Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren
Kurikulum Pendidikan Pondok Pesantren
Tradisional
Tradisional
Pondok PesantrenPondok Pesantren categorycategory
1 1
•
• circle of circle of
• • playgroundsplaygrounds • • composedcomposed • • of studyof study • • curriculumscurriculums Kurikulum pendidikan di pesantren
Kurikulum pendidikan di pesantren saat ini tak sekedar fokus pada kita kitab klasik (baca :saat ini tak sekedar fokus pada kita kitab klasik (baca : ilmu agama) tetapi juga memasukkan semakin banyak mata pelajaran dan keterampilan umum di ilmu agama) tetapi juga memasukkan semakin banyak mata pelajaran dan keterampilan umum di Pesantren saat ini dikhotomi ilmu mulai tak populer beberapa pesantren bahkan mendirikan Pesantren saat ini dikhotomi ilmu mulai tak populer beberapa pesantren bahkan mendirikan lembaga pendidikan umum yg berada dibawah DIKNAS Misal Undar Jombang Pondok lembaga pendidikan umum yg berada dibawah DIKNAS Misal Undar Jombang Pondok pesantren Iftitahul Muallimin Ciwaringin Jawa barat dll.
pesantren Iftitahul Muallimin Ciwaringin Jawa barat dll.
Perkembangan yg begitu pesat dalam ilmu pengetahuan dan tehnologi menyebabkan pengertian Perkembangan yg begitu pesat dalam ilmu pengetahuan dan tehnologi menyebabkan pengertian kurikulum selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu namun demikian satu hal yg
kurikulum selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu namun demikian satu hal yg
permanen disepakati bahwa Istilah kurikulum berasal dari bahasa Yunani semula populer dalam permanen disepakati bahwa Istilah kurikulum berasal dari bahasa Yunani semula populer dalam bidang olah raga yaitu
bidang olah raga yaituCurereCurereyg berarti jarak terjauh yg harus ditempuh dalam olahraga lariyg berarti jarak terjauh yg harus ditempuh dalam olahraga lari
mulai start hingga finish. Kemudian dalam konteks pendidikan kurikulum diartikan sebagai mulai start hingga finish. Kemudian dalam konteks pendidikan kurikulum diartikan sebagai ““circle of instructioncircle of instruction” yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat” yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat
didalamnya. didalamnya.
Dalam bahasa Arab Menurut
Dalam bahasa Arab MenurutOmar MuhammadOmar Muhammad (1979 : 478) term kurikulum dikenal dgn term(1979 : 478) term kurikulum dikenal dgn term
manhaj
manhaj yakni jalan terang yg dilalui manusia dalam hidupanya. Dalam konteks pendidikanyakni jalan terang yg dilalui manusia dalam hidupanya. Dalam konteks pendidikan
kurikulum diartikan sebagai jalan terang yg dilalui oleh pendidik dan peserta didik utk kurikulum diartikan sebagai jalan terang yg dilalui oleh pendidik dan peserta didik utk menggabungkan pengetahuan ketampilan sikap dan seperangkat nilai.
menggabungkan pengetahuan ketampilan sikap dan seperangkat nilai. Secara etimologi artikulasi kurikulum dapat dibedakan menjadi dua
Secara etimologi artikulasi kurikulum dapat dibedakan menjadi dua pertama pertamadalam pengertiandalam pengertian
yg sempit disebut juga (pengertian tradisional) yakni sebagaimana dirumuskan Regan ( 1960 : yg sempit disebut juga (pengertian tradisional) yakni sebagaimana dirumuskan Regan ( 1960 : 57) “
57) “ The curriculum has mean the subjects taught in school or the course of study “The curriculum has mean the subjects taught in school or the course of study “. Kurikulum. Kurikulum
adl mata pelajaran yg diajarkan di sekolah atau bidang studi. adl mata pelajaran yg diajarkan di sekolah atau bidang studi.
Kedua
Kedua dalam pengertian yg luas disebut juga (pengertian modern) yakni seperti dirumuskandalam pengertian yg luas disebut juga (pengertian modern) yakni seperti dirumuskan
Spear ( 1975 : 67) “
Spear ( 1975 : 67) “The curriculum is looked as being composed of all the actual experienceThe curriculum is looked as being composed of all the actual experience pupils have under school direction writing a courrse of study become but small prt of curriculum pupils have under school direction writing a courrse of study become but small prt of curriculum program”.
program”. Kurikulum adl semua pengalaman aktual yg dimiliki siswa di bawah pengaruhKurikulum adl semua pengalaman aktual yg dimiliki siswa di bawah pengaruh
sekolah sementara bidang studi adl bagian kecil dari program kurikulum secara keseluruhan. sekolah sementara bidang studi adl bagian kecil dari program kurikulum secara keseluruhan. Rumusan ini dijustifikasi oleh sejumlah pakar lain seperti Saylor dan Alexander yg
Rumusan ini dijustifikasi oleh sejumlah pakar lain seperti Saylor dan Alexander yg menyebutkanmenyebutkan “The curriculum is the sum total of the school’s effort to influence learning whether in the
“The curriculum is the sum total of the school’s effort to influence learning whether in the calssroom on the playground or out of shoo”
calssroom on the playground or out of shoo” kurikulum adl keseluruhan usaha sekolah dalamkurikulum adl keseluruhan usaha sekolah dalam
mempengaruhi belajar anak yg berlangsung di dalam kelas di sekolah maupun di luar sekolah. mempengaruhi belajar anak yg berlangsung di dalam kelas di sekolah maupun di luar sekolah. Melampaui pembagian diatas saat ini ada juga beberapa pakar seperti Lee and Lee ( 1940 : 211) Melampaui pembagian diatas saat ini ada juga beberapa pakar seperti Lee and Lee ( 1940 : 211) yg menyebutkan bahwa “
yg menyebutkan bahwa “Curricuum is the strategy which we use in adapting this cultural Curricuum is the strategy which we use in adapting this cultural geritage to the purpose of the shoo “
geritage to the purpose of the shoo “ Kurikulum adl strategi yg digunakan utk mengadaptasikanKurikulum adl strategi yg digunakan utk mengadaptasikan
pewarisan kultural dalam mencapai tujuan sekolah. pewarisan kultural dalam mencapai tujuan sekolah.
Berdasarkan literatur yg ada yg dimaksud dgn kurikulum adl salah satu komponen utama yg Berdasarkan literatur yg ada yg dimaksud dgn kurikulum adl salah satu komponen utama yg diguanakan sebagai acuan utk menentukan isi pengajaran mengarahkan proses mekanisme diguanakan sebagai acuan utk menentukan isi pengajaran mengarahkan proses mekanisme pendidikan tolak ukur keberhasilan dan kualitas hasil pendidikan disamping fakyor-faktor yg pendidikan tolak ukur keberhasilan dan kualitas hasil pendidikan disamping fakyor-faktor yg
lain. Oleh sebab itu keberadan kurikulum dalam sebuah lembaga pendidikan sangat penting. Kita lain. Oleh sebab itu keberadan kurikulum dalam sebuah lembaga pendidikan sangat penting. Kita selalu sering mendengar sorotan tajam bahwa kurikulum selalu tertinggal dgn perkembangan selalu sering mendengar sorotan tajam bahwa kurikulum selalu tertinggal dgn perkembangan zaman.
zaman.
Dengan demikian pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan. Dengan demikian pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan. Dalam konteks pendidikan di pesantren Nurcholis Madjid mengatakan yg dikutip oleh
Dalam konteks pendidikan di pesantren Nurcholis Madjid mengatakan yg dikutip oleh
Abdurrahman Mas’ud dkk bahwa istilah kurikulum tak terkenal di dunia pesantren (masa pra Abdurrahman Mas’ud dkk bahwa istilah kurikulum tak terkenal di dunia pesantren (masa pra kemerdekaan) walaupun sebenar materi pendidikan sudah ada di dalam pesantren terutama pada kemerdekaan) walaupun sebenar materi pendidikan sudah ada di dalam pesantren terutama pada praktek pengajaran bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam kehidupan di pesantren. praktek pengajaran bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam kehidupan di pesantren. Secara eksplisit pesantren tak merumuskan dasar dan tujuan pesantren atau mengaplikasikan Secara eksplisit pesantren tak merumuskan dasar dan tujuan pesantren atau mengaplikasikan dalam bentuk kurikulum. (2002:85)
dalam bentuk kurikulum. (2002:85)
Dewasa ini pesantren dihadapkan pada banyak tantangan termasuk di dalam modernisasi Dewasa ini pesantren dihadapkan pada banyak tantangan termasuk di dalam modernisasi
pendidikan Islam. Dalam banyak hal sistem dan kelembagaan pesantren telah dimodernisasi serta pendidikan Islam. Dalam banyak hal sistem dan kelembagaan pesantren telah dimodernisasi serta
disesuaikan dgn tuntutan pembangunan terutama dalam aspek-aspek kelembagaan sehingga disesuaikan dgn tuntutan pembangunan terutama dalam aspek-aspek kelembagaan sehingga secara otomatis akan mempengaruhi ketetapan kurikulum.
secara otomatis akan mempengaruhi ketetapan kurikulum.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa kurikulum pada dasar merupakan seperangkat perencanaan Berdasarkan pendapat di atas bahwa kurikulum pada dasar merupakan seperangkat perencanaan dan media utk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan lembaga pendidikan yg dan media utk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan lembaga pendidikan yg diidamkan. Pesantren dalam aspek kelembagaan mulai mengembangkan diri dgn jenis dan corak diidamkan. Pesantren dalam aspek kelembagaan mulai mengembangkan diri dgn jenis dan corak pendidikan yg bermacam-macam. Seperti Pesantren Tebuireng Jombang yg di dalam telah
pendidikan yg bermacam-macam. Seperti Pesantren Tebuireng Jombang yg di dalam telah berkembang madrasah sekolah umum sampai perguruan tinggi yg dalam proses pencapaian berkembang madrasah sekolah umum sampai perguruan tinggi yg dalam proses pencapaian
tujuan institusional selalu menggunakan kurikulum. Tetapi pesantren yg mengikuti pola salafi tujuan institusional selalu menggunakan kurikulum. Tetapi pesantren yg mengikuti pola salafi (tradisional) mungkin kurikulum belum dimasukkan secara baik.
(tradisional) mungkin kurikulum belum dimasukkan secara baik. Maka dari pada itu kurikulum
Maka dari pada itu kurikulum pondok pesantren tradisionalpondok pesantren tradisional status cuma sebagai lembagastatus cuma sebagai lembaga pendidikan non formal yg hanya mempelajari kitab-kitab klasik. Meliputi : nahwu sorrof pendidikan non formal yg hanya mempelajari kitab-kitab klasik. Meliputi : nahwu sorrof
belaghoh tauhid tafsir hadist mantik tasawwuf bahasa arab fiqih ushul fiqh dan akhlak. Dengan belaghoh tauhid tafsir hadist mantik tasawwuf bahasa arab fiqih ushul fiqh dan akhlak. Dengan
demikian pelaksanaan kurikulum pendidikan pesantren ini berdasarkan kemudahan dan demikian pelaksanaan kurikulum pendidikan pesantren ini berdasarkan kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yg dibahas dalam kitab. Jadi ada tingkat awal menengah dan kompleksitas ilmu atau masalah yg dibahas dalam kitab. Jadi ada tingkat awal menengah dan lanjutan.
lanjutan.
Jenjang pendidikan dalam pesantren tak dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga pendidikan yg Jenjang pendidikan dalam pesantren tak dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga pendidikan yg memakai sistem klasikal. Umum kenaikan tingkat seorang santri didasarkan kepada isi mata memakai sistem klasikal. Umum kenaikan tingkat seorang santri didasarkan kepada isi mata pelajaran tertentu yg ditandai dgn tamat dan berganti kitab yg dipelajarinya.
pelajaran tertentu yg ditandai dgn tamat dan berganti kitab yg dipelajarinya.
Apabila seorang santri telah mengusai satu kitab atau beberpa kitab dan telah lulus ujian yg diuji Apabila seorang santri telah mengusai satu kitab atau beberpa kitab dan telah lulus ujian yg diuji oleh Kiai maka ia berpindah kepada kitab lain yg lbh tinggi tingkatannya. Jelas penjenjangan oleh Kiai maka ia berpindah kepada kitab lain yg lbh tinggi tingkatannya. Jelas penjenjangan pendidikan pesantren tak berdasarkan usia tetapi berdasarkan penguasaan kitab-kitab yg telah pendidikan pesantren tak berdasarkan usia tetapi berdasarkan penguasaan kitab-kitab yg telah
ditetapkan dari paling rendah sampai paling tinggi. ditetapkan dari paling rendah sampai paling tinggi.
Sebagai konsekuensi dari cara penjenjangan di atas pendidikan pesantren biasa menyediakan Sebagai konsekuensi dari cara penjenjangan di atas pendidikan pesantren biasa menyediakan beberapa cabang ilmu atau bidang-bidang khusus yg merupakan fokus masing-masing pesantren beberapa cabang ilmu atau bidang-bidang khusus yg merupakan fokus masing-masing pesantren
utk dapat menarik minat para santri menuntut ilmu di dalamnya. Biasa keunikan pendidikan utk dapat menarik minat para santri menuntut ilmu di dalamnya. Biasa keunikan pendidikan sebuah pesantren telah diketahui oleh calon santri yg ingin mondok. (Sulthon dan Ridho 2006: sebuah pesantren telah diketahui oleh calon santri yg ingin mondok. (Sulthon dan Ridho 2006: 159-160)
159-160)
Kendati beberapa pakar berbeda dalam merumuskan pengertian kurikulum tetapi mereka tak Kendati beberapa pakar berbeda dalam merumuskan pengertian kurikulum tetapi mereka tak berbeda mengenai fungsi kurikulum yakni : sebagai sarana atau alat utk mencapai tujuan berbeda mengenai fungsi kurikulum yakni : sebagai sarana atau alat utk mencapai tujuan pendidikan sebagai pelestari nilai nilai budaya dan sebagai pedoman tentang jenis lingkup dan pendidikan sebagai pelestari nilai nilai budaya dan sebagai pedoman tentang jenis lingkup dan
hirarki urutan isi dan proses pendidikan. hirarki urutan isi dan proses pendidikan.
Kurikulum bagi pendidik berfungsi sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir Kurikulum bagi pendidik berfungsi sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir
Berdasarkan literatur yg ada yg dimaksud dgn kurikulum adl salah satu komponen utama yg Berdasarkan literatur yg ada yg dimaksud dgn kurikulum adl salah satu komponen utama yg diguanakan sebagai acuan utk menentukan isi pengajaran mengarahkan proses mekanisme diguanakan sebagai acuan utk menentukan isi pengajaran mengarahkan proses mekanisme pendidikan tolak ukur keberhasilan dan kualitas hasil pendidikan disamping fakyor-faktor yg pendidikan tolak ukur keberhasilan dan kualitas hasil pendidikan disamping fakyor-faktor yg
lain. Oleh sebab itu keberadan kurikulum dalam sebuah lembaga pendidikan sangat penting. Kita lain. Oleh sebab itu keberadan kurikulum dalam sebuah lembaga pendidikan sangat penting. Kita selalu sering mendengar sorotan tajam bahwa kurikulum selalu tertinggal dgn perkembangan selalu sering mendengar sorotan tajam bahwa kurikulum selalu tertinggal dgn perkembangan zaman.
zaman.
Dengan demikian pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan. Dengan demikian pembenahan kurikulum harus senantiasa dilakukan secara berkesinambungan. Dalam konteks pendidikan di pesantren Nurcholis Madjid mengatakan yg dikutip oleh
Dalam konteks pendidikan di pesantren Nurcholis Madjid mengatakan yg dikutip oleh
Abdurrahman Mas’ud dkk bahwa istilah kurikulum tak terkenal di dunia pesantren (masa pra Abdurrahman Mas’ud dkk bahwa istilah kurikulum tak terkenal di dunia pesantren (masa pra kemerdekaan) walaupun sebenar materi pendidikan sudah ada di dalam pesantren terutama pada kemerdekaan) walaupun sebenar materi pendidikan sudah ada di dalam pesantren terutama pada praktek pengajaran bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam kehidupan di pesantren. praktek pengajaran bimbingan rohani dan latihan kecakapan dalam kehidupan di pesantren. Secara eksplisit pesantren tak merumuskan dasar dan tujuan pesantren atau mengaplikasikan Secara eksplisit pesantren tak merumuskan dasar dan tujuan pesantren atau mengaplikasikan dalam bentuk kurikulum. (2002:85)
dalam bentuk kurikulum. (2002:85)
Dewasa ini pesantren dihadapkan pada banyak tantangan termasuk di dalam modernisasi Dewasa ini pesantren dihadapkan pada banyak tantangan termasuk di dalam modernisasi
pendidikan Islam. Dalam banyak hal sistem dan kelembagaan pesantren telah dimodernisasi serta pendidikan Islam. Dalam banyak hal sistem dan kelembagaan pesantren telah dimodernisasi serta
disesuaikan dgn tuntutan pembangunan terutama dalam aspek-aspek kelembagaan sehingga disesuaikan dgn tuntutan pembangunan terutama dalam aspek-aspek kelembagaan sehingga secara otomatis akan mempengaruhi ketetapan kurikulum.
secara otomatis akan mempengaruhi ketetapan kurikulum.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa kurikulum pada dasar merupakan seperangkat perencanaan Berdasarkan pendapat di atas bahwa kurikulum pada dasar merupakan seperangkat perencanaan dan media utk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan lembaga pendidikan yg dan media utk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan lembaga pendidikan yg diidamkan. Pesantren dalam aspek kelembagaan mulai mengembangkan diri dgn jenis dan corak diidamkan. Pesantren dalam aspek kelembagaan mulai mengembangkan diri dgn jenis dan corak pendidikan yg bermacam-macam. Seperti Pesantren Tebuireng Jombang yg di dalam telah
pendidikan yg bermacam-macam. Seperti Pesantren Tebuireng Jombang yg di dalam telah berkembang madrasah sekolah umum sampai perguruan tinggi yg dalam proses pencapaian berkembang madrasah sekolah umum sampai perguruan tinggi yg dalam proses pencapaian
tujuan institusional selalu menggunakan kurikulum. Tetapi pesantren yg mengikuti pola salafi tujuan institusional selalu menggunakan kurikulum. Tetapi pesantren yg mengikuti pola salafi (tradisional) mungkin kurikulum belum dimasukkan secara baik.
(tradisional) mungkin kurikulum belum dimasukkan secara baik. Maka dari pada itu kurikulum
Maka dari pada itu kurikulum pondok pesantren tradisionalpondok pesantren tradisional status cuma sebagai lembagastatus cuma sebagai lembaga pendidikan non formal yg hanya mempelajari kitab-kitab klasik. Meliputi : nahwu sorrof pendidikan non formal yg hanya mempelajari kitab-kitab klasik. Meliputi : nahwu sorrof
belaghoh tauhid tafsir hadist mantik tasawwuf bahasa arab fiqih ushul fiqh dan akhlak. Dengan belaghoh tauhid tafsir hadist mantik tasawwuf bahasa arab fiqih ushul fiqh dan akhlak. Dengan
demikian pelaksanaan kurikulum pendidikan pesantren ini berdasarkan kemudahan dan demikian pelaksanaan kurikulum pendidikan pesantren ini berdasarkan kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yg dibahas dalam kitab. Jadi ada tingkat awal menengah dan kompleksitas ilmu atau masalah yg dibahas dalam kitab. Jadi ada tingkat awal menengah dan lanjutan.
lanjutan.
Jenjang pendidikan dalam pesantren tak dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga pendidikan yg Jenjang pendidikan dalam pesantren tak dibatasi seperti dalam lembaga-lembaga pendidikan yg memakai sistem klasikal. Umum kenaikan tingkat seorang santri didasarkan kepada isi mata memakai sistem klasikal. Umum kenaikan tingkat seorang santri didasarkan kepada isi mata pelajaran tertentu yg ditandai dgn tamat dan berganti kitab yg dipelajarinya.
pelajaran tertentu yg ditandai dgn tamat dan berganti kitab yg dipelajarinya.
Apabila seorang santri telah mengusai satu kitab atau beberpa kitab dan telah lulus ujian yg diuji Apabila seorang santri telah mengusai satu kitab atau beberpa kitab dan telah lulus ujian yg diuji oleh Kiai maka ia berpindah kepada kitab lain yg lbh tinggi tingkatannya. Jelas penjenjangan oleh Kiai maka ia berpindah kepada kitab lain yg lbh tinggi tingkatannya. Jelas penjenjangan pendidikan pesantren tak berdasarkan usia tetapi berdasarkan penguasaan kitab-kitab yg telah pendidikan pesantren tak berdasarkan usia tetapi berdasarkan penguasaan kitab-kitab yg telah
ditetapkan dari paling rendah sampai paling tinggi. ditetapkan dari paling rendah sampai paling tinggi.
Sebagai konsekuensi dari cara penjenjangan di atas pendidikan pesantren biasa menyediakan Sebagai konsekuensi dari cara penjenjangan di atas pendidikan pesantren biasa menyediakan beberapa cabang ilmu atau bidang-bidang khusus yg merupakan fokus masing-masing pesantren beberapa cabang ilmu atau bidang-bidang khusus yg merupakan fokus masing-masing pesantren
utk dapat menarik minat para santri menuntut ilmu di dalamnya. Biasa keunikan pendidikan utk dapat menarik minat para santri menuntut ilmu di dalamnya. Biasa keunikan pendidikan sebuah pesantren telah diketahui oleh calon santri yg ingin mondok. (Sulthon dan Ridho 2006: sebuah pesantren telah diketahui oleh calon santri yg ingin mondok. (Sulthon dan Ridho 2006: 159-160)
159-160)
Kendati beberapa pakar berbeda dalam merumuskan pengertian kurikulum tetapi mereka tak Kendati beberapa pakar berbeda dalam merumuskan pengertian kurikulum tetapi mereka tak berbeda mengenai fungsi kurikulum yakni : sebagai sarana atau alat utk mencapai tujuan berbeda mengenai fungsi kurikulum yakni : sebagai sarana atau alat utk mencapai tujuan pendidikan sebagai pelestari nilai nilai budaya dan sebagai pedoman tentang jenis lingkup dan pendidikan sebagai pelestari nilai nilai budaya dan sebagai pedoman tentang jenis lingkup dan
hirarki urutan isi dan proses pendidikan. hirarki urutan isi dan proses pendidikan.
Kurikulum bagi pendidik berfungsi sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir Kurikulum bagi pendidik berfungsi sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir
pengalaman belajar peserta didik bagi tenaga kependidikan berfungsi sebagai pedoman dalam pengalaman belajar peserta didik bagi tenaga kependidikan berfungsi sebagai pedoman dalam
mengadakan supervisi bagi wali murid berfungsi utk memberikan informasi sekaligus dorongan mengadakan supervisi bagi wali murid berfungsi utk memberikan informasi sekaligus dorongan agar membantu menggiatkan belajar yg relevan di rumah dan bagi perserta didik sendiri
agar membantu menggiatkan belajar yg relevan di rumah dan bagi perserta didik sendiri berfungsi sebagai informasi tentang jenis pengetahuan nilai nilai dan keterampilan yg telah berfungsi sebagai informasi tentang jenis pengetahuan nilai nilai dan keterampilan yg telah
diperoleh sebagai entri behaviornya. diperoleh sebagai entri behaviornya. Kurikulum Pendidikan pesantren
Kurikulum Pendidikan pesantren menurut Hasan (2001 : 6 ) paling tak memiliki beberapamenurut Hasan (2001 : 6 ) paling tak memiliki beberapa komponen antara lain : tujuan isi pengetahuan dan pengalaman belajar strategi dan evaluasi. komponen antara lain : tujuan isi pengetahuan dan pengalaman belajar strategi dan evaluasi. Biasa komponen tujuan tersebut terbagi dalam beberapa tingkatan yakni tujuan pendidikan Biasa komponen tujuan tersebut terbagi dalam beberapa tingkatan yakni tujuan pendidikan nasional tujuan institusional tujuan kurekuler dan tujuan instruksional. Namun demikian nasional tujuan institusional tujuan kurekuler dan tujuan instruksional. Namun demikian berbagai tingkat tujuan tersebut satu sama lain merupakan suatu kesatuan yg tak terpisahkan. berbagai tingkat tujuan tersebut satu sama lain merupakan suatu kesatuan yg tak terpisahkan.
Komponen isi meliputi pencapaian target yg jelas materi standart standart hasil belajar siswa dan Komponen isi meliputi pencapaian target yg jelas materi standart standart hasil belajar siswa dan prosedur pelaksanaan pembelajaran. kepribadian. Komponen strategi tergambar daricara yg prosedur pelaksanaan pembelajaran. kepribadian. Komponen strategi tergambar daricara yg
ditempuh di dalam melaksanakan pengajaran cara di dalam mengadakan penilaian cara dalam ditempuh di dalam melaksanakan pengajaran cara di dalam mengadakan penilaian cara dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan dan cara mengatur kegiatan sekolah secara
melaksanakan bimbingan dan penyuluhan dan cara mengatur kegiatan sekolah secara
keseluruhan. Cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup cara yg berlaku dalam menyajikan keseluruhan. Cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup cara yg berlaku dalam menyajikan tiap bidang studi termasuk cara mengajar dan alat pelajaran yg digunakan.
tiap bidang studi termasuk cara mengajar dan alat pelajaran yg digunakan.
Komponen evaluasi berisi penilaian yg dilakukan secara terus menerus dan bersifat menyeluruh Komponen evaluasi berisi penilaian yg dilakukan secara terus menerus dan bersifat menyeluruh terhadap bahan atau program pengajaran yg dimaksudkan sebagai feedback terhadap tujuan terhadap bahan atau program pengajaran yg dimaksudkan sebagai feedback terhadap tujuan materi metode sarana dalam rangka membina dan mengembangkan kurikulum lbh lanjut. materi metode sarana dalam rangka membina dan mengembangkan kurikulum lbh lanjut.
Menurut Imam Bawani (1987 : 92) adl berbeda antara pendidikan Islam dgn pendidikan agama Menurut Imam Bawani (1987 : 92) adl berbeda antara pendidikan Islam dgn pendidikan agama Islam. Bila disebut pendidikan Islam maka orientasi adl sistem yaitu sistem pendidikan yg Islami Islam. Bila disebut pendidikan Islam maka orientasi adl sistem yaitu sistem pendidikan yg Islami yg teori-teori disusun berdasarkan alqur’an hadits. Sedangkan pendidikan agama Islam adl nama yg teori-teori disusun berdasarkan alqur’an hadits. Sedangkan pendidikan agama Islam adl nama kegiatan atau aktivitas dalam mendidikkan agama Islam.
kegiatan atau aktivitas dalam mendidikkan agama Islam.
Dengan kata lain pendidikan agama Islam adl sejajar dgn mata pelajaran lain di sekolah seperti Dengan kata lain pendidikan agama Islam adl sejajar dgn mata pelajaran lain di sekolah seperti pendidikan matematika ataupun pendidikan biologi. Dalam
pendidikan matematika ataupun pendidikan biologi. Dalamkurikulum Pendidikan Agamakurikulum Pendidikan Agama Islam
Islam dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adl upaya sadar dan terencana dalamdijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adl upaya sadar dan terencana dalam
mempersiapkan peserta didik utk mengenal memahami menghayati hingga mengimani ajaran mempersiapkan peserta didik utk mengenal memahami menghayati hingga mengimani ajaran agama Islam dibarengi dgn tuntunan utk menghormati penganut agama lain dalam hubungan dgn agama Islam dibarengi dgn tuntunan utk menghormati penganut agama lain dalam hubungan dgn kerukunan antar umat beragama hingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa.
kerukunan antar umat beragama hingga terwujud persatuan dan kesatuan bangsa.
Jadi kurikulum Pendidikan pesasntren adl bahan-bahan pendidikan agama Islam di pesantren Jadi kurikulum Pendidikan pesasntren adl bahan-bahan pendidikan agama Islam di pesantren berupa kegiatan pengetahuan dan pengalaman yg dgn sengaja dan sisteatis diberikan kepada berupa kegiatan pengetahuan dan pengalaman yg dgn sengaja dan sisteatis diberikan kepada
santri dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam. Kurikulum Pendidikan santri dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam. Kurikulum Pendidikan pesasntren merupakan alat utk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam. Adapun lingkup pesasntren merupakan alat utk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam. Adapun lingkup materi pendidikan pesasntren adl : Al-Qur’an dan Hadits Keimanan akhlak Fiqh/ibadah dan materi pendidikan pesasntren adl : Al-Qur’an dan Hadits Keimanan akhlak Fiqh/ibadah dan sejarah dgn kata lain cakupan Pendidikan pesasntren ada keserasian keselarasan dan
sejarah dgn kata lain cakupan Pendidikan pesasntren ada keserasian keselarasan dan
keseimbangan hubungan manusia dgn Allah diri sendiri sesama manusia makhluk lain maupun keseimbangan hubungan manusia dgn Allah diri sendiri sesama manusia makhluk lain maupun lingkungannya.
lingkungannya.
Untuk mencapai tujuan Pendidikan pesantren tersebut perlu rekonstruksi kurikulum agar lbh riil. Untuk mencapai tujuan Pendidikan pesantren tersebut perlu rekonstruksi kurikulum agar lbh riil. Rumusan tujuan Pendidikan pesasntren yg ada selama ini masih bersifat general dan kurang Rumusan tujuan Pendidikan pesasntren yg ada selama ini masih bersifat general dan kurang mach dgn realitas masyarakat yg terus mengalami transformasi. Rekonstruksi disini
mach dgn realitas masyarakat yg terus mengalami transformasi. Rekonstruksi disini
dimaksudkan utk meningkatkan daya relevansi rumusan tujuan Pendidikan pesasntren dgn dimaksudkan utk meningkatkan daya relevansi rumusan tujuan Pendidikan pesasntren dgn persoalan riil yg dihadapi masyarakat dalam hidup kesehariannya.
persoalan riil yg dihadapi masyarakat dalam hidup kesehariannya.
Prinsip pengembangan kurikulum Pendidikan pesasntren secara umum dapat dikelompkkan Prinsip pengembangan kurikulum Pendidikan pesasntren secara umum dapat dikelompkkan menjadi dua yakni prinsip umum yg meliputi prinsip relevansi prinsip fleksebelitas prinsip menjadi dua yakni prinsip umum yg meliputi prinsip relevansi prinsip fleksebelitas prinsip kontinoitas prinsip praktis prinsip efektifitas dan prinsip efisiensi. Sedangkan prinsip khusus kontinoitas prinsip praktis prinsip efektifitas dan prinsip efisiensi. Sedangkan prinsip khusus mencakup prinsip yg berkenaan dgn tujuan Pendidikan pesasntren prinsip yg berkenaan dgn mencakup prinsip yg berkenaan dgn tujuan Pendidikan pesasntren prinsip yg berkenaan dgn
pemilihan isi Pendidikan pesasntren prinsip yg berkenaan dgn metode dan strategi proses pembelajaran Pendidikan pesantren prinsip yg berkenaan dgn alat evalusi dan penilaian
Pendidikan pesasntren.
Mastuhu secara praktis memberikan konsep tentang model dan paradigma Pendidikan pesantren yg diharapkan menjadi orientasi dan landasan dalam kurikulum lembaga Pendidikan pesasntren yaitu :
• Dasar Pendidikan Pendidikan pesasntren harus mendasarkan pada “teosentris’ dengan
menjadikan “antroposentris” sebagai bagian esensial dari konsep teosentris. Hal ini
berbeda dgn pendidikan sekuler yg hanya bersifat antroposentris semata.
• Tujuan Pendidikan kerja membangun kehidupan duniawiyah melalui pendidikan
sebagai perwujudan mengabdi kepada-Nya. Pembangunan kehidupan duniawiyah bukan menjadi tujuan final tetapi merupakan kewajiban yg diimani dan terkait kuat dgn
kehidupan ukhrawiyah tujuan final adl kehidupan ukhrawi dgn ridla Allah SWT.
• Konsep manusiaPendidikan Islam memandang manusia mempunyai fitrahyang harus
dikembangkan tak seperti pendidikan sekuler yg memandang manusia dgntabularasa
-nya.
• NilaiPendidikan pesasntren berorientasi pada Iptek sebagai kebenaran relatif dan Imtaq
sebagai kebenaran mutlak. Berbeda dgn pendidikan sekuler yg hanya berorientasi pada Iptek.
Pengembangan kurikulum Pendidikan pesantren yg terus menerus menyangkut seluruh komponen merupakan sesuatu yg mutlak utk dilakukan agar ia tak kehilangan relevansi dgn kebutuhan riil yg dihadapi komonitas pendidikan islam yg kecenderungan terus mengalami proses dinamika transformatif.
Pendidikan pesantren yg dibangun atas dasar pemikiran yg Islami bertolak dari pandangan hidup dan pandangan tentang manusia serta diarahkan kepada tujuan pendidikan yg dilandasi kaidah – kaidah Islam. Kurikulum yg demikian biasa mengacu pada sembilan prinsip utama sebagai berikut :
• Sistem dan pengembangan kurikulum hendak memperhatikan fitrah manusia agar tetap
berada dalam kesucia dan tak menyimpang.
• Kurikulum hendak mengacu kepada pencapain tujuan akhir pendidikan Islam sambil
memperhatikan tujuan – tujuan di bawahnya.
• Kurikulum perlu disusun secara bertahap mengikuti periodisasi perkembangan peserta
didik.
• Kurikulum hendak memperhatikan kepentingan nyata masyarakat seperti kesehatan
keamanan administrasi dan pendidikan. Kurikulum hendak pula disesuaikan dgn kondisi dan lingkungan seperti iklim dan kondisi alam yg memungkinkan ada perbedaan pola kehidupan agraris industri dan komersial.
• Kuirikulum hendak terstruktur dan terorganisasi secara integral.
• Kurikulum hendak realistis. Arti kurikulum dapat dilaksanakan sesuai dgn berbagai
kemudahan yg dimiliki tiap negara yg melaksanakanya.
• Metode pendidikan yg merupakan salah satu komponen kurikulum ini hendak bersifat
fleksibel.
• Kurikulum hendak memperhatiakan tingkat perkembangan peserta didik baik fisik
emosional ataupun intelektualnya; serta berbagai masalah yg dihadapi dalam tiap tingkat perkembangan seperti pertumbuhan bahasa kamatangan sosial dan kesiapan religiusitas.
Bencana Aceh Versi Arab
Kamis, 09 Des 2010
Santri Modern; Dilema Paradigma Ekstrem Barat
Mereka tidak lagi setuju pada konsep kurikulum yang hanya berorientasi pada pembelajaran ilmu-ilmu agama dan etika bermasyarakat. Dalam perkembangannya terjadi perubahan signifikan dalam transformasi manhaj pesantren ini. Terjadi kesenjangan dan ketidakseimbangan
paradigma, kerangka berpikir, antara aliran tradisional dan modern yang terkadang melahirkan konflik khilafiyah yang kontraproduktif. Maka
jangan heran apabila generasi-generasi Islam sekarang kurang memenuhi standard intelektual, dan sangat logis sekali apabila sekarang banyak bermunculan pemikir-pemikir baru yang Liberal baik dari kalangan pesantren maupun Universitas Islam yang nota bene dimotori oleh alumnus-alumnus pesantren yang ketika dipesantren tidak didasari dengan dasar ruhani yang kuat.
Pesantren sudah ada sejak ratusan tahun silam. Ia adalah model pendidikan yang pertama dan tertua yang ada di Indonesia. Pesantren sebagai sebuah lembaga pendidikan memegang prinsip bahwa tujuan utama sebuah pembelajaran adalah liridhoillah. Dan selama itu pesantren telah terbukti
mencetak manusia-manusia yang berakhlakul karimah, bermanfaat untuk masyarakat, dan senantiasa menerapkan prinsip-prinsip kejujuran dalam kehidupan sehari.
Sebagai sebuah lembaga pendidikan, materi yang dikaji di pesantren adalah ilmu-ilmu agama (tafaqquh fiddin), seperti fiqih, nahwu-shorof, tafsir, hadist, tauhid dan lain-lain. Referensi utama yang digunakan adalah kutub
turats karya salafus sholeh. Di antara kajian yang ada, materi nahwu dan
fiqih mendapat porsi perhatian lebih banyak. Hal itu karena, ilmu nahwu dipandang sebagai ilmu kunci. Untuk bisa membaca dan memahami kitab seseorang harus menguasi ilmu nahwu. Sedangkan materi fiqih karena dipandang sebagai ilmu yang banyak berhubungan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.
Namun pada akhir-akhir ini, kondisi memprihatinkan tengah dihadapi masyarakat pesantren. Sebagai sebuah respon atas perkembangan zaman, masyarakat modern menginginkan perubahan terjadi dalam diri pesantren. Masyarakat memandang zaman telah berkembang menuju era globalisasi.
Mereka menuntut pesantren sebagai institusi pendidikan untuk melakukan akselerasi dan transformasi ke arah perkembangan tersebut. Karena alasan inilah pesantren semakin ditinggalkan oleh masyarakat, karena beberapa anggapan: Pertama, masyarakat santri di pesantren dipahami sebagai kelompok yang semata-mata berlajar agama dan kitab-kitab salaf tanpa peduli pada masalah-masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat umum. Kedua, dunia santri dan pesantren dicitrakan sebagai dunia yang tertutup sehingga dekat dengan keterbelakangan, kekumuhan, dan kebodohan atas perkembangan dunia modern. Ketiga. Pola pendidikan pesantren dianggap tidak mampu memenuhi pasar kerja. Pandangan ini menjadikan pesantren dipandang tidak efektif sebagai sebuah lembaga pendidikan yang mampu merespon tuntutan zaman. Di latarbelakangi hal itu, muncullah pesantren-pesantren baru atau pesantren-pesantren lama yang berusaha menafsirkan tuntutan masyarakat dalam tindakan aktif, dengan menerapkan pola dan sistem pendidikan modern, yaitu perpaduan kurikulum antara mata pelajaran berbasis ilmu agama dan mata pelajaran berbasis pengetahuan umum. Pesantren model ini telah mengadaptasi sistem pendidikan modern sebagai bentuk respon atau penyesuaian terhadap tantangan zaman. Perpaduan semacam itulah yang sekarang diminati oleh sebagian masyarakat. Mereka tidak lagi setuju pada konsep kurikulum yang hanya berorientasi pada
pembelajaran ilmu-ilmu agama dan etika bermasyarakat. Dalam
perkembangannya terjadi perubahan signifikan dalam transformasi manhaj pesantren ini. Terjadi kesenjangan dan ketidakseimbangan paradigma, kerangka berpikir, antara aliran tradisional dan modern yang terkadang melahirkan konflik khilafiyah yang kontraproduktif. Maka jangan heran apabila generasi-generasi Islam sekarang kurang memenuhi standard intelektual, dan sangat logis sekali apabila sekarang banyak bermunculan pemikir-pemikir baru yang Liberal baik dari kalangan pesantren maupun Universitas Islam yang notabene dimotori oleh alumnus-alumnus pesantren yang ketika dipesantren tidak didasari dengan dasar ruhani yang kuat. Transformasi ini juga ikut andil dalam membidani lahirnya paradigma liberalis kebarat-baratan di kalangan santri. Yaitu golongan antikonservatif yang telah muak berada pada kejumudan yang dirasakanya di pondok. Sehingga ketika ia melihat suatu ideologi kebebasan di luar lingkungannya, terjadi euforia yang berdampak pada hijrahnya paradigma. Mereka lebih merasa bangga ketika paradigma pemikirannya bermuara dari akar-akar filosof barat, figur-figur lokal yang liberal ketimbang mengambil ayat-ayat al-Qur'an Hadist-hadist nabi, atau maqolah-maqolah ulama'. Parahnya lagi ketika mereka mendengar teriakan-teriakan yang berbau salaf, dengan sangat tergesa-gesa mereka menutup rapat-rapat telinganya seolah mendengar suara yang memanggil ke masa lalu. Mereka anggap idiologi salaf seolah hal yang sudah basi, kadaluarsa dan tidak relevan lagi. Mereka menganggap kaum sarungan (santri) yang setia dengan kajian lughowi dan atau waqi'i serta manhaj kitab-kitab salaf yang ketat, seolah sebagai
sisa-sisa dari konteks sosial dan politik masa lalu (jahiliyyah). Mereka mencoba mengkontekskan produk-produk salaf dengan teori modern. Hal yang ironis terjadi, disatu sisi penguasaan pada manhaj ala pondok pesantren belum mumpuni yang berefek pada tidak maksimalnya pemahaman tentang produk salaf yang menjadi kajian di pesantren, mereka sudah mencoba mengkontekskan hasil interpretasi yang tidak maksimal tadi. Jangankan interpretasi yang maksimal, untuk membaca teks-teks karya salafus sholeh inipun mereka masih belum fasih. Jadi, hasil interpretasi yang berusaha mereka kontekskan bukan didasari dengan dasar teori yang kuat, suatu hal yang tidak didasari dengan dasar teori yang kuat akhirnya hanya akan menghasilkan produk pemahaman yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Produk inilah yang berusaha mereka tafsirkan dalam bahasa keilmuan modern. Siapa yang berpegang pada teori jahiliyah sekarang? Fenomena inilah yang ditakutkan oleh pesantren salaf, ketika dia harus berubah mengikuti tuntutan masyarakat. Betapa banyak kalangan santri yang berubah jadi nyeleneh setelah mengenal ideologi-ideologi yang berkembang dari belahan dunia Barat. Tetapi Jangan diartikan bahwa kita sebagai santri tidak tepat mempelajari ilmu-ilmu kekinian, justru sebaliknya kita harus memahami hal-hal tersebut karena agar mampu membawa ajaran salaf as shalih sebagai ajaran pure of life. Akan tetapi untuk mencari menu tambahan tersebut ada fase-fase tertentu, ketika basic Islam sudah
tertanam dalam hati yang paling dalam dan mengakar pada pikiran. hemm,,,oke.
•
Studi Prinsip Dasar Metode Pengajaran
Bahasa Arab
• Author: admin
• Filed under: Metode Thursday
Jun 12,2008
Oleh : Yayat Hidayat A. Muqaddimah
Belajar Bahasa Arab (asing) berbeda dengan belajar bahasa ibu, oleh karena itu prinsip dasar pengajarannya harus berbeda, baik menyangkut metode (model pengajaran), materi maupun proses pelaksanaan pengajarannya. Bidang keterampilan pada penguasaan Bahasa Arab meliputi
kemampuan menyimak (listening competence/mahaarah al – Istima’), kemampuan berbicara (speaking competence/mahaarah al-takallum), kemampuan membaca (reading
competence/mahaarah al-qira’ah), dan kemampuan menulis (writing competence/mahaarah al – Kitaabah).
Setiap anak manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk menguasai setiap bahasa, walaupun dalam kadar dan dorongan yang berbeda. Adapun diantara perbedaan-perbedaan tersebut adalah tujuan-tujuan pengajaran yang ingin dicapai, kemampuan dasar yang dimiliki, motivasi yang ada di dalam diri dan minat serta ketekunannya.
1.Tujuan Pengajaran Belajar bahasa ibu (bahasa bawaan -edt) merupakan tujuan yang hidup, yaitu sebagai alat komunikasi untuk mencapai sesuatu yang diinginkan dalam hidupnya, oleh karena itu motivasi untuk belajarnya sangat tinggi. Sementara itu belajar bahasa asing, seperti bahasa Arab (bagi non Arab), pada umunya mempunyai tujuan sebagai alat komunikasi dan ilmu pengetahuan (kebudayaan). Namun bahasa asing tidak dijadikan sebagai bahasa hidup
sehari-hari, oleh karena itu motivasi belajar Bahasa Arab lebih rendah daripada bahasa ibu. Padahal besar kecilnya motivasi belajar Bahasa Arab mempengaruhi hasil yang akan dicapai.
2.Kemampuan dasar yang dimiliki Ketika anak kecil belajar bahasa ibu, otaknya masih bersih dan belum mendapat pengaruh bahasa-bahasa lain, oleh karena itu ia cenderung dapat berhasil dengan cepat. Sementara ketika mempelajari Bahasa Arab, ia telah lebih dahulu menguasai bahasa ibunya, baik lisan, tulis, maupun bahasa berpikirnya. Oleh karena itu mempelajari bahasa
Arab tentu lebih sulit dan berat, karena ia harus menyesuaikan sistem bahasa ibu kedalam sistem bahasa Arab, baik sistem bunyi, struktur kata, struktur kalimat maupun sistem bahasa
berpikirnya1.
B.Prinsip-prinsip pengajaran Bahasa Arab (asing)
Ada lima prinsip dasar dalam pengajaran bahasa Arab asing, yaitu prinsip prioritas dalam proses penyajian, prinsip koreksitas dan umpan balik, prinsip bertahap, prinsip penghayatan, serta
korelasi dan isi; 1.Prinsip prioritas
Dalam pembelajaran Bahasa Arab, ada prinsip-prinsip prioritas dalam penyampaian materi
pengajaran, yaitu; pertama, mengajarkan, mendengarkan, dan bercakap sebelum menulis. Kedua, mengakarkan kalimat sebelum mengajarkan kata. Ketiga, menggunakan kata-kata yang lebih akrab dengan kehidupan sehari-hari sebelum mengajarkan bahasa sesuai dengan penutur Bahasa Arab.
1)Mendengar dan berbicara terlebih dahulu daripada menulis. Prinsip ini berangkat dari asumsi bahwa pengajaran bahasa yang baik adalah pengajaran yang sesuai dengan perkembangan bahasa yang alami pada manusia2, yaitu setiap anak akan mengawali perkembangan bahasanya
dari mendengar dan memperhatikan kemudian menirukan. Hal itu menunjukkan bahwa
kemampuan mendengar/menyimak harus lebih dulu dibina, kemudian kemampuan menirukan ucapan, lalu aspek lainnya seperti membaca dan menulis. Ada beberapa teknik melatih
pendengaran/telinga,yaitu:
i.Guru bahasa asing (Arab) hendaknya mengucapkan kata-kata yang beragam, baik dalam bentuk huruf maupun dalam kata. Sementara peserta didik menirukannya di dalam hati secara kolektif. ii.Guru bahasa asing kemudian melanjutkan materinya tentang bunyi huruf yang hampir sama sifatnya. Misalnya: ذ – ز ,ش –س ع – ء ,ح – ه , dan seterusnya3.
iii.Selanjutnya materi diteruskan dengan tata bunyi yang tidak terdapat di dalam bahasa ibu (dalam hal ini bahasa indonesia, -edt) peserta didik, seperti: ض ,ص ,ث ,ذ ,خ dan
seterusnya. Adapun dalam pengajaran pengucapan dan peniruan dapat menempuh langkah-langkah berikut4.
i.Peserta didik dilatih untuk melafalkan huruf-huruf tunggal yang paling mudah dan tidak asing, kemudian dilatih dengan huruf-huruf dengan tanda panjang dan kemudian dilatih dengan lebih cepat dan seterusnya dilatih dengan melafalkan kata-kata dan kalimat dengan cepat. Misalnya : وب ,اب , ,ىب dan seterusnya.
ii.Mendorong peserta didik ketika proses pengajaran menyimak dan melafalkan huruf atau kata-kata untuk menirukan intonasi, cara berhenti, maupun panjang pendeknya.
2)Mengajarkan kalimat sebelum mengajarkan bahasa
Dalam mengajarkan struktur kalimat, sebaiknya mendahulukan mengajarkan struktur
kalimat/nahwu, baru kemudian masalah struktur kata/sharaf. Dalam mengajarkan kalimat/jumlah sebaiknya seorang guru memberikan hafalan teks/bacaan yang mengandung kalimat sederhana dan susunannya benar.
Oleh karena itu, sebaiknya seorang guru bahasa Arab dapat memilih kalimat yang isinya mudah dimengerti oleh peserta didik dan mengandung kalimat inti saja, bukan kalimat yang panjang (jika kalimatnya panjang hendaknya di penggal – penggal). Contoh: ءايب ةريغ ةاي تر ناب ايل ف وم م Kemudian dipenggal – penggal menjadi : ةريغ ةاي تر ةاي تر ءايب ةريغ ةاي تر Dan seterusnya..
2.Prinsip korektisitas (قدل) Prinsip ini diterapkan ketika sedang mengajarkan materi و (fonetik), كرل (sintaksis), dan ىال (semiotic). Maksud dari prinsip ini adalah seorang guru bahasa Arab hendaknya jangan hanya bisa menyalahkan pada peserta didik, tetapi ia juga harus
mampu melakukan pembetulan dan membiasakan pada peserta didik untuk kritis pada hal-hal berikut: Pertama, korektisitas dalam pengajaran (fonetik). Kedua, korektisitas dalam pengajaran
(sintaksis). Ketiga, korektisitas dalam pengajaran (semiotic). a.Korektisitas dalam pengajaran fonetik Pengajaran aspek keterampilan ini melalui latihan pendengaran dan ucapan. Jika peserta didik masih sering melafalkan bahasa ibu, maka guru harus menekankan latihan melafalkan dan menyimak bunyi huruf Arab yang sebenarnya secara terus-menerus dan fokus pada kesalahan peserta didik5. b.Korektisitas dalam pengajaran sintaksis Perlu diketahui bahwa struktur kalimat
dalam bahasa satu dengan yang lainnya pada umumnya terdapat banyak perbedaan. Korektisitas ditekankan pada pengaruh struktur bahasa ibu terhadap Bahasa Arab. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kalimat akan selalu diawali dengan kata benda (subyek), tetapi dalam bahasa Arab kalimat bisa diawali dengan kata kerja ( ف ). c.Korektisitas dalam pengajaran semiotik Dalam bahasa Indonesia pada umumnya setiap kata dasar mempunyai satu makna ketika sudah
dimasukan dalam satu kalimat. Tetapi, dalam bahasa Arab, hampir semua kata mempunyai arti lebih dari satu, yang lebih dikenal dengan istilah mustarak (satu kata banyak arti) dan mutaradif (berbeda kata sama arti). Oleh karena itu, guru bahasa Arab harus menaruh perhatian yang besar terhadap masalah tersebut. Ia harus mampu memberikan solusi yang tepat dalam mengajarkan makna dari sebuah ungkapan karena kejelasan petunjuk.
3.Prinsip Berjenjang ( جدل) Jika dilihat dari sifatnya, ada 3 kategori prinsip berjenjang, yaitu: pertama, pergeseran dari yang konkrit ke yang abstrak, dari yang global ke yang detail, dari yang
sudah diketahui ke yang belum diketahui. Kedua, ada kesinambungan antara apa yang telah diberikan sebelumnya dengan apa yang akan ia ajarkan selanjutnya. Ketiga, ada peningkatan bobot pengajaran terdahulu dengan yang selanjutnya, baik jumlah jam maupun materinya.
a.Jenjang Pengajaran mufrodat Pengajaran kosa kata hendaknya mempertimbangkan dari aspek penggunaannya bagi peserta didik, yaitu diawali dengan memberikan materi kosa kata yang banyak digunakan dalam keseharian dan berupa kata dasar. Selanjutnya memberikan materi kata
sambung. Hal ini dilakukan agar peserta didik dapat menyusun kalimat sempurna sehingga terus bertambah dan berkembang kemampuannya.
b.Jenjang Pengajaran Qowaid (Morfem) Dalam pengajaran Qowaid, baik Qowaid Nahwu maupun Qowaid Sharaf juga harus mempertimbangkan kegunaannya dalam
percakapan/keseharian. Dalam pengajaran Qawaid Nahwu misalnya, harus diawali dengan materi tentang kalimat sempurna (Jumlah Mufiidah), namun rincian materi penyajian harus dengan cara mengajarkan tentang isim, fi’il, dan huruf.
c.Tahapan pengajaran makna ( ىال ل) Dalam mengajarkan makna kalimat atau kata-kata, seorang guru bahasa Arab hendaknya memulainya dengan memilih kata-kata/kalimat yang paling banyak digunakan/ditemui dalam keseharian meraka. Selanjutnya makna kalimat lugas
sebelum makna kalimat yang mengandung arti idiomatic. Dilihat dari teknik materi pengajaran bahasa Arab, tahapan-tahapannya dapat dibedakan sebagai berikut: pertama, pelatihan melalui pendengaran sebelum melalui penglihatan. Kedua, pelatihan lisan/pelafalan sebelum membaca.
Ketiga, penugasan kolektif sebelum individu. Langkah-langkah aplikasi ( ال بل) Ada delapan langkah yang diperlukan agar teknik diatas berhasil dan dapat terlaksana, yaitu:
1.Memberikan contoh-contoh sebelum memberikan kaidah gramatika, karena contoh yang baik akan menjelaskan gramatika secara mendalam daripada gramatika saja.
2.Jangan memberikan contoh hanya satu kalimat saja, tetapi harus terdiri dari beberapa contoh dengan perbedaan dan persamaan teks untuk dijadikan analisa perbandingan bagi peserta didik. 3.Mulailah contoh-contoh dengan sesuatu yang ada di dalam ruangan kelas/media yang telah ada dan memungkinkan menggunakannya.
4.Mulailah contoh-contoh tersebut dengan menggunakan kata kerja yang bisa secara langsung dengan menggunakan gerakan anggota tubuh.
5.Ketika mengajarkan kata sifat hendaknya menyebutkan kata-kata yang paling banyak digunakan dan lengkap dengan pasangannya. Misalnya hitam-putih, bundar-persegi.
6.Ketika mengajarkan huruf jar dan maknanya, sebaiknya dipilih huruf jar yang paling banyak digunakan dan dimasukkan langsung ke dalam kalimat yang paling sederhana. Contoh Jumlah ismiyyah: دل ف ال, Contoh jumlah fi’iliyah : ل م اطل جر
7.Hendaknya tidak memberikan contoh-contoh yang membuat peserta didik harus meraba-raba karena tidak sesuai dengan kondisi pikiran mereka.
8.Peserta didik diberikan motivasi yang cukup untuk berekspresi melalui tulisan, lisan bahkan mungkin ekspresi wajah, agar meraka merasa terlibat langsung dengan proses pengajaran yang berlangsung.
C.Metode Pengajaran Bahasa Arab
Ibnu khaldun berkata, “Sesungguhnya pengajaran itu merupakan profesi yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, dan kecermatan karena ia sama halnya dengan pelatihan kecakapan
yang memerlukan kiat, strategi dan ketelatenan, sehingga menjadi cakap dan professional.” Penerapan metode pengajaran tidak akan berjalan dengan efektif dan efisien sebagai media pengantar materi pengajaran bila penerapannya tanpa didasari dengan pengetahuan yang
memadai tentang metode itu. Sehingga metode bisa saja akan menjadi penghambat jalannya proses pengajaran, bukan komponen yang menunjang pencapaian tujuan, jika tidak tepat
aplikasinya. Oleh karena itu, penting sekali untuk memahami dengan baik dan benar tentang karakteristik suatu metode. Secara sederhana, metode pengajaran bahasa Arab dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: pertama, metode tradisional/klasikal dan kedua, metode modern. Metode pengajaran bahasa Arab tradisional adalah metode pengajaran bahasa Arab yang
mendalam tentang seluk-beluk ilmu bahasa Arab, baik aspek gramatika/sintaksis (Qowaid nahwu), morfem/morfologi (Qowaid as-sharf) ataupun sastra (adab). Metode yang berkembang dan masyhur digunakan untuk tujuan tersebut adalah Metode qowaid dan tarjamah. Metode tersebut mampu bertahan beberapa abad, bahkan sampai sekarang pesantren-pesantren di
Indonesia, khususnya pesantren salafiah masih menerapkan metode tersebut. Hal ini didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: Pertama, tujuan pengajaran bahasa arab tampaknya pada aspek budaya/ilmu, terutama nahwu dan ilmu sharaf. Kedua kemampuan ilmu nahwu dianggap sebagai
syarat mutlak sebagai alat untuk memahami teks/kata bahasa Arab klasik yang tidak memakai harakat, dan tanda baca lainnya. Ketiga, bidang tersebut merupakan tradisi turun temurun,
sehingga kemampuan di bidang itu memberikan “rasa percaya diri (gengsi) tersendiri di kalangan mereka”. Metode pengajaran bahasa Arab modern adalah metode pengajaran yang berorientasi pada tujuan bahasa sebagai alat. Artinya, bahasa Arab dipandang sebagai alat komunikasi dalam
kehidupan modern, sehingga inti belajar bahasa Arab adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa tersebut secara aktif dan mampu memahami ucapan/ungkapan dalam bahasa Arab.
Metode yang lazim digunakan dalam pengajarannya adalah metode langsung (tariiqah al – mubasysyarah). Munculnya metode ini didasari pada asumsi bahwa bahasa adalah sesuatu yang hidup, oleh karena itu harus dikomunikasikan dan dilatih terus sebagaimana anak kecil belajar bahasa. Penjelasan:
1.Metode Qowa’id dan tarjamah (Tariiqatul al Qowaid Wa Tarjamah)
Penerapan metode ini lebih cocok jika tujuan pengajaran bahasa Arab adalah sebagai
kebudayaan, yaitu untuk mengetahui nilai sastra yang tinggi dan untuk memiliki kemampuan kognitif yang terlatih dalam menghafal teks-teks serta memahami apa yang terkandung di dalam tulisan-tulisan atau buku-buku teks, terutama buku Arab klasik11. Ciri metode ini adalah:
a.Peserta didik diajarkan membaca secara detail dan mendalam tentang teks-teks atau naskah pemikiran yang ditulis oleh para tokoh dan pakar dalam berbagai bidang ilmu pada masa lalu baik berupa sya’ir, naskah (prosa), kata mutiara (alhikam), maupun kiasan-kiasan (amtsal). b.Penghayatan yang mendalam dan rinci terhadap bacaan sehingga peserta didik memiliki perasaan koneksitas terhadap nilai sastra yang terkandung di dalam bacaan. (bahasa Arab – bahasa ibu).
c.Menitikberatkan perhatian pada kaidah gramatika (Qowa’id Nahwu/Sharaf) untuk menghafal dan memahami isi bacaan.
d.Memberikan perhatian besar terhadap kata-kata kunci dalam menerjemah, seperti bentuk kata kiasan, sinonim, dan meminta peserta didik menganalisis dengan kaidah gramatikal yang sudah diajarkannya (mampu menerjemah bahasa ibu ke dalam Bahasa Arab)
e.Peserta tidak diajarkan menulis karangan dengan gaya bahasa yang serupa / mirip, dengan gaya bahasa yang dipakai para pakar seperti pada bacaan yang telah dipelajarinya, terutama mengenai penggunaan model gaya bahasa, al – itnab at Tasbi’ al Istiarah yang merupakan tren / gaya
bahasa masa klasik. Aplikasi Metode Qowa’id dan tarjamah dalam proses pembelajaran; a.Guru mulai mendengarkan sederetan kalimat yang panjang yang telah dibebankan kepada peserta didik untuk menghafalkan pada kesempatan sebelumnya dan telah dijelaskan juga
tentang makna dari kalimat-kalimat itu.
b.Guru memberikan kosa kata baru dan menjelaskan maknanya ke dalam bahasa local/bahasa ibu sebagai persiapan materi pengajaran baru.
c.Selanjutnya guru meminta salah satu peserta didik untuk membaca buku bacaan dengan suara yang kuat (Qiroah jahriah) terutama menyangkut hal-hal yang biasanya peserta didik mengalami kesalahan dan kesulitan dan tugas guru kemudian adalah membenarkan.
d.Kegiatan membaca teks ini diteruskan hingga sekuruh peserta didik mendapat giliran. e.Setelah itu siswa yang dianggap paling bisa untuk menterjemahkan, kemudian selanjutnya diarahkan pada pemahaman struktur gramatikanya12.
2.Metode langsung (al Thariiqatu al Mubaasyarah)
Penekanan pada metode ini adalah pada latihan percakapan terus-menerus antara guru dan
peserta didik dengan menggunakan bahasa Arab tanpa sedikitpun menggunakan bahasa ibu, baik dalam menjelaskan makna kosa kata maupun menerjemah, (dalam hal ini dibutuhkan sebuah media). Perlu menjadi bahan revisi disini adalah bahwa dalam metode langsung, bahasa Arab menjadi bahasa pengantar dalam pengajaran dengan menekankan pada aspek penuturan yang benar ( al – Nutqu al – Shahiih), oleh karena itu dalam aplikasinya, metode ini memerlukan
hal-hal berikut;
a.Materi pengajaran pada tahap awal berupa latihan oral (syafawiyah)
b.Materi dilanjutkan dengan latihan menuturkan kata-kata sederhana, baik kata benda ( isim) atau kata kerja ( fi’il) yang sering didengar oleh peserta didik.
c.Materi dilanjutkan dengan latihan penuturan kalimat sederhana dengan menggunakan kalimat yang merupakan aktifitas peserta didik sehari-hari.
d.Peserta didik diberikan kesempatan untuk berlatih dengan cara Tanya jawab dengan guru/sesamanya.
e.Materi Qiro’ah harus disertai diskusi dengan bahasa Arab, baik dalam menjelaskan makna yang terkandung di dalam bahan bacaan ataupun jabatan setiap kata dalam kalimat.
f.Materi gramatika diajarkan di sela-sela pengajaran,namun tidak secara mendetail. g.Materi menulis diajarkan dengan latihan menulis kalimat sederhana yang telah dikenal/diajarkan pada peserta didik.
h.Selama proses pengajaran hendaknya dibantu dengan alat peraga/media yang memadai. Penutup Sebagai penutup, bahwa alur makalah ini lebih menekankan tentang pentingnya: Seorang guru (pendidik) sebaiknya memahami prinsip – prinsip dasar pengajaran bahasa Arab diatas sebagai bahasa asing dengan menggunakan metode yang memudahkan peserta didik dan tidak banyak memaksakan peserta didik ke arah kemandegan berbahasa. Adapun bagi bagi seorang siswa, bahwasanya belajar bahasa apapun, semuanya membutuhkan proses, banyak latihan dan banyak mencoba.
Daftar Pustaka
1.Abdurrahman al – Qadir Ahmad, Thuruqu Ta’alim al – Lughah al – ‘Arabiyah, Maktabah al – Nahdah, al – Mishriyah, Kaira ; 1979.
2.Ahmad al – Sya’alabi, Tarikh al – Tarbiyah al – Islamiyah, Cet. 11, Kaira: tnp., 1961.
3.Ahmad Syalaby, Ta’lim al – Lughah al ‘Arabiyah lighairi al – ‘Arab, Maktabah al – Nahdhah al – Mishriyah, Kairo ; 1983.
4.Anis Farihah, Nazhriyaat Hal Lughah, dar al – Kitab al – Ubnany, Beirut, dar al – Kitab al – Ubnany, 1973.
5.Ibrahim Muhammad ‘Atha, Thuruqu Tadris al – Lughah al – ‘Arabiyah Wa al – Tarbiyah al – Diniyah, Maktabah al – Nahdhah al – Mishriyah, Kairo 1996 M / 1416 H.
A.S Noorden, 1996).
7.Kamal Ibrahim Badri dan Mahmud Nuruddin, Nadzkarah Asas al – Ta’lim al – Lughah al – ajnubiyah, LIPIA, Jakarta, 1406 H
8.Muhammad Jawwad Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam (perspektif sosiologi-filosofis). P.T Tiara Wacana, Yogyakarta: 2002.
9.Munir, Nizhamu Ta’lim al – Lughah al – ‘Arabiyah fi al – Ma’had al – Islamiyah, Darul Huda, Skripsi, 1996.
10.Munir M.Ag., Pengajaran Bahasa Arab Sebagai Bahasa Asing, yang terkumpul dalam buku yang berjudul Rekonstruksi dan Modernisasi Lembaga Pendidikan Islam. Global Pustaka Utama, Yogyakarta: 2005.
11.Munir, M.Ag., dkk, Rekonstruksi dan Modernisasi Pendidikan Islam, Global Pustaka Utama, Yogyakarta, 2005
. Definisi Opersasional 1. Peran
Manusia hidup di tengah-tengah masyarakat, tidak bisa lepas dari kedudukannya sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Sebagai pribadi, ia memiliki hak untuk memperoleh
kehormatan dan kebebasan dari orang lain; karena itu ia berhak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan, pekerjaan, bekarya, berbicara dan melakukan kegiatan lain sesuai dengan keahlian dan profesinya. Tetapi sebagai anggota masyarakat, ia berkewajiban untuk menghormati dan memberikan kebebasan kepada orang lain untuk berkarya dan berprestasi sesuai dengan profesinya, memperoleh pendidikan dan kesehatan serta memperoleh kesempatan bekerja.
Proses bermasyarakat, selalu dijumpai adanya sistem pelapisan sosial. Terjadinya sistem ini salah satu penyebabnya adalah adanya sesuatu yang lebih dihargai dari yang lain, sehingga memberikan kemungkinan bagi terwujudnya berbagai status sosial dan peran dalam masyarakat tersebut. Status adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat, sedangkan peran (role)
adalah aspek dinamis dari status tersebut. Seseorang yang melaksanakan hak, kewajiban dan tujuan-tujuannya sesuai dengan status sosialnya, maka ia tengah menjalankan suatu peran.
Astrid S. Susanto (1977:94) mengutip pendapat Laurance Ross tentang rolesebagai dinamisasi
dari status atau penggunaan hak dan kewajiban. Lebih jauh Koentjoroningrat (1974:121) mengemukakan, “dalam suatu pranata, individu-individu yang terlibat di dalamnya selalu menempati kedudukan-kedudukan tertentu. Pada hakekatnya kedudukan-kedudukan tersebut merupakan suatu komplek dari kewajiban-kewajiban dan hak-hak dari individu-individu yang menempatinya, yang disebut status”; adapun segala cara bertingkah laku dari individu-individu untuk memenuhi kewajiban dan mendapatkannya tadi, disebut role. Harsoyo (1972:124)
mengemukakan, “peran adalah keseluruhan pola perilaku seseorang yang bertalian dengan status tertentu yang diharapkan oleh masyarakatnya”.
2. Motivasi
Motivasi merupakan sesuatu yang dianggap abstrak, tetapi hasil dari motivasi dapat dibuktikan melalui manifestasi. Seseorang, karena motivasinya berupaya dan bekerja keras sehingga tercapai apa yang diinginkannya. Kaitan dengan motivasi, Aron Quinn (1958:46)
mengartikannya sebagai “complex state with in a organisme that direct behaviour toi ward a goal”yakni suatu keadaan yang sifatnya kompleks pada sebuah sistem organisme dalam
mencapai tujuan. Bahkan David Krech, Cs melalui Individual in Society(1962:69) yang
mengemukakan, “the study of the direction and persitence of actrion is the study of motivation”
yakni studi tentang dorongan untuk mengarahkan dan mempertahankan perbuatan adalah studi tentang motivasi. Dengan demikian, motivasi adalah goal directed yaitu dorongan yang tumbuh
karena ada tujuan yang ingin dicapai pada diri individu maupun kelompok ke arah untuk mempertahankan nilai-nilai yang dianggap tinggi.
3. Kiyai
Pada umumnya, masyarakat memanggil seseorang dengan panggilam kiyai adalah karena kedudukannya sebagai pemimpin masyarakat karena sering menjadiimam peribadatan
keagamaan di mushalla/masjid atau kegiatan keagamaan di majlis ta’lim atau pondok pesantren; Juga karena ia memiliki kedalaman ilmu pengetahuan keagamaan dan mempraktekannya.
Berkaitan dengan pengertian kiyai, Taufiq Abdullah (1993:43) mengemukakan bahwa padanan kata kiyai dengan keadaan masyarakat Indonesia yang plural ini yaitu kata‘alim (bahasa Arab)
yang berarti orang yang berilmu, bentuk jamaknya yaitu kata‘ulama yang berarti sekumpulan
atau sekelompok orang yang berilmu dari berbagai latar belakang pengetahuan.
Dengnan demikian yang dimaksud dengan kiyai pada tulisan ini ialah, seseorang yang memiliki kedalaman ilmu pengetahuan keagamaan, dijadikan panutan masyarakat dan dipercaya menjadi pemimpin pada suatu lembaga pendidikan keagamaan karena‘alim, otopraksi dan kharismanya.
4. Orientasi
Orientasi, pada Kamus Umum Bahasa Indonesia (1976) diartikan sebagai, “upaya mencocokkan keadaan sesuai dengan petunjuk”. Sedangkan Joyce M. Hawkins (1996:234) menuliskan,
“orientasi adalah penyesuaian diri terhadap obyek”. Pada tulisan ini, yang dimaksud perubahan orientasi pendidikan yaitu upaya yang dilakukan kiyai, sebagai pengelola pondok pesantren dalam mengikuti perkembangan dan kemauan masyarakat sesuai dengan kemampuan dan kesediaan sarana fasilitas.
1. Pendidikan dan Pendidikan Islam
Di dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (1989:2) dikemukakan bahwa,
“pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”. Dalam
pelaksanaannya, usaha menyiapkan peserta didik itu dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui lembaga-lembaga pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Ke
semua lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan itu dalam dalam upaya untuk merubah perilaku subyektiv menjadi perilaku yang obyektiv sesuai dengan norma dan petunjuk nilai yang berlaku di lingkungan masyarakat. Kaitannya dengan pendidikan Islam, maka usaha yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan adalah membentuk kepribadian muslim (Zakiyah Derajat, 1983:27) yaitu manusia yang beriman, berilmu dan mengamalkannya. 6. Pondok Pesantren
Pondok pesantren, merupakan kata majemuk yang terdiri dari dua kata yang berbeda yaitu
pondok dan pesantren. Kata pondok, dalam bahasa Arab funduq artinya ruang tidur atau “asrama
sederhana” karena memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari tempat asalnya. Sedangkan pesantren berasal dari kata santri yang memperolehawalan pe danakhiran an yang berarti tempat para santri. Manfred Ziemek (1986) menuliskan bahwa
pesantren merupakan gabungan antara suku kata sant (bahasa sankrit, manusia baik) dan suku
kata tra(bahasa sankrit, suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat
pendidikan manusia yang baik-baik.
Dengan demikian, yang dimaksud pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam
tradisional Islam yang di dalamnya sebagai tempat para santri untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan penekanan terhadap pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah, ingin memperoleh gambaran tentang model sistem pendidikan yang berlangsung di Pondok Pesantren Buntet yang mungkin dapat diterapkan di beberapa pondok pesantren lain. Untuk menemukan model pendidikan seperti ini, akan dilihat bagaimana peran
kiyai yang dianggap lebih dominan itu dan bagaimana interaksi dengan semua komponen lainnya dalam proses pendidikan. Serta bagaimana peran kiyai dalam membentuk kepribadian santri. F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pembaca, baik yang bersifat teoritis
maupun bersifat praktis. Secara teoritis, penelitian ini mengemukakan bahwa Pondok Pesantren tidak seperti apa yang diduga oleh sebagian masyarakat yaitu scond classdalam pendidikan, baik
sarananya maupun mutu pendidikannya. Pendidikan berlangsung di pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan keagamaan unsich, melainkan ilmu pengetahuan umum atau
kejuruan dan keterampilan juga diajarkan.
Pernyataan tersebut dikemukakan, setelah penulis mempelajari dan mengikuti perkembangan dunia pesantren pada dua dasawarsa terakhir ini yang tidak hanya dikelola secara tradisional. Di beberapa pondok pesantren tertentu yang dikelola secara modern melibatkan beberapa tenaga profesional, sehingga lembaga pendidikan yang ada tidak hanya lembaga-lembaga pendidikan
keagamaan yang lebih mengutamakan pemahaman dan penguasaan al-quran dan KK. Lembaga-lembaga pendidikan yang bersifat umum dan kedinasan, juga telah ada sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat. Terhadap kedua lembaga pendidikan yang terakhir, kurikulum yang digunakan adalah di samping kurikulum nasional juga diberikan kurikulum lokal yang dirancang dan disesuaikan dengan tujuan pesantren. Karenanya, tenaga pendidikannya juga disesuaikan dengan mata pelajaran yang disampaikan.
Melalui ketiga bentuk lembaga pendidikan itulah sehingga seorang santri, walaupun ia belajar pada lembaga pendidikan umum tapi ia memperoleh pengetahuan keagamaan di samping dari
lembaga pendidikan yang dimasukinya juga memperoleh pengetahuan keagamaan dari pondok pesantren melalui pengalaman peribadatan.
Sedangkan secara praktis, penelitian ini berusaha mengemukakan tentang model dan sistem pendidikan yang diupayakan oleh para kiyai atau pembina Pondok Pesantren Buntet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kiyai di Pondok Pesantren Buntet tidak pernah berhenti
mengupayakan bentuk dan jenis pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hingga tahun ajaran 1999/2000 ini, di pesantren Buntet telah mendirikan tiga bentuk lembaga
pendidikan yaitu: pendidikan keagamaan (tarbiyah al-diniyah), pendidikan umum (tarbiyah al-‘ammiyah) dan pendidikan kejuruan (tarbiyah al-khashiyah). Di samping itu, sistem
tradisional juga tetap dipertahankan yaitu pengajian al-quran dan beberapa KK dan praktek- praktek peribadatan yang diajarkan dan diperintahkan oleh kiyainya yaitu mengamalkan‘amalan
dzikir dari thariqat tijaniyah dan syathariyahsebagaimana yang dilakukan para kiyainya.
Setelah memperoleh kedua manfaat tersebut, minimal pembaca akan mempertimbangkan kembali dugaan yang salah tentang pesantren sebagai lembaga pendidikan scond class. Di
samping itu, diharapkan model dan sistem Pendidikan Pesantren Buntet akan dijadikan sebagai panduan bagi masyarakat dalam pondok pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan yang
memberikan pengetahuan (kognitiv), sikap (attitude) dan mental serta keterampilan ( skill ).
G. Kerangka Pemikiran
Pesantren, pada awal berdirinya merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional ( salafy) yang
fungsi dan tujuannya adalah sebagai tempat untuk mengembangkan dan/atau syi’ar islamiyah.
Maju atau mundurnya lembaga ini sangat bergantung atau dipengaruhi kiyainya, dan hanya dikenal di kalangan atau lingkungan setempat. Keberadaan pesantren saat itu bersifat tertutup dan peranya pun masih terbatas kepada persoalan keagamaan bagi masyarakat lingkungannya saja. Perkembangan berikutnya, beberapa pesantren tertentu yang dipimpin kiyai-cendekiawan muslim mulai memperoleh perhatian masyarakat luas sejak awal abad ke-20. Sejak itu, pondok pesantren menjadi suatu sistem atau lembaga pendidikan terbuka yang mau menerimainput dan
menyesuasikan diri dengan perkembangan dan keinginan masyarakat luas; perannyapun tidak hanya dalam bentuk keagamaan melainkan juga masalah-masalah sosial lainnya. Inilah yang dimaksud Mastuhu (1994:21) bahwa, “pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang bercirikan grass root peopleyang telah tumbuh dan berkembang di Nusantara sejak 300-400
tahun yang lalu”.
Implikasi dari perubahan (dari suatu sistem kelembagaan tertutup menjadi lembaga pendidikan terbuka) adalah, fungsi lembaga ini berubah yaitu mulai menyiapkan diri beberapa perlengkapan sebagaimana perlengkapan yang ada pada lembaga pendidikan sekolah yaitu bentuk
kelembagaan yang menerapkan sistem kelas, kurikulum dan metode pengajaran yang tidak hanya
ala tradisional yakni sorogan, bandongandan halaqah.Kenyataan ini menggambarkan bahwa,
usaha dan kegiatan yang dilakukan pondok pesantren secara garis besar dapat dibedakan atas dua fungsi pelayanan yaitu: pelayanan kepada santri dan pelayanan kepada masyarakat Suyata dalam Dawam Rahardjo (1985: 16). Dalam bentuk pelayanan pertama, pesantren menyajikan beberapa sarana bagi perkembangan para santrinya; sedangkan bentuk pelayanan kedua, pesantren
berusaha mewujudkan masyarakat sesuai dengan perkembangan dan kemampuan yang ada. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa, pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan lembaga sosial yang selalu adaptif terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi di
lingkungannya. Sifat adaptif itu diwujudkan dalam bentuk penerapan kurikulum yang diperlukan untuk mengantisipasi tuntutan dan perkembangan. Ada tiga dasar keyakinan yang kondusif untuk dijadikan sebagai landasan akan pentinnya memperhatikan sifat adaptif kurikulum terhadap
perubahan yaitu: 1) perubahan yang terjadi sifatnya positif, 2) perubahan yang terjadi di
lingkungan sekolah cenderung sifatnya terus menerus (kontinue) dan 3) perlunya usaha untuk
menyempurnakan rencana-rencana yang disusun oleh lembaga atau pendidik, karena terjadinya proses adopsi terhadap suatu inovasi (Cuban, 1992:216).
Berpatokan kepada ketiga dasar keyakinan di atas maka dapat diyakini bahwa, perubahan yang terjadi di pondok pesantren sangat penting artinya karena dapat mempengaruhi kurikulumnya. Selama ini, antara pondok pesantren dengan masyarakat dalam pemahaman terhadap suatu nilai (ketetapan sikap dan perilaku [Salvanayasan, 1984]) terdapat perbedaan yang mendasar: pondok pesantren dalam pemahaman terhadap nilai-nilai keagamaan, lebih bersifat tekstual sedangkan
masyarakat lebih bersifat kontekstual. Pemahaman secara kontekstual yang dipilih masyarakat, akan melahirkan semangat kreativ-inovativ sesuai dengan persoalan yang sedang berkembang. Di samping itu, pemahaman secara kontektual juga dapat memberikan motivasi yang kuat bagi seseorang untuk melakukan interpretasi atau reinterpretasi terhadap suatu nilai yang bersifat tektual untuk mengadaptasi persoalan-persoalan yang muncul dan berkembang dalam
masyarakat.
Pola pemahaman pertama (pemahaman terhadap nilai secara tekstual) biasanya dilakukan oleh beberapa pesantren tradisional, sedangkan pesantren yang tengah berusaha menerapkan
kurikulumnya sesuai dengan keinginan masyarakat, cenderung menggunakan pola kedua
(pemahaman secara kontekstual). Perkembangan dengan pola kedua ini cukup kondusiv untuk menopang proses inovasi, apalagi jika dikaitkan dengan usaha-usaha untuk membuktikan kebaikan dari inovasi itu dalam sistem kehidupan masyarakat lingkungan pondok pesantren khususnya.
Untuk menerapkan pola kedua, sangat ditentukan oleh seorang pemimpin pondok pesantren yang memiliki ilmu pengetahuan keagamaan yang luas, memahami betul tentang kurikulum
pendidikan sekolah juga diterima oleh masyarakat terutama karena kewibawaan dan
kesalehannya. Pemimpin pondok pesantren dimaksud adalah kiyai yang memiliki visi dan misi yang jelas dalam mengembangkan sistem pendidikan Islam di pondok pesantren yang
dipimpinnya. Salah satu visinya yang prospektif dan memenuhi tuntutan masyarakat adalah memadukan dua sistem pendidikan yang berbeda yaitu sistem pendidikan sekolah dan sistem pendidikan pondok pesantren. Misi dari penggabungan kedua sistem pendidikan itu, memberikan
arah dan tujuan jangka panjang kepada para santrinya agar memperoleh dua ilmu pengetahuan sekaligus dalam satu saat yang bersamaan. Kedua ilmu pengetahuan dimaksud adalah ilmu pengetahuan keagamaan yang diperolehnya melalui lembaga pendidikan pondok pesantren dan
ilmu pengetahuan umum atau keterampilan yang diperolehnya melalui lembaga pendidikan sekolah yang dimasukinya. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini
GAMBAR 1
Feed back
Berdasarkan gambar di atas, maka persoalan besar yang harus dijawab dalam penelitian ini adalah, apa motivasi kiyai dan bagaimana perannya dalam menentukan orientasi pendidikan Islam yang berlangsung di Pondok Pesantren Buntet dalam upaya memadukan dua sistem
pendidikan yaitu pendidikan luar sekolah (sistem pendidikan pesantren) dan pendidikan sekolah melalui beberapa lembaga-lembaga pendidikan sekolah yang telah ada di lingkungan pondok pesantren Buntet Cirebon.