• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Indeks Nilai Penting terhadap Biomasa Pohon 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Korelasi Indeks Nilai Penting terhadap Biomasa Pohon 1"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

113

Korelasi Indeks Nilai Penting terhadap Biomasa Pohon

1

Nurlita Indah Wahyuni2

ABSTRAK

Kebutuhan akan data perubahan stok karbon hutan yang memenuhi syarat pengukuran, pelaporan dan verifikasi (

Measurement, Reporting and

Verification,

MRV) merupakan salah satu alasan dilakukannya desain ulang Inventarisasi Hutan Nasional (

National Forest Inventory

, NFI). Sehingga dari satu data inventarisasi bisa diperoleh beberapa informasi sekaligus seperti potensi tegakan, struktur dan komposisi vegetasi serta biomasa dan karbon hutan. Tulisan ini akan memaparkan tentang korelasi Indeks Nilai Penting (INP) suatu jenis pohon dengan biomasa yang tersimpan di dalamnya. Kajian dilakukan di SPTN III Maelang, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Biomasa pohon dihitung menggunakan persamaan alometrik, sedangkan INP diperoleh dengan menghitung parameter penyusun INP yaitu Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR). Uji korelasi menggunakan data biomasa dan INP satu jenis pohon yang sama. Berdasarkan hasil analisis vegetasi

Alangium javanicum

memiliki INP tertinggi sebesar 29,34 %. Sedangkan jenis pohon dengan rata-rata biomasa terbesar adalah

Calophyllum soulattri

dengan biomasa sebesar 96,53 Mg/ha. Analisis korelasi dengan taraf nyata 0,01 menunjukkan bahwa INP berpengaruh nyata terhadap nilai biomasa dengan nilai korelasi sebesar 0,752 yang berarti terdapat hubungan signifikan antara INP dengan biomasa.

Kata kunci: korelasi, indeks nilai penting, biomasa, pohon

1 Makalah ini disampaikan dalam Seminar Rehabilitasi dan Restorasi Kawasan Hutan Menyongsong 50 Tahun Sulawesi Utara, diselenggarakan oleh Balai Penelitian Kehutanan Manado, Manado 9 Oktober 2014

2

Balai Penelitian Kehutanan Manado; Jl. Raya Adipura Kelurahan Kima Atas Kecamatan Mapanget Manado Telp. 0431-3666683; Email: [email protected]

(2)

114

|

Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014 I. PENDAHULUAN

Dalam rangka pengumpulan data dan informasi terkait sumber daya hutan, khususnya stok kayu dan penyebarannya, Kementerian Kehutanan telah menerapkan Inventarisasi Hutan Nasional (

National Forest

Inventory,

NFI) sejak tahun 1990-an. Kurang lebih 3000 plot contoh telah dibuat dan dimonitor, yang tersebar secara sistematik di seluruh wilayah Indonesia. Sebagian dari plot contoh juga telah dilakukan pengukuran ulang (re-enumerasi). Terkait dengan inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK), plot-plot contoh ini merupakan sumber potensi data yang baik untuk pendugaan stok karbon hutan dan perubahannya. Terlebih dengan adanya syarat pengukuran, pelaporan dan verifikasi (

Measurement,

Reporting and Verification,

MRV) untuk menghitung seberapa besar penurunan emisi (Ruslandi, 2012).

Inventarisasi hutan merupakan salah satu kegiatan yang selalu dilaksanakan dalam pengelolaan hutan baik di kawasan produksi maupun konservasi. Secara umum, inventarisasi bertujuan untuk memperoleh informasi dan memantau kondisi sumberdaya hutan. Data yang diperoleh dalam inventarisasi antara lain topografi, jenis tanah, curah hujan, jenis pohon, dimensi pohon (diameter, tinggi, lebar tajuk), jumlah spesies pada tiap tingkat pertumbuhan (semai, pancang, tiang, dan pohon), serta kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Inventarisasi di awal kegiatan dapat memberikan informasi awal kondisi hutan, sedangkan inventarisasi secara berkala dapat menggambarkan pertumbuhan tegakan dan hasil kayu (

growth and yield

) (Simon, 2007). Data hasil inventarisasi ini selain digunakan untuk mengetahui potensi tegakan, juga untuk mengetahui kondisi vegetasi dengan cara menganalisis struktur dan komposisi vegetasi dalam pengolahan data lebih lanjut yaitu analisis vegetasi.

Analisis vegetasi biasa dilakukan untuk mempelajari komposisi jenis dan struktur vegetasi pada satu wilayah. Dalam analisis vegetasi, terdapat dua parameter yang biasa digunakan yaitu parameter kuantitatif dan parameter kualitatif. Analisis vegetasi akan menjawab jenis tumbuhan yang dominan dan memberi ciri utama komunitas hutan. Ukuran dominansi vegetasi dinyatakan dalam beberapa parameter antara lain biomasa, penutupan tajuk, luas basal area, indeks nilai penting dan perbandingan nilai penting (Indriyanto, 2010).

Dalam proses hidupnya, vegetasi hutan melakukan proses fotosintesis (metabolisme) untuk petumbuhan dan penambahan biomasa. Biomasa diperoleh dari hasil proses fotosintesis tumbuhan dan berguna untuk

(3)

115 menambah massa tumbuhan. Dalam ekosistem hutan, biomasa dideskripsikan sebagai jumlah energi yang terikat per satuan luas per satuan waktu pada tiap tingkat trofik dan dapat digambarkan dalam piramida biomasa (Indriyanto, 2010). Sedangkan dalam perubahan iklim khususnya di sektor kehutanan, biomasa erat kaitannya dengan jumlah gas karbondioksida (CO2) yang diserap dan disimpan oleh tumbuhan. Biomasa

didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown, 1997).

Biomasa pohon merupakan penyusun utama biomasa dalam tegakan hutan. Penghitungan biomasa pohon dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung (destruktif) dan tidak langsung (non-destruktif). Metode destruktif dilakukan dengan memanen seluruh bagian pohon, mengeringkan dan menimbang berat biomasanya. Sedangkan dengan metode non-destruktif, biomasa pohon diperoleh dari persamaan alometrik dengan menggunakan variabel diameter dan tinggi baik persamaan spesifik tiap jenis maupun persamaan umum (Sutaryo, 2009).

Salah satu data yang dihasilkan dalam inventarisasi hutan adalah diameter (d) atau diameter setinggi dada (dbh). Data diameter ini antara lain dapat digunakan untuk menghitung volume pohon (penaksiran potensi tegakan), Indeks Nilai Penting (INP) dalam analisis vegetasi hutan, serta penghitungan biomasa pohon dengan menggunakan persamaan alometrik. Dalam tulisan ini akan dipaparkan tentang korelasi INP suatu jenis pada fase pertumbuhan pohon dengan biomasa yang tersimpan di dalamnya. Sehingga dari data INP dapat diketahui jenis pohon apa yang menyimpan biomasa terbesar.

II. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengambilan data dilaksanakan pada bulan September 2012 di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) III Maelang, Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dan menjadi obyek dalam kegiatan penelitian ini terdiri dari tegakan hutan kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone di SPTN III Maelang. Peralatan yang digunakan pada saat pengambilan data di lapangan antara lain peta kerja, tali rafia, tali tambang, plastik spesimen,

(4)

116

|

Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014

gunting tanaman, timbangan digital, pita ukur,

Global Positioning System

(GPS), pita penanda,

tally sheet

, alat tulis dan perangkat lunak analisis statistik.

C. Prosedur Penelitian

Pengumpulan data untuk menghitung INP dan mengetahui jumlah biomasa tersimpan diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung di lapangan. Total dibuat sebanyak 30 plot ukur biomasa yang ukurannya mengacu pada Hairiah dan Rahayu (2007), yaitu 1 plot berukuran 5x40 m (pohon dengan diameter 5-30 cm) dan 29 plot berukuran 20x100 m (pohon berdiameter >30 cm). Data yang dikumpulkan adalah nama jenis dan diameter (dbh) setiap pohon di dalam plot.

D. Analisis Data

Analisis data meliputi data hasil pengukuran untuk memperoleh nilai biomasa tiap pohon serta penghitungan Indeks Nilai Penting (INP). Penghitungan biomasa pohon dilakukan secara non destruktif melalui persamaan alometrik. Berdasarkan data curah hujan di lokasi penelitian, sebesar 1.200-2.000 mm/tahun, maka digunakan persamaan alometrik zona lembab yang telah dikembangkan oleh Brown (1997) dimana: Y = biomasa per pohon (kg) dan D = dbh (cm).

Sedangkan INP tiap jenis pohon diperoleh dengan menghitung parameter penyusun INP yaitu Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR). Persamaan untuk menghitung KR, FR, DR dan INP terdapat dalam Tabel 1. Kerapatan menyatakan jumlah satu jenis individu dalam plot pengukuran. Frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah plot pengukuran tempat ditemukannya suatu jenis dari sejumlah plot pengukuran yang dibuat. Frekuensi menggambarkan tingkat penyebaran jenis dalam ekosistem yang dipelajari. Dominansi merupakan nilai luas bidang dasar individu pohon, sedangkan dominansi relatif persentase bidang dasar suatu jenis terhadap jumlah bidang dasar seluruh jenis. Sebagian besar kajian dan pustaka merumuskan INP sebagai penjumlahan dari Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR).

Biomasa dan INP dihitung pada setiap jenis pohon yang ditemukan dalam plot. Untuk mengetahui adanya korelasi antara biomasa dan INP satu jenis pohon yang sama, digunakan uji korelasi Spearman dengan bantuan perangkat lunak analisis statistik.

(5)

117 Tabel 1. Persamaan untuk menghitung Indeks Nilai Penting

No Faktor Persamaan Keterangan

1. Kerapatan Relatif

K-ijenis ke-i : Kerapatan

KR-i : kerapatan relatif setiap jenis ke-i terhadap kerapatan total 2. Frekuensi Relatif F-i : frekuensi jenis ke-i FR-i : frekuensi relatif setiap jenis ke-i terhadap frekuensi total 3. Dominansi Relatif

D-ijenis ke-i : dominansi

DR-i : dominansi relatif setiap jenis ke-i terhadap dominansi total 4. Indeks Nilai Penting Sumber: Indriyanto (2007)

(6)

118

|

Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014 III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TN BNW) secara geografis terletak antara 0⁰20’ – 0⁰51’ LU dan 123⁰06’ – 123⁰18’ BT, serta masuk dalam wilayah dua provinsi yaitu Sulawesi Utara dan Gorontalo. Dari luas keseluruhan 287.115 ha, seluas 117.115 ha (62,32 %) berada di Sulawesi Utara dan 110.000 ha (37,68 %) termasuk dalam wilayah Gorontalo. Berdasarkan Schmidt dan Ferguson, wilayah TN BNW termasuk dalam tipe iklim A, B dan C, dengan curah hujan rata-rata antara 1.700-2.200 mm per tahun dan suhu rata- rata antara 20 ⁰C-28 ⁰C. Sedangkan topografi kawasan ini sangat beragam mulai dari datar, bergelombang ringan sampai berat dan berbukit terjal dengan ketinggian antara 50 – 1.970 m dpl. Beberapa tipe hutan yang terdapat di dalamnya adalah hutan lumut, hutan hujan pegunungan rendah, hutan hutan dataran rendah dan hutan sekunder (BTN BNW, 2006). Lokasi pengambilan data terletak pada kawasan SPTN III Maelang, kawasan di Puncak Biyango (600 m dpl) dan Kayu Lawang (700-1000 m dpl).

A. Indeks Nilai Penting dan Biomasa Pohon

Indeks Nilai Penting (INP) menyatakan peran suatu tumbuhan di dalam komunitas. Makin besar INP suatu jenis tumbuhan, maka makin besar pula peranan jenis tersebut di dalam komunitas yang diukur. Jika INP merata pada banyak jenis, dapat dikatakan keanekaragaman hayati di komunitas tersebut semakin tinggi. Berdasarkan hasil pengolahan data, ditemukan terdapat 58 jenis pohon dalam plot pengukuran. Jumlah jenis pohon ini lebih sedikit bila dibandingkan dengan kajian yang dilakukan oleh Irawan (2011) yaitu sebanyak 98 jenis. Walaupun kajian tersebut juga dilakukan dalam kawasan TN BNW, namun berbeda lokasi dan tipe hutan yang terletak lebih tinggi serta termasuk hutan primer.

Jenis- jenis pohon yang ditemukan dalam plot pengukuran sebagian besar merupakan jenis yang sering ditemukan di dalam hutan di Sulawesi Utara. Karena lokasi penelitian merupakan hutan alam, maka pohon yang berada dalam plot cukup beragam. Hasil analisis vegetasi menunjukkan jenis pohon dengan INP tertinggi sebesar 29,34 % adalah

Alangium javanicum

. Sedangkan pohon dengan INP terendah adalah

Pangium edule

dan

Ficus

sp. dengan INP masing-masing sebesar 0,25 %. Bahkan hanya terdapat 11 jenis pohon dengan INP > 10, hal ini menunjukkan tegakan tersebut tidak didominasi oleh beberapa jenis pohon saja. Meski untuk membuktikan hal tersebut perlu dilakukan perhitungan Indeks Dominansi dan Indeks

(7)

119 Keanekaragaman. Nilai Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan Relatif (KR), Dominansi Relatif (DR) dan INP masing-masing jenis pohon terdapat Tabel 2.

Jenis pohon dengan rata-rata biomasa terbesar adalah

Calophyllum

soulattri

dengan biomasa sebesar 96,53 ton/ha. Sedangkan pohon dengan biomasa terkecil 0,04 ton/ha adalah jenis

Albizia lebeck

. Jika nilai biomasa tiap jenis pohon disusun dengan urutan terbesar hingga terkecil, maka dapat dilihat bahwa hanya 21 jenis pohon dengan rata-rata biomasa > 10 ton/ha. Penyusunan INP dan rata-rata biomasa dari nilai terbesar hingga terkecil menunjukkan pohon dengan INP tertinggi tidak secara otomatis memiliki biomasa tertinggi. Misalnya jenis pohon dengan INP tertinggi adalah

A. javanicum

namun rata-rata biomasanya 88,65 ton/ha, atau terbesar kedua setelah

C

.

soulattri

yang berada pada urutan keempat dengan INP sebesar 15,61 %.

Tabel 2. Indeks Nilai Penting dan biomasa pohon dalam plot pengukuran No Jenis Pohon FR (%) KR (%) DR (%) (%) INP Biomasa (Mg/ha)

1 Alangium javanicum 4.85 12.74 11.75 29.34 88.65 2 Meliosma nitida 3.81 7.82 7.73 19.36 41.78 3 Myristica fatua 4.16 5.94 6.16 16.26 63.56 4 Calophyllum soulattri. 3.99 4.6 7.02 15.61 96.53 5 Cratoxylum celebicum 4.16 6.64 3.46 14.25 50.86 6 Psychotria sp. 4.51 5.94 2.7 13.15 30.88 7 Ardisia villosa 2.95 2.73 5.64 11.32 30.60 8 Canarium indicum 3.64 3.48 4.17 11.28 26.33 9 Syzygium glomeratum 3.47 4.07 3.7 11.23 67.99 10 Dillenia suffruticosa 4.16 2.62 4.27 11.06 65.65 11 Mangifera sp. 3.47 3.85 2.75 10.07 12.72 12 Polyalthia glauca 3.64 4.07 1.98 9.69 12.40 13 Pterospermum spp. 2.43 2.78 3.22 8.43 56.02 14 Palaqium obtusifolium 3.47 2.09 2.09 7.64 25.24 15 Talauma candolei 1.39 1.18 4.88 7.45 85.80 16 Turpinia sphaerocarpa 3.64 2.46 1.23 7.33 8.81 17 Drypetes longifolia 2.77 2.94 1.18 6.9 6.57 18 Bischoffia javanica 1.56 0.96 4.02 6.54 17.03

(8)

120

|

Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014

No Jenis Pohon FR (%) KR (%) DR (%) (%) INP Biomasa (Mg/ha)

19 Sandoricum koetjape 2.77 1.98 0.78 5.54 4.07 20 Aglaia tomentosa 2.43 2.3 0.58 5.31 0.25 21 Agathis philippensis . 1.21 1.07 2.71 4.99 16.24 22 Vitex cofassus 0.17 1.34 3.31 4.83 62.86 23 Eugenia sp. 1.21 1.23 2.23 4.68 20.25 24 Iilex cymosa 2.08 1.55 0.8 4.43 2.44 25 Zyzygium sp. 2.95 1.07 0.33 4.35 0.06 26 Knema sp. 1.39 1.66 0.99 4.04 6.87 27 Podocarpus neriifolius 1.21 0.48 1.87 3.57 13.06 28 Garcinia deodalanthera 2.08 0.86 0.33 3.26 8.40 29 Heritiera sp. 1.56 0.7 0.87 3.12 3.29 30 Pometia pinñata 1.73 0.64 0.72 3.09 2.91 31 x5* 1.39 0.91 0.26 2.55 1.43 32 Ailanthus integrifolia 1.21 0.59 0.68 2.49 3.45 33 Celtis sp. 1.56 0.43 0.21 2.2 2.09 34 Cananga odorata 1.04 0.7 0.46 2.19 2.76 35 Ficus sp. 1.21 0.59 0.21 2.01 1.29 36 Gnetum sp. 1.91 0.05 0.03 1.99 1.36 37 Tetrameles nudiflora 0.35 0.21 1.37 1.93 5.93 38 Hibiscus tiliaceus 1.04 0.59 0.19 1.82 3.28 39 Pterospermum spp. 0.87 0.21 0.61 1.69 2.60 40 x3* 0.17 1.18 0.24 1.59 3.08 41 Ficus sp. 0.69 0.16 0.14 0.99 6.31 42 Bischoffia javanica 0.17 0.05 0.55 0.77 2.41 43 Artocarpus sp. 0.52 0.16 0.05 0.73 0.40 44 Merintek* 0.35 0.11 0.21 0.67 48.82 45 Alstonia 0.35 0.11 0.19 0.64 8.43 46 Aglaia sp. 0.35 0.11 0.15 0.6 6.47 47 Spondias amara 0.35 0.11 0.08 0.53 2.02 48 Paraseriantes falcataria 0.35 0.16 0.02 0.53 0.04 49 Pete* 0.35 0.11 0.06 0.52 2.59 50 x2* 0.35 0.11 0.03 0.48 1.08

(9)

121 No Jenis Pohon FR (%) KR (%) DR (%) (%) INP Biomasa (Mg/ha)

51 Ternstroemia elongata 0.17 0.05 0.2 0.43 9.04 52 Garuga floribunda 0.35 0.05 0.01 0.41 0.07 53 Koordesiodendron celebicum 0.17 0.05 0.12 0.34 0.46 54 Macaranga sp. 0.17 0.11 0.05 0.33 0.25 55 x1* 0.17 0.05 0.1 0.33 4.48 56 x6* 0.17 0.05 0.03 0.26 0.11 57 Pangium edule 0.17 0.05 0.02 0.25 0.06 58 x4* 0.17 0.05 0.03 0.25 0.08

Sumber: diolah dari data primer Keterangan:

FR=Frekuensi Relatif, KR= Kerapatan Relatif, DR= Dominansi Relatif Jenis pohon diurutkan berdasarkan INP terbesar hingga terkecil * jenis pohon yang tidak teridentifikasi nama ilmiahnya

B. Korelasi Indeks Nilai Penting dengan Biomasa

Analisis korelasi merupakan salah satu metode untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua peubah, besarnya diukur dengan sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi (r). Nilai koefisien korelasi ini berkisar antara 1 sampai 1, yang diartikan apabila nilai r mendekati 1 atau -1, dapat dikatakan hubungan antara dua peubah tersebut semakin kuat. Sedangkan bila r mendekati 0, maka hubungan antara dua peubah semakin lemah. Koefisien positif atau negatif menunjukkan hubungan searah (bila X naik maka Y naik) dan terbalik (bila X naik maka Y turun) antara dua peubah (Walpole, 1982).

Hasil analisis korelasi antara INP dengan biomasa pohon menunjukkan INP berpengaruh nyata terhadap nilai biomasa (taraf nyata 0,01) dengan nilai korelasi sebesar 0,752 seperti tertera dalam Gambar 1 dan Tabel 3. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuat antara INP dengan biomasa yang bernilai positif, yang berarti peningkatan INP sebanding dengan biomasa. Pada Gambar 1 terlihat sebagian besar data terkelompok di kiri bawah dan beberapa data terpencar menjauhi garis imajiner. Sedangkan garis imajiner bernilai positif dengan kemiringan dari sudut kiri bawah ke kanan atas, yang berarti INP berasosiasi positif terhadap biomasa pohon.

(10)

122

|

Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014

Gambar 1. Diagram pencar korelasi antara INP dengan biomasa pohon Meskipun menurut hasil perhitungan, pohon dengan INP dan biomasa tertinggi merupakan jenis berbeda. Lebih lanjut dapat ditelaah dari persamaan untuk menghitung biomasa pohon dan INP. Biomasa pohon dihitung menggunakan persamaan Brown (1997) , di mana Y adalah biomasa per pohon (kg) dan D merupakan diameter setinggi dada (cm). Sedangkan INP merupakan penjumlahan dari Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR). Kerapatan menunjukkan jumlah individu yang ditemukan, frekuensi menunjukkan intensitas ditemukannya suatu jenis atau penyebaran jenis tersebut dan dominansi menunjukkan dominansi suatu jenis terhadap komunitas yang diamati.

Dari persamaan untuk menghitung INP dan biomasa pohon terdapat satu data yang sama, yaitu data diameter pohon. Dalam perhitungan INP, peubah diameter digunakan untuk menghitung dominansi dari luas bidang dasar (

basal area

) dengan persamaan . Penyusunan ulang data dengan mengurutkan DR dari nilai terbesar hingga terkecil - 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 B io m asa (t o n /h a) INP (%) Rata-rata biomasa (ton/ha)

(11)

123 menunjukkan beberapa pohon memiliki DR yang berbanding lurus dengan INP dan biomasa. Jenis-jenis pohon tersebut antara lain

Alangium

javanicum

,

Meliosma nitida

,

Calophyllum soulattri

,

Myristica fatua

dan

Ardisia villosa

.

Tabel 3. Korelasi Indeks Nilai Penting (INP) dengan biomasa pohon INP Biomass Spearman's rho INP Correlation Coefficient 1.000 .752**

Sig. (2-tailed) . .000

N 58 58

Biomass Correlation Coefficient

Sig. (2-tailed)

N

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Total biomassa dan stok karbon yang tersimpan dalam ekosistem hutan sangat bervariasi di antara tipe dan kondisi hutan. Hasil kajian yang dilakukan oleh Krisnawati dkk (2012) menyebutkan

pool

karbon pada biomassa di atas permukaan tanah merepresentasikan proporsi terbesar dari total stok karbon, yaitu antara 53,6 % sampai dengan 70,6 %. Sedangkan pohon (DBH ≥ 10 cm) merupakan komponen yang memberikan kontribusi stok karbon terbesar

pada ekosistem hutan, yaitu dari 44 % sampai 65 %. Bervariasinya proporsi ini mungkin disebabkan oleh adanya perbedaan komposisi jenis yang berkorelasi erat dengan kerapatan kayu, khususnya kerapatan kayu pohon-pohon besar dengan volume kayu yang besar.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Hasil analisis vegetasi menunjukkan jenis pohon dengan INP tertinggi sebesar 29,34 % adalah

Alangium javanicum

. Sedangkan jenis pohon dengan rata-rata biomasa terbesar adalah

Calophyllum soulattri

dengan biomasa sebesar 96,53 ton/ha. Analisis korelasi dengan taraf nyata 0,01 menunjukkan bahwa INP berpengaruh nyata terhadap nilai biomasa dengan nilai korelasi sebesar 0,752. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara INP dengan biomasa yang bernilai positif, yang berarti peningkatan INP sebanding dengan biomasa. Terdapat satu peubah yaitu diameter pohon yang sama-sama digunakan untuk menghitung biomasa dan

(12)

124

|

Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2014

dominansi dalam INP. Sehingga besar biomasa secara tidak langsung berkorelasi dengan dominansi jenis pohon tersebut.

B. Saran

Kajian ini hanya dilakukan pada tingkat pohon yang berada pada tegakan hutan alam di SPTN III Maelang TN Bogani Nani Wartabone. Hasil analisis korelasi mungkin akan berbeda bila dilakukan kajian pada lokasi dan jenis tegakan yang lain serta penggunaan persamaan alometrik yang berbeda. Sedangkan untuk mengetahui struktur dan komposisi tumbuhan perlu dilakukan analisis vegetasi pada tiap fase pertumbuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia 7724:2011 tentang pengukuran dan penghitungan cadangan karbon – pengukuran lapangan untuk penaksiran cadangan karbon hutan (ground based forest carbon accounting)

Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. 2006. Revisi Zonasi Kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

Brown, S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forests: a Primer. FAO Forestry Paper – 134. FAO, Rome.

Hairiah K., S. Rahayu. 2007. Pengukuran ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor. World Agroforestry Centre – ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia. 77 p.

Irawan, A. 2011. Keterkaitan struktur dan komposisi vegetasi terhadap keberadaan anoa di kompleks Gunung Poniki Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Sulawesi Utara. Info Balai Penelitian Kehutanan Manado 1(1). Manado Krisnawati, H., W.C. Adinugroho, R. Imanuddin, dan S. Hutabarat. 2014. Pendugaan

Biomassa Hutan untuk Perhitungan Emisi CO2 di Kalimantan Tengah: Pendekatan komprehensif dalam penentuan faktor emisi karbon hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan.

Kehutanan, Bogor, Indonesia. Ruslandi. 2012. Penyempurnaan National Forest Inventory untuk Inventarisasi Stok dan Estimasi Emisi Karbon Hutan Tingkat Provinsi. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, UN-REDD, FAO, UNDP dan UNEP. Jakarta.

Simon, H. 2007. Metode Inventore Hutan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan biomasa: sebuah pengantar untuk studi karbon dan perdagangan karbon. Wetlands International Indonesia Programme. Bogor. Walpole, R.E. 1982. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama.

Gambar

Tabel 2. Indeks Nilai Penting dan biomasa pohon dalam plot pengukuran
Gambar 1. Diagram pencar korelasi antara INP dengan biomasa pohon   Meskipun  menurut  hasil  perhitungan,  pohon  dengan  INP  dan  biomasa  tertinggi  merupakan  jenis  berbeda

Referensi

Dokumen terkait

Nilai koefisien absorpsi bunyi material akustik serat lumut yang didapatkan dari hasil pengujian menggunakan metode tabung impedansi terlihat bahwa kelima sampel

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis-jenis pewarna sintetis yang dijual di pasaran dan yang dipakai oleh pedagang kecil rninuman serta

Dengan sendirinya posisi perempuan dalam unsur tuha peut sendiri bukanlah unsur dominan yang harus dirangkul dalam proses penyelenggaraan pembangunan gampong, namun

Putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung belum memenuhi asas keadilan dan kepastian hukum dalam melindungi hak merek terkenal di Indonesia karena perlindungan terhadap

Objektif utama rangka kerja pengurusan risiko pendanaan adalah untuk memastikan sedia ada dana yang cukup pada kos munasabah untuk memenuhi semua komitmen kewangan apabila

Untuk mempermudah dalam proses mengklasifikasikan penyakit, indonesia menggunakan sistem informasi kesehatan yang lebih efektif dan efisien, yaitu

Bank Islam dapat menyediakan sumber-sumber pembiayaannya yang luas kepada para peminjam "dengan prinsip tanpa bunga dimana antara shahib al-ndl dan mudharib

Manfaat dari pembuatan aplikasi Sistem Komputerisasi Pendataan Prasarana Lalu Lintas Kota Surakarta ini adalah Mendapatkan hasil laporan dari survei pendataan prasarana lalu