• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Ekspedisi Oseanografi Indonesia Bagian Timur Leg ke-3. Kajian Hidrodinamika Perairan Indonesia dan Dampaknya pada Ekosistem Laut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Ekspedisi Oseanografi Indonesia Bagian Timur Leg ke-3. Kajian Hidrodinamika Perairan Indonesia dan Dampaknya pada Ekosistem Laut"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Ekspedisi Oseanografi

Indonesia Bagian Timur Leg ke-3

Kajian Hidrodinamika Perairan Indonesia

dan Dampaknya pada Ekosistem Laut

Selat Makassar dan Lombok, 21 September – 2 Oktober 2016 Dibiayai oleh DIPA P3SDLP – Balitbang KP

Tahun Anggaran 2016 Tim Penyusun:

Agus Setiawan (ChiefScientist, P3SDLP)

Teguh Agustiadi (ChiefParty, BPOL)

Rizal F. Abida (P3SDLP) Tonny Adam Theoyana (P3SDLP)

Mualimah Annisaa (P3SDLP) Novita Ayu Ryandhini (P3SDLP)

Gusti Putu Sukadana (BPOL) Nadya Christa Mahdalena (BPOL)

Muhammad Fadli (ITB) Wawan Nurliansyah (BPSDMKP)

Edi Kusmanto (P2O LIPI) Elly Asnaryanti (P2O LIPI)

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan 2 0 1 6

(2)

Daftar Isi

Daftar Isi ... i

Daftar Tabel ... iii

Daftar Gambar ... iv

Bab 1. Pendahuluan ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Sistematika Pembahasan ... 3

Bab 2. Rencana Ekspedisi Oseanografi ... 4

Waktu Ekspedisi dan Wahana yang Digunakan ... 4

Rencana Jalur Ekspedisi, Posisi Mooring, dan Stasiun Pengukuran Insitu ... 4

Peserta Ekspedisi ... 7

Spesifikasi Teknis SubsurfaceMooring ... 8

Pengukuran Insitu ... 11

Metode Pengambilan dan Analisis Sampel Air ... 11

a. Sampel TSS ... 11

b. Sampel Plankton ... 11

c. Sampel Klorofil-a ... 12

d. Sampel Nutrien ... 13

Sampel Produktivitas Primer ... 13

f. Sampel Alkalinitas dan CO2 ... 15

Bab 3. Jurnal Harian Ekspedisi Oseanografi ... 16

Hari ke-1: Rabu, 21 September 2016 ... 16

Hari ke-2: Kamis, 22 September 2016 ... 17

Hari ke-3: Jumat, 23 September 2016 ... 18

Hari ke-4: Sabtu, 24 September 2016 ... 19

Hari ke-5: Minggu, 25 September 2016 ... 19

Hari ke-6: Senin, 26 September 2016 ... 20

Hari ke-7: Selasa, 27 September 2016 ... 20

Hari ke-8: Rabu, 28 September 2016 ... 21

Hari ke-9: Kamis, 29 September 2016 ... 21

Hari ke-10: Jumat, 30 September 2016 ... 22

Hari ke-11: Sabtu, 1 Oktober 2016 ... 22

Hari ke-12: Minggu, 2 Oktober 2016 ... 22

Bab 4. Data yang Dihasilkan ... 23

Lintasan Ekspedisi Oseanografi dan Posisi Stasiun Pengukuran ... 23

Data SubsurfaceMooring ... 24

Mooring M1 Selat Makassar ... 24

Mooring L1 Selat Lombok ... 26

Data Pengukuran Insitu ... 36

Data Sampel Air ... 38

Data Pengukuran Underway ... 42

Bab 5. Penutup ... 51 Lampiran ... L-1

(3)

Plot Data Underway Suhu, Salinitas, dan DO Permukaan Laut ... L-3 Plot Data Mooring M1 ... L-4 Plot Data Mooring L1 ... L-4 Logbook CTD-casting ... L-5 Plot Data Underway ADCP ... L-9 Jadwal Piket Harian ... L-10 Foto-foto Kegiatan ... L-12

(4)

Daftar Tabel

Tabel 1. Daftar posisi subsurface mooring dan stasiun pengukuran insitu dan

pengambilan sampel air ... 6

Tabel 2. Daftar nama peserta ekspedisi oseanografi leg ke-3 ... 7

Tabel 3. Deskripsi data dan peralatan pada M1 subsurfacemooring ... 24

Tabel 4. Deskripsi data dan peralatan pada L1 subsurfacemooring ... 26

Tabel 5. Deskripsi data pengukuran insitu ... 36

Tabel 6. Deskripsi pengambilan sampel ... 38

Tabel 7. Logbook pengukuran underway salinitas, temperatur, dan oksigen terlarut sepanjang lintasan Pelabuhan Bitung - Selat Makassar - Selat Lombok ... 42

(5)

Daftar Gambar

Gambar 1. Kecepatan arus di Selat Makassar dan Lombok pada kedalaman 155 meter berdasarkan hasil model numerik oseanografi. Lingkaran

merah menunjukkan lokasi subsurfacemooring yang dipasang P3SDLP

pada tahun 2015 dan akan di-recovery dalam ekspedisi oseanografi

saat ini. ... 2 Gambar 2. Kapal Riset Baruna Jaya VIII P2O - LIPI yang digunakan sebagai

wahana untuk Ekspedisi Oseanografi Indonesia Bagian Timur secara keseluruhan selama 32 hari layar (Foto oleh Teguh Agustiadi). ... 4 Gambar 3. Rencana jalur Ekspedisi Oseanografi Indonesia Bagian Timur secara

keseluruhan. Garis putus- putus dan lingkaran berwarna merah menunjukkan jalur ekspedisi oseanografi dan stasiun pengukuran

insitu leg ke-3, sementara tanda bintang berwarna kuning

menunjukkan posisi dari subsurfacemooring. ... 5

Gambar 4. Subsurfacemooring M1 di Selat Makassar, dipasang pada kedalaman

3346 m. Alat yang terpasang terdiri dari 2 buah ADCP 75kHz, dimana

jarak dari permukaan laut ke ADCP buoy adalah 303 m, 4 buah SBE 37

CTD, masing-masing pada kedalaman 306, 506, 709, dan 3309 m dari

permukaan laut, 2 buah SBE 56 temperaturelogger pada kedalaman

406 dan 609 m dari permukaan laut, dan 2 buah current meter

Aanderaa, masing-masing pada kedalaman 509 dan 3313 m dari permukaan laut (Sumber: CruiseReport TIMIT 2015). ... 8

Gambar 5. Subsurfacemooring M2 di Selat Makassar, dipasang pada kedalaman

3176 m. Alat yang terpasang terdiri dari 2 buah ADCP 75kHz, dimana

jarak dari permukaan laut ke ADCP buoy adalah 356 m, 5 buah SBE 37

CTD masing-masing pada kedalaman 56, 359, 559, 759, dan 3139 m

dari permukaan laut, 11 buah temperaturelogger SBE 56 yang

dipasang mulai dari kedalaman 81 hingga 331 m dengan interval 25

m, 2 buah temperaturelogger SBE 56 pada kedalaman 459 dan 659 m

dari permukaan laut, dan current meter Aanderaa sebanyak 1 buah

dipasang pada kedalaman 3143 m dari permukaan laut (Sumber:

CruiseReport TIMIT 2015). ... 9

Gambar 6. Subsurfacemooring L1 di Selat Lombok, dipasang pada kedalaman

1125 m. Alat yang terpasang terdiri dari 2 buah ADCP 75kHz, dimana

jarak dari permukaan laut ke ADCP buoy adalah 353 m, 5 buah SBE 37

CTD masing-masing pada kedalaman 53, 406, 538, 888, dan 1088 m

dari permukaan laut, 29 buah temperaturelogger SBE 56 yang

dipasang mulai dari kedalaman 60 hingga 340 m dengan interval 10

m, dan current meter Aanderaa sebanyak 1 buah dipasang pada

kedalaman 1092 m dari permukaan laut (Sumber: CruiseReport TIMIT

2015). ... 10 Gambar 7. Metode pengambilan sampel fito- dan zooplankton. ... 12 Gambar 8. Lintasan kapal sejak berangkat dari Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara

pada tanggal 21 September 2016 hingga selesai mooringrecovery di

Selat Lombok dan kapal mulai bergerak menuju Laut Jawa pada

(6)

Bab 1. Pendahuluan

Latar Belakang

Melanjutkan kegiatan The Transport, Internal Wave & Mixing in The ITF Regions

(TIMIT) yang merupakan kerjasama penelitian antara Badan Penelitian dan

Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) Indonesia dan State

Oceanographic Administration (SOA) Tiongkok pada tahun 2015, di Tahun

Anggaran 2016 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir (P3SDLP) – Balitbang KP melakukan ekspedisi oseanografi Kajian Hidrodinamika Perairan Indonesia dan Dampaknya pada Ekosistem Laut. Kegiatan ini didanai oleh DIPA P3SDLP Tahun Anggaran 2016 dan terdiri dari pengambilan data melalui

kegiatan recoverymooringbuoy yang telah dipasang pada tahun 2015 di 3 lokasi,

yaitu Selat Makassar sebanyak 2 buah dan Selat Lombok sebanyak 1 buah,

pengukuran insitu CTD, pH, oksigen terlarut, konsentrasi klorofil-a (fluorescence),

dan kekeruhan kolom air (turbidity), pengambilan sampel air untuk analisis

nutrien, klorofil-a, plankton, total suspended solid (TSS), dan net primary

production (NPP), dan pengukuran sepanjang lintasan ekspedisi (underway) kecepatan dan arah arus laut terhadap kedalaman serta salinitas dan temperatur permukaan air laut.

Mooringbuoy di Selat Makassar dan Lombok yang dilengkapi dengan sensor

pengukur kecepatan dan arah arus laut Acoustic Doppler Current Profiler (ADCP)

dan Aandera serta salinitas dan temperatur terhadap kedalaman ini dimaksudkan untuk mengukur besarnya transpor massa air Arus Lintas Indonesia (Arlindo) dari Samudera Pasifik khatulistiwa yang melalui Selat Makassar dan Lombok. Hasil estimasi menunjukkan bahwa volume air yang mengalir dari Samudera Pasifik khatulistiwa melintasi Selat Makassar cukup besar, yaitu sekitar 12 Sv (1 Sv

(Sverdrup) = 106 m3/det) (Wei et al., 2016). Aliran massa air ini kemudian

mengalir lebih lanjut ke Samudera Hindia melalui beberapa selat yang ada di perairan Indonesia, salah satunya adalah melalui Selat Lombok (lihat Gambar 1). Variabilitas Arlindo berpengaruh terhadap pertukaran bahang antara laut dan

atmosfer serta kedalaman termoklin dan kekuatan upwelling/downwelling yang

sangat penting bagi produktivitas perairan dan produksi perikanan nasional, seperti di Selat Makassar, perairan selatan Jawa hingga Nusa Tenggara dan pantai barat Sumatera. Dengan demikian, selain berpengaruh pada cuaca dan iklim, Arlindo juga memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kondisi ekosistem laut dan pesisir, pola migrasi ikan beserta daerah pemijahan,

pengasuhan, dan penangkapan ikan (fishing, spawning, andnurserygrounds)

perairan Indonesia. Arlindo juga telah memperkaya keanekaragaman hayati laut Indonesia karena menjadi tempat berkumpulnya khazanah sumberdaya hayati dua samudera besar.

(7)

Gambar 1. Kecepatan arus di Selat Makassar dan Lombok pada kedalaman 155 meter berdasarkan hasil model numerik oseanografi. Lingkaran merah menunjukkan lokasi subsurfacemooring yang dipasang P3SDLP pada tahun 2015 dan akan di-recovery dalam ekspedisi oseanografi saat ini.

Pada tanggal 4 dan 5 Oktober 2015, melalui ekpedisi oseanografi TIMIT 2015,

P3SDLP dan The First Institute of Oceanography (FIO) – SOA, Tiongkok telah

berhasil menempatkan 2 (dua) buah subsurfacemooring dengan identitas M1 dan

M2 di Selat Makassar pada kedalaman sekitar 300 meter, masing-masing pada posisi 119° 15,953’ BT - 0° 57,082’ LS dan 119° 44,971’ BT - 0° 48,044’ LS. Selanjutnya, melalui ekspedisi oseanografi yang sama, pada tanggal 12 Oktober

2015, P3SDLP dan FIO juga telah berhasil menempatkan 1 (satu) buah subsurface

mooring dengan identitas L1 di Selat Lombok pada kedalaman sekitar 1000 meter dan posisi 115° 57,591’ BT - 8° 25,138’ LS.

(8)

Tujuan

Tujuan utama dari dilaksanakannya Ekspedisi Oseanografi Indonesia Bagian

Timur Leg ke-3 ini adalah untuk me-recoverysubsurfacemooring yang telah

dipasang pada bulan Oktober 2015, melakukan pengukuran insitu dan underway

serta pengambilan sampel air. Data yang berhasil dihimpun melalui kegiatan ini akan dipergunakan lebih lanjut untuk beberapa hal berikut ini, yaitu:

• memetakan kondisi hidrodinamika, transpor massa air, dan gelombang internal

(internal waves);

• memetakan kondisi temperatur dan salinitas di permukaan dan terhadap

kedalaman;

• memetakan kondisi kualitas air (nutrien dan produktivitas primer); dan

• memvalidasi model prediksi laut dalam sistem prediksi laut Indonesia

(PRISILA).

Sistematika Pembahasan

Laporan ini tersusun atas 5 bab, yaitu:

(i). Pendahuluan pada Bab 1, membahas tentang latar belakang dan tujuan

kegiatan serta sistematika pembahasan laporan;

(ii). Rencana Ekspedisi Oseanografi pada Bab 2, membahas waktu ekspedisi dan

wahana yang digunakan, rencana jalur ekspedisi beserta titik-titik lokasi

mooring dan stasiun pengukuran insitu dan pengambilan sampel air, daftar

peserta ekspedisi, spesifikasi subsurface mooring yang akan di-recovery,

peralatan yang digunakan dalam pengukuran insitu, dan metode yang

digunakan dalam pengambilan dan analisis sampel air;

(iii). Jurnal Harian Ekspedisi Oseanografi pada Bab 3, menjelaskan detail kegiatan

yang dilakukan selama ekspedisi oseanografi berlangsung, dimulai sejak para peneliti naik ke kapal riset di pelabuhan keberangkatan Bitung, Sulawesi Utara hingga tiba di pelabuhan akhir Muara Baru, Jakarta;

(iv). Data yang Dihasilkan pada Bab 4, memberikan informasi mengenai data yang

berhasil dihimpun dalam ekspedisi oseanografi ini, baik yang berasal dari

peralatan yang terdapat di subsurface mooring, hasil pengukuran insitu,

maupun pengambilan sampel air;

(v). Penutup pada Bab 5, menjelaskan tentang kesimpulan akhir dari kegiatan

(9)

Bab 2. Rencana Ekspedisi Oseanografi

Waktu Ekspedisi dan Wahana yang Digunakan

Secara keseluruhan, Ekspedisi Oseanografi Indonesia Bagian Timur leg ke-1 hingga ke-3 akan dilaksanakan selama 32 hari layar, berangkat dari Pelabuhan Benoa, Bali hari Sabtu, 27 Agustus 2016 dan berakhir di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta hari Minggu, 2 Oktober 2016. Seluruh leg dalam ekspedisi oseanografi ini dilakukan dengan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VIII milik Pusat Penelitian

Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O – LIPI). Kapal riset ini

merupakan multipurposeresearchvessel buatan Norwegia dengan panjang kapal

overall 53,2 m.

Gambar 2. Kapal Riset Baruna Jaya VIII P2O - LIPI yang digunakan sebagai wahana untuk Ekspedisi Oseanografi Indonesia Bagian Timur secara keseluruhan selama 32 hari layar (Foto oleh Teguh Agustiadi).

Rencana Jalur Ekspedisi, Posisi Mooring, dan Stasiun Pengukuran Insitu

Kegiatan ini merupakan bagian dari Ekspedisi Oseanografi Indonesia Bagian Timur yang dilakukan oleh lingkup P3SDLP dan terdiri dari 3 leg, yaitu:

• Ekspedisi Oseanografi Prediksi Dinamika Laut (PDL), merupakan ekspedisi

oseanografi leg ke-1 dimana lokasi utama penelitian adalah Laut Banda. Pada leg ke-1 ini, kapal berangkat dari Pelabuhan Benoa, Bali pada hari Sabtu, 27 Agustus 2016 dan berakhir di Pelabuhan Ambon, Maluku pada hari Senin, 5 September 2016, dengan total hari layar 10 hari. Ekspedisi ini dilaksanakan oleh para peneliti dari Balai Penelitian dan Observasi Laut (BPOL) – Balitbang KP Jembrana, Bali;

• Ekspedisi Oseanografi INDESO Joint Expedition Program (IJEP), merupakan

ekspedisi oseanografi leg ke-2 dimana lokasi utama penelitian adalah Laut Maluku dan Sulawesi, meliputi Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715 dan 716. Ekspedisi oseanografi ini juga berlangsung selama 10 hari layar, berangkat

(10)

dari Pelabuhan Ambon, Maluku pada hari Selasa, 6 September 2016 dan berakhir di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara pada hari Kamis, 15 September 2016 dan dilaksanakan oleh para peneliti dari BPOL – Balitbang KP Jembrana, Bali;

• Ekspedisi Oseanografi Kajian Hidrodinamika Perairan Indonesia dan

Dampaknya pada Ekosistem Laut, merupakan ekspedisi oseanografi leg ke-3 dimana lokasi utama penelitian adalah Selat Makassar dan Lombok. Ekspedisi oseanografi ini berlangsung selama 12 hari layar, berangkat dari Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara pada hari Rabu, 21 September 2016 dan berakhir di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta pada hari Minggu, 2 Oktober 2016. Pelaksana dari ekspedisi oseanografi leg ke-3 ini adalah P3SDLP – Balitbang KP Jakarta.

Rencana jalur beserta posisi stasiun-stasiun pengukuran insitu, pengambilan

sampel air dan subsurfacemooring dari ekspedisi oseanografi leg ke-3 ini

diberikan pada Gambar 1 dan Tabel 1.

Gambar 3. Rencana jalur Ekspedisi Oseanografi Indonesia Bagian Timur secara keseluruhan. Garis putus- putus dan lingkaran berwarna merah menunjukkan jalur ekspedisi oseanografi dan stasiun pengukuran insitu

leg ke-3, sementara tanda bintang berwarna kuning menunjukkan posisi dari subsurfacemooring.

Ekspedisi oseanografi leg ke-3 dimulai pada hari Rabu, 21 September 2016 pukul 10.00 WITa, dimana Kapal Riset Baruna Jaya VIII akan berangkat dari Pelabuhan

Bitung, Sulawesi Utara dan ditargetkan tiba di posisi M2 mooring di Selat Makassar

pada hari Jumat, 23 September 2016 pagi hari. Setelah tiba di posisi M2 mooring,

tim recovery yang dipimpin oleh Sdr. Teguh Agustiadi akan melakukan pengecekan

keberadaan mooring dengan acousticdeck unit dan jika keberadaannya sudah

dapat dipastikan maka akan dilanjutkan dengan me-release sistem mooring

(11)

Tabel 1. Daftar posisi subsurface mooring dan stasiun pengukuran insitu dan pengambilan sampel air No. Station ID Position Longitude Latitude 1. M1 mooring 119° 15.953' E 00° 57.082' N 2. M2 mooring 119°44.971' E 00°48.044' N 3. St.SM1 119°25.129’ E 00°00.509’ N 4. St.SM2 119°52.015’ E 00°52.811’ S 5. St.SM3 118°50.814’ E 01°59.370’ S 6. St.SM4 118°28.069’ E 03°00.258’ S 7. St.SM5 117°59.932’ E 03°58.405’ S 8. St.SM6 117°30.410’ E 04°41.579’ S 9. St.SM7 117°06.849’ E 05°16.809’ S 10. St.SM8 116°47.266’ E 05°59.370’ S 11. St.SM9 116°21.769’ E 07°00.283’ S 12. St.SM10 116°07.686’ E 07°45.267’ S 13. L1 mooring 115° 57.591' E 8°25.138' S

Pasca-recovery M2 mooring, dengan asumsi tidak ada kendala dan kegagalan

release dimana perkiraan waktu recovery yang dibutuhkan adalah sekitar 4 jam,

kapal akan melanjutkan perjalanannya menuju ke posisi M1 mooring dan

melakukan release sistem mooring M1 dengan prosedur yang sama dengan saat

me-recovery M2 mooring. Pasca-recovery M1 mooring, selanjutnya kapal akan

melakukan CTD-casting hingga kedalaman 1000 meter untuk mengukur salinitas,

temperatur, pH, fluorescence, oksigen terlarut, dan kekeruhan air laut terhadap

kedalaman serta mengambil sampel air untuk analisis TSS, konsentrasi klorofil-a, alkalinitas, dan konsentrasi nutrien pada 7 lapisan kedalaman, yaitu 5, 20,

kedalaman dimana konsentrasi chl-a (fluorescence) maksimum, kedalaman dimana

salinitas air laut maksimum, 150, 300, dan 1000 meter. Jika CTD-casting dilakukan

pada pagi atau siang hari, maka akan dilakukan pula analisis NPP secara langsung melalui serangkaian reaksi kimia khusus untuk sampel air yang diambil pada kedalaman dimana konsentrasi chl-a nya maksimum.

Selesai dengan CTD-casting di M1, kapal akan melanjutkan perjalanannya menuju

ke Stasiun SM1 hingga SM10 untuk melakukan CTD-casting dan pengambilan

sampel air seperti yang dilakukan di lokasi M1 mooring. Pada Stasiun SM1 hingga

SM3 dan SM5 hingga SMN10, CTD-casting dan pengambilan sampel air hanya

dilakukan hingga kedalaman 1000 meter, sedangkan khusus di Stasiun SM4 yang

berada di Labani Channel, CTD-casting dilakukan hingga kedalaman 2000 m, tetapi

tanpa pengukuran pH karena alat pH meter yang ada di Kapal Riset Baruna Jaya VIII hanya dapat mengukur hingga kedalaman maksimum 1200 m.

Selesai dengan CTD-casting di Stasiun SM10, kapal akan melanjutkan

perjalanannya ke posisi L1 mooring di Selat Lombok. Dengan asumsi tidak ada

kendala teknis selama CTD-casting di 10 stasiun insitu, kapal diperkirakan akan

tiba di posisi mooring L1 mooring pada hari Rabu, 28 September 2015 pagi hari.

Selanjutnya pada posisi tersebut akan dilakukan pengecekan keberadaan mooring

dengan acousticdeck unit dan dilanjutkan dengan me-release sistem mooring

tersebut jika keberadaannya sudah dapat dipastikan kemudian dilanjutkan dengan

proses recovery. Estimasi waktu untuk recoverysubsurfacemooring L1 adalah

sekitar 4 jam. Selesai dengan kegiatan recoverysubsurfacemooring L1, akan

(12)

selanjutnya kapal akan melanjutkan perjalanan kembali ke Pelabuhan Muara Baru, Jakarta. Diperkirakan kapal akan tiba di Pelabuhan Muara Baru Jakarta pada hari Minggu, 2 Oktober 2016.

Peserta Ekspedisi

Peserta ekspedisi oseanografi ini terdiri dari para peneliti, asisten peneliti, dan teknisi dari P3SDLP dan BPOL, seorang petugas belajar dari BPSDMKP, asisten peneliti dari Program Studi Oseanografi ITB, serta kru dan teknisi litkayasa dari P2O – LIPI. Daftar peserta ekspedisi selengkapnya diberikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Daftar nama peserta ekspedisi oseanografi leg ke-3

No. Nama Afiliasi Posisi/Tugas

1. Dr. Agus Setiawan P3SDLP – Balitbang KP Chief Scientist

2. Teguh Agustiadi, ST BPOL – Balitbang KP Chief Party

3. Rizal F. Abida, ST P3SDLP – Balitbang KP Research Assistant

4. Tonny A. Theoyana, SKel P3SDLP – Balitbang KP Research Assistant

5. Muallimah Annisaa, SKel P3SDLP – Balitbang KP Research Assistant

6. Novita A. Ryandhini, SKel P3SDLP – Balitbang KP Research Assistant

7. Nadya C. Mahdalena, SSi BPOL – Balitbang KP Research Assistant

8. Gusti Putu Sukadana BPOL – Balitbang KP Technician

9. M. Fadli, MSi PS. Oseanografi ITB Research Assistant

10. Wawan Nurliansyah BPSDMKP – KKP Student

11. Jefri J. P2O LIPI Master

12. Heru P. P2O LIPI Chief Officer

13. Deni Purnomo, Amd P2O LIPI Chief Engineer

14. Ervin P2O LIPI Crew

15. Narto, Amd P2O LIPI Crew

16. Yefrizal P2O LIPI Crew

17. Mudi S. P2O LIPI Crew

18. Martoni W. P2O LIPI Crew

19. M. Khalid Budiman P2O LIPI Cadet

20. Reiza D. F. P2O LIPI Crew

21. Sudirman, Amd P2O LIPI Crew

22. Elly Asnaryanti P2O LIPI Research Assistant

23. Muhajirin P2O LIPI Operator

24. Priyadi D. S. P2O LIPI Operator

25. Edi Kusmanto P2O LIPI Research Assistant

26. Sugiman P2O LIPI Crew

27. Edy Endrochahyo P2O LIPI Crew

28. Kartono P2O LIPI Crew

29. Haendy Busman P2O LIPI Crew

30. Jhonathan P2O LIPI Crew

31. Fadil P2O LIPI Crew

32. Hari Pratomo, Amd P2O LIPI Crew

33. Rendra H. W, ST P2O LIPI Crew

34. Donny P. U, Amd P2O LIPI Crew

35. Maulana Yusuf P2O LIPI Crew

36. Saefudin P2O LIPI Crew

37. Zaenuddin P2O LIPI Crew

38. Supardi P2O LIPI Crew

(13)

Spesifikasi Teknis SubsurfaceMooring

Subsurface mooring yang dipasang di Selat Makassar dan Lombok dan akan

di-recovery pada kegiatan ini diberikan pada Gambar 2 hingga Gambar 4 berikut ini.

Gambar 4. Subsurfacemooring M1 di Selat Makassar, dipasang pada kedalaman 3346 m. Alat yang terpasang terdiri dari 2 buah ADCP 75kHz, dimana jarak dari permukaan laut ke ADCP buoy adalah 303 m, 4 buah SBE 37 CTD, masing-masing pada kedalaman 306, 506, 709, dan 3309 m dari permukaan laut, 2 buah SBE 56

temperaturelogger pada kedalaman 406 dan 609 m dari permukaan laut, dan 2 buah current meter Aanderaa, masing-masing pada kedalaman 509 dan 3313 m dari permukaan laut (Sumber: CruiseReport TIMIT 2015).

(14)

Gambar 5. Subsurfacemooring M2 di Selat Makassar, dipasang pada kedalaman 3176 m. Alat yang terpasang terdiri dari 2 buah ADCP 75kHz, dimana jarak dari permukaan laut ke ADCP buoy adalah 356 m, 5 buah SBE 37 CTD masing-masing pada kedalaman 56, 359, 559, 759, dan 3139 m dari permukaan laut, 11 buah temperature logger SBE 56 yang dipasang mulai dari kedalaman 81 hingga 331 m dengan interval 25 m, 2 buah

temperaturelogger SBE 56 pada kedalaman 459 dan 659 m dari permukaan laut, dan current meter Aanderaa

(15)

Gambar 6. Subsurfacemooring L1 di Selat Lombok, dipasang pada kedalaman 1125 m. Alat yang terpasang terdiri dari 2 buah ADCP 75kHz, dimana jarak dari permukaan laut ke ADCP buoy adalah 353 m, 5 buah SBE 37 CTD masing-masing pada kedalaman 53, 406, 538, 888, dan 1088 m dari permukaan laut, 29 buah temperature logger SBE 56 yang dipasang mulai dari kedalaman 60 hingga 340 m dengan interval 10 m, dan current meter Aanderaa sebanyak 1 buah dipasang pada kedalaman 1092 m dari permukaan laut (Sumber: CruiseReport

(16)

Pengukuran Insitu

Peralatan yang digunakan dalam pengukuran insitu terdiri dari:

• CTD SBE 911+ yang dilengkapi dengan sensor conductivity, temperature, depth,

oksigen terlarut, pH, fluorescence untuk mengukur konsentrasi klorofil-a,

turbidity untuk mengukur kekeruhan, dan beamtransmition untuk mengukur kecerahan;

• CTD SBE 37 untuk pengukuran underway salinitas dan temperatur permukaan

air laut;

• ADCP RDI Ocean Surveyor 75 kHz hullmounted untuk pengukuran underway

kecepatan dan arah arus laut terhadap kedalaman;

• AWS kapal untuk pengukuran temperatur udara serta kecepatan dan arah

angin.

Metode Pengambilan dan Analisis Sampel Air

Berikut ini adalah metode pengambilan data untuk plankton dan perlakuan

terhadap sampel air yang diambil berbarengan dengan CTD-casting beserta

analisis kimia yang dilakukan selama ekspedisi oseanografi dilaksanakan. a. Sampel TSS

Untuk analisis TSS, air laut sebanyak 100 ml disaring dengan kertas saring

Whatman berukuran0,45 μm dengan diameter 45 mm menggunakan vacum

pump. Pascapenyaringan, sebelum disimpan sebagai sampel untuk analisis lebih lanjut di Laboratorium Kualitas Perairan BPOL, kertas saring terlebih dahulu dibilas dengan aquades sebanyak 30 ml untuk menghilangkan garam-garaman yang menempel pada kertas saring. Kertas saring yang sudah dibilas tersebut kemudian dibungkus dengan alumunium foil dan disimpan di lemari pendingin agar kualitasnya tetap terjaga dengan baik.

b. Sampel Plankton

Sampel plankton yang diambil adalah fitoplankton dan norpack (zooplankton),

keduanya diambil menggunakan jaring plankton yang berbeda. Fitoplankton diambil dengan menggunakan jaring berdiameter mulut 31 cm dengan pori-pori jaring berukuran 80 mikron. Sementara itu, zooplankton diambil dengan

menggunakan jaring berdiameter mulut 25 cm dan pori-pori jaring berukuran 300 mikron. Pengambilan sampel dilakukan secara vertikal, dimana jaring plankton

yang sudah dilengkapi dengan flowmeter di mulut jaring diturunkan hinga

kedalaman 100 m untuk fitoplankton dan 200 m untuk zooplankton. Kemudian

jaring ditarik ke permukaan sebagaimana ditunjukan pada ilustrasi di Gambar 7.

Flowmeter pada jaring plankton digunakan untuk menghitung volume air yang tersaring oleh jaring plankton, dan berikut ini adalah rumus yang digunakan:

(17)

dimana:

! : Volume air yang tersaring (m3)

! : Jumlah rotasi (putaran) baling-baling flowmeter

! : Luas mulut jaring (m2)

! : Koefisien dari flowmeter yang menyatakan berapa panjang kolom air yang

ditempuh untuk satu putaran baling-baling flowmeter

Nilai ! inilah yang nantinya akan digunakan untuk menghitung kelimpahan

plankton di titik pengukuran sampel.

Setelah sampai di permukaan, sampel plankton yang sudah tersaring dan tertampung di dalam botol sampel yang ada di bagian bawah jaring kemudian dimasukkan ke dalam botol khusus yang sudah di isi dengan cairan lugol untuk analisis lebih lanjut di laboratorium.

Gambar 7. Metode pengambilan sampel fito- dan zooplankton.

c. Sampel Klorofil-a

Sampel klorofil-a diambil dengan menyaring air laut sebanyak 5 liter

menggunakan kertas saring Whatman berukuran 0.45 μm dengan diameter 47 mm menggunakan vacum pump. Selanjutnya, kertas saring tersebut dibungkus

(18)

menggunakan almunium foil dan disimpan di lemari pendingin agar kualitas sampel tetap terjaga sebelum dianalisis lebih lanjut di Laboratorium Kualitas Perairan BPOL.

d. Sampel Nutrien

Jenis nutrien yang akan dianalisis dari sampel air laut adalah nitrat, nitrit, amonia, total fosfat dan sulfida. Untuk analisis nitrit, nitrat, amonia, dan sulfida volume sampel air laut yang diambil adalah 100 ml, sedangkan untuk total fosfat volumenya adalah 250 ml. Sampel air tersebut kemudian disimpan di lemari pendingin agar kualitasnya tetap terjaga sebelum dianalisis lebih lanjut di laboratorium.

Sampel Produktivitas Primer

Analisis untuk mendapatkan nilai produktivitas primer dilakukan secara langsung di kapal dan dilakukan hanya pada sampel air yang diambil pada pagi atau siang hari saja karena proses inkubasi yang dilakukan pada sampel membutuhkan sinar matahari.

Pengukuran nilai produktivitas primer dilakukan dengan memanfaatkan hasil perhitungan kandungan oksigen terlarut di dalam sampel air antara kondisi awal

dan setelah diinkubasi. Perhitungan kandungan O2 didalam sampel air dilakukan

dengan metode titrasi Winkler dengan modifikasi azida (APHA, 1980; Strickland

and Parson, 1997). Sampel air yang diambil dengan menggunakan botol Rosette

bersamaan dengan kegiatan CTD-casting pada kedalaman yang diinginkan

kemudian dimasukkan kedalaman botol Winkler 300 ml untuk analisis selanjutnya dengan tahapan sebagai berikut:

(i). siapkan 3 botol Winkler ukuran 300 ml (2 botol terang dan 1 botol gelap).

(ii). cuci botol tersebut dengan sampel air laut yang akan dianalisis sebanyak 2

kali.

(iii). masukkan sampel air menggunakan selang tigon ke dalam masing-masing

botol hingga penuh dan tidak boleh ada bubble/gelembung udara di dalam

botol ketika proses memasukkan air ini berlangsung. Setelah penuh, tutuplah botol Winkler.

(iv). masukan botol terang dan botol gelap, masing-masing 1 buah, ke dalam bak

berisi air laut dari permukaan yang dialirkan terus menerus dan

ditempatkan di daerah yang ada sinar matahari untuk melakukan inkubasi selama 4 jam.

(v). sampel air dalam 1 botol Winkler terang lainnya dibawa ke laboratorium

kimia yang tersedia di kapal dan dianalisis lebih lanjut dengan prosedur sebagai berikut:

a. masukkan 1 ml larutan MnSO4.

b. masukkan 1 ml larutan Alkali Iodida.

c. aduk hingga larutan menjadi bewarna kuning keputihan.

d. tunggu 5 – 15 menit agar terjadi pengendapan dan perpisahan antara

larutan kuning (natan) di lapisan bawah dan larutan bening (super natan) di lapisan atas.

(19)

e. setelah larutan kuning dan larutan bening terpisah, masukkan 1 ml

larutan H2SO4 pekat (98%). Larutan di dalam botol akan berubah warna

dari kuning keputihan ke kuning coklat. Aduk agar larutan berubah warna secara merata.

f. siapkan gelas enlemeyer 250 ml 2 buah dan gelas ukur 50 ml 1 buah,

dan cuci terlebih dahulu gelas-gelas tersebut dengan larutan sampel yang dihasilkan pada langkah e.

g. dengan menggunakan gelas ukur, ambil masing-masing 50 ml larutan

sampel dan tuangkan ke dalam 2 gelas enlemeyer yang sudah dicuci tersebut.

h. masukkan Na2S2O3 (Natrium Tiosulfat) tetes demi tetes (titrasi) ke

dalam masing-masing gelas sampel tersebut hingga larutan berubah warna dari kuning coklat ke kuning muda/hampir bening, hitung jumlah tetesnya.

i. masukkan larutan amilum (kanji) sebanyak 2 tetes dan larutan yang

awalnya berwarna kuning muda/hampir bening akan berubah warna menjadi biru tinta.

j. masukkan kembali Na2S2O3 (Natrium Tiosulfat) tetes demi tetes

(titrasi) sampai warna larutan menjadi bening, hitung jumlah tetesnya.

k. jumlahkan jumlah tetes pada langkah h dan j untuk masing-masing

gelas sampel, lalu rata-ratakan nilainya dan dicatat.

(vi). dari langkah (v) akan dapat dihitung kandungan O2 pada sampel air kondisi

awal.

(vii). lakukan seluruh prosedur yang ada di langkah (v) pada sampel botol terang

dan botol gelap hasil inkubasi, dimana dari proses ini akan dihasilkan

kandungan O2 botol gelap dan botol terang pascainkubasi.

(viii). gunakan rumus berikut untuk menghitung kandungan O2 pada

masing-masing sampel:

Kandungan Oksigen mg L!! = !!×!!×8000×!

50 dimana:

VT : Volume pemakaian thiosulfat untuk titrasi ( ml)

N2 : Normalitas larutan thiosulfat

F : Faktor (volume botol dibagi volume botol dikurangi volume pereaksi MnSO4

dan alkali iodida azida).

(ix). dengan hasil di atas, nilai produktivitas primer dapat dihitung dengan

menggunakan rumus berikut:

GPP !"#!!!!"#!! = 0.375×!! !" !! −!! !" !! !×!" NPP !"# !!!!"#!! = 0.375×!! !"!! −!! !" !! !×!" RPP !"# !!! !"#!! = 0.375×!! !" !! −!! !" !! ! ×!"

(20)

dimana:

GPP : Gross Primary Production (laju fotosintesis kotor) NPP : Net Primary Production (laju fotosintesis bersih) RPP : Respiration Primary Production (laju respirasi)

0,375 : faktor konversi dari mg L-1 ke C

LB : kandungan O2 di botol terang setelah inkubasi.

DB : kandungan O2 di botol gelap setelah inkubasi.

IB : kandungan O2 di botol terang sebelum inkubasi.

PQ : rasio fotosintesis (=1,2)

RQ : rasio respirasi (=1)

N : waktu Inkubasi (jam)

f. Sampel Alkalinitas dan CO2

Pengukuran alkalinitas dan konsentrasi karbondioksida (CO2) dilakukan dengan

menggunakan tabel berdasarkan nilai pH sampel air laut setelah diasamkan dengan laurtan HCl 0,01N. Berikut ini adalah langkah untuk mendapatkan nilai pH tersebut:

(i). ambil sampel air laut sebanyak 100 ml dan masukkan kedalam gelas beker

berukuran 250 ml.

(ii). dengan menggunakan pH meter ukur pH awal sampel air laut dan catat.

(iii). masukkan 25 ml HCl 0,01N ke dalam sampel air dan aduk.

(iv). ukur pH nya dan dicatat.

(v). berdasarkan nilai pH yang terukur, lakukan salah satu langkah berikut:

a. jika pH > 4,0 dan salinitas antara 22 – 33, tambahkan lagi 5 ml HCl 0,01N

ke dalam sampel air, aduk, dan ukur kembali pH nya lalu dicatat.

b. jika pH antara 2,8 – 4,0 dan salinitas antara 22 – 33, tidak perlu ada

(21)

Bab 3. Jurnal Harian Ekspedisi Oseanografi

Berikut ini adalah rincian kegiatan setiap hari yang dilakukan oleh seluruh tim selama ekspedisi oseanografi Indonesia bagian timur leg ke-3 dilaksanakan: Hari ke-1: Rabu, 21 September 2016

(i). Berangkat dari Summer Hotel Bitung pukul 07:30 WITa dan naik ke kapal

dilakukan pada pukul 08:00 WITa. Loading barang ke kapal sempat

mengalami kesulitan, karena mobil selain plat merah dan bak terbuka dilarang masuk gerbang. Beberapa anggota tim selanjutnya meminta izin ke kantor Pelindo agar mobil yang mengangkut barang-barang diizinkan masuk menuju ke dermaga tempat Kapal Riset Baruna Jaya VIII bersandar.

(ii). Melakukan dokumentasi (foto bersama) awal ekspedisi oseanografi 2016

seluruh anggota tim di dek belakang kapal dan disamping kapal.

(iii). Tepat pukul 10:00 WITa kapal mulai meninggalkan Pelabuhan Bitung

menuju selatan Selat Lembeh dan dilanjutkan ke timur lalu ke utara. Sampai di utara Manado, kapal bergerak menuju barat ke Selat Makassar dengan

tujuan stasiun M2 mooring.

(iv). Pada pukul 11:00 WITa membersihkan bak air yang akan digunakan untuk

pengukuran underway salinitas, temperatur, dan oksigen terlarut. Bak air

yang akan diisi air laut secara kontinu dengan menggunakan pompa dan diukur salinitas, temperatur, dan oksigen terlarutnya setiap menit dengan menggunakan CTD SBE37 ini juga akan digunakan sebagai bak inkubasi bagi sampel air yang akan dihitung nilai NPP-nya. Pada awalnya, dalam ekspedisi

oseanografi ini akan dilakukan pula pengukuran pCO2 secara underway, akan

tetapi karena adaptor dan interface alat mengalami kerusakan pada saat

ekspedisi oseanografi leg ke-2, maka pengukuran ditiadakan. Pengisian log

book terkait pengukuran underway seperti kondisi alat ukur CTD SBE 37,

posisi kapal, kondisi air di dalam bak, dan kondisi cuaca dilakukan secara

berkala. Pengukuran underway dilakukan sejak hari pertama kapal berlayar.

(v). Selama menunggu kapal tiba di posisi M2 mooring, ChiefScientist

menugaskan asisten peneliti fisika oseanografi untuk melakukan pengolahan

data underway dan tracking kapal hasil ekspedisi oseanografi leg ke-1 dan

ke-2. Pengolahan data meliputi kontrol kualitas, konversi data ke format

yang dapat dibaca ODV (OceanDataView), dan penggambaran data dengan

ODV. Proses pengolahan data dilakukan dengan membuat beberapa script

dengan software MATLAB.

(vi). Pasca-makan malam, pada pukul 20:00 WITa, dilakukan rapat tim untuk

membahas rencana kegiatan ekspedisi oseanografi leg ke-3 yang dipimpin

oleh Dr. Agus Setiawan selaku ChiefScientist. Dalam rapat ini dilakukan pula

pembagian tugas dan penentuan jadwal piket harian untuk seluruh kegiatan yang akan dilakukan selama ekspedisi oseanografi berlangsung, yaitu

recoverymooring, pengambilan sampel air untuk analisa nutrien, alkalinitas, CO2, Net Primary Productivity (NPP), penyaringan sampel klorofil dan Total Suspended Solid (TSS), pengambilan sampel plankton, kegiatan CTD casting,

dan pencatatan data AWS (AutomaticWeatherStation). Jadwal piket

(22)

08:00 - 16:00, dan 16:00 – 24:00 waktu setempat. Setiap shift terdiri dari 2 (dua) orang yang bertugas mencatat data AWS setiap jamnya. Rapat juga menyepakati bahwa pada tanggal 22 September 2016 pasca-makan malam

akan dilakukan rapat lengkap dengan crew kapal untuk membahas lebih

lanjut rencana detail seluruh pekerjan selama ekspedisi oseanografi berlangsung. Dalam rapat ini telah ditunjuk Sdr. Teguh Agustiadi sebagai

penanggung jawab kegiatan recoverymooring, Sdr. M. Fadli sebagai

penanggung jawab CTD-casting, Sdri. Nadya C. Mahdalena sebagai

penanggung jawab perekaman data dari alat ukur yang terpasang di mooring

ke komputer, dan Sdri. M. Annisaa sebagai penanggung jawab pengambilan sampel air.

Hari ke-2: Kamis, 22 September 2016

(i). Para petugas piket pencatat data AWS mulai bekerja. Selama perjalanan

menuju stasiun M2 mooring telah dilakukan pula beberapa persiapan terkait

pengukuran NPP, Alkalinitas, dan CO2, pengecekan kelengkapan alat untuk

mooringrecovery. Persiapan pengukuran NPP, Alkalinitas, dan CO2 yang dilakukan meliputi pengecekan gelas enlemeyer, gelas beker, gelas ukur, botol terang, botol gelap, pipet tetes, alat suntik titrasi Natio, sarung tangan,

masker, jas laboratorium, dan logbook, ketersediaan larutan-larutan MnSO4,

Alkali Iodida, H2SO4, Natrium Tiosulfat, amilum, dan HCl 0,01 N. Selain itu

untuk memudahkan pekerjaan, dibuat pula flowchart pengukuran NPP,

Alkalinitas dan CO2 dan ditempelkan di depan meja kerja. Sementara itu

pengecekan kelengkapan untuk me-release mooring meliputi pengecekan alat

acoustic releaser beserta tranducer-nya, kabel catu daya alat acousticreleaser, kabel konektor alat survei ke laptop, laptop, dan software untuk

memindahkan data dari alat ukur ke laptop.

(ii). Asisten peneliti oseanografi melanjutkan pengolahan data pengukuran

underway untuk ekspedisi leg ke-1 dan 2, dimana script yang dibuat dalam pengolahan data ini akan digunakan pula saat mengolah data hasil

pengukuran leg ke-3.

(iii). Pada pukul 14:00 WITa dilakukan safety drill dengan menyalakan lifeboat

alarm, kemudian semua penumpang kapal berkumpul di shelter deck yang sudah dibagi menjadi bagian kiri dan kanan. Kepala Kamar Mesin sebagai penanggung jawab keselamatan tim menyampaikan secara langsung cara

menggunakan life vest untuk keselamatan pribadi. Dari waktu maksimal 3

menit untuk berkumpul, seluruh tim berkumpul dalam waktu 4 menit.

(iv). Pukul 18:00 WITa kondisi laut sedikit bergelombang yang disertai hujan,

namun kondisi ini hanya berlangsung sekitar 1 jam. Sesuai dengan rencana,

pada pukul 20:00 WITa dilakukan Tool BoxMeeting yang membahas rencana

pekerjaan mooringrecovery di stasiun M1 dan M2 mooring di Selat Makassar

dan L1 mooring di Selat Lombok Pada pertemuan ini dijelaskan tentang

konfigurasi dari masing-masing mooring dan rencana kerja recovery. Pada

rencana kerja, kapal akan me-release terlebih dahulu mooring di stasiun M2

dan dilanjutkan dengan mooring di M1 dengan alasan konfigurasi mooring

M2 jauh lebih rumit daripada M1, sehingga kemungkinan dibutuhkan waktu

(23)

dilakukan menyusul setelah pekerjaan mooringrecovery berhasil dilaksanakan.

(v). Pada pukul 21:30 WITa dilakukan kalibrasi alat pH meter WTW dan kalibrasi

sukses dilakukan.

Hari ke-3: Jumat, 23 September 2016

(i). Kapal sampai di stasiun M2 mooring pada pukul 09:28 WITa. Acousticrelease

tranducer merk IXBLUE diturunkan ke laut pada pukul 09:39 WITA dan

melakukan pengiriman sinyal akustik untuk mengecek keberadaan mooring.

Selanjutnya dilakukan pelepasan acousticrelease, dimana alat memberikan

respon bahwa proses release telah dilakukan namun dari hasil pengecekan

(diagnostic) didapatkan hasil bahwa kedalaman alat tetap sekitar 3000 m.

Proses pingacousticrelease kembali dilakukan hingga pukul 11:02 WITa dan

terus menunjukkan proses release telah berhasil, namun dari hasil

pengecekan (diagnostic) didapatkan kedalaman alat masih tetap pada sekitar

3.000 m. Setelah menunggu lebih dari 2 jam tanpa hasil akhirnya diputuskan

untuk meninggalkan stasiun M2 mooring menuju ke stasiun M1 mooring.

(ii). Kapal tiba di stasiun M1 mooring pada pukul 15:00 WITa. Acousticrelease

tranducer merk ORE OFFSHORE diturunkan ke laut pada pukul 15:03 WITa dan melakukan pengiriman sinyal ke dasar perairan untuk melepaskan

acousticrelease. Proses release berhasil dilakukan dan mooring terlihat di

permukaan pada pukul 15:10 WITa. Proses pengangkatan mooring dilakukan

pada pukul 15:43 dan berakhir pada pukul 17:12 WITa. Recovery berhasil

mengangkat seluruh peralatan namun pada awal pekerjaan penarikan kabel

mooring sempat terjadi insiden dimana katrol pada winch samping yang

berada di tengah deck belakang putus dari dudukannya dan menyebabkan

kabel terhempas. Akibat insiden ini, kabel mooring diputuskan untuk ditarik

dengan menggunakan winch atas. Proses pemindahan wire ke winch atas

membutuhkan kondisi wire berada dibawah. Sekitar 10 anggota tim

melakukan penahanan wire hingga beberapa orang sempat sedikit terangkat

dan menggantung di wire. Akhirnya proses pemindahan winch dapat

dilaksanakan dengan lancar dan seluruh rangkaian mooring dapat diangkat

ke atas kapal. Pada pukul 17:20 sampai 19:40 WITa dilakukan proses

pemindahan gulungan kabel mooring dari winch atas ke 3 gulungan kabel

yang tersedia. Proses pemindahan data dari alat ukur yang ditanam di

mooring dilakukan pada pukul 20:00 WITa dan berhasil dilakukan untuk seluruh sensor dan alat ukur kecuali ADCP buatan China.

(iii). Selesai dengan mooringrecovery di stasiun M1 mooring, kapal kembali

menuju ke stasiun M2 mooring untuk kembali mengecek keberadaan

mooring di stasiun tersebut dengan menggunakan acousticrelease. Karena

informasi yang diberikan oleh acousticrelease kali ini tidak stabil dan

cenderung error, maka diputuskan untuk melanjutkan mooringrecovery di

keesokan harinya dengan cara digarukan menggunakan wire yang ujungnya diberi pengait dan pemberat.

(iv). Pada pukul 21:40 WITa dilakukan CTD-casting di stasiun M2 mooring hingga

kedalaman 1000 m. Namun CTD-casting harus diulang kembali karena

penutup pada sensor pH belum dibuka. Hal ini baru diketahui ketika Pak Prihadi selaku teknisi yang bertugas mengecek nilai terukur saat CTD

(24)

diturunkan dan didapatkan nilai pH yang berada pada rentang 6 – 7, padahal seharusnya untuk air laut nilainya ada di kisaran 8. Akhirnya CTD diangkat

kembali dan dilakukan CTD-casting kedua pada pukul 22:31 WITa sampai

kedalaman 1000 meter. Pengambilan sampel air dengan botol rosette

dilakukan di 7 layer. CTD-casting selesai dilaksanakn pada 23:17 WITa dan

tim sampel air mulai melakukan penyaringan air untuk sampel TSS dan klorfil-a serta penyimpanan sampel air untuk analisis nutrien. CTD diturunkan hanya hingga kedalaman 1000 m karena sensor pH yang ada hanya mampu untuk mengukur hingga kedalaman maksimum 1200 m

meskipun wire yang tersedia mencapai 6000 m. Di stasiun ini tidak dilakukan

pengambilan sampel plankton. Hari ke-4: Sabtu, 24 September 2016

Proses penggarukan dimulai sehari penuh, dimulai pada pukul 06:42 WITa dan berakhir pada pukul 18:00 WITa pada 3 lokasi yang diduga menjadi lokasi mooring berada. Setelah dilakukan sekitar 9 arah penggarukan tidak ditemukan adanya tanda-tanda keberhasilan, sehingga diputuskan untuk dihentikan dan melanjutkan perjalanan menuju stasiun SM1. Pada pukul 18:00 WITA, kapal mulai

berangkat dari posisi penggarukan di St. M2 mooring menuju ke St. SM1 dengan

estimasi waktu tiba sekitar pukul 00:00 WITa tanggal 25 September 2016. Hari ke-5: Minggu, 25 September 2016

(i). Kapal tiba di St. SM1 pada pukul 00:04 dan mulai melakukan pengambilan

sampel plankton pada kedalaman hingga 100 m untuk fitoplankton dan 200

m untuk zooplankton, yang kemudian dilanjutkan dengan CTD-casting dan

water sampling hingga kedalaman 1000 m. Pada stasiun ini dilakukan pula

pengambilan sampel air untuk pengukuran alkalinitas dan CO2. Petugas piket

pencatat data AWS terlewat untuk melakukan pencatatan data pada pukul 04:00 dan 05:00 WITa.

(ii). Pada pukul 08:10 WITa, kapal tiba di St SM2 dan mulai melakukan

pengambilan sampel plankton, kemudian dilanjutkan dengan CTD-casting

dan water sampling hingga kedalaman 1000 m. Pada saat pengambilan

sampel zooplankton, wire sempat kendor namun berhasil diperbaiki dalam

waktu 10 menit. Pada kesempatan ini, dilakukan pula analisis sampel air untuk pengukuran NPP yang pertama. Pengukuran berjalan lancar namun hasil pengukuran masih harus di diskusikan dengan peneliti terkait nanti setibanya di darat.

(iii). Kapal bergerak ke St. SM3 pada pukul 09:30 WITa dan tiba di tujuan pada

pukul 17:17 WITa, kemudian mulai melakukan pengambilan sampel

plankton, CTD-casting, dan water sampling. Kedalaman CTD-casting dan

watersampling adalah 1000 m. Berdasarkan hasil pengukuran alkalinitas dan

CO2 di St. SM1 dan SM2, dan ketersediaan larutan HCl 0,01 N, maka

diputuskan untuk melakukan pengukuran dua parameter ini di semua stasiun pengukuran.

(iv). Usai pengukuran di St. SM3 kapal bergerak kembali untuk menuju ke St. SM4

(25)

Hari ke-6: Senin, 26 September 2016

(i). Kapal tiba di St. SM4 pada pukul 02:13 WITa dini hari. Pada stasiun

pengukuran ini kembali dilakukan pengambilan sampel plankton,

CTD-casting, dan water sampling. Pada St. SM4 ini sensor pH tidak dipasang

karena CTD-casting dilakukan hingga kedalaman sampai 2000 meter. Proses

pengukuran berjalan dengan lancar dan selesai pada pukul 03:50 WITa.

(ii). Kapal bergerak ke St. SM5 pada pukul 04:00 WITa dan tiba pada pukul 11.00

WITa. Dilakukan pengambilan sampel plankton, yang kemudian dilanjutkan

dengan CTD-casting dan water sampling hingga kedalaman 1000 m. Sensor

pH kembali dipasang pada stasiun ini. Pada stasiun ini dilakukan pula analisis

sampel air untuk perhitungan NPP. Pada stasiun ini, botol rosette untuk

sampel air di kedalaman 5 m gagal menutup sehingga tidan diperoleh sampel air pada lapisan kedalaman ini.

(iii). Kapal bergerak ke St. SM6 pada pukul 12:00 WITa dan tiba pada pukul 17:38

WITa. Kembali dilakukan pengambilan sampel plankton yang dilanjutkan

dengan CTD-casting dan water sampling hingga kedalaman 1000 m. Agar

tidak terjadi kegagalan pengambilan sampel air di kedalaman 5 m, di stasiun

ini sampel air pada kedalaman 5 m diambil oleh 2 botol rossette. Pengukuran

alkalinitas mulai dari St. SM6 hingga stasiun seterusnya akan dilakukan pada 2 layer kedalaman, yaitu di permukaan laut dan pada kedalaman 20 meter.

Pada stasiun berikutnya, akan dilakukan pengukuran alkalinitas dan CO2 di

kedalaman 5 m, klorofil maksimum, dan 1.000 m.

(iv). Kapal bergerak ke St. SM7 pada pukul 18:40 WITa dan tiba pada pukul 23.25

WITa. Kembali dilakukan pengambilan sampel plankton yang kemudian

dilanjutkan dengan CTD-casting dan water sampling hingga kedalaman 500

m, karena pada stasiun ini kedalaman perairannya hanya sekitar 530 m. Selesai dengan pengukuran di St. SM7, kapal kembali melanjutkan perjalanan menuju ke St. SM8.

Hari ke-7: Selasa, 27 September 2016

(i). Kapal tiba di St. SM8 pada waktu subuh. Pukul 05.25 WITa dan mulai

melakukan pengambilan sampel plankton yang kemudian dilanjutkan

dengan CTD-casting dan water sampling hingga kedalaman 600 m.

Kedalaman laut di stasiun ini sekitar 617 m.

(ii). Usai dengan pengukuran di St.SM8, kapal kembali melanjutkan perjalanan

menuju ke St. SM9 dan tiba di stasiun ini siang hari. Pada pukul 13.23 WITa mulai dilakukan pengambilan sampel plankton yang kemudian dilanjutkan

dengan CTD-casting dan water sampling hingga kedalaman 275 m karena

kedalaman perairan hanya sekitar 300 m.

(iii). Pada pukul 14.04 WITa kapal mulai melanjutkan perjalanan menuju St. SM10

dan tiba di stasiun ini pada sore menjelang malam. Pada pukul 19.12 WITa mulai dilakukan pengambilan sampel plankton yang dilanjutkan dengan CTD-casting dan water sampling hingga kedalaman 1000 m. Usai melakukan pengukuran, kapal menuju ke selatan Pulau Gili Terawangan dan memasang

jangkar untuk menunggu pagi hari agar dapat memulai proses mooring

recovery. Tim pun memburu sinyal 4G di bagian luar kapal untuk memberi

(26)

hasil ekspedisi oseanografi dan ketidakberhasilan me-recovery mooring di

stasiun M2 mooring sambil beristirahat.

Hari ke-8: Rabu, 28 September 2016

(i). Kapal mulai angkat jangkar pada subuh hari (sekitar pukul 05.00 WITa) dan

tiba di titik L1 mooring pada pukul 07.00 WITa. Proses mooringrecovery

mulai dilakukan pada pukul 07.07 WITa dengan menurunkan acousticrelease

transducer ke laut untuk melakukan komunikasi dengan acoustic release di

dasar perairan. Pada pukul 07.12 WITa acoustic release berhasil di release

dan mooringsystem muncul ke permukaan. Banyak nelayan yang tengah

melaut saat itu hendak menghampiri pelampung. Rubber boat diturunkan

dari kapal untuk mengaitkan tali mooring ke kapal pada pukul 07.25 WITa.

Pada pukul 10.09 WITa semua rangkaian mooring berhasil dinaikan ke atas

deck. Tali yang berada hingga kedalaman 300 m dipenuhi oleh biota laut yang

menempeli sehingga cukup sulit untuk dapat mengidentifikasi letak 29 buah SBE 56T yang dipasang setiap 10 m hingga kedalaman 300 m.

(ii). Usai dengan kegiatan mooringrecovery, dilakukan CTD-casting dan water

sampling hingga kedalaman 1000 m. Di stasiun ini tidak ada pengambilan sampel plankton.

(iii). Usai dengan kegiatan di stasiun L1 mooring, kapal melanjutkan perjalanan

menuju stasiun L1 oldmooring dan tiba di lokasi tersebut sekitar pukul 12:00

WITa. Awalnya acoustic release transducer akan diturunkan untuk

berkomunikasi dengan acousticrelease yang diduga masih tertinggal, namun

karena kondisi alun yang cukup tinggi, kapten kapal tidak

merekomendasikan untuk mematikan mesin kapal. Akibat kondisi yang tidak

memungkinkan tersebut, maka rencana untuk mengecek acousticrelease di

stasiun L1 oldmooring dibatalkan. Di lokasi ini sempat terjadi insiden kecil

akibat tingginya alun tersebut, dimana 2 floatingball dari L1 mooring yang

sudah diikat di deck terlepas dan berguling. Untungnya, kedua floatingball

tersebut berhasil dijinakkan dan kembali diikat.

(iv). Kapal kembali melanjutkan perjalanan menuju ke tujuan akhir Pelabuhan

Muara Baru, dimana di sekitar Pulau Bawean direncanakan untuk drifting

sambil membereskan dan merapikan peralatan yang ada agar siap untuk unloading ketika nanti tiba di pelabuhan akhir ekspedisi oseanografi. Hari ke-9: Kamis, 29 September 2016

(i). Pada pukul 10.14 WIB ada rumpon bambu yang menyangkut di bagian lunas

kapal, sehingga kapal harus berhenti dan melakukan sedikit manuver untuk melepaskan rumpon yang tersangkut tersebut. Setelah 30 menit berlalu, rumpon berhasil dilepaskan dan kapal kembali melanjutkan perjalanan dan tiba di perairan sekitar Pulau Bawean pada pukul 14.30 WIB. Kapal

menurunkan jangkar dan mematikan mesin.

(ii). Pada pukul 16.00 WIB tim mooringrecovery melakukan pembongkaran

acoustic release untuk melepas baterai yang terpasang guna keamanan penyimpanan.

(iii). Data pada underway CTD berhasil disalin ke komputer dan pengukuran

(27)

Hari ke-10: Jumat, 30 September 2016

(i). Kapal mulai mengangkat jangkar pada pukul 05.10 WIB dan melanjutkan

perjalanan menuju Pelabuhan Muara Baru. Pada pukul 11.00 WIB kembali

dilakukan percobaan menyalindata ADCP China ke laptop sesuai dengan

petunjuk yang dikirimkan oleh peneliti dari FIO, namun gagal.

(ii). Seluruh peralatan survey telah selesai dirapihkan dan dimasukkan ke

tempatnya masing-masing dan siap untuk unloading pada saat tiba di

Pelabuhan Muara Baru.

Hari ke-11: Sabtu, 1 Oktober 2016

(i). Kapal terus melanjutkan perjalanannya menuju ke pelabuhan akhir di

Pelabuhan Muara Baru. Para peneliti dan asisten peneliti peserta ekspedisi oseanografi melanjutkan pengolahan data dan penyusunan Laporan

Ekspedisi Oseanografi Indonesia Bagian Timur Leg ke-3. Sekitar pukul 18.00 WIB draft akhir laporan telah selesai disusun dan diperiksa lebih lanjut oleh

ChiefScientist. Seluruh data yang dihasilkan, kecuali yang diukur dengan ADCP China telah berhasil disalin ke komputer dan disusun metadatanya serta dibuat gambarnya untuk dilampirkan dalam laporan.

(ii). Untuk mengisi waktunya, para asisten peneliti melakukan pertemuan kecil

untuk membahas cara pengolahan data dan mendiskusikan hasil-hasil yang sudah berhasil digambarkan tersebut.

Hari ke-12: Minggu, 2 Oktober 2016

Kapal tiba di Teluk Jakarta dinihari, sekitar pukul 04.00 WIB, dan untuk sementara buang jangkar di lepas pantai sekitar Pelabuhan Muara Baru untuk menunggu waktu bisa bersandar di pelabuhan. Tepat pukul 07.10 WIB kapal berhasil sandar di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta dermaga barat.

(28)

Bab 4. Data yang Dihasilkan

Lintasan Ekspedisi Oseanografi dan Posisi Stasiun Pengukuran

Dari rencana ekspedisi oseanografi sebagaimana diuraikan pada Bab 2 dan

pelaksanaannya yang tertuang dalam jurnal harian kegiatan pada Bab 3, berikut ini

adalah gambar lintasan ekspedisi beserta posisi stasiun pengukuran insitu dan

pengambilan sampel yang berhasil dilaksanakan selama kegiatan berlangsung.

Gambar 8. Lintasan kapal sejak berangkat dari Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara pada tanggal 21 September 2016 hingga selesai mooringrecovery di Selat Lombok dan kapal mulai bergerak menuju Laut Jawa pada tanggal 28 September 2016.

(29)

Data SubsurfaceMooring

Informasi terperinci mengenai data hasil pengukuran subsurfacemooring di masing-masing stasiun mooring diberikan pada Tabel 3 dan 4.

Mooring M1 Selat Makassar

Posisi koordinat: 119° 15.953’ E dan 00° 57.082’ N. Mooring berhasil di-recovery pada hari Jumat, 23 September 2016.

Tabel 3. Deskripsi data dan peralatan pada M1 subsurfacemooring

Jenis Instrumen Kedalaman Status Deskripsi Data Keterangan

ADCP RDI Teledyne 75 kHz

S/N 16394

303 m OK - Jumlah bin: 70

- Jarak bin pertama: 16.82 m - Jarak antar bin: 5 m - Interval data: 60 menit - Jumlah ensemble: 8538

- Waktu ensemble pertama: 4 Okt. 2015, 00:00:00 - Waktu ensemble terakhir: 23 Sep. 2016, 17:00:00 - Parameter: kecepatan total, kecepatan arah u (east),

kecepatan arah v (north), kecepatan arah w (vertical), arah, temperatur, dan kedalaman

- Kualitas: bagus

- ADCP menghadap ke atas

- Baterai masih berada di dalam alat

ADCP China 75 kHz

S/N 201408026 303 m Belum - - - ADCP menghadap ke bawah Data belum dapat diunduh karena

komunikasi antara ADCP dan komputer gagal dilakukan CTD SBE 37 SM

S/N 11080

306 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 277.000012 Julian days (4 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 633.365289 Julian days (25 Sep. 2015, 08:46:01)

- Jumlah data: 513167

- Parameter: konduktivitas, salinitas, temperatur, densitas, tekanan, oxygen saturation, dan kecepatan suara

- Kualitas: bagus

(30)

SBE 56 T

S/N 02695 406 m OK -- Interval data: 60 detik Waktu data pertama: 277 Julian days (4 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 632.944884 Julian days (24 Sep. 2016, 22:40:39)

- Jumlah data: 512507 - Parameter: temperatur - Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

CTD SBE 37 SM

S/N 11127 506 m OK -- Interval data: 60 detik Waktu data pertama: 277.000012 Julian days (4 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 607.916678 Julian days (30 Agu. 2016, 22:00:02)

- Jumlah data: 476521

- Parameter: konduktivitas, salinitas, temperatur, densitas, tekanan, oxygen saturation, dan kecepatan suara

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

Aanderaa Current Meter S/N 394

509 m OK - - Data belum dikonversi

- Baterai masih berada di dalam alat SBE 56 T

S/N 02697 609 m OK -- Interval data: 60 detik Waktu data pertama: 277 Julian days (4 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 632.947407 Julian days (24 Sep. 2016, 22:44:15)

- Jumlah data: 512492 - Parameter: temperatur - Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

CTD SBE 37 SM

S/N 111147 709 m OK -- Interval data: 60 detik Waktu data pertama: 277.000012 Julian days (4 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 632.963206 Julian days (24 Sep. 2016, 23:07:00)

- Jumlah data: 508369

- Parameter: konduktivitas, salinitas temperatur, densitas, tekanan, oxygen saturation, dan kecepatan suara

(31)

- Kualitas: bagus CTD SBE 37 SM

S/N 111118

3309 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 277.000012 Julian days (4 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 632.843067 Julian days (24 Sep. 2016, 20:14:03)

- Jumlah data: 512415

- Parameter: konduktivitas, salinitas, temperatur, densitas, tekanan, oxygen saturation, dan kecepatan suara

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

Aanderaa Current Meter S/N 294

3313 m OK - -Data belum dikonversi

-Baterai masih berada di dalam alat ORE Acoustic Releaser (2)

S/N 46363 S/N 46358

3345 m OK - Baterai sudah dikeluarkan dari dalam

alat

Mooring L1 Selat Lombok

Posisi koordinat: 115° 57.591’ E dan 08° 25.138’ S. Mooring berhasil di-recovery pada hari Rabu, 28 September 2016. Tabel 4. Deskripsi data dan peralatan pada L1 subsurfacemooring

Instrumen Kedalaman Status Deskripsi Data Keterangan

CTD SBE 37 SM

S/N 11122 58 m OK -- Interval data: 60 detik Waktu data pertama: 285.000012 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.915984 Julian days (28 Sep. 2016, 21:59:02)

- Jumlah data: 506760

- Parameter: konduktivitas, salinitas, temperatur, densitas, tekanan, oxygen saturation, dan kecepatan suara

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T S/N 03021

68 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

(32)

- Waktu data terakhir: 636.608322 Julian days (28 Sep. 2016, 14:35:47) - Jumlah data: 507757 - Parameter: temperatur - Kualitas: bagus SBE 56 T

S/N 03016 78 m OK -- Interval data:Waktu data pertama: 60 detik 285 julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.601377 julian days (28 Sep. 2016, 14:26:00)

- Jumlah data: 507747 - Parameter: temperatur - Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T

S/N 03015 88 m OK -- Interval data:Waktu data pertama: 60 detik 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.613183 Julian days (28 Sep. 2016, 14:43:00)

- Jumlah data: 507764 - Parameter: temperatur - Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T

S/N 03014 98 m OK -- Interval data:Waktu data pertama: 60 detik 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.616655 Julian days (28 Sep. 2016, 14:48:02)

- Jumlah data: 507769 - Parameter: temperatur - Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T S/N 02987

108 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.465961 Julian days (28 Sep. 2016, 11:11:02)

- Jumlah data: 507552 - Parameter: temperatur

(33)

- Kualitas: bagus SBE 56 T

S/N 02988

118 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.563877 Julian days (28 Sep. 2016 ,13:32:02)

- Jumlah data: 507693

- Parameter: temperatur

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T S/N 02989

128 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.615266 Julian days (28 Sep. 2016, 14:46:01)

- Jumlah data: 507767

- Parameter: temperatur

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T S/N 02990

138 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.599294 Julian days (28 Sep. 2016 ,14:22:59)

- Jumlah data: 507744

- Parameter: temperatur

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T

S/N 02991 148 m OK -- Interval data: 60 detik Waktu data pertama: 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.569433 Julian days (28 Sep. 2016, 13:39:56)

- Jumlah data: 507701

- Parameter: temperatur

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T

(34)

(12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.559711 Julian days

(28 Sep. 2016, 13:25:58) - Jumlah data: 507687 - Parameter: temperatur - Kualitas: bagus SBE 56 T S/N 02993

168 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 285 Julian days

(12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.557627 Julian days

(28 Sep. 2016 ,13:22:56)

- Jumlah data: 507684

- Parameter: temperatur

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T S/N 02994

178 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 285 Julian days

(12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.554155 Julian days

(28 Sep. 2016, 13:18:02)

- Jumlah data: 507679

- Parameter: temperatur

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T S/N 02995

188 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 285 Julian days

(12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.579850 Julian days

(28 Sep. 2016, 13:55:03)

- Jumlah data: 507716

- Parameter: temperatur

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T S/N 02996

198 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 285 Julian days

(12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.590266 Julian days

(28 Sep. 2016 ,14:10:01)

- Jumlah data: 507731

(35)

- Parameter: temperatur

- Kualitas: bagus SBE 56 T

S/N 02997

208 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.606933 Julian days (28 Sep. 2016, 14:33:56)

- Jumlah data: 507755

- Parameter: temperatur

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T S/N 02998

218 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.618738 Julian days (28 Sep. 2016, 14:50:55)

- Jumlah data: 507771

- Parameter: temperatur

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T

S/N 02999 228 m OK -- Interval data:Waktu data pertama: 60 detik 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.578461 Julian days (28 Sep. 2016, 13:53:02)

- Jumlah data: 507714

- Parameter: temperatur

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T

S/N 03000 238 m OK -- Interval data:Waktu data pertama: 60 detik 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.604850 Julian days (28 Sep. 2016, 14:31:03)

- Jumlah data: 507752

- Parameter: temperatur

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T

(36)

(12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.574294 Julian days (28 Sep. 2016, 13:46:59) - Jumlah data: 507708 - Parameter: temperatur - Kualitas: bagus SBE 56 T S/N 03002

258 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.561794 Julian days (28 Sep. 2016, 13:28:59)

- Jumlah data: 507690

- Parameter: temperatur

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T S/N 03003

268 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.588183 Julian days (28 Sep. 2016, 14:07:00)

- Jumlah data: 507728

- Parameter: temperatur

- Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T S/N 03004

278 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.592350 Julian days (28 Sep. 2016, 14:13:03)

- Jumlah data: 507734

- Parameter: temperatur

Kualitas: bagus

Baterai masih berada di dalam alat

SBE 56 T S/N 03005

288 m OK - Interval data: 60 detik

- Waktu data pertama: 285 Julian days (12 Okt. 2015, 00:00:00)

- Waktu data terakhir: 636.571516 Julian days (28 Sep. 2016, 13:42:57)

- Jumlah data: 507704

Gambar

Gambar	1.	Kecepatan	arus	di	Selat	Makassar	dan	Lombok	pada	kedalaman	155	meter	berdasarkan	hasil	model	 	 numerik	oseanografi.	Lingkaran	merah	menunjukkan	lokasi	subsurface	mooring	yang	dipasang	P3SDLP	pada	 tahun	2015	dan	akan	di-recovery	dalam	ekspedisi
Tabel		1.	Daftar	posisi	subsurface	mooring	dan	stasiun	pengukuran	insitu	dan	pengambilan	sampel	air	 No.	 Station	ID	 Position	Longitude	 Latitude	 1.	 M1	mooring	 119°	15.953'	E	 00°	57.082'	N	 2.	 M2	mooring	 119°44.971'	E	 00°48.044'	N	 3.	 St.SM1	 119°
Tabel		7.	Log	book	pengukuran	underway	salinitas,	temperatur,	dan	oksigen	terlarut	sepanjang	lintasan	Pelabuhan	Bitung	-	Selat	Makassar	-	Selat	Lombok
Foto	kegiatan	analisis	sampel	air	untuk	perhitungan	NPP	 	 	 	 	 	 	 	 	 	 	 Foto	kegiatan	pengambilan	sampel	air	untuk	analisis	nutrien	 	 Foto	kegiatan	pengambilan	sampel	TSS
+2

Referensi

Dokumen terkait

4 Penggunaan Teknologi Nano- Partikel pada Fitobiotik dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Pertumbuhan, Kesehatan Saluran Pencernaan dan Kualitas Daging Ayam Broiler

Pada lampiran I model DB-I-KWK tentang Rekapitulasi jumlah Pemilih,TPS dan surat suara Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah ditingkat kabupaten Biak Numfor

Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia Seminar Calon Mahasiswa DIK?. 26

MATA Bisa menyebabkan iritasi mata pada orang yang rentan. Kulit Bisa menyebabkan iritasi kulit pada orang

Data yang diperlukan dicatat pada lembar pengumpul data, meliputi : Nomor catatan medik, identitas pasien, indikasi dilakukannya bedah sesar, nama Dokter yang menangani,

Pemberian bahan organik Eceng Gondok tidak berpengaruh nyata terhadap laju infiltrasi, Pori drainase cepat dan pori air tersedia serta produksi jagung tetapi berpengaruh

Alat purifikasi udara yang dilengkapi dengan katalis nanokomposit TiO 2 - karbon aktif menunjukkan kinerja yang cukup baik dalam mendegradasi polutan asap rokok skala

Penggunaan minyak solar pada umumnya adalah untuk bahan bakar pada semua jenis mesin diesel dengan putaran tinggi diatas 1.000 RPM, yang juga dapat dipergunakan sebagai bahan bakar