Jakarta Jakarta Utara 4.187

Tanggerang 4.324

5. Jawa Barat Bogor 2.558

Bandung 4.149

6. Jawa Tengah Semarang 5.488

7. DI. Yogyakarta Yogyakarta 4.500

8. Jawa Timur Pacitan 4.300

9. KalBar Pontianak 4.552

10. KalTim Kabupaten Berau 4.172

11. KalSel Kota Baru 4.573

12. Gorontalo Gorontalo 4.911

13. SulTeng Donggala 5.512

14. Papua Jaya Pura 5.720

15. Bali Denpasar 5.263

16. NTB Kabupaten Sumbawa 5.747

(6)

Gambar 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kayubihi

PLTS pada dasarnya adalah pencatu daya, dan dapat dirancang untuk mencatu kebutuhan listrik yang kecil sampai dengan besar, baik secara mandiri, maupun hibird (dikombinsikan dengan sumber energy lain), baik dengan metode desetralisasi (satu rumah satu pembangkit) maupun dengan metode sentralisasi (listrik didistribusikan dengan jaringan kabel).

PLTS merupakan bagian dari sumber energi terbarukan, dimana sinar matahari sebagai sumber energi tidak ada habisnya, selain itu PLTS merupakan pembangkit listrik yang ramah lingkungan tanpa ada bagian yang berputar, tidak menimbulkan kebisingan, dan tanpa mengeluarkan gas buang /limbah. PLTS merupakan suatu kesatuan sistem yang terdiri dari komponen-komponen, baik komponen pendukung, diantaranya adalah:

2.3.1 Modul Surya

Komponen utama sistem surya photovoltaic adalah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya photovoltaic. Untuk membuat modul photovoltaic secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. Modul photovoltaic dapat dibuat dengan teknologi yang relative sederhana. Sedangkan untuk membuat sel photovoltaic diperlukan teknologi tinggi. Modul photovoltaic tersusun dari beberapa sel photovoltaic mempunyai ukuran 10 cm x 10 cm yang dihubungkan secara seri atau pararel. Biaya yang dikeluarkan untuk

(7)

membuat modul sel surya sekitar 60% dari biaya total. Jadi, bila modul sel surya bisa dibuat didalam negeri berarti akan bisa menghemat biaya. Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di Indonesia tahap pertama adalah membuat bingkai (frame), kemudian membuat laminasi dengan sel-sel yang masih di inport. Berikut merupakan gambar hubungan sel surya, modul surya dan array

Gambar 2.2 Hubungan Sel Surya, Modul Surya dan Array

(Sumber: Patel, 2006)

Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya fotovoltaik adalah investasi awal yang besar. Untuk mendapatkan kapasitas yang lebih besar maka beberapa modul digabung akan membentuk array.

2.3.1.1 Sel Surya

Sel surya (solar cell) mengubah intensitas sinar matahari menjadi energi listrik. Sel surya tersusun dari dua lapisan semikonduktor dengan muatan yang berbeda. Lapisan atas sel surya bermuatan negatif sedangkan lapisan bawahnya bermuatan positif. Silicon adalah bahan semikonduktor yang paling umum digunakan untuk sel surya. Apabila permukaan sel surya dikenai cahaya maka dihasilkan pasangan elektron dan hole. Elektron akan meninggalkan sel surya dan akan mengalir pada rangkaian luar sehingga timbul arus listrik. Arus listrik yang dihasilkan oleh sel surya dapat dimanfaatkan langsung atau disimpan dulu dalam baterai untuk digunakan kemudian. Besarnya pasangan elektron dan hole yang dihasilkan, atau besarnya arus yang dihasilkan tergantung pada intensitas cahaya maupun panjang gelombang cahaya yang jatuh pada sel surya. Intensitas cahaya

(8)

menentukan jumlah foton, makin besar intensitas cahaya yang mengenai permukaan sel surya makin besar pula foton yang dimiliki sehingga makin banyak pasangan elektron dan hole yang dihasilkan yang akan mengakibatkan besarnya arus yang mengalir. Makin pendek panjang gelombang cahaya maka makin tinggi energi fotonnya sehingga makin besar energi elektron yang dihasilkan, dan juga berimplikasi pada makin besarnya arus yang mengalir. Sel surya menghasilkan arus yang digunakan untuk mengisi baterai. Sel surya terdiri dari fotovoltaik, yang menghasilkan listrik dari intensitas cahaya, saat intensitas cahaya berkurang (berawan, hujan, mendung) arus listrik yang dihasilkan juga akan berkurang. Dengan menambah modul surya (memperluas) berarti menambah konversi tenaga surya. Umumnya modul surya dengan ukuran tertentu memberikan hasil tertentu pula. Contohnya ukuran a cm x b cm menghasilkan listrik DC (Direct Current) sebesar x Watt per hour/ jam.

Berdasarkan jenis dan bentuk susunan atom-atom penyusunnya, solar cell dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu (Patel, 2006):

1. Monokristal (Mono-crystalline)

Merupakan modul yang paling efisien yang dihasilkan dengan teknologi terkini dan menghasilkan daya listrik persatuan luas yang paling tinggi. Monokristal dirancang untuk penggunaan yang memerlukan konsumsi listrik besar pada tempat-tempat yang beriklim ekstrim dan dengan kondisi alam yang sangat ganas. Memiliki efisiensi sampai dengan 14 - 18%. Kelemahan dari modul jenis ini adalah tidak akan berfungsi baik ditempat yang cahaya mataharinya kurang (teduh), sehingga efisiensinya akan turun drastis dalam cuaca berawan. Berikut merupakan gambar dari modul surya monokristal:

Gambar 2.3 Modul Monocrystalline Silicon Sel

(9)

2. Polikristal (Poly-crystalline)

Merupakan modul surya yang memiliki susunan kristal acak karena dipabrikasi dengan proses pengecoran. Tipe ini memerlukan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis monokristal untuk menghasilkan daya listrik yang sama. Modul surya jenis ini memiliki efisiensi lebih rendah (12%-14%) dibandingkan tipe monokristal, sehingga memiliki harga yang cenderung lebih rendah. Saat ini pasar didominasi oleh kristal silikon teknologi, yang mewakili sekitar 90%. Teknologi yang sudah matang baik dari segi efisiensi telah diperoleh dan biaya produksi akan terus mendominasi pasar dalam jangka pendek dan menengah. Hanya beberapa perbaikan sedikit diharapkan dalam hal efisiensi (produk industri baru menyatakan 18%, dengan catatan laboratorium 24,7%, yang dianggap praktis dapat diatasi) dan pengurangan kemungkinan biaya terkait baik pengenalan dalam industry proses pembuatan yang lebih besar dan lebih tipis serta ke skala ekonomi. Selain itu, industri PV berdasarkan teknologi tersebut menggunakan surplus silikon ditujukan untuk industri elektronik tetapi karena pembangunan yang terakhir dan pertumbuhan eksponensial dari PV produksi pada tingkat rata-rata 40% dalam enam tahun terakhir, ketersediaan di pasar bahan baku yang akan digunakan di sektor fotovoltaik menjadi lebih terbatas. Berikut merupakan modul surya Polycrysttaline :

(10)

3. Amorphous

"Amorf" mengacu pada objek memiliki bentuk yang pasti dan tidak ada didefinisikan sebagai bahan non-kristal. Tidak seperti silikon kristal, di mana susunan atom yang teratur. Sehingga, aktivitas timbal balik antara foton dan atom silikon lebih sering terjadi pada silikon amorf dibandingkan kristal silikon, memungkinkan lebih banyak cahaya yang dapat diserap. Dengan demikian, sebuah film silikon amorf yang sangat tipis yang kurang dari 1μm dapat diproduksi dan digunakan untuk pembangkit listrik. Selain itu, dengan memanfaatkan logam atau plastik untuk substrat, sel surya fleksibel juga dapat diproduksi. Solar cell jenis amorphous adalah solar cell yang dibentuk dengan mendoping material silikon di belakang lempeng kaca. Dinamakan amorphous atau tanpa bentuk karena material silikon yang membentuknya tidak terstruktur atau tidak mengkristal. Solar cell jenis ini biasanya berwarna coklat tua pada sisi yang menghadap matahari dan keperakan pada sisi konduktifnya. Tipe yang paling maju saat ini adalah Amorphous Silicon dengan Heterojuction dengan stack atau tandem sel. Efisiensi Sel Amorphous Silicon berkisar 6% sampai dengan 9%. Berikut merupakan modul surya amorphous:

Gambar 2.5 Amorphous Silicon Sel (Sumber: ABB QT10, 2010)

(11)

Besarnya pasangan elektron dan hole yang dihasilkan, atau besarnya arus yang dihasilkan tergantung pada intensitas cahaya maupun panjang gelombang cahaya yang jatuh pada sel surya. Intensitas cahaya menentukan jumlah foton, makin besar intensitas cahaya yang mengenai permukaan sel surya makin besar pula foton yang dimiliki sehingga makin banyak pasangan elektron dan hole yang dihasilkan yang akan mengakibatkan besarnya arus yang mengalir. Makin pendek panjang gelombang cahaya maka makin tinggi energi fotonnya sehingga makin besar energi elektron yang dihasilkan, dan juga berimplikasi pada makin besarnya arus yang mengalir.

2.3.2 Charge Controller

Baterai charger regulator atau charge controller mempunyai tiga fungsi utama. Fungsi utama sebagai titik pusat sambungan ke beban, modul sel surya dan baterai. Fungsi ke dua adalah selain juga sebagai pengatur sistem agar penggunaan listriknya aman dan efektif, sehingga semua komponen-komponen aman dari bahaya perubahan level tegangan. Fungsi ke tiga adalah sebagai inverter untuk merubah tegangan DC dari baterai menjadi AC yang disambungkan ke beban. Sistem PLTS menggunakan charge regulator, maka waktu pengisian ke baterai penyimpanan akan berlangsung lebih cepat dan arus serta tegangan yang dihasilkan PV Array akan distabilkan terlebih dahulu sebelum memasuki baterai penyimpanan. Dari kelebihan yang dimiliki system charge ini, maka umumnya PLTS dengan charge regulator yang dapat ditempatkan pada kotak modul kontrolnya. Charge Controller adalah perangkat elektronik yang digunakan untuk mengatur pengisian arus searah dari modul surya ke baterai dan mengatur penyaluran arus dari baterai ke peralatan listrik (beban). Charge controller mempunyai kemampuan untuk mendeteksi kapasitas baterai. Bila baterai sudah penuh terisi maka secara otomatis pengisian dari modul surya berhenti.

Solar charge controller adalah komponen penting dalam Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Solar charge controller berfungsi untuk charging mode ialah mengisi baterai (kapan baterai diisi, menjaga pengisian kalau baterai penuh). Operation mode ialah penggunaan baterai ke beban (pelayanan baterai ke beban

(12)

diputus kalau baterai sudah mulai kosong). Berikut merupakan cara kerja charge controller :

1. Charging Mode Solar Charge Controller

Dalam charging mode, umumnya baterai diisi dengan metode three stage charging: Fase bulk: baterai akan di-charge sesuai dengan tegangan setup (bulk – antara 14.4 – 14.6 Volt) dan arus diambil secara maksimum dari modul surya. Pada saat baterai sudah pada tegangan setup (bulk) dimulailah fase absortion. Fase absortion: pada fase ini, tegangan baterai akan dijaga sesuai dengan tegangan bulk, sampai solar charge controller timer (umumnya satu jam) tercapai, arus yang dialirkan menurun sampai tercapai kapasitas dari baterai. Fase float: baterai akan dijaga pada tegangan float setting (umumnya 13.4 – 13.7 Volt). Beban yang terhubung ke baterai dapat menggunakan arus maksimum dari modul surya pada stage ini.

2. Sensor Temperatur Baterai Charge Controller

Untuk solar charge controller yang dilengkapi dengan sensor temperatur baterai. Tegangan charging disesuaikan dengan temperatur dari baterai. Dengan sensor ini didapatkan optimum dari charging dan juga optimum dari usia baterai. Apabila solar charge controller tidak memiliki sensor temperatur baterai, maka tegangan charging perlu diatur, disesuaikan dengan temperatur lingkungan dan jenis baterai.

3. Mode Operation Solar Charge Controller

Pada metode ini, baterai akan melayani beban. Apabila ada over-discharge atau over-load, maka baterai akan dilepaskan dari beban. Hal ini berguna untuk mencegah kerusakan dari baterai. Bila baterai sudah penuh terisi maka secara otomatis pengisian arus dari modul surya berhenti. Cara deteksi adalah melalui monitor level tegangan baterai. Charge controller akan mengisi baterai sampai level tegangan tertentu, kemudian apabila level tegangan telah mencapai level terendah, maka baterai akan diisi kembali. Charge controller adalah indicator yang akan memberikan informasi mengenai kondisi baterai sehingga pengguna

(13)

PLTS dapat mengendalikan konsumsi energi menurut ketersedian listrik yang terdapat dalam baterai.

2.3.3 Baterai

Baterai adalah komponen PLTS yang berfungsi menyimpan energy listrik yang dihasilkan oleh modul surya pada siang hari, untuk kemudian dipergunakan pada malam hari dan pada saat cuaca mendung. Baterai yang dipergunakan pada PLTS mengalami proses siklus mengisi (charging) dan mengosongkan (discharging), tergantung pada ada atau tidaknya matahari. Selama ada sinar matahari, modul surya akan menghasilkan energy listrik. Apabila energi listrik yang dihasilkan tersebut melebihi kebutuhan bebannya, maka energy listrik tersebut akan segera dipergunakan untuk mengisi baterai. Proses pengisian dan pengosongan disebut satu siklus baterai.

Ada dua jenis baterai isi ulang yang dapat dipergunakan untuk system PLTS, yaitu baterai Asam Timbal (Lead Acid) dan baterai Nickel-Cadmium. Akan tetapi karena memiliki effisiensi yang rendah dan biaya yang lebih tinggi, membuat baterai nickel-cadmium relative lebih sedikit dipergunakan dalam system PLTS. Sebaliknya baterai Asam Timbal adalah baterai dengan effisiensi tinggi dengan biaya yang lebih ekonomis. Hal ini membuat baterai Asam Timbal menjadi perangkat penyimpan yang penting untuk beberapa tahun ke depan, terutama untuk system PLTS ukuran menengah dan besar. Kapasitas baterai umumnya dinyatakan dalam Ampere hour (Ah). Nilai Ah pada baterai menunjukan nilai arus yang dapat dilepaskan, dikalikan dengan nilai waktu untuk pelepasan tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka secara teoritis, baterai 12 V, 200Ah harus dapat memberikan baik 200A selama satu jam, 50 A selama 4 jam, 4 A untuk 50 jam atau 1 A untuk 200 jam. Baik lead-acid baterai maupun nickel-cadmium baterai secara umum mempunyai 4 bagian penting. Keempat bagian tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda yang menunjang proses penyimpanan energi maupun pengeluaran energi. Empat bagian penting tersebut terdiri dari :

(14)

1. Elektroda

2. Pemisah atau separator 3. Elektrolit

4. Wadah sel atau baterai

2.3.4 Inverter

Inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan listrik DC (direct current) yang dihasilkan array PV menjadi arus dan tegangan listrik AC (alternating current) dengan frekuensi 50Hz/60Hz. Pemilihan inverter yang tepat untuk aplikasi tertentu, tergantung pada kebutuhan beban dan tergantung pada apakah unverter akan menjadi bagian dari system yang terhubung ke jaringan listrik atau system yang berdiri sendiri. Berdasarkan bentuk gelombang yang dihasilkan, inverter di kelompokan menjadi tiga (ABB, 2010) yaitu:

a. Square wave (gelombang kotak)

Pada beban-beban listrik yang menggunakan kumparan / motor square wave inverter tidak dapat bekerja sama sekali.

b. Modified sine wave

Inverter Modified sine wave (gelombang sinus modifikasi), menghasilkan daya listrik yang cukup memadai untuk sebagian peralatan elektronik tetapi memiliki kelemahan karena kekuatan daya listrik yang dihasilkan tidak sama persis dengan daya listrik dari PLN.

c. True sine wave

Inverter true sine wave (gelombang sinus murni) menghasilkan gelombang listrik yang sama dengan listrik PLN. Bahkan lebih baik dari segi kestabilan daya listrik dibandingkan daya listrik dari PLN. True sine wave inverter diperlukan terutama untuk beban-beban yang masih menggunakan motor agar bekerja lebih mudah, lancer dan tidak cepat panas.

Modified sine wave inverter ataupun square wave inverter bila dipaksakan untuk beban-beban induktif maka effisiensinya akan jauh berkurang dibandingkan dengan True sine wave inverter. Inverter yang terbaik adalah yang mampu menghasilkan gelombang sinosuidal murni atau true sine wave yaitu bentuk

(15)

gelombang yang sama dengan bentuk gelombang dari jaringan listrik (grid utility).

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja PLTS

Untuk mendapatkan output maksimal dari PLTS, ada beberapa faktor sangat mempengaruhi yaitu :

2.4.1 Iradiasi Matahari

Iradiasi matahari yang diterima bumi terdistribusi pada beberapa range panjang gelombang, mulai dari 300 nm sampai dengan 4 mikron. Sebagian radiasi mengalami refleksi di atmosfer (diffuse radiation) dan sisanya dapat sampai ke permukaan bumi (direct radiation). Kedua radiasi ini yang dipakai untuk mengukur besaran radiasi yang diterima sel surya. Besaran-besaran penting untuk mengukurnya adalah (Diputra. 2008) :

Spectral irradiance I𝝀 – Daya yang diterima oleh satu unit area dalam bentuk differensial panjang gelombang d𝝀, satuan : W/m2 µm.

Irradiance – Integral dari spectral irradiance untuk keseluruhan panjang gelombang, satuan : W/m2

Radiansi – Integral waktu dari irradiance untuk jangka waktu tertentu. Oleh sebab itu, satuannya sama dengan satuan energi, yaitu J/m2 – hari, J/m2 – bulan atau J/m2 – tahun.

Diantara ketiga besaran tersebut, yang akan digunakan dalam analisa adalah W/m2 karena satuan ini yang biasa dipakai dalam data sheet, sedangkan besaran radiasi biasanya digunakan untuk menghitung estimasi daya keluaran pada instalasi system. Irradiance merupakan sumber energi bagi sel surya, sehingga keluarannya sangat bergantung oleh perubahan irradiance. Gambar 2.7 memberikan contoh perubahan irradiance terhadap kurva daya modul surya.

Dilihat dari Gambar 2.6, keluaran daya berbanding lurus dengan irradiance. Isc lebih terpengaruh oleh perubahan irradiance dari pada Voc. Hal ini sesuai dengan penjelasan cahaya sebagai paket-paket foton. Pada saat irradiance tinggi, yaitu pada saat jumlah foton banyak, arus yang dihasilkan juga

(16)

besar. Demikian pula sebaliknya, sehingga arus yang dihasilkan berbanding lurus terhadap jumlah foton. Berikut merupakan gambar karakteristik kurva I-V Terhadap perubahan irradiance:

Gambar 2.6 Karakteristik Kurva I-V Terhadap Perubahan Irradiance (Sumber: ABB QT10, 2010)

Pengujian modul surya pada data sheet umumnya dilakukan pada standard test condition (STC), yaitu Air Mass (AM) 1,5 ; irradiance 1000 W/m2 dan temperature 250 C. dalam kondisi nyata, nilai irradiance tidak mencapai nilai tersebut, bergantung dari posisi lintang, posisi matahari dan kondisi cuaca. Nilai irradiance pada lokasi tertentu juga bervariasi dari bulan ke bulan.

Radiasi matahari merupakan pancaran energi yang berasal dari proses thermonuklir yang terjadi di matahari, atau dapat dikatakan sumber utama untuk proses-proses fisika atmosfer yang menentukan keadaan cuaca dan iklim di atmosfer bumi. Radiasi surya memegang peranan penting dari berbagai sumber energi lain yang dimanfaatkan manusia. Cahaya bisa dikatakan sebagai suatu bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Untuk mendukung teknik pencahayaan buatan yang benar, tentu saja perlu diketahui seberapa besar intensitas cahaya yang dibutuhkan pada suatu tempat. Maka, untuk mengetahui

(17)

seberapa besar intensitas cahaya tersebut dibuthkan suatu alat ukur cahaya yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya cahaya dalam satuan lux.

Untuk mengukur intensitas cahaya digunakan sebuah alat yang bernama lux meter. Lux meter adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya atau tingkat pencahayaan. Biasanya digunakan dalam ruangan. Kebutuhan pencahayaan setiap ruangan terkadang berbeda. Semuanya tergantung dan disesuaikan dengan kegiatan yang dilakukan. Untuk mengukur tingkat pencahayaan di butuhkan sebuah alat yang bisa bekerja secara otomatis mampu mengukur intensitas cahaya dan menyesuaikannya dengan cahaya yang dibutuhkan. .

Pengukuran intensitas cahaya menggunakan luxmeter yang menghasilkan nilai intensitas cahaya dengan satuan lux. Tidak ada konversi langsung antara lux dan W/m2 itu tergantung pada panjang gelombang atau warna cahaya. Sehingga untuk mendapatkan konversi antara lux dan W/m2 perlu dilakukan percobaan. Namun, ada perkiraan konversi 0,0079 W/m2 per Lux (Hossain. 2011). Jadi dapat dirumuskan sebagai berikut:

1lux = 0.0079 W/m2 (2.1)

Penggunaan konversi antara lux dan W/m2 diatas juga telah digunakan oleh M. A. Hossain dkk pada penelitiannya yang berjudul Performance evaluation of 1.68 kWp DC operated Solar pump With Auto Tracker Using Microcontroller Based Data Acquisition System, Steven Chua dengan judul Light VS. DISTANCE dan Anies Ma’rufatin pada penelitiannya yang berjudul Respon pertumbuhan Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Atlantis dan Super Jhon Dalam Sistem Aeroponik Terhadap periode Pencahayaan. Mereka semua menggunakan konversi 0,0079 W/m2 per Lux.

2.4.2 Temperatur Modul Surya

Intensitas cahaya bukanlah satu-satunya parameter eksternal yang memiliki pengaruh penting pada kurva I-V, ada juga pengaruh suhu. Suhu memiliki peranan

(18)

penting untuk memprediksi karakteristik I-V. Komponen semikonduktor seperti diode sensitif terhadap perubahan suhu, begitu pula dengan sel surya. Secara umum, sebuah modul surya dapat beroperasi secara maksimum jika temperatur yang diterimanya tetap normal pada temperatur 25oC. Kecepatan tiupan angin disekitar lokasi sel surya akan sangat membantu terhadap pendinginan temperatur permukaan sel surya sehingga temperatur dapat terjaga dikisaran 25oC. Kenaikan temperatur lebih tinggi dari temperatur normal pada modul surya akan melemahkan tegangan (Voc) yang dihasilkan. Setiap kenaikan temperatur modul surya 1oC (dari 25oC) akan mengakibatkan berkurang sekitar 0,5% pada total tenaga (daya) yang dihasilkan. Untuk menghitung besarnya daya yang berkurang pada saat temperatur di sekitar modul surya mengalami kenaikan oC dari temperatur standarnya, dipergunakan rumus sebagai berikut (Solarex, 1998):

Pengaruh suhu terhadap output sel surya dapat dilihat dalam rumus dibawah ini (Solarex, 1998) :

Psaat t naik oC = 0,5% / oC x PMPP x kenaikan temperatur (oC) (2.2)

Dimana :

Psaat t naik oC = Daya pada saat temperatur naik oC dari temperatur standarnya.

PMPP = Daya keluaran maksimum modul surya.

Daya keluaran modul surya pada saat temperaturnya naik menjadi toC dari temperatur standarnya diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut :

PMPP saat naik menjadi t oC = PMPP – Psaat t naik oC (2.3)

Dimana :

PMPP saat naik menjadi oC adalah daya keluaran modul surya pada saat temperatur disekitar modul surya naik menjadi toC dari temperatur standarnya.

(19)

Berikut merupakan gambar pengaruh temperatur modul terhadap energi modul surya:

Gambar 2.7 Pengaruh temperature modul terhadap energi modul surya (Sumber: ABB QT10, 2010)

2.4.3 Orientasi Modul Surya

Efisiensi maksimum modul surya akan meningkat jika sudutnya saat terjadi sinar matahari selalu berada pada 90°. Namun kenyataannya peristiwa dari radiasi matahari bervariasi berdasarkan pada keduanya yaitu garis lintang (latitude), dan seperti halnya deklenasi matahari selama setahun. Faktanya poros rotasi bumi adalah dengan kemiringan 23,45° terhadap bidang dari orbit bumi oleh matahari, pada garis lintang tertentu tinggi dari matahari pada langit bervariasi setiap harinya. Untuk mengetahui ketinggian maksimum (dalam derajat) ketika matahari mencapai langit (α), secara mudah dengan menggunakan rumus berikut:

α = 90° - lat + δ (N hemisphere); 90° + lat – δ (S hemisphere) (2.4)

Sedangkan sudut yang harus dibentuk oleh modul surya terhadap permukaan bumi (β), dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:

(20)

β=90°–α (2.5) Dimana:

lat adalah garis lintang (latitude) lokasi intalasi panel surya terpasang (dalam satuan derajat)

δ adalah sudut dari deklinasi matahari [23,34°]

Apabila sudut dari ketinggian maksimum matahari (α) diketahui, maka sudut kemiringan dari panel surya (β) juga dapat diketahui. Namun tidak cukup hanya mengetahui α saja untuk menentukan orientasi yang optimal dari panel surya. Orientasi dari pael surya dapat diindikasikan dengan sudut asimut (azimuth angle) dalam notasi γ, pada devasi terhadap arah optimum dari selatan (untuk lokasi di belahan bumi utara), atau dari utara (untuk lokasi di belahan bumi selatan). Nilai positif dari sudut asimut menunjukan orientasi ke barat, sebaliknya nilai negatif menunjukan orientasi ke timur. Gambar inklinasi dan orientasi ditunjukan pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Kombinasi inklinasi dan orientasi menentukan eksposisi panel

(Sumber: ABBQT10,2010)

Berdasarkan dengan orientasi dan inklinasi dari panel surya, potensi dari radiasi radiasi matahari dapat diketahui pada suatu tempat. Dari perbandingan inklinasi dan orientasi dapat diketahui nilai koefisien (c) dari potensi energi yang akan diterima oleh panel surya pada suatu tempat, nilai c ini biasanya didapat dari

(21)

tabel yang dikeluarkan oleh negara berdasarkan data pengamatan inklinasi dan orientasi panel surya pada suatu tempat (latitude). Berikut ditampilkan contoh tabel nilai c pada negara italia :

Tabel 2.2 Italia bagian utara 44°N Latitude Inklinasi 0° (Selatan) ±15° ±30° ±45° ±90° (Timur; Barat) 0° 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 10° 1,07 1,06 1,06 1,04 0,99 15° 1,09 1,09 1,07 1,06 0,98 20° 1,11 1,10 1,09 1,07 0,96 30° 1,13 1,12 1,10 1,07 0,93 40° 1,12 1,11 1,09 1,05 0,89 50° 1,09 1,08 1,05 1,02 0,83 60° 1,03 0,99 0,96 0,93 0,77 70° 0,95 0,95 0,93 0,89 0,71 90° 0,74 0,74 0,73 0,72 0,57

Berdasarkan data nilai c dari tabel, maka prediksi kapasitas produksi energi rata-rata per tahun (E) adalah:

E = Ep ∙ c [kWh] (2.6)

2.4.4 Sudut Kemiringan Modul Surya

Sudut kemiringan memiliki dampak yang besar terhadap radiasi matahari dipermukaan modul surya. Untuk sudut kemiringan tetap. Daya maksimum selama satu tahun akan diperoleh ketika sudut kemiringan modul surya sama dengan lintang lokasi. Sistem pengaturan berfungsi memberikan pengaturan dan pengamanan dalam suatu PLTS sedemikian rupa sehingga sistem pembangkit tersebut dapat bekerja secara efisien dan handal. Peralatan pengaturan di dalam sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya ini dapat dibuat secara manual, yaitu dengan cara selalu menempatkan kearah matahari, atau dapat juga dibuat secara otomatis, mengingat sistem ini banyak dipergunakan untuk daerah terpencil. Gerakan Modul secara otomatis dapat dilakukan dengan menggunakan rangkaian elektronik. Namun dalam segi kepraktisan dan memudahkan perawatan pemasangan modul surya yang mudah dan murah adalah dengan memasang modul surya dengan posisi tetap dengan sudut kemiringan tertentu. Untuk

(22)

menentukan arah sudut kemiringan modul surya harus disesuaikan dengan letak geografis lokasi pemasangan modul tersebut. Penentuan sudut pemasangan modul surya ini berguna untuk membenarkan penghadapan modul surya ke arah garis khatulistiwa. Pemasangan modul surya ke arah khatulistiwa dimaksudkan agar modul surya mendapatkan penyinaran yang optimal. Modul surya yang terpasang di khatulistiwa (lintang = 0o) yang diletakan mendatar (tilt angle = 0o), akan menghasilkan energy maksimum (Hanif, 2012).

Gambar 2.9 Pemasangan Modul Surya Dengan Sudut Kemiringan

(Sumber: Hanif M, 2012)

2.5 Kebersihan Modul Surya

Menurut penelitian yang telah dilakukan Serbot Swiss Innovation. Kebersihan modul surya sangat mempengaruhi daya output maksimum modul surya. Pembersihan secara berkala modul surya sangat penting untuk menghasilkan dan memberikan jumlah maksimum iradisasi matahari yang diterima oleh permukaan modul surya. Pengaruh kotoran dan debu pada kinerja modul surya tergatung pada berbagai faktor dan selalu perlu diperkirakan. Dari penelitian yang telah dilakukan Serbot Swiss Innovation di Eropa dan Amerika dapat diasumsikan pengurangan daya output modul surya beriksar 10% - 20%. Jika instalasi dilakukan di tempat yang kering dan daerah yang berdebu, efek nya dapat menigkat sampai 40%. (http://www.serbot.ch/index.php/en/solar-panel-cleaning, 2014).

Perusahaan White Glove menggunakan air ultra-murni untuk membersihkan permukaan modul surya tanpa meninggalkan residu kimia atau

(23)

senyawa anorganik lain meningkatkan kinerja puncak. Selain debu, daun yang jatuh, kotoran binatang, Cuaca yang berkabut juga dapat menyebabkan permukaan modul surya menjadi kotor, hal ini telah terbukti mengurangi daya output yang dibangkitakan oleh modul surya. Semua perusahaan modul surya merekomendasikan pembersihan secara berkala terhadap permukaan modul surya. Tingkat kebersihan permukaan modul surya mempengaruhi efisiensi dari modul surya. Dengan membersihkan permukaan modul surya secara berkala dapat mengoptimlakan produksi energi yang diabangkitkan.

Menurut Solar Electric Power Association (SEPA), output listrik modul surya akan menurun sekitar 10% karena tingkat kotoran, debu, dan residu lainnya. Penelitian yang dikutip oleh SEPA menunjukkan bahwa daya yang dibangkitkan oleh modul surya akan menurun 15-20% di daerah perkotaan atau debu dari kegiatan pembangunan, kotoran burung dan juga serangga. (http://whiteglovewindowcleaning.com/services/other-services, 2012).

Google melakukan percobaan inovatif pada PLTS 1,6 MW mereka di Mountain View, California. Mereka menemukan bahwa membersihkan surya adalah "nomor satu cara untuk memaksimalkan energi yang modul surya hasilkan." Membersihkan modul surya yang telah beroperasi selama 15 bulan, menghasilkan dua kali lipat output dari modul surya yang dibiarkan.

Penelitian yang sama juga menemukan bahwa hujan bukanlah suatu cara untuk membersihkan modul surya. Solar panel yang dibersihkan secara profesional memiliki output 12% lebih tinggi dibandingkan dibersihkan oleh hujan.

Di wilayah barat daya AS, di mana curah hujan terbatas selama beberapa bulan, maka jumlah kotoran yang menupuk pada permukaan modul surya jauh lebih besar. Modul surya yang dipasang di dekat sumber polusi seperti jalan raya, pabrik-pabrik dan bandara perlu dibersihkan lebih sering. Kasus lain yang perlu dipertimbangkan termasuk musim gugur dan musim dingin, di mana pembersihan daun dan salju penting untuk kinerja yang optimal.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa air hujan mudah membersihkan panel surya yang miring. Membersihkan panel surya tidak

(24)

benar-benar jauh berbeda dari membersihkan jendela khas. Hal ini tidak terlalu memakan waktu yang begitu banyak (Maehlum, 2014)

Menurut Academy Wolrd of Science, Enginering & Technology yang di kutip oleh Perusahaan pembersih modul surya Araya Clean menyatakan bahwa salah satu faktor yang berperan dalam peurunan efisiensi dalam modul surya adalah penumpukan debu pada permukaan modul surya. Dalam prakteknya, debu harus di hilangkan dari permukaan modul surya untuk memastikan kinerja optimal dari modul surya. Berikut merupakan pengaruh yang dapat menyebabkan kotornya modul surya:

 Arah/ Orientasi : Sebagian besar panel surya berada di atap dan dipasang pada sudut horizontal, modul surya memiliki array sel surya yang terindungi oleh penutup kaca . Tergantung pada arah angin, panel dapat ditutupi oleh debu, kotoran, serbuk sari, daun jatuh, dan kotoran burung. Seiring dengan berjalannya waktu kotoran tersebut dapat mengeras pada perukaan modul surya. Hal ini dapat menyebabkan penurunan yang besar dalam paparan sinar matahari ke sel surya. Pemilik Modul Surya yang tidak pernah membersihkan modul suryanya melaporkan kerugian output pada modul surya bervariasi dari 20% menjadi 50% dari waktu ke waktu.

 Air hujan tidak cukup untuk membersihkan modul surya : Sebuah asumsi bahwa debu, serbuk sari, daun jatuh yang menumpuk pada modul surya pada musim panas akan di bersihkan oleh air hujan pada musim hujan. Itu benar berpengaruh pada tumpukan debu yang tidak mengeras. Akan tetapi tidak efektif pada kotoran burung dan tumpukan kotoran yang mengeras pada permukaan modul surya. Terkadang air hujan juga membawa lumpur serta tanah yang mengeras pada permukaan modul surya dalam hitungan minggu.

 Lokasi pemasangan modul surya : Pemasangan modul surya pada lokasi dekat dengan jalan raya, pusat industri, dan pepohonan. Dapat menyebabkan semakin cepatnya penumpukan kotoran pada modul surya.

(25)

Suatu organisasi seperti Solar Energy Power Association dan The National Renewable Energy Laboratory menyatakan bahwa kerugian efisiensi bervariasi dari 20% sampai 25% untuk modul surya kotor dibandingkan dengan modul surya yang dibersihkan.

(

http://www.arayaclean.com/agencies/ca/san-

mateo/ca02/blog/posts/2014/6/15/clean-your-solar-panels-regularly-for-maximum-efficiency/#.VCwJvfl_vEg, 2014).

Menurut Solar Facts and Advice. Polusi, debu, daun dan bahkan kotoran burung yang mengendap dipermukaan modul surya mencegah dapat sinar matahari dapat mencapai sel surya pada panel surya. Semakin banyak jumlah kotoran yang menumpuk maka akan mengurangi listrik yang dihasilkan modul surya. Dari beberapa faktor terbesar yang dapat mempengaruhi modul surya, faktor kotoranlah yang paling mudah untuk diatasi. Para ahli sepakat bahwa modul surya kotor tidak menghasilkan energi sebanyak modul surya bersih. Pada penelitian laboratorium National Renewable Energy didapatkan kerugian output modul surya sebesar 25% pada beberapa daerah. Produsen modul surya sendiri telah melaporkan kerugian setinggi 30% untuk beberapa pelanggan yang tidak pernah membersihkan panel mereka. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk melihat apakah modul surya perlu dibersihkan:

1. Pemeriksaan Fisik: Periksa panel surya secara berkala untuk menghilangkan kotoran. Khusus di daerah berdebu pemeriksaan dan pembersihan dilakukan lebih sering.

2. Gunakan Layanan Monitoring: Cara lain untuk mengetahui potensi solar maksimal dari sistem modul surya adalah melalui sistem pemantauan dan layanan.

Gambar

Tabel 2.1 Potensi Sumber Daya Energi Surya di Beberapa Kota di Indonesia
Gambar 2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kayubihi
Gambar 2.2 Hubungan Sel Surya, Modul Surya dan Array   (Sumber: Patel, 2006)
Gambar 2.3 Modul Monocrystalline Silicon Sel  (Sumber: ABB QT10, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Harga adalah sejumlah uang yang harus dibayar oleh konsumen untuk mendaptkan sebuah produk. Harga harus sesuai dengan nilai produk yang ditawarkan jika tidak konsumen

Sistem operasi dari cloning IBM saat ini secara umum terbagi menjadi 2 aliran yaitu komersil yang di buat oleh Microsoft dan yang bersifat freeware yang di kembangkan oleh

Pemanfaatkan teknologi pascapanen dengan memperhatikan suhu dan lama penyimpanan umbi setelah dipanen merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kadar

••  Animasi adalah ilusi adanya gerakan yang dicapai  Animasi adalah ilusi adanya gerakan yang dicapai dengan dengan menampilkan sederatan gambar secara tepat yang memiliki

tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa: Terdapat perbedaan rata-rata N-gain dan hasil belajar aspek afektif

Sajian data emik merupakan sajian data berdasarkan hasil asli yang diperoleh di lapangan sesuai dengan hasil wawancara dan observasi mengenai pelaksanaan Prakerin pada

Berdasarkan Gambar 1, 3 dan 4 hubungan mor- talitas pada serangga uji ) dari ke- tiga tanaman penghasil insektisida nabati (mimba, suren dan sirsak) ternyata pada peletakan hari