N Naammaa : : YYuussuuf f MMuufflliikkh h RR.. N NIIMM : : KK11221100006644 Kelas Kelas : : AA
HUKUM ISLAM DI INDONESIA DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM HUKUM ISLAM DI INDONESIA DAN KONTRIBUSI UMAT ISLAM A.
A. SumbSumber Huer Hukum Ikum Islam slam QuraQuran dan n dan HadisHadistt
Sumber hukum Islam berasal dari sumber Ilahi dan potensi-potensi insani. Oleh Sumber hukum Islam berasal dari sumber Ilahi dan potensi-potensi insani. Oleh karena itu, pada dasarnya, sumber hukum Islam ada yang
karena itu, pada dasarnya, sumber hukum Islam ada yang naqliyyahnaqliyyah dandan aqliyyah
aqliyyah. Sehingga, seringkali para pakar . Sehingga, seringkali para pakar hukum Islam menyatakan bahwahukum Islam menyatakan bahwa sumber hukum ada tiga, Pertama al-Qur’an; kedua Sunnah; dan ketiga ijtihad. sumber hukum ada tiga, Pertama al-Qur’an; kedua Sunnah; dan ketiga ijtihad. Ijma’, qiyas, istihsan dan sebagainya tidak
Ijma’, qiyas, istihsan dan sebagainya tidak lagi disebut sebagai sumber hukumlagi disebut sebagai sumber hukum Islam karena semuanya merupakan hasil ijtihad.
Islam karena semuanya merupakan hasil ijtihad. Menurut Khallaf bahwa ulama mujtahid telah
Menurut Khallaf bahwa ulama mujtahid telah sepakat mengenai Allah Swt.sepakat mengenai Allah Swt. sebagai sumber hukum. Menurutnya kesepakatan itu bisa
sebagai sumber hukum. Menurutnya kesepakatan itu bisa dilihat dari definisidilihat dari definisi hukum yang dikemukakan. Menurut pakar
hukum yang dikemukakan. Menurut pakar Ushul Fikih, hukum adalah perintahUshul Fikih, hukum adalah perintah Allah yang berkaitan dengan
Allah yang berkaitan dengan perbuatan Muslim dewasa, baik berupa tuntutanperbuatan Muslim dewasa, baik berupa tuntutan untuk berbuat, pilihan, maupun praktek hukum yang
untuk berbuat, pilihan, maupun praktek hukum yang berkaitan dengan sebab,berkaitan dengan sebab, syarat, dan halangan-halangannya. Mereka sepakat bahwa sumber hukum syarat, dan halangan-halangannya. Mereka sepakat bahwa sumber hukum adalah Allah Swt. Dengan
adalah Allah Swt. Dengan demikian, sumber hukum tertinggi adalah al-Qur’an,demikian, sumber hukum tertinggi adalah al-Qur’an, karena ia diyakini
karena ia diyakini sebagai firman Allah.sebagai firman Allah. Sumber hukum yang kedua
Sumber hukum yang kedua adalah Sunnah. Sunnah atau hadits adalahadalah Sunnah. Sunnah atau hadits adalah perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat
perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat yang disandarkan kepada Nabiyang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. Oleh karena itu, Nabi Muhammad Saw adalah sumber hukum Muhammad Saw. Oleh karena itu, Nabi Muhammad Saw adalah sumber hukum karena beliau juga berkedudukan sebagai penentu hukum. Hal ini karena
karena beliau juga berkedudukan sebagai penentu hukum. Hal ini karena
terdapat sejumlah ketentuan dalam hadits yang tidak terdapat dalam kitab suci terdapat sejumlah ketentuan dalam hadits yang tidak terdapat dalam kitab suci al-Qur’an.
al-Qur’an.
Ketentuan yang terdapat dalam al-Qur’an dan
Ketentuan yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadits terkadang tidakhadits terkadang tidak menggunakan petunjuk yang tegas
menggunakan petunjuk yang tegas sehingga memerlukan penggalian hukumsehingga memerlukan penggalian hukum yang dilakukan oleh ulama. Oleh karena itu,
yang dilakukan oleh ulama. Oleh karena itu, ulama melakukan kegiatanulama melakukan kegiatan akademik dalam rangka memperoleh dan menangkap maksud Allah
akademik dalam rangka memperoleh dan menangkap maksud Allah dan rasul-dan rasul-Nya melalui proses yang disebut dengan ijtihad atau
Nya melalui proses yang disebut dengan ijtihad atau istinbathistinbath. Oleh karena itu,. Oleh karena itu, dalam batas-batas tertentu, ulama mujtahid juga berkedudukan sebagai
dalam batas-batas tertentu, ulama mujtahid juga berkedudukan sebagai penentu hukum.
penentu hukum.
Dengan Demikian, sumber hukum dalam Islam adalah
Dengan Demikian, sumber hukum dalam Islam adalah al-Qur’an (Allah), haditsal-Qur’an (Allah), hadits (Nabi Muhammad Saw), dan
beda.
Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 59:
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS. An-Nisa: 59)
Perintah untuk mengikuti Allah dan rasul-Nya adalah perintah untuk mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sedang perintah untuk mentaati orang yang
memegang kekuasaan ialah perintah untuk untuk mengikuti hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan yang dibuat dan disetujui oleh badan-badan yang
mempunyai kekuasaan membuat undang-undang dari golongan kaum muslimin. Adapun perintah untuk memulangkan perkara yang di perselisihkan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah perintah untuk menggunakan analogi (qiyas), selama tidak ada nash dan ijma’.
Yang dimaksud dengan tertib dalam ber- istidlal dari dalil al-Qur’an, as-Sunnah, al-Ijma dan al-Qiyas ialah apabila terdapat suatu kejadian yang memerlukan ketetapan hukum pertama-tama hendaklah dicari terlebih dahulu di dalam al-Qur’an, ditetapkanlah hukum sesuai dengan yang ditunjuk oleh al-Qur’an. Tetapi apabila ketetapan hukumnya tidak ditemukan di dalam al-Qur’an barulah beralih meneliti as-Sunnah. Tetapi apabila ketetapan hukumnya tidak ditemukan di
dalam as-sunnah, barulah beralih meneliti keputusan para mujtahid yang menjadi ijma’ dari masa ke masa tentang masalah yang sedang dicari
hukumnya itu. Tetapi apabila ketetapan hukumnya tidak ditemukan di dalam ijma, maka hendaklah berusaha dengan jalan menganalogikannya kepada peristiwa yang sejenis yang telah ada nashnya.
Hadits riwayat Abu Daud dari Anas bin Malik :
Adapun sebagai dasar hukum keharusan menertibkan jenjang dalam ber-istidlal dengan 4 macam dalil hukum tersebut ialah wawancara Rasulullah Saw
Nama : Yusuf Muflikh R. NIM : K1210064
Kelas : A
dengan Muadz bin jabal sesaat ia dilantik sebagai penguasa untuk negeri Yaman. Kata berliau:
Artinya: Dari Anas bin Malik, sesungguhnya Rasul Saw ketika akan mengutus Muadz ke Yaman. Beliau bersabda: Bagaimana caranya kamu memutuskan perkara yang dikemukakan padamu?” “Kuhukumi dengan kitab Allah,” Jawabnya, “Jika kamu tidak mendapatkannya di dalam kitab Allah, lantas
bagaimana? Sambung Rasulullah, “Dengan Sunnah Rasulullah, lalu bagaimana? tanya Rasulullah lebih lanjut, “ Aku akan menggunakan ijtihad pikiranku dan aku tidak akan meninggalkannya,” jawabnya dengan tegas. Rasululllah Saw, lalu menepuk dadanya seraya memuji, katanya, Alhamdulillah, Allah telah memberi taufiq kepada utusan rasulullah sesuai dengan apa yang diridhai Allah dan
Rasul-Nya. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan al-Turmudzi). B. Fungsi Hukum Islam
Fungsi hukum Islam:
1. Fungsi Ibadah : sebagai alat untuk menegakkan ibadah
2. Fungsi amar ma’ruf nahi munkar : perintah kebaikan dan pencegah kemunkaran
3. Fungsi zawajir : sebagai alat penjeraan
4. Fungsi tandzim wa ishlah al-ummah: penataan organisasi dan rehabilitasi masyarakat
C. Hukum Islam dalam Sistem Hukum Indonesia
Dalam proses sejarah terbentuknya hukum nasional Indonesia, hukum Islam merupakan salah satu elemen pendukung selain hukum adat dan hukum Barat. Hukum Islam telah turut serta memberikan kontribusi norma-norma dan nilai-nilai hukum yang berlaku di dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang heterogen. Meskipun perlu disadari pula bahwa mayoritas kuantitas penduduk muslim di suatu negara tidak selalu dapat diasumsikan berarti juga “mayoritas” dalam politik dan kesadaran melaksanakan hukum (Islam).
Kecenderungan masyarakat Indonesia saat ini menunjukkan bahwa mayoritas muslim ingin semakin menegaskan diri dalam arti kekuasaan politik serta aspirasi pembentukan dan penerapan hukum yang didasarkan dan bersumber pada norma-norma dan nilai-nilai hukum Islam. Indikator yang mencerminkan kecenderungan tersebut dapat dilihat dari lahirnya peraturan perundang-undangan yang dalam ketentuan-ketentuannya menyerap jiwa dan prinsip-prinsip hukum Islam serta melindungi kepentingan umat Islam. Kecenderungan yang paling signifikan nampak dalam berbagai aspirasi umat Islam yang
mengusulkan pencantuman isi Piagam Jakarta dalam UUD 1945 serta penerapan hukum pidana Islam. Hal inilah yang kemudian menimbulkan polemik dalam struktur, substansi, dan budaya hukum di Indonesia yang pada akhirnya
adalah mencoba menjawab permasalahan tersebut. Korelasi Hukum Islam Dengan Hukum Nasional
Tata hukum Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 telah
memberikan landasan dan arahan politik hukum terhadap pembangunan bidang agama (hukum agama) dengan jelas. Menurut Prof. Mochtar Kusumatmadja, sila KeTuhanan Yang Maha Esa pada hakekatnya berisi amanat bahwa tidak boleh ada produk hukum nasional yang bertentangan dengan agama atau bersifat menolak atau bermusuhan dengan agama. Pasal 29 UUD 1945 menegaskan tentang jaminan yang sebaik-baiknya dari Pemerintah dan para penyelenggara negara kepada setiap penduduk agar mereka dapat memeluk dan beribadah menurut agamanya masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa negara
mengakui dan menjunjung tinggi eksistensi agama termasuk hukum-hukumnya, melindungi dan melayani keperluan pelaksanaan hukum-hukum tersebut.
Pola Legislasi
Berkaitan dengan kontribusi hukum Islam dalam hukum nasional di Indonesia maka terdapat 3 (tiga) pola legislasi hukum Islam dalam peraturan perundang-undangan nasional, yaitu:
1. Hukum Islam berlaku untuk setiap warganegara dengan beberapa
pengecualian. Pola ini dikenal sebagai pola unifikasi dengan diferensiasi (contoh: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan),
2. Hukum Islam diundangkan dan hanya berlaku bagi umat Islam (contoh: Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh), dan
3. Hukum Islam yang masuk dalam peraturan perundang-undangan nasional dan berlaku untuk setiap warganegara (contoh: Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1990 Tentang Kesehatan). Prospek Hukum Islam Di Indonesia
Berdasarkan keseluruhan dari uraian di atas, maka tidak ada alasan bagi bangsa Indonesia untuk tetap mendiskriminasikan hukum Islam dalam tata hukum
nasional dengan alasan eksklusivitas, sebab secara historis hukum Islam dengan segenap pola legislasinya telah teruji, baik eksistensinya maupun efektivitasnya, dalam turut serta menjamin kehidupan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hukum Islam bukanlah sesuatu yang harus dijadikan momok bagi masyarakat yang adil dan sejahtera karena hal ini telah terbukti sejak periode Piagam Madinah dimana kaidah-kaidah (hukum) Islam dapat menjamin kelangsungan penyelenggaraan negara secara adil dan sejahtera. Untuk mengimplementasikan semua itu tidak harus misalnya dengan menerapkan aturan-aturan pidana Islam di Indonesia ataupun bahkan dengan mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Negara Islam, namun yang terpenting bahwa hukum Islam harus dapat menjiwai dan menjadi pondasi utama bagi struktur hukum nasional. Oleh karena itu, hukum Islam tidak hanya dapat hidup berdampingan dengan hukum nasional, namun hukum Islam juga dapat berperan sebagai pondasi utama dan melengkapi
Nama : Yusuf Muflikh R. NIM : K1210064
Kelas : A
D. Kontribusi Umat Islam
Di Indonesia yang negaranya mengakui lima agama dan menganut sistem
hukum nasional jadi, kontribusi umat islam Indonesia konkretnya ialah menuntut ilmu, berbagi ilmu, dan dakwah. Umat islam Indonesia juga perlu mempelajari dan mengerti hukum islam. Kemudian juga di bagikan pengetahuan tersebut. Dan salah satu jalannya ialah dakwah. Mengenalkan hukum islam kepada umat islam yang lain itu saya rasa perlu. Meskipun di Indonesia ini hanya sebagian kecil saja yang bisa diterapkan, karena hal itu tadi, Indonesia mengakui lima agama yang sah di mata negara.
E. Keadilan dan Kesejahteraan
Menurut saya, keadilan dan kesejahteraan yang dapat terwujud jika hukum islam itu diterapkan adalah sangat realistis. Seperti halnya dalam hukum islam jika seseorang melakukan pembunuhan, maka si pelaku hukumannya juga harus
dibunuh. Kemudian juga seperti mencuri. Orang yang k yamencuri hukuman baginya adalah dipotonglah tangannya, dan masih banyak yang lainnya. Jika hal ini diterapkan, saya rasa tidak akan lagi ada orang yang akan berbuat kejahatan karena dia tahu apa konsekuensi yang akan ia dapatkan jika melakukannya. Selanjutnya terjadilah sebuah situasi yang dinamakan kesejahteraan dimana semuanya bisa berjalan dengan aman dan terkendali karena tidak ada lagi kriminalisme.