WALIKOTA SURABAYA DI JAWA POS)
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.
SKRIPSI
OLEH :
MAULIA OKVIANTI NPM. 0743010107
YAYASAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
PEMILIHAN WALIKOTA SURABAYA DI JAWA POS).
Nama Mahasiswa : Maulia Okvianti
NPM : 0743010107
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Menyetujui,
Pembimbing Utama: Tim Penguji :
1. Ketua
Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si Juwito, S.Sos, M.Si NPT. 3 7006 94 00351 NPT. 3 6704 95 00361
2. Sekertaris
Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si
NPT. 3 7006 94 00351
3. Anggota
Dra Diana Amelia, M.Si NPT. 19630907 199103 2001 Mengetahui,
D E K A N
Oleh:
MAULIA OKVIANTI NPM: 0743010107
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 12
November 2010
Pembimbing Utama: Tim Penguji :
1. Ketua
Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si Juwito, S.Sos, M.Si NPT. 3 7006 94 00351 NPT. 3 6704 95 00361
2. Sekertaris
Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si
NPT. 3 7006 94 00351
3. Anggota
Dra Diana Amelia, M.Si NPT. 19630907 199103 2001 Mengetahui,
D E K A N
SURABAYA DI JAWA POS)
Disusun Oleh: MAULIA OKVIANTI
NPM: 0743010107
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi
Menyetujui,
Dosen Pembimbing :
Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si NPT. 3 7006 94 00351
Mengetahui,
D E K A N
limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “SIKAP MASYARAKAT SURABAYA
TERHADAP PEMBERITAAN PENCOBLOSAN ULANG PILWALI SURABAYA (Studi Deskriptif Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Pemberitaan Pencoblosan Ulang Pilwali Surabaya di Jawa Pos)”. Dalam proses penyelesaian Skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Saifuddin Zuhri, selaku dosen pembimbing penulis atas segala bantuan dan masukan terkait penyusunan Skripsi ini mulai dari awal hingga terselesainya skripsi ini.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahnya yang diberikan kepada penulis dan keluarga.
2. Rasulullah Muhammad SAW untuk inspirasi serta tuntunan yang senantiasa
mengilhami penulis dalam rangka “perjuangan” memaknai hidup. 3. Prof. DR. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor UPN “Veteran” Jatim.
4. Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik (FISIP) UPN “Veteran” Jatim.
5. Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP
UPN “Veteran” Jatim.
6. Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.
v
9. Teman – teman terbaikku, Resky, Inne, Namira dan Dwi untuk saran dan
masukannya. Terima kasih sudah membantu penulis dalam mencari responden. Juga untuk partner penulis, Edy Kurniawan atas semangat, doa, inspirasi dan
dukungannya.
10. Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan atas keterbatasan halaman ini,
untuk segala bentuk bantuan yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, kritik maupun saran selalu penulis harapkan demi tercapainya hal terbaik dari proposal skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin.
Surabaya, Oktober 2010
vi
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
ABSTRAKSI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 10
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Manfaat Penelitian ... 11
BAB II LANDASAN TEORI ... 12
2.1. Landasan Teori... 12
2.1.1. Media Massa ... 12
2.1.2. Media dan Konstruksi realitas ... 13
2.1.3. Surat Kabar Sebagai media Komunikasi massa ... 15
2.1.4. Pengertian Pers ... 19
vii
2.1.9. Pemilihan Walikota (Pilwali) ... 33
2.1.10. Pencoblosan Ulang Pemilihan Walikota (Pilwali).... 34
2.1.11. Teori S-O-R ... 36
2.2. Kerangka Berfikir ... 39
BAB III METODE PENELITIAN ... 43
3.1. Definisi Operasional Variabel... 43
3.1.1. Sikap dan Pengukuran Variabel ... 44
3.1.2. Masyarakat sebagai Khalayak Media Massa ... 53
3.1.3. Pemberitaan pencoblosan Ulang ... 53
3.1.4. Pemilihan Walikota ... 56
3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 57
3.2.1. Populasi ... 57
3.2.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel... 58
3.3 . Teknik Pengumpulan Data... 60
3.4. Metode Analisis Data... 60
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 62
4.1. Gambaran Umum Jawa Pos ... 62
viii
Pencoblosan Ulang Pilwali Surabaya ... 71
4.2.3.1 Aspek Kognitif ... 71
4.2.3.2 Aspek Afektif ... 83
4.2.3.3 Aspek Konatif ... 92
4.2.4 Sikap Masyarakat Keseluruhan ... 98
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 101
5.1 Kesimpulan ... 101
5.2 Saran ... 102
DAFTAR PUSTAKA ... 103
x
ix
Tabel 4.1 Jenis Kelamin responden ……….………… 66
Tabel 4.2 Usia responden ……….………… 67
Tabel 4.3 Pekerjaan Responden ………..……….……… 68
Tabel 4.4 Frekuensi Membaca Pemberitaan Pencoblosan Ulang ………. 69
Tabel 4.5 Durasi Responden Dalam Membaca Pemberitaan Pencoblosan Ulang ………. 70
Tabel 4.6 Aspek Kognitif Responden Mengetahui Tentang Pencoblosan Ulang Pilwali Surabaya ……… 72
Tabel 4.7 Aspek Kognitif Responden Mengetahui Kapan Pencoblosan Ulang Dilaksanakan……….. 74
Tabel 4.8 Aspek Kognitif Responden Mengetahui Didaerah Mana Diselenggarakan Pencoblosan Ulang ……… 75
Tabel 4.9 Aspek Kognitif Responden Mengetahui Kontroversi Pelaksanaan Pencoblosan Ulang ……… 76
Tabel 4.10 Aspek Kognitif Responden Mengetahui Kecurangan – kecurangan Yang Terjadi Selama Pilwali ……….…… 78
Tabel 4.11 Aspek Kognitif Responden Mengetahui Dampak Dari Diadakannya Pencoblosan Ulang ……….……… 80
Tabel 4.12 Aspek Kognitif Responden ………...……… 82
Tabel 4.13 Aspek Afektif Responden Merasa kecewa dengan diselenggarakan pencoblosan ulang ..……… 83
Tabel 4.14 Aspek Afektif Responden merasa sayang dengan banyaknya dana APBD yang digunakan untuk pencoblosan ulang ……… 85
x
x
Tabel 4.18 Aspek Afektif Responden ……….…… 91 Tabel 4.19 Aspek Konatif Responden Mendukung putusan MK untuk
diselenggarakan pencoblosan ulang ………..… 92 Tabel 4.20 Aspek Konatif Responden melakukan pencobosan ulang ………… 93 Tabel 4.21 Aspek Konatif Responden mengalihkan dukungan kepada
pasangan calon walikota / wakil walikota ……… 94 Tabel 4.22 Aspek Konatif Responden mencari informasi apakah calon
Gambar 2.1 Model Teori S-O-R ………... 37
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir ……….… 40
Lampiran 1 : Kuesioner
Lampiran 2 : Hasil Jawaban Responden ... 105
Lampiran 3 : Jawa Pos edisi 9 Juni 2010 ... 117
Lampiran 4 : Jawa Pos edisi 2 Juli 2010 ... 119
Lampiran 5 : Jawa Pos edisi 3 Juli 2010 ... 120
Lampiran 6 : Jawa Pos edisi 7 Juli 2010 ... 121
Lampiran 7 : Jawa Pos edisi 23 Juli 2010 ... 122
Lampiran 8 : Jawa Pos edisi 27 Juli 2010 ... 124
Lampiran 9 : Jawa Pos edisi 31 Juli 2010 ... 125
Lampiran 10 : Jawa Pos edisi 31 Juli 2010 ... 127
Lampiran 11 : Jawa Pos edisi 1 Agustus 2010 ... 128
Lampiran 12 : Surat Ijin Penelitian ... 130
Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Pemberitaan Pencoblosan Ulang Pemilihan walikota Surabaya di Jawa Pos).
Alasan memilih penelitian ini adalah pemilihan walikota periode 2010 – 2015 berdampak besar terhadap masyarakat Surabaya. Apalagi dalam pilwali kali ini, banyak pihak yang berseteru mulai dari KPU, anggota DPRD, asisten sekkota dan mendagri. Permasalahan ini menyita perhatian khalayak dan menjadi topik hangat di media massa. Jawa Pos memuat pemberitaan mengenai pilwali dalam porsi pemberitaan yang besar dan disertai dengan interakstif pilwali yang dapat mempengaruhi sikap mastarakat dalam menanggapi pemberitaan ini.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap masyarakat Suarabaya terhadap pemberitaan pencoblosan ulang Pilwali Surabaya di Jawa Pos, baik sikap kognitif, afektif dan konatif.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner dengan purposive sampling, yakni sampel yang telah ditentukan karakteristiknya oleh peneliti sesuai dengan tujuan dan permasalahan penelitian. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 100 orang.
Hasil dalam penelitian ini secara keseluruhan adalah sikap responden pada kategori positif sebesar 46 persen, netral 41 persen dan negatif 13 persen. Sikap pada kategori positif menunjukkan bahwa meski sebagian besar responden kecewa, mereka tetap mendukung diselenggarakan pencoblosan ulang. Mereka membuktikannya dengan menggunakan hak pilih pada saat pencoblosan ulang. Kata kunci : Sikap, Masyarakat Surabaya, Pencoblosan Ulang, Pilwali Surabaya
xiv
The reason searcher to choose this research is Surabaya’s vote mayor period 2010 – 2015 have the big impact to Surabaya’s society. In this vote, there are many institustions to be enemy. Such as DPRD Surabaya, KPU, Sekkota and many more. This problem got big attention from audience and to be hot issue in mass media. Jawa Pos presented report about Surabaya’s vote mayor with big portion with special column “Interaktif Pilwali”, in which can influence their attitude after read this report.
The goal want to reach of this research is to know how the attitude Surabaya’s society toward report repeatedly election of Surabaya’s vote mayor, kind of cognitive, affective and conative attitude.
Method that used in this research is used questionnare as research’s instrument with purposive sampling, namely that the sample after was specified characteristic by searcher concordant with goal and problems. The number of respondent in this research are 100 people.
Result in this research entirely are for respondent’s attitude in positive amount 46 percent, netral 41 percent and negative 13 percent. Attitude in positive category means that although some respondent disappointed, they still give support to take care of vote repeatedly. They was evidenced with use right vote at vote repeteadly.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masyarakat membutuhkan informasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang beragam. Masyarakat cenderung kritis dalam menerima informasi.
Informasi yang dibutuhkan terus meningkat, masing – masing orang mempuyai proporsi yang berbeda – beda akan informasi sesuai dengan kebutuhan mereka.
Sehingga informasi memiliki peranan penting dalam pemenuhan kehidupan masyarakat yang selalu berkembang cepat. Dalam proses penyampaian informasi tidak lepas dari proses komunikasi. Dalam proses komunikasi membutuhkan
sarana atau media yang dibutuhkan untuk menyampaikan informasi. Jika pemilihan medianya tepat maka diharapkan informasi yang disampaikan dapat
diterima dengan baik oleh masyarakat. Pesan – pesan dan efek dari informasi tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Proses komunikasi bersifat persuasif, yang bertujuan untuk menimbulkan adanya kesadaran, kerelaan disertai
dengan perasaan segan seseorang untuk mengubah. Selain bersifat persuasif, proses komunikasi juga bersifat informatif, untuk memberikan informasi atas
permasalahan – permasalahan yang sedang terjadi untuk diketahui khalayak. Salah satu alat komunikasi yang bersifat informatif adalah media massa.
Media massa adalah salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan
perangkat – perangkat yang diorganisir untuk berkomunikasi secara terbuka dan
pada situasi yang berjarak kepada khalayak luas dalam waktu yang singkat ( Mc Quail,2002:17). Media massa adalah media yang mampu menjangkau
komunikannya secara luas, dalam jumlah besar dengan waktu yang bersamaan. Hal tersebut berkaitan dengan dengan kekuasaan media massa yang mampu menyebarkan pesan secara luas dan mencakup kawasan yang tidak bisa dijangkau
oleh komunikatornya. Menurut Jay Black dan Frederick C. Whitney (1988), media massa memiliki fungsi antara lain : to inform (menginformasikan), to
persuade (membujuk), to entertain (memberi hiburan) dan transmission of the
culture (transmisi budaya).
Media massa menyajikan informasi atau berita dari berbagai peristiwa dan
kejadian yang sedang berkembang di masyarakat. Berita yang dihadirkan telah melalui proses seleksi dan harus mengandung nilai berita. Melalui berita – berita
dari media massa, masyarakat mendapatkan informasi tentang suatu peristiwa diluar lingkungannya. Pemberitaan di media massa dapat mempengaruhi sikap masyarakat dalam merespon suatu peristiwa.
Secara umum , media massa terdiri dari media elektronik dan media cetak. Media elektronik terdiri dari tv , radio dan film. Media elektronik memiliki
Media cetak sebagai bagian dari media massa merupakan salah satu
sumber utama pembaca untuk mendapatkan informasi. Bentuk media cetak itu sendiri bermacam – macam diantaranya adalah surat kabar. Surat kabar
didefinisikan sebagai penerbitan yang berisi lembaran dan berisi berita – berita, karangan – karangan, iklan yang dicetak, serta terbit secara periodik dan dijual untuk umum. (Assegaf,1991:141).
Surat kabar sebagai bagian dari media massa dapat menjadi instrumen untuk mempengaruhi kesadaran masyarakat. Sesuatu yang sebenarnya tidak
berarti, dapat menjadi berita melalui penciptaan berbagai cerita dan data – data yang disajikan oleh media massa, sekalipun data – data tersebut telah tercampur dengan opini wartawan.
Media massa menawarkan beragam informasi untuk masyarakat. Melalui media massa, masyarakat dapat mengetahui berita – berita terbaru yang sedang
berkembang hangat. Salah satu berita yang tengah menjadi topik di media massa adalah berita mengenai sengketa pemilihan walikota (pilwali) Surabaya.
Kasus sengketa pilwali Surabaya ini yang mengharuskan diadakan
pencoblosan ulang bermula dari diselenggarakannya pemilihan walikota Surabaya periode 2010 – 2015 pada 2 Juni 2010. Pilwali ini diikuti oleh 5 pasangan calon, yaitu Sutadi – Mazlan (Dimas), Fandi utomo – Yulius Bustami (FuYu), Arif
Setelah melalui proses perhitungan dari 31 kecamatan, Komisi Pemilihan
Umum (KPU) merilis hasil perolehan suara pada pilwali kali ini. Urutan teratas ditempati pasangan Tri Rismaharini dan Bambang Dwi Hartono dengan 358.187
suara (38,52%), disusul Arif Afandi – Adies Kadir dengan 327.516 (35,23%), Fandi utomo – Yulius Bustami dengan 129.172 (13,89%), Sutadi – Mazlan dengan 61.648 (6,63%) dan Fitradjaja Purnama – Naen Soeryono dengan 53.110
suara (5,71%) (Jawa Pos, 8 Juni 2010).
Berdasarkan hasil rekapitulasi tersebut, pada 8 Juni 2010 Komisi
Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan no.4 Tri Rismaharini dan Bambang Dwi Hartono (Ridho) sebagai walikota dan wakil walikota terpilih. Penetapan tersebut berdasarkan keputusan pleno KPU yang mengacu pada
beberapa peraturan, antara lain pasal 107 UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah dan pasal 47 peraturan KPU. Juga berita acara penetapan bertanggal 7 Juni
2010 serta sertifikat rekapitulasi dan rincian perolehan suara di KPU pada 7 Juni 2010 (Jawa Pos, 9 Juni 2010).
Namun pihak pasangan Arif Afandi dan Adies Kadir (CaCak) tidak puas
dengan hasil tersebut. Mereka meminta diadakan pemilu ulang karena menengarai adanya berbagai kecurangan yang dilakukan pasangan Risma-Bambang, seperti
pembukaan kotak suara di kecamatan Sukomanunggal dan Pakal (Jawa Pos, 8 Juni 2010), konsumsi roti bermerek Risma untuk KPPS Tegalsari (Jawa Pos, 20 Juni 2010) dan adanya pertemuan untuk menggalang dukungan dengan para
Tim CaCak melayangkan gugatannya mengenai kecurangan – kecurangan
tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk ditindak lanjuti. Setelah diproses hampir 2 minggu, pada 30 Juni 2010 Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan
putusan bahwa akan diadakan coblos ulang di 5 kecamatan dan 2 kelurahan yang meliputi kecamatan Bulak (25.414), Semampir (140.344), Krembangan (88.553), Rungkut (70.525), Sukolilo (76.564), Kelurahan Wiyung (12.094) dan Putat Jaya
(34.723). Serta perhitungan ulang di 26 kecamatan lainnya pada 1 Agustus 2010 (Jawa pos, 2 Juli 2010).
Keputusan tersebut ditentang oleh para anggota DPRD Surabaya. Sebagian anggota dan ketua DPRD Surabaya menolak pencoblosan ulang diselenggarakan pada 1 agustus 2010. Mereka beranggapan bahwa KPU belum
siap, tidak ada koordinasi dengan PPK dan pengajuan anggaran untuk pencoblosan ulang yang belum disetujui dewan. Padahal berdasarkan SK
Mendagri menyatakan bahwa anggaran untuk pencoblosan ulang ini berasal dari APBD 2010 dengan kategori perihal khusus yang tidak membutuhkan persetujuan dewan. Apalagi anggaran tersebut diambilkan dari anggaran pilwali yang
dialokasikan Rp 65 M. Pada pemilihan 2 Juni 2010 lalu hanya menghabiskan Rp 35 M. Sedangkan anggaran yang dibutuhkan untuk pencoblosan dan hitung ulang
Meski terjadi konflik dalam penentuan tanggal, pihak KPU tetap akan
melaksanakan pencoblosan ulang pada 1 Agusutus 2010. Keputusan ini didukung oleh wakil ketua DPRD Surabaya, asisten II sekkota, kepolisian dan mendagri.
Terhitung 2 minggu sebelum pencoblosan, KPU telah mempersiapkan pencoblosan ulang, mulai dari memberikan pengarahan dan sosialisasi kepada seluruh PPK di Hotel Equator pada 21 Juli 2010, persiapan logistik sudah matang,
kotak suara telah dikirimkan di 5 kecamatan dan 2 kelurahan, surat suara yang segera didistribusikan dan anggaran yang disetujui oleh Kemendagri (Jawa Pos,
23 Juli 2010).
Penyelenggaraan pencoblolsan ulang tersebut menuai reaksi dari masyarakat, terutama masyarakat dan anggota pps (panitia pemungutan suara)
yang wilayahnya terkena pencoblosan ulang. Mereka kecewa dan merasa difitnah karena dituding berbuat curang pada coblosan 2 Juni lalu. Padahal mereka sudah
bekerja sesuai dengan instruksi dari KPU. Banyak warga yang apatis melihat ketidakadilan tersebut. Dikhawatirkan dengan adanya pencoblosan ulang ini angka golput rawan naik akibat minimnya partisipasi masyarakat.
Melihat fenomena tersebut, Jawa Pos berupaya menampung berbagai reaksi dari masyarakat berkaitan dengan keputusan MK tersebut melalui kolom
interaktif pilwali. Reaksi dari masyarakat ada yang pro, mendukung keputusan MK untuk dijalankan dengan sebaik – baiknya dalam rangka pembelajaran demokrasi dan pembuktian tuduhan kecurangan – kecurangan. Maupun yang
dianggap memihak salah satu pasangan tertentu, menghujat dan memberi
dukungan pada pasangan – pasangan yang sedang bersengketa.
Pemberitaan di media dapat mempengaruhi sikap publik dan pembentukan
sikap masyarakat. Sikap adalah suatu kecenderungan bertindak, berpikir, berpersepsi dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi ataupun nilai. Sikap disini bukan perilaku, tapi lebih merupakan kecenderungan untuk berperilaku
dengan cara tertentu terhadap objek sikap. Dapat dipahami bahwa manusia dilingkupi dengan masalah yang mengharuskan untuk memiliki sikap. (Sobur,
2003:361)
Sikap dikatakan sebagai respon yang akan timbul bila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individu. Respon yang timbul
terjadi sangat evaluatif berarti bentuk respon yang dinyatakan sebagai sikap itu didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberikan kesimpulan
nilai terhadap stimulus dalam baik atau buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar,2008:15).
Sikap memiliki tiga komponen yaitu komponen kognitif, afektif dan konatif. Komponen kognitif adalah representasi apa yang dipercaya oleh individu pemilik sikap. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek
emosional. Sedangkan komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang
Komponen sikap dalam penelitian ini adalah bagaimana komponen
kognitif, afektif dan konatif masyarakat Surabaya terhadap pencoblosan ulang pasca pemberitaan di Jawa pos. Dalam komponen kognitif, seberapa banyak
pengetahuan masyarakat terhadap pemberitaan “pencoblosan ulang”. Komponen afektif terfokus pada bagaimana keadaan emosional masyarakat setelah membaca, mengetahui dan memahami pemberitaan tersebut. Apakah mereka marah, kecewa,
simpati, optimis atau pesimis terhadap objek pemberitaan. Komponen konatif merupakan kecenderungan untuk berpola perilaku tertentu. Mereka mulai
memunculkan respon/reaksi akibat terpaan pemberitaan. Dalam komponen ini, masyarakat mulai menentukan sikap, apakah mereka menerima (setuju) atau menolak.
Peneliti tertarik mengambil penelitian mengenai Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Pemberitaan Pencoblosan Ulang Pilwali Surabaya
dikarenakan proses pemilihan walikota (pilwali) periode 2010 – 2015 berlangsung panjang dan menyita perhatian khalayak. Hal ini disebabkan salah satu pasangan calon (Cacak) tidak terima dengan hasil pilwali dan melayangkan gugatan ke
Mahkamah konstitusi (MK) dengan tuduhan terjadi kecurangan yang mengakibatkan diselenggarakan pencoblosan ulang. Kasus pilwali ini menjadi
topik hangat di berbagai media. Pemberitaan tentang pencoblosan ulang pemilihan walikota (pilwali) Surabaya ini mendapat porsi pemberitaan yang cukup besar di Jawa Pos, yaitu di halaman depan rubrik Metropolis dan ditambah dengan adanya
tidak sedikit yang menolak dan menghujat bahwa salah satu pasangan calon tidak
siap kalah. Apalagi pemberitaan ini dihadirkan secara terus – menerus setiap harinya. Pemberitaan seperti itu di surat kabar, terutama Jawa Pos sebagai media
nasional dapat mempengaruhi sikap publik dan pembentukan sikap masyarakat. Oleh karena itu, objek sikap pada penelitian ini yang ingin diteliti adalah bagaimana Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Pemberitaan Pencoblosan Ulang
Pilwali Surabaya di Jawa Pos. Peneliti ingin mengetahui bagaimana sikap atau reaksi, baik sikap kognitif, afektif dan konatif dari masyarakat Surabaya dalam
menanggapi pemberitaan tentang sengketa pilwali Surabaya yang mengharuskan diadakannya coblosan ulang di 5 kecamatan dan 2 kelurahan serta perhitungan ulang di 26 kecamatan lainnya. Apakah sikap masyarakat Surabaya positif, negatif
atau netral. Sengketa pemilihan walikota ini terjadi di Surabaya. Oleh karena itu peneliti menggunakan masyarakat Surabaya yang tinggal di wilayah kecamatan Rungkut, Bulak, Semampir, Semolowaru, Krembangan, Kelurahan Wiyung dan
Putat Jaya, yang memiliki hak pilih dan telah terdaftar sebagai dpt (daftar pemilih tetap) sebagai objek penelitian.
Peneliti menggunakan Jawa Pos sebagai pilihan media dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan Pemberitaan mengenai perkembangan pencoblosan ulang
pilwali Surabaya tersebut ditulis secara lengkap dan kontinu setiap harinya di Jawa Pos. Mulai dari pencoblosan pada 2 Juni, rekapitulasi hasil, penetapan pemenang pilwali oleh KPU, Cacak melayangkan gugatan ke MK, keluarnya
CaCak dan Ridho), Reaksi dari masyarakat dan adanya kolom interaktif pilwali
untuk menampung opini masyarakat terkait dengan keputusan MK tersebut. Selain itu, Jawa Pos adalah koran dengan oplah terbesar di Surabaya. Berdasarkan
survei AC Nielsen tahun lalu menunjukkan pembaca Jawa Pos di Surabaya berjumlah 1,4 juta orang dan pembaca Kompas di Surabaya ada 56 ribu orang (www.temponline.com).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :
“Bagaimana Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Pemberitaan
Pencoblosan Ulang Pilwali Surabaya di Jawa Pos”.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang masalah dan perumusan masalah pada penelitian ini, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk mengetahui Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Pemberitaan Pencoblosan Ulang Pilwali Surabaya di Jawa Pos, baik sikap
kognitif, afektif maupun konatif.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Secara Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau landasan pemikiran bagi pengembangan, penerapan teori – teori penelitian di bidang ilmu komunikasi dengan keadaan nyata di lapangan
berkaitan dengan kajian masalah sikap masyarakat.
b. Secara Praktis
Dapat menjadi sumber informasi dan bisa menambah pengetahuan untuk lebih memahami isi berita / informasi yang terkandung dalam pemberitaan surat kabar. Juga untuk memberikan gambaran kepada
khalayak tentang bagaimana sikap masyarakat Surabaya terkait dengan pemberitaan pencoblosan ulang pilwali Surabaya di Jawa Pos.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Media Massa
Media massa adalah sarana untuk menyampaikan isi pesan atau informasi yang bersifat umum, kepada sejumlah orang yang jumlahnya relatif besar,
perhatiannya terpusat pada isi pesan yang sama, yaitu pesan dari media massa dan tidak dapat memberikan arus balik secara langsung pada saat itu juga (umpan
balik tertunda). Media massa harus diterbitkan atau disiarkan secara periodik, isi pesan harus bersifat umum menyangkut semua permasalahannya, mengutamakan aktualitas dan disajikan secara berkesinambungan. Media massa terbagi dalam
media cetak (surat kabar, majalah, buku, pamphlet, brosur), media elektronik (radio, televisi dan film) dan media online yang kita kenal dengan internet
(Wahyudi,1996:35).
Fungsi media massa bagi seseorang adalah memenuhi berbagai kebutuhan individual (Mc.Quail,1991:72), yang meliputi :
1. Informasi, seseorang menggunakan media massa untuk memenuhi
keingintahuan tentang sesuatu kejadian tertentu atau menambah pengetahuan tentang hal – hal yang berhubungan dengan
2. Hiburan, seseorang menggunakan media massa untuk memperoleh
hiburan atau melepaskan diri dari ketegangan dan kejenuhan
3. Integrasi dan Interaksi Sosial, seseorang menggunakan media massa
untuk menjalin hubungan sosial dengan orang lain (sebagai bahan pembicaraan/conversational currency) atau menjalin kedekatan dengan tokoh – tokoh dalam media massa.
4. Identitas Pribadi, seseorang menggunakan media massa untuk
menemukan penunjang nilai – nilai pribadi dan mengidentifikasikan
diri dengan nilai – nilai lain (dalam media).
2.1.2 Media dan Konstruksi realitas
Dalam pandangan konstruksionis, media dilihat bukanlah sekedar saluran yang bebas. Media juga subyek yang menkonstruksikan realitas, lengkap dengan
pandangan, bias dan permihakannya. Media bukan hanya memilih peristiwa dan menentukan sumber berita, melainkan juga berperan dalam mendefinisikan aktor dan peristiwa. Lewat bahasa dan pemberitaan, media dapat membingkai dengan
bingkai tertentu yang pada akhirnya menentukan bagaimana khalayak harus melihat dan memahami perisrtiwa dalam kacamata tertentu (Eriyanto,2000:24).
Isi media merupakan hasil para pekerja dalam mengkonstruksi berbagai
realitas yang dipilihnya untuk dijadikan sebagai sebuah berita, diantaranya realitas politik. Berdasarkan sifat dan faktanya bahwa pekerja media massa menceritakan
realitas yang dikonstruksi (Constructed Reality). Pembuatan berita dimedia pada
dasarnya tak lebih dari penyusunan realitas – realitas hingga membentuk sebuah cerita (Sobur,2001:83).
Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan menggunakan media sebagai perangkatnya. Sedangkan bahasa bukan hanya sebagai alat realitas, namun juga menentukan relief seperti apa yang diciptakan
oleh bahasa tentang realitas. Akibatnya media massa memiliki peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi gambar yang dihasilkan dari realitas yang
dikonstruksikannya (Sobur,2001:88).
Setiap upaya “menceritakan” sebuah peristiwa, keadaan, benda atau apapun. Pada hakikatnya adalah usaha mengkonstruksikan realitas. Begitu pula
dengan profesi wartawan. Pekerjaan utama wartawan adalah mengisahkan hasil reportasenya kepada khalayak. Dengan demikian, mereka selalu terlibat dengan
usaha – usaha mengkonstruksikan realitas, yakni menyusun fakta yang dikumpulkannya kedalam suatu bentuk laporan jurnalistik berupa berita (News), karangan khas (Feature) atau gabungan keduanya (News Feature). Dengan
demikian berita pada dasarnya adalah realitas yang telah dikonstruksikan (Constructed Reality) (Sobur,2001:88).
Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan bentuk
konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul darinya. Bahkan menurut Hamad, tidak hanya mampu mencerminkan realitas tetapi
Dalam konstruksi realitas, bahasa dapat dikatakan sebagai unsur utama.
Bahasa merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi media
(Sobur,2001:91).
2.1.3 Surat Kabar Sebagai Media Komunikasi Massa
Menurut Djagar Assegaf dalam bukunya ”Jurnalistik Masa Kini” menyatakan bahwa surat kabar adalah penerbitan yang berupa lembaran yang
berisi berita – berita, karangan – karangan dan iklan, yang dicetak dan terbit secara tetap atau periodic dan dijual untuk umum. ( Assegaf , 1991: 40 )
Surat kabar atau juga bisa disebut pers ( dalam arti sempit ) adalah salah
satu kekuatan sosial dan ekonomi yang cukup penting dalam masyarakat. Pers memiliki fungsi utama yaitu menyiarkan informasi, mendidik, menghibur dan
mempengaruhi. (Effendi,1993:93).
Media cetak terdiri dari majalah, tabloid dan surat kabar. Media cetak memiliki kelebihan yang tidak ada pada media massa elektronik, yaitu pesan
dapat diulang kembali pada kesempatan lain dan dapat didokumentasikan. Selain itu informasi yang disampaikan media cetak lebih mendalam dan lebih kuat daya
Ciri – ciri surat kabar, yaitu (Onong Sudjana,1993 : 91):
1. Publisitas
Bahwa surat kabar diperuntukkan untuk umum. Semua berita harus
menyangkut kepentingan umum. Dengan demikian jika ada sekumpulan informasi yang disebarkan melalui lembaran – lembaran seperti koran tetapi diperuntukkan khusus untuk kalangan tertentu.
Maka tidak bisa disebut surat kabar.
2. Universalitas
Menunjukan bahwa surat kabar harus memuat aneka berita mengenai kejadian – kejadian diseluruh dunia tentang aspek kehidupan. Untuk memenuhi ciri ini maka perusahaan penerbitan surat kabar idealnya
melengkapi diri dengan wartawan – wartawan khusus di bidang – bidang tertentu ( ekonomi , politik , sosial budaya , dsb ) di dalam
maupun di luar negeri.
3. Aktualitas
Laporan tercepat merujuk pada kekinian atau terbaru dan masih
4. Periodesitas
Merujuk pada keteraturan terbitnya. Bisa harian , mingguan , bulanan. Sifat periodesitas sangat penting dimiliki surat kabar. Bagi penerbit
surat kabar , selama ada dana dan tenaga terampil , tidak susah untuk menerbitkan surat kabar secara periodik.
Wilbrum Schram dalam bukunya ” The Process and Effect of Massa Communication ” ( Rahmadi, 1990:19 ) mengidentifikasikan tiga fungsi surat
kabar adalah :
1. Memberikan informasi yang objektif kepada pembaca mengenai apa
yang terjadi di dalam lingkungannya, negaranya dan apa yang terjadi
di dunia
2. Mengulas berita – berita dalam tajuk rencana dan membawa perkembangan menjadi focus dan sorotan.
3. Menyediakan jalan bagi orang – orang yang akan menjual barang dan
jasa pemasangan iklan.
Menurut Rahmadi ( 1990:20 ), fungsi surat kabar adalah :
1. Fungsi Informasi, surat kabar memberi informasi yang objektif kepada
pembaca mengenai apa yang terjadi di lingkungannya, negaranya dan apa yang terjadi di dunia. Surat kabar merupakan sumber informasi
2. Fungsi mendidik, surat kabar penting dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa karena tidak sedikit banmtuan yang disampaikan dalam menunjang pendidikan di masyarakat.
3. Fungsi menghubungkan, surat kabar menyelenggarakan suatu
hubungan sosial antara warga Negara yang satu dengan warga Negara yang lain.
4. Fungsi sebagai penyalur dan pembentuk pendapat umum, surat kabar
tidak hanya menyajikan berita atau informasi tetapi juga memuat
pikiran – pikiran, pandangan atau pendapat orang.
5. Fungsi kontrol sosial, kontrol sosial merupakan salah satu fungsi pers
yang sangat penting terutama di negara yang menerapkan sistem
pemerintahan yang demokratis. Kekuatan utama media massa sebagai kontrol sosial terletak pada fungsinya sebagai pengawas lingkungan. Pelaksanaan fungsi kontrol sosial oleh pers sebagian besar ditujukan
kepada pemerintah dan aparaturnya.
Selain itu terdapat tipe – tipe surat kabar berdasarkan beberapa kriteria. Berdasarkan periode terbitnya adalah surat kabar mingguan dan surat kabar harian. Berdasarkan waktu terbit adalah surat kabar ( harian ) pagi dan surat kabar
( harian ) sore. Sedangkan berdasarkan subjek utama yang dibahas terdapat surat kabar umum, surat kabar ekonomi, surat kabar militer dan surat kabar khusus
2.1.4 Pengertian Pers
Pers berasal dari perkataan Belanda pers yang artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam bahasa inggris
yang juga berarti menekan atau mengepres. Jadi secara harfiah kata pers atau press mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantara barang cetakan. Tetapi, sekarang kata pers atau press ini digunakan untuk merujuk
semua kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun oleh media
elektronik.
Terdapat dua pengertian mengenai pers, yaitu pers dalam arti sempit dan pers dalam arti luas. Pers dalam arti kata sempit yaitu yang menyangkut kegiatan
komunikasi yang hanya dilakukan dengan perantaraan barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti kata luas adalah yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang
2.1.5 Fungsi Pers
Menurut Sumadiria (2005:32-35) dalam buku Jurnalistik Indonesia menjabarkan 5 fungsi dari pers, yaitu:
1. Fungsi Informasi, sebagai sarana untuk menyampaikan informasi
secepat – cepatnya kepada masyarakat yang seluas – luasnya yang aktual, akurat, faktual dan bermanfaat.
2. Fungsi Edukasi, informasi yang disebarluaskan pers hendaknya dalam
kerangka mendidik. Dalam istilah sekarang pers harus mau dan
mampu memerankan dirinya sebagai guru pers.
3. Fungsi Hiburan, pers harus mampu memerankan dirinya sebagai
wahana hiburan yang menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi
semua lapisan masyarakat.
4. Fungsi Kontrol Sosial, pers mengemban fungsi sebagai pengawas
pemerintah dan masyarakat. Pers akan senantiasa menyalahkan ketika melihat penyimpangan dan ketidakadilan dalam suatu masyarakat atau negara.
5. Fungsi Mediasi, pers mampu menjadi fasilitator atau mediator
menghubungkan tempat yang satu dengan yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain, atau orang yang satu dengan yang
Sedangkan menurut Kusumaningrat (2007:27-29) dalam Jurnalistik Teori dan Praktek, terdapat 8 fungsi pers, yaitu:
1. Fungsi Infomatif, yaitu memberikan informasi atau berita yang
dianggap berguna dan penting bagi khayak ramai dengan cara teratur.
2. Fungsi Kontrol, pers harus memberitakan apa yang berjalan baik dan
tidak baik. Fungsi “watchdog” ini harus dilakukan dengan lebih aktif oleh pers daripada oleh kelompok masyarakat lainnya.
3. Fungsi Interpretatif dan Direktif, yaitu memberikan interpretasi dan
bimbingan. Pers harus menceritakan kepada masyarakat tentang arti suatu kejadian. Ini biasanya dilakukan pers melalui tajuk rencana atau
tulisan – tulisan latar belakang.
4. Fungsi Menghibur, para wartawan menuturkan kisah – kisah dunia
dengan hidup dan menarik.
5. Fungsi Regeneratif, yaitu menceritakan bagaimana sesuatu itu
dilakukan di masa lalu, bagaimana dunia ini dijalankan sekarang,
bagaimana sesuatu itu diselesaikan dan apa yang dianggap oleh dunia itu benar atau salah. Jadi, pers membantu menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru.
6. Fungsi pengawalan hak – hak warga negara, yaitu mengawal dan
hendaknya diberi kesempatan untuk menulis dalam media untuk
melancarkan kritik – kritiknya terhadap segala sesuatu yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat, bahkan juga kadang –
kadang mengkritik medianya sendiri.
7. Fungsi Ekonomi, yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan.
Dengan menggunakan iklan, penawaran akan berjalan dari tangan ke
tangan dan barang produksi pun dapat dijual sehingga ekonomi dapat berkembang.
8. Fungsi Swadaya, yaitu pers mempunyai kewajiban untuk memupuk
kewajibannya sendiri agar dapat membebaskan dirinnya dari pengaruh – pengaruh serta tekanan – tekanan dalam bidang keuangan.
2.1.6 Berita
Banyak definisi yang dikemukakan para ahli mengenai definisi berita.
Menurut Paul De Massener dalam buku Here’s The News: Unesco Associate, menyatakan news atau berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik
perhatian serta minat khalayak pendengar. Sedangkan Williard C. Bleyer menulis dalam Newspaper Writing and Editing, berita adalah sesuatu yang termasa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar karena menarik minat atau
mempunyai makna bagi pembaca surat kabar (Sumadiria,2005:64). Dari beberapa definisi tersebut, dapat dibuat kesimpulan bahwa berita adalah laporan tercepat
besar khalayak melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi atau
media online internet.
Untuk membuat berita, paling tidak harus memenuhi dua syarat, yaitu
faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa sehingga kebenaran tinggal sedikit saja, kedua bahwa berita itu bias menceritakan segala aspek secara lengkap. Biasanya suatu media lebih menyukai peristiwa besar atau penting terjadi dalam
skala waktu yang sesuai dengan jadwal produksi normal, serta menyukai pula peristiwa yang paling mudah diliput dan dilaporkan serta mudah dikenal dan
dipandang relevan (Djuroto,2002:48).
Faktor yang berkaitan dengan aliran lain adalah kedekatan media terhadap peristiwa yang sesuai dengan harapan yang dimiliki khalayak, keinginan untuk
melanjutkan peristiwa yang sudah terjadi, yang dipandang layak diberitakan keinginan adanya kesinambungan diantara berbagai jenis berita (McQuail,1991:93).
Dalam upaya menarik perhatian pembaca perlu diperhatikan kriteria - kriteria dalam berita, menurut Frank Luther Mott dalam bukunya News Survey of
Journalism terdapat 8 konsep tersebut, antara lain (Sumadiria,2005:71):
1. Berita sebagai laporan tercepat (news as timely report)
Konsep ini menitikberatkan pada segi “baru terjadinya” sebagai faktor
terpenting dari sebuah berita.
2. Berita sebagai rekaman (news as record)
3. Berita sebagai faktor objektif (news as objective facts)
Sebuah berita harus faktual dan objektif. Sebagai fakta, berita adalah rekonstruksi peristiwa melalui prosedur jurnalistik yang sangat ketat
dan terukur. Dalam teori jurnalistik ditegaskan, fakta – fakta yang disajikan media kepada khlayak sesungguhnya merupakan rencan tangan kedua (second hand reality). Realitas tangan pertama adalah
fakta atau peristiwa itu sendiri (first reality)
4. Berita sebagai interpretasi (news as interpretation)
Dalam situasi kompleks yang menyangkut bidang politik, ekonomi, atau ilmu pengetahuan, suatu fakta perlu dijelaskan agar pembaca mengerti. Mereka perlu diberi penjelasan mengenai sebab – akibatnya,
latar belakangnya, akibatnya, situasinya dan hubungannya dengan hal lainnya.
5. Berita sebagai sensasi (news as sensation)
Disini terdapat unsur subjektif, yakni bahwa sesuatu yang mengejutkan dan yang menggetarkan atau mengharukan bagi pembaca yang satu
akan berlainan dengan pembaca yang lain.
6. Berita sebagai minat insani (news as human interest)
Disini menariknya berita bukan karena pentingnya peristiwa yang
7. Berita sebagai ramalan (news as prediction)
Wartawan cenderung untuk menaruh perhatian kepada masa depan daripada masa kini dan masa lalu. Sebabnya ialah karena minat
pembaca terutama terletak pada masa depan. Pada umunya yang kita harapkan dari berita, disamping merupakan informasi mengenai kejadian kini, juga ramalan yang masuk akal mengenai masa depan. 8. Berita sebagai gambar (news as picture)
Gambar – gambar yang disajikan dalam halaman surat kabar julahnya
semakin banyak. Ilustrasi halaman surat kabar, selain sifatnya semata – mata hiburan juga mengandung niali berita. Banyak kejadian yang melaporkan dalam bentuk gambar yang seringkali lebih efektif
daripada kalau diterangkan dengan kata – kata.
Salah satu unsur penting dalam berita yang dimuat oleh media massa
adalah memiliki nilai berita (News Value). Terdapat 10 kriteria umum nilai berita, yaitu (Sumadiria,2005:80):
1. Keluarbiasaan
Berita adalah sesuatu yang luar biasa. Dalam pandangan jurnalistik, berita bukanlah suatu perisiwa biasa. Kalangan praktisi jurnalistik
2. Kebaruan
News is new. Berita adalah segala apa saja yang terbaru. Apa saja
perubahan penting yang terjadi dan dianggap berarti merupakan berita. 3. Akibat
Berita adalah segala sesuatu yang berdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang menimbulkan dampak besar dalam kehidupan masyarakat.
Dampak suatu pemberitaan bergantung pada beberapa hal. Seberapa banyak khalayak yang terpengaruh, pemberitaan itu langsung mengena
kepada khalayak/tidak, segera tidaknya efek berita itu menyentuh khalayak media surat kabar, radio atau televisi yang melaporkannya. 4. Aktualitas (Timeliness)
Berita adalah peristiwa yag sedang atau baru terjadi. Berita adalah apa yang terjadi hari ini, apa yang masih belum diketahui tentang apa yang terjadi hari ini atau adanya opini berupa pandangan dan penilaian yang
berbeda dengan opini sebelumnya. 5. Kedekatan (Proximity)
Berita adalah kedekatan, baik kedekatan geografis maupun kedekatan psikologis. Kedekatan geografis menunjuk pada suatu peristiwa/ berita yang terjadi disekitar tempat tinggal kita. Sedangnkan kedekatan
6. Informasi
Menurut Wilbur Schramm, informasi adalah segala yang bisa menghilangkan ketidakpastian. Hanya informasi yang memiliki nilai
berita atau memberi manfaat kepada publik yang patut menjadi perhatian media.
7. Konflik
Berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau sarat dengan dimensi pertentangan. Konflik tersebut tidak bisa
dihilangkan dalam masyarakat penganut paham demokrasi. Konflik hanya bisa diredam, dikendalikan dan dikelola secara konstruktif. 8. Orang penting
Berita adalah tentang orang – orang penting, orang – orang ternama, pesohor, selebriti dan figur publik.
9. Kejutan
Kejutan adalah sesuatu yang datangnya tiba – tiba, tidak direncanakan, diluardugaan, diluar perhatian dan tidak diketahui sebelumnya.
10. Human Interest
Berita human interest terkandung unsur yang menarik empati, simpati atau menggugah perasaan khalayak yang membacanya. Kata human
interest secara harfiah artinya menarik minat orang. Unsur – unsur
daalam human interest adalah ketidaklaziman, ketegangan, minat
2.1.7 Sikap
Menurut Calhoun & Acocella, Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak
terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Sobur,2003:359).
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berfikir, persepsi dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi ataupun nilai. Sikap bukanlah perilaku tetapi
lebih merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap bisa berupa orang, situasi informasi maupun kelompok
(Sobur,2003:361).
Sikap terbentuk dengan adanya pengalaman dan melalui proses belajar. Pandangan ini mempunyai dampak terpaan, yaitu bahwa berdasarkan pendapat
tersebut bisa disusun berbagai upaya (pendidikan, komunikasi dan lain sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang (Sobur,2003:362).
Pada dasarnya, pembentukan sikap tidak terjadi dengan sembarangan.
Pembentukannya senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia dan berkenaan dengan objek tertentu. Interaksi sosial didalam kelompok maupun diluar
kelompok bisa mengubah sikap atau membentuk sikap yang baru (Sobur,2003:363).
Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul
apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai
negatif, menyenangkan – tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal
sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar,2008:15).
Mengikuti skema triadik, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang
saling menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective) dan komponen konatif (conative). Berikut ini penjelasan mengenai komponen – komponen sikap tersebut (Irwanto,2007:269) :
a. Komponen Kognitif
Komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi,
keyakinan dan pendapat yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya. Komponen ini berkaitan dengan proses berfikir yang menekankan pada rasionalistis dan logika. Adanya keyakinan dan
evaluatif yang dimiliki seseorang diwujudkan dalam kesan baik atau tidak baik terhadap lingkungan.
b. Komponen Afektif
Komponen emosional atau perasaan seseorang yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang
berhubugan erat dengan nilai – nilai kebudayaan dan sistem nilai yang dimiliki. Perasaan ini berpengaruh kuat terhadap perilaku seseorang. c. Komponen Konatif
Komponen yang merupakan kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap lingkungannya dengan cara ramah, sopan, bermusuhan
akan menimbulkan berbagai masalah psikologi bagi individu yng
bersangkutan sehingga ia akan berusaha mengubah sikap atau perilakunya.
Apabila ketiga komponen ini dihubungkan dengan tujuan komunikasi yang terpenting adalah bagaimana suatu pesan (isi atau contents) yang
disampaikan oleh komunikator tersebut mampu menimbulkan dampak atau efek pesan tertentu pada komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat dirinci sebagai
berikut (Rahmat,2005:219): a. Dampak Kognitif
Dampak kognitif timbul pada komunikan yang menyebabkan
seseorang menjadi tahu. Dampak kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami atau dipersepsi khalayak. Dampak ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan
atau informasi. b. Dampak Afektif
Dampak afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Disini tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi juga tergerak hatinya. c. Dampak Konatif
Dampak konatif merujuk pada behavioral atau perilaku nyata yang
Adapun tolak ukur terjadinya pengaruh terhadap sikap seseorang dapat
diketahui melalui respon atau tanggapan yang dapat dibagi dalam tiga jenis, yaitu: respon positif jika seseorang menyatakan setuju, respon negatif jika seseorang
menyatakan tidak setuju, respon netral jika seseorang tidak memberikan pendapatnya tentang suatu objek (Effendy,1993:6-7).
2.1.8 Masyarakat Sebagai Khalayak Media
Setiap proses komunikasi selalu ditujukan kepada pihak tertentu sebagai
penerima pesan yang disampaikan oleh komunikator. Menurut Herbert dan Blummer,khalayak media massa adalah mereka yang menjadi pembaca dari media massa yang bersangkutan, dimana pembaca tersebut diatas bersifat luas, heterogen
dan anonim.
Pembaca sebagai khalayak media massa dalam menerima pesan harus dicapai secara inderawi dan rohani. Yang dimaksudkan inderawi adalah
diterimanya suatu pesan yang jelas bagi indera penglihatan, yaitu mata. Sedangkan rohani adalah sebagai terjemahan dari bahasa asing “Accepted”, yaitu
diterimanya suatu pesan yang sesuai dengan kerangka referensinya (frame of reference), paduan dari usia, agama, pendidikan, kebudayaan dan nilai – nilai
kehidupan lainnya. Kerangka referensi tertentu menimbulkan kepentingan dan
minat (interest) tertentu (Effendy,2003:315). Pembaca sebagai obyek berita media khususnya surat kabar memang terkadang aktif, dalam artian selalu memberikan
mempunyai dampak yang menyentuh aspek kepribadian pembaca secara
emosional, intelektual maupun sosial.
Menurut Mc Quail (2005:202), khalayak adalah pertemuan public yang
berlangsung dalam rentang waktu tertentu dan terhimpun bersama oleh tindakan individual untuk memilih secara sukarela sesuai dengan harapan tertentu bagi masalah menikmati, mengagumi, mempelajari, merasa gembira, tegang, kasihan
atau lega. Istilah audience berlaku universal dan secara sederhana dapat diiartikan sebagai sekumpulan orang yang menjadi pembaca, pendengar, pemirsa berbagai
media atau komponen isinya (Mc.Quail, 2005:201).
Khalayak sebagai konsep dalam ilmu komunikasi artinya masyarakat manusia yang menjadi tujuan penyampaian isi pernyataan atau audience. Berbagai
bentuk khalayak, cenderung memiliki ciri penerimaan yang semakin terpisah dan pribadi. Sebab setiap individu dari khalayak ialah dengan mengelompokkan mereka menurut jenis tertentu, misalnya jenis kelamin, usia, pendidikan, hobi dan
lain – lain (Effendy,2003:20).
Pengertian masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relatif
mandiri, yang secara bersama – sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan sebagaian besar kegiatannya dalam kelompok tersebut (Basrowi,2005:39).
Untuk memenuhi kebutuhannnya, masyarakat bebas untuk memilih dan menggunkaan sejumlah media beserta isinya atau sumber – sumber rujukan
penelitian ini adalah surat kabar, karena surat kabar merupakan salah satu media
yang banyak dinikmati oleh sebagaian besar masyarakat.
2.1.9 Pemilihan Walikota (Pilwali)
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) atau Pemilihan walikota (Pilwali) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat diwilayah provinsi maupun
kabupaten atau kota berdasarkan pancasila dan undang – undang dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun 1945 tentang pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah (pasal 1 ayat (1) PP No.6/2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah).
Kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah gubernur dan wakil
gubernur untuk provinsi, bupati dan wakil bupati untuk kabupaten dan walikota dan wakil walikota untuk kota (pasal 1 ayat (2) PP No.6/2005 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala
daerah).
Penetepan kepala daerah, pertama wakil kepala daerah yang memperoleh
suara lebih dari 50% dari jumlah suara yang sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Kedua, pasangan calon yang memperoleh lebih dari 25% dari jumlah suara yang sah, pasangan calon dengan perolehan suara terbesar ditetapkan
2.1.10 Pemberitaan Pencoblosan Ulang Pemilihan Walikota (Pilwali) Surabaya
Kasus sengketa pilwali Surabaya ini bermula dari diselenggarakannya
pemilihan walikota Surabaya periode 2010 – 2015 pada 2 Juni 2010. Pilwali ini diikuti oleh 5 pasangan calon, yaitu Sutadi – Mazlan (Dimas), Fandi utomo – Yulius Bustami (FuYu), Arif afandi – Adies Kadir (CaCak), Tri Rismaharini –
Bambang Dwi hartono (Ridho) dan Fitradjaja Purnama – Naen Soeryono (Fitra-Naen).
Setelah melalui proses perhitungan dari 31 kecamatan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) merilis hasil perolehan suara pada pilwali kali ini. Urutan teratas ditempati pasangan Tri Rismaharini dan Bambang Dwi Hartono dengan 358.187
suara (38,52%), disusul Arif Afandi – Adies Kadir dengan 327.516 (35,23%), Fandi utomo – Yulius Bustami dengan 129.172 (13,89%), Sutadi – Mazlan
dengan 61.648 (6,63%) dan Fitradjaja Purnama – Naen Soeryono dengan 53.110 suara (5,71%) (Jawa Pos, 8 Juni 2010).
Berdasarkan hasil rekapitulasi tersebut, pada 8 Juni 2010 Komisi
Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan no.4 Tri Rismaharini dan Bambang Dwi Hartono (Ridho) sebagai walikota dan wakil walikota terpilih.
Penetapan tersebut berdasarkan keputusan pleno KPU yang mengacu pada beberapa peraturan, antara lain pasal 107 UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah dan pasal 47 peraturan KPU. Juga berita acara penetapan bertanggal 7 Juni
Namun pihak pasangan Arif Afandi dan Adies Kadir (CaCak) tidak puas
dengan hasil tersebut. Mereka meminta diadakan pemilu ulang karena menengarai adanya berbagai kecurangan yang dilakukan pasangan Risma-Bambang, seperti
pembukaan kotak suara di kecamatan Sukomanunggal dan Pakal (Jawa Pos, 8 Juni 2010), konsumsi roti bermerek Risma untuk KPPS Tegalsari (Jawa Pos, 20 Juni 2010) dan adanya pertemuan untuk menggalang dukungan dengan para
camat dan lurah di Rumah Makan Mutiara (Jawa Pos,23 Juni 2010).
Tim CaCak melayangkan gugatannya mengenai kecurangan – kecurangan
tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diproses. Setelah diproses hampir 2 minggu, pada 30 Juni 2010 Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan bahwa akan diadakan coblos ulang pada 1 Agustus 2010 di 5 kecamatan dan 2
kelurahan yang meliputi kecamatan Bulak (25.414), Semampir (140.344), Krembangan (88.553), Rungkut (70.525), Sukolilo (76.564), Kelurahan Wiyung
(12.094) dan Putat Jaya (34.723). Serta perhitungan ulang di 26 kecamatan lainnya pada 1 Agustus 2010 (Jawa pos, 2 Juli 2010).
Keputusan tersebut ditentang oleh para anggota DPRD Surabaya.
Sebagian anggota dan ketua DPRD Surabaya menolak pencoblosan ulang diselenggarakan pada 1 agustus 2010. Mereka beranggapan bahwa KPU belum
siap, tidak ada koordinasi dengan PPK dan pengajuan anggaran untuk pencoblosan ulang yang belum disetujui dewan. Padahal berdasarkan SK Mendagri menyatakan bahwa anggaran untuk pencoblosan ulang ini berasal dari
dialokasikan Rp 65 M. Pada pemilihan 2 Juni 2010 lalu hanya menghabiskan Rp
35 M. Sedangkan anggaran yang dibutuhkan untuk pencoblosan dan hitung ulang adalah Rp 9,7 M. Jadi anggaran Rp 65 M masih cukup.
Meski terjadi konflik dalam penentuan tanggal, pihak KPU tetap akan melaksanakan pencoblosan ulang pada 1 Agusutus 2010. Keputusan ini didukung oleh wakil ketua DPRD Surabaya, asisten II sekkota, kepolisian dan mendagri.
Terhitung 2 minggu sebelum pencoblosan, KPU telah mempersiapkan pencoblosan ulang, mulai dari memberikan pengarahan dan sosialisasi kepada
seluruh PPK di Hotel Equator pada 21 Juli 2010, persiapan logistik sudah matang, kotak suara telah dikirimkan di 5 kecamatan dan 2 kelurahan, surat suara yang segera didistribusikan dan anggaran yang disetujui oleh Kemendagri (Jawa Pos,
23 Juli 2010).
2.1.11 Teori S-O-R
Pada awalnya teori ini berasal dari psikologi, karena adanya kesamaan objek material dari psikologi sama, maka teori ini menjadikan kajian teori ilmu
komunikasi yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen – komponen opini, sikap, perilaku, afektif, konasi dan kognitif (Effendy,1993:254).
Teori S-O-R singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Stimulus sendiri berarti pesan diantara dua unsur komunikasi yaitu komunikator dan komunikan. Komunikator memberikan pesan berupa tanda, lambang dan gambar
maupun gambar, kemudian komunikan merespon dengan cara memperhatikan dan
memahami pesan yang disampaikan. Selanjutnya response diartikan efek sebagai akhir dalam proses komunikasi. Keberhasilan dalam proses komunikasi adalah
menimbulkan perubahan kognitif, afektif dan konatif pada diri komunikan.
Menurut teori ini efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat megharapkan dan memperkirakan
kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Selain itu teori menjelaskan tentang pengaruh yang terjadi pada pihak penerima sebagai akibat dari ilmu
komunikasi (Effendy,2003:254). Akibat atau pengaruh yang terjdi merupakan suatu reaksi tertentu dari rangsangan tertentu. Artinya stimulus dan dalam bentuk apa pengaruh atau stimulus tersebut tergantung dari isi pesan yang ditampilkan.
Unsur – unsur dalam model ini adalah (Effendy,2003:254) :
a. Pesan (Stimulus), merupakan pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan. Pesan yang disampaikan tersebut dapat berupa tanda
dan lambang.
b. Komunikan (Organism), merupakan keadaan komunikan disaat menerima
pesan. Pesan yang disampaikan oleh komunikator diterima sebagai informasi dan komunikan akan memperhatikan informasi yang disampaikan komunikator. Perhatian disini diartikan bahwa komunikan
akan memperhatikan setiap pesan yang disampaikan melalui tanda dan lambang. Selanjutnya komunikan mencoba untuk mengartikan dan
c. Efek (Respon), merupakan dampak dari komunikasi. Efek dari komunikasi
adalah perubahan sikap yaitu sikap kognitif, afektif dan konatif. Efek
kognitif merupakan efek yang ditimbulkan setelah adanya komunikasi. Efek kognitif berarti bahwa setiap informasi menjadi bahan pengetahuan bagi komunikan.
Dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap adalah aspek
“how” bukan “what” dan “why”. Jelasnya how to communicate, dalam hal ini how to change the attitude, bagaimana mengubah sikap komunikan. Dalam proses
perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah jika stimulus yang menerpa
benar – benar melebihi semula.
Jika unsur stimulus berupa pesan, unsur organism berupa perhatian, pengertian dan penerimaan komunikan dan unsur respon berupa efek. Maka
sangat tepat jika peneliti menggunakan teori S-O-R untuk dipakai sebagai pijakan teori dalam penelitian.
Teori S-O-R dapat digambarkan sebagai berikut:
Organism : a. Perhatian b. Pengertian c. Penerimaan
[image:53.595.103.533.588.705.2]Respon: a. Kognitif b. Afektif c. Konatif Stimulus
Menurut gambar dari model diatas menunjukkan bahwa perubahan sikap
bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi akan
berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti dari pesan yang telah disampaikan. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan pada proses penerimaan. Setelah komunikan mengolah dan
menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap yang menandakan keberhasilan dalam proses komunikasi (Effendy,2003:256).
2.2 Kerangka Berpikir
Berdasar pada landasan teori yang telah diuraikan oleh peneliti, maka
peneliti ingin meneliti Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Pemberitaan Pencoblosan Ulang Pilwali Surabaya, karena stimuli yang ada dalam pesan akan
diterima bila ada perhatian, pengertian dan penerimaan dari khalayak yang menjadi objek dalam hal ini. Selanjutnya setelah menerima pesan atau stimulus berikutnya akan terjadi perubahan sikap oleh masyarakat tersebut dalam penelitian
ini adalah masyarakat Surabaya.
Pilwali Surabaya diselenggarakan pada 2 Juni 2010. Setelah Komisi
Pemilihan Umum (KPU) merekapitulasi surat suara, pada 8 Juni 2010 KPU menetapkan pasangan Tri Rismaharini dan Bambang Dwi Hartono sebagai walikota dan wakil walikota terpilih. Namun pihak Arif Afandi-Adies Kadir
gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diproses. Akhirnya pada 30
Juni 2010, MK mengeluarkan putusan bahwa akan diadakan pencoblosan ulang di 5 kecamatan dan 2 kelurahan di Surabaya. Keputusan MK tersebut mejadi
polemik di masyarakat. Ada yang pro mendukung putusan MK dan tidak sedikit yang kontra menentang putusan tersebut. Dikhawatirkan dengan minimnya partisipasi masyarakat, angka golput rawan naik.
Melihat fenomena tersebut, Jawa Pos berupaya menampung berbagai reaksi dari masyarakat berkaitan dengan keputusan MK tersebut melalui kolom
interaktif pilwali. Reaksi dari masyarakat ada yang pro, mendukung keputusan MK untuk dijalankan dengan sebaik – baiknya dalam rangka pembelajaran demokrasi dan pembuktian tuduhan kecurangan – kecurangan. Maupun yang
kontra, menganggap MK tidak adil dalam mengeluarkan keputusan, putusan dianggap memihak salah satu pasangan tertentu, menghujat dan memberi
dukungan pada pasangan – pasangan yang sedang bersengketa.
Pemberitaan mengenai perkembangan pencoblosan ulang pilwali Surabaya tersebut ditulis secara lengkap dan kontinu setiap harinya di Jawa Pos agar
masyarakat dapat mengikuti perkembangan beritanya. Mulai dari pencoblosan pada 2 Juni, rekapitulasi hasil, penetapan pemenang pilwali oleh KPU, Cacak
melayangkan gugatan ke MK, keluarnya putusan MK yang mengharuskan coblosan ulang di 5 kecamatan dan 2 kelurahan, kontroversi putusan MK dilihat dari sudut pandang kedua belah pihak (pihak CaCak dan Ridho), kontroversi
adanya kolom interaktif pilwali untuk menampung opini masyarakat terkait
dengan keputusan MK tersebut.
Peneliti menggunakan teori S-O-R. Stimulus merupakan rangsangan yang
dalam hal ini adalah berita mengenai “pencoblosan ulang pilwali Surabaya” di surat kabar Jawa Pos. Organism yaitu khalayak sasaran yang dituju dalam penelitian ini, yaitu masyarakat Surabaya sebagai komunikannya. Respon yaitu
reaksi atau tanggapan dalam hal ini adalah sikap pembaca berita “pencoblosan ulang pilwali Surabaya” di surat kabar.
Stimulus : Berita mengenai “pencoblosan ulang pilwali Surabaya” di surat kabar
Organism : Masyarakat Surabaya
a. Perhatian b. Pengertian c. Penerimaan
Respon (Sikap Masyarakat
[image:56.595.119.534.358.522.2]Surabaya): a. Kognitif b. Afektif c. Konatif
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir (Sumber: Effendy,2003:255 )
Gambar kerangka berpikir diatas memberikan penjelasan bahwa stimulus
atau pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan berupa isi pesan yang berisi tentang pemberitaan “pencolosan ulang pilwali Surabaya” di surat kabar mungkin diterima atau terjadi penolakan, kemudian komunikan
pengertian, penerimaan, yang selanjutnya akan menimbulkan efek kognitif
(tingkat pengetahuan) menjadi tahu tentang pemberitaan “pencoblosan ulang pilwali Surabaya” di surat kabar, efek afektif (perasaan senang atau tidak senang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional disini dimaksudkan untuk menjelaskan indikator dari variabel penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode deskriptif, yang bertujuan menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di
masyarakat yang menjadi objek penelitian itu, kemudian menarik ke permukaan sebagai suatu ciri atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tertentu (Bungin,2001:48).
Pengertian dari variabel adalah konsep dalam bentuk konkret atau konsep operasional yang acuan – acuannya lebih nyata dan secara relatif mudah
diidentifikasi dan diobservasi serta dengan mudah diklasifikasi (Bungin,2001:77). Definisi operasional variabel dilakukan dengan melakukan operasionalisasi konsep yaitu dengan mengubah konsep menjadi variabel. Maka konsep – konsep
tersebut akan diteliti secara empiris (Singarimbun,1995:41).
Penelitian ini akan dipusatkan untuk mengetahui Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Pemberitaan Pencoblosan Ulang Pilwali Surabaya di Jawa
komponen kognitif, komponen afektif serta komponen konatif. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah variabel sikap.
3.1.1 Sikap dan Pengukuran Variabel
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berfikir, persepsi dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi ataupun nilai. Sikap bukanlah perilaku tetapi
lebih merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap bisa berupa orang, situasi informasi maupun kelompok
(Sobur,2003:361).
Sikap dalam penelitian ini adalah kecenderungan masyarakat Surabaya untuk bertindak, berpikir dan berpersepsi setelah membaca berita yang disajikan
media massa tentang pencoblosan ulang pemilihan walikota (pilwali) Surabaya.
Sikap merupakan perwujudan respon dari komunikan terhadap stimulus
yang diterima. Sikap dapat diukur dari beberapa komponen, yaitu:
1. Komponen Kognitif, berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang
berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Kepercayaan terbentuk
oleh apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui, kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Bila kepercayaan sudah terbentuk,
Komponen kognitif dalam penelitian ini, antara lain:
a. Mengetahui adanya pencoblosan ulang
b. Mengetahui kapan pencoblosan ulang dilaksanakan
c. Mengetahui daerah mana diselenggarakan pencoblosan ulang
d. Mengetahui kontroversi pelaksanaan pencoblosan ulang
e. Mengetahui kecurangan – kecurangan yang terjadi selama proses
pemilihan walikota (pilwali) Surabaya
f. Mengetahui dampak dari diadakannya pencoblosan ulang.
Sangat Tidak Setuju (STS) : skor 1
Tidak Setuju (TS) : skor 2
Setuju (S) : skor 3
Sangat Setuju (SS) : skor 4
Interval komponen kognitif = (4x6) – (1x6) = 24 – 6 = 18 = 6 3 3 3
Skor negatif = 6 – 11 : Artinya bahwa responden tidak mengetahui dan memahami informasi pencoblosan ulang dan hal – hal yang berkaitan dengan
Skor netral = 12 – 17 : Artinya bahwa responden tidak berpendapat
tentang pencoblosan ulang pilwali Surabaya. Masyarakat Surabaya juga cenderung tidak
mengalami perubahan sikap.
Skor positif = 18 – 24 : Artinya bahwa responden mengetahui dan memahami pemberitaan pencoblosan ulang
dan mengetahui hal – hal yang berkaitan dengan pencoblosan ulang pilwali Surabaya.
2. Komponen Afektif, dibentuk oleh aspek perasaan terhadap objek.
Komponen ini berkaitan dengan aspek emosional dari masyarakat Surabaya terhadap pemberitaan pencoblosan ulang pilwali Surabaya di
Jawa Pos. Komponen afektif dalam penelitian ini, antara lain :
a. Merasa kecewa dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyelenggarakan pencoblosan ulang.
b. Merasa sayang dengan banyaknya dana APBD yang digunakan
untuk pencoblosan ulang
c. Merasa bersimpati pada salah satu pasangan calon waikota/wakil
walikota
d. Merasa tertarik untuk mengikuti perkembangan berita mengenai
pencoblosan ulang
Sangat Tidak Setuju (STS) : skor 1
Tidak Setuju (TS) : skor 2
Setuju (S) : skor 3
Sangat Setuju (SS) : skor 4
Interval komponen kognitif = (4x5) – (1x5) = 20 – 5 = 15 = 5 3 3 3
Skor negatif = 5 – 9 : Artinya bahwa responden merasa tidak kecewa dengan adanya pencoblosan ulang.
Mereka menganggap itu adalah suatu hal yang lumrah terjadi dalam pemilihan kepala daerah. Mereka juga tidak bersimpati
terhadap pasangan calon.
Skor netral = 10 – 14 : Artinya bahwa responden hanya melihat
pemberitaan tentang pencoblosan ulang sebagai tambahan informasi dan pembelajaran. Tetapi tidak terpengaruh
Skor positif = 15 – 20 : Artinya bahwa responden bersimpati
terhadap salah satu pasangan calon. Tetapi mereka merasa kecewa dengan
diselenggarakannya pencoblosan ulang, mereka juga tidak tertarik dan malas untuk mengikuti perkembangan berita tentang
pencoblosan ulang di media massa
3. Komponen Konatif, dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana
perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak
mempengaruhi perilaku. Konatif berkaitan den