• Tidak ada hasil yang ditemukan

Key words : Response to Selection, Correlated Respond to Selection, Efficiency Relative of Indirect Selection, Bali Cattle

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Key words : Response to Selection, Correlated Respond to Selection, Efficiency Relative of Indirect Selection, Bali Cattle"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Abstract

Pendahuluan

Estimasi komponen ragam BL, BS, dan BY menggunakan

multivariate maternal genetic effect dan multivariate

animal model dalam selesksi sapi Bali di P3B Jembrana,

Bali

Sri Bandiati Komar Prajoga' dan Chalid Talib 2

'Profesor of Lab . of Animal Breeding & Biometric Faculty of Animal Husbandry - Padjadjaran University

2Senior Researcher of Animal Research Centre, Departement of Agriculture-Bogor

This research was conducted at P3B on November 2004 . The objectives of this research were to estimate variance componen, response to selection, correlated response to selection and relative efficiency of indirect selection . Research methode used case study . The data comprised 523 BW records, 477 WW records, and 377 YW records as progeny of 23 sires and 203 dams of Bali Cattle . Data were analysed by Restricted Maximum Likelihood (REML) using Multivariate Maternal Genetic Effect and Multivariate Animal Model with the program of VCE 4 .2 . The fixed effect was sex, parity of dams and year season . The h 2 for BW and WW using Multivariate Maternal Genetic Effect were 0 .260 ±0 .042 and 0 .275 ±0 .044, as high category . The heritability of WW and YW using Multivariate Animal Model were 0 .26 ±0 .043 and 0 .313 ±0 .074 . The genetic coretation between BW and WW, WW and YW were 0 .260 ±0 .064 and 0 .622 ±0 .045 . The (Jh2 ) of BW, WW and YW were 0 .572 ; 0 .509 and 0 .559 . Respon to selection of BW, WW and YW were 0 .963 kg, 14 .936 kg and 18 .334 kg . While selection intensity was 0 .52% and 5 .65% (The sex ratio was 1 o to 10 o) . Either for Coretated Respon between

BW- WW and YW-WW were 3 .964 kg and 10 .670 kg for the same selection intensity . The relative efficiency of indirect selection for WW base on BW was 2 .56 and for YW base on WW was 6 .73 .

Key words : Response to Selection, Correlated Respond to Selection, Efficiency Relative of Indirect Selection, Bali Cattle

Sapi Bali merupakan bangsa sapi asli Indonesia yang memiliki potensi besar sebagai penghasil daging, termasuk kedalam Taksonomi Bos sondaicus atau Bos banteng atau sekarang lebih sering disebut sebagai Bibos sondaicus . Bibos sondaicus ini berlainan dengan Bos taurus maupun Bos indicus, sehingga hasil persilangan antara sapi Bali dengan Bos

taurusmenghasilkan anak sapi jantan yang steril atau infertil (Harjosubroto, 1994) .

Projek Pembibit dan Pengembangan sapi Bali (P3 Bali) Jembrana Bali sengaja dididirikan untuk menghasilkan bibit sapi Bali yang akan dikembangkanbiakkan dan disilangkan di luar P . Bali, sedangkan di Pulau Bali sendiri dilindungi undang-undang Veterriner untuk

Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008

(2)

melestarikan keanekaragaman hayati sapi asli Indonesia . Penyebaran sapi Bali ditemui di pulau Lombok, Sulawesi Timor dan dalam jumlah kecil ditemukan pula di Malaysia, Philipina dan Semenanjung Cobourg di sebelah utara Australia (Kirby, 1979) . Namun sejak berjangkitnya penyakit Jembrana pada tahun 1964 hingga sekarang pulau Bali tidak lagi mengeluarkan sapi bibit, kecuali pejantan untuk sumber semen pada Inseminasi Buatan dilaksanakan oleh NTT, NTB dan Selawesi Selatan .

Penampilan atau performance merupakan gabungan dari faktor genetik dan faktor lingkungan (P=G+E), faktor genetik terdiri dari genetik aditif, dominan dan epistasis, sedangkan faktor lngkungan terdiri dari lingkungan permanen dan lingkungan temporer . Demikian halnya dengan ragam phenotipik merupakan total ragam gabungan dari ragam genetik aditif, dominan, interaksi lingkungan temporer dan lingkungan permanen) (VP= VA + VD + VI + VTE

+ VPE ) Faktor genetik yang dimaksud adalah gen yang berada dalam kromosom dalam inti sel suatu individu, sudah ada sejak terjadi fertilisasi, bersifat baka dan diwariskan kepada keturunannya (Falconer dan Mackay, 1996) .

Perbaikan mutu genetik ternak dapat dilaksanakan dengan seleksi atau dengan persilangan . Secara sederhana seleksi dapat diartikan sebagai kegiatan yang memperkenankan sekelompok ternak yang dikehendaki untuk terus berkembangbiak menjadi tetua dari generasi berikutnya dan menghilangkan kesempatan bagi kelompok ternak yang tidak dikehendaki. Secara genetika kuantitative seleksi adalah meningkatkan frekuensi gen dari karakter yang dikehendaki dan menekan frekuensi gen dari karakter yang tidak dikehendaki .

Biasanya dalam suatu program seleksi selain sasaran yang ditentukan terlebih dahulu, juga menentukan kriteria seleksi sifat kuantitatif yang memiliki nilai ekonomis . Sifat kuantitatif itu memiliki nilai heritabilitas yang tinggi seperti Bobot Lahir (BL), Bobot Sapih (BS) dan Bobot Yearling (BY) . Selain metoda seleksi secara langsung terhadap ketiga karakter tersebut di atas, ada berbagai peluang metoda seleksi yang melibatkan dua karakter yang berkorelasi, seperti seleksi Bobot Sapih (BS) berdasar pada Bobot lahir (BL) atau seleksi bobot umur setahun (BY) berdasar dari bobot sapih (BS) .

Seleksi dapat dilaksanakan bila tersedianya parameter genetik antara lain heritabilitas (h2 ), kecermatan seleksi, dan Korelasi Genetik (r g) . Semua parameter genetik tersebut dapat diduga bila data hasil recording tersedia . Untuk alasan inilah bahwa pencatatan pada umur-umur tertentu perlu diselenggarakan . Korelasi antara dua sifat dapat juga digunakan dalam seleksi yang disebut seleksi sifat yang berkorelasi, sifat bobot lahir berkorelasi dengan bobot sapih memiliki korelasi genetik positif tinggi (Warwicket al ., 1995) .

Rata-rata bobot lahir sapi Bali adalah 11,1 ±2,0 kg (Chalijah dkk ., 2001) . Sedangkan rata-rata bobot sapih sapi Bali jantan dan betina adalah 75,9 ±16,4 kg dan 72,7 ±16,2 kg (Djagra dkk ., 1979) . Rata-rata bobot umur satu tahun (yearling)adalah 149 ±2,41 kg untuk jantan dan 145,17 ±2,43 kg untuk betina (Ardika, 1995) .

Parameter genetik dapat diduga dengan merancang pola perkawinannya terlebih dahulu apakah korelasi saudara tiri sebapak (half sib) saudara kandung (full sib) dan regresi anak turunan dengan tetua (offspring parent regression) (Falconer and Mackay, 1995) . Namun sekarang telah dikembangkan program komputer untuk model kumulatif(Cumulative Model -CM), model sifat ganda (Multiple Trait Model - MTM), model regresi tetap (Fixed Regression Model - FR" dan model regresi acak (Random Regression Model - RRM) yang

(3)

menggunakan analisis statistik Animal Model dari REML, dalam kasus seperti ini tidak diperlukan merancang pola perkawinan terlebih dahulu yang penting hanya silsilahnya tersedia.

Korelasi antara dua sifat akan menarik karena : Pertama, dalam hubungannya dengan alasan genetik bahwa korelasi terjadi karena gen pleitropi . Kedua, dalam hubungan dengan seleksi

sifat berkorelasi, dan ketiga dalam hubungannya dengan seleksi alam .

Korelasi antara dua sifat dapat dijadikan model seleksi sifat berkorelasi, yaitu seleksi bagi sifat yang satu, dan sifat yang lainnya yang berkorelasi akan memberikan respon . Korelasi tidak hanya berlaku bagi dua sifat saja, tetapi dapat juga pada satu sifat tetapi ada pengulangan pengukuran (repeated measurements) dalam periode produksi yang berbeda . Selain heritabilitas (h2 ) dan korelasi genetik (rg) masih ada vektor lain yang mempengaruhi keberhasilan seleksi yaitu intensitas seleksi . Intensitas seleksi adalah zip, di mana tinggi ordinat dari nilai individu terpilih yang paling rendah pada kurva normal dinyatakan dengan (z) dan proporsi ternak yang terpilih dalam seleksi dinyatakan dengan (p), kemudian nilai ini dapat dilihat pada tabel (Falconer and Mackay, 1996) . Pada akhirnya gabungan antara intensitas calon tetua jantan dengan calon tetua betina dan dibagi dua disebut Intensitas Seleksi Total .

Pada tingkat intensitas seleksi yang sama dapat dilakukan seleksi tidak langsung yaitu bobot sapih (BS) berdasar pada bobot lahir (BS), maka diperlukan para meter genetik yang lain, yaitu korelasi genetik (rgBS_BL ) antara bobot lahir (BL) dan bobot sapih (BS) dan kecermatan

seleksi ( .jhB ) serta simpangan baku fenotific sifat ke dua (aPBS ) . Untuk melihat bahwa seleksi tidak langsung lebih efektif dibandingkan seleksi secara langsung, maka dicari efisiensinya (Q) yaitu

Bila hash kali korelasi genetik dengan kecermatan seleksi (BS) lebih besar dari kecermatan seleksi (BL), maka seleksi tidak langsung lebih efektif dan nilainya lebih besar dari satu . Tujuan Penelitian adalah untuk menduga dan mempelajari respon seleksi Bobot Lahir (BL), Bobot Sapih (BS) dan Bobot Yearling (BY) dan, respon seleksi sifat berkorelasi antara BS dengan BL dan BY dengan BS, serta efisiensi relatif seleksi tidak langsung BS berdasar BL dan BY berdasar BS .

Bahan dan Metode

Ternak , Sapi Bali yang digunakan sebagai obyek sebanyak 203 ekor induk sapi Bali dan 28 ekor pejantan . Data yang digunakan sebanyak 523 data BL, 477 data BS, dan 370 data BY yang dicatat sebagai keturunanannya . Metoda penelitian yang digunakan adalah study kasus.

Komponen ragam, corelasi genetik diduga dengan menggunakan metoda REML dengan pola Animal Model dan Maternal genetics effect, dan perangkat lunak yang digunakan adalah

Variance Component Estimation - VCE 4 .2 (Groeneveld, 1998). Efek tetap yang dilibatkan adalah jenis kelamin, paritas dan tahun musim .

Persamaan Statistik "Multivariate Model Maternal Genetic Effects " :

Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008

(4)

Y l = X1 B1 +Z t Ut +W ., +e1 Keterangan : Y, dan Y2 X, dan X2 Z, dan Z2 W, dan W2 b, dan b2 u, dan u2 m, dan m2 e l dan e2 Y, XI 0 b1 _Y2 - 0 X2 b 2_ Var(e)=R=

= Vektor untuk pengamatan sifat 1 dan sifat 2

= disain matriks berhubungan dengan efek tetap, Sex, Paritas dan tahun musim . = disain matriks berhubungan dengan efek random

= disain matriks berhubungan dengan efek Maternal genetik = Vektor untuk efek tetap sifat 1 dan 2

= Vektor untuk efek random sifat l dan 2

= Vektor untuk efek maternal genetik sifat I dan 2 = Vektor residu sifat I dan 2

Model Persamaan Gabungannya :

_z1 0 0 Z2 cov(e, , e, ) cov(e 2 ,e,) h2 _ cov(u 1 ,u I )

cov(u, , u,) + cov(e 1 , e,

h2 cov(u 2 ,u2 ) z _ cov(u2 , u2 )+ cov(e2 , e2 ) u1 _u2 cov(u, , u1 ) Var(u) = G = cov(u2 ,u,) cov(u2,U2)_ cov(u dan cov(e, , e2 ) cov(e 2 , 2,e2)-[w, 0 0 W2 m, -m2 z A 6 g2l

Korelasi Genetik (rg) = cov(u 1 ,u2) Jcov(u, , u,) + cov(uz, u, )

Korelasi fenotipik (rp) = cov(u, , uz) + cov(e 1 , ez )

J{cov(u 1 , u ) + cov(e„ e, )} {cov(u 2 , u2 ) +cov(e2 ,e2)1

Keterangan : Y2 = X2 B2 + Z2 U2 +W.2+e2 e, e2 -A 6 11 A 6 z gz g12 I6 2 ell ll I~e12 A6 zg22 h 2l I6 z ez e22 _ =I®R =G®A

Persamaam Statistik "Multivariate Animal Model " : Y, = X1 B1 + Z1 U, + W pei + e l dan Y, - X2 B2 + Z2 U2 + Wpe2+ e2 Keterangan : Y, dan Y 2

= Vektor untuk pengamatan sifat I dan sifat 2

o-g, = cov(u1, u1 ) 0g 2 = cov(u2,u2) (Tel =cov(el ,e1 )

= Variance Genetik untuk sifat ke 1 = Variance Genetik untuk sifat ke 2 = Variance Phenotipik sifat 1 6e2 = cov(e2, e2 ) Variance Phenotipi sifat 2

42 Heritabilitas sifat I h 2z r s r p A I Heritabilitas sifat 2 Korelasi Genetik Korelasi Phenotipik Matrix untuk kekerabatan Matrix untuk identitas

(5)

X, dan X2

= desain matriks berhubungan dengan efek tetap, Sex, Paritas dan tahun musim . Z, dan Z2

= desain matriks berhubungan dengan efek random W, dan W2

= desain matriks berhubungan dengan lingkungan permanen b, dan b2

= Vektor untuk efek tetap sifat I dan 2 u, dan u2

= Vektor untuk efek random sifat I dan 2 pe, dan pe2

= vektor untuk lingkungan permanen sifat I dan 2 e, dan e 2

= vektor residu sifat 1 dan 2

Model Persamaan Gabungannya : + Z 0 u, + 0 Z2--u 2 _0 W2 Y, Xt 0 b, YZ 0 XZ b 2

Hasil dan Pembahasan

W, 0 pe,

pee e, e 2

Penghitungan intensitas seleksi dengan cara membagi tinggi batas ordinat kurva normal untuk fenotipe dengan proporsi ternak yang terseleksi sebagai calon induk, dan selanjutnya dapat dilihat di Tabel intensitas seleksi . Intensitas seleksi (i = zip, dimana i = seleksi intensitas, z = tinggi ordinate pada kurva normal untuk phenotype, p = proporsi ternak sapi yang terseleksi (Falconer and Mackay, 1996) .

Respon seleksi untuk bobot lahir (BL) dihitung dengan mengalikan intensitas seleksi total dengan heritabilitas bobot lahir (BL) dikalikan lagi depgan simpangan baku Bobot Lahir (BL) (RBL= i 1,2 O p ,di mana : RBL= response seleksi Bobot lahir, h12=heritabilitas Bobot lahir, i =

intensitas seleksi [(i jantan+ i betina)/2], 07P = simpangan baku untuk bobot lahir (BL) . Respon seleksi bobot sapih sama dengan cara mencari respon seleksi pada bobot lahir, hanya saja parameter genetiknya adalah bagi sifat bobot sapih .

Respon seleksi sifat berkorelasi antara bobot lahir (BL) dan bobot sapih (BS) dapat dihitung dengan mengalikan intensitas seleksi total (ttotal = I lahir + i sapih)/2 ) dengan kecermatan seleksai bobot lahir ( . jh,2 ) dan kecermatan seleksi bobot sapih ( Vh,2 ), kemudian dikalikan dengan hasil perkalian antara korelasi genetik antara bobot lahir dan bobot sapih (rg

( BL-BS) ) dan simpangan baku fenotipe bobot sapih (CR 2 = i h, h2 rg12 ap2)(Falconer and Mackay,

1996) .

Efisiensi relatif adalah seleksi tidak langsung bobot sapih berdasar bobot lahir dibagi seleksi langsung bobot lahir, atau dengan mengalikan korelasi genetik (BL-BS) dengan hasil bagi antara kecermatan seleksi bobot lahir oleh kecermatan seleksi bobot sapih adalah :

Q= R2 = hl rg12 Rz z

(Falconer and Mackay, 1996).

Deskripsi data mengenai BL, BS dan BY di Pusat pembibitan dan pengembangan sapi Bali, Pulukan, Jembrana Bali, yang berasal dari 523 data BL, 477 data BS dan 370 data BY yang merupakan keturunan dari 28 pejantan dan 203 induk, tercantum pada Tabel 1 . Yang sebelum ditabulasi dan diberikan kode menurut ketentuan dari metode analisis REML . Bobot lahir (BL) diukur saat anak sapi dalam kurun 24 jam setelah dilahirkan, Bobot sapih ditimbang

Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008

(6)

pada saat anak sapi berumur 205 hari dan bobot Yearling ditimbang pada saat umur satu tahun.

Dimana: KV= Koefisien Variasi; N = total data .

Pada Tabel 1 tampak rata-rata BL betina adalah 15,67 ±1,43 kg sedangkan koefisien variasi adalah 9,13%, sementara itu memiliki rentang data dari nilai minimum ke maksimum sebesar 11,00 kg ke 20,00 kg . Rata-rata BL jantan adalah lebih tinggi dibandingkan BL betina 16,74 ±1,43 kg dan koefisien variasinya adalah 8,54%, sementara itu rentang antara minimum dan maximum adalah 12,00 kg ke 23,00 kg . Bobot lahir ini hampir sama bila dibandingkan dengan peneliti terdahulu, Pastika dan Darmaja (1976) menyebutkan bahwa BL jantan sapi Bali adalah 16,57 kg dan BL betina adalah 15,12 kg, namun nilai BL jantan lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Siregar dkk (2001) yaitu 18,00 kg, sedangkan BL betina hanya 15,00 kg lebih rendah beberapa ratus gram bila dibandingkan dengan hasil penelitian sekarang . Berdasar atas kedua nilai koefisien variasi maka data BL termasuk kedalam kondisi seragam, dan kurang efektif bila dilakukan seleksi terhadap BL, karena karakter ini lebih banyak dipengaruhi oleh maternal genetik efek .

Rata-rata BS betina adalah 82,04 ±21,10 kg sedangkan koefisien variasi adalah 25,72%, rentang data mulai dari nilai minimum ke maximum sebesar 35,00 kg ke 137,00 kg . Rata-rata BS jantan adalah 91,46 ±22,70 kg lebih tinggi dibandingkan BS . Koefisien vareasi sebesar 24,82%, sementara rentang data BS berkisar antara nilai minimum adalah 50,00 kg dan maksimum 160 .00 kg . Kedua nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa data BS masih beragam sehingga bila dilaksanakan seleksi dengan kriteria BS akan efektif. Pada fase umur sapih ini terlihat kondisi data yang beragam, walaupun pada saat bobot lahir data dalam keadaan seragam, hal ini disebabkan karena masing-masing individu memberkan respon yang berbeda pada phase pertumbuhan acceleration. Nilai rata-rata BS in1 lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu yaitu 100,17 kg (Ardika, 1995), Bila dibandingkan dengan hasil penelitian lain (Sukmasari, 2001) tidak berbeda jauh yaitu 92,62 ±15,85 kg . Perbedaan yang tidak jauh ini disebabkan karena adanya pengolahan data dan waktu pengamatan yang berbeda.

Rata-rata BY betina adalah 122 ±23,66 kg sedangkan koefisien variasi adalah 19,34%, sementara itu memiliki rentang data dari nilai minimum ke maximum sebesar 57,00 kg ke 210,00 kg . Rata-rata BY jantan adalah lebih tinggi dibandingkan BY betina 111,92 ±23,03 kg dan koefisien variasinya adalah 20,58%, sementara itu rentang antara minimum dan maximum adalah 65,00 kg ke 205,00 kg . Kisaran koefisien variasi antara jantan dan betina menunjukkan kondisi data yang beragam, dan akan efektif bila dilakukan seleksi berdasar Robot Yearling. Rata-rata Bobot Yearling ini lebih rendah bila dibandingkan dengan peneliti terdahulu yaitu 149,74 ±2,41 kg (Ardika, 1995) . Penurunan Bobot yearling ini disebabkan karena managemen pemeliharan yang berbeda atau kualitas hijauan yang memerlukan perbaikan, selain itu juga tahun musim yang tidak sama dari tahun ke tahun . Pertumbuhan selanjutnya akan ditentukan oleh bobot umur satu tahun sehingga akan dicapai bobot potong

Tabel 1 Struktur DataBL, BS dan BYdi Pusat Pembibitan dan Pengembangan sapi Bali, Jembrana Bali .

Betina Jantan

Sifat N Rata-rata min. Max . KV N Rata-rata min. Max . KV (ekor) (kg) (kg) (kg) (%) (ekor) (kg) (kg) (kg) (%) BL 273 15,67±1,43 11,00 20,00 9,13 154 16,74±1,43 12,00 23,00 8,54 BS 247 82,04 ±21,10 35,00 137,00 25,72 230 91,46 ±22,70 50,00 160,00 24,82 BY 177 122,32±23,66 57,00 210,00 19,34 193 111,92±23,03 65,00 205,00 20,58

(7)

yang optimal bagi ternak jantan, dan sifat reproduksi betina akan akan didukung dengan baik dan menghasilkan bobot lahir yang tinggi bila bobot ternak betina umur satu tahunnya tinggi (Talib, 1991) .

Bobot badan dari ketiga macam periode ini memperlihatkan bahwa jenis kelamin jantan memberikan data yang lebih besar dari pada betina, hal ini disebabkan karena sistim hormonal . Androgen adalah suatu hormon kelamin yang termasuk hormon pengatur atau stimulan pertumbuhan . Hormon testoteron adalah salah satu dari steroid androgen yang dihasilkan oleh testes . Sekresi testoteron yang tinggi menyebabkan sekresi androgen yang tinggi pula . Hormon kelamin jantan ini dapat juga menyebabkan pertumbuhan yang lebih cepat pada ternak jantan dibandingkan ternak betina (Soeparno, 1992) .

Pada Tabel 2 di bawah ini tampak bahwa hasil analisis data BY, memberikan nilai heritabilitas yang paling tinggi (0,313 ±0,047) sehingga masuk kedalam katagori tinggi, dibandingkan dengan BS (0,267 ±0,046) dan BL (0,260 ±0,042), perbedaan ini memberikan arti yang cukup besar, sehingga bila dilakukan seleksi terhadap kriteria BY akan memberikan respon yang tinggi dan seleksi akan berjalan efetif (Dalton's, 1981) . Heritabilitas BL dan BS termasuk katagori rendah, karena kedua nilai tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh efek dari genetik induk (maternal genetic effect) .

Sejalan dengan pendapat Falconer dan Mackay (1996), bahwa dengan memanfaatkan korelasi genetik maka dapat dilakukan seleksi lebih dini sehingga dapat menghemat biaya dan waktu, dalam kasus ini bila akan menseleksi BY dapat dilakukan berdasar BS, dan seleksi terhadap BS dapat dilakukan berdasar BL .

Tabel 2 Heritabilitas, Kecermatan Selection, Simpangan baku dan Korelsi Genetik

Dalam menentukan model seleksi tidak hanya berdasar dari nilai heritabilitas, tapi juga nilai korelasi' genetik antara dua karakter turut diperhatikan, kalau model seleksi yang akan dilakukan secara tidak langsung (indirect selection) . Hal ini sejalan dengan pendapat Falconer and Mackay (1996) bahwa seleksi ini disebut double selection experiment.

Pada Tabel 2 tampak,juga bahwa kecermatan seleksi BL dan BS serta BY memberikan nilai berturut- turut 0,509 ; 0,516 dan 0,559 . Karena nilai kecermatan seleksi dihitung dari menarik akar dari nilai heritabilitas, maka nilainya akan tergantung dari besar kecilnya nilai heritabilitas . Nilai kecermatan seleksi dibutuhkan untuk menduka respon seleksi sifat berkorelasi, atau sering disebut seleksi tidak langsung .

Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008

5 5 Parameter Genetik Bobot Lahir (BL) Bobot Sapih(BS) Bobot Yearling (BY)

Ragam Genetik 0,723 129,335 190,775

Ragam Lingkungan Permanen 1,334 225,661 228,358

Ragam lingkungan Temporer 0,723 129,335 190,775

Heritabilitas (h2)±se 0,260 ±0,042 0,267 ±0 .046 0,313 ±0,074

Kecermatan Seleksi (Vh 2 ) 0,509 0,516 0,559

Maternal Genetik Efek (m')±se 0,480 ±0,042 0,466 ±0,046

Lingkungan Permanen

0,260 ±0,043 0,374 ±0,135

(pe) ±se

Korelasi Genetik (BL-BS) 0,260 ±0 .064

(8)

Nilai korelasi genetik antara BL dengan BS sebesar 0,260 ±0,064 termasuk katagori sedang, dan antara BS dengan BY adalah 0,622 ±0,045 termasuk katagori tinggi .

Pada Tabel 3 dari jumlah populasi data BL sebanyak 273 untuk pedet betina yang dianalisis, bila diambil 10 ekor pedet betina (3,66%) dan proporsi pedet jantan yang dijadikan calon pejantan 1 ekor (0,40%) dari populasi jantan 154 ekor, maka didapatkan sexratio (1 jantan 10 betina) dengan intensitas seleksi yang paling tinggi, karena semakin sedikit ternak yang dilibatkan dalam seleksi maka intensitas seleksi semakin tinggi . Intensitas seleksi akan berbanding terbalik dengan banyaknya ternak yang diseleksi sebagai calon tetua, hal ini sesuai dengan pendapat Kinghorn (1992) . Dalam intensitas seleksi yang tertinggi maka didapatkan respon seleksi yang paling tinggi yaitu 0,963 kg, dalam kenyataannya sulit dilakukan karena terlalu banyak ternak yang diafkir.

Respon seleksi BL dihitung dengan mengalikan intensitas seleksi dengan heritabiltas dan simpangan baku BL (R 1 = i hiz 07P )

Tabel 3 Respon Seleksi BL pada Intensitas Seleksi yang berbeda

Pada Tabel 3 selanjutnya tampak semakin banyak proporsi ternak yang dilibatkan dalam seleksi (10 ekor

a

dengan 100 ?) maka respon seleksi yang didapat paling rendah yaitu 0,577 kg . Hal ini harus dipertimbangkan mengingat bila terlalu sedikit jantan yang dilibatkan akan mendatang efek negatifin-breeding . Namun hal ini dapat ditanggulangi dengan mengganti individu jantan dalam kurun waktu yang jangan terlalu panjang .

Pendugaan repon seleksi BS tertera pada Tabel 4, nilai yang tertinggi dicapai respon seleksi dicapai pada intensitas seleksi yang paling tinggi yaitu 14,936 kg, dan pencapaian yang terendah ditemui pada intensitas seleksi yang paling rendah yaitu 9,175 kg . Angka ini akan berarti kenaikan bobot sapi pada generasi yang akan datang dicapai 14,936 kg bila dilakukan seleksi pada generasi sekarang .

Tabel 4 Respon Seleksi BS pada berbagai tingkat intensitas seleksi .

Pada Tabel 4 terlihat bahwa intensitas seleksi didapat yang paling tinggi (14,936 kg) pada penggunaan 1 ekor jantan (0,43%) dalarn populasi ternak jantan pada saat disapih sebayak Betina Terseleksi %) 3,66 7,32 10,98 14,65 36,63 n(head) 10 20 30 40 100 0,64 1 0,963 0,895 0,872 0,836 0,731 1,29 2 0,932 0,865 0,842 0,806 0,701 1,94 3 0,902 0,835 0 811 0,776 0,671

E

2,59 4 0,883 0,815 0,792 0,756 0,651 6,49 10 0,809 0,741 0,718 0,682 0,577 Betina Terseleksi (%) (p/a) 4,04 . . 8,09 12,14 16,19 40,48 n (head) 10 20 30 40 100 0,43 1 14,936 14,066 13,499 13,052 11,401 0,86 2 14,629 13,759 13,192 12,745 11,095 1,30 3 14,107 13,237 12,671 12,224 10,573 1,73 4 13,800 12,930 12,364 11,917 10,266 .~ 4,34 10 12,710 11,840 11,273 10,826 9,175

(9)

230 ekor. Ternak betina yang diseleksi sebanyak 10 ekor (4,04%) dari populasi ternak betina pada saat disapih sebayak 247 ekor . Pada peraihan respon seleksi terendah (9,175kg) dimana intensitas seleksi yang digunakan dengan melibatkan 10 ekor jantan (4,34%) dan betina 100 ekor (40,48%) betina .

Seluruh ternak jantan maupun betina yang terseleksi untuk jadi calon tetua memiliki bobot badan diatas rata-rata populasi . Pada kenyataannya sangat sulit menyarankan untuk tidak menggunakan pejantan yang terlalu banyak karena akan menurunkan perolehan kemajuan genetik, tapi karena sistim pemeliharaannya dilepas di lahan penggembalaan, jadi deteksi berahi kadang tidak mudah dilakukan, begitu juga aplikasi dari Al (Artificial Insemination) hanya mungkin bila sapi betina selalu di kandang . Pada berbagai intensitas seleksi pada tabel di atas, menunjukkan bahwa peningkatan bobot sapih pada generasi yang akan datang sebesar 14,936 - 9,175 kg diatas rata-rata populasi, akibat dilakukannya seleksi pada generasi sekarang .

Respon seleksi bobot umur satu tahun (BY) tertera pada Tabel 5 memperlihatkan respon yang paling tinggi adalah 18,334 kg diraih pada j umlah jantan 1 ekor (0,51%) dari jumlah populasi jantan yang ada pada umur satu tahun sebanyak 193 ekor dan ternak betina 10 ekor (5,64%) dari total betina yang ada sebanyak 177 ekor dan terendah pada 12,267 kg pada proporsi jantan 8 ekor (2,07%) dengan betina 80 ekor (45,19%).

Tabel 5 Respon S eleksi Bobot umur I Tahun (BY) pada bebagaiTingkat Intensitas seleksi

Pada Tabel 5 juga terlihat bahwa untuk mempertahankan sex ratio (1

a' :

10 ?) maka peluang peningkatan BY ada 5 peraihan bobot badan pada generasi yang akan datang adalah 18,334 kg ; 16,253 kg ; 15,316 kg, 13,963 dan 11,266 kg di atas rata-rata populasi . Proporsi ternak yang digunakan sebagai calon tetua adalah ternak yang memiliki BY diatas rata-rata populasi . Semakin banyak yang dilibatkan dalam seleksi, maka semakin menurun intensitas seleksinya, yang pada akhirnya peraihan peningkatan bobot badanpun akan berkurang juga .

Pendugaan respon seleksi sifat berkorelasi antara bobot lahir dan bobot sapih tercantum pada Tabel 6 di bawah ini, yang dihitung menggunakan rumus perkalian antara intensitas sekesi, kecermatan seksi bobot lahir, kecermatan seleksi bobot sapih, korelasi genetik antara BL dengan BS, dengan simpangan baku BS (CR2 = i h, hz rg12 a p2 ) ( Falconer dan Mackay, 1996)

Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November 2008 57

Betina Terseleksi (%) (%) 5,64 11,29 16,94 22,59 45,19 n (ekor) 10 20 30 40 80

a

0,51 1 18 .334' 17,116 17 .060 15,749 14,053 1,03 2 17,471 16,253 16,197 14,886 13,190

4

1,55 3 16,589 15,372 15 .316' 14,004 12,308 `'

2

2,07 4 16,548 15,330 15,274 13,963 12,267

H

5,18 8 15,547 14,329 14,273 12,962

(10)

11,266-Tabel 6 Respon Seleksi sifat berkorelasi antara BS dengan BL pada Intensitas seleksi yang berbeda

Tujuan menggunakan model seleksi tidak langsung ini adalah memanfaatkan nilai korelasi genetik antara BL dengan BS yang kemudian dikalikan dengan kecermatan seleksi BL . Bila hasil kali dari kedua variabel diatas lebih besar dari nilai kecermatan BS, maka seleksi tidak langsung BS akan lebih baik dari pada seleksi langsung terhadap BS, selain dari itu seleksi dini akan menghemat biaya dan waktu, karena tidak usah memelihara sapi yang kurang balk kualitas genetiknya

Pada Tabel 6 diatas tampak bahwa nilai yang tertinggi pencapaian BS adalah 3,964 kg dalam proporsi 4,04% (10 ekor betina) dengan 0,43% (1 ekor jantan) . Pada intensitas seleksi yang sama seleksi langsung terhadap BS Tabel 4 jauh lebih tinggi dibandingkan seleksi tidak langsung, hal ini terjadi karena nilai heritabilitas yang masuk katagori sedang akan memberikan kecermatan seleksi yang sedang juga, sementara korelasi genetik yang didapat antara BL dengan BS juga masuk katagori sedang . Hal ini disebabkan karena kedua karakter tersebut (BL dan BS) lebih besar ditentukan oleh Maternal Genetik

Effect.

Respon seleksi sifat berkorelasi antara BS dan BY tercantum pada Tabel 7 di bawah ini, sebagaimana juga respon seleksi sifat berkorelasi BL dengan BS menggunakan rumus yang sama, namun karena nilai korelasi genetik yang tinggi antara BS dengan BY (0,622) dan nilai heritabilitas BY juga masuk katagori tinggi (0,313) maka hasilnya lebih baik dibandingkan seleksi tidak langsung antara BL dengan BS . Perhitungan peraihan peningkatan Bobot Badan dengan metoda seleksi tidak langsung BY berdasar BS tercantum pada Tabel 7 di bawah ini . Tabel 7 Respon Seleksi sifat berkorelasi antara BY dengan BS pada Intensitas seleksi yang berbeda.

Pada Tabel 7, peningkatan bobot badan dengan menggunakan seleksi tidak langsung BY berdasar BS yang tertinggi adalah 10,670 kg pada intensitas seleksi yang tertinggi yaitu I ekor jantan (0,51%) dengan 10 ekor ternak betina (5,64%), sedangkan nilai pertambahan bobot badan yang terendah (6,559 kg) dalam simulasi berbagai intensitas seleksi terlihat pada proporsi ternak betina 45,19% (80 ekor betina muda) dan 4,14% (8 ekor ternak jantan) .

Hasil dari penelitian menujukan bahwa kunci keberhasilan metoda seleksi tidak langsung BS berdasar BL adalah nilai heritabilitas BL harus lebih tinggi dari pada nilai heritabilitas bobot Sapih, sehingga nilai kecermatan seleksi BL akan Iebh tinggi dari nilai kecermatan seleksi BS. Betina Terseleksi (%) (a~o) 4,04 8,09 12,14 ; ; 16,19 40,18 ; n (ekor) 10 20 30 40 100 0 0,43 1 3,964 3,734 3,583 3,465 3,026 0,86 2 3,883 3,652 5,502 3,383 2,945 1,30 3 3,745 3,514 3,363 3,245 2,806 1,73 4 3,663 3,432 3,282 3,163 2,725 H 4,34 10 3,374 3,143 2,992 2,874 2,435 Betina Terseleksi (%) 5,64 11,29 16,94 22,59 45, 9 n (ekor) 10 20 30 40 80 0 0,51 1 10,670 9,961 9,929 9,166 8,179 1,03 2 10,168 9,459 9,426 8,663 7,676 ~, 1,55 3 9,655 8,946 8,913 8,150 7 163 2,07 4 9,631 8,922 8,889 8,126 7,139 f~ 4,14 8 9,048 8 339 8,307 7,544 6,559

(11)

Pada kenyataannya prosedur metoda seleksi tidak langsung memiliki prosedur yang baku yaitu dengan memanfaatkan variasi yang maksimal antara individu yang diseleksi dengan rata-rata populasi, dan memaksimalkan heritabilitas dengan cara menurunkan variance lingkungan sebaik mungkin .

Efisiensi relatif dari seleksi tidak langsung BS berdasar dari BL adalah 2,56 dan BY berdasar BS adalah 6,73 . Ini berarti bahwa seleksi tidak langsung lebih baik dibandingkan seleksi

langsung terhadap karakter yang tersebut di atas . Nilai yang cukup besar untuk membandingkan juga dengan aspek ekonomi, karena dengan memperpendek interval generasi akan dapat menghemat biaya karena terhindar untuk membesarkan dan memberi makan anak sapi yang tidak produktif dan memiliki nilai genetik yang tidak baik.

Lebih ditekankan bahwa kecermatan seleksi dan korelasi genetik memberikan indikasi yang baik untuk menetukan model dari seleksi, dengan cara :

1 . Memaksimalkanphenotipik variance Sapi Bali yang terseleksi terhadap rata-rata populasi, 2 . Memaksimalkan nilai heritabilitas dengan jalan menurunkanvariance lingkungan .

Pada kesimpulannya seleksi tidak langsung akan digunakan selama seleksi langsung banyak memiliki kendala, dan untuk mempercepat pencapaian kemajuan genetik .

Kesimputan dan Saran

Respon Seleksi yang tertinggi untuk BL adalah 0,963 kg, untuk BS adalah 14,936 kg dan untuk BY adalah 18,334 diraih dengan sex ratio (1

a' :

10 ?) direkomendasikan penggunaan pejantan bila sesedikit mungkin dengan menggunakan Inseminasi buatan, dan pada kurun waktu yang tidak terlalu lama diadakan penggantian pejantan untuk menghindari efek in-breeding. Pada penggunaan methoda seleksi tidak langsung hanya memungkinkan bila heritabilitas sifat kedua lebih kecil dibandingkan yang pertama, dan korelasi genetik diantara kedua sifat yang masuk katagori tinggi . Pada penelitian ini didapatkan nilai respon seleksi tidak langsung BS berdasar BL adalah 3,964 kg dan BY berdasar dari BS adalah 10,670 kg pada tingkat intensitas seleksi yang sama. Efisiensi relatif seleksi BS berdasar BL adalah 2,56 dan BY berdasar pada BS adalah 6,73 .

Ucapan terima kasih

Terima kasih kepada Pimpinan Program Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali di Pulukan Jembrana Bali atas supply data recording.

Daftar Pustaka

Ardika, I . N ., 1995 . Parameter Phenotipik dan Genetik Sifat Produksi dan Sifat Re-produksi Sapi Bali pada Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3Bali) di Bali . Tesis . Fakultas Pasca Sarjana IPB .

Chalijah., A . R . Siregar dan J . Bestari, 2001 . Meningkatkan Survival Rate Dengan Perbai-kan Pakan Induk Bunting Tua . Proc . Rekayasa Teknologi Peternakan/RMP-11 . PUSLITBANGNAK . Bogor .

(12)

Cameron, N.D ., 1997 . Selection Indices and Prediction of Genetic Merit in Animal Bree-ding . CAB International . Wallingford, United Kingdom . 38-39 .

Dalton, D.C ., 1981 an Introduction to Practical Animal Breeding. Granada Publishing Limited . London.

Darmadja, D ., 1980 . Setengah Abad Peternakan Sapi Tradisional dalam Ekosistim Pertanian di Bali . Disertasi. Fakultas Pasca Saijana UNPAD Bandung .

Djagra, I . B ., K . Lana dan K . Sulandra, 1979 . Faktor_faktor yang Berpengaruh Pada Berat Lahir dan Berat sapih Sapi Bali . Proc . Seminar Keahlian di Bidang Peternakan . FKHP-UNUD, Denpasar, Bali .

Falconer D .S and Mackay, T.F .C ., 1996 . Introduction to Quantitative Genetic . (Fourth edition) Longman Malaysia . 209 - 246 .

Groeneveld, E . 1998 . VCE4 .2 User's Manual . Institute of Animal Husbandry and Animal Behavior . Federal Agriculture Research Centre . Germany .

Kinghorn, B ., 1992 . Principles of Genetic Progress in Animal Breeding, Animal Breeding the Modem Approach. Post Graduate Foundation in Veterinary Science . University of Sidney . Australia . Kirby, G .W.M., 1979 . Bali Cattle in Australia . Word Animal. Review 31 : 2-7 . FAO . Rome .

Legates, J.E. dan Warwick, E .J ., 1990 . Breeding and Improvement of Farm Animal (eighth edition) Mc . Craw-Hill Publishing Company . Singapore. Hal . 140-142 .

Lynch, M. and B . Walsch, 1999 . Genetic and Analyses of Quantitative Traits . Sanauer Associetes Inc. Mielenz dan Schiller, 1999 . Zuchtwertschatzung . Lehrmaterialien zur Nutztiergenetik . Institut fur

Tierzucht and Tierhaltung mit Tierklinik, MLU-Halle Wittenberg .

Siregar, A .R . K., I .G . Putu, C . Talib, H. Panjaitan, 2001 . Pola Pengembangan Sapi Potong di Indonesia (pengadaan Pejantan Unggul) Prosiding Hasil Penelitian Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan/rmp-II . Balibangnak. Bogor.

Soeparno, 1992 . Ilmu Teknologi Daging . Gajah Mada University Press . Jogyakarta.

Talib, C ., S . Sivarajasingam, G. N . Hinch and A . Bamualim, 1998 . Factor Influensing Prewaning and weaning Weight of Bali Cattle calves (Bds sondaicus) . Proc. of the 6 word Conggres on Genetics Applied to Livestock Production .

Warwick, E .J., Maria Astuti, Hardjosubroto, 1995 . Pemuliaan ternak . Gadjah Mada Uni-versity Press . Yogyakarta.

Widodo, W . dan L. Hakim, 1976 . Pemuliaan ternak. Universitas Brawijaya Malang .

Gambar

Tabel 1 Struktur Data BL, BS dan BY di Pusat Pembibitan dan Pengembangan sapi Bali, Jembrana Bali .
Tabel 2 Heritabilitas, Kecermatan Selection, Simpangan baku dan Korelsi Genetik
Tabel 3 Respon Seleksi BL pada Intensitas Seleksi yang berbeda
Tabel 6 Respon Seleksi sifat berkorelasi antara BS dengan BL pada Intensitas seleksi yang berbeda

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diketahui bahwa secara statistik Analisis data dengan uji chi square pada taraf kepercayaan 95%, menunjukkan variabel pendidikan(p=0,001),

Dari hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa pemahaman akuntansi dan motivasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja UKM Pertambangan di Kabupaten

Hasil analisis menggambarkan terdapat perbedaan kualitas hidup anak dengan tingkat pendidikan ayah, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Bagian tubuh manusia terdiri dari massa jaringan bebas lemak (lean. mass body) dan jaringan lemak atau

Jika di sisi penerima, file yang ingin dikirimkan sudah ada, tapi belum tentu sama (misalnya ukurannya lebih kecil/besar atau terdapat perbedaan karena versinya

Beberapa penyalahgunaan pada jenis hp diatas contoh pada android mudahnya mendapatkan celah-celah informasi dari berbagai sistem bug ( beberapa developer android

Selain itu, tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan akhir ini, penulis banyak

Bagi Guru Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai penambahan wawasan dalam mengelola pembelajaran fisika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered