1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami
perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi.
Proses ini merupakan proses perubahan yang sangat mendasar dan konsepsional,
yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek pendidikan, pengembangan
dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kehidupan keprofesian
dalam keperawatan.
Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesi dipengaruhi oleh
sebagai perkembangan keperawatan profesional seperti: adanya tekanan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan. Oleh sebab itu
jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat diperoleh dari
tenaga keperawatan yang profesional. Dalam konsep profesi terkait erat tiga nilai
sosial yaitu: pengetahuan yang mendalam dan sistematis, keterampilan teknis dan
kiat yang diperoleh melalui latihan yang lama dan teliti, dan pelayanan/angsuran
kepada yang memerlukan berdasarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan teknis
tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yangdiyakini, yaitu etika profesi
serta konsep-konsep dalam berkomunikasi. Kata komunikasi berasal dari bahasa latin “Coomunicare” yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan.
Komunikasi dapat dipahami sebagai suatu konsep serba makna tergantung pada
2
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam
hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan. Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk “therapeutic use of self” dan “helping relationship” untuk praktek
keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati, 2003
.48). Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak
saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar
dan komunikasi ini adalah saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga
dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien,
perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).
Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus
direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan
sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia
dengan beragam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003 50).
Komunikasi tidak bisa dipisahkan dari setiap individu yang hidup.
Komunikasi juga merupakan hal yang sangat penting bagi individu dalam
melakukan interaksi. Kadangkala individu merasakan komunikasi menjadi tidak
efektif karena kesalahan dalam menafsirkan pesan yang diterimanya. Hal ini
disebabkan karena setiap manusia mempunyai keterbatasan dalam menelaah komunikasi
yang disampaikan. Kesalahan dalam menafsirkan pesan bisa disebabkan karena
3
Hal ini juga sering terjadi pada institusi pelayanan kesehatan, misalnya pasien
sering komplain karena tenaga kesehatan tidak mengerti maksud pesan yang disampaikan
pasien, sehingga pasien tersebut menjadi marah dan tidak datang lagi mengunjungi pelayanan kesehatan tersebut. Atau contoh lain adalah selisih faham atau pendapat antara
tenaga kesalahan karena salah mempersepsikan informasi yang diterima yang
berakibat terjadinya konflik antara tenaga kesehatan tersebut. Jika kesalahan
penerimaan pesan terus menerus berlanjut dapat berakibat pada ketidak puasan
baik dari pasien maupun tenaga kesehatan. Kondisi ketidak puasan tersebut akan
berdampak pada rendahnya mutu pelayanan yang diberikan tenaga kesehatan, dan larinya
pasien kepada institusi pelayanan kesehatan lainnya yang dapat memberikan
kepuasan. Untuk menghindari rendahnya mutu pelayanan yang diberikan tenaga
kesehatan (perawat) dan hilangnya pasien atau pelanggan ke tempat lain maka
alangkah sangat bijaksana dan tepat, jika suatu institusi pelayanan kesehatan dapat
meningkatkan kualitas pelayanannya. Salah satu bentuknya adalah dengan meningkatkan
kemampuan komunikasi yang baik dan tepat bagi perawat.
Kepuasan pasien rawat inap adalah tingkat perasaan seseorang pasien
setelah membandingkan kinerja pelayanan atau hasil yang dirasakan dengan
harapan yang diinginkan oleh pasien setelah menjalani rawat inap. Perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan tidak terlepas dari (sikap dan perilaku) dalam
berkomunikasi dengan pasien yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien, meskipun
sarana dan prasarana pelayanan sering dijadikan ukuran mutu oleh pelanggan namun
ukuran utama penilaian tetap sikap dan perilaku pelayanan yang ditampilkan oleh petugas.
Sikap dan perilaku yang baik oleh perawat sering dapat menutupi kekurangan dalam
hal sarana dan prasarana.
4
memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik promosi,
pencegahan, pengobatan maupun pemulihan, dimana hasil layanannya menjangkau
pelayanan keluarga dan lingkungan (Menurut WHO 1957 dikutip pada
http://indonetasia.com/definisionline/12 juli 2009). Motivasi dalam suatu rumah sakit
dimaksudkan sebagai kemauan untuk berjuang atau berusaha ke tingkat yang lebih
tinggi menuju tercapainya tujuan rumah sakit, dengan syarat tidak mengabaikan
kemampuan seseorang untuk memperoleh kepuasan dalam pemenuhan
kebutuhan–kebutuhan pribadi.
Rumah sakit sering kali mengalami permasalahan yang menyangkut
tentang ketidak puasan masyarakat terhadap mutu pelayanan rumah sakit yang
dianggap kurang memuaskan. Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan
secara menyeluruh tidak bisa lepas dari upaya peningkatan mutu keperawatan.
Perawat merupakan profesi profesional yang perannya tidak dapat
dikesampingkan dari semua bentuk pelayanan rumah sakit. Peran ini disebabkan
karena dibanding tenaga kesehatan lain, jumlah perawat memang relatif besar,
sekitar 60 % pegawai rumah sakit adalah perawat. Tugas perawat mengharuskan
kontak paling lama dengan pasien (asuhan keperawatan berlangsung selama 24
jam). Di rumah sakit, dokter tidak harus mengobati pasien sepanjang hari, sedang
perawat harus tetap ada untuk melakukan berbagai hal berkaitan dengan perawatan
pasien. (http://blogs.unpad.ac.id). Oleh karena itu kinerja perawat akan
mempengaruhi kinerja dan kualitas pelayanan di rumah sakit. Sekarang ini
perawat di Indonesia telah mengalami pergeseran persepsi yang sebelumnya
sebagai tenaga vokasional berubah persepsi sebagai tenaga yang profesional.
5
menyampaikan informasi terlalu kasar dan pasien mengeluh tidak mendapatkan
informasi yang pasien inginkan. Steiber and Krowinski (1995) menjelaskan bahwa
keluhan yang sering disampaikan oleh pasien yang tidak puas adalah kurangnya
komunikasi dari perawat dan ketidak jelasan akan proses perawatan, sehingga pasien akan
mengeluhkan lamanya waktu menunggu perawat setelah proses masuk ruangan
perawatan, lamanya perawat menjawab panggilan pasien, sikap perawat yang
tidak bersahabat, kurang memberikan pendidikan kesehatan untuk perawatan
dirumah, perawat kurang perhatian, perawat tidak menjelaskan tentang program
pengobatan dan proses penyakit. Atas dasar uraian yang disampaikan di atas maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh komunikasi
terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di ruang rawat Rumah Sakit Ciremai
Kota Cirebon.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah maka penulis mengangkat
penelitian : pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di ruang
rawat Rumah Sakit Ciremai Kota Cirebon.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat
terhadap kepuasan pasien di ruang rawat Rumah Sakit Ciremai Kota Cirebon.
6
a. Mendapatkan gambaran pelaksanaan komunikasi terapeutik yang
dilakukan perawat.
b. Mengidentifikasi faktor-faktor kepuasan pasien.
c. Menganalisa pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat terhadap
kepuasan pasien diruang rawat Rumah Sakit Ciremai Kota Cirebon.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan keterbatasan waktu
sehingga penulis membatasi penelitian ini hanya pada masalah pengaruh
komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien di ruang rawat inap
Rumah Sakit Ciremai Kota Cirebon.
F. Manfaat Peneliti
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah referensi kepustakaan yang ada.
2. Bagi Institusi Rumah Sakit
7
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
A. Komunikasi terapeutik 1. Pengertian
Komunikasi merupakan proses pertukaran informasi, gagasan dan
perasaan. Proses itu meliputi informasi yang disampaikan tidak hanya secara lisan
dan tulisan, tetapi juga dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri,
atau menggunakan alat bantu di sekeliling kita untuk memperkaya sebuah
pesan ( Hybels and Weafer II, 1992). Menurut Tamsuri (2006), komunikasi
juga adalah pertukaran informasi antara dua atau lebih manusia. Komunikasi
adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang
untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang
lain (Potter dan Perry, 2001).
Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang
kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat,
atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media.
Dalam definisi tersebut tersimpul tujuan, yakni memberi tahu atau mengubah
sikap (attitude), pendapat (opinion), atau perilaku (behavior). Jadi ditinjau dari
segi si penyampai pernyataan, komunikasi yang bertujuan bersifat informative
dan persuasif. Komunikasi persuasif (persuasive communication) lebih sulit
dari pada komunikasi informatif (informative communicattion), karena
8
atau sejumlah orang. Demikian pengertian komunikasi secara umum dan secara
paradigmatis yang penting untuk dipahami sebagai landasan bagi penguasaan
teknik berkomunikasi. Adalah komunikasi secara paradigmatis yang dipelajari dan
diteliti ilmu Komunikasi.
Menurut As Hornby (1974) terapeutik merupakan kata sifat yang
dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Mampu terapeutik berarti seseorang
mampu melakukan atau mengkomunikasikan perkataan, perbuatan, atau
ekspresi yang memfasilitasi proses penyembuhan.
Menurut Purwanto (1994) komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, kegiatannya mempunyai tujuan untuk kesembuhan klien.
Menurut Roger, 1961 dikutif Arwani (2003) komunikasi terapeutik bukan merupakan
apa yang dilakukan seseorang, tetapi bagaimana seseorang melakukan
komunikasi itu dalam berhubungan dengan orang lain. Sedangkan menurut
Mundakir (2006) komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara
perawat-klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati,
2003 48). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik
adalah proses yang digunakan oleh terapis memakai pendekatan yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien. Stuart
9
2. Tahapan Komunikasi Terapeutik
Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa dalam prosesnya komunikasi
terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu:
a. Tahap Persiapan/Pra-interaksi
Dalam tahapan ini perawat menggali perasaannya dengan cara
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga perawat
mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal ini
dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan
klien. Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa
cemas atau kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum
melakukan komunikasi terapeutik dengan klien. Kecemasan yang dialami
seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis,
Gates dan Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh
adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh
lawan bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu
mendengarkan apa yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 1993
dalam Suryani, 2005) sehingga tidak mampumelakukan active listening
(mendengarkan dengan aktif dan penuh perhatian). Tugas perawat dalam
tahapan ini adalah: Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan
mengidentifikasi kecemasan. Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri,
Mengumpulkan data tentang klien, Merencanakan pertemuan pertama
10 b. Tahap Perkenalan/Orientasi
Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan klien
dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan data dan
rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan klien saat ini, serta
mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart.G.W, 1998). Tugas
perawat dalam tahapan ini adalah: Membina rasa saling percaya, menunjukkan
penerimaan dan komunikasi terbuka, Merumuskan kontrak (waktu, tempat
pertemuan, dan topik pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan
menjelaskan atau mengklarifikasi kembali kontrak yang telah disepakati
bersama, Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien
yang umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik komunikasi
pertanyaan terbuka, Merumuskan tujuan interaksi dengan klien.Sangat
penting bagi perawat untuk melaksanakan tahapan ini dengan baik karena
tahapan ini merupakan dasar bagi hubungan terapeutik antara perawat dan
klien.
c. Tahap Kerja
Tahap kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik (Stuart,G.W,1998). Tahap kerja merupakan tahap yang
terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena didalamnya perawat dituntut
untuk membantu dan mendukung klien untuk menyampaikan perasaan dan
pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun pesan komunikasi
11
perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga
mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang
dihadapi oleh klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.
Dibagian akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan
percakapannya dengan klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha
untuk memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan
membantu perawat dan klien memiliki pikiran dan ide yang sama
(Murray,B. & Judith,P,1997 dalam Suryani,2005). Dengan dilakukannya
penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat merasakan bahwa
keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya diterima
dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.
d. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap
terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir
(Stuart,G.W,1998). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan
perawat dan klien, setelah hal ini dilakukan perawat dan klien masih akan
bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak waktu
yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir dilakukan oleh
perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan, Tugas perawat
dalam tahap ini adalah: Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang
telah dilaksanakan (evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (1996)
12
telah didiskusikan merupakan sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini.
Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan klien
setelah berinteraksi dengan perawat. Menyepakati tindak lanjut terhadap
interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yang disepakati harus relevan
dengan interaksi yang baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan
dilakukan selanjutnya. Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada
pertemuan berikutnya.
3. Unsur Komunikasi Terapeutik
Unsur komunikasi menurut Anas Tamsuri (2006): komunikator dinilai
dari penampilan yang baik, sopan, menarik, sangat berpengaruh dalam proses
komunikasi. Komunikator sebelum melakukan komunikasi perlu menguasai masalah
dan penguasaan bahasa dengan tujuan komunikator dapat meningkatkan
kepercayaan diri komunikan. Pesan yang disampaikan dalam proses
komunikasi dapat secara langsung, tatap muka, dan media, sedangkan pesan
yang disampaikan oleh komunikator dapat berupa pengetahuan tentang kesehatan,
perasaan. Dari unsure komunikasi ini maka komunikasi dapat tercapai dengan baik
dan pesan yang disampaikan dapat diterima. Unsur-unsur dalam komunikasi
terapeutik adalah terdiri dari komunikator, komunikan, pesan yang disampaikan
dan lingkungan waktu komunikasi berlangsung. Sumber proses komunikasi
yaitu pengirim dan penerima pesan. Prakarsa berkomunikasi dilakukan oleh sumber
ini dan sumber juga menerima pesan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam
mengirim. Pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan penyandian baik
13
menerima pengiriman pesan dan membalas pesan yang disampaikan oleh sumber,
sehingga dapat diketahui mengerti tidaknya suatu pesan. Lingkungan
waktu komunikasi berlangsung, dalam hal ini meliputi saluran penyampaian
dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan. Salura
penyampaian pesan melalui indra manusia yaitu pendengaran, penglihatan, pengecap
dan perabaan.
4. Tehnik Komunikasi Terapeutik
Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi yang efektif (Stuart dan
Sundeen, 1998) yaitu :
1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.
2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan.
Stuart dan Sundeen, (1998) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik
sebagai berikut: Mendengarkan dengan penuh perhatian. Dalam hal ini
perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang
disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi.
Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih
banyak pada klien untuk berbicara. Perawat harus menjadi pendengar yang
aktif. Menunjukkan penerimaan. Menerima tidak berarti menyetujui,
menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan
keraguan atau ketidaksetujuan. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
14
mengenai apa yang disampaikan oleh klien. Mengulangi ucapan klien dengan
menggunakan kata-kata sendiri. Melalui pengulangan kembali kata-kata klien,
perawat memberikan umpan balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan
berharap komunikasi dilanjutkan. Mengklasifikasi : Klasifikasi terjadi saat
perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata-kata ide atau pikiran yang tidak
jelas dikatakan oleh klien. Memfokuskan. Metode ini bertujuan untuk membatasi
bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti.
Menyatakan hasil observasi. Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang
ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien. Menawarkan informasi. Memberikan
tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien yang
bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan. Diam. Diam akan
memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir. Diam
memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri,
mengorganisir pikiran dan memproses informasi. Meringkas: Meringkas
pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Memberi
penghargaan. Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti
jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk
mendapatkan pujian dan persetujuan atas perbuatannya. Memberi kesempatan
kepada klien untuk memulai pembicaraan. Memberi kesempatan kepada klien
untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Menganjurkan untuk
meneruskan pembicaraan. Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengarahkan hampir seluruh pembicaraan. Menempatkan kejadian secara berurutan.
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk
15
menguraikan persepsinya. Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus
melihat segala sesuatunya dari perspektif klien. Refleksi: Refleksi memberikan
kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya
sebagai bagian dari dirinya sendiri.
5. Prinsip – Prinsip Komunikasi Terapeutik
Untuk mengetahui apakah komunikasi yang dilakukan tersebut bersifat
terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah komunikasi itu sesuai dengan
prinsip–prinsip berikut ini : perawat harus mengenal dirinya sendiri yang
berarti menghayati, memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan
saling menghargai. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut
oleh pasien. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik
maupun mental. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan
pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya
sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah yang
dihadapi. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan
maupun frustasi. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya. Memahami betul arti empati sebagai tindakan
yang terapeutik dan sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.
Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
16
orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu petugas perlu mempertahankan
suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual dan gaya hidup. Disarankan untuk
mengekspresikan perasaan bila dianggap mengganggu. Altruisme, yaitu
mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi. Berpegang
pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil keputusan berdasarkan
prinsip kesejahteraan manusia. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu
tanggung jawab terhadap diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan
tanggung jawab terhadap orang lain. Selain prinsip-prinsip komunikasi
terapeutik tersebut diatas, perlu diperhatikan ada Lima sikap atau cara untuk
menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang
terapeutik menurut Egan, yaitu : Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level
yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan
untuk mengatakan atau mendengar sesuatu. Mempertahankan sikap terbuka,
tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi dalam memberi respon kepada klien. Selain hal-hal di atas sikap
terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal. Stuart dan
Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :
Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non
verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
17
oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya. Ruang memberikan
isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan pada
norma-norma social budaya yang dimiliki. Sentuhan, yaitu fisik antara dua
orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling personal. Respon
seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar
belakang budaya,jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.
6. Hambatan Dalam Berkomunikasi Terapeutik
Secara umum hambatan dalam proses komunikasi yang tepat,
kurangnya perencanaan dalam berkomunikasi, penampilan, sikap dan
kecakapan yang kurang tepat selama berkomunikasi. Kurang pengetahuan,
perbedaan persepsi, perbedaan harapan, pesan yang tidak jelas, prasangka yang
buruk, tidak ada kepercayaan, ada ancaman perbedaan status dan bahasa,
kesalahan informasi merupakan hambatan dalam berkomunikasi.
Untuk mengatasi hambatan tersebut dapat ditanggulangi dengan cara
mengecek arti, umpan balik dari pesan itu sendiri. Meningkatkan kasadaran
diri juga merupakan salah satu cara untuk mengatasi hambatan komunikasi.
Faktor-faktor pribadi perawat yang harus disadari adalah tentang sikap,
nilai-nilai kepercayaan, perasaan dan prilaku. Menurut Roger (1967) yang dikutip dari
Mundakir (2006) menekankan bahwa untuk memahami orang lain dalam proses
komunikasi kesadaran atau pemahaman terhadap diri sendiri adalah prasarat yang
penting. Seorang perawat dapat berkomunikasi secara baik dengan klien bila
18
7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Terapeutik
Komunikasi dapat dipengaruhi beberapa faktor, menurut Perry dan
Potter (1987), yang dikutip dari mundakir (2006) antara lain: Persepsi dimana persepsi
akan sangat mempengaruhi jalannya komunikasi karena proses komunikasi harus
ada persepsi dan pengertian yang sama tentang pesan yang disampaikan dan
diterima oleh kedua belah pihak. Nilai merupakan yang mempengaruhi
komunikasi oleh sebab itu komunikasi yang terjadi antara perawat dalam konteks
kesehatan tentunya beda dengan nilai yang dimiliki klien. Sedangkan komunikasi
dengan klien hendaknya lebih mengarah pada member support dan dukungan
nasehat dalam rangka mengatasi masalah klien. Emosi juga mempengaruhi cara
seseorang berkomunikasi dan akan berjalan lancar dan efektif apabila dapat mengelola
emosinya. Sebagai pelayan kesehatan kita harus mampu mengendalikan emosi. Dan
tidak mencampurkan permasalahan pribadi sewaktu memberikan pelayanan tetapi
tetaplah dalam konteks bekerja. Pengetahuan dalam proses komunikasi
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang berbeda. Perawat berkomunikasi dengan
klien yang memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda, sehingga perawat harus
mengkaji pengetahuan klien itu sendiri. Peran dan hubungan memiliki
pengaruh dalam berkomunikasi karena peran dan hubungan memiliki
keterkaitan yang erat sehingga dalam berkomunikasi akan tercipta rasa memiliki dan
percaya diri dalam proses komunikasi. Faktor lain yang mempengaruhi
komunikasi adalah lingkungan, setiap orangcenderung dapatberkomunikasi
dengan lebih baik bila lingkungannya juga nyaman dan mendukung. Latar
belakang sosial budaya juga mempengaruhi jalannya komunikasi. Komunikasi
19
lain. Perbedaan budaya tidak menjadi halangan untuk menjalin hubungan satu
sama lain. Kunci utama dalam pergaulan antar budaya adalah tidak menilai
orang lain yang berbeda budaya dengan menggunakan penilaian budaya kita.
8. Fungsi Komunikasi Terapeutik
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja
sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat
berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan
membantu pasien untuk dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap
perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaannya adalah mencegah adanya
tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan
menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan
pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi
tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).
Menurut Roger fungsi komunikasi terapeutik adalah:
1. Mendorong dan menganjurkan kerjasama antara bidan-pasien.
2. Mengidentifikasi, mengungkap perasaan dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan bidan.
3. Memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien
20
4. Mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien.
B. Kepuasan Klien
1. Pengertian Kepuasan
Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa
senang; perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya).
Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan
seseorang dikarenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan
pelayanan suatu jasa. Menurut Oliver (dalam Supranto, 2001) mendefinisikan
kepuasan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau
hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Tingkat kepuasan merupakan
fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja
dibawah harapan, maka pelanggan akan sangat kecewa. Bila kinerja sesuai
harapan, maka pelanggan akan sangat puas. Sedangkan bila kinerja melebihi
harapan pelanggan akan sangat puas harapan pelanggan dapat dibentuk oleh
pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi
dari berbagai media. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang
sensitive terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan
tersebut. Menurut Kotler (1988) kepuasan adalah tingkat kepuasan seseorang
setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan
21
antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang
diberikan. Upaya untuk mewujudkan kepuasan pelanggan total bukanlah hal
yang mudah, Mudie dan Cottom menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total
tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu
(Tjiptono,1997). Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah perasaan senang, puas individu
karena antara harapan dan kenyataan dalam memakai dan pelayanan yang
diberikan terpenuhi. Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang
berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk
dengan harapan-harapannya.
Kepuasan pasien adalah Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen
dalam hal ini pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien.
Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien
puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi
jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih
hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan
kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan
mengelola suatu system untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan
kemampuan untuk mempertahankan pasiennya. Namun upaya untuk perbaikan
atau kesempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi oleh
perusahaan untuk dapat merebut pelanggan. Junaidi (2002) berpendapat bahwa
kepuasan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan
konsumen atas poduk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan
22
dikemukakan oleh Indarjati (2001) yang menyebutkan adanya tiga macam
kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh konsumen berkaitan dengan
perbandingan antara harapan dan kenyataan, yaitu jika harapan atau kebutuhan
sama dengan layanan yang diberikan maka konsumen akan merasa puas. Jika
layanan yang diberikan pada konsumen kurang atau tidak sesuai dengan
kebutuhan atau harapan konsumen maka konsumen menjadi tidak puas.
Kepuasan konsumen merupakan perbandingan antara harapan yang dimiliki
oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen dengan
kenyataan yang diterima oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh
konsumen pada saat mengkonsumsi produk atau jasa. Konsumen yang
mengalami kepuasan terhadap suatu produk atau jasa dapat dikategorikan ke
dalam konsumen masyarakat, konsumen instansi dan konsumen individu.
Dalam penelitian ini peneliti menitikberatkan pada kepuasan pasien. Pasien
adalah orang yang karena kelemahan fisik atau mentalnya menyerahkan
pengawasan dan perawatannya, menerima dan mengikuti pengobatan yang
ditetapkan oleh tenaga kesehatan (Prabowo, 1999). Sedangkan Aditama (2002)
berpendapat bahwa pasien adalah mereka yang di obati dirumah sakit.
Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa kepuasan pasien adalah perasaan senang, puas individu karena
terpenuhinya harapan atau keinginan dalam menerima jasa pelayanan
kesehatan.
Kepuasan pasien adalah respon terhadap evaluasi ketidak seimbangan
antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah
23
dicapai pada saat keistimewaan produk merespon kebutuhan pelanggan.
Kepuasan pelanggan rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain yang berhubungan dengan
pendekatan atau perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama kali
datang, mutu informasi apa yang diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang
dapat diharapkan, dan brosur perjanjian. Djoko Wijoyo (1999) menjelaskan
kualitas atau mutu pelayanan, khususnya dibidang kesehatan yang ditinjau dari
berbagai aspek, antara lain dari sudut pandang pasien, petugas kesehatan dan
manajer. Dari sudut pandang pasien, mutu pelayanan berarti suatu empati,
respek, dan tanggapan akan kebutuhannya. Menurut Teori Kotler (1997) dalam
bukunya sevice quality, kepuasan pelanggan merupakan kondisi terpenuhi
harapan pelanggan atas service atau pelayanan yang diberikan. Apabila
pelayanan yang diberikan sesuai atau melebihi harapan atau ekspektasi pelanggan,
mereka akan puas. Sebaliknya apabila pelayanan yang diberikan ternyata dibawah
ekspektasi pelanggan, mereka akan puas. Sebaliknya apabila pelayanan yang
diberikan ternyata dibawah ekspektasi, mereka cenderung tidak puas. Oleh
karena itu, mengetahui ekspektasi pelanggan sangat penting dipahami.
2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien
Yang mempengaruhi kepuasan pasien antara lain, pendekatan dan
perilaku petugas. Perasaan pasien terutama saat pertama kali datang, mutu informasi
yang diterima, setiap apa yang dikerjakan dan apa yang diharapkan, prosedur
24
makanan, privasi dan pengaturan kunjungan.
Menurut pendapat Budiastuti (2002) mengemukakan bahwa pasien
dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu
pada beberapa faktor, antara lain : Kualitas produk atau jasa. Pasien akan
merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa
yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap kualitas poduk atau
jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas poduk atau jasa yang
sesungguhnya dan komunikasi perusahaan terutama iklan dalam
mempromosikan rumah sakitnya. Kualitas pelayanan. Memegang peranan
penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas
jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang
diharapkan. Faktor emosional. Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa
orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung
memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Harga. Harga merupakan aspek
penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai
kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari
segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka
pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang
berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada
pasien. Biaya. Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu
mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk
25
Tjiptono (1997) kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa fakor antara lain, yaitu :
a. Kinerja (performance), berpendapat pasien terhadap karakteristik operasi dari
pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang
dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan, dan
kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan
terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat,
kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang
diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan
kelengkapan peralatan rumah sakit.
b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), merupakan karakteristik
sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan,
misalnya : kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound
system, dan sebagainya.
c. Keandalan (reliability), sejauhmana kemungkinan kecil akan mengalami
ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas pelayanan yang
diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh perawat
didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan kemampuan
dan pengalaman yang baik terhadap memberikan pelayanan
keperawatan dirumah sakit.
d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification), yaitu
sejauh mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang
telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi
terpenuhi seperti peralatan pengobatan.
e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut
26
dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah,
alat transportasi, dan sebagainya.
f. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan
keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat
dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang
tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu.
g. Estetika, merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh
panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit
yang lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi
kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan
sebagainya.
h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi
rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang
diterima pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan
keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan tangggung
jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien masuk
sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.
Sementara itu ahli lain Moison, Walter dan White (dalam Haryanti,
2000) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen,
yaitu :
a. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah
sakit yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi.
27
rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan
beserta kelengkapannya.
b. Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga
merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan
kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian
elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan,
biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai
harapan yang lebih besar.
c. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan
dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam
memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien
maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit. kepuasan
muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan
keperawatan yang diberikan. Misalnya : pelayanan yang cepat,
tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan keperawatan.
d. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya.
Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam
memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan
pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi
dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien
yang membutuhkan rumah sakit tersebut.
e. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan
penilaian kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana
28
kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital menentukan
penilaian kepuasan pasien, namun rumah sakit perlu memberikan
perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam penyusunan strategi
untuk menarik konsumen.
f. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap
lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan
pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan
dibutuhkan untuk proses penyembuhan. Pasien dalam
menginterpretasikan rumah sakit berawal dari cara pandang melalui panca
indera dari informasi-informasi yang didapatkan dan pengalaman baik dari
orang lain maupun diri sendiri sehingga menghasilkan anggapan
yang positif terhadap rumah sakit tersebut, meskipun dengan harga
yang tinggi. Pasien akan tetap setia menggunakan jasa rumah sakit
tersebut dengan harapan-harapan yang diinginkan pasien.
g. Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan
yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan
kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus
diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien
atau konsumen.
h. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah
sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi
kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya
bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang
berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan
29 sakit tersebut.
i. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak
penyedia jasa dan keluhan dari pasien. Bagaimana
keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa
terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan
pasien. Misalnya adanya tombol panggilan didalam ruang rawat
inap, adanya ruang informasi yang memadai terhadap informasi yang akan
dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti keluarga pasien maupun
orang yang bekunjung di rumah sakit. Maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa faktor-faktor kepuasan pasien adalah : kualitas jasa, harga,
emosional, kinerja, estetika, karakteristik produk, pelayanan, lokasi,
fasilitas, komunikasi, suasana, dan desain visual.
3. Aspek – Aspek Yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien
Menurut Griffith (1987) ada beberapa aspek-aspek yang mempengaruhi
perasaan puas pada seseorang yaitu :
a. Sikap pendekatan staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika
pertama kali datang di rumah sakit.
b. Kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah
dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan
perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang
diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada dirumah
30
c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien dimulai masuk rumah sakit selama perawatan berlangsung sampai keluar
dari rumah sakit.
d. Waktu menunggu yaitu berkaitan dengan waktu yang diperbolehkan untuk
berkunjung maupun untuk menjaga dari keluarga maupun orang lain
dengan memperhatikan ruang tunggu yang memenuhi standar-standar
rumah sakit antara lain : ruang tunggu yang nyaman, tenang, fasilitas yang
memadai misalnya televisi, kursi, air minum dan sebagainya.
e. Fasilitas umum yang lain seperti kualitas pelayanan berupa makanan dan
minuman, privasi dan kunjungan. Fasilitas ini berupa bagaimana pelayanan
terhadap pemenuhan kebutuhan pasien seperti makanan dan minuman yang
disediakan dan privasi ruang tunggu sebagai sarana bagi orang-orang yang
berkunjung di rumah sakit.
f. Fasilitas ruang inap untuk pasien yang harus rawat. Fasilitas ruang inap ini
disediakan berdasarkan permintaan pasien mengenai ruang rawat inap yang
dikehendakinya.
g. Hasil treatment atau hasil perawatan yang diterima oleh pasien yaitu
perawatan yang berkaitan dengan kesembuhan penyakit pasien baik berapa
operasi, kunjungan dokter atau perawat. Tingkat kepuasan antar individu
satu dengan individu lain berbeda. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh
dari faktor jabatan, umur, kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pendidikan,
jenis kelamin, sikap mental dan kepribadian (Sugiarto, 1999). Kepuasan
pasien atau konsumen berdasarkan teori-teori diatas tidak hanya
31
juga dipengaruhi oleh pelayanan yang diberikan oleh petugas rumah sakit
baik dokter, perawat, dan karyawan karyawan lainnya.
Berdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan pada pasien adalah sebagai berikut:
a. Sikap pendekatan staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien
ketika pertama kali datang di rumah sakit.
b. Kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah
dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan
perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang
diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada
dirumah sakit.
c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi
pasien dimulai masuk rumah sakit selama perawatan berlangsung
sampai keluar dari rumah sakit.
d. Fasilitas – fasilitas yang disediakan rumah sakit yaitu fasilitas ruang
inap, kualitas makanan atau kios-kios penjual makanan yang terjamin
32
4. Pengukuran Kepuasan Pasien
Mengukur kepuasan pasien merupakan hal yang penting, karena pasien
adalah orang yang merasakan bagaimana pelayanan yang telah diberikan dari
suatu pelayanan yang telah diberikan dari suatu pelayanan keperawatan
(wijono 1999). Selain itu pengukuran kepuasan pasien dapat memberikan
umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan implementasi
strategi peningkatan kepuasan pasien. Salah satu alat yang digunakan dalam
mengukur kepuasan pasien yaitu kuisoner, yang mengukur persepsi pasien
melalui penilaian tingkat harapan pasien terhadap pelayanan keperawatan.
Meningkatkan kepuasan pasien antara lain: Tangible (berwujud), Reliability
(kehandalan), Responsiveness (ketanggapan), Assurance (jaminan), dan
Empaty (empati).
Tangible adalah penampilan dan kemampuan langsung, sarana dan prasarana, fisik meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan sarana
komunikasi yang dimaksud adalah tersediannya gedung yang baik, yang
meliputi : ruang tunggu pasien dan keluarga, tempat pendaftaran, petugas yang dapat
menjelaskan mengenai biaya perawatan dan tindakan selanjutnya, penampilan
dokter yang baik dan bersahabat, kondisi lingkungan aman ada WC umum, ada
perawat jaga setiap waktu, ada sarana komunikasi, ambulance dan tersediannya
apotik.
Reliability adalah kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, tepat waktu, dan akurat serta terpercaya.
33
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan yang tanggap.
Sementara itu yang dimaksud dengan Assurance adalah mencakup
pengetahuan, kompetensi, kesopanan dan respek terhadap pelanggan serta
kemampuan melaksanakan tugas secara sepontan yang dapat menjamin kinerja
yang baik sehingga menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan.
Misalnya keyakinan atas kemampuan pelayanan keperawatan, keramahan,
sopan santun.
Empaty adalah perhataian yang bersifat indivuduan secara tulus kepada pelanggan dan kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi serta
berupaya untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan. Penggunaan 5
aspek ini mengukur kepuasan pasien. Metode ini sering digunakan untuk
mengukur kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan. Supranto (2006),
manfaat dari pengukuran kepuasan pelanggan yaitu: untuk mengenali
kebutuhan pelanggan yang perlu menurut pelanggan, waktu mempertahankan
pelanggan, untuk menilai kualitas pelanggan.
5. Penyebab Ketidak Puasan Pasien
Menurut (Supranto, 1997) membentuk kualitas jasa yang menyoroti
syarat – syarat untuk membentuk jasa yang berkualitas sesuai harapan pasien.
Ada 5 kesenjangan yang menyebabkan ketidak puasan pasien. Yang pertama
kesenjangan antara harapan pelayanan dengan persepsi managemen, managemen
tidak memehami apa yang menjadi keinginan pelanggan. Pada pelaksanaan cara berkomunikasi perawat tidak sesuai dengan keinginan pasien. Kedua kesenjangan
34
antara persepsi manajemen dengan spertifikasi kualitas jasa. Manajemen tidak
memahami keinginan pelanggan dan tidak menetapkan dalam standar
pelaksanaan. Ketiga kesenjangan antara pelayanan dengan spesifitas. Keempat
kesenjangan antara pelayanan dan komunikasi external. Hal ini komunikasi
perawat tidak sesuai dengan harapan klien. Kesenjangan yang kelima
35
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN HIPOTESIS & DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka penelitian ini dibuat berdasarkan tujuan penelitian. Peneliti ingin
mengetahui pengaruh pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan
pasien di ruang rawat Rumah Sakit Ciremai Kota Cirebon.
Variabel independen dari penelitian ini adalah komunikasi terapeutik,
sedangkan variabel dependen pada penelitian ini adalah kepuasan pasien yang
dirawat. Variable defenden kepuasan pasien yang diteliti maupun faktor
keandalan (realiability), ketanggapan (responsiveness), jaminan/kepastian
(assurance), kepedulian (emphaty), dan bukti langsung (tangibles) melalui
penampilan perawat. Adapun kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada
gambar 1
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Input Output
(Variabel indefenden) (Variabel dependen)
Komunikasi terapeutik : 1. Fase perkenalan/ orientasi 2. Fase kerja 3. Fase terminasi Kepuasan pasien : 1. Puas 2. Tidak puas
36 B. Hipotesa
Hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang sedang
diteliti. Hipotesa mempunyai karakteristik sebagai berikut harus me
ngekpresikan hubungan antara dua varibel atau lebih, harus dinyatakansecara jelas dan tidak bermakna ganda, harus dapat diuji, maksudnya
ialah memungkinkan untuk diungkapkan dalam bentuk operasional yang dapat
dievaluasi berdasarkan data.
Hipotesa pada penelitian ini adalah :
Ho: tidak ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan
pasien.
Ha: ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan
37 C. Definisi Oprasional Variable Kepuasan Pasien Definisi Konseptual Kepuasan pasien adalah respon terhadap evaluasi ketidak seimbangan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Reliability (keandalan) adalah kemampuan memberikan pelayanan dengan segera, tepat waktu dan akurat serta terpercaya. Definisi Oprasional Kepuasan pasien adalah ungkapan atau perasaan senang pasien terhadap pelayanan yang diberikan. Keandalan adalah pemberian pelayanan terhadap pasien secara cepat dan tanggap, prosedut pengatministrasi an serta pembayaran yang tidak sulit, tindakan yang cepat dan
Cara Penelitian Kuesioner Diperoleh dengan skala likert dengan kriteria dan skor: 1 = tidak puas 2 = kurang puas 3 = puas 4 = sangat puas. Kuesioner Skala Penelitian Ordinal Ordial Hasil Penelitian Skort nilai yang paling > 36 dan nilai yang paling < 9
38 Responsiveness (ketanggapan) adalah kemauan atau kesediaan membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan yang tanggap. tepat terhadap pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan, pemeriksaan laboratorium, kunjungan dokter, dan perawatan di jalankan dengan tepat, penerimaan hasil pemeriksaan secara cepat dan tepat. Ketanggapan adalah Kesiagaan petugas kesehatan untuk membantu pasien, petugas memberikan informasi secara jelas dan mudah dimengerti, prosedur pelayanan yang tidak berbelit- belit, Dokter dan perawat
memberikan
39 Assurance (jaminan/kepasti an) adalah mencakup pengeahuan, kompetensi, kesopanan dan respek terhadap pelanggan serta kemampuan melaksanakan tugas secara spontan yang dapat menjamin kinerja yang baik sehingga menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan. Misalnya keyakinan atas kemampuan pelayanan keperawatan, keramahan, pelayanan yang cepat dan tanggap terhadap keluhan pasien, tidak menunggu pelayan sampai lebih dari 1 jam
Jaminan/kepasti an adalah Pengetahuan dan kemampuuan para dokter menetapkan diagnosis penyakit, ketrampilan para dokter, perawat, dan petugas lainnya dalam bekerja, Pelayanan yang ramah dan sopan, adanya jaminan keamanan dan kepercayaan terhadap pelayanan. Kuesioner Ordinal
40 sopan santun. Empaty adalah perhataian yang bersifat indivuduan secara tulus kepada pelanggan dan kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi serta berupaya untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan Tangible adalah penampilan dan kemampuan langsung, sarana dan prasarana, fisik meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan Empati adalah Memberi perhatian secara khusus kepada setiap pasien, Kepedulian Terhadap kebutuhan dan keinginan pasien, pemberian pelayanan terhadap semua pasien tanpa pilih-pilih, tersedianya pelayanan kesehatan 24 jam Penampilan perawat adalah penataan eksterior dan interior ruangan, keberhasilan, kerapihan, dan kenyamanan ruangan, kerapihan dan Kuesioner Kuesiner Ordinal Ordinal
41 Komunikasi terapeutik sarana komunikasi yang dimaksud adalah tersediannya gedung yang baik,. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, kegiatannya mempunyai tujuan untuk kesembuhan klien kebersihan penampilan petugas (perawat), kelengkapan, kesiapan, dan kebersihan alat- alat yang dipakai. Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang direncanakansec ara sadarmeliputi tahap-tahap Fase Perkenalan Orientasi Yaitu perawat Mengucapkan salam setiap berinteraksi dengan klien, perawat menyapa klien dengan Kuesioner Kuesioner Ordinal Ordinal
42
menyebut nama klien, perawat memperkenalka n diri pada awal interaksi., perawat menanyakan tentang keluhan yang masih dirasakan klien, perawat menjelaskan tujuannya datang ke klien, perawat menjelaskan kapan tindakan / prosedur akan dilakukan, perawat menjelaskan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk prosedur / tindakan yang akan dilakukan, perawat menjelaskan tempat tindakan / prosedur dilakukan, perawat meminta persetujuan klien terhadap
43 tindakan / prosedur yang akan dilakukan. Fase Kerja ; Perawat menjelaskan tujuan dari tindakan / prosedur yang akan dilakukan. Perawat Menggunakan komunikasi verbal yang sesuai dalam menjelaskan proses tindakan / prosedur yang akan dilakukan. Perawat menggunakan komunikasi non verbal yang sesuai untuk mendukung komunikasi verbal, perawat memperhatikan respon klien saat tindakan / prosedur dilakukan, perawat tetap
44 mempertahanka n komunikasi dengan klien selama tindakan / prosedur dilakukan. Fase Terminasi; Perawat menanyakan perasaan klien terhadap tindakan / prosedur keperawatan yang sudah dilakukan, perawat memperhatikan respon klien setelah tindakan / prosedur dilakukan, perawat menjelaskan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh klien setelah tindakan / prosedur dilakukan, perawat Kuesioner Ordinal
45 menjelaskan kepada klien tentang rencana tindakan / prosedur yang akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya, perawat menjelaskan kapan tindakan / prosedur tersebut akan dilakukan, perawat menjelaskan dimana tindakan / prosedur akan dilakukan.
46
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Desain/rancangan penelitian yang digunakan adalah desain
penelitian deskriptif dengan rancangan Cross Secsional, karena penelitian
ini bertujuan mencari hubungan berdasarkan fakta empiris yang ada secara
objektif, variabel yang diteliti yaitu pengaruh komunikasi terapeutik
perawat terhadap kepuasan Pasien di ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Ciremai Kota Cirebon.
B. Variable Penelitian
1. Variabel bebas / independen
Variabel bebas / independen dalam penelitian ini adalah Komunikasi
terapeutik perawat terhadap pasien.
2. Variabel terikat / dependen
Variabel terikat / dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan
47 C. Populasi dan Sampel
1. Populasi penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek /
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan ( Sugiyono, 2008:80 ). Berdasarkan definisi tersebut maka
yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang
bekerja di Rumah Sakit Ciremai Kota Cirebon.
2. Sampel penelitian
Sedangkan sample adalah bagian dari jumlah dan sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut ( Sugiyono, 2008:81 ). Dalam hal ini, yang menjadi sampel
adalah pasien yang dirawat inap di Rumah Sakit Ciremai Kota Cirebon,
26 pasien yang lama rawat lebih dari 2 hari dan usia lebih dari 16 tahun.
a. Teknik pengambilan sampel
Berdasarkan rumusan strata dihiting jumlah sampel dari populasi
48
Karena populasi bertingkat, maka dalam menentukan sampel pun
bertingkat dengan menggunakan proportionate Stratified Random Sampling,
dengan rumus :
Dimana :
n = Ukuran populasi
d = Bound of error ( batas kesalahan ) pengambilan sampel (0,05)
N = Jumlah populasi 28 N= 1 + 28(0,05)² = 26,168 = 26 Responden
Berdasarkan perhitungan tersebut diatas, maka jumlah sampel yang akan
diteliti adalah 26 orang
D. Instrument Penelitian
Untuk mengumpulkan data, maka digunakan kuesioner yang
berbentuk skala likert. Daftar kuesioner terdiri dari dua bagian : lembar
49
komunikasi terapeutik, lembar kuesioner 2. untuk perawat berisi daftar
pertanyaan yang mengarah pada komunikasi terapeutik perawat, lembar
kuesioner 1.
E. Metode Pengumpulan data
Seluruh data yang akan dikumpulkan merupakan data primer dari
sampel yang telah ditentukan. Proses pengumpulan data adalah sebagai
berikut :
1. Mengajukan ijin pada pimpinan manajemen Rumah Sakit Ciremai
Kota Cirebon.
2. Menjelaskan lembar persetujuan menjadi responden agar
ditandatangani bila setuju menjadi responden. Pada tahap ini
dijelaskan tentang kerahasiaan responden dan jawabannya dalam
kuesioner.
3. Menjelaskan tujuan kuesioner, dan tata cara pengisian lembar
kuesioner, waktu pengisian selama 15 menit serta peraturan –
peraturan khusus dimana responden tidak boleh bekerja sama dengan
responden lain.
4. Menunggu responden menyelesaikan pengisian kuesioner.
50 F. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Uji validitas dilakukan untuk menentukan keakuratan instrument
penelitian dalam memperoleh data. Sebelum menggunakan instrumen
maka dilakukan uji coba instrument pada 4 orang sampel. Pada uji valid
data variabel kepuasan dan variabel komunikasi terapetik valid.
2. Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan dengan test-retest untuk menentukan
butir– butir pertanyaan pada instrument penelitian (kuesioner) yang
dianggap memenuhi syarat reliable, untuk itu akan dilakukan uji coba
kuesioner pada 4 orang responden sebelum kuesioner penelitian
digunakan. Dari hasil uji validitas dan reabilitas tersebut akan
menggunakan test retest yang menggunakan skala likert, sehingga
penggunaan rumus dibawah ini akan menghasilkan kuesioner yang valit
untuk diberikan kepada sampel. Dengan tingkat kesalahan adalah 5 % dari
nilai r = 0,444, maka perbandingan nilai perhitungan r dari hasil tiap
item kuesioner diatas harus lebih dari nilai hasil r tabel.
Dengan interpretasi pengukuran KK
a) KK = 0 tidak ada pengaruh
b) 0 < KK ≤ 0,20, korelasi sangat rendah/lemah c) 0,20 < KK ≤ 0,40, korelasi rendah / lemah tapi pasti
51
e) 0,70 < KK ≤ 0,90, korelasi yang tinggi / kuat
f) 0,90 < KK < 1,00, korelasi sangat tinggi
g) KK = 1, korelasi sempurna
Nilai crombach’s Alpha sebesar 0,990 artinya reliabilitas dari variabel
kepuasan sangat reliable dan nilai Crombach’s Alpha sebesar 0,919
artinya reliabilitas dari variabel komunikasi terapeutik sangat reliable.
G. Pengolahan Data
1. Editing data
Editing data dilakukan agar seluruh data dapat diolah dengan baik sehingga, menghasilkan output yang merupakan gambaran jawaban
terhadap pertanyaan penelitian. Pada tahap ini peneliti telah
memeriksa setiap instrument berkaitan dengan kelengkapan
pengisian jawaban, dan kejelasan hasil pengisian. Pada proses editing
dilakukan penjumlahan dan koreksi:
a. Penjumlahan
Menjumlah ialah menghitung banyaknya lembaran daftar
pertanyaan yang talah diisi untuk mengetahui apakah sesuai dengan
jumlah yang telah ditentukan. Jumlah lembar kuesioner yang
dikumpulkan dari responden harus sesuai dengan jumlah saat
dibagikan.
52
Proses koreksi ialah proses membenarkan atau menyelesaikan hal-
hal yang salah atau kurang jelas. Misalnya, memeriksa apakah
semua pertanyaan telah diisi dan apakah isi jawaban sesuai dengan
pertanyaan.
2. Coding data
Coding data penelitian menterjemahkan informasi atau data yang diperoleh menjadi bentuk angka atau kode untuk memudahkan
pengolahan. Pada instrument variabel kepuasan pasien menggunakan
skala likert
1 = Tidak puas
2 = Kurang puas
3 = Puas
4 = Sangat puas
Pada instrument variabel komunikasi terapeutik perawat menggunakan
skala likert 1 = Tidak pernah 2 = Sekali – kali 3 = Kadang- kadang 4 = Sering 5 = Selalu
53 3. Penetapan skor
Skor pada pengaruh komunikasi terapeutik perawat dan
kepuasan pasien terdiri dari beberapa pertanyaan mengenai
alternatife jawaban pada item dengan kepuasan pasien menggunakan
skala likert 1-4, yaitu : dengan skor yang lebih tinggi 36 dan lebih
rendah 9, dan komunikasi terapeutik menggunakan skala likert 1-5,
yaitu : dengan skort yang lebih tinggi 100 dan lebih rendah 20.
H. Analisa
Data yang sudah tersedia akan analisa untuk menghubungkan
pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepuasan pasien melalui
jumlah yang telah dihitung sesuai dengan perhitungan strata sampel, yaitu
: pasien yang dirawat inap di rumah sakit Ciremai, lama rawat lebih dari 2
hari dan usia lebih dari 16 tahun. Data akan bermakna jika telah dianalisis,
untuk itu perlu penghitungan dengan menggunakan statistik, berdasarkan
tujuan penelitian ini digunakan dua cara penghitungan, yaitu : univariat dan
Bivariat.
a. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui secara deskriptif pengaruh dan
factor-faktor lain yang dianggap perlu dan berkaitan dengan 2
variabel (dependen dan independent) yang akan diteliti. Analisis