• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOEFISIEN INBREEDING JALAK BALI (Leucopsar rotschildi Stresemann 1922) DI PENANGKARAN TEGAL BUNDER TAMAN NASIONAL BALI BARAT ADILIA PUTRI RAHMAWATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOEFISIEN INBREEDING JALAK BALI (Leucopsar rotschildi Stresemann 1922) DI PENANGKARAN TEGAL BUNDER TAMAN NASIONAL BALI BARAT ADILIA PUTRI RAHMAWATI"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

KOEFISIEN INBREEDING JALAK BALI (Leucopsar rotschildi

Stresemann 1922) DI PENANGKARAN TEGAL BUNDER

TAMAN NASIONAL BALI BARAT

ADILIA PUTRI RAHMAWATI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Koefisien inbreeding

jalak bali (Leucopsar rotschildi Stresemann 1922) di penangkaran Tegal Bunder Taman Nasional Bali Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2016

Adilia Putri Rahmawati

(4)

ABSTRAK

ADILIA PUTRI RAHMAWATI. Koefisien Inbreeding Jalak Bali (Leucopsar

rothschildi Stresemann 1922) di Penangkaran Tegal Bunder Taman Nassional Bali

Barat. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASY’UD dan LIN NURIAH GINOGA. Penangkaran Tegal Bunder merupakan salah satu lembaga konservasi eks-situ yang menangkarkan jalak bali untuk pelepasliaran. Penangkaran eks-eks-situ memiliki resiko terjadinya silang dalam atau inbreeding tinggi, yang dapat menyebabkan adanya perubahan atau abnormalitas pada satwa. Penelitian dilakukan untuk menganalisis manajemen perkawinan dan mengidentifikasi

inbreeding melalui hubungan kekerabatan, koefisien inbreeding, serta karakteristik

morfologis. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi lapang, wawancara, dan studi pustaka. Hasil identifikasi inbreeding yang diperoleh menunjukkan bahwa telah terjadi inbreeding pada jalak bali, sedangkan pada pengamatan karakteristik morfologis diduga telah terjadi tekanan inbreeding pada jalak bali di penangkaran Tegal Bunder.

Kata kunci: inbreeding, jalak bali, manajemen perkawinan

ABSTRACT

ADILIA PUTRI RAHMAWATI. Inbreeding Coefficient of Bali Starling

(Leucopsar rothschildi Stresemann 1922) in Tegal Bunder captive West Bali

National Park. Supervised by BURHANUDDIN MASY’UD and LIN NURIAH GINOGA.

Tegal Bunder captive is one of ex-situ conservation organization that breed bali starling for release. The risk of inbreeding is high as an animal captivity. This research aimed to analyse management breeding and identify in breeding based on kinship, inbreeding coefficient, and morphological characteristic. Observation, interview, and literature study were used in this research. The identification of inbreeding showed that there was indeed inbreeding occured in Tegal Bunder captive, and there was significant difference of morphological characteristic, body size of the progeny, which indicated inbreeding depression of bali starling in Tegal Bunder captive.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

KOEFISIEN INBREEDING JALAK BALI (Leucopsar rotschildi

Stresemann 1922) DI PENANGKARAN TEGAL BUNDER

TAMAN NASIONAL BALI BARAT

ADILIA PUTRI RAHMAWATI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

1922) di Penangkaran Tegal Bunder Taman Nassional Bali Barat

Nama NIM

: Adilia Putri Rahmawati

: E34120052

Dr Ir Burhanuddin Masy'ud, MS Pembimbing I

Tanggal Lulus: 2 � OEC 2016

Disetujui oleh

Ir Lin Nuriah Ginoga, MSi Pembimbing II

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dari penelitian yang telah dilakukan berjudul “Koefisien inbreeding Jalak Bali (Leucopsar rotschildi

Stresemann 1922) di Penangkaran Tegal Bunder Taman Nasional Bali Barat”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS dan Ir Lin Nuriah Ginoga MSi selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan saran kepada penulis selama penyusunan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak Taman Nasional Bali Barat yang telah mengizinkan, memfasilitasi, dan membantu penulis sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar sampai selesai.

Penulis menyampaikan penghargaan sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, Bapak Cucuk Sugiarto dan Ibu Yuni Hastuti serta kedua orang kakak penulis yang selalu memberikan do’a dan memberi dukungan bagi penulis. Penghargaan penulis sampaikan kepada Pak Nana, Pak Putu, Pak Heri, Mas Ari, Mas Hanung, Mas Harpa, serta seluruh staff Pusat Pembinaan Jalak Bali Tegal Bunder Taman Nasional Bali Barat yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE) IPB, keluarga besar Cantigi Gunung (KSHE angkatan 49), HIMAKOVA, Kelompok Pemerhati Kupu-Kupu SARPEDON, sahabat dunia akhirat, serta seluruh pihak yang turut menyukseskan penyusunan karya ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Desember 2016

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat dan Bahan 3

Objek Penelitian 3

Metode Pengumpulan Data 3

Metode Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Hasil 9

Pembahasan 17

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 23

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis data dan metode pengumpulan data 3

2 Pengukuran ukuran tubuh jalak bali di PPJB Tegal Bunder 4

3 Kategori tingkat inbreeding 8

4 Dasar pemilihan bibit jalak bali jantan dan betina di PPJB Tegal Bunder 9 5 Ciri-ciri morfologis jalak bali jantan dan betina di PPJB Tegal Bunder 10 6 Jenis dan ukuran kandang jalak bali PPJB Tegal Bunder 11 7 Asal indukan transfer jalak bali di PPJB Tegal Bunder 13 8 Nilai koefisien inbreeding jalak bali tiap generasi 14 9 Perbandingan ukuran tubuh jalak bali jantan dan betina pada SPSS 15 10 Perbandingan peubah ukuran tubuh jalak bali tiap generasi pada SPSS 15 11 Perbandingan pola (variasi) jalak bali di PPJB Tegal Bunder 16 12 Rekomendasi skenario pengaturan kawin jalak bali di PPJB Tegal

Bunder 22

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 2

2 Contoh silsilah suatu individu X 8

3 Pasangan jalak bali di kandang pembiakan (A) jantan dan (B) betina 10 4 Gowok pada kandang jalak bali di PPJB Tegal Bunder 12 5 Penelusuran silsilah jalak bali dengan kode TNBB 534 13 6 Diagram panah hubungan kekerabatan jalak bali di PPJB Tegal Bunder 14 7 Rentang sayap (A) dan bulu ekor (B) jalak bali di PPJB Tegal Bunder 21 8 Warna mata (A) dan kaki (B) jalak bali di PPJB Tegal Bunder 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan nilai koefisien inbredding jalak bali di PPJB Tegal Bunder 26

(11)

Latar Belakang

Jalak bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) atau juga dikenal oleh masyarakat lokal dengan nama curik bali merupakan burung yang berasal dari suku sturnidae. Jalak bali merupakan satwa endemik Bali yang berstatus terancam punah

(critically endangered) (IUCN 2012) dan saat ini habitat alaminya hanya ditemukan

di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Jalak bali juga terdaftar di dalam Apendiks I CITES yakni termasuk kelompok yang terancam punah dan dilarang untuk diperdagangkan. Di Indonesia burung ini masuk dalam kategori jenis yang dilindu ngi oleh pemerintah melalui SK Menteri Pertanian No.421/Kpts/Um/8/70 tanggal 26 Agustus 1970 dan Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Tumbuhan dan Satwa Liar.

Populasi jalak bali di alam setiap tahunnya mengalami penurunan, sampai dengan tahun 2005 tercatat bahwa jumlah populasi jalak bali di alam sebanyak 12 ekor (Rianto 2006). Menurut TNBB (2013) hal ini disebabkan karena perburuan, predator, dan kebakaran hutan. Jumlah populasi jalak bali yang sangat sedikit menjadi alasan pentingnya upaya konservasi, salah satunya adalah penangkaran dan pelepasliaran hasil penangkaran ke alam. Saat ini, upaya konservasi eks-situ jalak bali telah tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Keberadaan jalak bali di eks-situ selain meningkatkan populasi juga dapat membantu upaya konservasi dan penelitian jalak bali.

Program penangkaran di Pusat Pembinaan Jalak Bali (PPJB) Tegal Bunder ditujukan untuk menangkarkan jenis yang terancam punah dan dikembalikan atau dilepasliarkan ke habitat alaminya. Untuk keberhasilan pelepasliaran dibutuhkan bibit jalak bali yang berkualitas baik dengan salah satu indikator berupa kualitas dan genetik yang baik. Di dalam penangkaran jalak bali ada kecenderungan terjadinya silang dalam atau inbreeding. Inbreeding dapat diidentifikasi melalui analisis silsilah jalak bali dan besarannya dapat dilihat dari nilai koefisien

inbreeding. Inbreeding dapat menimbulkan pengaruh buruk seperti penurunan

fertilitas, peningkatan mortalitas, penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit, penurunan daya hidup, dan penurunan laju pertumbuhan (Noor 2008). Kondisi abnormalitas juga dapat terjadi pada satwa sebagai efek dari inbreeding. Untuk mengetahui terjadinya abnormalitas ini, maka perlu diketahui perihal koefisisen

inbreeding agar dapat dilakukan pengaturan perkawinan dengan tepat dan

penelaahan karakteristik morfologis untuk mengetahui ada atau tidaknya tekanan

inbreeding pada jalak bali di Pusat Pembinaan Jalak Bali (PPJB) Tegal Bunder.

Tujuan Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengkaji manajemen perkawinan pada jalak bali di PPJB Tegal Bunder 2. Menghitung hubungan kekerabatan dengan menggunakan diagram pohon dan

(12)

3. Mengukur perbandingan karakteristik morfologis jalak bali untuk mengidentifikasi keberadaan tekanan inbreeding pada jalak bali di PPJB Tegal Bunder.

Manfaat

Hasil penelitian mengenai koefisien inbreeding pada jalak bali diharapkan dapat dijadikan dasar pengelolaan PPJB dan lembaga konservasi eks-situ lainnya, dan memperoleh informasi mengenai tingkat inbreeding pada jalak bali, serta memperoleh informasi mengenai karakteristik morfologis pada jalak bali yang ada di PPJB Tegal Bunder.

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian mengenai analisis koefisien inbreeding jalak bali dilakukan di PPJB Tegal Bunder, Taman Nasional Bali Barat tersaji pada Gambar 1. Penelitian dilakukan pada bulan Maret – September 2016.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan data antara lain alat tulis, penggaris, jangka sorong, kamera digital, dan pita ukur. Bahan yang digunakan adalah tally sheet.

(13)

Objek Penelitian

Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jalak bali

(Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) dengan spesifikasi analisis koefisien

inbreeding.

Jenis dan Metode Pengumpulan Data Data primer

Data primer merupakan data yang didapatkan langsung di lokasi penelitian. Data primer yang diambil meliputi manajemen perkawinan, koefisien inbreeding

dan karakteristik morfologis (Tabel 1). Metode pengambilan data meliputi pengamatan langsung, pengukuran, wawancara semi terstruktur kepada pihak pengelola, dan perhitungan.

Tabel 1 Jenis data dan metode pengumpulan data

Data yang diambil Metode

Pengamatan Pengukuran Wawancara Perhitungan A.Manajemen perkawinan 1. Pemilihan bibit v v 2. Penentuan jenis kelamin v v 3. Penjodohan 4. Pemantauan selama massa bertelur dan penyapihan anak 5. Pengaturan kawin kembali v v v v v v B. Koefisien inbreeding

Silsilah jalak bali v v

C. Karakteristik morfologis Data kuantitatif (pengukuran terhadap peubah ukuran tubuh) v v v Data kualitatif (warna, pola bulu sayap dan bulu ekor)

v v

(14)

A. Manajemen perkawinan

Data mengenai manajemen perkawinan meliputi pemilihan bibit, penentuan jenis kelamin, penjodohan, dan pengaturan kawin. Data pemilihan bibit di maksudkan untuk mengetahui cara penentuan jenis kelamin indukan. Kegiatan pengaturan kawin yaitu cara penjodohan yang dilakukan pengelola.

B. Koefisisen inbreeding

Perhitungan koefisien inbreeding pada jalak bali diawali dengan penelaahan hubungan kekerabatan atau silsilah seluruh individu jalak bali pada (studbook) kemudian dibuat dalam diagram panah untuk menentukan hubungan kekerabatan antar jalak bali (Gambar 16). Pengambilan data juga dilakukan dalam bentuk wawancara kepada pengelola untuk mengetahui silsilah jalak bali yang ada di PPJB.

C. Karakteristik morfologis

Data karakteristik morfologis yang bersifat kuantitatif meliputi ukuran tubuh yang diukur mencakup panjang paruh, tinggi paruh, lebar pangkal paruh atas, panjang kepala, lebar kepala, tinggi kepala, panjang tibia kanan dan kiri, panjang

tarsometatarsus kanan dan kiri, panjang jari kaki ketiga kanan dan kiri, diameter

tarsometatarsus kanan dan kiri, panjang tubuh total, panjang rentang sayap kanan

dan kiri, serta panjang bulu ekor (Tabel 2). Perkembangan pertumbuhan individu-individu jalak bali ini akan dijadikan salah satu parameter untuk mengetahui tekanan inbreeding yang terjadi. Salah satu dampak yang ditimbulkan akibat adanya inbreeding adalah pertumbuhan tidak normal. Pada peubah ukuran tubuh yang tersebar secara bilateral (kiri-kanan), maka pengukuran dilakukan pada kedua bagian tubuh tersebut (peubah ukuran tubuh bagian kiri dan bagian kanan).

Data karakteristik morfologis yang bersifat kualitatif meliputi warna dan pola bulu sayap dan bulu ekor, warna kaki, warna mata, dan daerah sekitar mata. Data yang diperoleh dijadikan sebagai salah satu indikator terhadap adanya gejala

inbreeding pada jalak bali.

Tabel 2 Pengukuran ukuran tubuh jalak bali di PPJB Tegal Bunder

NO Peubah Ukuran Tubuh Gambar Pengukuran

1. Panjang tubuh total yang diukur dari ujung paruh sampai dengan ujung bulu ekor

(15)

Tabel 2 Pengukuran peubah ukuran tubuh jalak bali di PPJB Tegal Bunder

(lanjutan)

No Peubah Ukuran Tubuh Gambar Pengukuran

2. Panjang paruh yang merupakan panjang maxilla (paruh atas)

3. Tinggi paruh pada bagian paruh tertinggi

4. Lebar pangkal paruh atas diukur melintang pada lebar pangkal paru atas

5. Panjang kepala yang diukur dari bagian tengkuk hingga ujung paruh

6. Lebar kepala yang diukur dari bagian tengah kepala terlebar

(16)

Tabel 2 Pengukuran peubah ukuran tubuh jalak bali di PPJB Tegal Bunder

(lanjutan)

No Peubah Ukuran Tubuh Gambar Pengukuran

7. Tinggi kepala diukur dari bagian tinggi kepala terbesar

8. Panjang rentang sayap diukur dari pangkal sayap hingga ujung sayap

9. Panjang ekor yang diukur dari pangkal ekor sampai ujung ekor

10. Panjang kaki yang diukur dari pangkal kaki hingga ujung kaki

11. Panjang tibia diukur dari panjang tulang femur hingga tulang metatarsal

(17)

Tabel 2 Pengukuran peubah ukuran tubuh jalak bali di PPJB Tegal Bunder

(lanjutan)

No Peubah Ukuran Tubuh Gambar Pengukuran

12. Panjang

tarsometatarsus diukur dari persendian

tarsometatarsus sampai tempat jari-jari kaki melekat

13. Panjang jari ketiga diukur dari pangkal hingga ujung jari ketiga 14. Diameter tarsometatarsus diukur mengelilingi tarsometatarsus Data sekunder

Data sekunder yang diambil meliputi data jalak bali yang ada di studbook atau buku catatan informasi jalak bali dan data mengenai jalak bali berdasarkan literatur yang berkaitan dengan tujuan penelitian seperti buku, jurnal ilmiah, skripsi, dan artikel.

Metode Analisis Data Manajemen perkawinan

Data menajemen perkawinan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan dijabarkan dalam uraian atau penjelasan disertai dengan gambar atau foto untuk memperjelas atau indikator tentang ada tidaknya pengaruh inbreeding terhadap manajemen perkawinan.

(18)

Perhitungan koefisien inbreeding

Menurut Noor (2008), koefisien inbreeding dapat dihitung menggunakan diagram panah. Pembuatan diagram panah setiap individu pada kedua silsilah tersebut dimasukkan sekali pada diagram panah walaupun pada kenyataannya individu-individu tersebut muncul beberapa kali. Contoh silsilah (pohon filogeni) dan aliran genetik disajikan dalam Gambar 2.

(a) (b)

M : Male, F : Female

Gambar 2 (a) Silsilah suatu individu G; (b) Aliran gen individu G. Langkah 1 : Individu G memiliki nenek moyang yang sama (B), dapat dipastikan

bahwa koefisian inbreeding-nya lebih besar dari nol

Langkah 2 : Nenek moyang B tidak diketahui sehingga koefisien inbreeding B diasumsikan nol (noninbred)

Langkah 3 : Terdapat satu moyang bersama individu G, yaitu G-D-B-E-G.

Koefisien inbreeding dari individu dihitung dengan menentukan n, yaitu banyaknya individu dalam alur (tidak termasuk individu yang diperhatikan) yang terdiri dari moyang bersama dari tetua yang kawin sedarah (inbred). Nilai F berkisar antara 0 atau tidak ada perkawinan sedarah sama sekali hingga 1 atau kawin sedarah total (Allendorf dan Luikart 2008). Perhitungan koefisien inbreeding pada dasarnya adalah mengalikan koefisien kekerabatan dengan ½ . Nilai koefisien inbreeding

dihitung dengan rumus menurut Allendorf dan Luikart (2008) : Fx= Σ[( 1/2)n-1 (1+Fca )]

Keterangan:

F = Nilai Koefisien inbreeding

n = banyaknya anak panah dalam setiap jalur Fca = Koefisien inbreeding moyang bersama

Menurut Cervantes et al. (2007), hasil perhitungan koefisien inbreeding ini kemudian dibagi ke dalam empat selang nilai disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Kategori tingkat inbreeding

Nilai Koefisien Inbreeding (F) Kategori

0 Non Inbreed

0 - 6,25 % Rendah

6,25 - 12,5 % Sedang

> 12,5 % Tinggi

Sumber: Cervantes et al. (2007)

G B (M) E (F) D (M) G A (M) B (F) B (M) C (F) E (F) D (M)

(19)

Karakteristik morfologis

Data karakteristik morfologis yang dianalisis berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif ditabulasi dan dihitung nilai rataan dan simpangan bakunya, selanjutnya dilakukan pengujian perbandingan nilai rataan dengan uji t-student pada selang kepercayaan 95% menggunakan software SPSS untuk menentukan adanya perbedaan antar jenis kelamin dan tiap generasinya. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk menentukan ada tidaknya indikasi tekanan inbreeding karena terjadinya penurunan dari sifat-sifat morfologisnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Manajemen perkawinan

Manajemen perkawinan atau reproduksi merupakan komponen pengelolaan yang penting dan perlu diperhatikan dalam penangkaran satwa karena salah satu indikator keberhasilan sebuah penangkaran. Pemilihan indukan yang tepat dapat menjadi faktor penentu keberhasilan reproduksi. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara oleh pihak pengelola, aspek reproduksi yang terdapat di penangkaran PPJB Tegal Bunder meliputi pemilihan bibit, penentuan jenis kelamin, penjodohan, pemantauan selama masa bertelur dan penyapihan anak, serta pengaturan kawin kembali.

1. Pemilihan bibit

Langkah awal dalam menangkarkan jalak bali yaitu dengan menyeleksi atau memilih bibit kualitas baik yang nantinya akan dipelihara atau dikembangbiakan. Tujuan dari adanya seleksi bibit ini unuk mendapatkan jalak bali yang benar-benar bagus dan sehat sehingga nantinya dapat menghasilkan indukan yang berkualitas baik. Dasar bagi pengelola penangkaran PPJB Tegal Bunder dalam pemilihan bibit jalak bali untuk indukan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Dasar pemilihan bibit jalak bali jantan dan betina di PPJB Tegal Bunder

No Kriteria Jantan Betina

1 Perilaku Aktif (lincah) Aktif (Lincah)

2 Bulu Bulu terlihat tidak kusam Bulu terlihat tidak kusam 3 Usia Minimal berumur 1 tahun Minimal berumur 8 bulan 4 Fisik Tidak cacat atau kelainan Tidak cacat atau kelainan 2. Penentuan jenis kelamin

Penentuan jenis kelamin merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah dilakukan, karena tampilan luar antara jalak bali jantan dan jalak bali betina tidak jauh berbeda. Penangkaran di PPJB Tegal Bunder mempunyai cara sendiri dalam menentukan jenis kelamin jantan dan jenis kelamin betina pada jalak bali berdasarkan morfologi dan aktivitasnya (Tabel 5).

(20)

Tabel 5 Ciri-ciri morfologis jalak bali jantan dan betina di PPJB Tegal Bunder

No Kriteria Ciri Jantan Betina

1 Morfologis Postur Tubuh Tampak lebih besar dari betina

Tampak lebih kecil dari jantan

Jambul Menjurai diatas kepala lebih panjang

Menjurai di atas kepala lebih pendek Daerah

sekitar mata

Warna biru lebih gelap, permukaan mata tampak lebih kasar

Warna biru lebih terang, permukaan mata tampak lebih halus

2 Aktivitas

Gerakan Lebih aktif dan agresif

Kurang aktif

Identifikasi jenis kelamin penting untuk mempermudah proses perkawinan sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemilihan indukan, baik pada jantan maupun betina. Di penangkaran jalak bali PPJB Tegal Bunder identifikasi jenis kelamin jalak bali dilakukan dengan melihat ciri morfologis yang ada pada jantan dan betina (Gambar 3).

Gambar 3 Pasangan jalak bali di kandang pembiakan (A) jantan dan (B) betina 3. Penjodohan

Langkah awal yang dilakukan untuk mengembangbiakan jalak bali adalah membentuk pasangan atau menjodohkan pasangan jalak bali yang ditangkarkan. Penjodohan dilakukan dengan mengawinkan satu jantan dan satu betina dalam satu kandang pembiakan (Tabel 6).

(21)

Tabel 6 Jenis dan ukuran kandang jalak bali di PPJB Tegal Bunder No Jenis

Kandang Jumlah

Ukuran

Kandang Fasilitas Fungsi

1 Kandang Pembiakan 37 4 m x 4 m x 2,5 m dan 3 m x 2,5 m x 2,25 m Gowok (tempat bersarang), tempat bertengger, pohon (sawo, murbei, tekik), tempat makan dan minum Penjodohan, bertelur, mengeram, menetas, dan mengasuh anakan 2 Kandang Sapihan 5 3 m x 3 m x 2,5 m Tempat bertengger, pohon (sawo, murbei, tekik), tempat makan dan minum Menampung anakan usia sapih 3 Kandang Karantina 2 4 m x 3 m x 2,5 m Tempat bertengger, tempat makan dan minum

Menempatkan burung-burung jalak bali yang baru datang atau burung yang sakit 4 Kandang Habituasi (kubah) 2 Tinggi 27,5 m dan diameter 17,5 m Gowok (2 buah), tempat bertengger, tempat makan dan minum, rumput, pohon (asam) Menampung individu yang akan dilepasliarkan (individu calon pelepasliaran) Penentuan pasangan dilakukan dengan membiarkan jalak bali memilih pasangannya sendiri, dengan cara menempatkan beberapa pasang jalak bali yang sudah dewasa kelamin di dalam satu kandang biak. Perkembangbiakan diawali dengan pemilihan pasangan jalak bali pada kandang sapih. Induk diperoleh dari anakan di kandang sapih, yaitu individu anakan yang telah berumur lebih dari 7 bulan. Pemilihan calon indukan dari kandang sapih harus berasal dari individu anakan burung yang menunjukkan tingkah laku berpasangan. Hal ini akan mempengaruhi keberhasilan penjodohan burung jalak bali. Apabila terdapat jalak bali yang berpasangan, maka akan diamati lebih lanjut kecocokan pasangannya, termasuk diperiksa hubungan kekerabatannya dengan cara melihat buku silsilah

(studbook). Berdasarkan perilakunya akan ditetapkan pasangan untuk

masing-masing jalak bali apabila menunjukan ketidakcocokan maka pasangan akan diganti dengan yang baru. Jalak bali yang sudah berjodoh ditandai selalu berdua dengan pasangannya dan berkicau sahut menyahut. Pasangan jalak bali yang telah berjodoh diamati perkembangannya sampai terjadi perkawinan dan bertelur. Apabila sudah terjadi proses perkawinan, maka intensitas perawatan kandang harus dikurangi.

(22)

Keberhasilan penjodohan jalak bali sangat tergantung pada keberhasilan pemilihan bibit dan membedakan jenis kelamin (jantan dan betina), baik pada jalak anakan maupun jalak dewasa, oleh karena itu burung yang akan dijodohkan harus dapat dipastikan kualitas bibit baik dan jenis kelaminnya masing-masing (jandan dan betina).

4. Pemantauan selama massa bertelur dan penyapihan anak

Penangkaran PPJB Tegal Bunder selama satu tahun jalak bali betina dapat menghasilkan empat kali masa bertelur. Proses perkawinan jalak bali menurut pengelola PPJB Tegal Bunder terjadi setiap bulan dengan jumlah telur yang dihasilkan antara 2 – 4 butir, dengan masa bertelur selama 2 hari. Jalak bali betina mengeluarkan telur per hari dan terus berlanjut hingga jumlah telur di tubuhnya habis. Proses dilanjutkan dengan mengerami telur selama 14 hari hingga menetas. Telur jalak bali menetas pada usia 14-15 hari. Apabila telah memasuki hari ke-16, maka telur yang gagal menetas dibuang agar tidak membusuk di dalam gowok.

Kandang pembiakan dilengkapi dengan gowok (Gambar 4) yang berfungsi untuk tempat meletakkan telur. Keberhasilan kawin dapat dilihat dari tingkah laku betina yang aktif membuat sarang di dalam gowok, tingkah laku tersebut dapat dilihat dengan adanya aktivitas betina mengumpulkan bahan-bahan sarang yang dimasukkan ke dalam gowok sebagai tempat bertelur.

Gambar 4 Gowokdi dalam kandang jalak bali di PPJB Tegal Bunder Pengecekan telur dilakukan setiap hari dan dilakukan pencatatan terkait tanggal bertelur indukan. Berdasarkan hasil wawancara dari pihak pengelola PPJB Tegal Bunder penyebabkan kegagalan dalam penetasan telur jalak bali biasanya dikarenakan faktor lingkungan sehingga ini dapat mempengaruhi proses pengeraman pada indukan.

5. Pengaturan kawin kembali

Pengaturan kawin jalak bali kembali dilakukan pasca penyapihan anak. Penyapihan anakan di PPJB Tegal Bunder ini dilakukan secara alami, yaitu penyapihan dilakukan secara intensif oleh indukan sendiri. Penyapihan secara alami ini untuk menjaga sifat liar dari burung jalak bali karena penangkaran ini bertujuan menghasilkan keturunan yang produktif untuk memenuhi kebutuhan cikal bakal peliaran dalam rangka pemulihan populasi liar Jalak Bali. Penyapihan secara alami juga bertujuan untuk mengurangi kematian jalak bali di penangkaran. Proses

(23)

penyapihan indukan terhadap anakannya berlangsung selama 45 hari atau sampai anakan bisa makan dengan sendirinya. Pengaturan kawin kembali dapat dilakukan ketika indukan telah selesai melakukan penyapihan anakan ± 45 hari. Selama pengaturan kawin kembali pasangan jalak bali akan diamati perilakunya, ketika salah satu individu jalak bali menunjukkan perilaku tidak mau kawin maka indukan akan diganti.

Koefisien inbreeding

Jalak bali di penangkaran PPJB Tegal Bunder berdasarkan data terakhir Januari 2015 berjumlah 150 individu dengan jumlah jantan 34 individu, betina 35 individu, dan anakan berjumlah 81 individu. Indukan jalak bali didapatkan melalui sumbangan dan penukaran antar indukan dari beberapa penangkaran (Tabel 7).

Asal indukan jalak bali yang ada di penangkaran PPJB Tegal Bunder diberikan kode atau penamaan untuk memudahkan penjodohan jalak bali (Tabel 7), antara lain yaitu Kebun Binatang Surabaya (KBS), Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Taman Safari Indonesia (TSI), BKSDA DKI (DKI), penangkar di Denpasar (DPS), penangkar di Bandung (BDG), penangkar di Madiun (MDN), Asosiasi Penangkar Curik Bali (APCB), dan Pemerintah Jepang (Jepang).

Tabel 7 Asal indukan transfer jalak bali di PPJB Tegal Bunder

No Transfer Jumlah Asal

Tahun Jumlah 1 1995 3 3 KBS 2 1996 6 8 KBS/DPS 3 1997 12 20 TMII/BDG 4 1998 10 30 TMII 5 1999 7 31 TMII/MDN/TSI 6 2000 - 17 - 7 2001 - 5 - 8 2002 4 9 DKI/BDG 9 2003 9 14 DKI/BDG 10 2004 34 35 DKI/Jepang 11 2005 2 35 TSI/APCB 12 2007 30 33 TSI/Jepang 13 2009 30 31 TSI/Jepang Sumber : BTNBB 2012

Berdasarkan penelusuran silsilah Gambar 5 dapat dilihat bahwa asal indukan jalak bali di penangkaran PPJB Tegal Bunder adalah DPS 2, KBS 82, KBS 104, KBS 103, 0319 RTMII dan 048 CZoo dengan tetua nenek moyang yang tidak diketahui sehingga diasumsikan berasal dari alam dengan koefisien inbreeding 0.

Inbreeding terjadi pada perkawinan antara jalak bali jantan TNBB 424 dengan

(24)

M : Male, F : Female

Gambar 5 Penelusuran silsilah jalak bali dengan kode TNBB 685

Jalak bali jantan TNBB 424 dengan betina TNBB 428 merupakan saudara sedarah sehingga perkawinan antar kedua jalak bali ini menghasilkan anakan yang

inbreed yaitu TNBB 685. Hal ini menghasilkan data diagram panah kekerabatan

seperti dalam Gambar 6. Nilai koefisien inbreeding pada individu TNBB 685 sebesar 0.062.

Keterangan : : Hubungan antara individu ke anak jalak bali di PPJB Tegal Bunder

M : Male

F : Female

Gambar 6 Diagram panah hubungan kekerabatan jalak bali di PPJB Tegal Bunder Hasil analisis dari data silsilah dan hubungan kekerabatan jalak bali yang berada di penangkaran PPJB Tegal Bunder berdasarkan perhitungan nilai koefisien

inbreeding memiliki hasil seperti ditampilkan pada Tabel 8 (Lampiran 1-2).

Tabel 8 Nilai koefisien inbreeding jalak bali di PPJB Tegal Bunder tiap generasi No Status Filial Jumlah Total Kosfisien Inbreeding

1 F2 1 0.25

2 F3 12 0.71

3 F4 32 1.22

4 F5 4 0.03

Rata-rata 0.045

Keterangan: F2 : Anak generasi 2 F3 : Anak generasi 3 F4 : Anak generasi 4 F5 : Anak generasi 5 DPS 2 M 048 CZoo F 0319 RTMII M KBS 103 F KBS 104 M KBS 103 F KBS 104 M KBS 82 F TNBB 31 M TNBB 57 F TNBB 77 M TNBB 33 F TNBB 428 F TNBB 424 M TNBB 685 TNBB 686 TNBB 687 TNBB 672 TNBB 685 428 (F) 424 (M) 57 (F) 33 (F) Kbs 103 (F) Kbs 104 (M)

(25)

Berdasarkan data yang diperoleh (Tabel 8), terdapat empat generasi jalak bali dengan koefisien inbreeding yang berbeda. Koefisien inbreding mulai terjadi pada generasi kedua sebesar 0.25, generasi ketiga terdapat 12 individu dengan nilai koefisien inbreeding yaitu 0.71. Koefisien terbanyak terjadi pada generasi keempat terjadi pada 32 individu dengan nilai koefisien inbreeding sebesar 1.22. Generasi kelima terdapat empat individu dengan koefisiean inbreeding sebesar 0.03

Karakteristik morfologis

Hasil perbandingan ukuran tubuh jalak bali jantan dan betina disajikan di dalam Tabel 9 dan hasil perbandingan ukuran tubuh jalak bali tiap generasi disajikan pada Tabel 10.

Tabel 9 Perbandingan ukuran tubuh jalak bali jantan dan betina pada SPSS

No Parameter (cm) Jantan (n=3) Betina (n=3) Uji t-student 1 Panjang total tubuh 25.91 ± 0.75 25.44 ± 0.46 0.503 2 Panjang paruh 2.64 ± 0.32 2.64 ± 0.23 0.691

3 Tinggi paruh 0.96 ± 0.26 0.91 ± 0.09 0.14

4 Lebar pangkal paruh 0.92 ± 0.05 0.9 ± 0.04 0.83 5 Panjang kepala 7.03 ± 0.35 6.73 ± 0.65 0.352

6 Lebar kepala 2.51 ± 0.5 2.39 ± 0.41 0.666

7 Tinggi kepala 2.66 ± 0.25 2.62 ± 0.37 0.457

8 Panjang rentang sayap kiri 18.89 ± 1.56 18.7 ± 0.94 0.254 9 Panjang rentang sayap kanan* 18.86 ± 1.63 18.59 ± 0.36 0.039

10 Panjang ekor 9.46 ± 0.68 9.69 ± 0.31 0.297

11 Panjang kaki 6.24 ± 0.51 6.4 ± 0.7 0.688

12 Panjang tibia kanan 5.19 ± 0.21 5.09 ± 0.21 0.974 13 Panjang tibia kiri 5.22 ± 0.22 5.13 ± 0.19 0.707 14 Panjang tarsometatarsus kanan 3.3 ± 0.32 3.21 ± 0.67 0.089 15 Panjang tarsometatarsus kiri 3.25 ± 0.27 3.22 ± 0.21 0.601 16 Panjang jari ketiga kanan 3.01 ± 0.07 3.14 ± 0.11 0.444 17 Panjang jari ketiga kiri 2.99 ± 0.07 3.27 ± 0.1 0.358 18 Diameter tarsometatarsus kanan 0.31 ± 0.01 0.36 ± 0.05 0.066 19 Diameter tarsometatarsus kiri 0.37 ± 0.01 0.32 ± 0.23 0.116

Keterangan : *) Beda nyata (P<0,05)

Tabel 10 Perbandingan peubah ukuran tubuh jalak bali tiap generasi pada SPSS

No Parameter (cm) F0 (n=3) F1 (n=4) F2 (n=4) 1 Panjang total tubuh 23.3 ± 0.31a 24.01 ± 1.17a 24.87 ± 0.33a 2 Panjang paruh* 1.95 ± 0.31a 2.02 ± 0.06a 2.08 ± 0.16b 3 Tinggi paruh 0.96 ± 0.14a 0.91 ± 0.20a 0.92 ± 0.10a 4 Lebar pangkal paruh 0.92 ± 0.08a 0.9 ± 0.01a 0.86 ± 0.04a 5 Panjang kepala 5.66 ± 0.85a 6.1 ± 0.09a 6.19 ± 0.09a

(26)

Tabel 10 Perbandingan peubah ukuran tubuh jalak bali tiap generasi pada SPSS (lanjutan) No Parameter (cm) F0 (n=3) F1 (n=4) F2 (n=4) 6 Lebar kepala* 2.17 ± 0.67a 2.21 ± 0.18a 1.95 ± 0.13b 7 Tinggi kepala 3.56 ± 0.91a 3.16 ± 0.17a 2.64 ± 0.17a 8 Panjang rentang sayap kiri 18.89 ± 1.56a 18.7 ± 0.37a 19.12 ± 0.41a 9 Panjang rentang sayap

kanan 18.86 ± 1.63

a 18.56 ± 0.36a 18.51 ± 0.11a 10 Panjang ekor 6.91 ± 0.74a 6.97 ± 0.22a 8.76 ± 0.37a 11 Panjang kaki 6.2 ± 0.51a 6.39 ± 0.85a 5.99 ± 0.19a 12 Panjang tibia kanan 5.18 ± 0.21a 5.09 ± 0.05a 4.90 ± 0.37a 13 Panjang tibia kiri 5.22 ± 0.21a 5.13 ± 0.06a 5.18 ± 0.22a 14 Panjang tarsometatarsus kanan 3.3 ± 0.33 a 3.21 ± 0.07a 3.19 ± 0.28a 15 Panjang tarsometatarsus kiri 3.25 ± 0.27a 3.22 ± 0.05 a 3.11 ± 0.11a 16 Panjang jari ketiga kanan 3.17 ± 0.08a 3.28 ± 0.02a 2.81 ± 0.10a 17 Panjang jari ketiga kiri 2.99 ± 0.07a 3.27 ± 0.53a 2.89 ± 0.18a 18 Diameter tarsometatarsus kanan 0.30 ± 0.04 a 0.36 ± 0.07a 0.30 ± 0.02a 19 Diameter tarsometatarsus kiri 0.34 ± 0.03 a 0.32 ± 0.01a 0.27 ± 0.04a

Keterangan : *) huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P<0,05)

Penelaahan terhadap pola warna bulu sayap, bulu ekor, mata, kaki dari ketiga pasang jalak bali contoh dibandingkan dengan pola (variasi) merutut (Alikodra 1987) tidak menujukan tidak ada perbedaan (Tabel 11).

Tabel 11 Perbandingan pola (variasi) jalak bali di PPJB tegal Bunder

No Parameter Alikodra (1987) Hasil

Warna Pola

1 Bulu Sayap Putih bersih hanya pada ujung sayap berwarna

hitam (blackspotted)

Rata - rata memiliki 17-18 helai bulu

sayap

Tidak berbeda 2 Bulu ekor Putih bersih hanya pada

ujung ekor berwarna hitam (blackspotted) ±

25 mm

Rata - rata memiliki 10-11 helai bulu

ekor

Tidak berbeda

3 Mata Biru tua Pelupuk mata

berwarna biru tua mengelilingi bola

mata

Tidak berbeda

4 Kaki Biru abu - abu empat jemari ( satu

ke belakang dan tiga kedepan)

Tidak berbeda

(27)

Pembahasan Manajemen perkawinan

Faktor yang sangat diperhatikan pada proses pengembangbiakan di penangkaran PPJB Tegal Bunder adalah pemilihan bibit indukan jalak bali, penentuan jenis kelamin, penjodohan, dan pengaturan kawin. Tujuan dari seleksi bibit ini adalah untuk mendapatkan bibit jalak bali yang benar-benar bagus dan sehat sehingga nantinya dapat menghasilkan jalak bali yang berkualitas baik. Dalam hal penangkaran, kualitas bibit yang digunakan perlu memperoleh perhatian sangat serius, khususnya dalam hal variasi genetiknya (Thohari 1987). Apabila bibit jalak bali yang digunakan kualitasnya buruk, seberapa pun bagusnya kualitas pemeliharaan yang telah diberikan tidak akan memperoleh hasil yang maksimal. Menurut Masy’ud (2010) pemilihan bibit jalak bali yang dijadikan sebagai indukan yaitu harus dalam kondisi sehat dan tidak cacat, energik (aktif), nafsu makannya baik, mata jernih, bulunya bersih mengkilap, dan gerakannya lincah. Hal ini juga dijadikan dasar bagi pengelola penangkaran PPJB Tegal Bunder, pemilihan bibit jalak bali memiliki ciri-ciri sehat yaitu mempunyai tingkah laku yang aktif lincah dan bulu terlihat tidak kusam (bulu harus terlihat cerah dan mengembang). Menurut Panuju dan Sri (2006) memilih calon indukan yang unggul baik betina maupun jantan harus mempertimbangkan tujuh kriteria yakni (1) sehat, (2) tidak cacat, (3) tidak mudah stress, (4) jika bisa burung calon indukan hasil penangkaran, (5) tidak buas, (6) mutu suara bagus dan (7) bentuk fisik besar dan lincah, sehingga perlu dijadikan acuan tambahan bagi pengelola dalam pemilihan bibit jalak bali. Jalak Bali mempunyai sifat yang peka tehadap gangguan, mudah mengalami stress dalam keadaan lingkungan yang tidak wajar (Alikodra 1987). Secara umum burung jalak bali yang dipilih sebagai bibit lebih baik yang masih muda karena kemungkinan stress dengan sifat liarnya relatif kecil (Masy’ud 2010).

Identifikasi jenis kelamin jalak bali yang dikenal dengan istilah sexing ini sangat penting untuk dilakukan karena berkaitan dengan proses penjodohan. Hal ini untuk mempermudah proses penjodohan sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemilihan indukan, baik pada jantan maupun pada betina yang dijodohkan. Masy’ud (2010) juga menyebutkan jalak bali termasuk burung monomorfik yang memiliki tampilan luar relatif sama, maka membedakan jenis kelamin antara burung jantan dan betina relatif sulit. Tidak ada kriteria baku dalam menentukan jenis kelamin jalak bali. Penangkaran PPJB Tegal Bunder mengidentifikasi jalak bali dengan melihat ukuran tubuh, jambul, dan daerah sekitar mata. Jalak bali jantan mempunyai ciri berupa bentuk tubuh yang lebih besar dari burung jalak bali betina, burung jalak bali jantan mempunyai ukuran bulu jambul di kepala yang lebih panjang dari burung jalak bali betina, serta bagian kulit yang tidak berbulu di sekitar mata pada burung jalak bali jantan terasa dan terlihat lebih kasar dari pada burung betina serta terlihat berwarna lebih biru tua dari pada burung betina (Gambar 3). Pengelola PPJB Tegal Bunder dalam mngidentifikassi jenis kelamin jalak bali diamati juga melalui aktivitas yaitu jalak bali jantan lebih aktif dan agresif dibandingkan betina. Menurut Masy’ud (2010) perbedaan antara jalak bali jantan dan jalak bali betina yaitu jalak bali jantan memiliki volume suara yang lebih besar, bulunya lebih cerah, gerakannya lincah dan gesit, serta jambulnya relatif lebih panjang jika dibandingkan dengan betina. Selain itu Yunanti (2012) menambahkan, untuk menentukan jenis kelamin pada jalak bali dapat dilakukan dengan teknik

(28)

endoskopi (pemeriksaan organ kelamin bagian dalam melalui pembedahan ringan dan dengan bantuan endoskop) dan analisa karyotipe (kromosoma) atau analisa DNA.

Penjodohan terhadap jalak bali yang berada di penangkaran PPJB Tegal Bunder adalah dengan mengawinkan satu jantan dengan satu betina dalam satu kandang pembiakan. Jalak tergolong hewan monogamus yang hanya memiliki satu pasangan dalam satu musim kawin sehingga sex rasionya adalah 1:1 (Masy’ud 2010). Penentuan pasangan dilakukan dengan membiarkan jalak bali memilih pasangannya sendiri, dengan cara menempatkan beberapa pasang jalak bali yang sudah dewasa kelamin di dalam satu kandang biak, cara penentuan pasangan seperti ini telah sesuai dengan Masy’ud (2010) dan penelitian Yunanti (2012) di penangkaran Mega Bird and Orchid Farm Bogor. Campur tangan manusia dilakukan dalam mengatur pemilihan pasangan. Sistem monogami yang dikembangkan tidak bersifat tetap, artinya pasangan yang dibentuk bisa diganti atau dipasangkan lagi dengan yang lain. Hal ini juga dilakukan oleh pengelola penangkaran PPJB Tegal Bunder ketika salah satu pasangan baik itu jantan atau betina yang menunjukkan sikap tidak mau bereproduksi maka akan digantikan dengan indukan yang lainnya. Jalak bali yang sudah berjodoh ditandai selalu berdua dengan pasangannya dan berkicau sahut menyahut. Masy’ud (2010) juga menyatakan hal yang sama, calon indukan yang sudah berjodoh dan memasuki masa birahi akan ditandai dengan perilaku bersuara/berkicau sepanjang hari yang diikuti dengan aktivitas saling dekat.

Jalak bali penangkaran PPJB Tegal Bunder selama satu tahun dapat menghasilkan empat kali masa bertelur, namun berdasarkan hasil penelitian Aziz (2013) di penangkaran UD Anugrah Kediri menunjukkan bahwa jalak bali selama satu tahun dapat menghasilkan 12 kali masa bertelur. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan cara pembesaran piyik yang dilakukan oleh penangkar. Purnamasari (2014) juga menyatakan hal yang sama yaitu perbedaan masa bertelur dapat dipengaruhi oleh pengaturan perkembangbiakan, perawatan, pembesaran anak dan frekuensi perawatan burung berhubungan nyata dengan kematian burung. Menurut Masy’ud (2010) perkembangbiakan jalak bali di penangkaran pada dasarnya dapat diatur, sehingga dapat memberikan hasil yang lebih maksimal. Tingkat gangguan lingkungan kandang juga sangat berpengaruh terhadap daya tetas telur, terutama untuk pasangan burung jalak bali. Dalam pengamatan diketahui bahwa jika ada gangguan maka cenderung induk betina jalak bali yang sedang mengerami telur akan meninggalkan telurnya bahkan seringkali telurnya dimakan atau dipecahkan. Hal ini sejalan dengan penelitian Widiyanti (2015) burung jalak bali sifat liarnya masih relatif tinggi sehingga kepekaannya terhadap gangguan faktor lingkungan masih sangat tinggi. Masy’ud (2010) juga menyatakan hal yang sama, dalam proses perkawinan intensitas kandang harus dikurangi dan faktor-faktor gangguan sedapat mungkin harus dihindari karena jika terdapat gangguan jalak bali seringkali memperlihatkan sifat tidak mau bertelur, dan tidak mau mengerami telurnya bahkan kanibalisme.

Pemilihan pembesaran anakan jalak bali secara alami dimaksudkan untuk menjaga sifat liar karena penangkaran ini bertujuan untuk pelepasliaran jalak bali di alam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yunanti (2012) perawatan secara alami akan menghasilkan anak-anak burung tumbuh secara sehat dan mandiri karena piyik mendapatkan menu makanan yang paling sesuai, kenyamanan hidup yang

(29)

optimal dalam lingkungan “kasih sayang” induk, serta mendapatkan pendidikan dasar dari indukannya. Penangkaran PPJB Tegal Bunder juga melakukan penyapihan secara alami dengan tujuan untuk megurangi kematian pada jalak bali hal ini telah dibuktikan oleh penelitian Widiyanti (2015) bahwa angka kematian piyik jalak bali di PPJB Tegal Bunder lebih kecil jika dibandingkan dengan penangkaran UD Anugrah Kediri. Pengaturan kawin kembali dapat dilakukan ketika indukan telah selesai melakukan penyapihan anakan ± 45 hari. Menurut Masy’ud (2010) Jalak bali yang telah bertelur dan menetaskan anaknya akan bertelur kembali setelah berusia sekitar 4-5 minggu atau jarak waktu bertelur sekitar dua bulan.

Koefisien inbreeding

Inbreeding merupakan perkawinan yang terjadi antara dua individu yang

berasal dari satu garis keluarga dekat (Thohari 1987). Inbreeding atau silang dalam adalah persilangan antar satwa yang memiliki hubungann kekerabatan yang lebih dekat jika dibanding dengan rataan hubungann kekerabatan kelompok tempat satwa tersebut (Noor 2008). Menurut Allendorf dan Luikart (2008) perkawinan

inbreeding akan menyebabkan kehilangan variasi genetik. Kedua individu yang

dikawinkan secara inbreeding tersebut akan mempunyai moyang bersama pada beberapa generasi keatasnya dan dengan adanya peristiwa inbreeding pada satwa berpengaruh terhadap pertumbuhan satwa tersebut (Dinarwati 2011). Dengan demikian, keturunan dari hasil perkawinan inbreeding ini akan mempunyai dua gen pada lokus yang identik dengan gen moyang bersama (Hardjosubroto, 2001).

Berdasarkan data yang diperoleh (Tabel 8), terdapat empat generasi jalak bali dengan koefisien inbreeding yang berbeda. Koefisien inbreding mulai terjadi pada generasi kedua sebesar 0,25. Generasi ketiga terdapat 12 individu dengan nilai koefisien Inbreeding yaitu 0,71. Koefisien terbanyak terjadi pada generasi keempat terjadi pada 32 individu dengan nilai koefisien inbreeding sebesar 1,22. Generasi kelima terdapat empat individu dengan koefisiean inbreeding sebesar 0,03.

Cervantes et al. (2007) menyajikan nilai koefisien inbreeding berdasarkan selang angka tertentu. Secara umum, rata-rata koefisien inbreeding jalak bali di PPJB Tegal Bunder adalah 0,045 atau 4,5 % sehingga termasuk kedalam kategori rendah. Hal ini perlu sangat diperhatikan oleh pihak pengelola penangkaran di PPJB Tegal Bunder. Inbreeding di PPJB Tegal Bunder dapat berubah apabila terus dilakukan kawin, maka kategori inbreeding yang ada dapat meningkat yang disebabkan keterbatasan jumlah pasangan jantan dan betina dalam populasi jalak bali yang bisa dikawinkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wiener (1994) bahwa pada populasi yang terbatas, inbreeding tidak dapat dihindari namun hanya dapat dikurangi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi inbreeding yaitu mengawinkan jalak bali secara teratur disertai dengan pencatatan yang lengkap terhadap semua individu. Menurut Thohari (1987) semakin tinggi variasi genetik dari bibit yang digunakan maka semakin tinggi kualitasnya sebagai induk, demikian pula kualitas yang diharapkan pada keturunannya akan bertambah kecil apabila jumlah populasi pada penangkaran semakin besar. Menurut Armbruster dan Reed (2005) efek dari inbreeding cenderung terjadi lebih parah di dalam komunitas yang terbatas dengan tekanan yang tinggi. Nilai koefisien inbreeding jalak bali di penangkaran PPJB Tegal Bunder dapat berkurang dengan menerapkan cara

(30)

pengembangbiakkan satwa menurut Thohari (1987) agar terhindar dari inbreeding, antara lain:

1. Pada penangkaran jalak Bali perlu dilakukan perkawinan secara teratur dan pencatatan terhadap semua individu secara lengkap. Dengan demikian, pengelola akan tahu kedudukan seluruh individu dalam keluarga.

2. Secara berkala dimasukkan individu-individu jalak Bali baru dan memiliki kekerabatan yang jauh dengan individu lama dalam kelompok yang sedang ditangkar, sebagai upaya penyegaran genetik ke dalam kelompok lama.

Apabila kondisi jumlah jalak bali dengan hubungan sedarah tinggi maka kemungkinan munculnya gejala efek gen lethal pada jalak bali pun tinggi dan akan memicu terjadinya pengurangan, atau bahkan kepunahan satwa baik di alam dan dalam penangkaran (Rivanisa 2015). Penurunan keanekaragaman genotipe sebagai akibat dari efek inbreeding, penyimpangan genetik atau perkawinan sedarah dapat menyebabkan perubahan kondisi suatu organisme (Zakharov 1997). Inbreeding

dapat menimbulkan pangaruh buruk seperti penurunan fertilitas, peningkatan mortalitas, penurunan daya tahan terhadap penyakit, penurunan daya hidup, dan penurunan laju pertumbuhan (Noor 2008). Thohari (1987) juga menyatakan bahwa hasil perkawinan dalam atau inbreeding umumnya rentan dalam kemampuan reproduksi, kekuatan, dan mengurangi penampilan (performance) bibit jalak Bali.

Koefisien inbreeding dapat digunakan untuk mengukur peningkatan homozigositas suatu individu akibat silang dalam atau inbreeding (Noor 2000). Terjadinya peningkatan homozigositas dapat menyebabkan terjadinya tekanan inbreeding (Thohari 1987). Yunanti (2012) menambahkan, Inbreeding dapat menimbulkan karakter buruk pada satwa jika terlalu dekat hubungan kerabatnya karena karakter buruk ini bersifat resesif. Menurut Allendorf dan luikart (2008) laju peningkatan homozigositas akibat silang dalam pada suatu individu tergantung dari seberapa dekat hubungan kekerabatan kedua tetuanya. Apabila koefisien inbreeeding meningkat, jumlah anak yang mampu untuk hidup menurun, penurunan ini disebut tekanan inbreeding yang meliputi tiga macam yaitu tekanan terhadap kemampuan hidup, tekanan terhadap fekunditas, dan tekanan terhadap sex ratio

(Thohari 1987).

Karakteristik morfologis

Pekembangan suatu individu dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan kromosom yang dimiliki tiap

individu. Faktor genetik merupakan faktor yang bersifat baku atau tidak berubah selama hidupnya sedangkan faktor lingkungan bersifat tidak baku atau tidak dapat diwariskan pada keturunannya (Hardjosubroto 2001). Hasil pengukuran terhadap tiga pasang individu jalak bali di penangkaran PPJB Tegal Bunder terlihat adanya perbedaan ukuran tubuh jalak bali jantan lebih besar dibandingkan jalak bali betina (Tabel 8), hal ini sesuai dengan Masy’ud (2010) Ukuran tubuh jantan relatif lebih besar dan panjang dari pada betina. Hal ini juga didukung oleh penelitian Kurniawan (2014), penangkar jalak bali di Mega Bird and Orchid Farm (MBOF) menyatakan bahwa ukuran tubuh jantan lebih besar dibandingkan dengan betina, memiliki kicauan lebih nyaring dan sering, dan sebaliknya pada individu betina, selain itu, warna bulu tubuh jantan lebih cerah dan ekornya lebih panjang dibandingkan dengan betina.

(31)

Pengaruh terjadinya inbreeding pada jalak bali di PPJB Tegal Bunder dapat dilihat dengan membandingkan ukuran jalak bali pada individu jantan dan betina dengan perhitungan uji t dengan selang kepercayaan 95% menggunakan SPSS. Hasil pengamatan (Tabel 9) menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (P<0.05) pada peubah ukuran tubuh panjang rentang sayap kanan (P=0,039). Hasil pengukuran (Tabel 9) menunjukkan peubah ukuran tubuh yang berbeda nyata antara individu jantan dan betina dengan nilai pengukuran individu jantan selalu lebih besar dibandingkan dengan betina. Hasil pengukuran peubah ukuran tubuh jalak bali pada tiap generasi (Tabel 10) terdapat perbedaan yang signifikan pada panjang paruh (P=0.038) dan lebar kepala (P=0.045) pada generasi pertama (F0), generasi kedua (F1) dan generasi ketiga (F2). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan performa pertumbuhan pada peubah ukuran tubuh yang dibandingkan.

Beda nyata yang terdapat pada peubah ukuran tubuh panjang paruh dan lebar kepala jalak bali di PPJB Tegal Bunder dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Apabila terdapat perbedaan pada performa individu maka penyebabnya adalah faktor genetik, pengaruh lingkungan yang diasumsikan sama (Maulana 2014). Menurut Lacy (2000) pada kondisi dimana kondisi lingkungan dan manajemen yang sama, diduga faktor inbreeding memiliki peran yang cukup besar terhadap perubahan kondisi yang dialami satwa.

Hasil analisis statistik perbandingan rata-rata dari semua komponen ukuran tubuh dengan menggunakan uji t-student menunjukan ada perbedaan yang nyata pada panjang paruh, lebar kepala, dan panjang ekor pada selang kepercayaan 95%. Hal ini diduga bahwa telah adanya tekanan inbreeding pada jalak bali di penangkaran PPJB Tegal Bunder namun masih rendah.

Penelaahan terhadap pola warna bulu sayap, bulu ekor, mata, kaki dari ketiga pasang jalak bali contoh menunjukkan tidak ada perbedaan (Tabel 10). Dari hasil pengamatan terhadap pola pola warna bulu sayap dan bulu ekor (Gambar 7), mata dan kaki (Gambar 8) menunjukkan pola warna yang sama (tidak berbeda).

(A) (B)

Gambar 7 Rentang sayap (A) dan bulu ekor (B) jalak bali di PPJB Tegal Bunder

(A) (B)

(32)

Variasi pada sifat bawaan dalam suatu kelompok timbul karena adanya faktor keturunn dan faktor lingkungan. Selain itu Thohari (1987) menambahkan variasi genetik tersebut dapat dimungkinkan akibat adanya individu-individu yang memiliki kombinasi gen-gen (genotipe) yang berbeda sehingga tidak dapat diamati secara langsung, oleh karena itu perlu meggunakan sifat-sifat luar yang bisa diamati, disebut fenotipe. Dengan demikian sifat kualitatif secara fenotipe dari ketiga pasang jalak bali contoh untuk pola warna bulu sayap, bulu ekor, mata, dan kaki tidak terlihat adanya perbedaan. Hal ini dapat dinyatakan bahwa jalak bali di penangkaran PPJB Tegal Bunder belum menunjukkan adanya perubahan (variasi) pola sifat secara kualitatif.

Skenario pengaturan perkawinan jalak bali di PPJB Tegal Bunder

Pengaturan kawin jalak bali perlu dilakukan untuk menekan atau mengurangi adanya inbreeding di penangkaran PPJB Tegal Bunder. Berdasarkan data analisis koefisien inbreeding jalak bali di PPJB Tegal Bunder dapat direkomendasikan skenario pengaturan kawin jalak bali di PPJB Tegal Bunder (Tabel 12). Masing-masing indukan jalak bali yang di rekomendasikan memiliki nilai koefisien

inbreeding sebesar 0, sehingga dapat dipastikan tidak ada perkawinan sedarah antar

tetuanya.

Tabel 12 Rekomendasi skenario pengaturan kawin jalak bali di PPJB Tegal Bunder

NO Indukan Jantan Betina 1 TNBB 296 TNBB 535 2 TNBB 386 TNBB 535 3 GA 195 TNBB 403 4 TNBB 407 TNBB 535 5 TNBB 412 Kbs 134 6 TNBB 412 TNBB 134 7 TNBB 412 TNBB 403 8 TNBB 412 TNBB 524 9 TNBB 412 TNBB 528 10 TNBB 412 TNBB 535 11 TNBB 419 TNBB 403 12 TNBB 419 TNBB 406 13 TNBB 419 TNBB 523 14 TNBB 419 TNBB 524 15 TNBB 419 TNBB 528 16 TNBB 419 TNBB 537 17 TNBB 419 TNBB 571 18 TNBB 419 TNBB 572 19 TNBB 419 TNBB 579 20 TNBB 424 TNBB 535 21 TNBB 515 TNBB 535 22 TNBB 515 TNBB 579

(33)

Tabel 12 Rekomendasi skenario pengaturan kawin jalak bali di PPJB Tegal Bunder (lanjutan) NO Indukan Jantan Betina 23 TNBB 526 TNBB 535 24 TNBB 534 TNBB 535 25 TNBB 566 TNBB 535

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Manajemen perkawinan di PPJB Tegal Bunder diawali dengan pemilihan bibit, penentuan jenis kelamin jantan, penjodohan, dan pengaturan kawin.

2. Hubungan kerabat dekat sebanyak 49 individu atau sebesar 32,67% dari 150 jumlah total individu jalak bali di PPJB Tegal Bunder, dan pada silsilah jalak bali ditemukan adanya jalak bali yang inbreeding dengan nilai koefisien

inbreeding total 4,5% yang tergolong dalam koefisien inbreeding rendah.

3. Hasil dari penelaahan morfologis dengan membandingkan antara tiap generasi menggunakan uji t-student diperoleh hasil adanya perbedaan morfologis kuantitaif yang nyata antara generasi (F0), generasi kedua (F1) dan generasi ketiga (F2) pada peubah ukuran panjang paruh (P=0.038) dan lebar kepala (P=0.045) di penangkaran PPJB Tegal Bunder. Hal ini diduga bahwa telah adanya tekanan inbreeding pada jalak bali di penangkaran PPJB Tegal Bunder.

Saran

1. Manajemen perkawinan jalak bali di PPJB Tegal Bunder perlu ditingkatkan dari segi pembukuan silsilah jalak bali (studbook) dan digunakan sebagai acuan dalam manajemen perkawinan untuk mengurangi perkawinan sedarah.

2. Perlu dilakukan pengaturan sistem pengawinan jalak bali dengan individu yang memliki tetua yang berbeda melalui sistem pertukaran satwa dari penangkaran atau kebun binatang lain untuk mengatasi inbreeding.

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 1987. Masalah pelestarian jalak bali. Media Konservasi Vol 1 No 4. Alikodra HS. 2010. Teknik Pengelolaan Satwaliar dalam Rangka Mempertahankan

Keanekaragaman Hayati Indonesia. Bogor (ID) : IPB Press.

Allendorf FW, Luikart G. 2008. Conservation and the Genetics of Population. Victoria (UK): Blackwell Publishing.

Armbruster P, Reed DH. 2005. Inbreeding Depression in Benign and Stressful Environments. Heredity 95: 235–242.

(34)

Azis AS. 2013. Teknik Penangkaran dan Aktivitas Jalak Bali (Leucopsar

rothschildi) di Penangkaran UD Anugerah Kediri Jawa Timur [Skripsi].

Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan IPB.

BTNBB. 2012. Rencana induk (grand design) pelestarian curik bali di Taman Nasional Bali Barat. Gilimanuk (ID) : BTNBB.

Cervantes I, Molina A, Goyache F, Gutiérrez JP, Valera M. 2007. Population history and genetik variability in the spanish arab horse assessed via pedigree analysis. Livestock Science 113: 24–33.

Dinarwati D. 2011. Evaluasi Koefisien dan Laju Inbreeding pada Kuda Militer di Detasemen Kavaleri Berkuda (DENKAVKUD) Parongpong, Bandung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hardjosubroto W. 2001. Genetika Hewan. Yogyakarta (ID): Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.

[IUCN] International Union for the Conservation of Nature. 2012. IUCN red list of threatened species [internet]. (diunduh 2016 Jan 18). Tersedia pada : http//www.iucnredlist.org.

Kurniawan H. 2014. Teknik Penangkaran dan Aktivitas Harian Jalak Bali

(Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) di Megabird and Orchid Farm

Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Lacy RC. 2000. Should We Select Genetic Alleles in Our Conservation Breeding Programs. Zoo Biol. 19: 279–282.

Masyud B. 2010. Teknik Menangkarkan Burung Jalak di Rumah. Bogor: IPB Press. Maulana B. 2014. Analisis Koefisien Inbreeding dan Karakteristik Suara Jalak Putih (Sturnus melanopterus Daudin 1800) di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga Jawa Barat, Jawa Barat [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Noor RR. 1996. Genetika Ternak. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Noor RR. 2008. Genetika Ternak. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Panuju K, Sri. 2006. Cucakrowo, Pelestarian Fauna Indonesia. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Purnamasari I. 2014. Model keberhasilan penangkaran jalak bali (Leocopsar

rothschildi) berdasarkan peubah sosial masyarakat. [Tesis]. Bogor (ID):

Pascasarjana IPB.

Rianto T. 2006. Review faktor pembatas ekologi dalam upaya pengembalian populasi liar jalak bali (Leucopsar rothschildi) taman nasional bali barat. Gilimanuk (ID) : BTNBB.

Rivanisa FP. 2015. Koefisien Inbreeding, Perilaku Harian dan Ciri Fisik Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Kebun Binatang Bandung Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan IPB.

Setio P, Takandjandji M. 2007. Konservasi ek-situ burung endemic langka melalui penangkaran. Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian; Padang, 20 September 2006. Bogor (ID) : Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Konservasi Alam.

Thohari M. 1987. Gejala inbreeding dalam penangkaran satwa liar. Media

Konservasi 1(4): 1-10.

TNBB. 2013. Evaluasi review rencana pengelolaan Taman Nasional Bali Barat. Gilimanuk (ID) : BTNBB.

(35)

Warwick EJ, Astuti JM, Hardjosubroto W. 1990. Pemuliaan Ternak. Yogyakarta (ID) : Gajah Mada University Press.

Widiyanti R. 2015. Perbandingan Sistem Penangkaran Jalak Bali (Leucopsar

rothschildi Stresemann, 1912) di Sistem Lingkungan Terkontrol dan Semi

Alami, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wiener G. 1994. Animal Breeding. London (UK): The MacMillan Press.

Yunanti BD. 2012. Teknik Penangkaran dan Analisis Koefisien Inbreeding pada Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) di Mega Bird and Orchid Farm, Bogor, Jawa barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Zakharov VM, Sikorski MD. 1997. Inbreeding and developmental stability in a laboratory strain of the bank vole Clethrionomys glareolus. Acta

(36)

Lampiran 1 Nilai koefisien inbreeding jalak bali di PPJB Tegal Bunder tiap generasi

No Nama Indukan Status

Filial Koefisien Inbreeding Jantan Betina 1 TNBB 639 TNBB 566 TNBB 540 F2 0.25 2 TNBB 534 TNBB 426 TNBB 422 F3 0.024 3 TNBB 685 TNBB 424 TNBB 428 F3 0.062 4 TNBB 686 TNBB 424 TNBB 428 F3 0.062 5 TNBB 687 TNBB 424 TNBB 428 F3 0.062 6 TNBB 672 TNBB 424 TNBB 428 F3 0.062 7 TNBB 633 TNBB 424 TNBB 406 F3 0.062 8 TNBB 634 TNBB 424 TNBB 406 F3 0.062 9 TNBB 602 TNBB 424 TNBB 406 F3 0.062 10 TNBB 595 TNBB 424 TNBB 406 F3 0.062 11 TNBB 596 TNBB 424 TNBB 406 F3 0.062 12 TNBB 580 TNBB 424 TNBB 406 F3 0.062 13 TNBB 573 TNBB 424 TNBB 406 F3 0.062 14 TNBB 696 TNBB 529 TNBB 523 F4 0.016 15 TNBB 697 TNBB 529 TNBB 523 F4 0.016 16 TNBB 673 TNBB 529 TNBB 523 F4 0.016 17 TNBB 674 TNBB 529 TNBB 523 F4 0.016 18 TNBB 660 TNBB 529 TNBB 523 F4 0.016 19 TNBB 661 TNBB 529 TNBB 523 F4 0.016 20 TNBB 639 TNBB 529 TNBB 523 F4 0.016 21 TNBB 622 TNBB 529 TNBB 523 F4 0.016 22 TNBB 607 TNBB 529 TNBB 523 F4 0.016 23 TNBB 670 TNBB 386 TNBB 528 F4 0.064 24 TNBB 659 TNBB 386 TNBB 528 F4 0.064 25 TNBB 652 TNBB 386 TNBB 528 F4 0.064 26 TNBB 653 TNBB 386 TNBB 528 F4 0.064 27 TNBB 632 TNBB 386 TNBB 528 F4 0.064 28 TNBB 631 TNBB 386 TNBB 528 F4 0.064 29 TNBB 643 TNBB 526 TNBB 537 F4 0.064 30 TNBB 612 TNBB 526 TNBB 537 F4 0.064 31 TNBB 603 TNBB 526 TNBB 537 F4 0.064 32 TNBB 667 TNBB 572 TNBB 559 F4 0.064 33 TNBB 655 TNBB 572 TNBB 559 F4 0.064 34 TNBB 685 TNBB 424 TNBB 428 F4 0.064 35 TNBB 686 TNBB 424 TNBB 428 F4 0.016 36 TNBB 687 TNBB 424 TNBB 428 F4 0.016 37 TNBB 672 TNBB 424 TNBB 428 F4 0.016 38 TNBB 692 TNBB 531 TNBB 524 F4 0.032

(37)

Lampiran 1 Nilai koefisien inbreeding jalak bali di PPJB Tegal Bunder tiap generasi (lanjutan)

No Nama Indukan Status

Filial Koefisien Inbreeding Jantan Betina 39 TNBB 693 TNBB 531 TNBB 524 F4 0.032 40 TNBB 619 TNBB 531 TNBB 524 F4 0.032 41 TNBB 618 TNBB 531 TNBB 524 F4 0.032 42 TNBB 617 TNBB 531 TNBB 524 F4 0.032 43 TNBB 668 TNBB 575 TNBB 571 F4 0.032 44 TNBB 669 TNBB 575 TNBB 571 F4 0.032 45 TNBB 656 TNBB 575 TNBB 571 F4 0.032 46 TNBB 688 TNBB 515 TNBB 569 F5 0.008 47 TNBB 648 TNBB 515 TNBB 569 F5 0.008 48 TNBB 640 TNBB 515 TNBB 569 F5 0.008 49 TNBB 630 TNBB 515 TNBB 569 F5 0.008

(38)

L ampi ra n 2 S il sil ah J alak B ali di P ena n g ka ra n P P JB Te ga l B unde r a). T N B B 606 L in tas an N Ko n tri b u si T NBB 6 9 4 < A -426 -1 0 4 -Kb s 8 2 -31 -4 2 2 -A > T NBB 6 9 4 7 (1 /2 ) 7 = 0 ,0 0 8 T NBB 6 9 4 < A -426 -39 -K b s 1 0 4 -33 -4 2 2 -A > T NBB 6 9 4 7 (1 /2 ) 7 = 0 ,0 0 8 T NBB 6 9 4 < A -426 -39 -K b s 1 0 3 -33 -4 2 2 -A > T NBB 6 9 4 7 (1 /2 ) 7 = 0 ,0 0 8 Fx 0 ,0 2 4 A T N B B 6 5 1 4 2 2 ( F ) 4 2 6 ( M ) 3 3 ( F ) 3 9 ( F ) 3 1 ( M ) K B S 1 0 3 ( F ) K B S 8 2 ( F ) K B S 1 0 4 ( M ) 1 0 4 ( M ) D P S 1 M K B S 8 2 F D P S 2 M K B S 1 0 3 F K B S 1 0 4 M K B S 1 0 3 F K B S 1 0 4 M K B S 8 2 F T N B B 1 0 4 M T N B B 3 3 F T N B B 3 1 M T N B B 3 9 F T N B B 4 2 2 F T N B B 4 2 6 M T N B B 5 3 4 M G A 2 0 1 F W IL D T N B B 6 5 7 W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D T N B B 6 9 5 T N B B 6 0 6 T N B B 6 9 4 T N B B 6 2 6 T N B B 6 7 6 T N B B 6 2 7 T N B B 6 5 1 T N B B 6 7 5

(39)

L ampi ra n 2 S il sil ah J alak B ali di P ena n g ka ra n P P JB Te ga l B unde r ( lanjut an ) b). T NBB 666 c). T N B B 639 L in tas an N Ko n tri b u si T NBB 6 3 9 < A -426 -5 4 0 > T NBB 639 3 (1 /2 ) 3= 0 ,1 2 5 T NBB 6 3 9 < A -422 -5 4 0 > T NBB 639 3 (1 /2 ) 3= 0 ,1 2 5 Fx 0 ,2 5 T N B B 4 2 6 M T N B B 4 2 2 F T N B B 4 2 2 F T N B B 4 2 6 M T N BB 540 F T N BB 5 6 6 M T N B B 6 3 9 W IL D W IL D W IL D W IL D 0 3 1 9 R T M II M 0 4 8 C Z o o F K B S 1 0 4 M K B S 1 0 3 F T N B B 7 7 M T N B B 5 7 F 0 3 1 9 R T M II M 0 4 8 C Z o o F T N B B 2 9 6 M T N B B 4 1 2 F T N BB 6 3 7 W IL D W IL D W IL D W IL D W ILD W ILD T N B B 6 3 9 B ( F ) A ( M ) 4 2 2 ( F ) 4 2 6 ( M )

(40)

L ampi ra n 2 S il sil ah J alak B ali di P ena n g ka ra n P P JB Te ga l B unde r ( lanjut an ) d ). T N BB 66 5 e) . TNBB 6 39 M ae st ro 1 6 M T N B B 4 4 8 F T N B B 6 6 5 W IL D W IL D T N B B 6 1 3 T N B B 6 1 4 T N B B 6 0 4 T N B B 5 8 9 T N B B 5 9 0 T N B B 5 5 6 T N B B 5 23 T N B B 5 32 T N B B 5 47 T N B B 5 46 T N B B 5 58 T N B B 5 5 7 T N B B 5 13 T N B B 4 2 6 M T N B B 4 2 2 F T N B B 5 6 6 M W IL D W IL D T N B B 4 2 6 M T N B B 4 2 2 F T N B B 5 4 0 F W IL D W IL D T N B B 6 3 9

(41)

L ampi ra n 2 S il sil ah J alak B ali di P ena n g ka ra n P P JB Te ga l B unde r ( lanjut an ) f). T N BB 6 97 L in tas an N Ko n tri b u si T NBB 6 9 7 < A -421 -72 -K b s 1 0 4 -57 -421 -A > T NBB 6 9 7 7 (1 /2 ) 7 = 0 ,0 0 8 T NBB 6 9 7 < A -421 -72 -K b s 1 0 3 -57 -421 -A> T NBB 6 3 9 7 (1 /2 ) 7 = 0 ,0 0 8 Fx 0 ,0 1 6 K B S 1 0 3 F K B S 1 0 4 M K B S 1 0 3 F K B S 1 0 4 M T N B B 7 2 M T N B B 5 7 F T N B B 4 2 1 M T N BB 5 2 9 M i8 8 7 F W IL D T N B B 6 9 7 W IL D W IL D W IL D W IL D 0 4 8 C Z o o F 0 1 3 9 R T M II M T N B B 4 1 2 F K B S 1 3 4 M T N BB 5 2 3 F W IL D W IL D W IL D T N B B 6 0 7 T N B B 6 3 8 T N B B 6 2 2 T N B B 6 6 0 T N B B 6 6 1 T N B B 6 7 3 T N B B 6 7 4 T N B B 6 9 6 A ( M ) T N B B 6 9 7 4 21 ( M ) 5 7 ( F ) 7 2 ( M ) K B S 1 0 3 ( M ) K B S 1 0 4 ( M )

(42)

L ampi ra n 2 S il sil ah J alak B ali di P ena n g ka ra n P P JB Te ga l B unde r ( lanjut an ) g). T N BB 6 8 5 h ). T N BB 6 3 3 L in tas an N Ko n tri b u si T NBB 6 8 5 < A -33 -Kb s 1 0 4 -57 -B > T NBB 6 3 9 5 (1 /2 ) 5= 0 ,0 3 1 T NBB 6 8 5 < A -33 -Kb s 1 0 3 -57 -B > T NBB 6 3 9 5 (1 /2 ) 5= 0 ,0 3 1 Fx 0 ,0 6 2 L int as a n N K o ntr ib u si T N B B 685 < A -33 -K bs 104 -57 -B > T N B B 639 5 (1/2) 5 = 0, 031 T N B B 685 < A -33 -K bs 103 -57 -B > T N B B 639 5 (1/2) 5 = 0, 031 Fx 0, 062 D P S 2 M 0 4 8 C Z o o F 0 3 1 9 R T M II M K B S 1 0 3 F K B S 1 0 4 M K B S 1 0 3 F K B S 1 0 4 M K B S 8 2 F T N B B 3 1 M T N B B 5 7 F T N B B 7 7 M T N B B 3 3 F T N B B 4 2 8 F T N B B 4 2 4 M T N BB 6 8 5 W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D T N BB 6 8 6 T N BB 6 8 7 T N BB 6 7 2 T N B B 6 8 5 B ( F ) A ( M ) 5 7 ( F ) 3 3 ( F ) K b s 1 0 3 ( F ) K b s 1 0 4 ( M ) D P S 2 M 0 4 8 C Z o o F 0 3 1 9 R T M II M K B S 1 0 3 F K B S 1 0 4 M K B S 1 0 3 F K B S 1 0 4 M K B S 8 2 F T N BB 3 1 M T N BB 5 7 F T N BB 7 7 M T N BB 3 3 F T N B B 4 0 6 F T N B B 4 2 4 M T N B B 6 3 3 W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D T N B B 6 3 4 T N B B 6 0 2 T N B B 5 9 4 T N B B 5 9 5 T N B B 5 9 6 T N B B 5 7 3 T N B B 5 8 0 T N B B 6 3 3 B ( F ) A ( M ) 5 7 ( F ) 3 3 ( F ) K b s 1 0 3 ( F ) K b s 1 0 4 ( M )

(43)

L ampi ra n 2 S il sil ah J alak B ali di P ena n g ka ra n P P JB Te ga l B unde r ( lanjut an ) i). TNB B 6 70 L in tas an N Ko n tri b u si T NBB 6 7 0 < A -31 -D P S 2 -31 -4 2 2 -B > T NBB 6 7 0 6 (1 /2 ) 6= 0 ,0 1 6 T NBB 6 7 0 < A -31 -Kb s 8 2 -1 0 4 -4 2 6 -B > T NBB 6 7 0 6 (1 /2 ) 6= 0 ,0 1 6 T NBB 6 7 0 < A -33 -Kb s 1 0 4 -39 -4 2 6 -B > T NBB 6 7 0 6 (1 /2 ) 6= 0 ,0 1 6 T NBB 6 7 0 < A -33 -Kb s 1 0 3 -39 -4 2 6 -B > T NBB 6 7 0 6 (1 /2 ) 6= 0 ,0 1 6 Fx 0 ,0 6 4 D P S 1 M K B S 8 2 F D P S 2 M K B S 1 0 3 F K B S 1 0 4 M K B S 1 0 3 F K B S 1 0 4 M K B S 8 2 F T N B B 1 0 4 M T N B B 3 3 F T N B B 3 1 M T N B B 3 9 F T N B B 4 2 2 F T N B B 4 2 6 M T N B B 5 2 8 F T N B B 6 3 1 W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D W IL D T N B B 3 8 6 M T N B B 3 3 F T N B B 3 1 M K B S 8 2 F D P S 2 M K B S 1 0 3 F K B S 1 0 4 M W IL D T N B B 6 5 2 T N B B 6 7 0 T N B B 6 3 2 T N B B 6 5 9 T N B B 6 5 3 A ( M ) T N BB 6 8 8 4 2 2 ( F ) 3 1 ( M ) 4 2 6 ( M ) 3 3 ( F ) 3 9 ( F ) K B S 1 0 3 ( F ) K B S 1 0 4 ( M ) B ( F ) 1 0 4 ( M ) K B S 8 2 ( F ) D P S 2 ( F )

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian  Alat dan Bahan Penelitian
Tabel 2 Pengukuran ukuran tubuh jalak bali di PPJB Tegal Bunder
Tabel  2  Pengukuran  peubah  ukuran  tubuh  jalak  bali  di  PPJB  Tegal  Bunder  (lanjutan)
Tabel  2  Pengukuran  peubah  ukuran  tubuh  jalak  bali  di  PPJB  Tegal  Bunder  (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat

Hasil analisis ragam pada lahan pasca tambang emas menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan formulasi pupuk biologis menunjukkan perbedaan yang nyata (P&lt;0.05) terhadap

Setelah membaca pemberitaan “Pencoblosan Ulang Pilwali Surabaya”, saya cenderung mencari informasi apakah calon pasangan walikota/wakil walikota pilihan anda adalah orang yang

[r]

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode picture and picture dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada pelajaran IPA yang diperoleh dari oleh siswa

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Limbah Ampas Tahu Sebagai

Tindak pidana narkotika yang dalam hal ini perantara, pengedar, dan produsen merupakan jarimah ta’zir , sehingga remisi dapat diberikan oleh penguasa negara dengan

“Sponsor Utama” adalah suatu perusahaan atau instansi/lembaga, baik swasta atau negeri yang menginvestasikan dana sebesar 45% dari seluruh dana yang diajukan untuk