93
Uji ketahanan salinitas beberapa strain ikan mas ... (Ongko Praseno)ABSTRAK
Uji ketahanan salinitas beberapa strain ikan mas di akuarium, dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan ikan terhadap beberapa tingkatan salinitas. Kegiatan dilaksanakan di laboratorium Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Air Tawar Sukamandi pada bulan Juni–Juli 2009. Akuarium yang digunakan berukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 40 cm dengan ketinggian air 15 cm. Ikan uji berupa 4 strain ikan mas yaitu Rajadanu, Majalaya, Wildan, dan Kuningan. Salinitas yang digunakan adalah salinitas 4 ppt (0–5 ppt), 8 ppt (6–10 ppt), dan 12 ppt (11–15 ppt). Masing-masing perlakuan menggunakan 2 ulangan. Selama percobaan ikan diberi pakan komersial dengan kandungan protein minimal 28% sejumlah 5%–7% bobot badan per hari. Selama 34 hari pemeliharaan didapatkan hasil bahwa perlakuan salinitas memberikan pengaruh yang nyata terhadap sintasan ikan mas, perbedaan strain tidak memberikan pengaruh nyata pada sintasan ikan mas, perlakuan salinitas maupun strain tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan mutlak ikan mas, Strain Kuningan secara umum memiliki sintasan yang baik, sintasan terendah didapatkan pada salinitas 12 ppt.
KATA KUNCI: strain, ikan mas, salinitas, sintasan, pertumbuhan PENDAHULUAN
Budidaya Ikan merupakan salah satu sektor usaha yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Pemanfaatan tanah dan air untuk lahan budidaya ikan air tawar suatu langkah alternatif untuk pemberdayaan masyarakat pedesaan dan tentunya membuka lapangan pekerjaan. Issue yang sempat muncul dalam perikanan budidaya air tawar di antaranya adalah kecenderungan komoditas air tawar menjadi komoditas ekspor, penurunan sumberdaya alam, penurunan kualitas benih ikan, dan timbulnya LODOS (Low Disssolved Oxygen Syndrome). Issue pemanasan global terutama intrusi air laut juga menjadi perhatian khusus terlebih lagi dengan banyaknya lahan tambak yang tidak difungsikan lagi.
Salah satu jenis ikan air tawar yang dapat diandalkan untuk menjawab issue-issue tersebut adalah ikan mas. Ikan mas termasuk ke dalam golongan omnivora, dengan kecenderungan memakan organisme bentik, seperti insekta air, larva insekta, cacing, moluska, dan zooplankton. Ikan mas biasanya menggali substrat dasar pada perairan yang keruh untuk mendapatkan makanannya. Zoop-lankton merupakan pakan alami ikan mas yang dominan terdapat di dalam kolam di mana kepadatannya relatif tinggi. Ikan mas juga mampu memanfaatkan tangkai, daun-daunan, dan biji-bijian baik tanaman air maupun darat.
Air sebagai media bagi usaha budidaya perikanan, tentu perlu mendapat perhatian khusus terutama pengelolaan air. Pengelolaan air yang baik merupakan langkah awal dalam pencapaian keberhasilan budidaya ikan. Secara umum pengelolaan kualitas air dapat dilakukan secara biologi, kimia maupun fisika. Pengelolaan air secara kimia, khususnya salinitas (kandungan garam) suatu perairan, perlu dikaji untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh salinitas terhadap budidaya perikanan air tawar.
Salinitas diartikan sebagai ukuran yang menggambarkan tingkat keasinan (kandungan NaCl) dari suatu perairan. Satuan salinitas umumnya dalam bentuk promil (‰) atau satu bagian per seribu bagian, misalnya 35 g dalam 1 L air (1.000 mL) maka kandungan salinitasnya 35‰ atau dalam istilah lainnya disebut psu (practical salinity unit). Air tawar memiliki salinitas 0‰, air payau memiliki
UJI KETAHANAN SALINITAS BEBERAPA STRAIN IKAN MAS YANG DIPELIHARA
DI AKUARIUM
Ongko Praseno*), Hary Krettiawan**), Sidi Asih***), dan Achmad Sudradjat*) *) Pusat Riset Perikanan Budidaya
Jl. Ragunan 20, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 E-mail: opraseno@yahoo.com
**) Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Air Tawar ***) Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar
salinitas antara 1‰–30‰, sedangkan air laut/asin memiliki salinitas di atas 30‰. Menurut Boyd (1982), salinitas ditentukan berdasarkan banyaknya garam-garam yang larut dalam air. Parameter kimia tersebut dipengaruhi oleh curah hujan dan penguapan (evaporasi) yang terjadi suatu daerah. Berdasarkan kemampuan ikan menyesuaikan diri pada salinitas tertentu, dapat digolongkan menjadi Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang kecil (Stenohaline) dan ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang lebar (Euryhaline).
Ikan mas termasuk ke dalam golongan family Cyprinidae. Ikan mas memiliki tempat hidup (habi-tat) di perairan tawar yang tidak terlalu dalam dan cairannya tidak terlalu deras, misalnya di pinggiran sungai atau danau. Ikan ini dapat hidup baik pada ketinggian 150–600 m di atas permukaan laut (dpl) dan pada suhu 25°C–30°C.
Air murni merupakan persenyawaan kimia yang terdiri atas dua atom hidrogen (H) berikatan dengan satu atom oksigen (O). Air serta bahan-bahan yang terkandung di dalamnya merupakan lingkungan bagi jasad-jasad air. Air berpengaruh terhadap biota perairan, seperti ikan, udang, kerang, dan lain-lain. Hal ini disebabkan oleh sifat-sifat fisiknya, yaitu sebagai medium tempat hidup tumbuh-tumbuhan dan hewan. Selain itu juga, dengan sifat-sifat kimianya air berfungsi sebagai pembawa zat-zat hara yang diperlukan bagi pembentukkan bahan-bahan organik oleh tumbuh-tumbuhan (Ghufran & Tancung, 2007).
Salinitas menurut Boyd (1982) dalam Ghufran et al. (2007), salinitas adalah kadar seluruh ion-ion yang terlarut dalam air. Komposisi ion–ion pada air laut dapat dikatakan mantap dan didominasi oleh ion-ion tertentu seperti klorida, karbonat, bikarbonat, sulfat, natrium, kalsium, dan magne-sium. Berdasarkan kemampuan ikan menyesuaikan diri pada salinitas tertentu, dapat digolongkan menjadi ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang kecil (Stenohaline) dan ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang lebar (Euryhaline).
Kandungan kadar garam dalam suatu media berhubungan erat dengan sistem (mekanisme) osmoregulasi pada organism air tawar. Affandi (2001) berpendapat bahwa organisme akuatik mempunyai tekanan osmotik yang berbeda-beda dengan lingkungannya. Oleh karena itu, ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya berlangsung normal.
Osmoregulasi pada organisme akuatik dapat terjadi dalam dua cara yang berbeda (Gilles & Jeuniaux, 1979 dalam Affandi et al., 2002) yaitu: usaha untuk menjaga konsentrasi osmotik cairan di luar sel (ekstraseluler) agar tetap konstan terhadap apapun yang terjadi pada konsentrasi osmotik medium eksternalnya dan usaha untuk memelihara isoosmotik cairan dalam sel (interseluler) terhadap cairan luar sel.
Setiap organisme mempunyai kemampuan yang berbeda-beda untuk menghadapi masalah osmoregulasi sebagai respons atau tanggapan terhadap perubahan osmotik lingkungan eksternalnya. Perubahan konsentrasi ini cenderung mengganggu kondisi internal yang mantap. Untuk menghadapi masalah ini hewan melakukan pengaturan tekanan osmotik dengan cara mengurangi gradien osmotik antara cairan tubuh dengan lingkungannya, melakukan pengambilan garam secara selektif.
Pada organisme akuatik seperti ikan, terdapat beberapa organ yang berperan dalam pengaturan tekanan osmotik atau osmoregulasi agar proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berjalan dengan normal. Osmoregulasi ikan dilakukan oleh organ-organ ginjal, insang, kulit, dan saluran pencernaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ketahanan ikan mas yang dipelihara pada salinitas yang berbeda-beda.
BAHAN DAN METODE
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Juli 2009 yang bertempat di Hatcheri Loka Riset Pemuliaan dan Tenologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Sukamandi. Percobaan menggunakan wadah berupa akuarium, timbangan digital, dan Water Quality Checker sebagai alat pengukur kualitas air. Sedangkan ikan uji yang digunakan adalah ikan mas strain
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
96
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah kematian ikan tertinggi terdapat pada strain ikan Rajadanu, kemudian diikuti secara berturut-turut Majalaya, Wildan, dan Kuningan.Sintasan Ikan mas masing-masing strain setelah 34 hari masa pemeliharaan seperti terlihat pada Gambar 1.
Berdasarkan Gambar 1 sintasan terbaik adalah pada strain ikan mas Kuningan yang kemudian diikuti secara berturut-turut Majalaya, Wildan, dan Rajadanu. Namun demikian berdasarkan berdasarkan analisis statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05).
Untuk mengetahui pengaruh salinitas terhadap ikan mas pada salinitas 4 (0–5) ppt, 8 (6–10) ppt, dan 12 (11–15) ppt, maka ikan mas dikelompokkan dalam salinitas yang sama. Sehingga dapat diketahui salinitas 12 (11–15) ppt memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap jumlah ikan yang bertahan hidup seperti pada Tabel 2.
Berdasarkan data tersebut juga dapat diketahui jumlah kematian ikan paling banyak pada perlakuan dengan salinitas 12 (11–15) ppt.
Sedangkan sintasan ikan mas selama penelitian dengan salinitas yang berbeda adalah seperti pada Gambar 2.
Hasil pengukuran bobot rata-rata ikan uji pada tiap-tiap strain selama penelitian (34 hari) disajikan pada Tabel 3.
Gambar 1. Sintasan beberapa strain ikan mas selama penelitian
45.00 53.33 50.00 70.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 Si nt as an (% )
Rajadanu Majalaya Wildan Kuningan
Strain ikan mas
Tabel 2. Jumlah ikan yang bertahan hidup selama penelitian dengan salinitas yang berbeda 1 (18 Juni 2009) 8 (25 Juni 2009) 22 (9 Juli 2009) 34 (21 Juli 2009) 4 (0–5) 80 68 58 57 8 (6–10) 80 65 54 53 12 (11–15) 80 68 25 21 Hari ke-Salinitas (ppt)
Pertumbuhan mutlak dapat diketahui seperti terlihat pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa ikan mas Rajadanu memiliki pertumbuhan mutlak terbesar yang kemudian diikuti secara berturut-turut oleh Kuningan, Wildan, dan Majalaya.
Sedangkan pertumbuhan mutlak ikan mas pada tiap perlakuan salinitas dapat dilihat pada Gambar Gambar 2. Sintasan ikan berkaitan dengan salinitas air
71.25 66.25 26.25 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Si nt as an (% ) 4 (0–5) 8 (6–10) 12 (11–15) Salinitas (ppt)
Tabel 3. Pertumbuhan bobot ikan uji selama penelitian
Keterangan:
Wt : Bobot rata-rata ikan uji pada saat sampling hari ke-34
Wo : Bobot rata-rata ikan uji pada saat sampling hari ke-1
Bobot rataan Rajadanu Majalaya Wildan Kuningan
Wt 16,24972 15,56376 18,20167 12,37347
Wo 10,48167 13,08667 15,44333 8,505
Gambar 3. Pertumbuhan mutlak ikan berkaitan dengan strain
5.77 2.48 2.76 3.87 0 1 2 3 4 5 6 Pe rt um bu han mut lak (g )
Rajadanu Majalaya Wildan Kuningan Strain ikan mas
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
98
Analisis Data
Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan sintasan pada perlakuan salinitas berbeda nyata (P<0,05). Salinitas 4 ppt sintasan mencapai 71,25%, salinitas 8 ppt sintasan mencapai 66,25% namun untuk salinitas 12 ppt sintasan ikan hanya mencapai 26,25%. Sedangkan hasil perhitungan menunjukkan sintasan pada tiap jenis ikan mas yang dicobakan tidak berbeda nyata (P>0,05). Strain Kuningan sintasan mencapai 70%, strain Majalaya sintasan mencapai 53,33%, strain Wildan sintasan mencapai 50%, dan untuk strain Rajadanu sintasan mencapai 45%.
Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan pertumbuhan mutlak pada perlakuan salinitas tidak berbeda nyata (P>0,05). Media salinitas 4 ppt pertumbuhan mutlak ikan mencapai 6,64%, media salinitas 8 ppt pertumbuhan mutlak mencapai 2,86% dan media salinitas 12 ppt pertumbuhan mutlak ikan mencapai 5,29%. Sedangkan hasil perhitungan menunjukkan pertumbuhan mutlak pada tiap jenis ikan mas yang dicobakan tidak berbeda nyata (P>0,05). Strain Kuningan pertumbuhan mutlak mencapai 3,87%, strain Majalaya pertumbuhan mutlak mencapai 2,48%, strain Wildan pertumbuhan mutlak mencapai 2,76% serta strain Rajadanu pertumbuhan mutlak mencapai 5,77%.
Kualitas Air
Selama penelitian dilakukan pengukuran kualitas air selain pengukuran salinitas yang telah ditetapkan, juga diamati beberapa parameter yaitu: suhu, DO, dan pH. Hasil pengukuran seperti pada Tabel 4.
Suhu mempengaruhi aktivitas ikan, seperti pernafasan, pertumbuhan, dan reproduksi (Huet, 1970). Suhu air sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dan laju konsumsi oksigen hewan air. Toksisitas suatu senyawa kimia dipengaruhi oleh derajat keasaman suatu media. Sedang titik batas kematian organisme air tehadap pH adalah 4 dan 11. (Caborese, 1969 dalam Boyd, 1988) (Tabel 5). Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan mas antara 25°C–30°C (Sucipto, 2005) seperti pada Tabel 6.
Gambar 4. Pertumbuhan mutlak ikan berkaitan dengan perbedaan salinitas 6.64 2.86 5.29 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 Pe rt um bu ha n m ut la k ( g) 4 (0–5) 8 (6–10) 12 (11–15) Salinitas (ppt)
Tabel 4. Hasil pengukuran kualitas air
Parameter Pengukuran Rekomendasi
Suhu (°C) 26,5–29,3 25–30 (Sucipto, 2005)
DO (mg/L) 3,30–6,76 Kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 mg/L selama waktu 8 jam (Huet, 1970)
DO merupakan perubahan mutu air paling penting bagi organisme air, pada konsentrasi lebih rendah dari 50% konsentrasi jenuh, tekanan parsial oksigen dalam air kurang kuat untuk mempenetrasi lamela, akibatnya ikan akan mati lemas (Ahmad et al., 2005). Kandungan DO di kolam tergantung pada suhu, banyaknya bahan organik, dan banyaknya vegetasi akuatik (Huet, 1970).
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air, dan udara. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis.
Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 mg/L dalam keadaan normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (Swingle, 1968). Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 mg/L selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70% (Huet, 1970). Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan kondisi biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu:
1. Perlakuan salinitas memberikan pengaruh yang nyata terhadap sintasan ikan mas, strain ikan mas yang berbeda-beda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sintasan ikan mas. 2. Perlakuan salinitas maupun strain ikan mas tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
Tabel 5. Pengaruh kisaran pH terhadap ikan Kisaran pH Pengaruh terhadap ikan
<4 Titik kematian pada kondisi asam 4–5 Tidak bereproduksi
5–6,5 Pertumbuhan lambat 6,5–9 Sesuai untuk reproduksi
>11 Titik kematian pada kondisi basa Sumber: Boyd (1990)
Tabel 6. Persyaratan kualitas air untuk ikan mas
Stagnan Deras Suhu (°C) 25–30 25–30 pH 6,5–8,5 6,5–8,5 Kolam air Parameter Sumber: Sucipto (2005)
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
100
3. Strain ikan mas kuningan secara umum (pada setiap perlakuan salinitas) memiliki sintasan palingbaik.
4. Sintasan strain ikan mas yang dicobakan secara umum terendah pada salinitas 12 (11–15) ppt. DAFTAR ACUAN
Afandi, T.K., Manik, B., Rosadi, M., Utomo, M., Senge, T., Adachi, & Oki, Y. 2002. Soil Erosion under Coffee Trees with Different Weed Management in Humid Tropical Hilly Area of Lampung, South Sumatera, Indonesia. J. Jpn. Soc. Soil Phys., 91: 3–14.
Affandi. 2001. Fisiologi Hewan Air. Unri, Press: Riau.
Ahmad, T., Ratnawati, E., Jamil, M., & Yakob, R. 2005. Budidaya Bandeng Secara Intensif. Jakarta. Penebar Swadaya, 96 hlm.
Boyd, C.E. 1982. Water Quality in Warm Water Fish Pond. Auburn University. Aquacultur Experiment Station,Alabama.
Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warm water Fish Pond. Fourt Printing. Auburn University Agricul-tural Experiment Station. Alabama. USA, 359 pp.
Effendi, M.I. 1978. Biologi Perikanan Studi Natural Histori Bagian I. Fakultas Perikanan IPB, Bogor. Gufhran. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta.
Ghufran M.H. & Tancung, A.B. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Jakarta: Kanisius. Huet, H.B.N. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Bioiogical Problems in Water Pollution. PHS.
Publ. No. 999-WP-25, p: 160–167.
Royce, W. 1972. Introduction to the Practice of Fishery Science, Academic Press Inc. New York, 428 pp. Salmin. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan Teluk Banten. Dalam: Foraminifera Sebagai Bioindikator Pencemaran, Hasil Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang. P3O–LIPI, hlm: 42–46.
Sucipto, A. 2005. Broodstock manajemen ikan mas dan nila. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Sukabumi, hlm: 1–13.
Swingle, H.S. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and Pond Muds. FAO. Fish. Rep., (44)4: 379–406.