• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALYSIS OF ABILITY OF TOILET TRAINING IN PRESCHOOLS CHILDREN AT EARLY CHILDHOOD EDUCATION DARUSSALAM PUNDUNGAN JUWIRING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALYSIS OF ABILITY OF TOILET TRAINING IN PRESCHOOLS CHILDREN AT EARLY CHILDHOOD EDUCATION DARUSSALAM PUNDUNGAN JUWIRING"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ANALYSIS OF ABILITY OF TOILET TRAINING

IN PRESCHOOLS CHILDREN AT EARLY CHILDHOOD EDUCATION DARUSSALAM PUNDUNGAN JUWIRING

Witriyani dzaky_nabil@ymail.com

ABSTRACT

Background: Growth and development in a child normally does not equal between children who are one with

the other. Parents can provide stimulation to the child at the time of gold because it will be more optimal. Trained in hygiene themselves such as urination and defecation in place is very important to be taught. Toilet training can generally be implemented on every child who has already entered the phase of independence in children and can be implemented early to rehearse response to ability to defecate and small.

The purpose of the research: Analyze the ability of Toilet Training in children in early childhood education Darussalam Pundungan Juwiring.

Research methods: This research is descriptive research through the approach of cross sectional with respondent as much as 80 children. Research done by observations indirectly using questionnaires shaped check list which will be filled by the respondent.

Research results: Toilet training abilities in children in early childhood education Pundungan Darussalam Juwiring that high as much as 58.75 (47%), with the capability of being as much as 33 children (41.25%) and no child is capable of is low.

Conclusion: Analysis of abilities of toilet training in preschools children at early childhood education Darussalam

Pundungan Juwiring that is children who have the ability in toilet training as many as 80 children (100%) and in general all children have the ability in toilet training.

(2)

PENDAHULUAN

Toilet training merupakan salah satu tugas dari perkembangan anak pada usia toddler. Pada tahapan usia 1–3 tahun atau yang disebut dengan usia toddler, kemampuan sfingter uretra yang berfungsi untuk mengontrol rasa ingin defekasi dan rasa ingin berkemih mulai berkembang, dengan bertambahnya usia, kedua sfingter tersebut semakin mampu mengontrol rasa ingin berkemih dan rasa ingin defekasi. Kemampuan anak untuk buang air besar (BAB) biasanya lebih awal sebelum kemampuan buang air kecil (BAK) karena keteraturan yang lebih besar, sensasi yang lebih kuat untuk BAB daripada BAK, dan sensasi BAB lebih mudah dirasakan anak (Hockenbery, Wilson, & Wong, 2012).

Latihan BAB atau BAK pada anak sangat membutuhkan persiapan bagi ibu, yaitu baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Melalui persiapan-persiapan

tersebut, anak diharapkan dapat

mengontrol kemampuan BAB atau BAK secara mandiri. Suksesnya toilet training tergantung pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga terutama ibu, seperti kesiapan fisik yaitu kemampuan anak sudah kuat dan mampu. Demikian juga dengan kesiapan psikologis yaitu setiap anak membutuhkan suasana yang nyaman dan aman agar anak mampu mengontrol dan konsentrasi dalam merangsang untuk BAB atau BAK. Persiapan intelektual juga dapat membantu anak dalam proses BAB

atau BAK. Kesiapan tersebut akan menjadikan diri anak selalu mempunyai kemandirian dalam mengontrol khususnya dalam hal BAB atau BAK (Hidayat, 2005). Pertumbuhan dan perkembangan pada anak secara normal tidak sama antara anak yang satu dengan yang lain. Orang tua dapat memberi stimulasi kepada anak pada masa emas karena akan lebih optimal. Melatih dalam kebersihan diri seperti buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya sangat penting diajarkan (Septiari, 2012). Toilet training secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak

yang sudah mulai memasuki fase

kemandirian pada anak dan dapat dilaksanakan sejak dini untuk melatih respon terhadap kemampuan untuk buang air besar dan kecil (Hidayat, 2005).

Anak-anak belajar untuk tidak mengompol di siang hari pada usia 2 tahun dan di malam hari pada usia 3 tahun. Pada usia 4 tahun, 75 % anak tidak buang air kecil di celana pada siang dan malam hari. Anak laki-laki lebih lambat memiliki kontrol mikturisi. Pada usia 5 tahun, lebih dari 10% anak buang air kecil di tempat tidur minimal sekali seminggu. Usia 15 tahun, sekitar 1% anak masih tetap buang air kecil di tempat tidur (Meadow, 2003).

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melihat gambaran fenomena yang

(3)

terjadi di dalam suatu populasi tertentu (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengalisis kemampuan toilet training pada anak di PAUD

Darussalam Pundungan Juwiring.

Penelitian dilakukan dengan pengamatan secara tidak langsung menggunakan kuesioner berbentuk check list yang akan diisi oleh responden.

Desain penelitian ini adalah penelitian Cross Sectional yaitu suatu penelitian dengan cara observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat atau waktu yang sama (Notoatmodjo, 2012).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa yang ada di PAUD Darussalam Pundungan Juwiring yaitu berjumlah 85 siswa. Sampel dalam penelitian ini adalah anak yang berusia 3-6 tahun di PAUD Darussalam Pundungan Juwiring. Sampel dalam penelitian ini diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi untuk meminimalkan adanya bias penelitian.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Anak dengan usia 3-6 tahun.

b. Anak yang diasuh oleh orang tua (ibu) sendiri.

c. Anak yang bersekolah di PAUD Darussalam pundungan Juwiring

d. Anak yang mempunyai orang tua (ibu) yang mampu baca tulis.

e. Bersedia menjadi responden.

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Anak yang menderita sakit pada saluran kemih dan saluran buang air besar. b. Anak yang tidak aktif mengikuti

pembelajaran di PAUD Darussalam Pundungan Juwiring

c. Anak tidak masuk sekolah saat penelitian dilakukan.

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang toilet training dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh ibu dari responden. Analisa data yang digunakan adalah analisis univariate dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi.

HASIL PENELITIAN

Waktu penelitian ini dilaksanakan

pada bulan Mei 2017 di PAUD

Darussalam Pundungan Juwiring. 1. Gambaran umum lokasi penelitian

Lokasi PAUD Darussalam

terletak di desa Pundungan, kecamatan Juwiring dengan batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan desa Tlobong kecamatan Delanggu, sebelah selatan berbatasan dengan desa Jaten, sebelah barat berbatasan dengan desa Mrisen serta sebalah timur berbatasan dengan desa Ngreden.

(4)

2. Krakteristik responden

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden

Tiap Kelas

No Kelas Jumlah Siswa

1 Play group 15 2 A1 17 3 4 A2 B 20 28 Jumlah 80

Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 1 di atas bahwa jumlah total responden sebanyak 80 siswa yang terdiri dari kelas playgroup 15 siswa, kelas A1 sebanyak 17 siswa, kelas A2 sebanyak 20 siswa dan kelas B sebanyak 28 siswa.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Umur No Umur f % 1 3 tahun 11 13,75 2 3 4 4 tahun 5 tahun 6 tahun 19 28 22 23,75 35,00 27,50 Jumlah 80 100,00 Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 2 di atas bahwa umur anak sebagai responden pada penelitian adalah umur 3 tahun sebanyak 11 anak, umur 4 tahun sebanyak 19 anak, umur 5 tahun sebanyak 28 anak dan umur 6 tahun sebanyak 22 siswa.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Kelamin

No Responden f %

1 Laki-laki 34 42,50 2 Perempuan 46 57,50 Jumlah 80 100,00 Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 3 di atas bahwa frekuensi jumlah siswa laki-laki 36 siswa dan jumlah siswa perempuan 46 siswa. Data menunjukkan jumlah siswa

perempuan lebih banyak dibanding siswa laki-laki.

3. Analisis Kemampuan Toilet Training pada Anak

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kemampuan

Buang Air Kecil pada Anak No Kemampuan

BAK f % Keterangan 1 Menahan 47 58,75 Tidak pernah

buang air kecil di celana 2 BAK pada tempatnya 34 42,50 Kadang di toilet 3 Membersihkan alat genetalia 40 50,00 Kadang membersihkan alat genetalia sendiri Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 4 di atas diketahui bahwa anak yang tidak pernah buang air kecil di celana sebanyak 47 anak, anak yang buang air kecil kadang di toilet sebanyak 34 anak dan anak

yang kadang membersihkan alat

genetalia sendiri sebanyak 40 anak.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kemampuan Buang Besar pada Anak

No Kemampuan

BAB f % Ket

1 Menahan 65 81,25 Tidak pernah BAB di celana 2 BAB pada tempatnya 68 85,00 Selalu di toilet 3 Membersihkan alat genetalia 37 46,25 Tidak pernah membersihkan alat genetalia sendiri

Sumber: Data Primer 2017

Berdasarkan tabel 5 di atas diketahui bahwa anak yang tidak pernah buang air besar di celana sebanyak 65 anak, anak yang selalu buang air besar di toilet sebanyak 68 anak dan anak yang tidak pernah membersihkan alat genetalia sendiri sebanyak 37 anak.

(5)

Tabel 6. Distribusi Frekuensi

Kemampuan Toilet Training pada Anak Kategori Jumlah % Tinggi 47 58,75 Sedang 33 41,25 Rendah 0 0,00 Jumlah 80 100,00

Berdasarkan tabel 6 di atas data menunjukkan bahwa kemampuan toilet training pada anak dengan kemampuan tinggi 49 anak, kemampuan sedang 26 anak dan tidak ada anak yang berkemampuan rendah.

PEMBAHASAN

Berdasarkan karakteristik responden di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)

Darussalam Pundungan Juwiring

menunjukkan bahwa karakteristik

responden berdasarkan umur seperti terlihat pada tabel 2 di atas diketahui dari 80 responden mayoritas pada kategori umur 5 tahun yaitu sebanyak 35 anak. Soetjiningsih (2013), mengatakan bahwa umur yang paling rawan adalah masa

balita, balita merupakan dasar

pembentukan kepribadian anak.

Hasil penelitian pada tabel 3 menunjukkan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yaitu dari 80 responden mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 46 anak. Soetjiningsih (2013), mengatakan bahwa pertumbuhan fisik dan motorik berbeda antara laki dan perempuan. Anak laki-laki lebih aktif dibandingkan anak perempuan. Menurut Gracinia (2005), otak

anak laki-laki lebih banyak memproduksi

testosteron yaitu hormon yang

meningkatkan agresi sedangkan otak anak perempuan memproduksi serotonin yaitu

sebuah syaraf penghubung yang

menghambat agresi.

Kemampuan menahan buang air kecil pada tabel 4 menunjukkan jumlah paling banyak adalah anak yang tidak pernah buang air kecil di celana dengan jumlah 47 anak (58,75%) dan pada tabel 5 menunjukkan kemampuan buang air besar pada anak paling banyak adalah anak yang tidak pernah buang air besar di celana dengan jumlah 65 anak (81,25%). Wong (2008), mengatakan pada usia 18 sampai 24 bulan anak mampu tidak buang air kecil di celana selama 2 jam, anak mampu tidak buang air kecil di celana selama tidur siang dan defekasi teratur.

Menurut Soetjiningsih (2013), pada

umur 2 tahun anak sudah dapat

membedakan antara fungsi buang air kecil dan buang air besar. Kemampuan untuk buang air kecil atau menghambat buang air kecil secara volunter mulai tampak. Anak cenderung menahan buang air kecil sampai badannya bergerak-gerak dan terlanjur buang air kecil sedikit dicelana sebelum sampai ke toilet (Ariyanti, 2006).

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa kemampuan anak untuk buang air kecil pada tempatnya paling banyak adalah anak yang kadang-kadang buang air kecil di toilet sebanyak 34 anak 42,5%) dan pada

(6)

tabel 5 menunjukkan bahwa anak yang selalu buang air besar di toilet sebanyak 68 anak (85%). Pada umur 2,5 tahun anak

sudah mampu menyampaikan

keinginannya untuk pergi ke toilet (Hidayat, 2005). Menurut Soetjiningsih (2013), pada umur 2 tahun lebih anak

mempunyai pengertian yang bagus

terhadap percakapan yang sudah familiar dan anak sering menirukan terhadap apa yang orang katakan.

Menurut Ariyanti (2006), pada umur 4 sampai 5 tahun anak menunjukkan ketertarikan terhadap kamar mandi yang

ada dirumah orang lain. Anak

menunjukkan rasa ingin tahu terhadap proses buang air kecil dan buang air besar dengan mengajukan banyak pertanyaan mengenai hal tersebut. Anak juga ingin masuk saat orang lain ada di dalam toilet. Akbar (2001), mengatakan bahwa pada umur 3 tahun anak mulai banyak bertanya, rasa ingin tahunya tinggi dan mencapai puncaknya sekitar umur 6 tahun disebut juga sebagai questioning age.

Kemampuan membersihkan alat

genetalia setelah buang air kecil pada tabel 4 menunjukkan bahwa paling banyak adalah kadang-kadang anak membersihkan alat genetalia sendiri sebanyak 40 anak (50,0%) dan pada tabel 5 menunjukkan bahwa kemampuan membersihkan alat genetalia setelah buang air besar paling banyak adalah anak tidak pernah membersihkan alat genetalia sendiri

sebanyak 37 anak (46,25%). Ariyani (2006), mengatakan bahwa pada umur 3 sampai 4 tahun anak dapat membersihkan dirinya setelah buang air kecil tetapi belum begitu baik. Menurut Soetjiningsih (2013), kemajuan perkembangan motorik halus khususnya ekstermitas atas dipengaruhi oleh matangnya fungsi motorik dan koordinasi neuromuskular yang baik. Pada umur 3 sampai 6 tahun keterampiran motorik kasar dan halus serta kekuatan meningkat.

Hasil dari penelitian kemampuan toilet training pada anak di PAUD Darussalam pada tabel 6 menunjukkan bahwa anak yang mempunyai kemampuan tinggi dalam toilet training sebanyak 47 anak (58,75%), anak yang mempunyai kemampuan sedang dalam toilet training sebanyak 33 anak 41,25%) dan anak yang mempunyai kemampuan rendah tidak ada

(0%). Hurlock mengatakan bahwa

perkembangan berbagai ciri fisik dan

mental berlangsung secara

berkesinambungan, perkembangan itu tidak pernah seragam pada seluruh organisme.

Menurut Hurlock, ukuran

kemampuan kecerdasan seperti halnya ciri-ciri fisik berkembang dengan kecepatan berbeda dan mencapai kematangan pada berbagai usia. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih berkembang dibandingkan dengan

(7)

anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi (Soetjiningsih, 2013).

Stimulasi dari lingkungan merupakan hal yang penting untuk tumbuh kembang anak. Lingkungan tersebut adalah

lingkungan keluarga, lingkungan

masyarakat, lingkungan biologis,

lingkungan fisik, ekonomi politik dan sosial budaya. Lingkungan yang kondusif akan mendorong perkembangan fisik dan mental yang baik (Soetjiningsih, 2013). Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Andriyani (2014), dengan hasil

variabel yang paling dominan

memengaruhi keberhasilan toilet training adalah faktor lingkungan dengan nilai p value 0,002 dengan nilai OR sebesar 29,61 yang artinya faktor lingkungan baik mempunyai peluang 29 kali untuk keberhasilan dalam melakukan toilet training pada anak.

Kemampuan toilet training selain dipengaruhi oleh lingkungan dapat dipengaruhi juga oleh faktor yang ada dalam diri anak yaitu faktor kesiapan fisik seperti anak sudah dapat duduk, berjalan dan jongkok agar memudahkan untuk mengajarkan toilet training, faktor

kesiapan psikologis yaitu anak

menunjukkan wajah gembira, anak ingin melakukan toilet training sendiri tanpa paksaan dan tidak menangis ketika buang air kecil dan buang air besar, hal tersebut agar memudahkan untuk melatih anak, faktor kesiapan intelektual merupakan

kemampuan anak untuk mengerti buang air kecil atau buang air besar, mampu mengkomunikasikan buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya dan etika dalam buang air kecil dan buang air besar (Hidayat, 2005). Menurut Wong (2008), kesiapan parental juga termasuk dalam faktor toilet training karena orang tua juga

membutuhkan persiapan untuk

meluangkan waktu untuk toilet training anak.

KESIMPULAN

Mayoritas kemampuan toilet training

pada anak di PAUD Darussalam

Pundungan Juwiring yaitu dengan

kemampuan tinggi sebanyak 47 anak (58,75%), dengan kemampuan sedang sebanyak 33 anak (41,25%) dan tidak ada anak berkemampuan rendah.

SARAN

1. Bagi Orang Tua Siswa

Menambah pemahaman orang tua

tentang toilet training pada anak sehingga perkembangan anak sesuai tahap perkembangan.

2. Bagi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

Masukan untuk monitoring kemampuan anak dalam toilet training sesuai dengan tugas perkembangannya.

3. Bagi Peneliti

Menambah informasi dan wawasan tentang kemampuan toilet training pada

(8)

anak.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Mengembangkan penelitian dengan desain, metode dan responden yang berbeda dan pengumpulan datanya ditambah dengan observasi agar lebih tergali kemampuan toilet training pada anak tersebut.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Andriyani S. 2014. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan Toilet Training

pada Anak Prasekolah.

Scholar.unand.ac.id 07:07 16 Agustus 2016.

Ariyanti F, Edia L, Noory K. 2006. Diary Tumbuh Kembang Anak Usia 0-6 Tahun. Bandung: Read Publishing House.

Hidayat A A. 2005. Pengantar ilmu Keperawatan Anak I. Salemba Jakarta: Medika.

Hurlock B E. 2008. Perkembangan

Anak.Edisi 6. Jakarta: Erlangga. Meadow R S dan Newel J S. 2003. Lecture

Notes Pediatrika. Jakarta: Erlangga. Septiari B. 2012. Mencetak Balita Cerdas

dan Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta: Nuha Medika.

Soetjiningsih. 2013. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Wong D dan Wilson D. 2008. Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Gambar

Tabel 2.  Distribusi   Frekuensi  Responden  berdasarkan Umur  No  Umur  f  %   1  3 tahun  11  13,75  2  3  4  4 tahun 5 tahun 6 tahun  19 28 22  23,75 35,00 27,50  Jumlah  80  100,00
Tabel 6.   Distribusi Frekuensi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya manajemen waktu belajar siswa kelas XI SMA Negeri 1 Gubug yang disebabkan kurangnya kemampuan siswa dalam mengatur

Pemikiran dan kebijakan yang telah diambil Bungaran Saragih dalam pembangunan pertanian Indonesia masih lah sangat relevan dan tepat untuk diteruskan, karena fakta atau

Perbedaan antara Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1971 pada hakikatnya ada beberapa aspek krusial yang membedakan dan memperluas

Pihak rumah sakit telah menetapkan wewenang serta tanggung jawab yang tepat, hal ini telah terurai secara lengkap dalam buku uraian tugas.Secara keseluruhan wewenang dan tanggung

Menciptakan konsep desain interior daycare yang dapat memberikan suasana baru yang menyenangkan bagi proses bermain dan belajar anak1. Menghasilkan desain interior daycare

Pada tanggal 27 Maret 1968, Soeharto diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia yang kedua sesuai dengan Ketetapan MPRS No.XLIX/1968. 1 Selama menjabat sebagai Presiden,

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan

Budaya politik partisipatif adalah budaya politik yang demokratik, dalam hal ini akan mendukung terbentuknya sebuah sistem politik yang ...dan...Menurut Almond dan Verba,