• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Stakeholder dalam Meningkatkan Kinerja Usaha Mikro Kecil di Kota Padang, Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peran Stakeholder dalam Meningkatkan Kinerja Usaha Mikro Kecil di Kota Padang, Sumatera Barat"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 9 No 3: 203-216 (2020)

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri http://www.industria.ub.ac.id ISSN 2252-7877 (Print) ISSN 2548-3582 (Online) https://doi.org/10.21776/ub.industria.2020.009.03.5

Peran Stakeholder dalam Meningkatkan Kinerja Usaha Mikro Kecil

di Kota Padang, Sumatera Barat

The Impact of Stakeholders to the Performance of Small and Medium Enterprises

in Padang City, West Sumatera

Devi Analia

Department of Socio-Economic Agriculture, Faculty of Agriculture, Universitas Andalas Jl. Universitas Andalas, Padang 25163, Indonesia

devianalia@agr.unand.ac.id Received: 01st August, 2019; 1st Revision: 22nd December, 2019; 2nd Revision: 22nd July, 2020; Accepted: 09th November, 2020 Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi peran stakeholder dalam upaya meningkatkan kinerja usaha mikro dan kecil (UMK) di Kota Padang, Sumatera Barat. Pengumpulan data menggunakan teknik Focus Group Discussion (FGD) dengan metode Matrix of Alliance and Conflict: Tactics, Objective and Recomendation (MACTOR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dinas Koperasi dan UMKM memiliki peranan yang sangat besar dalam meningkatkan kinerja UMK. Hubungan antar stakeholder menciptakan konvergensi dan divergensi. Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perdagangan, Dinas Pariwisata, Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian, serta Pendamping UMKM menunjukkan konvergensi yang sangat kuat dalam meningkatkan kinerja UMK. Kedekatan objektif dalam meningkatkan kinerja UMK adalah peran modal sosial rasa percaya dan jaringan. Hal ini memudahkan aliran informasi dan keberlanjutan UMK sehingga peningkatan motivasi, peningkatan keterampilan pelaku usaha, dan inovasi perlu dilakukan agar produk mampu menguasai pasar.

Kata kunci: analisis Matrix of Alliance and Conflict: Tactics, Objective and Recommendation, kinerja usaha mikro dan kecil, modal sosial

Abstract

This research aimed to evaluate stakeholders' role in improving Small and Medium Enterprises (SMEs) performance in Padang City, West Sumatera. The data collection was carried out using the Focus Group Discussion (FGD) technique with the Matrix of Alliance and Conflict: Tactics, Objective and Recommendation method (MACTOR). The study results showed that the "Dinas Koperasi dan UMKM" (Cooperatives and SMEs Office) has a massive role in improving SMEs' performance. Relations between stakeholders will create convergence and divergence. "Dinas Koperasi dan UMKM" (Cooperatives and SMEs Office), "Dinas

Perdagangan" (Trade Office), "Dinas Pariwisata" (Tourism Office), "Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian"

(Manpower and Industry Office) and "Pendamping UMKM" (SME’s Assistant) showed a powerful convergence in improving SMEs performance. The closeness of the objectives in improving SMEs' performance was the large role of social capital, trust, and networks to facilitate the flow of information and SMEs' sustainability. Improvement of motivation, improvement of business actors' skill, and innovation was necessary so that products can dominate the market.

Keywords: Matrix of Alliance and Conflict: Tactics, Objective and Recommendation analysis, Small and Medium

Enterprises performance, social capital

PENDAHULUAN

Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi di negara berkembang dan maju. UMKM berkontribusi tidak hanya pada pertum-buhan Produk Domestik Bruto (PDB) tetapi juga penciptaan lapangan kerja (Abor & Quartey,

2010). UMKM telah berkontribusi secara signifi-kan terhadap pembangunan sosial ekonomi mela-lui penciptaan lapangan kerja, penyediaan pajak dan distribusi pendapatan ekspor di samping mendukung pertumbuhan ekonomi, mata penca-harian di negara berkembang, stabilitas sosial, dan ekonomi perdesaan.

(2)

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 9(3): 203-216 (2020) dan Usaha Kecil dan Menengah (2015) jumlah

UMKM mengalami peningkatan dari tahun 2012 hingga tahun 2017. Pada tahun 2012 terdapat

55.206.444 unit usaha mikro, sementara pada tahun 2017 jumlahnya meningkat menjadi

62.922.617 unit. Hal ini menunjukkan perkem-bangan jumlah UMKM tahun 2012 sampai 2017 sebesar 7.716.172 unit (meningkat 13,98%). Me-ningkatnya jumlah unit UMKM juga menyebab-kan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Tahun 2012 UMKM menyerap sebesar 101.722.458 orang tenaga kerja, sedangkan pada tahun 2017 meningkat menjadi 116.673.416 orang (terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja sebanyak 14 950 958 orang).

Kontribusi UMKM yang besar secara agre-gat belum mencerminkan kinerja terbaik dalam persaingan pasar domestik maupun pasar manca-negara. Hal ini disebabkan oleh: pertama, ke-mampuan kewirausahaan pelaku masih rendah dalam melakukan inovasi produk; kedua, tingkat keahlian masih belum memadai dalam menyele-saikan persoalan organisasi dan manajemen usa-ha; ketiga, jaringan (network) masih terbatas sehingga menghambat akses informasi, pasar dan input; keempat, ketergantungan masih minim sehingga tidak mampu mengeksploitasi pasar na-sional maupun regional; kelima, akses keuangan kurang berpihak pada UMKM sehingga terken-dala terken-dalam pengembangan usaha ke skala yang lebih besar (Asosiasi Pengusaha Indonesia, 2012). Fenomena kinerja UMKM ini dapat dite-mui di setiap provinsi di Indonesia, terutama di Provinsi Sumatera Barat yang berbasis perekono-mian digerakkan oleh sektor usaha mikro kecil (UMK) unggulan daerah khususnya dalam bi-dang industri unggulan diantaranya industri ma-kanan ringan, kerupuk dan sejenisnya, bordiran/ sulaman, usaha perabot, percetakan dan lainnya (Bank Indonesia & Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang, 2011).

Salah satu masalah dalam pengembangan UMKM selain dari faktor alam, faktor fisik dan faktor manusianya adalah faktor modal sosial.

Penelitian oleh Acs & Audretsch (2010) dan Casson et al. (2009) berpendapat bahwa secara teoritis, modal sosial memainkan peran penting dalam kewirausahaan. Banyak konsep terkait dengan modal sosial ini namun secara konsensus bersama bahwa pada dasarnya modal sosial merupakan kemampuan para stakeholder untuk mengamankan berbagai manfaat melalui nilai-nilai luhur keanggotaan dalam jaringan sosial atau struktur sosial lain (Grootaert & Bastelaer,

1979). Dalam konteks ini, Grootaert menekankan peran penting dari organisasi dan asosiasi lokal. Organisasi ini memberikan tiga manfaat yaitu pertama berbagi informasi di antara para anggota, kedua mengurangi perilaku opportunistic dan ketiga memfasilitasi pengambilan keputusan ber-sama (kolektif).

Hasbullah (2006) dalam bukunya menyata-kan bahwa modal sosial memberimenyata-kan penemenyata-kanan dan melakukan perubahan secara terus menerus. Upaya mencapai tujuan masyarakat senantiasa terikat pada nilai dan norma dalam bersikap dan merupakan ruh modal sosial di antaranya sikap yang partisipatif, saling memerhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya dalam upaya menciptakan kreasi dan ide-ide baru. Pada konsep awal pembangunan berkelanjutan, faktor-faktor yang dipertimbangkan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan baru terbatas pada natural capital, physical atau produced capital, dan human capital. Kemudian disadari bahwa ketiga kapital tersebut baru menjelaskan secara parsial dari keseluruhan proses pertumbuhan eko-nomi. Satu mata rantai yang hilang (the missing link) adalah modal sosial (Grootaert, 1998).

Rasa percaya, jaringan dan norma juga memberikan pengaruh yang sangat nyata dalam upaya meningkatkan kinerja usaha mikro dan kecil. Kekuatan modal sosial ini dalam upaya meningkatkan kinerja UMK juga membutuhkan dukungan dari semua pemangku kepentingan (stakeholder). Freeman and Mcvea (2008) me-nyatakan bahwa pemangku kepentingan adalah kelompok atau individu yang dapat memengaruhi atau dipengaruhi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Varvasovszky (2000) mendefinisikan pemangku kepentingan sebagai pendekatan atau seperangkat alat untuk menghasilkan pengetahu-an tentpengetahu-ang aktor, individu dpengetahu-an orgpengetahu-anisasi sehing-ga memahami perilaku, niat, interelasi dan minat mereka dan untuk menilai pengaruh dan sumber daya yang mereka punya dalam pengambilan keputusan dan implementasi. Tujuan analisis pemangku kepentingan adalah untuk memahami pemangku kepentingan dari sudut pandang organisasi dan untuk menentukan relevansinya dalam organisasi.

Perhatian mengenai peran modal sosial se-makin mengarah pada persoalan pembangunan ekonomi yang bersifat lokal termasuk pertum-buhan, keadilan dan pengentasan kemiskinan (Puttnam, 2002). Salah satu bentuk peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah dalam upaya peningkatan kinerja usaha mikro dan kecil. Hasil

(3)

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 9(3): 203-216 (2020)

penelitian Azhari & Mawardi (2018) menyebut-kan bahwa modal sosial merupamenyebut-kan komponen yang dapat memengaruhi produktivitas individu dan kelompok dalam kelompok UMKM Rumah Makan Padang di Kota Malang. Thobias et al. (2013) menyebutkan hubungan modal sosial terhadap perilaku kewirausahaan pada keberha-silan UMKM melalui pengembangan usaha dikarenakan modal sosial dapat melahirkan ikatan-ikatan emosional yang dapat menyatukan orang untuk mencapai tujuan bersama, melalui pembangunan infrastruktur sehingga pengusaha UMKM akan semakin berhasil dalam memasar-kan barang mereka kepada konsumen dan dapat mencapai tujuan untuk pemerataan pertumbuhan perekonomian.

Modal sosial dalam pengertian ekonomi ter-diri atas present value dari hubungan aktor dengan aktor lain. Membangun hubungan dengan aktor lain membutuhkan suck investment dalam hubungan sosial. Pertama, modal sosial adalah sebuah hubungan relasional dimiliki bersama-sama oleh pihak yang melakukan hubungan. Tidak ada aktor yang mempunyai hak ekslusif terhadap modal sosial. Kedua, modal sosial berhubungan dengan rate of return dari fungsi produksi aktor. Melalui hubungan dengan kolega, teman dan klien datang kesempatan untuk men-transformasikan keuangan dan modal manusia menjadi keuntungan (Burt, 1992).

Analisis stakeholder adalah suatu sistem pengumpulan informasi mengenai kelompok atau individu yang terkait, mengkategorikan informasi dan menjelaskan kemungkinan konflik antar ke-lompok dan kondisi yang memungkinkan terjadi-nya trade off (Brown et al., 2001). Ada sejumlah cara untuk melakukan analisis stakeholder. Tiga pendekatan umum untuk mendapatkan data dan sering digunakan adalah lokakarya, focus group

discussion (FGD) dan interview. Apapun

pende-katan yang digunakan, ada tiga langkah penting dalam analisis stakeholders yaitu: 1) mengiden-tifikasi stakeholders dan kepentingan masing-masing, 2) menilai pengaruh, pentingnya dan tingkat dampak masing-masing stakeholders dan 3) mengidentifikasi cara terbaik untuk melibatkan para pemangku kepentingan.

Analisis stakeholder dalam penelitian ini adalah bagaimana peran dari masing-masing

stakeholder dalam upaya meningkatkan kinerja

usaha mikro dan kecil di Kota Padang Sumatera Barat. Stakeholder diharapkan membangun pan-dangan strategis terhadap orang maupun lembaga yang terlibat dengan melihat hubungan maupun

perbedaan antar stakeholder dan isu-isu utama dari setiap variabel modal sosial dan kinerja UMK yang diharapkan. Adapun stakeholder ter-kait dengan penelitian ini adalah BAPPEDA Kota Padang, Dinas Koperasi dan UMKM Kota Padang, Dinas Tenaga Kerja dan Peridustrian Kota Padang, Dinas Perdagangan Kota Padang, Dinas Pariwisata Kota Padang, Dinas Pertanian Kota Padang, Citra Swalayan, Budiman Swala-yan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jemari Sakato, LSM LP2M, Tenaga Pendamping UMKM, Ikatan Ahli Boga Indonesia (IKABOGA), Corporate Social Responsibility (CSR), Masyarakat lokal dan pelaku usaha.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meng-identifikasi peran stakeholder dalam upaya me-ningkatkan kinerja UMK. Metode untuk meng-analisis interaksi antar aktor yaitu dengan metode

Matrix of Alliances and Conflicts: Tactics, Objectives and Recommendations (MACTOR)

yaitu suatu cara mengevaluasi hubungan penting di antara para aktor serta konvergensi dan perbe-daan mereka masing-masing terkait dengan tuju-an ytuju-ang aktuju-an dicapai.

Cara yang sangat umum untuk membedakan berbagai jenis pemangku kepentingan adalah pertimbangkan kelompok orang yang memiliki hubungan yang dapat diklasifikasikan dengan organisasi. Friedman & Miles (2006) menyatakan ada hubungan yang jelas antara definisi dari apa yang menjadi pemangku kepentingan dan identi-fikasi siapa saja yang menjadi pemangku kepen-tingan. Kelompok utama pemangku kepentingan adalah: pelanggan, karyawan, masyarakat lokal, pemasok dan distributor dan pelaku usaha sendi-ri. Kelompok dan individu lain yang dianggap sebagai pemangku kepentingan yaitu mitra usaha, akademisi, pesaing, LSM atau aktivis, perwakilan pemangku kepentingan seperti serikat pekerja atau asosiasi perdagangan, pemasok atau distri-butor, koperasi, swasta, pesaing, pemerintah, re-gulator dan pembuat kebijakan.

Model multiaktor bertujuan untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang sistem yang diteliti dan kemungkinan evolusinya dengan mempertimbangkan kepentingan dan perspektif semua pemangku kepentingan yang relevan dan keterkaitan di antara mereka. Pada dasarnya, mo-del ini mengenali peran utama yang dimainkan oleh aktor dalam evolusi lingkungan mereka ka-rena mereka dapat memengaruhi sejumlah faktor penting yang akan membentuk lingkungan masa depan mereka. Dua pendekatan analisis aktor multi isu utama dapat ditemukan dalam literatur.

(4)

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 9(3): 203-216 (2020) Pendekatan pertama berasal dari metodologi

pe-rencanaan skenario yang diusulkan oleh Michel Godet (Bendahan et al., 2004) dan didasarkan pada teori sistem.

MACTOR didasarkan pada pengaruh antar aktor dan pada dasarnya berusaha memberikan visi global tentang pentingnya dan hasil yang mungkin dari berbagai masalah, serta strategi aktor yang diharapkan, hubungan kekuatan dan potensi aliansi dan konflik. Meskipun metode ini pada awalnya dimaksudkan untuk mendapatkan wawasan tentang kemungkinan evolusi sistem yang diteliti untuk membangun skenario yang lebih baik dan lebih koheren, harus berhasil diterapkan pada berbagai situasi yang melibatkan banyak aktor dan isu-isu seperti mendukung pembuat keputusan untuk mengidentifikasi dan memilih antara pilihan strategis.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilakukan untuk menghimpun data terkait dengan peran modal sosial (trust, networks dan norms) dalam upaya meningkatkan kinerja usaha mikro dan kecil makanan ringan di Kota Padang. Responden

dalam penelitian ini adalah para stakeholder yang memberikan pengaruh terhadap peningkatan ki-nerja usaha mikro dan kecil di Kota Padang yaitu BAPPEDA Kota Padang, Dinas Koperasi dan UMKM Kota Padang, Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kota Padang, Dinas Perdagangan Kota Padang, Dinas Pertanian Kota Padang, Dinas Pariwisata Kota Padang, Perguruan Tinggi, Citra Swalayan, Budiman Swalayan, LSM Jemari Sakato, LSM LP2M, Pelaku Usaha, Pendamping UMKM, Masyarakat, Koperasi IKABOGA dan CSR.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Metode pengumpulan data adalah dengan teknik FGD dengan metode MACTOR. Analisis MACTOR ini membagi hu-bungan aktor dengan aktor dan aktor dengan objektif dari tujuan yang ingin dicapai. Variabel aktor, objektif dalam meningkatkan kinerja usaha mikro dan kecil dapat dilihat pada Tabel 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh dan Ketergantungan Aktor dalam Meningkatkan Kinerja UMK

Kinerja usaha mikro dan kecil di Kota Padang dalam penelitian ini dipengaruhi oleh tiga

Tabel 1. Aktor, isu, objektif modal sosial dan objektif kinerja UMK Aktor

Objektif Isu Rasa Percaya

(trust) Jaringan (network) Norma (norms) Kinerja UMK

BAPPEDA Modal sosial

dalam peningkatan kinerja UMK Akses modal ke tengkulak (T1) Susah bahan baku (Netw 1) Regulasi kurang (Norm 1) Harga produk rendah dari pesaing (KN1)

Dinas Koperasi dan UMKM Kontrak untuk

jaminan harga (T2) Informasi pasar kurang (Netw 2) Kurang pembinaan /bantuan (Norm 2) Motivasi pelaku rendah (KN2) Dinas Tenaga Kerja dan

Perindustrian Untung berkelompok (T3) Program pemerintah tidak sampai ke pelaku (Netw 3) Keterampilan masih rendah (KN3) Label/kemasan kurang menarik (KN4)

Dinas Perdagangan Terbuka

dengan pelaku usaha sejenis (T4) Kurang kemitraan swasta/CSR (Netw 4) Inovasi rendah (KN5)

Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata, Perguruan Tinggi, Citra Swalayan, Budiman Swalayan, LSM Jemari Sakato, LSM LP2M, Pelaku Usaha, Pendamping UMKM, Masyarakat, IKABOGA, CSR Mengganggu lingkungan (T5)

(5)

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 9(3): 203-216 (2020)

aspek yaitu: 1) output produksi yang terdiri dari aspek finansial dan aspek non finansial, 2) proses internal yang terdiri dari modal intelektual dan 3) kemampuan sumber daya yang terdiri dari aspek manajemen pengetahuan, tanggungjawab sosial dan kelembagaan sosial. Upaya peningkatan ki-nerja UMK ini dipengaruhi oleh peran dari para

stakeholder (aktor) terkait. Pengaruh dan

keter-gantungan aktor dalam dan kinerja usaha mikro dan kecil dapat dipetakan dalam empat kuadran (Gambar 1).

Kuadran I (pengaruh tinggi dan ketergan-tungan rendah-dominant actors). Aktor yang ter-masuk dalam kuadran I ini adalah BAPPEDA. BAPPEDA menjadi dominan disebabkan oleh tugas dan fungsinya. BAPPEDA mempunyai tu-gas pokok membantu Walikota Padang dalam melaksanakan fungsi penunjang urusan peme-rintahan bidang perencanaan daerah dan bidang penelitian dan pengembangan. Kewenangannya adalah untuk merencanakan pembangunan di Kota Padang serta melaksanakan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan pembangunan di Kota Padang.

Kuadran II (pengaruh dan ketergantungan tinggi-relay actors). Aktor yang masuk dalam kuadran ini adalah Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perdagangan, Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian, Dinas Pertanian, Dinas Pariwisata,

Pendamping UMKM dan Pelaku usaha. Aktor-aktor tersebut memiliki pengaruh yang tinggi dalam meningkatkan peran modal sosial terhadap kinerja usaha mikro dan kecil di Kota Padang. Dinas Koperasi dan UMKM membawahi semua program pemberdayaan dan pengembangan UMKM sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro kecil dan menengah.

Kuadran III (pengaruh rendah dan ketergan-tungan tinggi-dominated actors), aktor yang ter-masuk dalam kuadran III yaitu masyarakat, ko-perasi IKABOGA dan CSR. Masyarakat membe-rikan pengaruh yang rendah, namun ketergan-tungan pada usaha mikro dan kecil tinggi. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana produk UMK dapat menarik konsumen lebih banyak. Masyarakat akan lebih memilih produk yang menarik dengan harga yang terjangkau oleh karena itu pelaku usaha harus mampu menguasai pasar dengan memberikan produk yang berkualitas dan mem-punyai daya tarik.

Kuadran IV (pengaruh dan ketergantungan rendah-autonomous actors). Aktor pada posisi ini adalah Perguruan Tinggi (PT), LSM, dan Bisnis (Citra Swalayan dan Budiman Swalayan). Hasil wawancara dengan aktor perguruan tinggi me-nunjukkan bahwa pelibatan perguruan tinggi usaha mikro dan kecil masih belum banyak dan

Gambar 1. Pengaruh dan Ketergantungan antar Aktor dalam Meningkatkan Kinerja UMK

I. Dominant actors

IV. Autonomous actors

III. Dominated actors II. Relay Actors

(6)

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 9(3): 203-216 (2020) hanya pada tahap pelaksanaan pengabdian dan

memberikan penyuluhan-penyuluhan bagi UMK. Hasil analisis konvergensi di atas menunjuk-kan bahwa untuk meningkatmenunjuk-kan kinerja usaha mikro dan kecil, aktor Dinas Koperasi dan UMKM memiliki peran kunci untuk mengkoor-dinasikan seluruh program-program yang terkait dengan pengembangan dan pemberdayaan untuk

meningkatkan kinerja UMK. Dinas Koperasi dan UMKM memiliki konvergensi dengan BAPPEDA, Dinas Perdagangan, Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian, Dinas Pariwisata dan Pendamping UMKM. Analisis program upaya meningkatkan daya saing dan nilai tambah pro-duk UMK makanan ringan menunjukkan bahwa dinas-dinas tersebut telah menunjukkan perannya untuk perkembangan UMK yaitu mulai dari program bantuan modal, peralatan dan pelatihan, perizinan usaha, BPOM, kemasan dan label halal, manajemen operasional UMK dan pendampingan kepada pelaku usaha sehingga mereka mempu-nyai kekuatan untuk bisa berkembang. Konver-gensi aktor dalam meningkatkan kinerja usaha mikro dan kecil dapat dilihat pada Gambar 2.

Proses dalam meningkatkan kinerja usaha mikro dan kecil ini juga seringkali memiliki

ham-batan karena sering terjadi tarik menarik kepen-tingan antar actor, artinya antara aktor memiliki kepentingan yang bertolak belakang. Hasil pene-litian ini memperlihatkan divergensi kemung-kinan terjadi pada beberapa aktor. Divergensi antar aktor merupakan kebalikan dari konver-gensi yang semakin kecil nilai (garis putus-putus) maka semakin baik. Divergensi yang sangat kuat dapat terjadi antara Dinas Koperasi dan UMKM dengan Dinas Pertanian. Kemungkinan divergen-si yang kuat dapat terjadi antara: (1) LSM Jemari Sakato terhadap Dinas Perdagangan, Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian, BAPPEDA dan Pendamping UMKM terhadap Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian, Dinas Pariwisata, BAPPEDA dan Pendamping UMKM dan (2) Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian terhadap Dinas Pertanian. Divergensi aktor dalam mening-katkan kinerja usaha mikro dan kecil dapat dilihat pada Gambar 3.

Kedekatan antar Objektif dalam Meningkat-kan Kinerja UMK

Tujuan yang ingin dicapai adalah bagaimana modal sosial mampu meningkatkan kinerja usaha mikro dan kecil di Kota Padang. Hasil penelitian

(7)

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 9(3): 203-216 (2020)

Gambar 3. Divergensi antar Aktor dalam Meningkatkan Kinerja UMK

(8)

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 9(3): 203-216 (2020) menunjukkan bahwa kedekatan tinggi antar

ob-jektif yaitu antara variabel rasa percaya, jaringan dan norma dalam meningkatkan kinerja UMK. Rasa percaya diperlihatkan oleh hubungan yang tinggi antara banyaknya manfaat ketika pelaku usaha tergabung dengan kelompok usaha sehing-ga terbuka informasi densehing-gan pelaku usaha lain-nya. Kekuatan jaringan dalam UMK memung-kinkan munculnya sumber daya strategis yang mendukung keberlanjutan usaha yaitu pada ob-jektif jaringan bahan baku dan jaringan infor-masi. Kedua objektif pada kekuatan jaringan ini akan memberikan manfaat pada UMK yaitu pengurangan biaya transaksi dan perilaku opportunistic.

Kekuatan rasa percaya dan jaringan dalam UMK mampu meningkatkan kinerja UMK yaitu pada objektif peningkatan motivasi pelaku usaha sehingga nantinya berdampak pada peningkatan inovasi dan jiwa kewirausahaan pelaku usaha. Hasil penelitian Puspitasari et al. (2013), Wahyuningsih et al. (2015) dan Rahmi et al. (2015) menggunakan Structural Equation Model (SEM) menyatakan bahwa jiwa kewirausahan berperan dalam meningkatkan kinerja usaha se-hingga dengan motivasi, ketekunan, tanggap pada peluang, inovatif, keberanian mengambil resiko dan kemandirian akan berpengaruh terhadap kinerja usaha (Gambar 4).

Aktor yang Reaktif terhadap Peningkatan Kinerja UMK

Isu peningkatan modal sosial (rasa percaya, jaringan, norma) dalam meningkatkan kinerja usaha mikro dan kecil (UMK) mendorong aktor untuk bertindak lebih reaktif dari aktor lain. Tabel 2 menunjukkan bahwa isu meningkatkan peran modal sosial terhadap kinerja usaha mikro dan kecil (UMK) makanan ringan di Kota Padang ditanggapi lebih reaktif oleh aktor Dinas Koperasi dan UMKM (nilai 85,8).

Hasil penelitian juga menemukan bahwa objektif yang mendorong aktor-aktor untuk bertindak reaktif, objektif tersebut adalah untuk modal sosial jaringan (network) yaitu pada bahan baku tidak kontinu (netw1) sebesar 53,1. Objek-tif yang memicu aktor untuk bertindak reakObjek-tif pada modal sosial rasa percaya (trust) yaitu ak-ses modal ke tengkulak (T1) sebesar 52,8. Modal sosial norma (norms) yang mendorong aktor-aktor bertindak reaktif adalah regulasi rendah (norm1) sebesar 45,4 dan untuk kinerja UMK yaitu pada objektif motivasi rendah (KN2)

sebesar 50,1 serta kemasan yang tidak menarik (KN4) sebesar 52,8. Selama ini bahan baku tidak menjadi masalah dalam pengembangan UMK di Kota Padang. Hasil penelitian Utami & Sumardjo (2006) menyatakan bahwa salah satu faktor yang layak untuk mengukur kualitas usaha kecil adalah ketersediaan dan kualitas bahan ba-ku. Upaya untuk menjamin ketersediaan bahan baku harus didukung oleh kuatnya jaringan sosi-al (network) yang ada pada setiap pelaku usaha dengan stakeholder terkait.

Objektif lainnya yang memicu aktor bertin-dak reaktif dalam upaya meningkatkan kinerja yaitu motivasi pelaku usaha yang masih rendah dan kemasan produk yang kurang menarik. Moti-vasi individu pelaku usaha merupakan dorongan yang kuat untuk melakukan usaha seperti kete-kunan, kegigihan dan kemauan pelaku untuk berhasil (Bird, 1996). Motivasi ini terkait dengan bagaimana perilaku pelaku usaha dalam upaya meningkatkan kemandirian, mengembangkan kreativitas dan kinerja usaha (Gupta & Muita, 2013). Hasil penelitian Moorthy et al. (2012) menyatakan bahwa perilaku pelaku usaha meme-ngaruhi kinerja UMKM di Malaysia, yaitu pelaku usaha yang memiliki keterampilan dan penga-laman akan mempu menciptakan produk dengan inovasi yang tinggi serta memiliki daya saing. Inovasi merupakan kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan persoalan dan peluang untuk meningkatkan kehidupan (Suryana, 2003).

Keh et al. (2007) menjelaskan pentingnya perusahaan berinovasi adalah: (1) perkembangan teknologi yang begitu cepat sehingga perusahaan mampu untuk menyesuaikan diri dengan peru-bahan tersebut, (2) peruperu-bahan lingkungan yang cepat disebabkan oleh kreativitas dan inovasi, (3) kecerdasan konsumen untuk memenuhi kebu-tuhan, (4) perubahan selera pasar dan teknologi yang membutuhkan produk dan pelayanan yang cepat dan (5) inovasi mampu menciptakan per-kembangan segmen pasar (Gambar 5).

Aktor Ambivalen terhadap Isu Peningkatan Kinerja UMK

Aktor ambivalen dalam penelitian ini yaitu jika semakin tinggi nilai yang diperoleh oleh suatu aktor maka semakin besar kemungkinan untuk diajak kerja sama atau bisa juga diartikan sebagai aktor yang mempunyai potensi untuk menimbulkan konflik. Dua aktor dapat menim-bulkan posisi konvergen dan dapat juga menjadi

(9)

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 9(3): xx-xx (2020)

Tabel 2. Reaksi aktor dan objektif dalam meningkatkan kinerja UMK

3 MA O T1 T2 T3 T4 T5 Netw 1 Netw 2 Netw 3 Netw 4 No rm 1 No rm 2 KN 1 KN 2 KN 3 KN 4 KN 5 Mo b ilis a tio n BAPPEDA -6,0 4,0 8,0 4,0 6,0 8,0 4,0 -6,0 -6,0 -8,0 2,0 2,0 2,0 -2,0 4,0 6,0 77,6 Kop&UMKM -6,6 3,3 5,0 6,6 6,6 6,6 5,0 6,6 -6,6 -5,0 3,3 3,3 6,6 5,0 6,6 3,3 85,8 TK&Industri -6,5 3,2 4,9 4,9 6,5 3,2 6,5 -6,5 -4,9 -4,9 -4,9 -1,6 3,2 4,9 6,5 3,2 76,3 Perdagangan -6,3 3,2 3,2 3,2 6,3 6,3 3,2 -6,3 -4,8 -4,8 -3,2 6,3 6,3 3,2 6,3 3,2 77,6 Pertanian 2,7 5,4 5,4 5,4 2,7 4,1 4,1 -4,1 -2,7 -2,7 -2,7 2,7 5,4 -4,1 -1,4 2,7 58,1 Pariwisata -5,9 2,9 2,9 4,4 4,4 4,4 5,9 -2,9 -4,4 -5,9 -4,4 4,4 5,9 2,9 5,9 4,4 72,3 PT -1,9 1,3 2,5 2,5 1,3 2,5 1,9 2,5 2,5 -1,3 -1,9 0,6 2,5 0,6 2,5 2,5 31,0 Citra Swlyn -2,7 2,7 2,7 0,7 2,7 2,7 2,1 -1,4 -2,7 2,1 -2,1 -0,7 1,4 0,7 2,7 1,4 31,5 Budiman Swlyn 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,6 -0,6 1,3 0,6 2,5 1,3 7,0 LSM JS -1,7 1,1 1,1 2,2 1,7 1,7 1,7 1,1 -1,7 1,1 -0,6 -0,6 1,1 -0,6 -1,1 1,7 20,6 LSM LP2M 0,0 0,0 0,9 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 -0,2 0,4 0,4 -0,2 -0,4 0,6 3,2 Pelaku Usaha -2,2 2,2 0,0 1,4 1,4 2,9 2,9 -2,9 -1,4 -1,4 -0,7 1,4 2,9 2,2 -2,9 2,9 31,8 Pendamping -5,8 2,9 4,3 4,3 5,8 5,8 2,9 -5,8 -5,8 -2,9 2,9 4,3 5,8 5,8 5,8 4,3 75,1 Masyarakat -1,8 0,6 1,8 1,8 1,2 -1,8 1,2 -2,4 -2,4 -2,4 1,2 2,4 2,4 -1,2 2,4 1,8 29,5 IKABOGA -1,7 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3 2,3 -2,3 -1,7 -2,3 1,7 1,1 2,3 1,1 1,1 1,7 30,9 CSR -1,0 0,8 1,0 0,8 0,5 0,8 0,8 -0,8 -1,0 -0,8 -0,8 -0,8 0,5 0,8 0,5 0,3 11,8 Number of agreements 2,7 35,9 46 44,6 49,4 51,3 44,2 10,2 2,5 3,2 8,5 29,2 50,1 27,8 49,9 41,3 Number of disagreements -50,1 0,0 0,0 0,0 0,0 -1,8 0,0 -41,3 -47,7 -42,2 -24,7 -4,3 0,0 -8,0 -2,9 0,0 Degree of mobilisation 52,8 35,9 46 44,6 49,4 53,1 44,2 51,6 -50,2 45,4 33,1 33,1 50,1 35,8 52,8 41,3

(10)

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 9(3): xx-xx (2020)

Gambar 5. Objektif yang Mendorong Aktor untuk Reaktif dalam Meningkatkan Kinerja UMK

Tabel 3. Ambivalensi aktor dalam peningkatan kinerja kinerja UMK

Aktor EQ [1] EQ [2] EQ [3]

BAPPEDA 0,3 0,2 0,2

Kop & UMKM 0,3 0,3 0,3

TK & Indstri 0,3 0,2 0,2 Prdgngan 0,2 0,2 0,2 Pertanian 0,5 0,4 0,4 Pariwisata 0,2 0,2 0,2 PT 0,4 0,4 0,4 Citra. Swly 0,4 0,3 0,3 Bud. Swly 0,6 0,5 0,5 LSM JS 0,6 0,5 0,5 LSM LP2M 0,6 0,6 0,6 Pelaku Usaha 0,3 0,2 0,2 Pendamping UMKM 0,3 0,2 0,2 Masyarakat 0,5 0,4 0,4 IKABOGA 0,3 0,2 0,2 CSR 0,3 0,3 0,2

menjadi divergen. Konvergen dapat terjadi bila kedua aktor ingin bekerja sama dengan tujuan yang sama dan mengesampingkan tujuan masing-masing mereka. Ambivalensi aktor dihitung de-ngan tiga indikator keseimbade-ngan menggunakan posisi dari aktor tersebut, dihargai dan nilai ter-timbangnya (Tabel 3).

Dari nilai ambivalensi nilai tertimbangnya (Q3) yang terlihat pada Tabel 3 menunjukkan bahwa aktor-aktor yang mempunyai potensi

untuk diajak kerjasama adalah LSM LP2M, LSM Jemari Sakato, Budiman Swalayan, Dinas Pertanian, Masyarakat dan PT. Upaya meningkatkan kinerja UMK yaitu melalui pe-ningkatan modal sosial pelaku usaha selain dari modal alam, modal fisik dan modal manusia harus diwujudkan melalui kerjasama yang positif antar aktor. Hal ini juga dapat dilakukan dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang meli-batkan LSM merupakan bentuk kerjasama yang

(11)

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 9(3): 203-216 (2020) memberikan kontribusi yang positif dalam upaya

meningkatkan modal sosial dan kinerja usaha mikro kecil (UMK).

Selama ini belum banyak kegiatan yang melibatkan LSM dalam upaya meningkatkan kinerja usaha mikro kecil melalui peran modal sosial pada pelaku usaha. Salah satu LSM yang

berhasil menghimpun pelaku usaha dalam meningkatkan kinerja dan pendapatannya adalah LSM Jemari Sakato dan LSM LP2M. Kedua LSM ini melakukan pembinaan terhadap UMK-UMK yang ada di Kota Padang, salah satunya UMK makanan ringan (Gambar 6).

Gambar 6. Aktor yang Ambivalen dalam Meningkatkan Kinerja UMK

(12)

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 9(3): xx-xx (2020)

Kedekatan antar Aktor dalam Meningkatkan Kinerja UMK

Hasil penelitian secara umum menunjukkan kedekatan antar aktor yaitu kedekatan yang tinggi terjadi antara Pelaku Usaha dengan Dinas Pariwisata, Dinas Perdagangan, Pendamping UMKM dan Dinas Koperasi dan UMKM, antara Dinas Pariwisata dengan Koperasi, CSR PT.SP dan Masyarakat, antara Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian dengan Pendamping UMKM. Ke-dekatan sedang terjadi antara BAPPEDA dengan Dinas Perdagangan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian, Dinas Koperasi dan UMKM dengan LSM Jemari Sakato. Kedekatan kecil terjadi pada BAPPEDA dengan LSM LP2M, LSM LP2M antara Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian dengan Budiman Swalayan, antara Dinas Perdagangan dengan LSM Jemari Sakato, antara LSM Jemari Sakato dengan Dinas Pariwisata, Pendamping UMKM dan Pelaku usaha (Gambar 7).

Kedekatan antar Objektif dalam Meningkat-kan Kinerja UMK

Kekuatan rasa percaya dan jaringan dalam UMK mampu meningkatkan kinerja UMK yaitu pada objektif peningkatan motivasi pelaku usaha sehingga berdampak nantinya pada peningkatan keterampilan, pengetahuan, inovasi dan jiwa

kewirausahaan pelaku usaha dan didukung oleh lingkungan usaha. Hasil penelitian Puspitasari et

al. (2013), Wahyuningsih et al. (2015) dan

Rahmi et al. (2015) menggunakan Structural

Equation Model (SEM) menyatakan bahwa jiwa

kewirausahan berperan dalam meningkatkan ki-nerja usaha sehingga dengan motivasi, ketekun-an, tanggap pada peluang, inovatif, keberanian mengambil risiko dan kemandirian akan berpe-ngaruh terhadap kinerja usaha. Hubungan yang saling memberikan pengaruh yang tinggi dan menguntungkan yaitu kekuatan rasa percaya (trust) dan jaringan (network) dalam upaya me-ningkatkan kinerja UMK (Gambar 8).

Berdasarkan analisis terhadap aktor dalam kinerja usaha mikro dan kecil yang menunjukkan kekuatan masing-masing aktor (dominant, relay,

dominated, autonomous) dan objekif yang

menja-di pemicunya, maka ada hipotesa arahan bahwa perlunya dorongan dan dukungan peran dan fungsi aktor dalam meningkatakan modal sosial pada pelaku usaha UMK. Peningkatan kinerja usaha diduga dapat dipengaruhi oleh kuatnya ni-lai modal sosial yang dibangun pada pelaku usaha UMK. Adanya rasa percaya dan kerjasama akan mendorong timbulnya jaringan usaha yang dalam jangka panjang mampu menciptakan infor-masi yang simetris sehingga dapat mengurangi biaya transaksi dan perilaku opportunistic.

(13)

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 9(3): 203-216 (2020) Sifat kunci dari modal sosial adalah

memudahkan koordinasi dan kerjasama untuk saling menguntungkan anggota (Serageldin & Grootaert, 1999). Konsekuensi positif modal so-sial dapat berupa saling mendukung, kerjasama, kepercayaan dan keefektifan lembaga, sedangkan konsekuensi negatif modal sosial adalah sekte-rianisme, etnosentris, dan korupsi (Puttnam, 2002). Banyak kontribusi modal sosial untuk ke-suksesan suatu masyarakat (Ancok, 2003). Ke-pentingan yang mendasar dari modal sosial ada-lah untuk mengurangi friksi yang besar dalam transaksi pasar dalam sistem wilayah sehingga mengurangi biaya transaksi (Fukuyama, 2001). Masyarakat yang disediakan modal sosial yang lebih baik akan dapat mengadopsi bentuk orga-nisasi-organisasi baru yang lebih siap dari pada masyarakat yang kurang modal sosial, seperti teknologi dan perubahan pasar (Fukuyama, 2001). Hasil yang lumrah dari tingkat keperca-yaan dan modal sosial yang tinggi adalah kepe-mimpinan yang efektif untuk pengembangan per-ekonomian wilayah (Stimson et al., 2009).

KESIMPULAN

Konvergensi aktor yang sangat kuat terjadi antar Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Pariwisata, Dinas Perdagangan, Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian, serta Pendamping UMKM dalam upaya meningkatkan keterampil-an, motivasi, dan inovasi pelaku usaha. Hubung-an Hubung-antar objektif dalam meningkatkHubung-an kinerja usaha mikro dan kecil yang paling berpengaruh adalah rasa percaya dan jaringan usaha. Rasa percaya ditunjukkan oleh hubungan yang tinggi antara banyaknya manfaat ketika pelaku usaha tergabung dengan kelompok usaha sehingga terbuka informasi dengan pelaku usaha lainnya. Kekuatan jaringan dalam UMK memungkinkan kemunculan sumber daya strategis yang mendu-kung keberlanjutan usaha, yaitu objektif jaringan bahan baku dan jaringan informasi. Peningkatan kinerja UMK perlu peningkatan motivasi, pe-ningkatan keterampilan, dan inovasi pelaku usaha agar produk mampu menguasai pasar. Sinergi dan kerja sama antar stakeholder perlu dilakukan dalam upaya meningkatkan kinerja UMK.

Daftar Pustaka

Abor, J., & Quartey, P. (2010). Issues in SME development in Ghana and South Africa.

International Research Journal of Finance and

Economics, 39, 218–228.

Acs, Z. J., & Audretsch, D. B. (Eds.). (2010).

Handbook of Entrepreneurship Research. Springer

New York. https://doi.org/10.1007/978-1-4419-1191-9

Ancok, D. (2003). Modal Sosial dan Kualitas Masyarakat. Psikologika: Jurnal Pemikiran Dan

Penelitian Psikologi, 8(15), 4–14.

Asosiasi Pengusaha Indonesia. (2012). Laporan

Tahunan 2012 Hubungan Industrial Mau Dibawa Kemana.

Azhari, F., & Mawardi, M. K. (2018). Peran modal sosial dalam pengembangan jaringan usaha kecil menengah (Studi kasus pada rumah makan padang). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), 59(1), 153–162.

Bank Indonesia, & Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang. (2011). Penelitian Komoditi/Produk/Jenis Usaha Unggulan UMKM di Sumatera Barat Tahun 2011.

Bendahan, S., Camponovo, G., & Pigneur, Y. (2004). Multi-issue actor analysis: Tools and models for assessing technology environments. Journal of

Decision Systems, 13(2), 223–253. https://doi.org/

10.3166/jds.13.223-253

Bird, B. J. (1996). Entrepreneurial Behavior. McGraw-Hill Irwin.

Brown, K. F., Tompkins, E. L., & Adger, W. N. (2001). Trade-off Analysis for Participatory

Coastal Zone Decision-Making. University of East

Anglia.

Brugha, R., & Varvasovszky, Z. (2000). Stakeholder analysis: a review. Health Policy and Planning,

15(3), 239–246. https://doi.org/10.1093/heapol/15.

3.239

Burt, R. S. (1992). Structural Holes: The Social

Structure of Competition. Harvard University

Press.

Casson, M., Yeung, B., Basu, A., & Wadeson, N. (2009). The Oxford Handbook of Entrepreneurship (A. Basu, M. Casson, N. Wadeson, & B. Yeung (Eds.); Vol. 1, Issue 2). Oxford University Press. https://doi.org/10.1093/oxfordhb/9780199546992. 001.0001

Freeman, R. E., & McVea, J. (2017). A Stakeholder Approach to Strategic Management. In The

(14)

Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 9(3): 203-216 (2020)

Blackwell Handbook of Strategic Management

(Issue January, pp. 183–201). Blackwell Publishing Ltd. https://doi.org/10.1111/b.978063 1218616.2006.00007.x

Friedman, A. L., & Miles, S. (2006). Stakeholders:

Theory and Practice. Oxford University Press.

Fukuyama, F. (2001). Social capital, civil society and development. Third World Quarterly, 22(1), 7–20. Grootaert, C. (1998). Social capital : the missing link?

(English) (No. 3; Social Capital Initiative Working

Paper Series). http://documents.worldbank.org/ curated/en/902971468764409654/Social-capital-the-missing-link

Grootaert, C., & Bastelaer, T. Van. (1979). University of Maryland. Neurosurgery, 5(1), 124. https:// doi.org/10.1227/00006123-197907010-00058 Gupta, A., & Muita, S. R. (2013). Relationship

between entrepreneurial personality, performance, job satisfaction and operations strategy: An empirical examination. International Journal of

Business and Management, 8(2), 86–95. https://doi.org/10.5539/ijbm.v8n2p86

Hasbullah, J. (2006). Social Capital (Menuju

Keunggulan Budaya Manusia Indonesia).

MR-United Press.

Keh, H. T., Nguyen, T. T. M., & Ng, H. P. (2007). The effects of entrepreneurial orientation and marketing information on the performance of SMEs. Journal of Business Venturing, 22(4), 592– 611. https://doi.org/10.1016/j.jbusvent.2006.05. 003

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. (2015). Perkembangan Data Usaha

Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB). http://www.depkop.go.id/data-umkm

Moorthy, M. K., Tan, A., Choo, C., Wei, C. S., Ping, J. T. Y., & Leong, T. K. (2012). A study on factors affecting the performance of SMEs in Malaysia.

International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, 2(4), 224–239.

Puspitasari, Nurmalina, R., & Fariyanti, A. (2013).

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani

Anggrek Terhadap Kinerja Usaha: Kasus di Kecamatan Gunung Sindur dan Parung, Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan. Tesis. Program Studi Agribisnis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Puttnam, R. (2002). The Role of Social Capital in

Development (C. Grootaert & T. van Bastelaer

(Eds.)). Cambridge University Press. https://doi. org/10.1017/CBO9780511492600

Rahmi, K., Baga, L. M., & Fariyanti, A. (2015).

Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Petani Terhadap Kinerja Usaha pada Sistem Integrasi Tanaman dan Ternak (Kasus: di Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat). Tesis.

Program Studi Agribisnis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Serageldin, I., & Grootaert, C. (1999). Defining Social Capital: An Integrating View. In Social Capital A

Multifaceted Perspective (pp. 40–58). The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank.

Stimson, R. J., Stough, R. R., & Roberts, B. H. (2009).

Regional Economic Development: Analysis and Planning Strategy (2nd ed.). Springer Berlin

Heidelberg.

Suryana. (2003). Kewirausahaan, Pedoman Praktis:

Kiat dan Proses Menuju Sukses. Salemba Empat.

Thobias, E., Tungka, A. K., & Rogahang, J. J. (2013). Pengaruh modal sosial terhadap perilaku kewirausahaan (Suatu studi pada pelaku usaha mikro kecil menengah di Kecamatan Kabaruan Kabupaten Kepulauan Talaud). Acta Diurna,

April, 1–23.

Utami, H. N., & Sumardjo. (2006). Factors related to the leather craftsmen’s self-sufficiency in the districts of Sidoardjo and Magetan, East Java.

Jurnal Penyuluhan, 2(4), 42–50. https://doi.org/

10.25015/penyuluhan.v2i4.2114

Wahyuningsih, D. C., Baga, L. M., & Tinaprila, N. (2015). Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha Bawang Goreng di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Program

Studi Agribisnis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gambar

Tabel 1. Aktor, isu, objektif modal sosial dan objektif kinerja UMK  Aktor
Gambar 1. Pengaruh dan Ketergantungan antar Aktor dalam Meningkatkan Kinerja UMK I.  Dominant actors
Gambar 2. Konvergensi antar Aktor dalam Meningkatkan Kinerja UMK
Gambar 4. Kedekatan antar Objektif dalam Meningkatkan Kinerja UMK
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa metode pemukan dengan broadcast incorporated dan menggunakan mesin tanam terintegrasi tersebut tidak memberikan dampak buruk bagi

Citeureup, Sentul Utara, Sentul Selatan, Bogor, Bogor 2, Ciawi dan Ciawi 2 Cabang Jagorawi Paket 2 Tahun 2017 (lelang ulang), kami sampaikan undangan tersebut di atas sebagai

Amin Abdullah melalui paradigma integrasi-interkoneksi senantiasa relevan dijadikan sebagai pijakan pengembangan keilmuan perguruan tinggi di Indonesia, terutama bagi

[r]

KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS KELAS

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kontrol fuzzy dapat mengatur keluaran daya pada lampu sesuai dengan kondisi lingkungan dan kondisi waktu sehingga permasalahan yang

PERANCANGAN ARSITEKTUR 4.

Business and Strategic Alliances Sustainable Profit and Growth SME / Micro Financing Institutional & Commercial Banking Consumer Loans Consumer Deposit Treasury and