• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK ZUL ALINUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK ZUL ALINUR"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK ZUL ALINUR

2.1 Lokasi Penelitian.

Dalam memilih lokasi penelitian, penulis berfokus di kota Medan, dimana tempat tinggal informan yaitu Bapak Zul Alinur adalah di kota Medan. Zul Alinur adalah salah satu tenaga pengajar musik tradisi Minangkabau di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara, terkadang juga penulis berjumpa dengan Bapak Zul Alinur atau yang akrab di panggil bang koboy setelah slesai mengajar di Departemen Etnomusikologi, disamping sebagai tenaga pengajar di Departemen Etnomusikologi, dan tenaga pengajar di SMPN 1 Hamparan Perak, Zul Alinur juga aktif sebagai pengurus kesenian Minangkabau di Taman Budaya Sumatera Utara dan BM3 (Badan Musyawarah Masyarakat Minangkabau) yang bertempat di Jalan Adinegoro Medan, penulis juga kerap berjumpa dengan Zul Alinur di Taman Budaya, untuk menanyakan informasi yang dibutuhkan penulis untuk menyelesaikan tulisan ini.

2.2 Asal-Usul Masyarakat Minangkabau Di Kota Medan.

Menurut Adam, daerah suku etnik Minangkabau ditandai dengan masyarakatnya yang menganut dan menjalankan adat-istiadat Minangkabau yang umumnya bermukim di Pulau Sumatera bagian tengah, meliputi Provinsi Sumatera Barat (tidak termasuk Mentawai), sebahagian hulu sungai Rokan, Kampar, dan Kuantan di Provinsi Riau, Batang Tebo, dan Muara Bungo di Provinsi Jambi,serta hulu sungai Merangin dan Muko-Muko di Provinsi Bengkulu (Boestanol Arifin Adam, 1970).

(2)

13

Penghulu mengatakan bahwa daerah minangkabau terdiri dari: (1) Darek, (2) Pasisie, dan (3) Rantau. Secara tradisional masyarakat Minangkabau mempunyai dua wilayah pemerintahan adat. Pembahagian ini dikondisikan dengan masa Kerajaan Pagaruyung sewaktu masih berdiri, yaitu: luhak dan rantau. Daerah darek dikenal sebagai luhak nan tigo yang terdiri dari: (1) Luhak Tanah Data, (2) Luhak Agam, (3) Luhak Limo Puluah Koto. Ada keterkaitan erat diantaraluhak dan rantau (Penghulu 1978:12).

Berdasarkan mitologi yang terdapat dalam tambo Minangkabau, pada mulanya luhak hidup secara berkelompok pada daerah kecil yang bersifat kesatuan territorial, bernama nagari. Nagari-nagari yang merupakan daerah asal penduduk rantau. Setiap nagari sekurang-kurangnya ditempati oleh empat suku (klen) yang terdiri dari Bodi, Chaniago, Koto, dan Piliang.

Orang Minangkabau sering merantau, yaitu bermigrasi ke rantau. Istilah rantau dapat diartikan sebagai dataran rendah atau daerah aliran sungai (Mochtar Naim 1984:2), sebagai tempat orang Minangkabau mencari nafkah dengan meninggalkan kampung halaman yang terletak didataran tinggi. Akan tetapi istilah rantau tidak hanya terbatas kepada daerah rendah atau daerah aliran sungai, melainkan juga sudah berkonotasi dengan luar kampung halaman mereka. Kebiasaan merantau ini sangat besar pengaruh dan perannya dari segi sosial dan ekonomi masyarakat Minangkabau.

Migrasi orang Minangkabau ke Sumatera Timur (sekarang Sumatera Utara), baru mulai pada abad ke-19, ketika perkebunan-perkebunan asing mulai dibuka (Mochtar Naim 1984:97). Kebanyakan mereka bukan bekerja sebagai buruh perkebunan, melainkan menjajakan barang dagangannya dari perkebunan yang satu ke perkebunan yang lain, atau menetap di kota-kota Sumatera Timur untuk berdagang. Sesudah Revolusi Kemerdekaan berakhir, arus migrasi orang Minangkabau bertambah dalam jumlah yang lebih besar dibanding dengan sebelumnya. Terutama selama berlangsung pemberontakan PRRI

(3)

14

(Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) terjadi arus migrasi paling besar (Mochtar Naim 1984:97). Ibu Zul Alinur yang bernama Rosmiar, adalah seorang yang bersuku (etnik) Minangkabau. Bagaimana pun dalam darah dan jiwa Zul Alinur mengalir darah

Minangkabau. Dalam konteks ini, ibunda Zul Alinur merantau ke wilayah Deli pada pertengahan abad ke-20 dan berjodoh dengan ayahnya seorang Melayu dari Batubara. Kawasan Batubara ini sendiri sejak awal menjadi daerah orang-orang Minangkabau sejak zaman Pagaruyung. Bahkan nama-nama kawasan di Batubara juga memperkuat adanya hubungan dengan Minangkabau, seperti Kota Lima Puluh, Lima Laras, Luhak, dan lain-lainnya.

Jika kita lihat dari jenis pekerjaan perantau Minangkabau, yang dominan adalah rumah makan Minangkabau, sate padang, dan industri kerajinan pakaian jadi.

Para perantau Minangkabau di Sumatera Timur berkelompok pula menurut tempat asalnya seperti sekampung, seluhak seperti wilayah Pariaman, Maninjau, Batu Sangkar, Pasaman, dan lain-lain. Bertujuan demi menanggulangi masalah yang bersangkutan dengan kerukunan dan adat mereka.

2.3 Sistem Bahasa

Orang-orang Minang menggunakan bahasa Minangkabau dan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-harinya. Bahasa Minangkabau atau Baso Minang adalah salah satu anak cabang bahasa Austronesia yang dituturkan khususnya di wilayah Sumatra Barat, bagian barat propinsi Riau serta tersebar di berbagai kota di seluruh Indonesia.

Dialek bahasa Minangkabau sangat bervariasi, bahkan antar kampung yang dipisahkan oleh sungai sekalipun sudah mempunyai dialek yang berbeda. Perbedaan terbesar adalah dialek yang dituturkan di kawasan Pesisir Selatan dan dialek di wilayah Muko-muko, Bengkulu.

(4)

15

Suku Minagkabau menggunakan satu bahasa daerah yang sama, yang disebut bahasa Minangkabau. Sebuah bahasa yang erat hubungannya bahasa Melayu. Menurut penelitian ilmu bahasa, bahasa Minangkabau boleh merupakan bahasa tersendiri, tetapi boleh juga dianggap sebagai sebuah dialek saja dari bahasa Melayu. Secara umum dialek bahasa Minangkabau yang dikenal dapat disebut empat, yaitu:

1. Dialek Tanah Datar, 2. Dialek Agam,

3. Dialek Lima Puluh Koto, dan 4. Dialek Pesisir,

Penamaan tersebut didasarkan pada pembagian daerah Minangkabau yang terdiri dari 3 Luhak (Agam, Tanah Datar, dan Lima Puluh Koto) serta daerah rantau termasuk daerah pesisir.

2.4 Sistem Religi (Agama)

Awal sebelum agama Islam masuk di Minangkabau, agama Hindu dan Budha telah muncul di Minangkabau, tetapi kedua agama ini hanya berkembang di sekitar istana saja. Diperkirakan sekitar abad ke-7 agama Islam masuk dibawa oleh para pedagang, akan tetapi mulai berkembang setelah abad ke-13. Hingga saat ini agama Islam satu-satunya agama yang berkembang di Minangkabau dan telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari identitas masyarakat Minangkabau. Pengaruh agama Islam kuat didalam adat Minangkabau, seperti yang tercatat dalam pepatah mereka, adat basandi syarak, syarak, basandi Kitabullah, yang artinya adat Minangkabau bersendi hukum Islam dan hukum Islam bersendi Al-Qur’an. Sehingga nyata bahwa adat Minangkabau dengan agama Islam memiliki suatu kesatuan yang saling menunjang dalam membina masyarakatnya.

(5)

16

Setiap orang yang menjalankan adat Minangkabau haruslah beragama Islam, karena adat mereka sejalan dengan agama Islam. Terdapat banyak persamaan diantara paham Islam dengan paham Minangkabau. Ciri-ciri Islam begitu mendalam dalam adat Minangkabau, sehingga mereka yang tidak mengamalkan agama Islam dianggap telah keluar dari masyarakat Minangkabau.

2.5 Sistem Kesenian

Kesenian merupakan ekspresi manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif (Koenjaraningrat, 1982:395-397). Kesenian Minangkabau pada mulanya merupakan permainan rakyat yang bersifat terbuka dari rakyat untuk rakyat. Oleh karena sifatnya yang terbuka maka menjadi milik suatu komunitas yang mudah berubah. Pengertian berubah dalam hal ini yaitu dalam konteks sosial budaya Minangkabau yang dapat diartikan sebagai berkembang, memperkaya, dan memperbanyak aspek-aspeknya (Nerosti Adnan, 2008). Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam bentuk kesenian, yakni seni musik, seni tari, dan lain-lain.

2.5.1 Seni Musik.

Seni musik merupakan suatu bentuk karya seni yang dapat dinikmati manusia melalui pendengaran, seperti seni instrumental, seni vokal, dan seni sastra. Dimana seni instrumental terdiri dari bansi, sarunai tanduak, saluang, talempong, gandang, pupuik tanduak, dan lain-lainnya. Seni vokal yang berkembang pada masyarakat Minangkabau, yaitu berupa dendang (nyanyian), indang, dan dikie (zikir). Seni sastra terutama sastra lisan, yaitu berupa pantun yang berisikan nasihat dan syair yang paling banyak dikuasai masyarakat Minangkabau.

(6)

17 2.5.2 Seni Tari

Tari tradisi berifat klasik yang berasal dari Sumatera Barat yang di tarikan oleh kaum pria dan wanita umumnya memiliki gerakan aktif dan dinamis, namun tetap berada dalam alur dan tatanan yang khas. Kekhasan ini terletak pada prinsip Minangkabau yang belajar kepada alam, oleh karena itu dinamisme gerakan tari-tari Minangkabau selalu merupakan perlambangan dari unsur-unsur alam. Pengaruh agama Islam, keunikan adat matrinieal dan kebiasaan merantau masyarakatnya juga memberikan pengaruh besar dalam jiwa sebuah tari tradisi Minangkabau. Seni tari yang berasal dari Minangkabau antara lain:

1. Tari Pasambahan merupakan tarian yang dimainkan yang bermaksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai.

2. Tari Piring merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat yang dimankan oleh penarinya sambil memegang piring di telapak tangan masing-masing, yang diiringi oleh talempong dan saluang.

3. Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku Minangkabau yang sudah berkembang sejak lama.

4. Tari Payung merupakan tari tradisi Minangkabau yang saat ini sudah banyak perubahan dan dikembangkan oleh seniman-seniman tari di Sumatera Barat. Awalnya tari ini memiliki makna tentang kegembiraan muda-mudi (penciptaan) yang memperlihatkan bagaimana perhatian seorang laki-laki terhadap kekasihnya. Payung menjadi ciri khas bahwa keduanya mempunyai satu tujuan, yaitu membina rumah tangga yang baik. Keberagaman tari paying tidak membunuh tari paying yang ada sebagai alat ungkap budaya Minangkabau.

(7)

18 2.6 Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan Minangkabau adalah matrineal, yaitu suatu sistem yang mengikuti dari garis keturunan ibu. Suatu sistem yang langka di dunia ini, sehingga menarik perhatian untuk para peneliti untuk diteliti.

Sistem matrineal menurut ahli antropologi merupakan suatu sistem sosial masyarakat tertua yang telah lahir sebelum lahirnya sistem patrineal yang berkembang sekarang. Sistem ini akan tetap kuat dan berlaku dalam masyarakat Minangkabau sampai sekarang, sistem ini tidak akan mengalami evolusi sehingga menjadi sistem patrineal. Sistem ini menjadi langgeng dan mapan karena sistem ini memang sejiwa dengan adat Minangkabau yang universal, yang meliputi seluruh kegiatan manusia, baik kehidupan secara individu, maupun secara kehidupan bermasyarakat

Masyarakat Minangkabau memiliki kelompok kekerabatan, dimana ikatan kekerabatan tersebut terbentuk berdasarkan paruik, kampuing, dan suku. Paruik adalah kelompok kerabat seketurunan menurut garis keturunan ibu yang merupakan kelompok keluarga terkecil yang terdiri dari ibu, anak laki-laki dan perempuan, saudara laki-laki ibu, saudara perempuan ibu, serta anak-anaknya dan cucu-cucu dari anak perempuannya. Dimana dulunya mereka tinggal dirumah yang disebut dengan rumah gadang (rumah besar). Kumpulan dari paruik membentukklan besar, yaitu kampueng yang dipimpin oleh seorang penghulu andiko atau datuek kampueng. Kemudian gabungan kampueng membentuk suku yang merupakan satu kesatuan yang sama berdasarkan prinsip matrineal dan dipimpin oleh seorang penghulu suku.

Dalam masyarakat Minangkabau, di beberapa daerah terdapat sebutan atau nama panggilan yang digunakan keluarga. Panggilan itu juga berlaku pada sebahagian besar masyarakat Minangkabau dikota Medan, seperti seorang adik memanggil saudara perempuannya (kakak) dengan panggilan uni, dan panggilan uda untuk saudara laki-laki (abang). Sedangkan panggilan untuk ibu, mereka menyebutnya mande, panggilan untuk

(8)

19

paman adalah mamak, dan buyuang untuk anak laki-laki. Kemudian untuk anak yang memanggil kepada saudara perempuan ibu yang lebih tua dengan sebutan mak adang, dan etek untuk saudara ibu permpuan ibu yang lebih muda.Semua laki-laki dalam pesukuan dan dalam suku yang serumpun, yang menjadi kakak atau adik dari ibu kita disebut dengan mamak, jadi mamak tidak hanya sebatas saudara kandung ibu, tetapi kepada semua laki-laki yang segenerasi dengan ibu dalam suku yang serumpun.

Dalam setiap kelompok orang saparuik (seperut) yang disebut satu suku dalam sistem kekerabatan Minangkabau mempunyai gelar pusaka kaum sendiri yang diturunkan dari ninik kepada mamak, dan dari mamak kepada keponakan laki-lakinya. Gelar ini yang nantinya diberikan turun-temurun kepada para laki-laki yang akan berumah tangga. Mereka akan lebih dihormati dan dihargai dengan pemberian gelar tersebut.

Perkawinan yang dilakukan menimbulkan tali kekerabatan yang baru, yaitu kerabat perempuan dari pihak laki-laki disebut pasumandan. Saudara perempuan dari ayah bagi anak-anaknya disebut bako, sedangkan anak-anak dari saudara laki-laki bagi saudara perempuannya disebut anak pisang.

Di kota Medan sistem kekerabatan ini masih digunakan oleh masyarakat Minangkabau yang merantau ke kota Medan ini, akan tetapi peranan penghulu dan datuek kampueng tidak lagi ditemukan di kota Medan.

2.6.1 Suku-Suku Minangkabau

Dalam etnis Minangkabau terdapat banyak klan, yang orang Minangkabau sendiri menyebutnya dengan istilah suku. Beberapa suku besar mereka adalah: Suku Piliang, Bodi Chaniago, Tanjuang, Koto, Sikumbang, Melayu, Jambak. Selain itu terdapat pula suku pecahan dari suku-suku utama tersebut. Kadang beberapa keluarga dari suku yang sama tinggal dalam satu rumah besar, yang disebut Rumah Gadang.

(9)

20

Dimasa awal terbentuknya budaya Minangkabau, hanya ada empat suku induk besar dari dua lareh (laras) kelarasan, suku-suku tersebut adalah:

1. Suku Koto, 2. Suku Piliang, 3. Suku Bodi, dan 4. Suku Chaniago. Dan dua kelarasan itu adalah:

1. Lareh Koto Piliang yang digagas oleh Datuk Ketumanggungan. 2. Lareh Bodi Chaniago yang digagas oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang

Sekarang suku-suku di Minangkabau berkembang terus, dan sudah mempunyai ratusan suku, yang terkadang sudah sulit untuk mencari persamaannya dengan suku induk. Diantara suku-suku tersebut adalah:

• Suku Tanjung, • Suku Sikumbang, • Suku Sipisang, • Suku Bendang,

• Suku Melayu (Minangkabau), • Suku Guci,

• Suku Panai, • Suku Jambak.

• Suku Kutianyie atau Suku Koto Anyie. • Suku Kampai.

• Suku Payobada.

• Suku Pitopang atau Suku Patopang. • Suku Mandailiang.

(10)

21 • Suku Mandaliko. • Suku Sumagek. • Suku Dalimo. • Suku Simabua. • Suku Salo.

• Suku Singkuang atau suku Singkawang.

2.7 Biografi Bapak Zul Alinur

Dalam Bab ini, penulis akan menjelaskan tentang biografi Bapak Zul Alinur, yang mencakup aspek-aspek latar belakang berkesenian di kota Medan yang dilatarbelakangi oleh faktor bakat, lingkungan, pengalaman hidup, religi, dan pendidikan sebagai pemusik Minangkabau di kota Medan.

Zul Alinur lahir di kota Medan pada tanggal 31 Juli 1965. Beliau lebih akrab dipanggil dengan sebutan ‘Bang Koboy atau Mak Boy’, sebutan itu berasal dari ejek an teman-teman sebaya Zul Alinur terhadap ayahnya yang dulunya setiap hari sering memakai topi seperti ‘Koboy’, dan sampai sekarang sebutan itu menurun kepada Zul Alinur. (Wawancara dengan Zul Alinur, 2 Februari 2016)

Zul Alinur adalah anak dari pasangan Bahari Ali (Almarhum) yang bersuku Melayu Batubara dan Rosmiar (Almarhumah) yang bersuku Minangkabau. Ayah nya berasal dari Tanjung Tiram yang merantau ke Medan untuk berjualan kain di pajak sentral pada sekitar tahun 1940-an. Sedangkan ibunya perantau dari Bukit Tinggi yang merantau ke Kota Medan, ibunya merupakan seorang ibu rumah tangga. Dari garis keturunan tersebut, dapat dilihat bahwa Zul Alinur adalah keturunan Melayu dan Minangkabau.

Kedua orang tua Zul Alinur menikah sekitar tahun 1944, dan dikaruniahi tujuh orang anak, antara lain:

(11)

22

1. Rasidin Bahari (Laki-laki lahir di medan tahun 1953) 2. Wiratih Bahari (Perempuan lahir di medan tahun 1955) 3. Yuswaris Bahari (Perempuan lahir di medan tahun 1957) 4. Darwin Bahari (Laki-laki lahir di medan tahun 1959) 5. Zul Alinur (Laki-laki lahir di medan 31 Juli 1965) 6. Yusri Bahari (Laki-laki lahir di medan tahun 1967) 7. Yanizar Bahari (Perempuan lahir di medan tahun 1970)

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa hanya nama Zul Alinur lah yang tidak memakai tambahan nama Bahari yang diambil dari nama ayahnya, beliau tidak tahu kenapa hal itu bisa terjadi, ketika hal itu ingin ditanyakan kepada Ibunya, tetapi ibunya belum sempat menjawab Zul Alinur, dikarenakan sang ibu telah wafat. Dari ke enam saudara Zul Alinur yang masih hidup, hanya beliau lah yang berbakat seni, yang diwariskan oleh ayahnya yang dulunya seorang penari.

Zul Alinur menikah pada usia 39 tahun,tepatnya pada tanggal 12 Desember 2004, beliau menikah dengan Nur Ainur yang bersuku Jawa, yang pada saat itu Nur Ainur menikah di usia 25 tahun. Pada saat Zul Alinur masih lajang, beliau suka menggoda perempuan lewat telepon genggam yang sekarang ini lebih dikenal dengan handphone, dari situ lah beliau mengenal Nur Ainur.

2.7.1 Latar Belakang Pendidikan

Zul Alinur mulai masuk pendidikan dasar di SD Joshua 1973, dan pada tahun 1978 beliau menamatkan sekolah dasarnya dari SD Joshua. Kemudian beliau menyambung Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan menyelesaikan dengan tepat waktu 3 tahun, yaitu sekitar tahun 1981. Setelah menamatkan Sekolah Menengah Pertama nya, beliau kemudian

(12)

23

melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 8 di Medan, dan menamatkannya pada tahun 1984.

Kemudian setelah tamat dari SMA, beliau masih rajin membantu orang tuanya berjualan kain di pajak sentral, beliau tidak dapat menyambung pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Perguruan Tinggi) yang dikarenakan oleh keterbatasan dana orang tua nya.

Disamping membantu orang tua nya berjualan kain, Zul Alinur mengisi hari-harinya dengan belajar bermain musik Minangkabau di Sanggar Tigo Sapilin, dari hasil berkesenian tersebut Zul Alinur membantu keuangan orang tuanya yang berjualan kain di pajak sentral.

2.7.2 Pengalaman Waktu Kecil

Zul Alinur mulai mengawali bermusiknya ketika mulai duduk dibangku SMP, beliau mengawali bermusiknya dengan belajar gitar dikursus musik di Medan Musik, beliau juga mengikuti vokal grup untuk mengisi acara Maulid Nabi pada masa itu, dari sinilah Zul Alinur mulai belajar menciptakan lagu-lagu yang bernuansa Islam yang berjudul “12 Rabiul Awal”. Di samping itu juga beliau berpartisipasi dalam penggarapan musiknya dengan memainkan alat gitar, disamping alat musik rebana dan suling.

Setelah tamat dari SMA, beliau tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi dikarenakan keterbatasan biaya orang tuanya, meskipun demikian semangat berkesenian Zul Alinur tidak kandas ditengah jalan, Zul Alinur pun bergabung ke Sanggar Tigo Sapilin yang berlokasi di Jln. Gurila, Gang Toke Umar Nomor 18, Serdang.

2.7.3 Proses Belajar Bermain Alat Musik Bansi

Awal mula Zul Alinur masuk kedalam Sanggar Tigo Sapilin karena jarak dari rumah Zul Alinur berdekatan dengan rumah Bapak Abu Bakar Sidik SH, dimana yang menjadi rumah Bapak Abu Bakar Sidik dijadikan sebagai tempat grup atau Sanggar Tigo Sapilin

(13)

24

untuk latihan bermusik atau pun hal dalam kesenian lainnya, khususnya kesenian Minangkabau. Tigo Sapilin didirikan sekitar tahun 1988.

Abu Bakar Sidik merupakan pendiri Sanggar Tigo Sapilin dan juga sebagai tokoh budayawan Minangkabau, yang pada saat itu ramai dikunjungi orang untuk melihat pertunjukan musik Minangkabau di rumahnya.

Zul Alinur pun diajak bergabung ke Sanggar Tigo Sapilin, dan dari sinilah Zul Alinur mulai belajar dan memainkan alat musik tradisi Minangkabau, khususnya adalah alat musik bansi.

Orang yang pertama kali mengajari Zul Alinur memainkan alat musik bansi adalah orang yang berasal dari Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Padang Panjang, yang sekarang berubah menjadi Institut Seni Indonesia (ISI) yang bernama Hajizar, yang kebetulan juga tinggal di rumah Bapak Abu Bakar Sidik dan sedang melanjutkan studi Strata Satu (S1) di Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara.

Awal mula alat musik yang dipelajari Zul Alinur adalah alat musik talempong, tetapi semangat bermusik Zul Alinur untuk mengetahui alat musik Minangkabau lainnya sangat kuat, sehingga beliau pun mempelajari alat musik bansi.

2.7.4 Pengalaman Saat Dewasa dan Pemain Musik Profesional

Setelah vakum di Sanggar Tigo Sapilin yang dikarenakan oleh pengajar yang tinggal di rumah Bapak Abu Bakar Sidik telah menyelesaikan studi S1nya di Etnomusikologi, kemudian mereka kembali ke Padang, tetapi semangat berkesenian Zul Alinur tidak patah, beliau juga mengembangkan bakatnya dalam menciptakan lagu-lagu pop.

Setelah itu Zul Alinur pun mulai masuk ke Taman Budaya Sumatera Utara dan bergabung dengan rekannya yang bernama Haspan, kemudian mereka membentuk seni orchestra yang bernama Kressendo String Ensambe, dalam grup ini Zul Alinur berperan

(14)

25

sebagai pemusik, khususnya bansi dan juga pengaransemen musik yang sering dibawakan untuk mengisi acara-acara hiburan di kota Medan.

Salah satu acara yang pernah diisi oleh grup tersebut pada saat itu adalah acara Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Perancis yang bertempat di Novotel Medan. Dari Taman Budaya ini lah Zul Alinur mulai mengenal kesenian dari berbagai etnis di Sumatera Utara, baik dari segi musik, tari, dan lagunya.

Setelah lama berkarir didunia kesenian, banyak orang yang telah mengenal Zul Alinur, beliau kerap bergabung dengan grup-grup kesenian lainnya, itu dikarenakan Zul Alinur tidak mempunyai grup yang tetap (tidak terikat kepada satu grup kesenian saja), dari berbagai kelompok kesenian tersebut diantaranya adalah:

1.Tigo Sapilin (Medan),

2. Kressendo String Ensambel (Medan), 3. Ria Agung Nusantara (Medan ), 4. Patria (Medan),

5. Cempaka Deli (Medan),

6. Sanggar Teater D’Lick (Medan), 7. Lelawangsa (Medan),

8. Safira (Serdang Bedagai).

Selain sebagai pemusik Minangkabau, bapak Zul Alinur juga sebagai pemusik dan pencipta lagu-lagu Melayu. Banyak lagu-lagu ciptaan Zul Alinur sering di bawakannya pada acara-acara Melayu maupun Minangkabau. Selain itu juga, bapak Zul Alinur sering mengikuti berbagai acara-acara nasional maupun internasional. Diantaranya adalah: Festival Seni Nusantara (Palembang), Temu Zapin Indonesia ( Juli 2010, PekanBaru), Semarak Zapin Serantau (Bengkalis), selain acara-acara nasional yang pernah Zul Alinur ikuti, beliau juga pernah mengikuti acara internasional, yaitu sebagai perwakilan dari Indonesia khususnya

(15)

26

Provinsi Sumatera Utara dalam misi kebudayaan ke beberapa Negara yaitu Jerman, Belgia, Belanda, Luxemburg, disini mereka membawakan musik dan berbagai tari etnis yang ada di Sumatera Utara

Honor atau upah pertama sekali yang diterima oleh Bapak Zul Alinur sebagai pemain musik sebesar Rp 50.000, itu diterimanya sekitar tahun 1988 setelah bergabung di Sanggar Tigo Sapilin. Beliau mengatakan bahwa awalnya dia tidak mempermasalahkan honor nya berapa pun diterimanya, melainkan saya sudah senang kalau saya bisa bermain alat musik tradisi Minangkabau dan melestarikan kebudayaan Minangkabau (wawancara dengan Bapak Zul Alinur,4 April 2016).

Referensi

Dokumen terkait

Indonesia, memiliki kekayaan wilayah dan keberagaman budaya, serta etnik suku bangsa. Keberagaman budaya masyarakat Indonesia dihasilkan dari setidaknya pengaruh lintas

Dalam kategori ini faktor yang berpengaruh terhadap ketebalan hasil pengecoran adalah kecepatan penuangan logam cair, waktu.. tunggu pembekuan material ( holding

Antropolingistik ini lebih menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan didalam suatu masyarakat seperti peranan bahasa didalam mempelajari bagaimana

Wujud dari riwayat yang menjelaskan shalat jum‘at pertama diluar Madinah adalah di Bahrain yang merupakan sebuah pulau luar dari jazirah Arab, sedangkan di Makkah atau daerah

Penelitian ini juga berorientasi nilai sosial terkait dengan pengembangan sistem akuntansi pada tingkat subkultur, maka dapat dihipotesiskan bahwa harus ada

Untuk sementara, asumsi konservatif yang akan digunakan sehingga angka hipotesis total hutang peradaban umat Islam karena kurang bayar zakat selama 1200 tahun di

Selain itu, BBN digunakan untuk menyempurnakan konten kurikulum yang terkait dengan mata kuliah Pengembangan Pribadi Konselor (S1), yakni agar mata kuliah tersebut

Sehubungan dengan kegiatan Penelitian sumber dana DIPA Tahun Anggaran ...(tahun) Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, yang sesuai Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan akan