• Tidak ada hasil yang ditemukan

paper DPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "paper DPI"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MK. DAERAH PENANGKAPAN IKAN MK. DAERAH PENANGKAPAN IKAN

DPI KOMODITAS PENTING PERIKANAN TANGKAP DPI KOMODITAS PENTING PERIKANAN TANGKAP

IKAN DEMERSAL IKAN DEMERSAL Disusun Oleh : Disusun Oleh : KELOMPOK 1 KELOMPOK 1 PERIKANAN B PERIKANAN B  No

 No Nama Nama NPM NPM NilaiNilai

1

1 Ilham Ilham M M Mursalin Mursalin 230110160230110160 2

2 Farah Farah Khairunnisa Khairunnisa 230110160082301101600888 3

3 Hari Hari Nugraha Nugraha 230110160230110160 4

4 Omar Omar Farouq Farouq Alfaridzi Alfaridzi 230110160230110160 5 Meri

5 Meri Alex Alex Sandra Sandra 230110160122301101601255 6

6 Mariva Mariva Rosalina Rosalina 230110160230110160

LABORATORIUM TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP LABORATORIUM TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

PROGRAM STUDI PERIKANAN PROGRAM STUDI PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

2018 2018

(2)

Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia. Komoditas perikanan  berpotensi sebagai tulang punggung pembangunan Indonesia di masa mendatang. Terdapat banyak komoditas penting produk perikanan, salah satunya ialah komoditas ikan demersal. Ikan demersal memiliki nilai ekonomi yang tinggi namun memiliki potensi sumberdaya yang relatif kecil jika dibandingkan dengan potensi ikan pelagis. Perikanan demersal Indonesia menghasilkan berbagai jenis ikan diantaranya kakap merah, peperek, bawal dan lainnya dan penangkapannya pun menggunakan berbagai alat tangkap diantaranya bottom gilllnet, bottom trwal,  bubu, dan lainnya.

Ciri utama sumberdaya ikan demersal antara lain memiliki aktivitas rendah, gerak ruang yang tidak terlalu jauh dan membentuk gerombolan tidak terlalu besar yang menyebabkan penyebarannya relatif merata. Fluktuasi suhu dan perubahan geografis merupakan faktor penting yang merangsang dan menentukan  pengkonsentrasian serta pengelompokan ikan. Ikan demersal sangat dipengaruhi oleh faktor oseanografi seperti suhu, salinitas, arus, dan bentuk dasar perairan. Gerombolan ikan demersal lebih menyukai salinitas yang tinggi berada ke ar ah laut yaitu berada pada salinitas 35,5 per mil.

Potensi produksi ikan demersal sebagian besar berasal dari usaha perikanan skala kecil karena daerah penangkapan masih terbatas. Ikan demersal di wilayah indonesia sebesar 28,54% dari total potensi sumberdaya perikanan laut Indonesia atau sekitar 1.786.400 ton per tahun. Indonesia potensi untuk mengekspor ikan demersal dari data yang didapatkan negara-negara tujuan Indonesia untuk mengekspor ikan yaitu Jepang, Hongkong, Taiwan, Thailand, Singapura, Vietnam, Australia, Amerika Serikat, Belanda, Belgia, dan lainnya. Ikan kerapu menjadi salah satu ikan yang berpotensi untuk diekspor dengan kenaikan nilai ekspor rata-rata mencapai 9,4% per tahun sejak 2012-2016. Tahun 2017 nilai ekspor kerapu mencapai USD16,42 juta dengan volume ekspor sebesar 30,75% per tahun yang menandakan adanya kenaikan rata-rata per tahun.

(3)

BAB 1 PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Tingginya keanekaragaman hayati ini disebabkan oleh letak geografis yang strategis dan faktor lain berupa iklim musiman dan massa air laut yang mempengaruhi massa air dari dua samudera serta keragaman habitat dan ekosistem didalamnya. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap keberadaan sumberdaya ikan dan daerah penangkapan ikan.

Daerah penangkapan ikan menurut Yusuf (2006) dalam Dinas Kelautan dan Perikanan (2009) ialah suatu perairan dimana ikan menjadi sasaran penangkapan diharapkan dapat tertangkap secara maksimal, tetapi masih dalam batas kelestarian sumberdayanya. Analisa daerah penangkapan diperlukan untuk memberikan informasi akurat keberadaan gerombolan ikan, sehingga penangkapan bisa dilakukan dengan efektif dan efesien. Penentuan daerah penangkapan ikan yang  potensial saat ini disebagian besar wilayah Indonesia masih menjadi kendala,

sehingga usaha pengkapan ikan yang dilakukan masih penuh dengan ketidakpastian karena nelayan tidak dapat langsung menangkap ikan tapi mencari daerah  penangkapannya terlebih dahulu. Dengan demikian hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti, disamping itu ketidakpastian tersebut mengakibatkan kapal  pengangkap banayak menghabiskan waktu dan bahan bakar untuk mencari lokasi  fishing ground akibatnya hasil tangkapan yang diperoleh tidak sebanding dengan  biaya produksi yang dikeluarkan.

Menganalisa daerah penangkapan ikan harus pula mengetahui terlebih d ahulu tingkah laku ikan dan reaksinya terhadap beberapa parameter fisik, kimia, dan  biologi perairan. GowerdalamZainuddinet al.(2007) bahwa suatu daerah perairan memiliki rentang tertentu dimana ikan berkumpul untuk melakukan adaptasi fisiologis terhadap faktor lain misalnya suhu, arus, dan salinitas yang lebih sesuai dengan toleransi tubuh ikan, namun keberadaan konsentrasi klorofil-a diatas 0,2 mg mengindikasikan keberadaan plankton yang cukup untuk kelangsungan hidup ikan ekonomis penting. Maka dari itu penting bagi kita mengetahui faktor-faktor daerah  penangkapan ikan yang mendukung keberadaan komoditas penting perikanan tangkap, terutama nelayan yang perlu akan pengetahuan ini agar mampu

(4)

 perikanan mendapatkan hasil yang banyak (maksimal) dan waktu, biaya, dan tenaga yang diminimalisir.

Tujuan dari pembuatan paper ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor daerah penangkapan ikan yang mendukung komoditas penting perikanan tangkap dengan melihat karakteristik pada masing-masing komoditas ikan (tingkah laku). Paper yang kami buat mengenai ikan demersal yang memiliki karakteristik khas karena habitatnya di dasar perairan. Ikan demersal adalah jenis ikan yang habitatnya  berada di bagian dasar perairan, dapat dikatakan juga bahwa ikan demersal adalah ikan yang tertangkap dengan alat tangkap ikan dasar seperti trawl dasar (bottom trawl), jaring insang dasar (bottom gillnet), rawai dasar (bottom long line), dan bubu (Wijayanti 2013).

BAB 2 KONDISI UMUM KOMODITAS PENTING IKAN DEMERSAL DI INDONESIA

Salah satu komoditas penting produk maritim di Indonesia yang banyak diminati oleh pasar global yaitu komoditas ikan demersal atau ikan yang sebagian  besar hidupnya berada di dasar perairan. Ikan demersal memiliki nilai ekonomi

yang penting akan tetapi memiliki potensi sumberdaya yang relatif kecil bila dibandingkan dengan potensi sumberdaya ikan pelagis. Potensi perikanan laut Indonesia yang terdiri atas potensi perikanan pelagis maupun demersal tersebar  pada hampir semua bagian perairan laut Indonesia seperti pada perairan laut teritorial, nusantara dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Berdasarkan laporan FAO Year Book 2009 dalam Mahyuddin (2012), kondisi Indonesia saat i ni telah menjadi negara produsen perikanan dunia disamping China, Peru, USA dan beberapa negara kelautan lainnya. Peranan industri perikanan tangkap dalam struktur ekonomi terlacak melalui sumbangan industri perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Tercatat kontribusi PDB perikanan terhadap PDB nasional tanpa minyak dan gas bumi (migas) tahun 2010 hanya 3,4 %, perkiraan tahun 2011 adalah 3,5 % dan 4,5 % target tahun 2012. Produksi perikanan ta ngkap tahun 2010 mencapai 5,38  juta ton, perkiraan tahun 2011 mencapai 5,41 juta ton, dan 5,44 juta ton target tahun

(5)

2012. Perikanan demersal Indonesia menghasilkan berbagai jenis ikan (multi  species) yang dieksploitasi dengan menggunakan berbagai alat tangkap (multi  gear ). Contoh Ikan demersal adalah : kakap merah/bambangan ( Lutjanus  spp),  peperek ( Leiognatus spp), tiga waja ( Epinephelus spp), bawal ( Pampus spp) dan lain-lain. Sedangkan alat tangkap yang umum digunakan untuk menangkap ikan demersal adalah trawl dasar (bottom trawl), jaring insang dasar (bottom gillnet ), rawai dasar (bottom long line), bubu dan lain sebagainya.

Konvensi PBB tentang hukum Laut 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea/ UNCLOS) banyak memberikan arahan mengenai bagaimana sebaiknya lautan dikelola. Salah satu klausul dalam upaya pemanfaatan sumberdaya hayati, negara maritim memiliki kewajiban hukum untuk menjamin  bahwa sumberdaya hayati di ZEE-nya dilindungi dari kegiatan eksploitasi berlebih,

akan tetapi tetap dapat dioptimalkan pemanfaatannya. Dalam rangka menciptakan kelestarian sumberdaya ikan di zona ekonomi ekslusif, maka setiap negara maritim  perlu menetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB).

BAB 3 FAKTOR KUNCI YANG MENDUKUNG KEBERADAAN IKAN PELAGIS BESAR DI INDONESIA

Ciri utama sumberdaya ikan demersal antara lain memiliki aktifitas rendah, gerak ruang yang tidak terlalu jauh dan membentuk gerombolan tidak terlalu besar, sehingga penyebarannya relatif merata dibandingkan dengan ikan pelagis.

Keterkaitan terhadap faktor oseanografi fisik merupakan salah satu faktor yang menentukan keberadaan schooling ikan. Kisaran suhu dan salinitas yang  berbeda untuk setiap schooling  terkait dengan tingkah laku ikan tersebut. Faktor suhu dan salinitas dapat mempengaruhi aktiftas metabolisme dan pergerakan ikan sehingga memungkinkan untuk membentuk suatu  schooling   (Anditayana 2011). Fluktuasi suhu dan perubahan geografis merupakan faktor penting yang merangsang dan menentukan pengkonsentrasian serta pengelompokan ikan. Suhu di perairan dapat mempengaruhi kelarutan dari oksigen. Apabila suhu meningkat maka kelarutan oksigen berkurang dan sebaliknya apabila suhu menurun maka oksigen akan meningkat (Kurniasih 2013).

(6)

salinitas, arus, dan bentuk dasar perairan. Jenis ikan ini pada umumnya menyenangi dasar perairan bersubstrat lumpur atau lumpur berpasir (Dwiponggo et al. 1989 dalam Wijayanti 2013). Perikanan demersal Indonesia menghasilkan berbagai jenis ikan (multi species) yang dieksploitasi dengan menggunakan berbagai alat tangkap (multi gear). Hasil tangkapan ikan demersal pada umumnya terdiri atas berbagai  jenis yang jumlah masing-masing jenis tersebut tidak terlalu besar. Ikan tersebut antara lain kakap merah atau bambangan ( Lutjanus spp), peperek ( Leiognatus spp), manyung 10 ( Arius spp), kurisi ( Nemipterus spp), kuniran (Upeneus spp), tiga waja ( Epinephelus spp), dan bawal ( Pampus spp).

Salinitas mempunyai peran penting dan memiliki ikatan erat dengan kehidupan organisme perairan termasuk ikan, dimana secara fisiologis salinitas  berkaitan erat dengan penyesuaian tekanan osmotik ikan tersebut (Rohman, 2013). Gerombol ikan demersal lebih menyukai salinitas yang tinggi berada ke arah laut yaitu berada pada salinitas 35,5 per mil. Ikan cenderung akan memilih medium dengan kadar salinitas yang sesuai dengan tekanan osmotik tubuh mereka masing-masing (Laevastu dan Hayes dalam Lasniroha 2007).

BAB 4 POTENSI PEMANFAATAN KOMODITAS PENTING IKAN DEMERSAL DI INDONESIA

Potensi produksi ikan demersal di Indonesia sebagian besar berasal dari usaha perikanan skala kecil. Hal ini terjadi karena daerah penangkapan ikan tersebut umumnya masih terbatas di perairan pantai atau perairan dangkal yang merupakan daerah paparan benua dengan kedalaman yang kurang dari 100 meter, maka dari itu potensi ikan demersal lebih kecil dibanding ikan pelagis. Menurut  Naamin (1987), perairan yang mempunyai kedalaman kurang dari 100 m hanya sekitar 1,7 juta km² atau sekitar 50% dari daerah teritorial Indonesia. Jenis sumberdaya ikan demersal yang terdapat di wilayah Indonesia sekitar 28,54 % dari total potensi sumberdaya perikanan laut Indonesia atau sekitar 1.786.400 ton per tahun (Dahuri 2001).

(7)

Pemanfaatan ikan demersal telah dilakukan kerjasama penelitian antara  pemerintah Indonesia (Departemen Kelautan dan Perikanan) dan Jepang (OFCF) untuk mengkaji stok ikan demersal laut dalam yang diharapkan dapat dijadikan sebagai potensi baru dalam pengembangan sumberdaya ikan demersal di Indonesia, karena informasi mengenai sumberdaya ikan demersal laut dalam di perairan Indonesia masih sangat terbatas. Beberapa contoh yang kami temukan yaitu potensi dan pemanfaaan ikan demersal di Indonesia yaitu di laut cina selatan dan di pantai kabupaten Indramayu. Ikan demersal di laut cina selatan Indonesia merupakan daerah potensial untuk penangkapannya, pemanfaatan sumber daya ikan demersal sendiri di perairan Laut Cina Selatan sudah berlangsung cukup lama dan status  pengusahaannya cenderung berada dalam tingkatan yang jenuh (Dwiponggo et al.

1977). Dengan adanya indikator semakin menurunnya laju tangkap sebagai indeks kelimpahan stok di perairan ini, yang berarti sudah terjadi penurunan stok (Badrudin dan Karyana 1992), lalu sumberdaya ikan demersal sekitar pantai di Kabupaten Indramayu menunjukkan overfishing dan terjadinya degradasi sumberdaya. Simulasi laju degradasi sumberdaya ikan demersal sampai dengan tahun 2030 menunjukan masih tetap terjadi degradasi bila tanpa adanya kebijakan  perikanan (status quo).

Indonesia memiliki potensi untuk mengekspor ikan demersal, dari data yang didapatkan negara-negara tujuan Indonesia untuk mengekspor ikan yaitu Jepang, Hongkong, Taiwan, Thailand, Singapura, Vietnam, Australia, Amerika Serikat, Belanda, Belgia dan lainnya. Ikan kerapu menjadi salah satu contoh ikan demersal yang memiliki potensi untuk diekspor, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2012  –   2016) neraca  perdagangan kerapu konsumsi Indonesia menunjukkan kinerja positif dengan kenaikan nilai ekspor rata-rata per tahun mencapai 9,4 persen per tahun. Tahun 2016 tercatat nilai ekspor kerapu Indonesia mencapai USD32,18 juta. Sedangkan hingga per Juli 2017 ekspor kerapu nasional tercatat sebesar USD16,42 juta. Begitupun dengan volume ekspor dalam kurun waktu yang sama mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 30,75 persen.

(8)

Ikan demersal adalah jenis ikan yang habitatnya berada di bagian dasar  perairan, yang tertangkap dengan alat tangkap ikan dasar contoh Ikan demersal adalah : kakap merah/bambangan ( Lutjanus  spp), peperek ( Leiognatus spp), tiga waja ( Epinephelus spp), bawal ( Pampus spp) dan lain-lain. Ciri utama sumberdaya ikan demersal antara lain memiliki aktivitas rendah, gerak ruang yang tidak terlalu  jauh dan membentuk gerombolan tidak terlalu besar yang menyebabkan  penyebarannya relatif merata. Potensi produksi ikan demersal sebagian besar  berasal dari usaha perikanan skala kecil karena daerah penangkapan masih terbatas. Indonesia potensi untuk mengekspor ikan demersal dari data yang didapatkan negara-negara tujuan Indonesia untuk mengekspor ikan yaitu Jepang, Hongkong, Taiwan, Thailand, Singapura, Vietnam, Australia, Amerika Serikat, Belanda, Belgia, dan lainnya. Ikan kerapu menjadi salah satu ikan yang berpotensi untuk diekspor.

DAFTAR PUSTAKA

Ali suman. 2011. Balai Riset Perikanan Jakarta.  Jurnal . Stok Sumberdaya Ikan Demersal Laut Dalam di Perairan ZEEI Samudera Hindia Sebelah Selatan Jawa.

Anditayana, I. B. A. 2011. Sebaran Volume Backscattering Strength Schooling Ikan Menggunakan Metode Hidroakustik Di Selat Sunda. Bogor

Badrudin & Karyana, 1992. Indeks kelimpahan stok sumber daya ikan demersal di  perairan pantai barat Kalimantan. Jurnal Penelitian Perikanan Laut.

Burhanuddin. 1984.Suku Scombridae: Tinjauan Mengenai Ikan Tuna, Cakalang, dan Tongkol. Lembaga Oseanologi Nasional LIPI, Jakarta.

Dahuri, Rokhmin. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta

Dwiponggo, A. 1977. Peta Beberapa Sumber Perikanan Demersal (dasar) di Laut Jawa dan Cina Selatan. Laporan Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut. Departemen Pertanian. Jakarta

Hapsary, Ayu. 2016. Perkembangan Penangkapan Komoditas ‘Eksis’ Perairan

Indonesia. Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.

Kurniasih, A. 2013. Penurunan suhu terhadap tingkah laku ikan. Serang.

(9)

New Books Ltd, England.

 Naamin, N. 1987. Perikanan laut di Indonesia : prospek dan problema  pengembangan sumberdaya, perikanan laut. Jakarta

Rohman, M. A. 2013. Pengaruh Suhu, Salinitas, Arus Dan Upweling Terhadap Ikan. Surabaya.

Wasilun dan Badrudin. 1991. Beberapa Parameter Osea-nografi dalam Hubungannya Dengan Penyebaran Kelimpahan Stok Sumberdaya Perikanan Di Laut Jawa dan Laut Cina Selatan. Sub Balai Penelitian Perikanan Laut, Semarang. In Cholik, F.1991. Pro- seding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat Buku II. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

 No. 19/1991. p116-122.

http://journal.ipb.ac.id/index.php/jippi/article/view/7039 12 Maret 2018 : 19:20 WIB

(10)

Referensi

Dokumen terkait

% Jumlah Partisipasi masyarakat yang hadir dalam musrenbang kecamatan dibagi jumlah. masyarakat yang diundang

Hasil penelitian yang ditunjukkan oleh Tabel 4.2 didapatkan rasa asam pada dadih koro benguk dengan penambahan sari jeruk nipis dan jenis susu yang

Berdasarkan hasil tes kosakata, ditemukan bahwa persentase skor dari penguasaan kosakata dengan menggunakan lagu tradisional pada siklus 2 yang mendapat 75 atau

Lingkungan internal yang menjadi kekuatan KRB adalah (1) pusat konservasi ex-situ , (2) panorama arsitektur lanskap yang bernuansa alami, (3) KRB memiliki aksesbilitas tinggi

Berbeda dengan wilayah lainnya daerah ini sudah menjadi daerah langganan banjir. Akhir bulan desember 2016 terjadi bencana banjir di Kota Bima dimana awalnya daerah ini tidak

Model sistem peramalan menggunakan metode fuzzy inference system yang dikembangkan dapat menghasilkan output tentang kebutuhan jumlah produksi dengan memperhatikan dua

29 Oleh karena itu, penelitian ini merupakan penelitian yang menggambarkan, menjelaskan, menganalisis pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana aborsi yang

2011 Masjid Raya Ahmad Yani Manado Ketum IPHI H.Kurdi Mustofa menyampaikan taushiyah pada dzikir bersama IPHI Sulut hadir pengurus pusat antara lain Bendahara 2 H.Khoriri, Ketua