1 1 1.1
1.1 LATAR BELAKANGLATAR BELAKANG
Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Masalah HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS (Kemenkes RI, 2012). HIV/AIDS belum dapat terbebas dari masalah HIV/AIDS (Kemenkes RI, 2012). HIV/AIDS belum dapat disembuhkan namun infeksi dan replikasi HIV masih bisa dicegah dengan terapi disembuhkan namun infeksi dan replikasi HIV masih bisa dicegah dengan terapi pengobatan
pengobatan antiretroviral. antiretroviral. Dibutuhkan Dibutuhkan kepatuhan kepatuhan yang yang tinggi tinggi untuk untuk menjalankanmenjalankan pengobatan
pengobatan antiretroviral antiretroviral tersebut. tersebut. Tingkat Tingkat kepatuhan kepatuhan pengobatan pengobatan di di IndonesiaIndonesia sangat rendah yaitu 40-70% yang masih dibawah target nasional dengan tingkat sangat rendah yaitu 40-70% yang masih dibawah target nasional dengan tingkat kepatuhan 95%. Salah satu penyebab rendahnya kepatuhan dalam menjalankan kepatuhan 95%. Salah satu penyebab rendahnya kepatuhan dalam menjalankan program
program pengobatan pengobatan di di Indonesia Indonesia adalah adalah kurangnya kurangnya dukungan dukungan dari dari keluargakeluarga (Latif, 2014).
(Latif, 2014).
Di Indonesia sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah penderita Di Indonesia sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS pada populasi tertentu di beberapa provinsi yang memang mempunyai HIV/AIDS pada populasi tertentu di beberapa provinsi yang memang mempunyai prevalensi
prevalensi HIV HIV cukup cukup tinggi. tinggi. Peningkatan Peningkatan ini ini terjadi terjadi pada pada kelompok kelompok orangorang berperilaku
berperilaku resiko resiko tinggi tinggi tertular tertular HIV HIV yaitu yaitu para para penjaja penjaja seks seks komersial komersial dandan penyalahguna NAPZA
penyalahguna NAPZA suntikan (suntikan (Martoni, 2013). Martoni, 2013). Jumlah Jumlah penderita penderita HIV HIV & A& AIDSIDS di Indonesia hingga juni 2012 mencapai 86.762 orang dan untuk penderita AIDS: di Indonesia hingga juni 2012 mencapai 86.762 orang dan untuk penderita AIDS: 32.103 orang (Sugiharti, 2014). Dalam triwulan Juli s.d September 2014 32.103 orang (Sugiharti, 2014). Dalam triwulan Juli s.d September 2014 dilaporkan tambahan HIV & AIDS sebagai berikut HIV: 7.335 AIDS: 176. dilaporkan tambahan HIV & AIDS sebagai berikut HIV: 7.335 AIDS: 176. Jumlah HIV & AIDS yang dilaporkan 1 Januari sampai dengan 30 September Jumlah HIV & AIDS yang dilaporkan 1 Januari sampai dengan 30 September 2014 adalah: HIV: 22.869 AIDS: 1.876 (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014). 2014 adalah: HIV: 22.869 AIDS: 1.876 (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014).
Jumlah penderita HIV & AIDS yang dilaporkan pada 1 Januari s.d 31 Jumlah penderita HIV & AIDS yang dilaporkan pada 1 Januari s.d 31 Maret 2016 adalah HIV: 32.711 orang sedangkan AIDS: 7.864 orang. Secara Maret 2016 adalah HIV: 32.711 orang sedangkan AIDS: 7.864 orang. Secara kumulatif HIV & AIDS 1 April 1987 sampai dengan 31 maret 2016 adalah jumlah kumulatif HIV & AIDS 1 April 1987 sampai dengan 31 maret 2016 adalah jumlah penderita
penderita HIV: HIV: 191.073 191.073 dan dan penderita penderita AIDS: AIDS: 77.940 77.940 orang. orang. KematianKematian HIV&AIDS : 9.976. Provinsi Jawa Timur menduduki posisi kedua besar penyakit HIV&AIDS : 9.976. Provinsi Jawa Timur menduduki posisi kedua besar penyakit HIV/AIDS, dengan jumlah kumulatif penderita HIV: 26.052 dan AIDS: 14.499. HIV/AIDS, dengan jumlah kumulatif penderita HIV: 26.052 dan AIDS: 14.499. Di Blitar mencapai jumlah HIV : 988 dan AIDS : 726 (Ditjen PP & PL Kemenkes Di Blitar mencapai jumlah HIV : 988 dan AIDS : 726 (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2016). Dari laporan situasi perkembangan HIV & AIDS di Indonesia sampai RI, 2016). Dari laporan situasi perkembangan HIV & AIDS di Indonesia sampai dengan september 2011 tercatat jumlah ODHA yang mendapatkan terapi ARV dengan september 2011 tercatat jumlah ODHA yang mendapatkan terapi ARV sebanyak 22.843 dari 33 provinsi dan 300 kabupaten/kota, dengan rasio laki-laki sebanyak 22.843 dari 33 provinsi dan 300 kabupaten/kota, dengan rasio laki-laki dan perempuan 3:1, dan presentase tertinggi pada kelompok usia 20-29 tahun dan perempuan 3:1, dan presentase tertinggi pada kelompok usia 20-29 tahun (Depkes RI, 2011). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan Di Poli (Depkes RI, 2011). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan Di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar didapatkan jumlah Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar didapatkan jumlah pasien yang positif
pasien yang positif menderita HIV dihitung menderita HIV dihitung mulai dari mulai dari bulan Januari bulan Januari 2016 sampai2016 sampai Juni 2017 adalah 840 orang dan yang sedang menjalankan pengobatan Juni 2017 adalah 840 orang dan yang sedang menjalankan pengobatan antiretroviral ada 250 orang.
antiretroviral ada 250 orang.
Individu dengan HIV positif, sistem imunitasnya akan mengalami Individu dengan HIV positif, sistem imunitasnya akan mengalami penurunan dan
penurunan dan membutuhkan waktu membutuhkan waktu beberapa beberapa tahun tahun hingga ditemukannya hingga ditemukannya gejalagejala tahap lanjut kemudian dinyatakan sebagai penderita AIDS. Hal ini tergantung tahap lanjut kemudian dinyatakan sebagai penderita AIDS. Hal ini tergantung pada
pada kondisi kondisi fisik fisik dan dan psikologinya. psikologinya. Ketika Ketika individu individu dinyatakan dinyatakan terinfeksi terinfeksi HIV,HIV, sebagian besar menunjukan perubahan karakter psikososial yaitu : hidup dalam sebagian besar menunjukan perubahan karakter psikososial yaitu : hidup dalam stress, depresi, merasa kurangnya dukungan sosial, dan perubahan perilaku stress, depresi, merasa kurangnya dukungan sosial, dan perubahan perilaku (Nasruddin, 2010).
Jumlah penderita HIV & AIDS yang dilaporkan pada 1 Januari s.d 31 Jumlah penderita HIV & AIDS yang dilaporkan pada 1 Januari s.d 31 Maret 2016 adalah HIV: 32.711 orang sedangkan AIDS: 7.864 orang. Secara Maret 2016 adalah HIV: 32.711 orang sedangkan AIDS: 7.864 orang. Secara kumulatif HIV & AIDS 1 April 1987 sampai dengan 31 maret 2016 adalah jumlah kumulatif HIV & AIDS 1 April 1987 sampai dengan 31 maret 2016 adalah jumlah penderita
penderita HIV: HIV: 191.073 191.073 dan dan penderita penderita AIDS: AIDS: 77.940 77.940 orang. orang. KematianKematian HIV&AIDS : 9.976. Provinsi Jawa Timur menduduki posisi kedua besar penyakit HIV&AIDS : 9.976. Provinsi Jawa Timur menduduki posisi kedua besar penyakit HIV/AIDS, dengan jumlah kumulatif penderita HIV: 26.052 dan AIDS: 14.499. HIV/AIDS, dengan jumlah kumulatif penderita HIV: 26.052 dan AIDS: 14.499. Di Blitar mencapai jumlah HIV : 988 dan AIDS : 726 (Ditjen PP & PL Kemenkes Di Blitar mencapai jumlah HIV : 988 dan AIDS : 726 (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2016). Dari laporan situasi perkembangan HIV & AIDS di Indonesia sampai RI, 2016). Dari laporan situasi perkembangan HIV & AIDS di Indonesia sampai dengan september 2011 tercatat jumlah ODHA yang mendapatkan terapi ARV dengan september 2011 tercatat jumlah ODHA yang mendapatkan terapi ARV sebanyak 22.843 dari 33 provinsi dan 300 kabupaten/kota, dengan rasio laki-laki sebanyak 22.843 dari 33 provinsi dan 300 kabupaten/kota, dengan rasio laki-laki dan perempuan 3:1, dan presentase tertinggi pada kelompok usia 20-29 tahun dan perempuan 3:1, dan presentase tertinggi pada kelompok usia 20-29 tahun (Depkes RI, 2011). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan Di Poli (Depkes RI, 2011). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan Di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar didapatkan jumlah Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar didapatkan jumlah pasien yang positif
pasien yang positif menderita HIV dihitung menderita HIV dihitung mulai dari mulai dari bulan Januari bulan Januari 2016 sampai2016 sampai Juni 2017 adalah 840 orang dan yang sedang menjalankan pengobatan Juni 2017 adalah 840 orang dan yang sedang menjalankan pengobatan antiretroviral ada 250 orang.
antiretroviral ada 250 orang.
Individu dengan HIV positif, sistem imunitasnya akan mengalami Individu dengan HIV positif, sistem imunitasnya akan mengalami penurunan dan
penurunan dan membutuhkan waktu membutuhkan waktu beberapa beberapa tahun tahun hingga ditemukannya hingga ditemukannya gejalagejala tahap lanjut kemudian dinyatakan sebagai penderita AIDS. Hal ini tergantung tahap lanjut kemudian dinyatakan sebagai penderita AIDS. Hal ini tergantung pada
pada kondisi kondisi fisik fisik dan dan psikologinya. psikologinya. Ketika Ketika individu individu dinyatakan dinyatakan terinfeksi terinfeksi HIV,HIV, sebagian besar menunjukan perubahan karakter psikososial yaitu : hidup dalam sebagian besar menunjukan perubahan karakter psikososial yaitu : hidup dalam stress, depresi, merasa kurangnya dukungan sosial, dan perubahan perilaku stress, depresi, merasa kurangnya dukungan sosial, dan perubahan perilaku (Nasruddin, 2010).
Meskipun AIDS belum bisa disembuhkan, namun infeksi ini dapat Meskipun AIDS belum bisa disembuhkan, namun infeksi ini dapat dikendalikan dengan pengobatan antiretroviral (ARV). Antiretroviral (ARV) dikendalikan dengan pengobatan antiretroviral (ARV). Antiretroviral (ARV) dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan, meningkatkan kualitas hidup dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan, meningkatkan kualitas hidup ODHA, dan meningkatkan harapan masyarakat, sehingga pada saat ini HIV dan ODHA, dan meningkatkan harapan masyarakat, sehingga pada saat ini HIV dan AIDS telah diterima sebagai penyakit yang dapat dikendalikan dan tidak lagi AIDS telah diterima sebagai penyakit yang dapat dikendalikan dan tidak lagi dianggap sebagai penyakit yang menakutkan (Kemenkes RI, 2011). Penggunaan dianggap sebagai penyakit yang menakutkan (Kemenkes RI, 2011). Penggunaan obat antiretroviral (ARV) diperlukan tingkat kepatuhan yang tinggi untuk obat antiretroviral (ARV) diperlukan tingkat kepatuhan yang tinggi untuk mendapatkan keberhasilan terapi dan mencegah resistensi (Martoni, 2013). Untuk mendapatkan keberhasilan terapi dan mencegah resistensi (Martoni, 2013). Untuk mencapai tingkat supresi virus yang optimal, setidaknya 95% dari semua dosis mencapai tingkat supresi virus yang optimal, setidaknya 95% dari semua dosis tidak boleh terlupakan (Sugiharti, 2014).
tidak boleh terlupakan (Sugiharti, 2014).
Sebuah penelitian yang dipublikasikan pada majalah Lancet (Juni, 2010) Sebuah penelitian yang dipublikasikan pada majalah Lancet (Juni, 2010) menunjukkan bahwa ODHA yang minum ARV secara rutin akan mengurangi menunjukkan bahwa ODHA yang minum ARV secara rutin akan mengurangi penularan
penularan kepada kepada pasangan pasangan heteroseksualnya heteroseksualnya sebanyak sebanyak 92%. 92%. Penelitian Penelitian yangyang dilakukan di sebuah rumah sakit di Jakarta Pusat menunjukkan keberhasilan dilakukan di sebuah rumah sakit di Jakarta Pusat menunjukkan keberhasilan pengobatan
pengobatan ARV ARV dimana dimana 77,2% 77,2% ODHA ODHA yang yang minum minum ARV ARV menunjukkan menunjukkan hasilhasil yang positif dengan meningkatnya CD4 hingga diatas 200. Pada 88,7% ODHA yang positif dengan meningkatnya CD4 hingga diatas 200. Pada 88,7% ODHA kadar virus HIV dalam darah tidak terdeteksi lagi. Sementara yang memiliki kadar virus HIV dalam darah tidak terdeteksi lagi. Sementara yang memiliki kualitas hidup dan kondisi psikologis baik masing-masing lebih dari 70%. Oleh kualitas hidup dan kondisi psikologis baik masing-masing lebih dari 70%. Oleh karena itu kepatuhan yang tinggi terhadap konsumsi ARV menjadi hal yang karena itu kepatuhan yang tinggi terhadap konsumsi ARV menjadi hal yang sangat penting dalam penganggulangan pengobatan HIV/AIDS. Menurut sangat penting dalam penganggulangan pengobatan HIV/AIDS. Menurut Friedman (2010) kepatuhan dalam melaksanakan terapi bisa dicapai dengan Friedman (2010) kepatuhan dalam melaksanakan terapi bisa dicapai dengan adanya dukungan keluarga.
adanya dukungan keluarga.
Salah satu fungsi keluarga menurut friedman (2010) adalah fungsi Salah satu fungsi keluarga menurut friedman (2010) adalah fungsi perawatan
masalah kesehatan dan mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga masalah kesehatan dan mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Banyak keluarga yang menyediakan agar tetap memiliki produktivitas tinggi. Banyak keluarga yang menyediakan berbagai
berbagai dukungan dukungan moral moral dan dan spiritual spiritual untuk untuk anggota anggota keluarga keluarga mereka mereka yangyang terinfeksi HIV- positif. Pada individu yang mengalami HIV/AIDS positif, salah terinfeksi HIV- positif. Pada individu yang mengalami HIV/AIDS positif, salah satu cara untuk meningkatkan sistem imunitas atau untuk menghambat satu cara untuk meningkatkan sistem imunitas atau untuk menghambat perkembangan virus HIV adalah de
perkembangan virus HIV adalah dengan program pengobatan.ngan program pengobatan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugiharti (2014) sebanyak 9 dari 11 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugiharti (2014) sebanyak 9 dari 11 ODHA memiliki tingkat kepatuhan dalam minum obat
ODHA memiliki tingkat kepatuhan dalam minum obat ARV > 95%. Faktor-faktorARV > 95%. Faktor-faktor yang mendukung ODHA dalam minum obat ARV adalah faktor keluarga. Dan yang mendukung ODHA dalam minum obat ARV adalah faktor keluarga. Dan didukung oleh hasil Penelitian yang dilakukan Latif (2014) menunjukan bahwa didukung oleh hasil Penelitian yang dilakukan Latif (2014) menunjukan bahwa ODHA yang mendapat dukungan keluarga lebih patuh dalam menjalankan ODHA yang mendapat dukungan keluarga lebih patuh dalam menjalankan program
program pengobatan. pengobatan. Serta Serta penelitian penelitian yang yang dilakukan dilakukan oleh oleh Evarina Evarina (2011)(2011) menunjukan bahwa adanya pengaruh dukungan keluarga terhadap program menunjukan bahwa adanya pengaruh dukungan keluarga terhadap program pengobatan
pengobatan pasien pasien HIV/AIDS. HIV/AIDS. Menurut Menurut hasil hasil penelitian penelitian Ahsan Ahsan tahun tahun 2012,2012, semakin tinggi dukungan keluarga ODHA akan semakin patuh dalam semakin tinggi dukungan keluarga ODHA akan semakin patuh dalam menjalankan program pengobatan.
menjalankan program pengobatan.
Menurut wawancara peneliti terhadap petugas Poli Cendana RSUD Ngudi Menurut wawancara peneliti terhadap petugas Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi dan beberapa dari ODHA, yang tidak teratur menjalankan Waluyo Wlingi dan beberapa dari ODHA, yang tidak teratur menjalankan pengobatan
pengobatan dikarenakan dikarenakan kemungkinan kemungkinan jarak jarak antara antara rumah rumah ODHA ODHA dengan dengan PoliPoli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi terlalu jauh, keluarga kurang mendukung Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi terlalu jauh, keluarga kurang mendukung dengan tidak mengantarkannya ke rumah sakit, keluarga tidak menjelaskan dengan tidak mengantarkannya ke rumah sakit, keluarga tidak menjelaskan tentang saran-saran dan program pengobatan penyakit HIV/AIDS yang harus tentang saran-saran dan program pengobatan penyakit HIV/AIDS yang harus dilakukan, bosan minum obat dan faktor dari rumah sakit karena persediaan obat dilakukan, bosan minum obat dan faktor dari rumah sakit karena persediaan obat kadang terlambat.
Berdasarkan Data tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Berdasarkan Data tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam menjalankan program hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan
pengobatan antiretrovial antiretrovial (ARV) (ARV) pada pada penderita penderita HIV/AIDS HIV/AIDS di di Poli Poli CendanaCendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar. 1.2
1.2 RUMUSAN RUMUSAN MASALAHMASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat disusun pertanyaan yang Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat disusun pertanyaan yang berkaitan
berkaitan dengan dengan penelitian penelitian yang yang akan akan dilakukan dilakukan yaitu yaitu adakah adakah hubunganhubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan antiretrovial (ARV) pada penderita HIV/AIDS di Poli Cendana RSUD Ngudi antiretrovial (ARV) pada penderita HIV/AIDS di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar?
Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar? 1.3
1.3 TUJUAN TUJUAN PENELITIANPENELITIAN 1.3.1
1.3.1 Tujuan Tujuan UmumUmum
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan hubungan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan antiretrovial (ARV) pada penderita HIV/AIDS di Poli Cendana RSUD Ngudi antiretrovial (ARV) pada penderita HIV/AIDS di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar?
Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar? 1.3.2
1.3.2 Tujuan Tujuan KhususKhusus 1.
1. Mengidentifikasi dukungan keluarga penderita HIV/AIDS di Poli CendanaMengidentifikasi dukungan keluarga penderita HIV/AIDS di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar
RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar 2.
2. Mengidentifikasi kepatuhan dalam menjalankan program pengobatanMengidentifikasi kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan antiretrovial (ARV) pada penderita HIV/AIDS di Poli Cendana RSUD Ngudi antiretrovial (ARV) pada penderita HIV/AIDS di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
3. Menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan antiretrovial (ARV) pada penderita HIV/AIDS di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar 1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1. Teoritis
Sebagai bahan penelitian lebih lanjut dan menambah referensi pengetahuan ilmu keperawatan medikal bedah khususnya mengenai hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan antiretrovial (ARV) pada penderita HIV/AIDS di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar .
1.4.2. Praktis
1. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan kajian untuk media promosi kesehatan dalam upaya meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan Antiretrovial (ARV) pada penderita HIV/AIDS di Poli Klinik Cendana Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
2. Bagi peneliti lain.
Dapat dipergunakan sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya dibidang epidemiologi khususnya yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kepatuhan terapi antiretroviral (ARV) pada penderita HIV/AIDS.
7 2.1 Dukungan Keluarga
2.1.1 Definisi dukungan keluarga
Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal, seperti dukungan dari suami, istri atau dukungan dari saudara kandung dan dapat juga berupa dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti. Dukungan keluarga
membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2010).
Dukungan keluarga didefinisikan oleh Silvitasari (2014) yaitu informasi verbal, sasaran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada tingkah laku penerimaannya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh
dukungan sosial, secara emosional merasa lega diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.
Menurut (Sarason dalam Silviasari, 2014), dukungan keluarga adalah keberatan, kesedihan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita.
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman, 2010).
2.1.2 Bentuk dukungan keluarga
Bentuk dukungan keluarga menurut Friedman (2010) antara lain: 1. Dukungan emosional (Emosional Support)
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Meliputi ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap anggota keluarga yang menderita HIV (misalnya: umpan balik, penegasan).
2. Dukungan Penghargaan (Apprasial Assistance)
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas anggota. Terjadi lewat ungkapan hormat (penghargan) positif untuk penderita HIV/AIDS, persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif penderita HIV/AIDS dengan penderita lainnya seperti orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah harga diri).
3. Dukungan Materi (Tangible Asssistance)
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, mencakup bantuan langsung seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu,
modifikasi lingkungan maupun menolong dengan pekerjaan waktu mengalami stress.
4. Dukungan Informasi (informasi support)
Keluarga berfungsi sebagai sebuah koletor dan disseminator (penyebar) informasi tentang dunia, mencakup memberri nasehat, petunjuk- petunjuk, saran atau umpan balik. Bentuk dukungan keluarga yang diberikan oleh keluarga adalah dorongan semangat, pemberian nasehat atau mengawasi tentang pola makan sehari-hari dan pengobatan. Dukungan keluarga juga merupakan perasaan individu yang mendapat perhatian, disenangi, dihargai dan termasuk bagian dari masyarakat.
2.1.3 Fungsi dan tugas keluarga 1. Fungsi pokok keluaraga
Fungsi keluarga biasanya didefinisikan sebagai hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga. Adapun fungsi keluarga tersebut adalah (Friedman, 2010) :
a. Fungsi afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian) : untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung.
b. Fungsi sosialisasi dan fungsi status sosial : proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial
dan belajar berperan di lingkungan.
c. Fungsi reproduktif : untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
d. Fungsi ekonomis : untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan, dan papan.
e. Fungsi perawatan kesehatan : untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
2. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Friedman (2010) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu:
a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya.
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.
b. Mengambil keputusan yang tepat bagi keluarga.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan diantara keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan untuk menentukan tindakan.
c. Memberikan keperawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak. Perawatan ini dapat dilakukan dirumah apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau kepelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.
dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada).
2.1.4 Cara Menilai Dukungan Keluarga
Menurut Nursalam (2008), Untuk mengetahui besarnya dukungan keluarga dapat diukur dengan menggunakan kuisioner dukungan keluarga yang mencakup empat jenis dukungan keluarga yaitu dukungan informasional, dukungan emosional, dukungan penilaian dan dukungan instrumental.
2.2 Kepatuhan
2.2.1. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan (ketaatan) adalah sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau yang lain.
Kepatuhan berasal dari kata patuh (Sarafino, 2014).
Komitmen atau keterkaitan pada suatu program disebut sebagai kesetiaan (adherence yang mungkin bersifat abadi (Susan, 2002). Menurut Susan (2002) kepatuhan pada program kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dengan begitu dapat langsung diukur secara tidak langsung melalui kuisioner atau hasil yang berkaitan dengan perilaku. Baik kepatuhan maupun kesetiaan mengacu pada kemampuan untuk mempertahankan program-program yang berkaitan dengan promosi kesehatan, yang sebagian besar ditentukan oleh penyelenggara perawatan kesehatan (Susan, 2002).
Seseorang dikatakan patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang dianjurkan oleh petugas (Silvitasari, 2014).
Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sebagai tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan atau melaksanakan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2003).
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), patuh berarti suka menurut perintah, taat kepada perintah atau aturan dan berdisiplin. Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada ajaran dan aturan.
2.2.2. Variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan
Beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Muliawan (2008) adalah :
1. Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status sosio ekonomi dan pendidikan.
2. Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi.
3. Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek samping yang tidak menyenangkan.
4. Varibel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan biaya finansial.
2.2.3 Jenis Ketidakpatuhan
(Non compliance)
1. Ketidakpatuhan yang disengaja (Intentional non Compliance). Kepatuhan yang disengaja dapat disebabkan oleh :
a. Keterbatasan biaya pengobatan b. Sikap apatis pasien
c. Ketidakpercayaan pasien akan efektifitas obat.
2. Ketidakpatuhan yang tidak disengaja (Unitional non Compliance). Dapat disebabkan karena :
a. Pasien lupa minum obat.
b. Ketidaktahuan akan petunjuk pengobatan. c. Kesalahan dalam hal pembacaan etiket.
2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan
(Non Compliance)
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian antara lain:1. Pemahaman tentang instruksi
Tidak seorangpun dapat mematuhi instruksi jika dia salah paham tentang instruksi yang diberikan kepadanya.
2. Kualitas Interaksi
Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang terpenting dalam menentukan kepatuhan.
3. Isolasi sosial dan dukungan keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. 4. Keyakinan, sikap dan kepribadian
Pendapat becker (1979) telah membuat suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan.
2.2.5 Akibat Ketidakpatuhan
Menurut Spiritia (2012), Ketidakpatuhan dapat memberikan akibat pada program terapi yang sedang dijalankan, diantaranya :
1. Bertambah parahnya penyakit atau penyakit cepat kambuh lagi 2. Terjadinya resistensi
3. Keracunan
2.2.6 Cara untuk mengetahui ketidakpatuhan.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui kepatuhan, yaitu (Dinna, 2009):
1. Melihat hasil terapi secara berkala.
2. Memonitor pasien kembali datang untuk membeli obat pada periode selanjutnya setelah obat itu habis.
3. Melihat jumlah sisa obat.
4. Langsung bertanya kepada pasien mengenai kepatuhannya terhadap pengobatan.
2.2.7 Mengukur tingkat kepatuhan
Tingkat Ketidakpatuhan seseorang dalam menjalankan terapi dapat diukur dengan metode (Dinna,2009) :
1. Metode pengukuran langsung (pengukuran konsentrasi obat atau metabolitnya dalam darah atau urin)
2. Metode pengukuran tidak langsung meliputi wawancara dengan pasien, penilaian hasil pemeriksaan klinis.
Menurut Sugiharti (2014) pemantauan kepatuhan dilakukan berdasarkan laporan pasien sendiri, menghitung sisa obat, laporan dari keluarga atau
pendamping.
Menurut INRUD-IAA (International network for the Rational Use of Drug Initiative on Adherence to Antiretrovirals) untuk mengukur kepatuhan ada beberapa metode yaitu melalui laporan pasien sendiri (Self report), jumlah hari saat pasienmenerima obat, kunjungan pasien, dan perhitungan jumlah obat beserta laporan pasien pada catatan klinik.
Morisky secara khusus membuat skala untuk mengukur kepatuhan dalam mengkonsumsi obat yang dinamakan MMAS (Morisky Medication Adherence Scale). Dengan delapan pertanyaan yang menunjukan frekuensi kelupaan dalam minum obat, kesengajaan berhenti minum obat tanpa sepengetahuan dokter, kemampuan untuk mengendalikan diri untuk tetap minum obat (Morisky, 2014).
2.2.8 Strategi untuk meningkatkan kepatuhan
Pendapat Smet (1994) dalam Silvitasari (2014) berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan adalah :
1. Dukungan profesional kesehatan
Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena komunikasi yang baik diberikan oleh professional kesehatan baik dokter/perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.
2. Dukungan social
Dukungan social yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan
kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi. 3. Perilaku sehat
Modifikasi perilaku sangat diperlukan. Untuk pasien dengan HIV/AIDS diantaranya adalah tentang bagaimana cara untuk menghindari dari komplikasi lebih lanjut apabila sudah menderita HIV/AIDS. Modifikasi gaya hidup dan control secara teratur atau minum obat anti HIV/AIDS sangat perlu bagi pasien HIV/AIDS.
4. Pemberian informasi
Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai penyakit HIV/AIDS serta cara pengobatannya.
2.3 HIV/AIDS
2.3.1 Definisi HIV/AIDS
HIV (Human Immuno Deficiency Syndrom Virus) adalah satu jenis virus yang menyerang sel darah putih atau kekebalan (Sudoyo, 2009). AIDS adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired berarti didapat, bukan keturunan. Immune terkait dengan sistem kekebalan tubuh kita. Deficiency berarti kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti penyakit dengan kumpilan gejala, bukan gejala tertentu. Jadi AIDS bukan berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir (Spiritia, 2012).
HIV ( Human Immunodeficiency Virus) yaitu sejenis virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia. Virus HIV akan masuk ke dalam sel darah putih dan merusaknya, sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan
terhadap infeksi akan menurun jumlahnya. Akibatnya system kekebalan tubuh menjadi lemah dan penderita mudah terkena berbagai penyakit, kondisi ini disebut AIDS. AIDS (acquired immune deficiency syndrom) yaitu kumpulan gejala penyakit (sindrom) yang didapat akibat turunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh HIV (Yulrina, 2015). 2.3.2. Penyebab AIDS
AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV masuk dalam golongan virus retro yang disebut Human Immunodeficiency Virus. Virus ini diketemukan oleh Montagner, seorang ilmuwan dari perancis ( Institute Pasteur Paris, 1983), yang mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga saat itu dinamakan (LAV) atau Lymphadenophathy Associated Virus (Sudoyo, 2009). Penularan HIV/AIDS terjadi melalui cairan tubuh yang mengandung HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkoba, transfusi komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayi yang dilahirkannya. Oleh karena itu kelompok paling tinggi terhadap HIV/AIDS misalnya pengguna narkoba, pekerja seks komersil dan pelanggannya, serta narapidana. (Djoerban, 2006)
2.3.3. Epidemiologi HIV/AIDS
Perkembangan epidemi yang meningkat di awal tahun 2000-an telah ditanggapi dengan keluarnya peraturan presiden nomor 75 tahun 2006 yang mengamanatkan perlunya intensifikasi penanggulangan AIDS di Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara di Asia dengan epidemi yang berkembang paling cepat (UNAIDS, 2008). Kementerian Kesehatan memperkirakan, Indonesia pada tahun 2014 akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup
dengan HIV dan AIDS dibandingkan pada tahun 2008 (dari 277.700 orang menjadi 813.720 orang). Ini dapat terjadi bila tidak ada upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang bermakna dalam kurun waktu tersebut.
Peningkatan penanggulangan HIV dan AIDS yang efektif dan komprehensif di Indonesia memerlukan pendekatan yang strategik, yang menangani faktor-faktor struktural melibatkan peran aktif semua sektor. Tantangan yang dihadapi sungguh besar dilihat secara geografik dan sosial ekonomi, Indonesia berpenduduk terbesar ke empat di dunia dan terdiri lebih dari 17.000 pulau, dengan sistem pemerintahan terdesentralisasi mencakup lebih dari 400 kabupaten dan kota dan 33 provinsi. Kasus HIV telah dilaporkan oleh lebih dari 200 kabupaten dan kota di seluruh 33 provinsi. Mengingat epidemi HIV merupakan suatu tantangan global dan salah satu masalah yang paling rumit dewasa ini maka keberhasilan penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, tidak saja memberikan manfaat bagi Indonesia tetapi juga penanggulangan AIDS secara global (KPAN, 2010).
2.3.4 Patofisiologi HIV/AIDS
Masuknya HIV ke dalam tubuh manusia menurut (Nasronudin dan Maramis, 2007) melalui 3 cara yaitu :
1. Secara vertikal dari ibu ke anak
2. Secara transeksual (homoseksual maupun heteroseksual)
3. Secara horizontal yaitu kontak antar drah (Pemakaian jarum suntik bersama-sama secara bergantian, tato, tindik, transfuse darah, transplantasi organ, tindakan hemodialisa, perawatan gigi, khitanan masal, dan lain-lain yang kurang memperhatikan asas sterilitas).
4. Partikel virus yang ada dalam tubuh ODHA, akan bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukan gambaran penyakit kronis, sesuai dengan perusakan sistem tubuh yang juga bertahap. (Djoerban, 2006).
Menurut Yulrina (2015) perjalanan penyakit HIV/AIDS meliputi: Proses replikasi HIV
a) Struktur dan Materi Genetik HIV
Secara strukturl morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat lingkaran tedapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen fungsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol, dan env. Gag berarti grup antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope. Gen gag mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase, protase dan integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu: rev, nef, vif, vpu, dan vpr.
b) Siklus hidup HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek; hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasikan diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan
pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrit pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah paparan, dimana replikasi virus menjadi cepat. Siklus hidup HIV dapat dibagi
menjadi 5 fase, yaitu: 1) Masuk dan mengikat, 2) Reverse transcriptase 3) Replikasi,
4) Budding, 5) Maturase
c) Proses replikasi HIV
Sel CD4 berperan sebagai coordinator system imun, menjadi sasaran utama HIV. HIV merusak sel-sel CD4 sehingga system kekebalan tubuh menjadi porak- poranda. Berbeda dengan bakteri, misalnya : Mycobacterium tuberculosis yang berkembang-biak dengan membelah diri, maka HIV sebagai retrovirus butuh sel hidup untuk memperbanyak dirinya. Sel yang jadi sasaran adalah sel-sel CD4. HIV akan menempel di Sel CD4, memasuki dan menggunakannya sebagai mesin fotokopi untuk memperbanyak diri. Replikasinya bagitu cepat, bisa mencapai jutaan setiap harinya, sekaligus merusak sel CD4 yang digunakan sebagai host
atau inang. Replikasi HIV didalam sel CD4 terjadi melalui 7 tahap, yaitu:
1) HIV menempelkan diri (fusi) ke sel inang yang dalam hal i ni adalah sel CD4. 2) DNA virus terbentuk dengan bantuan enzim reverse transcriptase dan
integrase serta protein-protein virus lainnya memasuki sel inang (CD4). 3) DNA virus terbentuk dengan bantuan enzim reserve transcriptase.
4) DNA virus bergerak ke nucleus sel CD4 dan dengan bantuan enzim integrase berintegrasi dengan DNA sel inang (CD4).
5) Virus RNA baru dan digunakan sebagai genom (genetic informasi) RNA untuk membuat protein virus.
6) Virus RNA baru dan protein bergerak ke permukaan sel dan terbentuklah virus muda yang baru.
7) Virus HIV baru dimatangkan oleh enzim protease yang dilepas dari protein HIV, dan siap memasuki sel CD4 lainnya.
AIDS muncul, setelah benteng pertahanan tubuh, yaitu sisitem kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel-sel limfosit T (sel-T. Karena kekurangan sel-T, maka penderita mudah sekali terserang infeksi dan kanker yang sederhana sekalipun, untuk orang normal tidak berarti. Jadi bukan AIDS-nya sendiri yang menyebabkan kematian penderita,
melainkan infeksi dan kanker yang diderita (Tambayong, 2012). 2.3.5 Manifestasi klinis HIV/AIDS
Menurut Nursalam (2007) pasien HIV dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis, yaitu berdasarkan gejala mayor dan minor. Dua gejala mayor ditambah dua gejala minor didefinisikan sebagai infeksi HIV simptomatik.
a. Gejala Mayor :
1. Penurunan berat badan > 10%
2. Demam memanjang atau lebih dari 1 bulan 3. Diare kronis
4. Tuberkulosis b. Gejala Minor :
1. Kandisiasis Orofaringeal
2. Batuk menetap lebih dari satu bulan 3. Kelemahan tubuh
4. Berkeringat malam 5. Hilang nafsu makan 6. Infeksi kulit generalisata 7. Limfadenopati generalisata 8. Herpes zooster
9. Infeksiherpes simplex kronis 10. Pneumonia
11. Sarkoma Kaposi
Menurut WHO dalam Nursalam (2007) Klasifikasi klinis infeksi HIV pada orang dewasa adalah :
1. Stadium I
Asimptomatik, aktifitas normal a. Asimtomatis
b. Limfadenopati generalisata persisten 2. Stadium II
Simptomatik, aktifitas normal a. Berat badan menurun < 10%
b. Kelainan kulit mukosa yang ringan seperti : dermatitis seroboik, prurigo, ulkus oral yang rekuren, dan chelitis angularis
c. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
3. Stadium III
Pada umumnya lemah, aktivitas di tempat tidur kurang dari 50% a. Penurunan berat badan > 10%
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Kandisiasi orofaringeal e. Oral Hairy leukoplakia
f. TB paru dalam tahun terakhir
g. Infeksi bacterial yang berat seperti pneumoni dan piomiositish 4. Stadium IV
Pada umumnya sangat lemah, aktifitas ditempat tidur lebih dari 50% a. HIV wasting syndrome
b. Pneumonia Pneumonic carini
c. Toksoplasmosis otak
d. Diare karenacryptosporidiosis lebih dari satu bulan e. Kriptokokosis Ekstrapulmonal
f. Renitis virus sitomegalo
g. Herpes simplex mukokutan lebih dari 1 bulan h. Leukoenselopati multifokal progresif
i. Mikosis diseminaata j. Kandisiasis di esophagus
k. Mikrobakteriosis diseminata seperti histoplasmosis l. Kandisiasis di esophagus, trakea, bronkus, dan paru m. Mikrobakteriosis atipikal diseminata
n. Septisemia salmonellosis nontifoid o. Tuberkulosis di luar paru
p. Limfoma
q. Sarkoma kaposis r. Enselopati HIV
2.3.6 Pemeriksaan HIV/AIDS
Menurut Nursalam (2007) Pemeriksaan atau tes diagnostik pada HIV/AIDS adalah tes ELISA. Tes tersebut sangat sensitive tetapi tidak selalu spesifik, karena penyakit lain juga dapat menunjukan hasil positif. Tes lain yang biasanya digunakan untuk mengkonfirmasi hasil ELISA adalah Western Blot
(WB), Indirect Immunofluoresence easay (IFA), ataupun radio-immunopreciptation easay (RIPA).
Pada daerah-daerah di mana prevalensi HIV sangat tinggi, dua kali ELISA positif ditambah gejala klinis bisa dugunakan untuk mendiagnosis HIV. Bila metode ini dipilih, maka akan lebih baik jika dipilih dua tipe tes ELISA yang berbeda.
Western Blot merupakan elektroforesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang ditemukan, berarti hasil tes negative. Sedangkan bila hampir atau semua rantai protein ditemukan , berarti Western Blot positif. Tes Western Blot mungkin juga tidak bisa menyimpulkan sesorang Menderita HIV atau tidak. Oleh karena itu, tes harus diulang lagi setelah dua minggu dengan sampel yang sama. Jika tes Western Blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka tes Western Blot harus
diulang lagi setelah 6 bulan. Jika tes Western Blot tetap negative maka pasien dianggap HIV negative.
Beberapa tes cepat untuk deteksi HIV dikembangkan dengan menggunakan teknologi serupa ELISA, dan hasilnya seakurat tes ELISA, keuntungan tes ini adalah hasilnya bisa didapat hanya dalam beberapa menit.
PCR (polymerase chain reaction) untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitive dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila hasil tes yang lain tidak jelas.
Apabila pasien terdiagnosa HIV positif, maka tingkat kerusakan kekebalan tubuh yang dialami perlu ditemukan. Limsofit CD4 (Sel T-helper ) merupakan salah satu cara untuk mengetahui kuantitas fungsi imunologi pasien. CD4 juga berguna untuk menentukan stadium klinis HIV. Tetapi bila pemeriksaan CD4 tidak tersedia, total hitung limsofit bisa sangat berguna. WHO mengembangkan kriteria stadium klinis berdasarkan total limsofit.
Pasien yang terinfeksi HIV hamper seluruhnya mengalami gangguan hematologi. Neutropenia (penurunan sel darah putih) bisa disebabkan karena virus itu sendiri atau obat-obatan yang digunakan pada pasien HIV. Bila ditemukan anemia, biasanya anemia normositik dan normokronik. Pasien juga bisa mengalami limfopenik (ditandai dengan penurunan sel darah putih dalam sirkulasi).
2.3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita HIV-AIDS menurut Nasronudin dan Maramis tahun 2007 adalah:
1. Penatalaksanaan Umum
Istirahat cukup guna meminimalkan kondisi hipermatabolik dan hiperkatabolik. Dukungan nutrisi berbasis mikro dan mk menghindari makronutrien harus optimal untuk menghindari munculnya sindrom wasting . Konseling yang memadai merupakan formulasi dukungan psikobiologis dan psikososial terhadap penderita HIV dan AIDS.
2. Penatalaksanaan Khusus
Karena penyebabnya adalah virus, maka pemberian antiretroviral therapy (ART) perlu diberikan secara kombinasi. Terhadap infeksi oportunistik dan malignasi, terapi disesuaikan dengan manifestasinya. Prinsip dasar penatalaksanaan penderita HIV dan AIDS :
a. Menurunkan angka kesakitan akibat HIV, dan angka kematian akibat AIDS
b. Meningkatkan kualitas hidup penderita
c. Mempertahankan serta memulihkan status imun penderita
d. Menekan serta menghambat replikasi HIV semaksimal mungkin (<50 kopi/ml) dan dipertahankan dalam kadar rendah tersebut selama mungkin.
Tabel.2.1. Obat, Dosis, Cara Pemberian, dan Efek Samping
Nama Generik Dosis Efek Samping
Abacavir (ABC)
300mg : 3 kali sehari, atau dalam bentuk
kombinasi dengan ZDV dan 3TC (Trizivir) 1 tablet : 2 kali sehari. Di dalam Trizivir,
terkandung 300mg ZDV, 150mg 3TC, dan 300mg ABC
Reaksi hipersensitifitas (dapat fatal), demam, rash, kelemahan umum, mual, muntah, nafsu makan menurun, gangguan saluran pernafasan (nyeri tenggorokan, batuk), asidosis laktat dengan hepatic stenosis
Didanosine (ddi)
>60 kg : 200mg : 2 kali sehari atau 400mg :1 kali sehari.
<60kg : 125mg : 2 kali sehari atau 250mg : 1 kali sehari.
Pankretitis,neuropati perifer, mual, diare,
asidosis laktat dengan hepatic stenosis Lamivudin (3TC) 150mg : 2 kali sehari atau <50 kg : 2mg/kg BB Toksisitas minimal, asidosis laktat dengan hepatic stenosis Stavudine (d4T) >60 kg : 40mg :2kali sehari. <60 kg : 30mg :2kali sehari Pankretitis,neuropati perifer, asidosis laktat
dengan hepatic stenosis, lipoartrophy
Zidovudine (ZDV, AZT)
300mg :2 kali sehari atau dalam bentuk kombinasi ZDV/3TC 300mg/150mg : 2 kali sehari
Anemia, neuropati,
intoleransi,gastrointestinal, sakit kepala, insomnia, miopati, asidosis laktat dengan steatosis.
Nevirapine (NVP)
200mg : 1 kali untuk 14 hari, yang diikuti oleh 200mg : 2 kali sehari
Rash kulit, sindrome steven-jhonson,
peningkatan kadar serum transaminase, hepatitis (Sumber : Dirjen P3L Kemenkes RI, 2014)
3. Keberhasilan Terapi Antiretroviral (ARV)
Keberhasilan terapi dapat dilihat dari tanda-tanda klinis pasien yang membaik setelah terapi, salah satunya infeksi oppurtunistik tidak terjadi. Ukuran jumlah sel CD4+ menjadi predictor terkuat terjadinya komplikasi HIV. Jumlah CD4+ yang menurun diasosiasikan sebagai perbaikan yang lambat dalam terapi, meski pada kenyataannya pasien yang memulai terapi pada saat CD4+ rendah,
akan menunjukkan perbaikan yang lambat. Namun jumlah CD4+ di bawah 100 sel/mm3 menunjukkan resiko yang signifikan untuk terjadinya penyakit HIV yang progresif. Maka, kegagalan imunologik.
4. Standar Pengobatan HIV/AIDS (Dirjen P3L Kemenkes RI, 2014).
Dalam buku Panduan Pengobatan HIV/AIDS yang diterbitkan Kemenkes RI (2011) disebutkan bahwa HIV sangat cepat bermutasi sehingga resisten terhadap obat. Untuk mengurangi kemungkinan tersebut, maka didalam penanganan infeksi HIV digunakan terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly
active antiretroviral therapy, disingkat HAART). Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari setidaknya tiga obat (disebut "koktail ) yang terdiri dari paling sedikit dua macam (atau "kelas") bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (NRTI) yang terdiri dari : Zidovudin (AZT/ZDV), Lamivudin (3TC), Tenofovir (TDF), Emtricitabine (FTC) dengan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI) yang terdiri dari Nevirapin (NVP), Efavirenz (EFV). (Dirjen P3L Kemenkes RI, 2011)
Berikut ini adalah rekomendasi cara memulai HAART pada ODHA dewasa:
Tabel 2.2 Saat memulai terapi pada ODHA dewasa
Target Populasi Stadium Klinis Jumlah Sel CD4 Rekomendasi ODHA dewasa Stadium Klinis 1
dan 2
>350 sel/mm Belum mulai terapi. Monitor gejala klinis dan jumlah sel CD4 setiap 6-12 bulan Stadium klinis 3
dan 4
<350 sel/mm Mulai terapi Pasien dengan
ko-infesksi TB Apapun stadium klinis Berapapun jumlah sel CD4 Mulai terapi Pasien ko-infeksi Hepatitis B dengan kronik aktif Apapun stadium klinis Berapapun jumlah sel CD4 Mulai terapi
Ibu Hamil Apapun stadium klinis
Berapapun jumlah sel CD4
Mulai terapi Sumber : (Dirjen P3L Kemenkes RI, 2014)
Tabel 2.3 Panduan Lini Pertama Pemberian 2 NRTI + 1 NNRTI Populasi Target Pilihan yang
direkomendasikan
Catatan Dewasa dan Anak AZT atau TDF+ 3TC (atau
FTC)+ EFV atau NVP
Merupakan pilihan kedua yang sesuai untuk sebagian besar pasien. Gunakan FDC jika tersedia
Perempuan Hamil AZT+ 3TC+ EFV atau NVP Tidak boleh menggunakan EFV pada trismester pertama, TDF adalah
merupakan pilihan Ko-infeksi HIV/TB AZT atau TDF + 3TC
(FTC) + EFV
Mulai terapi ARV segera setelah terapi TB dapat di toleransi antara 2-8 minggu. Gunakan NVP atau Triple NRTI bila EVF tidak dapat
digunakan Ko-infeksi HIV/Hepatitis B kronik TDF + 3TC (FTC) + EFV atau NVP Pertimbangkan pemeriksaan HbsAg terutama bila TDF merupakan paduan lini pertama. Diperlukan penggunaan 2 ARV yang
memiliki aktivitas anti-HBV
2.4 Kerangka Konsep
Ket : Tidak Diteliti = Diteliti =
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Kualitas Hidup ODHA
meningkat Panduan Pengobatan ARV : 1. Efektifitas 2. Efek samping 3. Interaksi Obat 4. Harga Obat 5. Kepatuhan Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan : 1. Variabel Demografi 2. Variabel Penyakit
3. Variabel Program terapiutik 4. Variabel psikosiosial
a. Dukungan Petugas Kesehatan
b. Dukungan keluarga meliputi emosional, penghargaan materi dan
informatif
Program Pengobatan ARV ODHA
Patuh Tidak Patuh
Terjadinya Resistensi obat
Parameter Kepatuhan :
1. Frekuensi kelupaan dalam mengkonsumsi obat
2. Kesengajaan berhenti mengkonsumsi obat tanpa diketahui oleh dokter
3. Kemampuan mengendalikan diri untuk tetap mengkonsumsi obat
- Meningkatnya harga diri - Merasa diperhatikan - Merasa dihargai
- Mendapatkan informasi tentang penyakit yang di derita
2.5 Hipotesis
Ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan antiretrovial (ARV) pada penderita HIV/AIDS di Poli Cendana
32 3.1 DESAIN PENELITIAN
Desain penelitian adalah hal yang amat penting dalam penelitian, yang memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa mempengaruhi akurasi suatu hasil. Istilah desain digunakan dalam dua hal: pertama, desain penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam mengidentifikasai permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data; kedua, desain penelitian digunakan untuk mengidentifikasi struktur dimana penelitian
dilaksanakan (Nursalam, 2011).
Desain penelitian yang digunakan adalah metode Cross-Sectional. Penelitian Cross-Sectional adalah jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali, pada suatu saat (Nursalam, 2011). Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan dukungan keluarga (dependen) dengan kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan antiretrovial (ARV) pada penderita HIV/AIDS (independen).
3.2 KERANGKA KERJA PENELITIAN (FRAME WORK)
Kerangka kerja adalah kerangka hubunggan antara konsep yang ingin diteliti atau diamat melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010).
Kerangka Kerja
Gambar 3.1 : Kerangka kerja penelitian hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan antiretrovial (ARV) pada penderita HIV/AIDS
Populasi
Penderita HIV/AIDS yang menjalankan program pengobatan arv sejumlah 250 orang.
dukungan keluarga
Pemberian kuesioner
Peneliti menetapkan sampel penelitian, yaitu klien yang terdiagnosa HIV/AIDS dan dalam masa pengobatan, terdaftar dan berkunjung di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi
menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 25oran .
Hasil
Kepatuhan minum obat
Analisis uji Korelasi Spearman (p)
Kesimpulan Pengumpulan data
3.3 POPULASI, SAMPEL DAN SAMPLING 3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah penderita yang menjalankan program pengobatan
antiretrovial HIV/AIDS di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Kabupaten Blitar. Didapat data kunjungan pasien HIV/AIDS pada bulan Juni 2017 sebesar 250 orang dengan rata-rata kunjungan pasien adalah 62 orang perminggu.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan di anggap mewakili populasi (Nursalam, 2011). Sampel dalam penelitian ini adalah ODHA di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Menurut Arikunto (2006) apabila jumlah sampel dalam suatu penelitian besar dapat diambil 10-15% atau 20-25%
atau lebih. Peneliti menetapkan jumlah sampel yang diambil sebesar 10% dari populasi 250 orang yaitu 25 orang.
10/100 x 250 = 25
3.3.3 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan
keseluruhan subyek penelitian (Nursalam, 2011).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode purposive sampling Dengan kriteria inklusi:
a. Responden yang berusia 20 – 60 tahun b. Responden yang menderita HIV > 2 bulan
c. Penderita yang tinggal dengan keluarga d. Dapat membaca dan menulis
e. Bersedia menjadi responden dengan menandatangani inform concent. Kriteria ekslusi :
a. Penderita HIV/AIDS yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap b. Penderita HIV/AIDS yang menolak untuk diminta menjadi responden.
3.4 IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN 3.4.1 Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga. 3.4.2 Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan antiretrovial (ARV).
3.5 DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional dan berdasarkan karakteristik yang diamati untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu obyek atau fenomena (Hidayat, 2007).
Adapun perumusan definisi operasional dalam penelitian ini akan diuraikan dalam tabel berikut:
36 Dukungan
Keluarga
Pemberian motivasi, informasi dan bentuk kepedulian yang dilakukan oleh keluarga yang dapat berpengaruh pada kepatuhan menjalankan program pengobatan antiretroviral (ARV) pada penderita HIV/AIDS.
berupa kelekatan, kepedulian, kepercayaan, di dengarkan dan mendengarkan
2. Dukungan Penghargaan: Dukungan yang berupa bimbingan, umpan balik untuk menengahi pemecahan masalah, mensuport, penghargaan dan perhatian. 3. Dukungan Instrumental: Dukungan
yang berupa menyediakan peralatan yang lengkap dan memadai.
4. Dukungan Informasional: Dukungan yang mencakup pemberian informasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah.
dukungan baik 2. 21-30= dukungan cukup 3. 11-20= dukungan kurang 4. 1-10= dukungan buruk Dependen kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan antiretrovial (ARV)
Suatu perilaku dimana pasien dengan HIV/AIDS berkomitmen untuk mengikuti dan mematuhi program pengobatan antiretroviral (ARV) sesuai dengan anjuran petugas kesehatan.
1. Frekuensi kelupaan dalam mengkonsumsi obat
2. Kesengajaan berhenti mengkonsumsi obat tanpa diketahui oleh dokter 3. Kemampuan mengendalikan diri untuk
tetap mengkonsumsi obat
Kuisioner MMAS-8 Ordinal 1. Skore > 2 = Kepatuhan rendah 2. 1 – 2 = Kepatuhan sedang 3. 0 = Kepatuhan tinggi. 37
2.3 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
2.3.4 Lokasi : Poli Klinik Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar
2.3.5 Waktu : Peneliti melakukan pengumpulan data pada bulan juli 2017
3.7 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.7.1 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen penelitian ini dapat kuesioner (daftar pertanyaan), formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
2.3 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
2.3.4 Lokasi : Poli Klinik Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar
2.3.5 Waktu : Peneliti melakukan pengumpulan data pada bulan juli 2017
3.7 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.7.1 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen penelitian ini dapat kuesioner (daftar pertanyaan), formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dukungan keluarga dan Kuesioner kepatuhan dalam menjalankan pengobatan arv (morisky scale). Pada kuesioner akan dicantumkan data demografi responden yang berisi tentang usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan.
1. Instrumen dukungan keluarga
Instrumen yang digunakan diadaptasi dari kuesioner Nursalam (2013). Dalam kuesioner terdapat empat poin dukungan antara lain: 1) Dukungan emosional: Dukungan yang berupa kelekatan, kepedulian, kepercayaan, didengarkan dan mendengarkan. 2) Dukungan penghargaan: Dukungan yang berupa bimbingan umpan balik untuk menengahi pemecahan masalah, memberikan
support, penghargaan dan perhatian. 3) Dukungan instrumental: menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi anggota keluarga yang memberikan perawatan. 4) Dukungan Informasional: mencakup pemberian
informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Skor maksimal dari kuesioner beban ini adalah 40 dengan 4 pilihan jawaban
‘selalu’ dinilai 4, ‘sering’ dinilai 3, ‘jarang’ dinilai 2, ‘tidak pernah’ dinilai 1.
Dengan pengkategorian sebagai berikut: a. 1
–
10 = dukungan burukb. 11
–
20 = dukungan kurang c. 21–
30 = dukungan cukup d. 31-40 = dukungan baik2. Instrumen Kepatuhan dalam menjalankan pengobatan antiretroviral (ARV) Instrumen Kepatuhan dalam menjalankan pengobatan antiretroviral (ARV) menggunakan kuisioner MMAS-8 (Morysky 8-item medication adherence questionere), peneliti memodifikasi kuesioner tersebut. Kuesioner kepatuhan dalam menjalankan pengobatan antiretroviral (ARV) terdiri dari 8 nomor yang semuanya menanyakan tentang kepatuhan minum obat. Terdapat 2
pilihan jawaban “YA” di nilai 1 dan “TIDAK” di nilai dengan 0 dan khusus
untuk pertanyaan nomor 8 terdapat 5 pilihan jawaban “A” dinilain dengan 0
dan “B
-E” di nil
ai dengan 1. Dengan pengkategorian sebagai berikut:a. 0 = Kepatuhan Tinggi b. 1-2 = Kepatuhan Sedang
c. >2 = Kepatuhan rendah
3.7.2 Prosedur Pengumpulan Data
1. Proses kegiatan penelitian dimulai setelah proposal mendapat persetujuan dari pembimbing institusi.
2. Peneliti mengajukan surat rekomendasi dari Ketua STIkes Patria Husada Blitar dan mengajukan surat permohonan ijin kepada Direktur RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
3. Peneliti mengajukan surat ke Kepala Badan Kesbang Politik dan Linmas untuk dibuatkan surat tembusan kepada instansi terkait dalam penyelenggaraan penelitian ini.
4. Setelah mendapatkan ijin dari Direktur RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar, peneliti mulai mengumpulkan data dengan mencatat pasien yang terdiagnosa HIV serta dalam masa pengobatan. Selanjutnya peneliti menggunakan teknik purposive sampling menentukan jumlah sampel dengan menghitung 10% dari populasi 250 orang. Sebelum peneliti mengambil data, peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat dari penelitian serta meminta persetujuan responden untuk bersedia menjadi responden penelitian. Peneliti menjelaskan etika penelitian (lembar pers etujuan, tanpa
nama, dan kerahasiaan), dan menjelaskan prosedur pengisian kuisioner serta menjelaskan apabila pada saat pengisian kuisioner responden mengalami kesulitan untu memahami maksud kuisioner, responden dapat menanyakan kepada peneliti yang selanjutnya peneliti menjelaskan maksud dari pertanyaan tersebut. Pada penelitian ini pasien berhak menolak dijadikan responden. Bagi yang bersedia untuk menjadi responden, peneliti akan meminta responden menandatangani lembar persetujuan (inform concent) untuk keterlibatannya dalam penelitian. Memberikan lembar informed consent yang harus diisi oleh responden jika menyetujui menjadi responden dalam penelitian ini.
5. Selanjutnya peneliti memberikan kuisioner kepada responden untuk di isi. Ada dua kuisioner yang harus di isi yaitu kuisioner Dukungan keluarga dan kuisioner kepatuhan dalam menjalankan pengobatan antiretroviral (ARV) MMAS-8 (morisky 8-item medication adherence scale).
6. Setelah kuisioner terisi peneliti melakukan pengecekan kelengkapan dalam pengisian kuisioner .
7. Selanjutnya peneliti melakukan tabulasi data dan terakhir peneliti melaporkan data hasil penelitian yang sudah diperoleh.
3.7.3 Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan dilakukan pengolahan data dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Editing
Editing adalah kegiatan menyeleksi data yang masuk dari pengumpulan data melalui hasil dari kuisioner dukungan keluarga dan hasil dari kuisioner kepatuhan dalam menjalankan pengobatan antiretroviral (ARV) (morisky scale)
2. Coding
Coding adalah kegiatan untuk memberikan kode terhadap data atau jawaban menurut kategorinya masing-masing.
3. Entri Data
Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau data base komputer. Kemudian di proses dengan menggunakan SPSS.
Tabulating adalah kegiatan menyusun data ke dalam tabel-tabel. 5. Teknik Analisis
Uji Statistik yang digunakan untuk hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan dalam menjalankan program pengobatan antiretrovial (ARV) pada penderita HIV/AIDS di Poli Cendana RSUD Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar dengan menggunakan uji correlation spearmans untuk mengetahui tingkat signifikan. Untuk membuktikan kuat atau lemahnya suatu hubungan atau pengaruh, maka digunakan pedoman sebagai berikut: untuk interval koefisien 0,00 – 0,199 menandakan tingkat hubungan yang sangat rendah, 0,20
–
0,399 menandakan tingkat hubungan yang rendah, 0,40–
0,599 menandakan tingkat hubungan yang sedang, 0,60–
0,799 menandakan tingkat hubungan yang kuat dan 0,80–
1,000 menandakan hubungan yang sangat kuat (Sugiyono, 2010).3.8 ETIK PENELITIAN
Penelitian dimulai dengan melakukan beberapa prosedur yang berhubungan dengan etik penelitian, meliputi:
1. Lembar persetujuan menjadi responden (Informed Consent)
Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti. Peneliti akan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama pengumpulan data, jika responden bersedia untuk diteliti maka responden harus menandatangi lembar persetujuan. Responden berhak untuk menolak diteliti, maka peneliti tidak boleh memaksa dan menghormati hak-haknya.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Kerahasiaan responden harus dijaga, oleh karena itu responden hanya menuliskan inisial nama pada lembar pengumpulan data (kuesioner) dan peneliti cukup memberi kode pada masing-masing lembar tersebut.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti oleh karena adanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian.
43
Tingkat Kepatuhan Menjalani Pengobatan Tuberkulosis Kambuh diPuskesmas Se-Kota Malang . Jurnal Kesehatan. Malang.
Anonym, Morisky. 8-item Medication Adherence Questionnaire, (online) 1986; tersedia dari URL:http://www.taiwanpharma.org.tw/ph/downloads /Morisky%20scale-1021025.pdf. Diakses 24 Februari 2017.
Ardhiyanti Yulrina, Lusiana Novita, dan Megasari kiki. 2015. AIDS Pada Asuhan Kebidanan. Yogyakarta: Deepublish (Group penerbit CV.Budi Utama). Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka
Cipta. Jakarta.
Aru W. Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, edisi V. Jakarta: Interna publishing.
Bastable Susan B. 2002. Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip- Prinsip Pengajaran Dan Pembelajaran. Jakarta : EGC.
Dinna. 2009. Kepatuhan Minum Obat (Complience). Farmakologi. Jakarta.
Ditjen PP dan PL. 2014. Laporan Situasi Perkembangan HIV-AIDS Triwulan III. Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Djoerban, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi I . Interna Publishing. Jakarta.
Evarina, dkk, 2011. Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap ProgramPengobatan Pasien HIV/AIDS di Posyandu RSUP Haji Adam Malik Medan. Sari mutiara.ac.id. Online Diakses tanggal 23 Februari
2017.
Fachri Latif, dkk. 2014. Efek Samping Obat terhadap Kepatuhan Pengobatan Antiretroviral Orang dengan HIV/AIDS (online), (http://journal.fkm.ui.ac//kesmas/article/view/495/447), Diakses tanggal 21 April 2017.
Friedman, M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Riset, Teori, Praktek . Edisi ke-5. Jakarta.
Hidayat, A. Aziz. Alimul. 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika.
Ika. Silvitasari, dkk 2014. Efektifitas Dukungan Keluarga terhadap kepatuhanpengobatan antiretroviral ARV pada ODHA di kelompok dukungan sebaya Kartasura. Ws.ub.ac.id. (online). Diakses tanggal 20 Februari 2017.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, 2008. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kemenkes RI. 2012. Laporan Perkembangan HIV-AIDS Triwulan I Tahun 2012. Jakarta : Kemenkes RI.
KPAN. 2010. Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS KPA. Depkes RI.
Martoni Wildra, Dkk. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien HIV/AIDS di Poli KLinik Khusus Rawat Jalan Bagian Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil Padamg Periode Desember 2011
–
Maret2012(online),(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39339/4/ Chapter%2011.pdf), Diakses tanggal 24 Februari 2017.
Morisky, D.E & DiMatteo, M.R, 2011. Improving the Measurment of Self Reported Medication Nonadherence: Response to Authors. Journal of
Clinical Epidemiology, vol 64 no 3.
Morisky, D.E & DiMatteo, M.R, 2014. Review of the Four item Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-4) And eight item Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8). Journal of Clinical
Epidemiology, vol 5 no3.
Muliawan, B.T. 2008. Pelayanan Konseling Akan Meningkatkan Kepatuhan Pasien Pada Terapi Obat . Online Diakses 24 Februari 2017 dari
http://www.binfar.depkes.go.id/def_menu.php
Nadronuddin. 2007. HIV & AIDS : pendekatan biologi molekuler, klinis dan sosial . Surabaya : Airlangga University Press.
Nasruddin, E., 2010. Psikologi Manajemen. Bandung: Pustaka Setia
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta
Nursalam. 2011. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi II. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi III. Jakarta: Salemba Medika.
Sarafino. 2013. Dukungan Keluarga. Jakarta : Salemba Medika. Spitiria. 2012. HIV&TB. Jakarta: Spitiria.
Sugiharti, Yuniar Yuyun, dan Heny Lestari. 2014. Gambaran Kepatuhan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) Dalam Minum Obat ARV di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat (online),
(http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/kespro/article/dowmload /3888/3733), Diakses Tanggal 24 Februari 2017.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta
Tambayong, J. 2012. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
UNAIDS, WHO. 2008. AIDS Epidemic Update. 2008. Online. Diakses tanggal 24 Februari 2017 dari : http://www.who.int
World Health Organization. 2006. The Stop HIV Strategy. WHO. 24
Zein, Umar, dkk. 2007. 100 Pertanyaan Seputar HIV/AIDS Yang Perlu Anda Ketahui. Medan: USU press; 1-44.