• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEGRADASI PESTISIDA ORGANOKLORIN DENGAN METODE OKSIDASI-FENTON HASNA KASNIANTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEGRADASI PESTISIDA ORGANOKLORIN DENGAN METODE OKSIDASI-FENTON HASNA KASNIANTI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

DEGRADASI PESTISIDA ORGANOKLORIN

DENGAN METODE OKSIDASI-FENTON

HASNA KASNIANTI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

ABSTRAK

HASNA KASNIANTI. Degradasi Pestisida Organoklorin dengan Metode Oksidasi-Fenton. Dibimbing oleh MUHAMMAD FARID dan ZAINAL ALIM MAS’UD.

Beberapa senyawa organoklorin telah digunakan untuk pestisida, di antaranya p-diklorobenzena (p-DCB), p-klorofenol, asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D), dan dikofol. Senyawa ini cukup digemari masyarakat karena tergolong pestisida yang ampuh dan efektif. Akan tetapi, keberadaan senyawa ini dapat menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan karena sangat beracun, persisten, dan bioakumulatif. Berbagai negara maju telah melarang produksi dan penggunaan senyawa tersebut. Namun hal ini masih sulit dilakukan oleh negara berkembang karena dibutuhkan kesiapan pemerintah dan produsen. Salah satu aspek yang perlu dipersiapkan ialah manajemen pengolahan limbah. Oksidasi-Fenton merupakan metode yang telah diterapkan untuk pengolahan berbagai limbah industri. Metode ini menggunakan hidrogen peroksida (H2O2) sebagai pengoksidasi dan

besi sebagai katalis. Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh pH dan nisbah FeSO4⋅7H2O−H2O2 (b/b) dalam reaksi oksidasi-Fenton. Sampel yang digunakan ialah

p-DCB, p-klorofenol, dan 2,4-D. Ragam pH yang digunakan 1, 3, 4, 5, 6, 8, dan 11; sedangkan ragam nisbah yang digunakan 1:10, 1:20, 1:40, 1:80, dan 1:100. Rerata persen degradasi p-klorofenol, p-DCB, dan 2,4-D berturut-turut berkisar 84.32−94.66%, 0−42.75%, dan 17.06−99.87%. Pola degradasi ketiga senyawa tersebut cukup beragam sehingga belum dapat ditentukan rentang pH dan nisbah FeSO4⋅7H2O−H2O2 yang baik

untuk reaksi oksidasi-Fenton. Pengaruh pH dan nisbah pun diteliti melalui dekomposisi H2O2 dengan ragam pH 1 dan 11, serta ragam nisbah FeSO4⋅7H2O−H2O2 1:10 dan 1:100.

Persen dekomposisi H2O2 tertinggi diperoleh pada nisbah 1:10 dengan kondisi pH 11.

ABSTRACT

HASNA KASNIANTI. Degradation Pestisida of Organochlorine with Oxidation-Fenton Method. Supervised by MUHAMMAD FARID and ZAINAL ALIM MAS’UD.

Several compounds of organochlorine have been used as pesticides, namely para-dichlorbenzene (p-DCB), para-chlorophenol, 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), dichlorodiphenil trichloroethane (DDT), and dicofol. These chlorinated hydrocarbons are very effective to control several insect pests. Despite the effectivenes, such compounds have shown negative impact to the environment due to its highly toxic property and persistence. Some modern countries have banned such chlorinated hydrocarbon pesticides but some developing countries are still facing dilema. Some developing countries have not yet totally banned the products. The Fenton-oxidation method may be used to solve the chlorinated hydrocarbon pollutant in the environment. This method utilizes hydrogen peroxyde (H2O2) as oxidant and ferum (Fe) as catalyst. Through this study, the roles of

pH and the ratio of FeSO4 to H2O2 in the Fenton-oxydative reaction were investigated.

The tested materials were p-DCB, p-chlorophenol and 2,4-D while the tested pH and the ratio of FeSO4 to H2O2 were 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 11 and 1:10, 1:20, 1:40, 1:80, 1:100,

respectivelly. The average degradation of p-chlorophenol, p-DCB, and 2,4-D were 84.32−94.66%, 0.00−42.75%, and 17.06−99.87%, respectivelly. The degradation pattern of the three tested materials varied so the precise ranges of pH as well as the ratio FeSO4

to H2O2 for the effective Fenton-oxydative reaction had to be identified. The effect of pH

and ratio of FeSO4 to H2O2 were also tested through the decomposition of H2O2 within pH

1 and 11, and ratio of 1:10 and 1:100. The result showed that the highest percentage decomposition of H2O2 was achieved on ratio 1:10 of pH 11.

(3)

DEGRADASI PESTISIDA ORGANOKLORIN

DENGAN METODE OKSIDASI-FENTON

HASNA KASNIANTI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(4)

Judul : Degradasi Pestisida Organoklorin dengan Metode Oksidasi-Fenton

Nama : Hasna Kasnianti

NRP : G44202045

Menyetujui:

Drs. Muhammad Farid

Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA

NIP 132 002 064 NIP 131 578 815

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. drh. Hasim, DEA

NIP 131 578 806

(5)

5

PRAKATA

Segala puji dan syukur hanya tercurah kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikanNya, serta hanya dengan izinNya, saya dapat menuntaskan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Rasulullah SAW, yang telah membimbing manusia dari kegelapan menuju cahaya.

Ucapan terima kasih saya haturkan kepada Bapak Drs. Muhammad Farid dan Bapak Dr. Zainal Alim Mas’ud sebagai Pembimbing I dan II, dan Bapak Ahmad Sjahriza yang telah membimbing saya dalam mengolah data dengan program Umetric Modde. 5. Ucapan ini saya tujukan pula kepada Mas Khotib beserta seluruh kru Lab. Terpadu atas bimbingan, keramahan, dan kemudahan fasilitas yang diberikan selama penelitian di laboratorium tersebut. Begitu pun juga kepada Bapak Sobur, Ibu Yeni, dan rekan-rekan di Lab. Organik yang telah mempercayakan saya untuk bekerja malam sehingga dapat mempercepat waktu penelitian. Ucapan ini pun saya sampaikan kepada semua rekan Kimia 39, rekan FSA Al Ghufran SMUN 3 Bogor, dan adik-adik kelas atas semua bantuan, motivasi, dan doa agar saya terus melangkah untuk menyelesaikan penelitian ini. Terakhir, ucapan ini saya haturkan secara spesial kepada Ibu dan Bapak atas kesabaran dan lantunan doa yang selalu mengiringi langkah anakmu ini.

Saya berharap karya ini dapat memberi kontribusi bagi lahirnya karya-karya besar di waktu mendatang. Ibarat nyala lilin kecil di dalam gulita, yang dapat membantu orang di sekitarnya untuk memulai pekerjaan yang lebih besar. Dan ibarat sebuah batu bata yang tersusun di antara bangunan megah ilmu pengetahuan dan teknologi, menuju Indonesia serta dunia yang lebih baik dan sejahtera.

Bogor, Juni 2008 Hasna Kasnianti

(6)

6

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 1 Februari 1984 dari Bapak Ir. Kasno, M.Sc dan Ibu Sri Muryantini. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 2002, penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bogor dengan memperoleh DANUN IPA tertinggi di SMU Negeri 3 Bogor. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Tahun 2005, penulis menjalankan kegiatan praktik lapangan di Laboratorium Pangan Pakan SEAMEOBIOTROP Bogor, dengan judul Analisis Kandungan Aflatoksin BB1 pada Produk Kacang Tanah dengan Metode Kromatografi

Lapis Tipis dan ELISA.

(7)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1 TINJAUAN PUSTAKA Penggolongan Organoklorin ... 1 Pestisida Organoklorin ... 1 Degradasi Organoklorin ... 3 Reagen Fenton ... .... 3 Analisis Klorida ... 4

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ... 4

Metode Penelitian ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Degradasi Senyawa p-Klorofenol ... 5

Degradasi Senyawa p-Diklorobenzena ... 6

Degradasi Senyawa Asam 2,4 Diklorofenoksi Asetat... 7

Dekomposisi Hidrogen Peroksida ... 8

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 9

Saran ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 9

LAMPIRAN ... 11

(8)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kekuatan oksidasi relatif dari gugus reaktif ... 3

2 Rerata persen degradasi p-klorofenol ... 5

3 Rerata persen degradasi p-diklorobenzena ... 6

4 Rerata persen degradasi asam 2,4 diklorofenoksi asetat ... 7

5 Rerata persen dekomposisi hidrogen peroksida ... 8

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Struktur senyawa

p-DCB, p-klorofenol, dan 2,4-D

... 2

2

Kurva tiga dimensi rerata persen degradasi p-klorofenol ... 6

3 Kurva kontur rerata persen degradasi p-klorofenol ... 6

4 Kurva tiga dimensi rerata persen degradasi p-diklorobenzena ... 7

5 Kurva kontur rerata persen degradasi p-diklorobenzena ... 7

6 Kurva tiga dimensi rerata persen degradasi asam 2,4-D ... 8

7 Kurva kontur rerata persen degradasi asam 2,4-D ... 8

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Prosedur pembuatan pereaksi ... 12

2 Diagram alir penelitian ... 13

3 Prosedur analisis dan standardisasi ... 15

4 Data perhitungan statistik ANOVA ... 16

(9)

PENDAHULUAN

Organoklorin merupakan salah satu kelompok senyawa yang banyak berperan di masyarakat, baik di bidang pertanian, industri, maupun kesehatan. Beberapa senyawa organoklorin (p-diklorobenzena, p-klorofenol, asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D), DDT (dikloro difenil trietilena), dikofol, dan lainnya) telah lama digunakan di bidang pertanian. Senyawa tersebut cukup digemari masyarakat karena tergolong pestisida yang ampuh dan efektif. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka produksi senyawa tersebut. Pada tahun 1982, angka produksi senyawa 2,4-D telah mencapai 45.1 juta pon, sedangkan senyawa p-DCB pada tahun 1995 telah mencapai 80 juta pon (Krishnamurti 1999).

Keberadaan senyawa organoklorin dapat menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan karena sangat beracun, persisten, dan bioakumulatif. Bahkan beberapa senyawa organoklorin telah dilarang penggunaannya, terutama yang termasuk dalam kelompok POP (polutan organik persisten), seperti DDT. Sementara itu, penggunaan organoklorin selain kelompok POP masih ditanggapi berbeda oleh berbagai negara. Sebagian besar negara maju memang telah mengurangi bahkan melarang produksi dan penggunaan senyawa ini melalui program ekolabel. Namun, bagi negara berkembang, hal ini masih sulit dilaksanakan karena dibutuhkan kesiapan pemerintah dan produsen. Oleh karena itu, diperlukan kesiapan langkah untuk meminimalkan dampak limbah organoklorin, terutama bagi negara yang belum menghentikan penggunaan senyawa tersebut. Salah satu kesiapan yang dibutuhkan ialah manajemen pengolahan limbah.

Oksidasi Fenton merupakan metode oksidasi yang menggunakan hidrogen peroksida (H2O2) sebagai pengoksidasinya dan besi sebagai katalis. Metode ini telah diterapkan untuk pengolahan berbagai macam limbah industri yang mengandung senyawaan organik toksik (fenol, formaldehida, BTEX, dan limbah kompleks dari pestisida, cat, maupun zat aditif plastik) (US Department of Energy 1999). Gugus reaktif yang berperan dalam metode ini adalah radikal hidroksil yang dihasilkan dari reaksi antara H2O2 dan Fe2+. Namun, pembentukan radikal hidroksil membutuhkan kondisi pH yang tepat karena pada kondisi pH yang tidak sesuai, bentuk ion fero (Fe2+) dapat berubah menjadi bentuk koloid ion feri (Fe3+). Selain itu, kondisi ini pun dapat menyebabkan katalisis dekomposisi H2O2 oleh ion besi tanpa menghasilkan radikal

hidroksil (Industrial Wastewater 2007). Oleh karena itu, data mengenai pengaruh pH terhadap kinerja reagen Fenton ini sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang optimum.

Salah satu segi yang perlu diperhatikan dalam memilih suatu metode pengolahan limbah ialah kandungan residu akhir. Walaupun residu dari proses pengolahan limbah sangat sulit dihindari, akan tetapi diperlukan upaya untuk meminimumkan dampak dari residu tersebut. Salah satu residu yang perlu diminimumkan pada metode oksidasi Fenton ialah besi. Oleh karena itu, diperlukan data nisbah FeSO4·7H2O–H2O2 (b/b) terkecil, yang masih baik digunakan dalam metode tersebut.

Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh pH dan nisbah FeSO4·7H2O–H2O2 dalam reaksi oksidasi Fenton untuk pendegradasian pestisida organoklorin.

TINJAUAN PUSTAKA

Penggolongan Organoklorin

Organoklorin merupakan senyawa hidrokarbon yang terklorinasi, minimal ada satu posisi hidrogen pada hidrokarbon yang digantikan oleh klorin. Berdasarkan sifat kelembaman atau persistensinya, organo-klorin dibagi menjadi tiga kelompok yaitu senyawa POP, kandidat POP, dan non-POP. Berdasarkan konvensi Stockholm pada tanggal 23 Mei 2001, senyawa POP diklasifikasikan ke dalam 3 golongan, yaitu pestisida organoklor, bahan industri organo-klor, dan senyawa yang terbentuk secara tidak sengaja dari sumber antropogenik (Nugrohati 2004).

Kandidat POP merupakan kelompok senyawa yang memiliki ciri seperti senyawa POP. Kelompok senyawa ini belum tercantum dalam daftar senyawa POP yang disepakati dalam konvensi Stockholm, namun termasuk senyawa yang dinominasikan menjadi senyawa POP. Program ini ditangani oleh sebuah komite peninjau POP, POPRC (persistent organic pollutant review committee) yang disepakati pula dalam konvensi Stockholm. Sedangkan senyawa organohalogen yang tidak tergolong kedua kelompok tersebut dikenal dengan non-POP (IPEN 2005).

Pestisida Organoklorin

Beberapa senyawa organoklorin memiliki aktivitas biologis yang signifikan. Hal ini

(10)

2

dapat dibuktikan oleh banyaknya insektisida ampuh dan efektif yang berasal dari senyawa ini. Organoklorin yang telah digunakan sebagai insektisida yaitu p-diklorobenzena,

p-klorofenol, asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D), DDT (dikloro difenil trietilena), dikofol, heptaklor, endosulfan, klordan, dan mireks.

Cl Cl a. p-DCB b. p-klorofenol O HO O Cl Cl c. 2,4-D HO Cl

Klorobenzena pertama kali disintesis pada tahun 1905 dan diproduksi secara komersil pada tahun 1909. Kemudian pada tahun 1915, perusahaan Hooker Electrochemical Co. di New York memproduksi klorobenzena dalam skala besar dengan kapasitas 8200 metrik ton per tahun. Penemuan berbagai senyawa derivat klorobenzena menjadikan angka produksi senyawa ini terus meningkat, terutama di negara Eropa dan Amerika. Bahkan senyawa benzena terklorinasi ini sempat mendominasi produk komersil di daerah tersebut selama lebih dari 50 tahun. Namun pada perjalanannya, senyawa derivat klorobenzena, seperti 2,4,5-triklorofenol dan DDT dihentikan penggunaannya karena dinilai berbahaya bagi lingkungan. Akhirnya, hanya tiga senyawa klorobenzena yang masih diperbolehkan untuk diproduksi dalam jumlah besar, yaitu klorobenzena, o-diklorobenzena, and p-diklorobenzena (Krishnamurti 1999).

Senyawa para-diklorobenzena (DCB), p-C6H4Cl2, CAS number [106-46-7], merupakan bahan organik berupa padatan kristal putih dengan bau seperti kapur barus. Bobot molekul senyawa ini adalah 147.005 g/mol dengan struktur senyawa pada Gambar 1a. Sifatnya tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkohol, eter, aseton, dan benzena. Senyawa ini memiliki titik didih 174 °C dan titik lebur 53 °C (Arokor Holding Inc. 2007).

Fungsi utama bahan ini ialah sebagai bahan pembuat kapur barus pakaian, deodoran, serta fumigan untuk gudang dan kamar mandi. Selain itu, p-DCB pun banyak digunakan untuk insektisida dan fungisida dalam pertanian, industri bahan organik, plastik polifenilena sulfida, serta farmasi. Tingginya penggunaan p-DCB dapat berpengaruh buruk bagi lingkungan. Selain itu, p-DCB pun tergolong senyawa toksik, bahkan dapat bersifat karsinogenik bagi manusia (US EPA 2006).

Senyawa para-klorofenol, p-C6H4Cl(OH), CAS number [106-48-9], umumnya berbentuk padat pada suhu ruang dan memiliki bau yang tajam. Bobot molekul senyawa ini ialah 128.56 g/mol dengan struktur senyawa pada Gambar 1b. Senyawa p-klorofenol ini sedikit larut dalam air, memiliki titik didih 219 °C, dan titik lebur 40−41 °C (Desmurs et al. 1999).

Gambar 1 Struktur senyawa p-DCB, p-klorofenol, dan 2,4-D.

Senyawa p-klorofenol digunakan sebagai bakterisida, fungisida, dan zat pengawet. Senyawa p-klorofenol merupakan bahan baku germisida seperti 2-benzil-4-klorofenol, lalu dapat dikonversi lagi menjadi analgesik asetofenetidin. Selain itu, dapat digunakan sebagai antingengat, antiseptik, disinfektan benih, dan bahan yang dapat meningkatkan produksi latek dari pohon karet tua. Data produksi p-klorofenol di dunia sangat terbatas. Namun, BASF Corp. sebagai produsen klorofenol terbesar di dunia, telah memproduksi 100000−999000 pon klorofenol pada tahun 1996−1998 (ATSDR 1999a, 1999b, Desmurs et al. 1999).

Sinar matahari dan mikroorganisme dapat membantu penguraian senyawa ini pada level rendah. Namun demikian, EPA (environ-mental pollution agency) menempatkan klorofenol di urutan prioritas ke 166 dari 1457 rencana pelaksanaan nasional (national implemation plann, NIP) sebagai langkah pelaksanaan Konvensi Stockholm (ATSDR 1999).

Asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D), C(OC6H3Cl2)COOH, CAS number [94-75-7], merupakan produk derivat klorofenol (sintesis dari 2,4-klorofenol). Bobot molekulnya ialah 221.0 g/mol dengan struktur senyawa pada Gambar 1c. Senyawa 2,4-D ini sedikit larut dalam air dan memiliki titik lebur 138 °C (US EPA 2006).

Senyawa ini berperan sebagai herbisida dalam perkebunan tembakau dan kayu. Selain itu, digunakan juga pada pemanenan gandum dan jagung, serta penanaman padang rumput (US EPA 2006). Senyawa 2,4-D ini dapat terdegradasi oleh mikrob di lingkungan dengan waktu paruh 20-200 hari (Sierra Club of Canada 2007). Walaupun demikian, senyawa ini tetap berbahaya karena terbukti dapat berubah menjadi senyawa dioksin.

Gambar

Gambar 1  Struktur  senyawa  p-DCB,         p-klorofenol, dan 2,4-D.

Referensi

Dokumen terkait

Pada gambar 2e dan 2f dapat dibandingkan, bahwa ukuran partikel dari zeolit A tampak lebih merata setelah dilakukan proses modifikasi menggunakan MPTS.. Uji Adsorpsi

Oleh karena itu, titik penelitian ini akan diarahkan untuk mengetahui tujuan dari ide gagasan penciptanya dengan cara mencari fungsi dan makna dari masing-masing simbol

Kedua, analisis semiotika komunikasi visual untuk objek iklan layanan masya- rakat dengan dukungan teori semiotika, teori gaya bahasa, dan teori desain komunikasi

Pergerakan bursa Asia ditopang oleh rilis data Manufacturing PMI Tiongkok versi Caixin untuk bulan Agustus yang diumumkan sebesar 53,1, lebih tinggi dari bulan

Walaupun demikian PFGE juga memiliki beberapa keterbatasan, antara lain memakan waktu, membutuhkan keterampilan tingkat tinggi, tidak selalu berhasil untuk semua

Pelaksanaan dan Pengendalian RUTRK dengan ke dalam materi RDTRK-IKK Sidoharjo yang perinciannya sebagaimana tersebut dalam Buku Laporan Pendahuluan, Fakta dan Analisa, serta

PLS dibanding dengan CBSEM memiliki beberapa keunggulan, diantaranya PLS merupakan metode yang bebas asumsi baik mengenai sebaran data maupun ukuran sampel yang tidak

Mempengaruhi Terjadinya Pergantian Kantor Akuntan Publik ( Auditor Switching ) Pada Perusahaan Makanan Dan Minuman( Food And Beverages ) Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”