• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN KETERAMPILAN KADER DALAM PENGUKURAN BB DAN TB BERDASARKAN KARAKTERISTIK KADER DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LANGSA TIMUR PROVINSI ACEH TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN KETERAMPILAN KADER DALAM PENGUKURAN BB DAN TB BERDASARKAN KARAKTERISTIK KADER DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LANGSA TIMUR PROVINSI ACEH TAHUN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 GAMBARAN KETERAMPILAN KADER DALAM PENGUKURAN BB DAN TB BERDASARKAN KARAKTERISTIK KADER DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

LANGSA TIMUR PROVINSI ACEH TAHUN 2015

Nurainun1, Fitri Ardiani2, Etti Sudaryati2 1)

Mahasiswi Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU 2)

Dosen Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, 20155

Email : nadhirah2010.nq@gmail.com

ABSTRACT

There are any cadre of Posyandu who have not skill in measurement of weight and high of body of child under five in dacin balancing before weighing the child under five. This is influenced by any factors such as education, knowledge, duration to be a cadre and training followed by the cadre.

This research aims to study an overview of skill of cadre in measure the weigh and high of body of child under five in Posyandu in the work area of Puskesmas Langsa Timur Province of Aceh. This research is a descriptive study by moment observation study. The data was collected by interview and observation when implement the Posyandu activities.

Based on the research indicated that the skill of cadre in measurement of weight and height of child body under five was in poor skill category for 59 cadres (62.1%). The higher education was in the category of graduate of senior high school (SMA) for 46 cadres (48.4%). The cadre who has skill in measurement of weight and height of body with graduation of DIII/S1 is 11 persons (84.62%). More of cadres have poor knowledge about the measurement of weight and height of body for 41 cadres (43.2%). The cadres who have skill in measurement of weight and height of body with good knowledge were 15 persons (60%). The cadres who never follow any training were 70 cadres (73.7%). The cadres who have skill in measurement of weight and height of body are cadres who have follow training for 24 persons (96%). More of cadres with the duration time to be cadres were > 3 years for 49 cadres (51.6%). The cadre who has skill in measurement of weight and height of body and has to be cadre during > 3 years was 23 persons (46.94%).

It is suggested that Puskesmas design and hold training for cadres periodically to minimize the error in measurement that influence the nutrition status of child under five.

Keywords : Characteristic of cadre, Skill of cadre in measurement of weight and Height of body

PENDAHULUAN

Pemantauan pertumbuhan merupakan salah satu kegiatan utama program perbaikan gizi, yang menitikberatkan pada upaya pencegahan dan peningkatan gizi anak. Disebutkan bahwa sekurangnya 80% balita disetiap kabupaten/kota di timbang setiap bulan dan berat badannya naik sebagai indikasi bahwa balita tersebut tumbuh sehat. Soekirman (2000) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya kasus kurang gizi pada masyarakat karena tidak berfungsinya lembaga–lembaga sosial dalam masyarakat

seperti Posyandu. Penurunan aktivitas Posyandu tersebut berakibat pemantauan gizi pada anak dan ibu hamil terabaikan. Namun demikian dari hasil penelitian Satoto dkk (2002) menunjukkan bahwa sekitar 35% desa di Indonesia masih melaksanakan Posyandu sampai sekarang dan sebagian masyarakat miskin masih menggunakan Posyandu sebagai tempat pelayanan kesehatan. Hal ini membuktikan bahwa Posyandu masih mempunyai peran penting sebagai forum kegiatan masyarakat. Seperti dikemukakan diatas

(2)

2

bahwa operasional Posyandu tidak lepas dari adanya kader Posyandu yang telah banyak membantu pelaksanaan kegiatan Posyandu di 5 (lima) meja yang ada telah ditetapkan.

Berdasarkan penelitian UNICEF (2002) bahwa tingkat ketelitian kader dalam menimbang hanya 39% dan tingkat akurasinya hanya 3%. Rendahnya ketelitian dan keterampilan kader dalam melakukan penimbangan berat badan balita mungkin disebabkan oleh banyak faktor, seperti : pelaksanaan prosedur penimbangan, pengetahuan, umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah pelatihan yang diikuti dan frekuensi penimbangan yang dilakukan (Dodinofria, 2008).

Kondisi alat timbang di Posyandu yang tidak dikalibrasi atau ditera ulang akan menyebabkan ketidak akuratan hasil penimbangan. Ketelitian dan keterampilan kader Posyandu untuk melaksanakan penimbangan sangat penting, kerana hal ini menyangkut status gizi balita. Di samping itu kurangnya latihan atau penyegaran kader serta kurangnya pembinaan kader dari petugas Puskesmas menyebabkan kurangnya keterampilan kader dalam melaksanakan tugasnya. Akibatnya informasi status gizi anak balita menjadi tidak akurat artinya seharusnya status gizi baik bisa menjadi gizi kurang, dan atau gizi buruk dan sebaliknya (Helen, 2009).

Di Asia, angka kejadian stunting tinggi yaitu sekitar 36% dengan prevalensi kejadian tertinggi berada di kawasan Asia Selatan. Di Asia Selatan setengah dari jumlah total anak dibawah 5 tahun mengalami stunting (UNICEF, 2010). Di Indonesia, diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data ini berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan memposisikan Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang mengalami stunting tinggi (UNICEF, 2007). Hasil Riskesdas dari tahun 2007 ke tahun 2013 menunjukkan fakta yang memprihatinkan dimana underweight meningkat dari 18,4% menjadi 19,6%, stunting juga meningkat dari 36,8%

menjadi 37,2 %, sementara wasting (kurus) menurun dari 13,6 % menjadi 12,1 %. Stunting terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kemiskinan dan pola asuh tidak tepat yang mengakibatkan kemampuan kognitif tidak berkembang maksimal, mudah sakit dan berdaya saing rendah, sehingga bisa terjebak dalam kemiskinan.

Data yang diperoleh dari petugas gizi Puskesmas Langsa Timur pada tahun 2014 dari 1423 balita terdapat 157 balita (11,03%) yang mengalami status gizi pendek (stunting), 95 balita (60,51%) berjenis kelamin laki-laki dan 62 balita (39,49%) berjenis kelamin perempuan. Dari 157 balita yang mengalami stunting tersebut ternyata setelah dilakukan pemantauan yang dilakukan oleh petugas kesehatan Puskesmas Langsa Timur terdapat ketidaksesuaian dalam melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan yang dilakukan oleh kader Posyandu, kesalahan alat pengukuran tinggi badan yang seharusnya menggunakan microtoice, namun dilakukan dengan menggunakan pita cm yang digunakan oleh penjahit pakaian, ketidaksesuaian yang lain yaitu tata cara penimbangan berat badan dengan menggunakan dacin yang dilakukan tidak sesuai dengan prosedur misalnya pada pengukuran berat badan balita dengan

menggunakan dacin kader tidak

menyeimbangkan jarum dacin dengan menggunakan pasir atau batu kerikil yang dimasukkan kedalam plastik yang diikatkan diujung batang dacin terlebih dahulu sehingga sering kali terdapat pengukuran yang tidak sesuai.

Dari survey awal pada 10 kader ternyata mayoritas kader berpendidikan SMP yaitu 6 kader (60%), 5 kader (50%) berpengetahuan cukup tentang pengukuran BB dan TB, dan 4 kader (40%) sudah lama berpengalaman menjadi kader, namun penimbangan dan pengukuran yang dilakukan masih belum benar sehingga mempengaruhi ketepatan dan ketelitian hasil pengukuran. Hal ini akan mengakibatkan kesalahan dalam menilai

(3)

3

status gizi sehingga terjadi kesalahan dalam perencanaan program selanjutnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional study yaitu antara variabel dependen dan independen diukur dalam waktu yang bersamaan. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur Kota Langsa yang dilaksanakan pada bulan Februari sampai Desember 2015.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader Posyandu wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur yang berjumlah 95 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik total sampling, yaitu yang menjadi sampel penelitian adalah seluruh kader Posyandu wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur yang berjumlah 95 orang. Berdasarkan Notoadmodjo (2003), langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data yaitu editing, coding, scoring, dan tabulating. Data dikumpulkan secara manual kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karateristik Kader

Penelitian dilakukan pada kader Posyandu yang berjumlah 95 kader. Adapun karakteristik kader meliputi umur kader, pendidikan kader, pengetahuan kader, pelatihan yang pernah diikuti kader dan lama menjadi kader.

Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur dapat diketahui bahwa keterampilan kader dalam kegiatan pengukuran BB dan TB balita lebih banyak pada kategori tidak terampil, yaitu sebesar 59 kader (62,1%) yang menunjukkan bahwa kegiatan

pengukuran BB dan TB balita di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur belum terlaksana dengan maksimal.

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diketahui distribusi frekuensi keterampilan kader dalam melakukan pengukuran BB dan TB pada balita di Posyandu dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur

No Keterampilan Kader n %

1 Terampil 36 37,9

2 Tidak Terampil 59 62,1

Jumlah 95 100

Distribusi Frekuensi Kader Menurut Keterampilan Berdasarkan Penggunaan Dacin

Gambaran keterampilan kader Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur digunakan analisis deskriptif berdasarkan pengamatan dalam lembar chek list. Hasil pengamatan untuk item

no.1,4,7,9 semua kader (100%)

melakukannya dengan benar. Kondisi ini termasuk kedalam kategori terampil. Artinya bahwa keterampilan kader tentang cara penggantungan dacin sudah benar

yaitu dilakukan dengan cara

menggantungnya ditempat yang kokoh, kader sudah memasang sarung / kotak timbang yang kosong pada dacin,

keterampilan kader tentang cara membaca hasil penimbangan sudah benar yaitu dengan membaca BB balita dengan melihat angka diujung bandul geser, dan juga semua kader mengembalikan bandul ke angka nol dan mengeluarkan balita dari sarung/kotak timbang setelah selesai penimbangan. Sementara itu untuk hasil pengamatan item no.8 semua kader yaitu 95 kader (100%) tidak melakukan dengan benar artinya bahwa semua kader tidak ada yang mencatat hasil penimbangan di kertas/buku bantu dalam kg dan ons, kader

(4)

4

hanya menyuruh ibu balita mengingat berapa hasil timbangan balitanya sebelum dituliskan ke buku register penimbangan balita. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diketahui distribusi frekuensi kader

menurut keterampilan berdasarkan penggunaan dacin dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kader Menurut Keterampilan Berdasarkan Penggunaan Dacin

No Proses yang diamati n %

Menimbang balita dengan menggunaan dacin

1 Mengatur penggantungan dacin pada tempat yang kokoh 95 100

2 Menggantung dacin dan mengatur posisi batang dacin sejajar dengan mata penimbang 6 6,32 3 Memastikan bandul geser berada pada angka NOL dan paku tegak lurus 7 7,37 4 Memasang sarung/celana/kotak timbang yang kosong pada dacin 95 100 5 Menyeimbangkan dacin dengan memberi kantong plastik berisikan pasir/batu diujung

batang dacin sampai kedua jarum tegak lurus 12 12,63

6 Memasukkan balita kedalam sarung timbang dengan pakaian seminimal mungkin dan

menggeser bandul sampai jarum tegak lurus 11 11,58

7 Membaca berat badan balita dengan melihat angka di ujung bandul geser 95 100 8 Mencatat hasil penimbangan dengan benar di kertas/buku bantu dalam kg dan ons 0 0 9 Mengembalikan bandul ke angka NOL dan mengeluarkan balita dari

sarung/celana/kotak timbang 95 100

Distribusi Frekuensi Kader Menurut Keterampilan Berdasarkan Penggunaan Alat Ukur Panjang Badan

Hasil pengamatan no.1,3,4,7 yaitu 95 kader (100%) melakukannya dengan benar. Kondisi ini termasuk kedalam kategori terampil. Artinya bahwa sudah semua kader meletakkan papan pengukur ditempat yang datar dan rata sebelum melakukan pengukuran TB, keterampilan kader tentang cara meletakan balita di papan ukur sudah benar yaitu membaringkan balita

diatas papan pengukur dengan posisi kepala menempel pada bagian papan yang datar dan tegak lurus (bagian papan yang tidak dapat bergerak), kader sudah memastikan kepala balita menempel pada bagian papan yang tidak dapat bergerak, dan semua kader sudah terampil dalam membaca hasil pengukuran. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diketahui distribusi frekuensi kader menurut keterampilan berdasarkan penggunaan alat ukur panjang badan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kader Menurut Keterampilan Berdasarkan Alat Ukur Panjang Badan

No Proses yang Diamati n %

Mengukur panjang badan balita yang belum dapat berdiri tegak

1 Meletakkan papan pengukur ditempat datar dan rata 95 100

2 Mengatur posisi pengukur berada disebelah kanan balita 11 11,58 3 Membaringkan balita diatas papan pengukur dengan posisi kepala menempel pada

bagian papan yang datar dan tegak lurus (bagian papan yang tidak dapat bergerak) 95 100 4 Memastikan bagian puncak kepala menempel pada bagian papan yang tidak dapat

bergerak 95 100

5 Mengatur posisi bagian belakang kepala, punggung, pantat dan tumit menempel

secara tepat pada papan pengukur 16 16,84

6 Menggeser bagian papan yang bergerak sampai seluruh bagian telapak kaki menempel pada bagian papan yang dapat digeser (dengan cara menekan bagian

lutut dan mata kaki) 9 9,47

(5)

5 Distribusi Frekuensi Kader Menurut

Keterampilan Berdasarkan Penggunaan Microtoice

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur diketahui bahwa keterampilan kader dalam menggunakan microtoice terdiri dari 2 bagian yaitu :

A. Prosedur Penempatan Microtoice Secara Permanen

Hasil pengamatan untuk kegiatan no. 1,2,3,4 yaitu 95 kader (100%) melakukannya dengan benar. Kondisi ini termasuk kedalam kategori terampil. Artinya

bahwa semua kader sudah terampil bagaimana cara menempatkan microtoice secara permanen.

B. Prosedur Pengukuran Balita

Hasil pengamatan item no.3 dan 6 yaitu 95 kader (100%) tidak melakukannya dengan benar. Kondisi ini termasuk kedalam kategori tidak terampil. Sedangkan untuk hasil pengamatan item no.4 dan 5 yaitu 95 kader (100%) melakukannya dengan benar. Hasil penelitian yang dilakukan maka diketahui distribusi frekuensi kader menurut pengamatan/observasi yang benar dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kader Menurut Keterampilan Berdasarkan Penggunaan Microtoice

No. Mengukur tinggi badan dengan microtoise pada balita yang sudah dapat berdiri

tegak n %

A. Prosedur penempatan microtoise secara permanen

1. Memilih dinding dan lantai yang rata dan tegak lurus 95 100

2. Meletakkan microtoise di lantai dan menempel pada dinding, kemudian menarik pita

meteran tegak lurus ke atas sampai angka pada jendela baca menunjukkan angka NOL 95 100

3. Memaku/menempelkan ujung pita meteran pada dinding 95 100

4. Menarik kepala microtoise ke atas sampai ke paku 95 100

B. Prosedur pengukuran balita

1. Memposisikan balita berdiri tegak lurus di bawah microtoise membelakangi dinding 21 22,11 2. Memposisikan kepala balita berada dibawah alat geser microtoise, pandangan lurus

kedepan 15 15,78

3. Memeriksa posisi kedua lutut dan kedua tumit 0 0

4. Menarik kepala alat microtoise sampai puncak kepala balita 95 100 5.

Membaca angka pada jendela baca dan mata pembaca sejajar dengan garis merah (angka yang dibaca adalah yang berada pada garis merah dari angka kecil ke angka

besar) 95 100

6. Mencatat tinggi badan balita 0 0

Distribusi Frekuensi Kader Menurut item Pertanyaan Pengetahuan

Gambaran pengetahuan kader Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur dapat diketahui dengan menggunakan analisis deskriptif berdasarkan tanggapan atas pertanyaan – pertanyaan dalam kuesioner. Item–item

pertanyaan dalam pengetahuan digambarkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Berdasarkan 10 item pertanyaan, ada 2 item pertanyaan masuk kedalam kategori baik yaitu item no.1 dan 10, untuk kategori cukup ada 3 item pertanyaan yaitu no. 4, 6 dan 7, Sedangan untuk kategori kurang ada 5 pertanyaan yaitu item no.2, 3, 5, 8 dan 9. Hasil penelitian yang dilakukan

(6)

6

maka diketahui distribusi frekuensi kader menurut pengetahuan jawaban kuisioner

yang benar dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kader Menurut Item Pertanyaan Pengetahuan

No Item Pertanyaan n Persentasi

(%) kategori

1 Anak yang berumur 2 tahun pengukuran tinggi badan dilakukan

dengan cara : 95 100 Baik

2 Pada pengukuran berat badan langkah pertama yang harus dilakukan

adalah : 37 38,9 Kurang

3 Dibawah ini adalah hal yang harus diperhatikan pada penimbangan

bayi, kecuali 25 26,3 Kurang

4 Alat ukur tinggi badan harus mempunyai skala ketelitian tinggi yaitu : 65 68,4 Cukup 5 Apakah tujuan melakukan penimbangan BB dan pengukuran TB

bayi/balita? 53 55,79 Kurang

6 Untuk pengukuran berat badan balita langkah yang paling

menentukan ketepatannya adalah : 58 61,1 Cukup

7 Dibawah ini merupakan alat ukur tinggi/panjang badan bayi dan

balita, kecuali 69 72,6 Cukup

8 Bagaimana posisi anak waktu megukur tinggi badan anak? 53 55,79 Kurang 9 Agar alat ukur tetap valid maka alat ukur tersebut harus di ... 21 22,1 Kurang

10 Bagaimana cara pemasangan microtoice? 95 100 Baik

Pendidikan Kader

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur dari 95 kader dapat diketahui jumlah kader tertinggi status pendidikan berada pada pendidikan SMA/Sederajat yaitu sebanyak 46 kader (48,4%) dan terendah DIII/S1 yaitu sebanyak 13 kader (13,7%). Tingkat pendidikan mempengaruhi keterampilan seseorang untuk memahami dan melakukan tindakan/keterampilan apa yang diajarkan atau dilatih. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin baik pula dala pemahaman, kemampuan, keterampilan dan ketelitian. Walaupun Departemen Kesehatan RI (1990) tidak mensyaratkan tingkat pendidikan tertentu untuk menjadi kader Posyandu, hanya mensyaratkan bisa membaca dan menulis, akan tetapi tingkat pendidikan ini juga perlu mendapat perhatian. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi diperlukan dalam mengerjakan tugas–tugas di Posyandu. Distribusi frekuensi tingkat pendidikan kader dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kader Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur No Pendidikan n % 1 SD/SMP 36 37,9 2 SMA/Sederajat 46 48,4 3 DIII/S1 13 13,7 Jumlah 95 100 Pengetahuan Kader

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur diketahui bahwa mayoritas kader memiliki pengetahuan kurang tentang pengukuran BB dan TB balita di Posyandu yaitu sebanyak 41 kader (43,2%) dan minoritas kader berpengetahuan cukup tentang pengukuran BB dan TB balita di Posyandu yaitu sebanyak 25 kader (26,3%).

Notoatmodjo (1993), menyebutkan bahwa adanya informasi atau pengetahuan yang sering dan berulang–ulang dapat meningkatkan retensi pengetahuan

(7)

7

seseorang. World Health Organization (WHO) yang dikutip Notoatmodjo (1993) menyebutkan bahwa seseorang memperoleh pengetahuan berasal dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar adalah pengalaman yang terjadi di dalam diri sendiri. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diketahui distribusi frekuensi pengetahuan kader dalam melakukan pengukuran BB dan TB seperti pada tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kader Menurut Tingkat Pengetahuan di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur No Pengetahuan n % 1 Baik 25 26,3 2 Cukup 29 30,5 3 Kurang 41 43,2 Jumlah 95 100

Pelatihan Yang Pernah Diikuti

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur menyatakan bahwa sebagian besar kader tidak pernah mengikuti pelatihan sebanyak 70 kader (73,7%). Kurangnya keterampilan kader dalam memberikan penyuluhan kemungkinan menyebabkan ibu balita kurang berminat untuk mengunjungi posyandu. Ibu balita yang mampu, lebih memilih untuk mengunjungi dokter untuk memantau pertumbuhan balitanya (Basyir, dkk 2008). Agar pelatihan kader berjalan efektif, maka diperlukan unsur pelatih kader yang mampu berdedikasi dalam memberikan

pelatihan secara efektif dan

berkesinambungan, yakni melalui pendampingan dan bimbingan. Pelatihan kader diberikan secara berkelanjutan berupa pelatihan dasar dan berjenjang yang berpedoman pada modul (Nilawati, 2008). Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diketahui distribusi frekuensi pelatihan

yang pernah diikuti kader dalam melakukan pengukuran BB dan TB pada balita di Posyandu dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8 Distribusi Frekuensi Kader Menurut Pelatihan Yang Pernah Diikuti di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur No Pelatihan Yang Pernah Diikuti n % 1 Ada 25 26,3 2 Tidak Ada 70 73,7 Jumlah 95 100

Lama Menjadi Kader

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur menyatakan bahwa mayoritas kader dengan lama menjadi kader >3 tahun sebanyak 49 kader (51,6%). Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diketahui distribusi frekuensi lama menjadi kader dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9 Distribusi Frekuensi Kader Menurut Lama Menjadi Kader di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur No Lama Menjadi Kader n % 1 >3 tahun (lama) 49 51,6 2 1 – 3 tahun (baru) 46 484 Jumlah 95 100

Hasil Analisis Tabulasi Silang Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan kader semakin terampil kader tersebut dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya semakin rendah pendidikan kader maka semakin tidak

(8)

8

terampil dalam melakukan pengukuran BB dan TB. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah kader yang terampil dalam pengukuran BB dan TB dengan pendidikan DIII/S1 sejumlah 11 orang (84,62%). Pada umumnya semakin tinggi pendidikan akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Kader yang berpendidikan tinggi akan lebih mengetahui dan terampil dalam memahami perannya sedangkan kader dengan tingkat pendidikan yang rendah akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan perannya. Saifullah (2011) menyebutkan bahwa kader yang memiliki pendidikan DIII/S1 lebih cepat

mengerti, memahami kegatan serta mampu

melaksanakan prosedur kegiatan

pengukuran BB dan TB balita yang telah di tetapkan dibandingkan dengan yang memiliki pendidikan dasar.

Berdasarkan penelitian Nurayu (2013) responden dengan pendidikan lanjutan (tamat SMA atau Sarjana) 21 orang terdiri dari 9 orang (42,9%) memiliki kualitas laporan baik dan 12 orang (57,1%) kualitas laporannya kurang baik. Responden berpendidikan dasar (tamat SD dan tamat SMP) semuanya (100%) memiliki kualitas laporan yang kurang baik.

Tabel 10. Tabulasi Silang Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB berdasarkan Pendidikan Di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur

No Pendidikan

Keterampilan Kader Dalam

Pengukuran BB dan TB Jumlah Terampil Tidak Terampil

N % n % n % 1 SD/SMP 8 22,22 28 77,78 36 100 2 SMA/Sederajat 17 36,96 29 63,04 46 100 3 DIII/S1 11 84,62 2 15,38 13 100 Jumlah 36 59 95 100

Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB Berdasarkan Pengetahuan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan kader semakin terampil kader tersebut dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya semakin kurang pengetahuan kader maka semakin tidak terampil dalam melakukan pengukuran BB dan TB.

Hasil penelitian di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah kader yang terampil dalam pengukuran BB dan TB dengan pengetahuan baik sejumlah 15 orang (60%). artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan kader di Posyandu akan semakin baik tingkat keterampilan kader

dalam melakukan pengukuran BB dan TB balita di Posyandu. Faktor yang menjadi penyebab adanya hubungan tingkat pengetahuan dengan keterampilan kader adalah jika tingkat pengetahuan kader semakin baik maka diharapkan kader dapat menerapkan pengetahuan tersebut dengan lebih baik sehingga keterampilan dalam melakukan pengukuran BB dan TB balita akan semakin meningkat.

Tingkat pengetahuan dan

keterampilan kader akan lebih baik jika pendidikan dasar atau pendidikan tinggi mengikuti pembinaan serta mempunyai frekuensi tinggi mengikuti pembinaan. Tingginya nilai pengetahuan dan keterampilan kader dipengaruhi oleh

(9)

9

pendidikan formal, keaktifan kader di Posyandu dan lamanya menjadi kader.

Tabel 11. Tabulasi Silang Ketermpilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB berdasarkan Pengetahuan Di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur

No Pengetahuan

Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB

dan TB Jumlah

Terampil Tidak Terampil

n % n % N %

1 Baik 15 60 10 40 25 100

2 Cukup 14 48,28 15 51,72 29 100

3 Kurang 7 17,07 34 82,93 41 100

Jumlah 36 59 95 100

Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB Berdasarkan Pelatihan Yang Pernah Diikuti

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur menunjukkan bahwa kader yang pernah mengikuti pelatihan maka semakin terampil kader tersebut dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya kader yang tidak pernah mengikuti pelatihan maka semakin tidak terampil dalam melakukan pengukuran BB dan TB.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur berdasarkan tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah kader yang

terampil dalam pengukuran BB dan TB yaitu kader yang pernah mengikuti pelatihan sejumlah 24 orang (96%) dan tidak mempunyai keterampilan sebagian besar tidak pernah mengikuti pelatihan yaitu 58 kader (82,86%). Banyaknya kader yang belum mendapat latihan dalam melakukan pengukuran BB dan TB adalah karena mereka merupakan pengganti kader yang sudah tidak aktif lagi. Latihan dasar kader, latihan ulang kader dan latihan penyegaran kader akan mempengaruhi keterampilan kader dalam pengukuran BB dan TB balita di Posyandu. Bila latihan ini tidak diadakan oleh pihak Puskesmas maka kader akan kesulitan melaksanakan tugasnya dan lama kelamaan kader akan tidak aktif lagi.

Tabel 12. Tabulasi Silang Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB Berdasarkan Pelatihan Yang Pernah Diikuti Di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur

No Pelatihan Yang Pernah Diikuti

Keterampilan Kader Dalam

Pengukuran BB dan TB Jumlah Terampil Tidak Terampil

N %

n % n %

1 Ada 24 96 1 4 25 100

2 Tidak Ada 12 17,14 58 82,86 70 100

(10)

10 Keterampilan Kader Dalam Pengukuran

BB dan TB Berdasarkan Lama Menjadi Kader

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur menunjukkan semakin lama kader bekerja sebagai kader maka semakin terampil kader tersebut dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya kader yang masih baru maka tidak terampil dalam melakukan pengukuran BB dan TB.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Langsa Timur seperti pada tabel 13 menunjukkan bahwa jumlah kader yang terampil dalam pengukuran BB dan TB yang lama menjadi kader >3 tahun sejumlah 23 orang (46,94%) dan tidak mempunyai keterampilan sebagian besar kader dengan

lama menjadi kader 1-3 tahun yaitu sebanyak 33 kader (71,74%). Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Makin lama menjadi kader pengalaman yang dimiliki semakin banyak sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk bertindak/mengambil keputusan. Sebaliknya kader pemula belum memiliki banyak pengalaman serta asing dan ragu–ragu. Kondisi ini akan menghambat peran sertanya dalam suatu kegiatan. Masa kerja berkaitan dengan peran kader artinya ada hubungan antara peran serta kader dengan masa kerja dengan asumsi bahwa semakin lama kader bekerja semakin tinggi pula peran sertanya dalam kegiatan di Posyandu, hal ini terjadi karena semakin berpengalaman akan akan semakin meningkat keterampilan yang dimiliki.

Tabel 13. Tabulasi Silang Keterampilan Kader Dalam Pengukuran BB dan TB berdasarkan Lama Menjadi Kader Di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Timur

No Lama Menjadi Kader

Keterampilan Kader Dalam

Pengukuran BB dan TB Jumlah Terampil Tidak Terampil

N % n % n % 1 >3 tahun (lama) 23 46,94 26 53,06 49 100 2 1 – 3 tahun (baru) 13 28,26 33 71,74 46 100 Jumlah 36 59 95 100 KESIMPULAN

1. Ada kecenderungan semakin tinggi pendidikan kader semakin terampil kader tersebut dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya semakin rendah pendidikan kader maka semakin tidak terampil dalam melakukan pengukuran BB dan TB

2. Ada kecenderungan semakin baik pengetahuan kader semakin terampil kader tersebut dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya semakin kurang pengetahuan kader maka semakin

tidak terampil dalam melakukan pengukuran BB dan TB

3. Ada kecenderungan semakin lama kader bekerja sebagai kader maka semakin terampil kader tersebut dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya kader yang masih baru maka tidak terampil dalam melakukan pengukuran BB dan TB

4. Ada kecenderungan bahwa kader yang pernah mengikuti pelatihan maka kader akan terampil dalam pengukuran BB dan TB, begitu juga sebaliknya kader yang tidak pernah mengikuti pelatihan maka

(11)

11

kader tidak terampil dalam melakukan pengukuran BB dan TB

SARAN

1. Agar pihak Puskesmas dapat merencanakan dan mengadakan pelatihan ataupun penyegaran kader secara preriodik sehingga diharapkan tidak terjadi lagi kesalahan yang menimbulkan bias pengukuran saat Posyandu yang akan mempengaruhi status gizi balita

2. Diharapkan kepada kader saat menimbang dengan menggunkan dacin agar lebih memperhatikan posisi batang dacin, memastikan bandul geser berada pada angka NOL dan paku tegak lurus, menyeimbangkan dacin dengan memberi kantong plastik berisikan pasir/batu diujung batang dacin sampai kedua jarum tegak lurus dan mencatat hasil penimbangan dengan benar di kertas/buku bantu dalam kg dan ons

3. Diharapkan kepada kader saat mengukur panjang badan balita yang belum dapat berdiri tegak agar lebih memperhatikan lagi posisi pengukur, posisi bagian belakang kepala, punggung, pantat dan tumit balita menempel secara tepat pada papan pengukur dan menggeser bagian papan yang bergerak sampai seluruh bagian telapak kaki menempel pada bagian papan yang dapat digeser (dengan cara menekan bagian lutut dan mata kaki)

4. Diharapkan kepada kader saat mengukur tinggi badan dengan microtoise pada balita yang sudah dapat berdiri tegak agar lebih memperhatikan lagi posisi balita berdiri tegak lurus di bawah microtoise membelakangi dinding,

posisi kedua lutut dan kedua tumit dan mencatat tinggi badan balita dengan baik dan benar

5. Disarankan kepada kader agar lebih meningkatkan pengetahuan dalam hal langkah-langkah pengukuran BB, hal-hal yang harus diperhatikan pada saat penimbangan bayi, mengetahui tujuan dilakukan penimbangan BB dan pengukuran TB bayi/blita, mengetahui bagaimana posisi anak waktu mengukur TB anak dan mengetahui validasi alat ukur

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI., 1991. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat Rumah Sakit. Khusus dan Swasta, Dit. Jen. Yanmedik.

2. _________, 2002. Panduan Pelatihan Kader. Pusat pendidikan dan pelatihan kesehatan.

3. _________, 2007. Konseling Gizi, Pelatihan Bagi Petugas Kesehatan. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Jakarta

4. _________, 2009. Buku Pegangan Kader. Semarang.

5. Nilawati. 2008. Pengaruh

Karakteristik Kader Dan Strategi Revitalisasi Posyandu Terhadap Keaktifan Kader Di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2008. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan 6. Notoatmodjo, S. 1993. Pengantar

Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, 37 – 38.

7. Notoatmodjo, S., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

(12)

12

8. _____________, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

9. Profil Puskesmas Langsa Timur, 2014. Data Jumlah Balita.

10.Saifullah. 2011. Pengaruh karakteristik kader posyandu terhadap penimbangan balita di

Kecamatn Kembang Tanjung

Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Tesis. Medan: Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

11. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.

(13)

Gambar

Tabel  1.  Distribusi  Frekuensi  Keterampilan  Kader  Dalam  Pengukuran  BB  dan  TB  di  Wilayah  Kerja  Puskesmas  Langsa Timur
Tabel  3.  Distribusi  Frekuensi  Kader  Menurut  Keterampilan  Berdasarkan  Alat  Ukur   Panjang Badan
Tabel  4.      Distribusi  Frekuensi  Kader  Menurut  Keterampilan  Berdasarkan  Penggunaan  Microtoice
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kader Menurut Item Pertanyaan Pengetahuan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Situs ini dibuat dengan tujuan untuk mempromosikan Produk elektronik yang dikeluarkan oleh P.T HIMIDA, karena kurang efisiennya promosi produk yang diberikan P.T HIMIDA itu

Perbaikan mutu layanan dengan merujuk pada standar internasional yang dikemas dengan sistem manajemen mutu (Quality Managment System) berstandar ISO 9001 : 2008

Kesalahan relatif maksimum sensor adalah sebesar 1.3% pada medan magnet 18.9976 µT. Pengukuran Kecepatan Sudut Piringan Magnet. Berdasarkan hasil karakterisasi sensor

Sedangkan pada percobaan pengenceran H 2 SO 4 pekat digunakan tabung reaksi yang tahan terhadap panas sebagai wadah H 2 SO 4 pekat dan aquades bereaksi dengan digunakan gelas

Suatu perusahaan yang mengetahui hal tersebut, tentu tidak hanya menjual produk itu sendiri, tetapi juga manfaat dari produk tersebut dimana pada akhirnya hal tersebut

penelitian ini yaitu “ Pengaruh Bimbingan Orang Tua dengan pendekatan humanistik terhadap Kemandirian Belajar Peserta Didik kelas VIII di MTs NU. Al-F alah Jekulo Kudus”

salah satu nilai tersebut adalah nilai keselamatan, yakni al- Qur’an mengajarkan manusia untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT dari berbagai kejahatan dalam surat

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa dengan partisipasi anggaran sebagai variabel moderating telah memberikan pengaruh positif