• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1Lokasi Penelitian

Kecamatan Medan Selayang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan tersebut adalah salah satu dari 21 kecamatan yang berada di bagian barat daya wilayah Kota Medan. Kecamatan ini memiliki luas kurang lebih 23,89 km2 atau 4,83% dari seluruh luas wilayah Kota Medan dan berada pada ketinggian 26-50 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Medan Selayang merupakan pecahan dari Kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal dan Medan Tuntungan. Sebelah Utara, kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Medan Baru dan Medan Sunggal. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Tuntungan dan Medan Johor. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Polonia. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

Kampung Susuk yang menjadi lokasi penelitian berada di Lingkungan IX, Kelurahan Padang Bulan Selayang I - Kecamatan Medan Selayang14. Kampung Susuk terdiri dari13 bagian atau gang yaitu dimulai dari Susuk I (satu) hingga Susuk XIII (13). Susuk 1 dimulai dari Tembok Kampung Susuk dekat USU. Susuk 2 dan berikutnya mengikuti gang-gang yang ada setelah tembok tersebut

      

14

 Kecamatan Medan Selayang terdiri dari 6 (enam) kelurahan yaitu Kelurahan Asam Kumbang dengan luas 400 Ha, Kelurahan Beringin (79 Ha), Kelurahan Padang Bulan Selayang 1 (180 Ha), Kelurahan Padang Bulan Selayang II (700 Ha), Kelurahan Sempakata (510 Ha) dan Kelurahan Tanjung Sari (510 Ha).

(2)

secara berurutan. Kampung Susuk berbatasan dengan Kelurahan Medan Baru pada bagian timur. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Sari. Sebelah Utara berbatasan dengan Lingkungan VIII (delapan), Keluraha Padang Bulan Selayang. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Padang Bulan Selayang II.

2.2 Cara Mencapai Lokasi Penelitian

Kampung Susuk (Jalan Abdul Hakim) berada di dekat Kampus Universitas Sumatera Utara dan Politeknik Negeri Medan. Ada banyak jalur untuk mencapai Kampung Susuk. Jalur pertama adalah melalui Pasar 1 Padang Bulan. Jarak dari Pasar 1 ke Kampung Susuk adalah sekitar 1 km. Dari Pasar 1, tidak ada angkutan umum yang masuk ke Kampung Susuk. Kampung Susuk hanya bisa dicapai dengan menggunakan kendaraan pribadi (mobil atau motor) dan becak dayung serta becak mesin.

Jika menggunakan becak mesin, dibutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk mencapai lokasi. Ongkos yang dikeluarkan dengan menaiki becak mesin adalah sekitar Rp 6000 – Rp 8000, tergantung tawar-menawar dengan tukang becak. Dari Pasar 1, maka becak akan jalan terus dan kemudian belok kanan. Setelah belok kanan, becak melaju terus dan kemudian akan belok kiri dan memasuki Jalan Berdikari. Di sepanjang jalan Berdikari, jalan yang dilalui sudah diaspal namun ada beberapa lubang. Di kiri dan kanan jalan akan terlihat rumah penduduk dan rumah kost-kostan mahasiswa. Setelah itu, akan ada belokan sebelah kanan. Belokan ini sudah memasuki areal Kampung Susuk yaitu tembus ke Susuk 2 (dua). Jalan yang dilalui dari Susuk 2 ini bisa dikatakan buruk karena jalannya

(3)

belum diaspal dan banyak terdapat lobang. Jalan tersebut akan lebih parah lagi jika dimusim hujan. Jalan-jalan yang dilalui sangat becek dan licin. Hal ini menyebabkan setiap kenderaan harus berhati-hati melewati jalan tersebut. Akan tetapi, jalan tersebut telah diperbaiki dan diaspal pada tahun 2010. Di kiri dan kanan sepanjang jalan Susuk 2 akan terlihat rumah–rumah penduduk yang lumayan mewah dan kost-kostan mahasiswa. Di ujung Susuk 2 kemudian belok kiri dan jalan terus kira-kira 5 menit lagi hingga tiba di areal persawahan Kampung Susuk.

Jalur kedua yaitu melalui Simpang Sumber-Padang Bulan. Dari Simpang Sumber menuju lokasi penelitian juga hanya bisa dilalui oleh kendaraan motor dan becak dayung serta becak mesin. Jarak dari Simpang Sumber ke Kampung Susuk yaitu sekitar 700 meter dan jikalau naik becak mesin hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit. Ongkos yang dikeluarkan adalah sekitar Rp 5000-Rp 8000. Dari Simpang Sumber, becak yang dinaiki melaju terus dan belok kiri melewati Kampus Fakultas Hukum, kemudian belok kanan dan melewati Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan Fakultas Pertanian. Setelah itu, kemudian becak belok kanan memasuki terusan jalur Pintu 4 USU dan kemudian belok kiri yang pada akhirnya akan memasuki tembok Kampung Susuk. Dari Tembok ini (Susuk 1), becak melaju terus sekitar 6 menit lagi dan kemudian akan tiba di areal pertanian Kampung Susuk.

Jalur ketiga yaitu melalui Pintu 4 Universitas Sumatera Utara. Dari Pintu 4 ini pun tidak ada angkutan umum masuk menuju Kampung Susuk, hanya dengan menggunakan kendaraan pribadi dan becak dayung serta becak mesin. Jarak dari Pintu 4 USU menuju areal pertanian Kampung Susuk adalah sekitar 500 meter

(4)

dan hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit jika menaiki becak mesin. Ongkos yang dikeluarkan adalah sekitar Rp 5000 - Rp 7000. Dari Pintu 4 USU jalannya hanya lurus saja dan di sepanjang jalan akan melewati kampus Politeknik Negeri Medan dan Hutan Tridarma USU kemudian belok ke kanan dan memasuki Tembok Kampung Susuk dan melaju terus hingga tiba di persawahan Kampung Susuk.

Jalur keempat yaitu melalui Jalan Dr. Mansur. Di jalan Dr. Mansur tersebut ada sebuah jembatan dan di seberangnya adalah Jalan Pembangunan. Dari simpang Jalan Pembangunan tersebut juga tidak ada angkutan umum menuju Kampung Susuk. Lokasi bisa dicapai dengan menggunakan kenderaan pribadi dan becak dayung serta becak mesin. Jarak dari Simpang Jalan Pembangunan menuju Kampung Susuk adalah sekitar 400 meter dan hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit jika menggunakan becak mesin. Ongkos yang dikeluarkan adalah sekitar Rp 4000 – Rp 7000. Tidak terlalu sulit untuk mencari becak dari jalur ini karena di simpang Jalan Pembangunan banyak tukang becak yang mangkal mencari sewa. Jalan melalui jalur ini bisa dikatakan bagus dan sudah diaspal dan jarang terdapat lobang. Di sepanjang Jalan Pembangunan di sebelah kiri dan kanan jalan adalah rumah penduduk dan kost-kostan mahasiswa. Dari simpang Jalan Pembangunan jalannya hanya lurus dan akan tembus ke seberang simpang Susuk 2 dan kemudian becak belok kanan dan melaju terus sekitar 5 menit lagi dan akan tiba di areal persawahan Kampung Susuk.

Jalur kelima adalah melalui Pintu 3 USU. Di sebelah Pintu 3 USU terdapat Bank SUMUT. Kenderaan menuju Kampung Susuk melalui jalur ini juga hanya

(5)

sekitar 600 meter dan membutuhkan waktu sekitar 15 menit dengan menggunakan becak mesin. Ongkos yang dikeluarkan adalah sekitar Rp 5000 – Rp 7000. Dari Pintu 3, becak melaju lurus dan akan melewati Kampus Politeknik Negeri Medan, Fakultas Teknik–USU, kemudian belok kanan melewati Fakultas MIPA–USU dan lurus masuk ke Tembok Kampung Susuk dan terus menuju persawahan Kampung Susuk.

Jalur keenam adalah melalui Pintu 1 USU. Dari Pintu 1 ini juga hanya menggunakan kendaraan pribadi dan becak untuk mencapai Kampung Susuk. Jarak dari Pintu 1 USU ke Kampung Susuk adalah sekitar 750 meter dan membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk mencapai lokasi dengan menggunkan becak mesin. Ongkos yang dikeluarkan sekitar Rp. 5000 – Rp. 7000. Dari Pintu 1 ini akan melewati Bank Mandiri dan Gelanggang Mahasiswa USU kemudian melaju lurus. Jalan yang dilalui berikutnya sama dengan jalan yang dilalui ketika melewati jalur dari Sumber.

Jalur terakhir adalah melalui Pasar 1 Kelurahan Tanjung Sari. Dari simpang Pasar 1 ini juga hanya menggunakan kendaraan pribadi dan becak untuk mencapai Kampung Susuk. Jarak dari Pasar 1 ke areal persawahan yaitu sekitar 300 meter. Dari Simpang Pasar 1 ini hanya melaju lurus sekitar 8 menit dengan menggunakan becak mesin dan akan segera tiba di areal persawahan. Ongkos yang dikeluarkan adalah sekitar Rp. 4000 – Rp. 6000. Di sepanjang jalan melalui jalur ini akan terlihat adanya beberapa kompleks perumahan yang sedang dalam proses pembangunan. Kompleks tersebut berada di dekat areal persawahan.

(6)

Semua jalur menuju Kampung Susuk tersebut dapat diakses selama 24 jam. Awal perjalanan melalui jalur Sumber, Pintu 1,3 dan 4 USU, Pasar 1 Padang Bulan dan Jalan Pembangunan jalan yang dilalui dapat dikatakan baik karena sudah diaspal dan tidak terlalu banyak terdapat lubang. Namun, ketika sudah memasuki Kampung Susuk, yaitu Susuk 6 (enam) mendekati areal persawahan hingga tembus ke Pasar 1 Tanjung Sari, jalan yang dilalui sangat buruk. Jalan tersebut telah diaspal namun banyak terdapat lubang. Hal tersebut menyebabkan setiap kenderaan khususnya becak dan motor harus berhati-hati melalui jalan tersebut karena banyak kenderaan pribadi yang melintasi jalan tersebut khususnya pukul 08.00 WIB-10.00 WIB dan pukul 17.00 WIB-18.30 WIB. Pada saat musim hujan, jalan dari Susuk 6 sangat becek sedangkan jika musim kemarau, jalan tersebut sangat berdebu.

Sawah Kampung Susuk terbentang mulai dari Susuk 7 hingga mendekati Pasar 1 Tanjung Sari. Bentangan sawah tersebut tidak terlalu luas hanya 60 Ha. Pada pinggir jalan di sekitar sawah tersebut terdapat gubuk-gubuk milik petani. Gubuk-gubuk ini sering digunakan oleh orang yang melewati Kampung Susuk (Jalan Abdul Hakim) sebagai tempat persinggahan sambil menatap sawah bahkan ada yang memang sengaja datang ke gubuk sawah tersebut untuk duduk-duduk Namun, di sekitar bentangan sawah tersebut sudah banyak terlihat bangunan kompleks perumahan mewah yang sedang dikerjakan bahkan tampak beberapa lahan sawah yang baru ditimbun untuk dibangun.

(7)

2.3 Kondisi Pertanian di Kampung Susuk

Jenis sawah yang dikelola oleh petani di Kampung Susuk adalah sawah tadah hujan. Hal ini berarti bahwa sumber pengairan sawah hanya diperoleh dari air hujan. Petani benar-benar tergantung kepada datangnya hujan untuk menentukan masa tanam. Di Susuk 8 terdapat sebuah sungai kecil yaitu aliran air dari Sungai Sei-Semayam, namun sungai tersebut juga hanya mengalir jika dimusim hujan. Jikalau musim kemarau, sungai tersebut juga akan kering. Sungai kecil tersebut hanya bisa dipergunakan oleh petani yang lahannya berada di dekat sungai tersebut. Sekalipun demikian, petani tetap melakukan masa tanam dua kali dalam setahun yaitu setiap bulan Mei dan bulan Oktober. Petani belum pernah mengalami keterlamabatan masa tanam yang terlalu lama. Kalaupun terjadi perubahan masa tanam biasanya tidak terlalu jauh berbeda dengan masa tanam seperti biasanya.

Seiring dengan berkembangnya pembangunan pemukiman di Kampung Susuk terkhusus pembangunan kompleks perumahan, luas lahan pertanian semakin lama semakin menyempit. Hal ini juga menyebabkan semakin sedikit jumlah petani di Kampung Susuk karena tidak memiliki lahan lagi untuk dikelola. Daftar petani di Kampung Susuk dapat dilihat dari tabel lampiran.

Jenis tanaman yang ditanam di sawah petani adalah padi. Sekitar 15 tahun yang lalu, petani pernah mencoba menanam palawija setelah panen untuk mengisi kekosongan lahan sampai tiba masa tanam padi berikutnya. Namun ternyata tanaman tersebut kurang berhasil. Menurut petani, jenis tanah dan cuaca kurang mendukung untuk menanam palawija di lahan tersebut. Sejak saat itu, petani

(8)

hanya menggunakan lahan ini untuk menanam padi. Namun, adakalanya petani menanam sayur sawi, kacang kedelai, kacang hijau dan kacang tanah di pinggiran jalan Kampung Susuk dekat lahan mereka. Umumnya tanaman tersebut tidak terlalu banyak dan hanya mereka manfaatkan untuk dikonsumsi keluarga.

Sejak awal bertani, petani hanya bisa memanen padi satu kali dalam setahun. Pada saat itu petani menanam jenis padi pulo. Pada saat itu tidak terlalu banyak masalah yang dihadapi petani termasuk daiantararnya masalah hama dan penyakit padi. Namun, setelah tahun 1980 petani mulai panen dua kali dalam setahun. Hal ini disebabkan karena petani sudah mulai mengganti jenis bibit mereka dengan bibit padi IR 64. Sejak tahun tersebutlah hama mulai banyak dihadapi para petani padi.

Berdasarkan data dari lampiran dapat dilihat bahwa rata-rata petani bertempat tinggal di Susuk 5 (lima) yaitu sebanyak 26 petani. Pada tahun 2008 saat data tersebut di buat, semua petani yang tertera masih mengelola lahan pertanian. Namun pada saat melakukan wawancara dengan ketua Kelompok Tani, didapati data bahwa petani yang masih terus bertani hanya tinggal 57 petani. Hal ini disebabkan karena lahan milik 22 petani lagi sudah ditimbun untuk dijadikan bangunan kompleks perumahan.

Hampir semua petani yang bertani di Kampung Susuk merupakan petani penyewa. Dari data di atas, hanya 2 (dua) orang petani yang mengelola lahan sendiri yaitu : Jenda Ngenda dan Prorama Ginting. Selebihnya, lahan yang dikelola petani bukanlah milik sendiri melainkan disewa dari PT IRA (BUMI MANSUR) dan pemilik yang lainnya. Pada umumnya lahan yang dikelola petani

(9)

tidak terlalu luas. Rata-rata petani hanya mengelola sawah seluas 0,76 Ha. Sistem sewa lahan di Kampung Susuk yaitu setiap kali panen petani harus membayar 10 kaleng padi per seribu meter tanah dan biasanya 10 kaleng padi tersebut dibayar dalam bentuk uang. Namun demikian, adakalanya biaya sewa lahan disesuaikan dengan kondisi hasil panen petani. Jika hasil penen petani tidak terlalu bagus (gagal panen), maka pihak penyewa tanah memberikan keringanan kepada petani.

2.4 Sejarah Kampung Susuk

Kampung Susuk berasal dari kata “susuk” yang diambil dari nama kampung asal penduduk Kampung Susuk yaitu Kampung Susuk Gunung. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk tetap mengingat kampung asal. Kampung Susuk merupakan salah satu kampung yang berada di Lingkungan IX, Kelurahan Padang Bulan Selayang I, Kecamatan Medan Selayang.

Batas-batas administrasi Kampung Susuk adalah : Utara : Jalan Abdul Hakim (Tanjung Sari) Timur : Universitas Sumatera Utara Selatan : Jalan Berdikari

Barat : Sei. Selayang

Topografi Kampung Susuk berupa dataran dengan curah hujan antara Bulan Juli-Desember. Sedangkan musim kemarau terjadi antara Januari-Maret. Luas Kampung Susuk adalah 80.000m 2 . Kampung Susuk terdiri dari 13 bagian yaitu Susuk 1 sampai dengan Susuk 13. Berdasarkan batas administrasi, awalnya Kampung Susuk berada di Kabupaten Deli Serdang. Oleh karena adanya pemekaran wilayah pada tahun 1974, Kampung Susuk masuk ke dalam batas administrasi Kotamadya Medan. Pemerintah menganjurkan agar setiap daerah

(10)

memiliki nama dan jalan. Oleh karena itu, masyarakat Kampung Susuk memberikan nama “susuk” pada nama jalan dan gang dengan tujuan agar tetap menjaga keaslian nama kampung mereka. Selain itu, berdasarkan administrasi pemerintahan Jalan Abdul Hakim dianggap sama dengan Jalan Susuk Raya.

Areal Universitas Sumatera Utara pada awalnya merupakan areal milik penduduk asli Kampung Susuk. Panglima Jamin Ginting mengadakan musyawarah bersama penduduk dengan tujuan untuk membangun “rumah sekolah” (USU). Apabila tidak terjadi kesepakatan antara Panglima Jamin Ginting dan penduduk maka kemungkinan pembangunan rumah sekolah akan dialihkan ke Padang (Sumatera Barat). Berdasarkan kesepakatan bersama maka masyarakat mendapatkan ganti rugi sebesar dua rupiah lima puluh sen per meter tanah dan hunian (penampungan) untuk masyarakat kampung Susuk yang terletak di Pasar 2 seluas (20 x 23) m 2 . Latar belakang Panglima Jamin Ginting mendirikan rumah sekolah di Kampung Susuk adalah dengan tujuan untuk mempermudah akses pendidikan bagi anak-anak penduduk di Kampung Susuk.

Kampung Susuk berdiri pada tahun 1950 yang diawali dengan kedatangan 50 kepala keluarga (KK) yang berasal Kampung Susuk Gunung, Tanah Karo. Hal yang melatarbelakangi KK-KK ini adalah adanya penyempitan lahan pertanian di Kampung Susuk Gunung akibat pembagian tanah di lingkungan keluarga. Kepala-kepala keluarga terdiri dari kumpulan “Silima Marga” yaitu Marga Karo-karo, Perangin-angin, Ginting, Tarigan dan Sembiring.

Sebagian dari kepala-kepala keluarga tersebut melakukan peninjauan lokasi ke Kampung Susuk dengan tujuan mencari tanah garapan untuk diolah menjadi lahan pertanian. Pada awalnya Kampung Susuk merupakan lahan

(11)

perkebunan tembakau jajahan Belanda. Namun ketika KK melakukan peninjauan lahan tersebut telah menjadi lahan terlantar yang ditumbuhi semak dan ilalang. Selanjutnya dilakukan musyarawah bersama KK yang lain di Kampung Susuk Gunung Tanah Karo. Berdasarkan hasil musyawarah bersama 50 KK tersebut di Kampung Susuk Gunung, maka diputuskan untuk menggarap tanah di Kampung Susuk dengan berbekal ongkos dan beras 4 kg/KK.

Lima puluh KK tersebut memutuskan untuk membangun sebuah Rumah Panjang yang berfungsi sebagai tempat tinggal sementara. Setelah itu 50 KK tersebut melakukan pembagian tanah seluas 80 ha dengan rincian 6.000m2 (120x50) m per KK dan dibangun gubuk pada patok yang telah ditentukan untuk menjadi milik masing-masing KK. Oleh karena telah ada pembagian tanah dan pembangunan gubuk pada masing-masing lahan KK maka Rumah Panjang dibongkar. Gubuk inilah yang menjadi tempat tinggal masing-masing KK.

Masing-masing KK membawa anggota keluarganya dari Kampung Susuk Gunung ke Kampung Susuk. Ada beberapa KK yang tidak dapat bertahan tinggal di Kampung Susuk karena tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup dan memutuskan kembali ke Kampung Susuk Gunung.

2.5 Sejarah Pertanian Kampung Susuk

Berdasarkan pembagian tanah yang telah dilakukan oleh 50 KK maka kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah pengolahan tanah menjadi lahan persawahan (tingkat penyerapan air yang tinggi), topografinya datar dan berada di daerah aliran sungai. Faktor-faktor yang mendukung areal Kampung Susuk menjadi lahan persawahan diantaranya adalah bulan basah yang lebih banyak

(12)

dibandingkan bulan kering, kondisi tanah yang lembab Tahun 1950-1952 pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan sistem manual (tenaga manusia) dan jenis tanaman berupa padi darat. Tahun 1953-1968 pengolahan sawah sudah dibantu dengan irigasi (tali air) dan membajak menggunakan tenaga hewan (sapi). Irigasi ini berasal dari sungai Bekala yang berada di Simpang Kuala. Namun, pada tahun 1968, ditemukan adanya ledakan yang menyebabkan pecahnya areal pembuangan. Masyarakat mengantisipasi kebocoran tersebut dengan membuat “rocok” atau patok dan penimbunan dengan tanah. Akan tetapi, hal ini tidak bertahan lama karena adanya peluapan air sungai dan menghanyutkan patok dan timbunan tanah. Tahun 1970 pemerintah kota Medan tidak menghendaki adanya areal persawahan sehingga masyarakat mengubah sistem pertanian menjadi sawah tadah hujan. Masing-masing KK membentuk cetakan sawah berupa galangan-galangan sawah dengan tujuan untuk menutupi parit-parit aliran air yang dahulu digunakan pada areal perkebunan tembakau.

Jenis padi yang digunakan adalah padi lokal yaitu “padi anak bado” dan “padi simbo”. Petani Kampung Susuk dahulu menggunakan sistem gotong-royong yang dinamakan “aron” dengan jumlah anggota 8-10 orang per kelompok gotong royong. Seiring dengan perkembangan zaman terjadi pengalihan fungsi lahan menjadi lahan pemukiman dan perkebunan sawit di sekitar persawahan. Hal ini berdampak terhadap hasil pertanian sawah petani karena adanya hama pengganggu yaitu tikus yang berasal dari areal perkebunan sawit.

Selain varietas tanaman padi, masyarakat Kampung Susuk juga pernah mencoba menanam tanaman palawija berupa kacang hijau, kacang tanah, akcang kedelai, dan jagung. Namun, kondisi tanah yang lembab (tingkat penyerapan air

(13)

tinggi) menyebabkan jenis-jenis tanaman ini tidak dapat hidup di lahan tersebut. Hal ini disebabkan karena tingkat penyerapan air yang tinggi oleh tanah sehingga terjadi pembusukan akar.

2.6 Keadaan Umum Penduduk

2.6.1 Kependudukan

Jumlah penduduk Kampung Susuk (Lingkungan IX) ± 1.000 jiwa, dengan persentase ±300 jiwa penduduk tetap dan ±700 jiwa mahasiswa. Penduduk Kampung Susuk terdiri dari suku asli yaitu Batak Karo dan suku pendatang yang terdiri dari suku Nias, Batak Toba yang berasal dari Tapanuli (merupakan suku yang paling dominan). Jumlah penduduk suku asli ±80 KK, dan sisanya ± Suku Nias mulai ada di Kampung Susuk sejak ±10 tahun yang lalu. Persebaran penduduk asli didominasi di Susuk 4 dan Susuk 5. Persebaran suku Nias terdapat di Susuk 2, 3 dan 6 dengan membangun perumahan kecil mengelompok, sedangkan suku minoritas lainnya berada di sela-sela perumahan suku asli/Karo. Hubungan sosial antar suku terjalin dengan baik, tidak terdapat konflik.

Penduduk pendatang yakni mahasiswa di Kampung Susuk didominasi oleh suku Batak Toba dan selebihnya terdiri dari suku Karo, Simalungun, Nias, Mandailing dan Jawa. Hal yang melatarbelakangi mahasiswa memilih tempat tinggal di Kampung Susuk karena memiliki akses yang dekat dengan Universitas Sumatera Utara. Hubungan sosial antara penduduk setempat dengan mahasiswa terjalin dengan baik.

(14)

2.6.2 Mata Pencaharian

Penduduk Kampung Susuk pada umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Namun, seiring perkembangan zaman mata pencaharian penduduk mulai beragam diantaranya berdagang, pegawai kantoran, buruh dan tukang becak.

Keberadaan anak kost yang tinggal di Kampung Susuk membawa dampak yang positif, salah satunya adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar kampung. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah bangunan yang dimanfaatkan sebagai tempat tinggal mahasiswa. Lokasi Kampung Susuk yang sangat strategis membuat warga-warga pendatang membuka usaha dengan menjual berbagai macam paganan (warung nasi). Warung-warung nasi tersebut hampir dapat ditemui disetiap gang Kampung Susuk. Warga-warga tersebut menyewa bangunan yang dimanfaatkan sebagai warung nasi tersebut.

Bertani merupakan pekerjaan sampingan warga Kampung Susuk. Sebagian besar yang berprofesi sebagai petani tersebut adalah kaum wanita (istri). Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menambah penghasilan keluarga. Sedangkan kaum lelaki (suami) memiliki pekerjaan lain yaitu menarik becak, buruh bangunan, wirausaha, dan lain-lain.

Kegiatan bertani di sawah dimulai dari pagi hari hingga sore hari dengan membawa bekal makanan untuk bekal makan siang. Namun, kebanyakan petani umumnya pulang ke rumah pada siang hari karena jarak sawah ke rumah mereka tidak terlalu jauh. Hasil pertanian dari kegiatan bertani digunakan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian keluarga dan bukan merupakan mata

(15)

pencaharian pokok. Oleh karena itu, para petani di Kampung Susuk telah memiliki kesiapan apabila suatu saat lahan yang dikelola diambil alih oleh pemilik tanah dengan beberapa tujuan diantaranya pembangunan perumahan, jalan dan fasilitas lainnya.

Adapun bentuk mata pencaharian lainnya adalah wirausaha yaitu warung dan toko. Pemilik warung-warung tersebut adalah penduduk setempat yang bersuku Karo dan biasanya menjual kebutuhan sehari-hari. Oleh karena keberadaan mahasiswa di daerah ini, maka bentuk usaha yang mendominasi diantaranya terdiri dari toko alat-alat tulis, warung internet, fotokopi, warung nasi dan warung yang menyediakan bahan mentah kebutuhan sehari-hari.

2.6.3 Agama

Agama yang menjadi mayoritas di Kampung Susuk adalah agama Kristen Protestan dengan persentase sekitar ± 80%. Selain itu, terdapat pula agama Katholik dan agama Islam (± 20%). Agama Kristen Protestan beribadah di gereja yakni Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) yang terletak di Susuk 3 dan adapula yang beragama kharismatik. Umat Katholik beribadah di Gereja St. Yoseph di Jalan Dr. Mansyur. Sedangkan umat Islam beribadah di mesjid terdekat yakni di Susuk 6.

Adapun mahasiswa dan masyarakat pendatang beribadah bersama penduduk setempat di gereja sesuai keyakinan masing-masing. Kerukunan dan hubungan sosial antar umat beragama terjalin dengan baik dan tidak pernah terjadi konflik.

(16)

2.6.4 Fasilitas Umum

Kampung Susuk belum memiliki fasilitas umum yang memadai. Hal ini disebabkan karena Kampung Susuk hanya merupakan sebuah lingkungan yang tidak terlalu luas hanya 80 Ha. Adapun sarana yang telah ada diantaranya yaitu satu gereja tempat ibadah masyarakat Karo yang beragama Kristen yaitu gereja GBKP (Gereja Batak Karo Protestan) yang terletak di Susuk 3 (tiga), satu unit mesjid yang terletak di Susuk 6 (enam), satu unit klinik bidan yang terletak di Susuk 4 (empat) dan lapangan futsal yang terletak di Susuk 7 (tujuh). Fasilitas-fasilitas lainnya yang dibutuhkan masyarakat dapat diperoleh di luar Kampung Susuk yang letaknya masih mudah dijangkau dan tidak terlalu jauh, misalnya sarana sekolah, puskemas, rumah sakit dan lain-lain.

Lapangan futsal Kampung Susuk berdiri pada tahun 2009. Lapangan ini didirikan oleh orang Cina namun menggunakan lahan Kampung Susuk. Lapangan futsal ini terdiri dari 4 lapangan dan selalu dikunjungi oleh banyak orang. Orang yang hendak memakai lapangan tersebut harus membayar sewa. Sewa lapangan pada pagi, siang dan malam hari berbeda-beda. Pada pagi hari (pukul 08.00 WIB-12.00 WIB) biaya sewanya adalah Rp 75.000 per jam. Pada siang hari (pukul 13.00 WIB-18.00 WIB) biaya sewanya adalah Rp 120.000 per jam. Pada malam hari (pukul 18.00 WIB-22.00 WIB) biaya sewanya adalah Rp 150.000 per jam.

2.6.5 Akses Informasi

Akses informasi di Kampung Susuk sudah tergolong memadai. Setiap kepala keluarga telah memiliki televisi (TV) dan radio di rumahnya masing-masing. Televisi di daerah ini tidak perlu menggunakan parabola karena semua

(17)

siaran dapat diterima. Siaran radio juga banyak yang diterima di daerah ini dan sangat bermanfaat bagi masyarakat untuk mengikuti perkembangan dunia informasi yang terjadi.

Selain itu, sumber informasi yang juga dapat dirasakan warga adalah berupa alat komunikasi Handphone (HP). Beberapa operator yang dapat dijangkau misalnya Telkomsel, Indosat, Smart dan lain-lain. Akses internet juga terdapat di daerah ini. Akses ini dapat dijangkau oleh semua warga dan dari semua umur mulai dari orangtua, remaja dan anak-anak.

2.6.6 Kegiatan sosial masyarakat

Walaupun lingkungan Kampung Susuk tidak terlalu luas, namun masyarakat di daerah ini memiliki beberapa organisasi kemasyarakatan baik di bidang keagamaan maupun di bidang pertanian. Organisasi tersebut sampai saat ini masih terus dilaksanakan dan berjalan dengan baik.

a. Organisasi di bidang keagamaan

Banyak kegiatan di bidang keagamaan yang terdapat Kampung Susuk, diantaranya kegiatan yang berasal dari gereja maupun kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh para anak kost yang beragama Kristen. Hal ini disebabkan karena umumnya penduduk Kampung Susuk mayoritas beragama Kristen.

b. Organisasi keagamaan yang berasal dari gereja

Kegiatan keagamaan yang berasal dari gereja meliputi kegiatan remaja, kegitan para kaum ibu dan kegiatan para kaum bapak. Kegiatan untuk remaja disebut dengan PERMATA (Persadaan Anak Gerejanta) yaitu perkumpulan anak

(18)

gereja. Permata biasanya mengadakan pertemuan sekaligus ibadah setiap hari Jum’at pukul 19.30 WIB yang diadakan di rumah penduduk secara berganti-gantian. Umumnya dalam setiap acara adat di Kampung Susuk baik acara adat pernikahan maupun kematian, PERMATA selalu turut ambil bagian dalam membantu kegiatan tersebut.

Perkumpulan orang tua meliputi PJJ (Perpulungan Jabu-Jabu) yaitu perkumpulan jemaat gereja Kampung Susuk yang diadakan setiap hari Selasa pukul 20.00 WIB dan diadakan di rumah penduduk secara bergantian. Perkumpulan orang tua ini dispesifikasikan lagi menjadi 2 (dua) yaitu Moria dan

Mamre. Moria merupakan perkumpulan ibu-ibu yang diadakan setiap hari

Minggu pukul 19.30 WIB sedangkan Mamre merupakan perkumpulan bapak-bapak yang diadakan setiap hari Rabu pukul 20.00 WIB.

c. Kegiatan keagamaan yang dilakukan anak kost Kampung Susuk

Anak kost yang beragama kristen yang tinggal di Kampung Susuk memiliki suatu perkumpulan yaitu KMKS (Kebaktian Muda-Mudi Kampung Susuk). Umumnya mereka adalah mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah dan berbagai gereja. KMKS ini sangat aktif dalam melakukan kegiatan ibadah. Ibadah kebaktiannya dilakukan setiap hari Minggu pukul 19.30 di rumah penduduk secara bergantian dan biasanya dihadiri oleh anak kost sebanyak 150 orang. KMKS ini juga sangat didukung oleh penduduk setempat karena menurut penduduk, KMKS ini memiliki peran dan dampak yang sangat baik dalam perkembangan keagamaan di Kampung Susuk. KMKS juga menjalin hubungan yang baik terhadap pemuda dan orang tua setempat.

(19)

d. Organisasi di bidang pertanian

Organisasi pertanian/Kelompok Tani pertama kali dibentuk pada tahun 1975. Organisasi ini didirikan oleh walikota di bawah Dinas Pertanian Tingkat I dan II. Adapun kegiatan yang dilakukan berupa kelompok tani nelayan, kelompok tani unggas, kelompok tani hewan dan kelompok tani pangan. Pada tahun 1976 juga dibentuk koperasi masyarakat dengan nama “Loh Ji Nawi”. Namun tidak berfungsi dengan baik karena saham dari anggota tidak berjalan, kurangnya keterlibatan anggota yang dilihat dari kurangnya partisipasi dalam rapat-rapat yang diadakan oleh pengurus koperasi. Kegiatan dari koperasi ini meliputi penerapan tanggal pembibitan dan penanaman secara serentak.

Petani di Kampung Susuk memiliki suatu perkumpulan yaitu Kelompok Tani Harapan yang diketuai oleh Bapak Purba hingga tahun 1997. Kemudian kelompok tani ini berganti nama menjadi Kelompok Tani Mulia dan diketuai oleh Ibu Sabarmin Bangun. Namun pada saat ini kelompok tani ini kurang berjalan dengan baik. Ketua kelompok tani selalu aktif mendata setiap perubahan luas lahan, jenis tanaman pada petani dan setiap kebutuhan akan pupuk yang nantinya akan dibuat dalam Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).

Praktek Penyuluh Lapangan (PPL) bersama dengan Ketua Kelompok Tani bekerjasama dan sejalan untuk membantu petani untuk memberikan penyuluhan-penyuluhan pertanian kepada masyarakat Kampung Susuk. Adapun kegiatan PPL adalah meninjau kegiatan bertani secara langsung ke persawahan dan membicarakan tentang gangguan dan serangan hama serta gangguan-gangguan pertanian lainnya. Setelah itu, PPL akan memberikan penyuluhan untuk

(20)

membantu masyarakat dalam mengatasi gangguan-gangguan tersebut. Namun, kegiatan PPL saat ini tidak semaksimal dahulu karena kegiatan penyuluhan dan peninjauan secara langsung ke lapangan tidak lagi dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Melalui institusi pendidikan, pemahaman tentang gizi seimbang diharapkan lebih efektif sehingga akan meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi seimbang

Begitu juga yang dijelaskan dalam Komplasi Hukum Islam pasal 225 bahwa harta benda wakaf yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan, akan tetapi dari

Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi etilen dan trigger time berpengaruh sangat nyata terhadap derajat warna kuning (b*) kulit jeruk keprok madu

Pengaruh Pengalaman Audit Terhadap Pertimbangan Auditor Dengan Kredibilitas Klien Sebagai Variabel Moderating (Survey Empiris Auditor Yang Bekerja Pada Kantor

18 proses kunci pemberian informasi efektivitas relevansi 19 proses kunci kerja sama pimpinan jurusan produktivita s relevansi 20 proses kunci waktu mengajar dosen

Dengan generasi kromosom yang lebih baik selama proses dijalankan (dengan nilai fitness yang lebih tinggi) maka solusi optimal dapat diperoleh dari generasi

Pada Gambar 3.5 dijelaskan proses untuk menghitung distance dalam bentuk diagram alir... Gambar 3.5 Diagram Alir

Penggunaan peralatan RHVAC yang lebih besar telah menciptakan tekanan signifikan pada sistem tenaga dan meningkatkan permintaan listrik puncak, terutama di negara-negara bersuhu