• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TEKNIS PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN TEKNIS PENELITIAN"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

2012

LAPORAN TEKNIS PENELITIAN

BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

KELAUTAN DAN PERIKANAN

Penelitian Bioekologi

Populasi Ikan Ekonomis

Untuk Perikanan Berbasis

Budidaya Di Beberapa

Waduk Provinsi Jawa

Tengah

Susilo Adjie, Agus Djoko Utomo, Khoirul

Fatah, Solekha Aprianti, Elva Dwi

(2)

LAPORAN TEKNIS PENELITIAN

TAHUN ANGGARAN 2012

JUDUL KAK (PROPOSAL) :

Penelitian Bioekologi Populasi Ikan Ekonomis Untuk Perikanan

Berbasis Budidaya Di Beberapa Waduk Provinsi Jawa Tengah

Judul Kegiatan :

Bio-ekologi ikan ekonomis penting untuk penentuan penebaran ikan berbasis budidaya di Waduk Penjalin, Sempor, Sermo dan Wadaslintang, Provinsi Jawa Tengah

Oleh :

Drs. Susilo Adjie, Ir. Agus Djoko Utomo, M.si, Khoirul Fatah, ST, Solekha Aprianti, S.Pi, Elva Dwi Harmilia, S.Si, Sidarta Gautama, dan Akhlis Bintoro, A.Md

BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUM

PUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN DAN KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

(3)

PENELITIAN BIO-EKOLOGI POPULASI IKAN EKONOMIS UNTUK PERIKANAN BERBASIS BUDIDAYA DI BEBERAPA WADUK PROPINSI JAWA TENGAH

Bio-Ekologi Ikan Ekonomis Penting Untuk Penentuan Penebaran Ikan Berbasis Budidaya Di Waduk Penjalin, Sempor, Sermo Dan Wadaslintang Propinsi

Jawa Tengah

ABSTRAK

Program pengelolaan perikanan berbasis budidaya (Culture Based Fisheries) adalah pengelolaan perikanan tangkap di perairan umum oleh kelompok masyarakat setempat dengan dukungan perbenihan dari kegiatan budidaya. Program ini cocok untuk dikembangkan di daerah pedesaan atau terpencil, terutama bila dikaitkan dengan program pemerintah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan nelayan di pedesaan dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani ikan yang harganya terjangkau. Penelitian dilakukan sejak bulan Maret hingga Oktober 2012 yang bertujuan untuk mengetahui tentang kualitas air dan lingkungan (karakteristik habitat), bio-ekologi ikan ekonomis, estimasi potensi produksi sebagai waduk calon lokasi pengembangan perikanan berbasis budidaya. Penelitian dilakukan dengan metode survei, wawancara dan percobaan pembesaran benih ikan patin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Secara ekologi kualitas perairan waduk yang diteliti masih dalam keadaan baik dan layak untuk mendukung kehidupan ikan. Hasil analisis terhadap beberapa aspek (ekologi, perikanan) Waduk Wadaslintang merupakan Waduk yang paling cocok untuk pengembangan CBF. Hasil analisis biologi ikan nila di waduk yang diteliti diketahui mempunyai pola pertumbuhan isometrik, ikan nila jantan dominan di Waduk Wadaslintang, sedangkan Waduk Sempor didominasi oleh ikan nila betina, fase matang gonad rata-rata terjadi pada bulan September dan mempunyai fekunditas berkisar antara 797-1418 butir (Wadaslintang), 1112-2083 butir (Sempor), 581-1081 butir (Sermo) dan 357-1211 butir (Penjalin). Potensi produksi ikan nila di Waduk Wadaslintang adalah 64,66 kg/ha/tahun atau 43,198 ton/tahun, sedangkan Waduk Sempor adalah 32,73 kg/ha/tahun atau 12,698 ton/tahun. Nilai pertumbuhan ikan nila di Waduk Wadaslintang mencapai 48,83 cm dengan laju pertumbuhan sebesar 0,69/tahun, sedangkan Waduk Sempor mencapai 42,89 cm dengan laju pertumbuhan sebesar 0,13/tahun. Jenis ikan yang dapat ditebar dalam rangka pengembangan CBF adalah ikan patin (Pangasianodon hypophthalmus), berdasarkan hasil uji coba penebaran benih ikan patin yang dipelihara selama dua bulan diketahui rata-rata laju pertumbuhan panjang benih adalah 0,19 cm/hari dan pertambahan berat rata-rata 1,21 gr/hari.

(4)

KATA PENGANTAR

Kegiatan penelitian bio-ekologi populasi ikan ekonomis untuk perikanan berbasis budidaya di beberapa waduk propinsi Jateng yang dilaksanakan pada tahun 2012 merupakan lanjutan dari kegiatan yang pernah dilakukan pada tahun 2011 oleh Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan Jatiluhur. Kegiatan penelitian pada tahun 2011 yaitu Penelitian potensi sumberdaya ikan untuk pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya (cultur-based fisheries, CBF) di Propinsi Jawa Tengah (Waduk Sempor, Penjalin dan Wadaslintang) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Waduk Sermo). . Kegiatan penelitian tahun 2012 utamanya adalah untuk mengetahui tentang kualitas air dan lingkungan (karakteristik habitat), bio-ekologi ikan ekonomis, estimasi potensi produksi sebagai waduk calon lokasi pengembangan perikanan berbasis budidaya.

Penelitian bersifat survei lapangan yang melibatkan lima orang peneliti dan dua orang teknisi dari Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang. Disamping itu juga dibantu oleh beberapa enumerator lapangan untuk pengumpulan data dan pelaksanaan kegiatan di lapangan. Pada kesempatan ini team peneliti akan menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Kepala Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum (BP3U) Palembang.

2. Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Wonosobo dan Jajarannya. 3. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kebumen dan Jajarannya. Atas segala perhatian, bantuan dan dukungannya hingga terlaksananya penelitian ini.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan, sehingga team peneliti mengucapkan banyak terima kasih atas koreksi yang bersifat membangun.

Palembang, Desember 2012

Tim Peneliti

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB. I. PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang... 1.2. Tinjauan Pustaka... 1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian... 1.3.1 Tujuan... 1.3.2 Sasaran... 1.4. Keluaran yang diharapkan... 1.5. Hasil yang diharapkan... 1.6. Manfaat dan Dampak... 1.6.1. Manfaat... 1.6.2. Dampak... 1.7. Hasil yang telah dicapai... 1 1 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 BAB II. METODE PENELITIAN... 5

2.1. Pengumpulan Data... 5

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN... 14

3.1. Ekologi Perairan Waduk... 3.1.1. Keadaan umum Waduk Sermo, Wadaslintang, Sempor dan Penjalin………. 14 14 3.1.1.1. Waduk Sermo... 3.1.1.2. Waduk Wadaslintang... 3.1.1.3. Waduk Sempor... 3.1.1.4. Waduk Penjalin... 3.1.2. Kualitas Perairan... 3.1.2.1. Kecerahan air….………. 14 14 15 15 16 16 3.1.2.2. Suhu air... 16 3.1.2.3. Daya Hantar Listrik (DHL)... 3.1.2.4. Karbon Dioksida (CO2) bebas...

3.1.2.5. Alkalinitas... 3.1.2.6. BOD5... 3.1.2.7. Suhu... 3.1.2.8. pH... 3.1.2.9. Oksigen terlarut (O2)... 3.1.3. Plankton... 3.2. Biologi Ikan... 3.2.1. Hubungan Panjang Berat... 3.2.2. Nisbah Kelamin (Sex ratio)... 3.2.3. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)... 3.2.4. Indeks Kematangan Gonad (IKG)... 3.2.5. Diameter Telur... 3.2.6. Fekunditas... 3.2.7. Analisa Isi Pencernaan... 3.3. Pendugaan Potensi Produksi ikan Nila...

17 17 17 17 18 19 19 33 37 37 39 40 42 44 46 46 48

(6)

3.4. Pertumbuhan dan Mortalitas Ikan Nila………..………. 3.4.1. Waduk Wadaslintang…..………. 3.4.2. Waduk Sempor……..……….. 3.5. Uji Coba Penebaran Ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus)….…..

3.5.1. Aklimatisasi benih………..…… 49 49 51 53 53 BAB IV. KESIMPULAN... 55 DAFTAR PUSTAKA... 56 LAMPIRAN... 59

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Daerah Lokasi Penelitian Beberapa Waduk Di Daerah Jawa Tengah

2012... 13 Gambar 2. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Sermo

bulan Maret 2012... 21 Gambar 3. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Sermo

bulan Maret 2012... 22 Gambar 4. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Sermo

bulan Maret 2012... 22 Gambar 5. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk

Wadaslintang bulan Maret 2012... 22 Gambar 6. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk

Wadaslintang bulan Maret 2012... 23 Gambar 7. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk

Wadaslintang bulan Maret 2012... 23 Gambar 8. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Sempor

bulan Maret 2012... 23 Gambar 9. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Sempor

bulan Maret 2012... 24 Gambar 10. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Sempor

bulan Maret 2012... 24 Gambar 11. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Penjalin

bulan Maret 2012... 24 Gambar 12. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Penjalin

bulan Maret 2012... 25 Gambar 13. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Penjalin

bulan Maret 2012 25

Gambar 14. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Sermo

bulan Mei 2012... 25 Gambar 15. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Sermo

bulan Mei 2012... 26 Gambar 16. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Sermo

bulan Mei 2012... 26 Gambar 17. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk

Wadaslintang bulan Mei 2012... 26 Gambar 18. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk

Wadaslintang bulan Mei 2012... 27 Gambar 19. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk

Wadaslintang bulan Mei 2012... 27 Gambar 20. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Sempor

bulan Mei 2012... 27 Gambar 21. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Sempor

bulan Mei 2012... 28 Gambar 22. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Sempor

bulan Mei 2012... 28 Gambar 23. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Penjalin

bulan Mei 2012... 28 Gambar 24. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Penjalin

bulan Mei 2012... 29 Gambar 25 Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Penjalin

(8)

Gambar 26. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk

Wadaslintang bulan Juli 2012... 29

Gambar 27. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Wadaslintang bulan Juli 2012... 30

Gambar 28. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Wadaslintang bulan Juli 2012... 30

Gambar 29. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Sempor bulan Juli 2012... 30

Gambar 30. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Sempor bulan Juli 2012.

...

31

Gambar 31. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Sempor bulan Juli 2012... 31

Gambar 32. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Wadaslintang bulan September 2012... 31

Gambar 33. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Wadaslintang bulan September 2012... 32

Gambar 34. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Wadaslintang bulan September 2012... 32

Gambar 35. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Sempor bulan September 2012... 32

Gambar 36. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Sempor bulan September 2012... 33

Gambar 37. Kelimpahan plankton di Waduk Wadaslintang tahun 2012... 35

Gambar 38. Indeks keanekaragaman plankton di Waduk Wadaslintang tahun 2012... 35

Gambar 39. Kelimpahan plankton di Waduk Sermo tahun 2012... 36

Gambar 40. Indeks keanekaragaman plankton di Waduk Sermo tahun 2012... 36

Gambar 41. Kelimpahan plankton di Waduk Sempor tahun 2012... 36

Gambar 42. Indeks keanekaragaman plankton di Waduk Sempor tahun 2012... 37

Gambar 43. Hubungan panjang-berat ikan nila di Waduk Sermo... 38

Gambar 44. Sex ratio ikan nila di Waduk Wadaslintang... 39

Gambar 45. Sex ratio ikan nila di Waduk Sempor... 40

Gambar 46. Sex ratio ikan nila di Waduk Penjalin... 40

Gambar 47. TKG ikan nila di Waduk Wadaslintang... 41

Gambar 48. TKG ikan nila di Waduk Sempor... 41

Gambar 49. TKG ikan nila di Waduk Sermo... 42

Gambar 50. TKG ikan nila di Waduk Penjalin... 42

Gambar 51. Diameter telur ikan nila di Waduk Wadaslintang... 45

Gambar 52. Diameter telur ikan nila di Waduk Sempor... 45

Gambar 53. Diameter telur ikan nila di Waduk Sermo... 45

Gambar 54. Kebiasaan Makan Ikan Nila... 47

Gambar 55. Jenis Plankton Dominan yang dimakan Ikan Nila di Lokasi Penelitian A. Waduk Sempor, B. Waduk Wadalintang, C. Waduk Penjalin, Waduk Sermo... 48

Gambar 56. Sebaran panjang total dan pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus) di Waduk Wadaslintang... 50

Gambar 57. Analisis parameter mortalitas ikan nila (Oreochromis niloticus) di Waduk Wadaslintang... 51

Gambar 58. Sebaran panjang total dan pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus) di Waduk Sempor... 52

(9)

Gambar 59. Analisis parameter mortalitas ikan nila (Oreochromis niloticus) di Waduk

Sempor... 52

Gambar 60. Grafik kematian benih ikan patin... 53

Gambar 61. Grafik pertumbuhan panjang benih ikan patin... 54

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Parameter dan metode analisis sampel air... 5

Tabel 2. Luas, sumber pasokan air dan keberadaan reservat Waduk Sermo, Wadaslintang, Sempor dan Penjalin... 16

Tabel 3. Hubungan panjang-berat ikan nila di Waduk Wadaslintang... 38

Tabel 4. Hubungan panjang-berat ikan nila di Waduk Sempor... 38

Tabel 5. Hubungan panjang-berat ikan nila di Waduk Penjalin... 39

Tabel 6. Indeks kematangan gonad ikan nila di Waduk Wadaslintang... 43

Tabel 7. Indeks kematangan gonad ikan nila di Waduk Sempor... 43

Tabel 8. Indeks kematangan gonad ikan nila di Waduk Sermo... 43

Tabel 9. Indeks kematangan gonad ikan nila di Waduk Penjalin... 44

Tabel 10. Kisaran fekunditas ikan nila... 46

Tabel 11. Parameter pertumbuhan dan mortalitas ikan nila (Oreochromis nilotica) di Waduk Wadaslintang... 50

Tabel 12. Parameter pertumbuhan dan mortalitas ikan nila (Oreochromis nilotica) di Waduk Sempor... 51

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lokasi penelitian di beberapa waduk Provinsi Jateng 2012... 59 Lampiran 2. Foto Kegiatan Pengamatan Kualitas Air, Biologi Ikan dan Penebaran

ikan Patin di beberapa waduk di Jawa Tengah 2012... 60 Lampiran 3. Data Kualitas Air di Beberapa Waduk Jawa Tengah Tahun 2012... 61 Lampiran 4. Data kelimpahan plankton bulan Maret di beberapa waduk di Provinsi

Jawa Tengah tahun 2012...

62 Lampiran 5. Data kelimpahan plankton bulan Mei di beberapa waduk di Provinsi

Jawa Tengah tahun 2012... 70 Lampiran 6. Data Kedalaman Waduk Sempor Bulan Maret, Mei dan September

tahun 2012... 77 Lampiran 7. Data Kedalaman Waduk Wadaslintang Bulan Maret, Mei dan

September tahun 2012... 83 Lampiran 8. Nilai Length Frekuensi ikan Nila Beberapa Bulan di Waduk

Wadaslintang tahun 2012... 91 Lampiran 9. Nilai Length Frekuensi ikan Nila Beberapa Bulan di Waduk Sempor

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Luas perairan umum di Indonesia diperkirakan sekitar 54 juta ha, yang terdiri dari perairan sungai beserta lebaknya dengan luas sekitar 12,5 juta ha, danau alami dan buatan dengan luas sekitar 2,1 juta ha, dan perairan rawa dengan luas sekitar 39,4 juta ha. Dari total luas perairan umum tersebut 60 % berada di pulau Kalimantan, 30 % berada di pulau Sumatera dan sisanya 10 % berada di pulau Jawa, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara dan Papua (Anonimus, 2010). Sukadi & Kartamihardja (1995) dalam Purnomo (2011) menyatakan bahwa perairan umum daratan Indonesia diperkirakan seluas 13,85 ha, yang terdiri dari 12 juta ha sungai dan paparan banjir (flood plains), 1,8 juta ha danau alam dan 0,05 juta ha danau buatan atau waduk. Indonesia memiliki 840 danau dan 735 danau kecil (situ), dan sekitar 162 waduk (Anonimous, 2003 dalam Purnomo, 2011). Luas perairan waduk di Indonesia berdasarkan data dari Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2005 dalam Purnomo, 2011 adalah sekitar 63.570 ha, 49.650 ha (78,1 %) di antaranya tersebar di Pulau Jawa sedangkan sisanya berada di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara Barat.

Perairan waduk mempunyai posisi yang strategis dan berfungsi multi guna, selain dimanfaatkan sektor pertanian, juga dimanfaatkan oleh yang lain seperti: perikanan, pariwisata, PLTA, PAM, Pemukiman dan sebagainya. Perairan waduk merupakan salah satu sumberdaya perairan yang potensial untuk lebih dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein ikan bagi masyarakat, seperti untuk kegiatan budidaya perikanan dan perikanan tangkap. Stok ikan di beberapa waduk saat sekarang ini sudah semakin mengalami tekanan yang tinggi dari berbagai sumber akibat : pencemaran, sedimentasi, penangkapan ikan secara berlebih, introduksi jenis ikan baru yang tidak dilakukan secara bijaksana dan akibat lainnya. Berbagai bentuk tekanan tersebut secara kumulatif akan menyebabkan berkurangnya kelimpahan stok ikan di perairan waduk tersebut dan menurunnya mutu lingkungan.

Upaya penenbaran ikan diperairan waduk bertujuan untuk meningkatkan produktivitas perairan tersebut. Kebanyakan kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan di waduk melalui kegiatan penangkapan dan budidaya mempunyai kecendrungan semakin tidak terkendali, dimana jumlah ikan yang ditangkap tidak lagi seimbang dengan daya pulihnya. Untuk itu diperlukan pengelolaan sumberdaya ikan diperairan waduk yang

(13)

lebih berhati-hati. Untuk mencapai tujuan pengelolaaan sumberdaya ikan yang lebih berhati-hati maka perlu diterapkan pengelolaan perikanan berbasis budidaya di perairan waduk tersebut. Pelaksanaan pengelolaan ikan berbasis budidaya dapat dicapai salah satunya dengan cara penebaran ikan (stocking) dalam rangka meningkatkan produksi sumberdaya ikan, kesejahteraan masyarakat nelayan setempat dan melestarikan keanekaragaman sumberdaya ikan di perairan waduk tersebut. Hasil studi Kartamihardja (2007) menunjukan bahwa penebaran ikan umumnya bekum dilandasi hasil kajian ilmiah yang memadai dan tidak pernah dimonitor serta dievaluasi sehingga upaya penebaran tidak berdampak nyata terhadap peningkatan hasil tangkapan. Kegagalan penebaran disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: jenis ikan tebaran tidak sesuai, jumlah ikan yang ditebarkan tidak optimal, ukuran ikan tebaran terlalu kecil dan system penangkapan yang belum terencana.

1.2. Tinjauan Pustaka

Program pengelolaan perikanan berbasis budidaya (Culture Based Fisheries) adalah pengelolaan perikanan tangkap di perairan umum oleh kelompok masyarakat setempat dengan dukungan perbenihan dari kegiatan budidaya. Perikanan berbasis budidaya (culture based fisheries) adalah perikanan tangkap yang kebanyakan atau seluruhnya bergantung pada input benih dari luar atau panti benih (FAO, 1997a). Definisi tersebut kini telah diperluas, yaitu suatu teknologi pemacuan stok yang tujuannya untuk melengkapi (supplementing) atau menopang (sustaining) rekruitmen alami suatu atau beberapa jenis ikan agar produksinya meningkat secara lestari melalui proses secara alami (FAO, 1997; FAO 1997a; De Silva et al., 2006; Cowx, 1998; Welcomme and Bartley, 1998; Anonim, 2001 dalam Purnomo, 2010). Menurut FAO (1997b dalam Purnomo 2011), pengertian CBF juga termasuk upaya pemacuan (enhancement) yang mungkin bisa berupa: introduksi species baru, restoking di perairan alami atau buatan, penyuburan perairan (fertilization), rekayasa lingkungan termasuk perbaikan (improvement) dan modifikasi habitat, merubah komposisi jenis ikan yang tidak dikehendaki. Perikanan CBF biasanya dilakukan di perairan yang relatif berukuran kecil (De Silva and Smith, 2005). Berdasarkan ukurannya , De Silva and Funge-Smith, 2005 mengusulkan bahwa pengertian kecil adalah yang luasnya <400 ha, sedangkan De Silva et al, 2006 berdasarkan pengalamannya bahwa perairan berukuran kecil adalah yang luasnya <100 ha. Nguyen et al, 2001 berdasarkan pengalaman penelitiannya di sejumlah waduk dan danau tapal kuda (oxbow lakes) di Vietnam <200 ha. Banyak pendapat tentang pengertian perairan berukuran kecil ini. Menurut De Silva

(14)

and Funge-Smith, 2005 dan pengalaman Anonim (2001), ukuran badan air bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan program CBF, menurutnya yang sangat penting adalah faktor kemampuan mengelola sumberdaya ikan dan badan air tersebut yang biasanya dilakukan oleh lembaga kelompok nelayan.

Kegiatan penebaran ikan dari berbagai jenis ikan sudah sering dilakukan di berbagai waduk di Indonesia. Khususnya waduk di Jawa hampir setiap tahun ada kegiatan penebaran ikan dari berbagai instansi pemerintah dan swasta. Seperti yang dilakukan oleh Dinas Kehewanan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Wonogiri pada tahun 2005, 2006, 2007, 2008 melakukan penebaran ikan di waduk Gajah Mungkur (Anonimous, 2006,2008) dan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sragen pada tahun 2007 melakukan penebaran ikan di waduk Kedungombo (Anonimous, 2008). Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah memberi bantuan 450.000 ekor benih ikan untuk ditebar di Waduk Gajah Mungkur (WGM) secara bertahap di tahun 2012. Untuk penebaran kali pertama yakni 100.000 ekor benih ikan nila (www.solopos.com). Dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2012, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Kebumen bekerja sama dengan PWI Perwakilan Jateng IV dan Pemerintah Kabupaten Kebumen melaksanakan aksi tebar 6000 ekor benih ikan nila dan tawes di perairan Desa Kedungwringin, Kecamatan Sempor, Benih ikan itu merupakan bantuan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kebumen. (

http://www.beritakebumen.info/2012/02/aksi-tebar-ikan-dan-tanam-pohon-hpn.html#ixzz1wtwYDvY5).

Menurut Purnomo et al, 2009 menyatakan bahwa penelitian pemacuan stok, baik yang berupa restoking maupun introduksi berbagai jenis ikan sudah sering dilakukan di berbagai perairan umum daratan Indonesia. Khususnya di Pulau Jawa penelitian yang dimaksud antara 2000-2003 pernah dilakukan oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, diantaranya ialah introduksi ikan patin siam

(Pangasionodon hypophthalmus) di waduk Gajah Mungkur, Jawa Tengah pada tahun

1999-2001 (Purnomo, 2000; Purnomo et al., 2003), introduksi udang galah

(Macrobrachium rosenbergii) di waduk Darma, Jawa Barat pada tahun 2000 (Tjahjo dan

Purnamaningtyas, 2004) dan pemacuan stok ikan baung (Mystus nemurus) di Waduk Wadaslintang, Jawa Tengah pada tahun 2002 (Kartamihardja dan Purnomo, 2006; Purnomo dan Kartamihardja, 2007).

(15)

1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian 1.3.1. Tujuan

Untuk mengetahui tentang kualitas air dan lingkungan (karakteristik habitat), bio-ekologi ikan ekonomis, estimasi potensi produksi di beberapa waduk di Jawa Tengah sebagai calon lokasi pengembangan perikanan berbasis budidaya.

1.3.2. Sasaran

Diketahuinya perairan waduk di Jawa Tengah yang sesuai untuk pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya.

1.4. Keluaran yang diharapkan

Data dan informasi tentang karakteristik habitat, bio-ekologi ikan ekonomis dan potensi produksi ikan sebagai dasar untuk menentukan lokasi pengembangan perikanan tangkap berbasis budidaya.

1.5. Hasil yang diharapkan

Data potensi produksi, jenis benih ikan yang cocok untuk ditebar. 1.6. Manfaat dan dampak

1.6.1. Manfaat

Peningkatan hasil tangkapan ikan oleh nelayan. 1.6.2. Dampak

Peningkatan pendapatan nelayan dan tersedianya protein hewani ikan yang murah.

1.7. Hasil yang telah dicapai

Hasil penelitian tahun 2001 menunjukkan bahwa sebagian besar perairan yang diteliti masih layak untuk kehidupan ikan dan produksitivitas tergolong subur (eutrofik). Keragaman sumberdaya ikan di lokasi penelitian mencapai 11 jenis. Jenis ikan yang paling seringa ditemukan yaitu ikan nila

(Oreochromis niloticus). Di Waduk Sermo, Penjalin dan Sempor di dominasi oleh

ikan red devil (Amphilopus citrinellus) (78 %), ikan manila gif (Parachromis

managuensis) (73 %) dan ikan lohan (Cichlasoma trimaculatum) (97,8 %).

(16)

BAB II. METODE PENELITIAN

2.1. Pengumpulan Data

Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Pebruari 2012 hingga Nopember 2012. Penelitian bersifat survey lapangan yang dilakukan di Waduk Penjalin, Sempor, Sermo dan Wadas Lintang. Pelaksanaan pengamatan lapangan dilakukan 4 kali pada bulan Maret, Mei, Juli dan Oktober 2012.

Dalam pelaksanaan penelitian bioekologi ikan ekonomis calon ikan tebaran dilakukan terhadap jenis-jenis ikan yang populasinya sudah menurun dratis. Jenis ikan tersebut diperoleh dari berbagai hasil tangkapan alat tangkap nelayan di waduk tersebut. Penelitian tahun 2012 ini di fokuskan terhadap :

1. Biologi ikan :

Parameter yang diamati terhadap ikan yang ekonomis penting terdiri dari hubungan panjang berat, kebiasaan makan, sex ratio, TKG, IKG, fekunditas, diameter telur, ukuran pertama kali matang gonad dan luas relung makanan. Pengamatan parameter biologi dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang.

2. Kualitas air :

Tabel 1. Parameter dan metode analisis sampel air

Parameter Satuan Metode dan peralatan

1. Suhu 0 C Insitu. Termometer 2. Kecerahan cm Insitu. Piring sechi 3. DHL µS/ cm Insitu. SCT meter

3. pH pH unit Insitu. pH universal indicator

4. Karbondioksida mg/L Insitu,metode Winkler, titrimetri dengan NaOH sebagai titrant

5. Oksigen terlarut mg/L Insitu,metode Winkler, titrimetri dengan larutan thiosulfat sebagai titrant.

6. Alkalinitas mg/L Insitu, metode Winkler, titrimetri dengan larutam H2SO4 sebagai titrant

7. BOD mg/L Insitu,metode Winkler, titrimetri dengan larutan thiosulfat sebagai titrant

(17)

3. Plankton

Pengambilan sampel fplankton menggunakan Kemmerer Water Sampler . Sampel air diambil permukaan dan batas kecerahan. Air diambil 50 liter di saring mengunakan plankton net ukuran 25 = 60 mikron. Air yang tersaringdiberi pegawet larutan logul sebanyak 10 ml. Analisa sampel plankton dilakukan di laboratorium Biologi Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang.

4. Pendugaan potensi produksi ikan (predicting fish yields)

Pendugaan potensi produksi ikan dihitung menggunakan model Indeks morfo-edapik

(morpho-edaphic index, MEI) dari Henderson & Welcomme (1974) dalam Moreau

& De Silva (1991) yaitu :

Y = 14,314 MEI 0,4681, ... 1) dimana Y = nilai potensi produksi ikan (kg/ha/tahun) dan

MEI = Morphoedhaphic Index = nilai parameter Daya Hantar Listrik dalam satuan umhos/cm dibagi dengan rata-rata kedalaman perairan danau dalam satuan meter.

5. Pertumbuhan dan mortalitas

Dilakukan sampling length frequency ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Waduk Wadaslintang dan Sempor. Alat tangkap yang diijadikan sasaran penelitian adalah Jaring (gill-net) dari berbagai mesh-size yaitu 1 inch, 2 inch, 3 inch, 4 inch. Data frekuensi ukuran ikan dan komposisi hasil tangkapan tiap bulan didapatkan dari hasil sampling dan enumerator dilapangan yang telah dilatih sebelumnya tentang cara pengukuran ikan.

Analisis Data Biologi Ikan

1. Hubungan Panjang berat

Hubungan bobot tubuh dengan panjang (total) ditentukan berdasarkan rumus Effendie (1979) yaitu : W = aLb

Keterangan : W = berat ikan (gr) L = panjang ikan (mm) a dan b = konstanta regresi

Penentuan nilai b dilakukan dengan uji t, dimana ada usaha untuk melakukan penolakan atau penerimaan hipotesa yang dibuat. Hipotesanya adalah sbb :

(18)

Ho : b = 3 H1 : b ≠ 3

T hitung dihitung menggunakan rumus sbb : T hit =

1

2

1

S

Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan ponderal indeks untuk pertumbuhan isometrik (b = 3 ) dengan rumus (Effendie, 1979) :

3 x105

L W

K

Keterangan : K = faktor kondisi

W= berat rata rata ikan (gr) L = panjang rata rata ikan (mm)

Sedangkan jika pertumbuhan tersebut bersifat alometrik (b≠3) maka faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus (Effendie, 1979) :

n

cL W

Kn

Keterangan : Kn = faktor kondisi nisbi W = berat rata rata (gr)

c = a dan n = b adalah konstanta yang diambil dari hubungan panjang berat.

2. Kebiasaan makan

Untuk mengetahui kebiasan makan maka dilakukan analisis isi lambung ikan dengan menghitung Index of Preponderance yang merupakan gabungan dari metode frekunsi kejadian dengan metode volumetrik dengan perumusan sebagai berikut (Effendi, 1979):

Metode frekuensi kejadian

Tiap-tiap isi pencernaan ikan dicatat masing-masing organisme yang terdapat sebagai bahan makanannya, demikian juga alat pencernaan yang sama sekali kosong harus dicatat pula. Jadi seluruh contoh yang diteliti dibagi menjadi dua golongan yaitu yang berisi dan yang kosong. Masing-masing organisme yang terdapat di dalam sejumlah alat pencernaan yang berisi nyatakan keadaannya dalam persen dari seluruh alat pencernaan yang diteliti namun tidak meliputi alat pencernaan yang tidak berisi. Dengan demikian kita dapat melihat frekuensi kejadian suatu organisme yang dimakan oleh ikan contoh yang diperiksa itu dalam persen.

(19)

Metode volumetrik

Di dalam menerapkan metoda ini ukur dahulu volume makanan ikan itu. Kemudian makanan tadi dikeringkan dengan kering udara yaitu dengan menaruh makanan ikan di atas kertas saring supaya airnya terserap ke luar untuk selama lima menit. Pisahkan masing-masing organisme yang dapat dipisahkan dan ukurlah volumenya dalam keadaan kering udara. Apabila terdapat makanan yang tak dapat ditentukan golongannya, masukkan saja ke dalam golongan yang tak dapat ditentukan. Volume makanan ikan yang didapat dinyatakan dalam persen volume dari seluruh volume makanan seekor ikan.

Vi x Oi

IP = --- x 100 ∑Vi x Oi

Keterangan :

Vi = persentase volume satu macam makanan

Oi = persentase frekuensi kejadian satu macam makanan ∑Vi x Oi = Jumlah Vi x Oi dari semua macam makanan IP = Index of preponderance

3. Sex ratio

Nisbah kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah ikan jantan dan betina yang diperoleh sesuai dengan Haryani, (1998), adalah sebagai berikut :

Rasio kelamin = J/B (J = Jumlah ikan jantan (ekor), B = Jumlah ikan betina (ekor)) Penentuan seimbang atau tidaknya nisbah kelamin jantan dan betina dilakukan dengan uji Chi-square (Walpole, 1993).

4. TKG

Penentuan tingkat kematangan gonad dengan metode Nikolsky dalam Effendie 1997 yaitu:

Tingkat I: Ovari belum masak, transparan, bentuk kecil memanjang seperti benang, butir telur belum kelihatan.

Tingkat II: Ukuran ovari lebih membesar, warna agak merah gelap, butir telur dapat terlihat dengan kaca pembesar.

(20)

Tingkat III: Ovari kelihatan membesar mencapai 60 % rongga perut, berwarna kuning, butir telur mulai kelihatan oleh mata.

Tingkat IV. Volume Ovari mencapai lebih dari 70 % rongga perut, berwarna kuning, butir telur mudah dipisahkan, bila perut ditekan telur mudah keluar, siap memijah.

Tingkat V: Ovari berkerut karena habis memijah, masih terdapat sisa telur dalam ovari, perkemnbangan ovari kembali ke tingkat II.

Uukuran pertama kali matang gonad (M) diduga dengan cara Spearman-Karber (Udupa, 1986) dengan persamaan sebagai berikut :

m = (Xk + X/2) – (X, ∑pi)... (1) Kisaran ukuran panjang diduga dengan persamaan ;

Antilog (m lebih kurang 1,96 √(var(m))...(2) Dimana :

M = Ukuran pertama kali matang gonad (antilog dari m), m = log panjang ikan pada kematangan gonad yang pertama

Xk = Log nilai tengah kelas panjang pada ikan 100 % matang gonad X = Pertambahan log panjang nilai tengah kelas

Pi =ri/ni = perbandingan jumlah ikan yang matang gonad pada tiap kelas panjang ri = jumlah ikan yang matang gonad pada kelas ke-i

ni = jumlah contao ikan pada kelas ke i qi = 1 – pi

5. IKG

Untuk menghitung Indeks Kematangan Gonad (IKG) mengacu kepada Effendie (1992) dengan Rumus :

Bg

IKG = ___________ x 100 %

Bi

IKG = Indeks kematangan gonad Bg = Berat gonad (gram) Bi = Berat ikan (gram)

6. Fekunditas

Pengamatan fekunditas dan diameter telur ditentukan dari contoh ikan dengan TKG IV. Fekunditas total dihitung berdasarkan metoda grafimetrik (Effendie, 1992)

(21)

dengan bentuk rumus : F = ( G / g ) n

F = adalah jumlah total telur dalam gonad (fekunditas) G = adalah bobot gonad tiap satu ekor ikan

g = bobot sebagian gonad (sampel) satu ekor ikan n = jumlah telur dari sampel gonad

7. Diameter telur

Ukuran diameter telur dianalisis menggunakan distribusi frekuensi dengan menerapkan kaidah Sturges (Ritonga, 1987) yaitu data hasil ukuran diameter telur dibagi kedalam beberapa kelompok (klas) dengan rumus :

K = 1 + 3,322 Log N Dimana :

K = Jumlah kelompok atau kelas N = Jumlah sampel

Untuk mencari jarak interval kelas digunakan rumus i (interval) = (Ntt – Ntr)/K Dengan ;

Ntt = nilai tertinggi yang terdapat dalam data hasil pengukuran Ntr = nilai terendah

8. Luas relung makanan

Perhitungan luas relung makanan dengan munggunakan metode “ levin’s

Measure” (Krebs, 1989) : Bij =



  n l i m j

Pij

1 2

1

Dimana :

Bij = Luas relung kelompok ukuran ikan ke i terhadap sumberdaya makanan ke j Pij = Proporsi dari kelompok ukuran ikan ke-i yang berhubungan dengan sumberdaya

makanan ke-j

n = Jumlah kelompok ukuran ikan (i = 1,2,3,...n) m = Jumlah sumberdaya makanan ikan (j = 1,2,3,...n)

Standarisasi nilai luas relung makanan agar bernilai antara 0 – 1, menggunakan rumus yang dikemukakan Hulbert in Krebs (1989), yaitu :

Ba = 1 1   N B

(22)

Pertumbuhan dan Mortalitas

Pendugaan parameter pertumbuhan dari Von Bertalanffy yaitu pajang total asimtotik (L∞) dan koeefisen pertumbuhan (K) dihitung mengunakan progran elefan 1 (1987) dalam paket program komputer fisat (Gayanello et al. 1995). Pendugaan nilai to (umur pada saat 0 tahun) di hitung berdasarkan persamaan Pauly (1984) yaitu :

Log(-to) = -0,3922 – 0,2752log(L∞)-1,038log(K)

Laju mortalitas alami (M) di duga dengan mengaplikasikan model empiris dari pauly (1980) yaitu :

Log (M) = -0,066 – 0,279*Log(L∞)+0,6543*Log(K)+0,4634*Log(T) Keterrangan :

L∞ = Panjang total asimtotik K = Koefisien Pertumbuhan

T = Rataan suhu lingkungan perairan

Koefisien mortalitas total (Z) diperoleh dari kurva hasil tangkapan berdasarkan panjang (Length converted catch curve) (pauly, 1983) yang perhitungannya dilakukan secara komputerisasi mengunakan paket progran fisat (Gayanilo et al. 1995). Koefisen mortalitas penangkapan (F) di hitung dari persamaan :

F = (Z – M)

Laju eksploitasi (E) dihitung mengunakan persamaan :

E = F/Z (pauly, 1980)

Plankton

Kelimpahan Plankton dihitung dengan menggunakan metode Sedweight

Rafter Counting (APHA, 2005) :

D x E C x B A x n N  1 Dimana :

(23)

n = Jumlah rataan individu per lapang pandang. A = Luas gelas penutup (mm2).

B = Luas satu lapang pandang (mm2). C = Volume air terkonsentrasi (ml).

D = Volume satu tetes (ml) dibawah gelas penutup. E = Volume air yang disaring (l).

Untuk mengetahui nilai keanekaragaman jenis dicari berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon (H’)/ Poole (1974) dengan Rumus :

H’ = - ∑ (ni/n) ln (ni/n) atau H’ = - ∑ pi ln pi H’ = Indeks keanekaragaman Shannon

ni = Jumlah individu jenis ke i n = Jumlah individu semua jenis pi = ni/n

(24)

Gambar 1. Daerah Lokasi Penelitian Beberapa Waduk Di Daerah Jawa Tengah 2012

Waduk Penjalin

Waduk Sempor

Waduk

Wadaslintang

Waduk Sermo

(25)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Ekologi perairan waduk

3.1.1. Keadaan umum Waduk Sermo, Wadaslintang, Sempor dan Penjalin 3.1.1.1. Waduk Sermo

Waduk Sermo mempunyai luas ± 157 ha, kedalaman inlet berkisar antara 5.4-5.7 m, tengah 31.7-32.2 m dan outlet 38.8-44.4 m, pasokan air utama dari inlet Sungai Serang, sungai Lurung, sungai Belo, sungai Kediri, DAS Ngrancah dan sungai Bengkok (Tabel). Namun inlet-inlet ini berukuran kecil sehingga tidak dapat sebagai tempat ikan beruaya untuk memijah (seperti ikan patin). Jenis ikan yang ada yaitu red devil (keberadaannya dominan).nila, tawes, tambra, betutu, gabus, dan lele. Di tepi waduk tidak terdapat tumbuhan perdu yang dapat berfungsi sebagai tempat perlindungan ikan dan tidak terdapat daerah reservat. Waduk Sermo tidak layak untuk lokasi pengembangan CBF karena tidak terdapat reservat, tidak ada tempat untuk beruaya dan banyak terdapat ikan red devil yang bersifat pemangsa.

3.1.1.2. Waduk Wadaslintang

Waduk Wadaslintang mempunyai luas ± 1.465 ha, kedalaman inlet berkisar antara 2.7-3.9 m, tengah 44-46 m dan outlet 38.2-65 m, pasokan air utama dari inlet Sungai Medono (Sungai Gede), sungai Tuban, sungai Kalianget, sungai Tritis dan sungai Kemujing (Tabel). Inlet Medono merupakan sungai yang agak besar sehingga diduga dapat untuk beruaya bagi ikan yang akan memijah. Di tepi waduk terdapat tumbuhan kayu duri (Mimosa sp) yang dapat sebagai daerah perlindungan ikan. Terdapat daerah reservat yaitu di Karanganyar, Kemujing dan Erorejo, (dasar perairan berupa rumpun bamboo dan batu) daerah reservat ini sudah dikelola dan sudah berjalan dengan baik. Jenis ikan yang ada yaitu nila, palung, betutu, brek dan beong. Di sini tidak ada ikan pemangsa. Waduk Wadaslintang banyak kemiripan dengan waduk Gajah Mungkur, Wonogiri dimana adanya daerah perlindungan, asuhan, suaka dan ruaya. Dari kriteria tersebut maka Waduk Wadaslintang sangat cocok untuk lokasi pengembangan CBF.

(26)

3.1.1.3. Waduk Sempor

Waduk Sempor mempunyai luas ± 270 ha, kedalaman inlet berkisar antara 1.6-3.5 m, tengah 26.7-28.4 m dan outlet 25.8-27.7 m, pasokan air utama dari inlet Sungai Cingcingguling, Sempor, Kedungringin dan Sampang. karena tidak terdapat reservat, tidak ada tempat untuk beruaya Jenis ikan yang ada yaitu nila, gabus, mas dan louhan (keberadaannya dominant). Di tepi waduk tidak terdapat tumbuhan perdu yang dapat berfungsi sebagai tempat perlindungan ikan dan tidak terdapat daerah reservat. Waduk Sempor tidak layak untuk lokasi pengembangan CBF karena tidak terdapat reservat, tidak ada tempat untuk beruaya dan banyak terdapat ikan louhan yang bersifat pemangsa.

3.1.1.4. Waduk Penjalin

Waduk Penjalin mempunyai luas ± 125 ha, kedalaman inlet berkisar antara 1.3-1.5 m, tengah 10.5-10.6 m dan outlet 8.6-8.8 m, pasokan air utama dari inlet Sungai Penjalin. Di bagian inlet waduk banyak terdapat tumbuhan perdu seperti kayu duri (Mimosa sp) dan bunga terompet. Namun inlet-inlet ini berukuran kecil sehingga tidak dapat sebagai tempat ikan beruaya untuk memijah (seperti ikan patin) Di tepi waduk tidak terdapat tumbuhan perdu yang dapat berfungsi sebagai tempat perlindungan ikan dan tidak terdapat daerah reservat. Jenis ikan yang ada yaitu nila, tawes, mujair, betutu dan lele. Waduk Penjalin tidak layak untuk pengembangan CBF karena tidak terdapat reservat, tidak ada tempat untuk beruaya.

Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri merupakan waduk yang berhasil dalam rangka penebaran ikan patin karena waduk tersebut mempunyai ekologi yang diperlukan ikan patin untuk berkembang biak dengan baik seperti adanya inlet sungai Keduang yang merupakan tempat untuk beruaya bagi ikan patin yang akan memijah, adanya daerah yang dilindungi (reservat) di daerah KJA Aqua Farm yang merupakan tempat mencari makan bagi ikan patin, adanya tumbuhan perdu di bagian teluk-teluk waduk seperti kayu duri (Mimosa sp) dan jlegor yang dapat berfungsi sebagai daerah asuhan bagi anak-anak ikan patin.

Dengan menyimak keberhasilan waduk Gajah Mungkur untuk pengembangan ikan patin tersebut maka dari empat waduk yang sudah diteliti (Sermo, Wadaslintang, Sempor dan Penjalin) maka hanya Waduk Wadaslintang saja yang mempunyai kriteria seperti waduk Gajah Mungkur.

(27)

Tabel 2. Luas, sumber pasokan air dan keberadaan reservat Waduk Sermo, Wadaslintang, Sempor dan Penjalin.

No Nama waduk Luas (ha) Sumber air (inlet) Reservat

1 Sermo 157 Sungai Serang, sungai

Lurung, sungai Belo, sungai Kediri, DAS Ngrancah dan sungai Bengkok

Tidak ada

2 Wadaslintang 1465 Sungai Medono (Sungai Gede), sungai Tuban, sungai Kalianget, sungai Tritis dan sungai Kemujing

-Karanganyar -Erorejo -Kemujing

3 Sempor 270 Sungai Cingcingguling,

Sempor, Kedungringin dan Sampang

Tidak ada

4 Penjalin 125 Sungai Penjalin Tidak ada

3.1.2. Kualitas Perairan

Hasil pengukuran parameter kualitas air permukaan waduk (Sermo, Wadaslintang, Sempor dan Penjalin selama penelitian (Maret, Mei, Juli dan September 2012) dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.1.2.1. Kecerahan air

Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air. Kecerahan air yang di teliti baik pada inlet, tengah maupun outlet berkisar antara 90-220 cm (Tabel. ).Menurut Wardoyo et al., 1995 kecerahan air yang baik untuk kolam berkisar antara 40-80 cm. Berdasarkan baku mutu kualitas air untuk kecerahan >45 cm. Mengacu dari dua pernyataan tersebut maka kecerahan air yang diteliti di perairan Waduk Sermo, Wadaslintang, Sempor dan Penjalin tergolong tinggi dan baik untuk mendukung kehidupan ikan.

3.1.2.2. Suhu air

Suhu air di perairan yang di teliti selama pengamatan yaitu pada bulan Maret, Mei, Juli, dan September 2012 baik di inlet, tengah maupun outlet berkisar antara 27.3-30.60C. Berdasarkan baku mutu kualitas air untuk suhu berkisar antara 20-32 oC, maka kondisi perairan Waduk Sermo, Wadaslintang, sempor dan Penjalin ditinjau dari parameter suhu relative agak tinggi namun masih cukup baik untuk mendukung kehidupan ikan.

(28)

3.1.2.3. Daya Hantar Listrik (DHL)

Boyd (1979) mengatakan bahwa nilai DHL perairan alami sekitar 20-1500 µS/cm sedangkan perairan laut bisa memiliki nilai DHL yang sangat tinggi karena banyaknya garam-garam yang terlarut didalamnya. Nilai DHL perairan waduk yang di periksa baik di inlet, tengah dan outlet berkisar 129-234 µS/cm. Menurut baku mutu kualitas air ,nilai yang baik untuk DHL 150-500 µS/cm. Sebagai perbandingan, nilai DHL Sungai Citarum dan anak-anak sungainya berkisar antara 20-320 µS/cm (Kartamihardja et.al, 1987) relatif menggolongkan perairannya baik bagi kehidupan ikan. Atas dasar tersebut, nilai DHL perairan Waduk Sermo, Wadaslintang, Sempor dan Penjalin menunjukkan nilai yang relatif baik untuk kehidupan ikan.

3.1.2.4. Karbondioksida (CO2) bebas

Hasil pengukuran kandungan CO2 - bebas pada bulan Maret, Mei, Juli, dan

September 2012 baik di inlet, tengah maupun outlet berkisar antara 0-7,39 mg/l. Menurut baku mutu kualitas air untuk nilai CO2 – bebas adalah maksimum 15 mg/l.

Nilai kandungan CO2 – bebas pada perairan yang diteliti masih dibawah ambang batas

yang membahayakan bagi kehidupan ikan. 3.1.2.5. Alkalinitas

Nilai alkalinitas antara 0 - 10 mg/l CaCO3. mengindikasikan kualitas air sangat

masam, antara 10 - 50 mg/ l CaCO3 perairan tergolong kurang produktif, antara 50 -

200 mg/ l CaCO3 perairan digolongkan mempunyai alkalinitas sedang dan produktivitas

perairannya juga sedang. Nilai alkalinitas pada perairan alami jarang lebih besar dari 500 mg/ l CaCO3. Nilai alkalinitas yang baik berkisar antara 30-500 mg/l CaCO3. Nilai

alkalinitas pada perairan alami adalah 40 mg/l CaCO3 (Boyd, 1988). Alkalinitas perairan

waduk pada perairan yang di periksa berkisar antara 45-86 mg/ l CaCO3. Berdasarka

kriteria tersebut maka nilai alkalinitas perairan Waduk Sermo, Wadaslintang, Sempor dan Penjalin mempunyai tingkat kesuburan air yang baik.

3.1.2.6. BOD5

Perairan alami nilai BOD-nya berkisar antara 0,5-7,0 mg/l, perairan dengan nilai BOD 10 mg/l dianggap telah mengalami pencemaran (Jeffries & Mills dalam Effendi, 2000). Hasil pengukuran nilai BOD perairan waduk yang diteliti baik di inlet, tengah maupun outlet berkisar antara -0.41-10.09 mg/l. Nilai BOD 10.09 mg/l terdapat di stasiun inlet Waduk Sempor hal ini diduga karena pengaruh limbah organik dari pemukiman penduduk. Namun secara keseluruhan nilai BOD tersebut menandakan bahwa perairan Waduk Sermo, Wadaslintang, Sempor dan Penjalin relative masih baik untuk

(29)

mendukung kehidupan ikan. 3.1.2.7. Suhu

Dari hasil pengamatan secara lapisan terlihat bahwa suhu dari Waduk Sermo, Wadaslintang, Sempor dan Penjalin pada bulan Maret dan Mei serta Waduk Wadaslintang dan Sempor pada bulan Juli dan September baik pada daerah inlet, tengah maupun outlet menunjukkan hasil yang relative sama, yaitu pada pengamatan bulan Maret di Waduk Sermo pada daerah inlet, tengah, outlet nilai suhu terendah 26.70C (outlet) tertinggi 28.50C (inlet),(Gambar 2,4), di Waduk Wadaslintang nilai suhu terendah 26.70C (inlet), tertinggi 30.10C (inlet), (Gambar 5), di Waduk Sempor nilai suhu terendah 27.30C (tengah,outlet), (Gambar 9,10) tertinggi 300C (inlet, tengah, outlet), (Gambar 8,9,10), di Waduk Penjalin terendah 26.50C (tengah,outlet), (Gambar 12,13) tertinggi 29.50C (inlet,tengah,outlet) (Gambar 11,12,13). Tinggi rendahnya suhu pada suatu perairan yang diamati sangat tergantung dengan waktu (jam, bulan) pengukuran.

Pengamatan suhu pada bulan Mei di Waduk Sermo pada daerah inlet, tengah, outlet nilai suhu terendah 27.50C (tengah) (Gambar 15), tertinggi 30.10C (inlet,outlet),(Gambar 14,16), di Waduk Wadaslintang nilai suhu terendah 26.70C (inlet),(Gambar 17), tertinggi 30.50C (inlet),(Gambar 17), di Waduk Sempor nilai suhu terendah 28.60C (outlet),(Gambar 22), tertinggi 30.60C (outlet), (Gaambar 22), di Waduk Penjalin terendah 26.40C (outlet),(Gamabar 25), tertinggi 27.80C (inlet) (Gambar 23).

Pengamatan suhu pada bulan Juli di Waduk Wadaslintang nilai suhu terendah 27.80C (outlet), (Gambar 28), tertinggi 28.70C (inlet),(Gambar 26) di Waduk Sempor nilai suhu terendah 27.80C (inlet), (Gambar 29), tertinggi 29.40C (inlet,outlet) (Gambar 29,31). Pengamatan suhu pada bulan September di Waduk Wadaslintang nilai suhu terendah 26.740C (tengah), (Gambar 33), tertinggi 29.230C (inlet),(Gambar 32), di Waduk Sempor nilai suhu terendah 27.00C (outlet),(Gambar 37), tertinggi 28.880C (inlet). (Gambar35).

Pada umumnya suhu pada Waduk Sermo, Wadaslintang, Sempor dan Penjalin selama penelitian menunjukkan semakin menurun seiring dengan meningkatnya kedalaman perairan waduk, tetapi tidak terlalu mencolok. Suhu perairan cenderung semakin menurun seiring dengan tingkat kedalaman air. Meskipun suhu air di perairan waduk yang diamati cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman, namun kondisi suhu perairan Waduk Sermo, Wadaslintang, sempor dan Penjalin belum menunjukkan gejala stratifikasi. (Gambar)

(30)

3.1.2.8. pH

Dari hasil pengamatan pH secara lapisan terlihat bahwa pH dari Waduk Sermo, Wadaslintang, Sempor dan Penjalin pada bulan Maret, Mei, dan Waduk Wadaslintang dan Sempor pada bulan Juli dan September baik pada daerah inlet, tengah maupun outlet menunjukkan hasil yang relative sama, yaitu pada pengamatan bulan Maret di Waduk Sermo pada daerah inlet, tengah, outlet nilai pH terendah 7.31 (tengah)(Gambar 3), tertinggi 8.06 (outlet)(Gambar 4), di Waduk Wadaslintang nilai pH terendah 7.17 (tengah)(Gambar 6), tertinggi 8.47 (inlet)(Gambar 5), di Waduk Sempor nilai pH terendah 7.22 (tengah)(Gambar 9), tertinggi 8.29 (outlet)(Gambar 10), di Waduk Penjalin terendah 7.26 (tengah)(Gambar 12), tertinggi 8.49 (outlet) (Gambar 13).

Pengamatan bulan Mei di Waduk Sermo pada daerah inlet, tengah, outlet nilai pH terendah 7.22 (tengah)(Gambar 14), tertinggi 8.59 (tengah)(Gambar 15), di Waduk Wadaslintang nilai pH terendah 7.04 (outlet)(Gambar 19), tertinggi 8.44 (outlet)(Gambar 19), di Waduk Sempor nilai pH terendah 7.20 (outlet)(Gambar 22), tertinggi 8.41 (outlet)(Gambar 22), di Waduk Penjalin terendah 7.17 (tengah)(Gambar 24), tertinggi 7.38 (tengah) (Gambar 24).

Pengamatan pH pada bulan Juli di Waduk Wadaslintang pada daerah inlet, tengah, outlet nilai pH terendah 7.50 (inlet)(Gambar 26), tertinggi 7.95 (outlet)(Gambar 28), di Waduk Sempor terendah 6.96 (outlet)(Gambar 31) tertinggi 7.79 (outlet)(Gambar 31).

Pengamatan pH pada bulan September di Waduk Wadaslintang pada daerah inlet, tengah, outlet nilai pH terendah 7.06 (tengah)(Gambar 33), tertinggi 8.96 (inlet)(Gambar 32), di Waduk Sempor terendah 7.09 (outlet)(Gambar 37), tertinggi 8.12 (tengah)(Gambar 36).

Perairan Waduk Wadaslintang, Sempor, Sermo dan Penjalin termasuk perairan dengan tingkat keasaman sedang hingga tinggi (netral-basa) yaitu 6.96-8.96. Menurut Boyd (1993) keadaan pH demikian sesuai untuk kehidupan ikan air tawar.

3.1.2.9. Oksigen terlarut (O2)

Dari hasil pengamatan O2 secara lapisan terlihat bahwaO2 dari Waduk Sermo,

Wadaslintang, Sempor dan Penjalin pada bulan Maret, Mei, dan Waduk Wadaslintang dan Sempor pada bulan Juli dan September baik pada daerah inlet, tengah maupun outlet menunjukkan hasil yang bervariasi.

Pengamatan bulan Maret di Waduk Sermo pada daerah inlet, tengah, outlet nilai O2 terendah 0.20 mg/l (outlet) tertinggi 8.12 mg/l (outlet), di Waduk Wadaslintang nilaiO2

(31)

terendah 0.06 mg/l (outlet), tertinggi 12.3 mg/l (inlet), di Waduk Sempor nilai O2

terendah 0.06 mg/l (tengah,outlet), tertinggi 10.93 mg/l (tengah), di Waduk Penjalin terendah 3.54 mg/l (tengah), tertinggi 14.24 mg/l (tengah)(Gambar 2,3,4). Di Waduk Sermo di daerah tengah terjadi penurunan O2 mulai pada kedalaman 5 m dan

berangsur angsur sampai mendekati nilai 0 pada kedalaman 20-30 m (0.11-0.15 mg/l) dan pada daerah outlet mulai pada kedalam 5 m dan berangsur angsur sampai mendekati nilai 0 yaitu pada kedalaman 20-30 m (0.20-0.50 mg/l) (Gambar 3,4). Di Waduk Wadaslintang di daerah tengah terjadi penurunan O2 mulai pada kedalaman 10

m dan berangsur angsur sampai mendekati nilai 0 pada kedalaman 15-20 m (0.07-0.41 mg/l) dan pada daerah outlet mulai pada kedalam 10 m dan berangsur angsur sampai mendekati nilai 0 yaitu pada kedalaman 15-20 m (0.06-0.15 mg/l) (Gambar 6,7). Di Waduk Sempor di daerah tengah terjadi penurunan O2 mulai pada kedalaman 5 m dan

berangsur angsur sampai mendekati nilai 0 pada kedalaman 10-20 m (0.16-0.24 mg/l) dan pada daerah outlet mulai pada kedalam 4 m dan berangsur angsur sampai mendekati nilai 0 yaitu pada kedalaman 10 m (0.11 mg/l) (Gambar 9,10). Di Waduk Penjalin di daerah tengah terjadi penurunan O2 mulai pada kedalaman 4 m dan

berangsur angsur sampai mendekati nilai 0 pada kedalaman 10 m (3.54 mg/l) dan pada daerah outlet mulai pada kedalam 4 m dan berangsur angsur sampai mendekati nilai 0 yaitu pada kedalaman 8 m (4.4 mg/l) (Gambar 12,13).

Pengamatan bulan Mei di Waduk Sermo pada daerah inlet, tengah, outlet nilai O2 terendah 0.05 mg/l (tengah) tertinggi 17.76 mg/l (tengah), di Waduk Wadaslintang

nilai O2 terendah 0.2 mg/l (outlet), tertinggi 12.71 mg/l (outlet), di Waduk Sempor nilai

O2 terendah 0.91 mg/l (outlet), tertinggi 16.23 mg/l (inlet), di Waduk Penjalin terendah

6.58 mg/l (outlet), tertinggi 10 mg/l (inlet). Di Waduk Sermo di daerah tengah terjadi penurunan O2 mulai pada kedalaman 4 m dan berangsur angsur sampai mendekati

nilai 0 pada kedalaman 6-10 m (0.05-0.23 mg/l) dan pada daerah outlet mulai pada kedalam 4 m dan berangsur angsur sampai mendekati nilai 0 yaitu pada kedalaman 6-10 m (0.08-0.16 mg/l) (Gambar 15,16). Di Waduk Wadaslintang di daerah tengah terjadi penurunan O2 mulai pada kedalaman 6 m dan berangsur angsur sampai mendekati

nilai 0 pada kedalaman 13-16 m (0.40-0.91 mg/l) dan pada daerah outlet mulai pada kedalam 7 m dan berangsur angsur sampai mendekati nilai 0 yaitu pada kedalaman 10-15 m (0.20-0.30 mg/l) (Gambar 18,19). Di Waduk Sempor di daerah tengah terjadi penurunan O2 mulai pada kedalaman 10 m (1.50 mg/l) dan pada daerah outlet mulai

(32)

Pengamatan bulan Juli di Waduk Sempor di daerah outlet terjadi penurunan O2

mulai pada kedalaman 17-20 m (1.65-2.35 mg/l) (Gambar 31). Pengamatan bulan September di Waduk Sempor di daerah outlet terjadi penurunan O2 mulai pada

kedalaman 8-10 m (11.12-9.31 mg/l) (Gambar 37).

Kadar oksigen terlarut dari Waduk Wadaslintang, Sempor, Sermo dan Penjalin ada kecenderungan semakin menurun seiring dengan kedalaman perairan waduk. Bahkan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut menuju nilai nol. Seperti terlihat pada Waduk Wadaslintang pada bulan Maret pada kedalaman 15 m (tengah, outlet), Sempor pada kedalaman 10 m (tengah) dan Sermo pada kedalaman 20 m (tengah, outlet). Bulan Mei di Waduk Wadaslintang pada kedalaman 16 m (tengah), kedalaman 10 m (outlet) dan pada Waduk Sermo pada kedalaman 6 m (tengah, outlet).

Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari diffuse oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35 %) dan aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitiplankton. Sebagian besar oksigen pada perairan waduk merupakan hasil samping dari aktivitas fotosintesa algae. Kadar oksigen pada lapisan eufotik lebih tinggi, semakin ke bawah semakin berkurang. Selain akibat proses respirasi tumbuhan dan hewan, hilangnya oksigen di perairan juga terjadi karena oksigen dimanfaatkan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik. Penghilangan oksigen pada bagian dasar perairan lebih banyak disebabkan oleh proses dekomposisi bahan organik yang membutuhkan oksigen terlarut.

Gambar 2. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Sermo bulan Maret 2012. 0 1 2 3 4 5 6 0 10 20 30 40 Ke d a la m a n (m ) SUHU pH Oksigen

(33)

Gambar 3. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Sermo bulan Maret 2012.

Gambar 4. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Sermo bulan Maret 2012.

Gambar 5. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Wadaslintang bulan Maret 2012. 0 5 10 15 20 25 30 35 0 5 10 15 20 25 30 Ke d al am an (m ) DO pH Suhu 0 1 2 3 4 0 10 20 30 40 Ke da la m an (m ) SUHU pH Oksigen

(34)

Gambar 6. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Wadaslintang bulan Maret 2012.

Gambar 7. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Wadaslintang bulan Maret 2012.

Gambar 8. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Sempor bulan Maret 2012. 0 5 10 15 20 25 0 10 20 30 40 K e da la m an (m ) SUHU pH Oksigen 0 5 10 15 20 25 30 0 10 20 30 40 K e d al am an ( m ) Suhu pH DO 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 0 10 20 30 40 K e da la m an (m ) DO pH Suhu

(35)

Gambar 9. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Sempor bulan Maret 2012.

Gambar 10. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Sempor bulan Maret 2012.

Gambar 11. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Penjalin bulan Maret 2012. 0 5 10 15 20 0 5 10 15 20 25 30 35 K e da la m an (m ) SUHU pH Oks i gen 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 10 20 30 40 Ke d a la m a n (m ) DO pH Suhu 0 2 4 6 8 10 12 0 10 20 30 40 Ke d a la m a n (m ) Suhu pH DO

(36)

Gambar 12. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Penjalin bulan Maret 2012.

Gambar 13. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Penjalin bulan Maret 2012.

Gambar 14. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Sermo bulan Mei 2012. 0 2 4 6 8 0 10 20 30 40 Ke d al am an (m ) SUHU pH Oksigen 0 2 4 6 8 10 12 0 10 20 30 40 Ke d a la m a n (m ) Suhu pH DO 0 1 2 3 4 5 6 0 10 20 30 40 Ke d a la m a n (m ) Suhu pH DO

(37)

Gambar 15. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Sermo bulan Mei 2012.

Gambar 16. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Sermo bulan Mei 2012.

Gambar 17. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Wadaslintang bulan Mei 2012. 0 2 4 6 8 10 12 0 10 20 30 40 Ke d a la m a n ( m ) Suhu pH DO 0 2 4 6 8 10 12 0 10 20 30 40 Ke d al am an (m ) Suhu pH DO 0 1 2 3 0 10 20 30 40 Ke d al am an (m ) SUHU pH Oksigen

(38)

Gambar 18. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Wadaslintang bulan Mei 2012.

Gambar 19. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Wadaslintang bulan Mei 2012.

Gambar 20. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Sempor bulan Mei 2012. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 0 10 20 30 40 Ke d a la m a n ( m ) Suhu pH DO 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 0 10 20 30 40 Ke d al am an (m ) Suhu pH DO 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 5 10 15 20 25 30 35 Suhu pH DO DHL

(39)

Gambar 21. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Sempor bulan Mei 2012.

Gambar 22. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Sempor bulan Mei 2012.

Gambar 23. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Penjalin bulan Mei 2012. 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 0 5 10 15 20 25 30 Suhu pH DO 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0 10 20 30 40 Ke d al am an (m ) Suhu pH DO

(40)

Gambar 24. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Penjalin bulan Mei 2012

Gambar 25. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Penjalin bulan Mei 2012.

Gambar 26. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Wadaslintang bulan Juli 2012. 0 1 2 3 4 5 6 7 0 10 20 30 40 Ke d al am an (m ) Suhu pH DO 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 5 10 15 20 25 30 Ke d al am an (m ) Suhu pH DO 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 5 10 15 20 25 30 Ke d a la m a n (m ) Suhu pH DO

(41)

Gambar 27. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Wadaslintang bulan Juli 2012.

Gambar 28. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Wadaslintang bulan Juli 2012.

Gambar 29. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Sempor bulan Juli 2012. 0 2 4 6 8 10 12 0 5 10 15 20 25 30 Ke d a la m a n (m ) Suhu pH DO 0 0.5 1 1.5 2 2.5 0 10 20 30 40 Ke d al am an (m ) Suhu pH DO 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0 5 10 15 20 25 30 Ke d a la m a n (m ) Suhu pH DO

(42)

Gambar 30. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Sempor bulan Juli 2012.

Gambar 31. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Sempor bulan Juli 2012.

Gambar 32. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Wadaslintang bulan September 2012. 0 2 4 6 8 10 12 0 10 20 30 40 Ke d a la m a n (m ) Suhu pH DO 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 0 10 20 30 40 K e da la m an (m ) Suhu pH DO 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0 10 20 30 40 Ke d al am an (m ) Suhu pH DO

(43)

Gambar 33. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Wadaslintang bulan September 2012.

Gambar 34. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Wadaslintang bulan September 2012.

Gambar 35. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah tengah Waduk Sempor bulan September 2012. 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0 5 10 15 20 25 30 K e da la m an (m ) Suhu pH DO 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0 10 20 30 40 K e da la m an (m ) Suhu pH DO 0 2 4 6 8 10 12 14 0 10 20 30 40 K e da la m an (m ) Suhu pH DO

(44)

Gambar 36. Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah outlet Waduk Sempor bulan September 2012.

3.1.3. Plankton

Waduk Wadaslintang

Hasil identifikasi plankton di Waduk Wadaslintang (Maret) di tiga stasiun pengamatan (inlet, tengah, outlet), kelimpahan plankton berkisar antara (648.784-737.536 sel/liter) kelimpahan tertinggi terjadi pada stasiun tengah yaitu sebesar 737.536 sel/liter (Gambar 37). Jenis-jenis plankton yang teridentifikasi terdiri dari 7 kelas yaitu Bacillariophyceae (10 jenis), Chlorophyceae (8 jenis), Cyanophyceae (5 jenis), Dinophyceae (2 jenis), Euglenophyceae (3 jenis), Monogononta (5 jenis) dan Sarcodina (1 jenis). Jenis-jenis plankton yang termasuk kelas Bacillariophyceae dan Chlorophyceae merupakan jenis yang dominan (Lampiran 4). Indeks keanekaragaman berkisar antara (1,13-1,73), indeks keanekaragaman tertinggi pada stasiun outlet yaitu sebesar 1.73 (Gambar 38).

Pengamatan plankton pada bulan Mei di tiga stasiun pengamatan (inlet, tengah, outlet), kelimpahan plankton berkisar antara (341.133-1.172.811 sel/liter) kelimpahan tertinggi terjadi pada stasiun tengah yaitu sebesar 1.172.811 sel/liter (Gambar 37). Jenis-jenis plankton yang teridentifikasi terdiri dari 7 kelas yaitu Bacillariophyceae (9 jenis), Chlorophyceae (9 jenis), Cyanophyceae (6 jenis), Dinophyceae (2 jenis), Euglenophyceae (2 jenis), Monogononta (4 jenis) dan Sarcodina (1 jenis). Jenis-jenis plankton yang termasuk kelas Bacillariophyceae dan Chlorophyceae merupakan jenis yang dominan (Lampiran 5). Indeks keanekaragaman berkisar antara (0,96-1,19), indeks keanekaragaman tertinggi pada stasiun outlet yaitu sebesar 1.19 (Gambar 38).

0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 5 10 15 20 25 30 K e da la m an (m ) Suhu pH DO

(45)

Waduk Sermo

Hasil identifikasi plankton di Waduk Sermo (Maret) di tiga stasiun pengamatan (inlet, tengah, outlet), kelimpahan plankton berkisar antara (77.572-221.823 sel/liter) kelimpahan tertinggi terjadi pada stasiun outlet yaitu sebesar 221.823 sel/liter (Gambar 39). Indeks keanekaragaman berkisar antara (1,73-2,05), indeks keanekaragaman tertinggi pada stasiun outlet yaitu sebesar 2,05 (Gambar 40).

Pengamatan plankton pada bulan Mei di tiga stasiun pengamatan (inlet, tengah, outlet), kelimpahan plankton berkisar antara (378.228-842.628 sel/liter) kelimpahan tertinggi terjadi pada stasiun outlet yaitu sebesar 842.628 sel/liter (Gambar 39). Jenis-jenis plankton yang teridentifikasi terdiri dari 8 kelas yaitu Bacillariophyceae (14 Jenis-jenis), Chlorophyceae (9 jenis), Cyanophyceae (7 jenis), Dinophyceae (1 jenis), Monogononta (5 jenis), Crustacea (2 jenis), Sarcodina (2 jenis) dan Mastigopora (2 jenis). Jenis-jenis plankton yang termasuk kelas Bacillariophyceae dan Chlorophyceae merupakan jenis yang dominan (Lampiran 5). Indeks keanekaragaman berkisar antara (1,266-1,394), indeks keanekaragaman tertinggi pada stasiun tengah yaitu sebesar 1.394 (Gambar 40). Waduk Sempor

Hasil identifikasi plankton di Waduk Sempor (Maret) di tiga stasiun pengamatan (inlet, tengah, outlet), kelimpahan plankton berkisar antara (57.792-152.091 sel/liter) kelimpahan tertinggi terjadi pada stasiun inlet yaitu sebesar 152.091 sel/liter (Gambar 41). Jenis-jenis plankton yang teridentifikasi terdiri dari 8 kelas yaitu Bacillariophyceae (13 jenis), Chlorophyceae (16 jenis), Cyanophyceae (8 jenis), Dinophyceae (1 jenis), Monogononta (9 jenis), Ciliata (2 jenis), Crustacea (2 jenis) dan Mastigopora (3 jenis). Jenis-jenis plankton yang termasuk kelas Bacillariophyceae dan Chlorophyceae merupakan jenis yang dominan (Lampiran 4). Indeks keanekaragaman berkisar antara (1,72-1,98), indeks keanekaragaman tertinggi pada stasiun outlet yaitu sebesar 1.98 (Gambar 42).

Pengamatan plankton pada bulan Mei di tiga stasiun pengamatan (inlet, tengah, outlet), kelimpahan plankton berkisar antara (179.224-959.502 sel/liter) kelimpahan tertinggi terjadi pada stasiun inlet yaitu sebesar 959.502 sel/liter (Gambar 41). Jenis-jenis plankton yang teridentifikasi terdiri dari 8 kelas yaitu Bacillariophyceae (13 Jenis-jenis), Chlorophyceae (16 jenis), Cyanophyceae (8 jenis), Dinophyceae (1 jenis), Monogononta (9 jenis), Ciliata (2 jenis), Crustacea (2 jenis) dan Mastigopora (3 jenis). Jenis-jenis plankton yang termasuk kelas Bacillariophyceae dan Chlorophyceae merupakan jenis

(46)

yang dominan (Lampiran 5). Indeks keanekaragaman berkisar antara (0,58-2,16), indeks keanekaragaman tertinggi pada stasiun tengah yaitu sebesar 2,16 (Gambar 42).

Gambar 37. Kelimpahan plankton di Waduk Wadaslintang tahun 2012.

Gambar 38. Indeks keanekaragaman plankton di Waduk Wadaslintang tahun 2012.

1.13 1.50 1.73 1.14 0.96 1.19 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00

Inlet Tengah Outlet Inlet Tengah Outlet

Maret Mei Waktu (Bulan) In d e k s K e a n e k a rg a m a n ( H ') 736103 737536 648784 657671 1172811 341133 0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000

Inlet Tengah Outlet Inlet Tengah Outlet

Maret Mei Waktu (Bulan) K e li m p a h a n t o ta l (P la n k to n /l it e r)

Gambar

Gambar 1. Daerah Lokasi Penelitian Beberapa Waduk Di Daerah Jawa Tengah 2012
Gambar 2.   Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Sermo bulan  Maret 2012
Gambar 5.   Nilai suhu air, pH dan oksigen terlarut di daerah inlet Waduk Wadaslintang  bulan Maret 2012
Gambar 6.   Nilai  suhu  air,  pH  dan  oksigen  terlarut  di  daerah  tengah  Waduk  Wadaslintang bulan Maret 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menjalankan program pada mesin bubut CNC dilakukan dengan standar dan persyaratan kerja tertentu yang ditetapkan, seperti pemasangan benda kerja, dan penempatan pahat pada posisi

Dari 19 regulasi UNECE yang telah dibedah ternyata terdapat 119 buah Standar Internasional, Standar Regional dan Standar Nasional negara lain yang diusulkan untuk diadopsi

Gente como vos y yo que no encuentran al amor de su vida, encuentran en sitios para conocer gente en línea muchas opciones que en la vida cotidiana no pueden o no pretenden buscar..

Apabila ada sanggahan mengenai proses pelelangan ini, maka dapat disampaikan sanggahan secara tertulis kepada :Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan dengan dosis 150 kg N ha-1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan 200 kg N ha-1 yang masingmasing dengan 3 kali penyiangan pada

Surplus neraca perdagangan di bulan Mei 2017 serta stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika dukung penurunan imbal hasil Surat Utang Negara pada

Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Jombang I - 6 Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa untuk sasaran kegiatan Pemeliharaan Rutin/Berkala Kendaraan

Pasar Monopolistik   adalah  salah  satu  bentuk  pasar  di  mana  terdapat  banyak produsen yang menghasilkan barang serupa tetapi memiliki perbedaan dalam beberapa