• Tidak ada hasil yang ditemukan

PPK Penyakit Dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PPK Penyakit Dalam"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

PENYAKIT DALAM

(2)

DIABETES MELITUS

Pengertian :

Suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oelh hipergikemia akibat defek pada : 1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan di

jaringan perifer (otot dan lemak) 2. Sekresi insulin oleh sel beta pankreas 3. Atau keduanya.

Klasifikasi Diabetes Melitus (DM)

I. DM tipe I (destruksi sel β, umumnya diikuti defisiensi insulin absolut) - Immune – mediated

- Idiopatik

II. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif sampai predominan defek sekretorik dengan resistensi insulin) III. Tipe spesifik lain

- Defek genetik pada fungsi sel β - Defek genetik pada kerja insulin - Penyakit eksokrin pankreas - Endokrinopati

- Diinduksi obat atau zat kimia - Infeksi

- Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM

- Sindrom genetik lain, yang kadang berkaitan dengan DM IV. DM gestasional

Diagnosis Terdiri dari : - Diagnosisi DM

- Diagnosis komplikasi DM - Diagnosis penyakit penyerta

(3)

- Pemantauan pengendalian DM

Anamnesis :

- Keluhan khas DM : poliuria, polidipsia, polifagia penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

- Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita.

Faktor risiko DM tipe – 2 - Usia > 45 tahun

- Berat badan lebih > 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh (IMT) > 23kg/m² - Hipertensi (TD ≥ 140/90 mm/Hg)

- Riwayat DM dalam garis keturunan

- Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4.000 gram - Riwayat DM gestasional

- Riwayat toleransi gula terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) - Penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis, hipertroidisme

- Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL Anamnesis komplikasi DM ( lihat komplikasi).

Pemeriksaan fisik lengkap termasuk :

- Tinggi badan, berat badan, TD, lingkarpinggang - Tanda neuropati

- Mata (visus, lensa mata dan retina) - Gigi mulut

- Keadaan kaki (termsuk rabaan nadi kaki), kulit dan kuku

Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa

1. Kadar glukosa darah sewaktu ( plasma vena) ≥ 200 mg/dL atau 2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥ 126 mg/dL

(4)

3. Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO

Diagnosa Banding

Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium :

- Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah - Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan - Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur - Kreatinin

- SGPT, Albumin/Globulin

- Kolesterol Total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida - A,C

- Albuminuria mikro

Pemeriksaan Penunjang lain EKG, foto thoraks, funduskopi

Terapi Edukasi

Meliputi pemahaman tentang - Penyakit DM

- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM - Penyulit DM

- Intervensi farmakologis dan non-farmakologi - hiperglikemia

- masalah khusus yang dihadapi

(5)

- cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan

Perencanaan Makan

Standar yang dianjurkan adalah makanna dengan komposisi : - karbohidrat 60 – 70 %

- protein 10 – 15 % - lemak 20 – 25 %

jumlah kandungan kolesterol disarankan < 100 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Faity Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25 g/hr, diutamakan serat larut.

Jumlah kalori basal per hari :

- laki – laki : 30 kal/kg BB idaman - wanita : 25 kal/kg BB idaman Penyesuaian (terhadap kalori basal/hari) - status gizi o BB gemuk - 20% o Lebih - 10 % o BB kurang + 20 % - Umur > 40 tahun + (10 s/d 30%) - Aktivitas o Ringan + 10 % o Sedang + 20 % o Berat + 30 % - Hamil

o Trimester I,II + 300 kal o Trimester III + 500 kal

Rumus Broca

Berat badan idaman = (tinggi badan -100) – 10%*

(6)

BB kurang : < 90 % BB idaman BB normal : 90 – 110 % BB idaman BB lebih : 110 – 120 % idaman Gemuk : > 120 % BB idaman

Latihan jasmani :

Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit). Prinsip Continous – Rythmical - Interval – Progressive – Enduranc.

Intervensi Farmakologis

Obat Hipoglikemia Oral (OHO) :

- Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea, glinid - Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion - Penghambat absorbsi glukosa : penghambat glukosidase alfa

Insulin Indikasi :

- Penurunan berat badan yang cepat - Hiperglikemia berat yang disertai ketosis - Ketoasidosis diabetik

- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik - Hiperglikemia dengan asidosis laktat

- Gagal dngan kombinasi OHO dosis hampir maksimal - Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, Stroke)

- Kehamilan dengan DM / diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan

- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat - Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

(7)

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Kalau dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa belum tercapai, perlu kombinasi dua kelompok obat

hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme kerjanya.

Pengelolaan DM tipe 2 Gemuk :

Non – farmakologis → evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak tercapai : Penekanan kembali tata laksana non – farmakologis

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak tercapai + 1 macam OHO

Biguanid/Penghambat glukosidase α / Glitazon

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak tercapai Kombinasi 2 macam OHO, antara :

Biguanid / Penghambat glukosidase α / Glitazon

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak tercapai Kombinasi 3 macam OHO

Biguanid +Penghambat glukosidase α + Glitazon atau Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai :

Kombinasi 4 macam OHO :

Biguanid +Penghambat glukosidase α + Glitazon + Secretagogue atau

Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai : Insulin

Atau

(8)

Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai : Insulin

Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir

Pengelolaan DM tipe 2 Tidak Gemuk :

Non – farmakologis → evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak tercapai : non – farmakologis + secretagogue

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran tidak tercapai Kombinasi 2 macam OHO, antara : Secretagogue + Penghambat glukosidase α / biguanid/Glitazon

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak tercapai Kombinasi 3 macam OHO

Secretagogue + Penghambat glukosidase α / biguanid/Glitazon

atau

Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai :

Kombinasi 4 macam OHO :

Secretagogue + Penghambat glukosidase α +biguanid+Glitazon

atau

Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

→ evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) :

Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai : Insulin, atau

Terapi kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

(9)

Insulin

Bila sasaran tercapai : teruskan terapi terakhir

Penilaian hasil terapi :

1. Pemeriksaan glukosa darah 2. Pemeriksaan AIC

3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri 4. Pemeriksaan glukosa urin

5. Penentuan Benda Keton Kriteria Pengendalian DM (lihat tabel)

Tabel : Kriteria Pengendalian DM

Baik Sedang Buruk

GD puasa (mg/dL) 80 – 100 110 – 125 ≥ 126 GD 2 jam PP (mg/dL) 80 – 144 145 – 179 ≥ 180 A,C (%) < 6.5 6.5 – 8 ˃ 8 200Kolesterol total (mg/dL) < 200 200 – 239 ≥ 240 Kolesterol LDL (mg/dL) < 100 100 – 129 ≥ 130 Kolesterol HDL (mg/dL) ˃ 45 Trigliserida (mg/dL) < 150 150 – 199 ≥ 200 IMT 18.5 – 22.9 23 – 25 ˃ 25 Tekanan darah (mmHg) < 130 / 80 130 – 140 80 – 90 > 140 Komplikasi A. Akut - Ketoasidosis diabetik - Hiperosmolar non ketonik - hipoglikemia

(10)

- Mikroangiopati : o Pembuluh koroner o Vaskular perifer o Vaskular otak - Mikroangiopati o Kapiler retina o Kapiler renal - Neuropati - Gabungan :

o Kardiopati : penyakit jantung koroner, kardiomiopati - Rentan infeksi

- Kaki diabetik - Disfungsi ereksi

Prognosis Dubia

(11)

KETO-ASIDOSIS DIABETIKUM

Pengertian :

• Kondisi dekompensasi matabolik akibat defisiensi insulin absolut atau relatif dan merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius. Gambaran klinis utama ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah hiperglikemia, ketosis dan asidosis metabolik. • Faktor pencetus : infeksi, infark miokard akut, penkreatitis akut, penggunaan obat

golongan steroid, penghentian atau pengurangan dosis insulin.

Diagnosis Klinis :

• Keluhan poliuri, polidipsi

• Riwayat berhenti menyuntik insulin • Demam/infeksi

• Muntah • Nyeri perut

• Kesadaran : kompos mentis, delirium, koma • Pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul)

• Dehidrasi (turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering) • Dapat disertai syok hipovolemik

Kriteria diagnosis

Kadar gula : > 250 mg/dL

pH : < 7.35

HCO : rendah

(12)

Keton serum : positif dan atau ketonuria

Diagnosa Banding

Ketosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik / hyperglycemic hyperosmolar

state, ensefalopati uremikum, asidosis uremikum, minum alkohol ketosis alkoholik, ketosis

hipoglikemia, ketosis starvasi, asidosis laktat, asidosis hiperkloremik, kelebihan salisilat,

drug-induced acidosis, ensefalopati karena infeksi, trauma kapitis.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan cito : gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, aseton darah, urin rutin, analisis darah gas darah, EKG

Pemantauan :

• Gula darah : tiap jam

• Na+, K+, Cl : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan

• Analisis gas darah : bila pH < 7 saat masuk  diperiksa setiap 6 jam s/d pH > 7.1, selanjutnya setiap hari sampai stabil.

Pemeriksaan lain (sesuai indikasi) : kultur darah, kultur urin, kultur pus

Terapi :

Akses IV.2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way: I. Cairan :

• NaCl 0.9 % diberikan ±1-2 L pada 1 jam pertama, lalu ± 1 L pada jam kedua., lalu ± 0.5 L pada jam ketiga dan keempat, dan ±0.25 L pada jam kelima dan keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan.

• Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L • Jika Na+ > 155 mEq/L  ganti cairan dengaan NaCL 0.45 % • Jika GD < 200 mg/dL  gaanti cairan dengan Dextrose 5%

(13)

• Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan • RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan • RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NACL 0.9%

• Jika GD < 200 mg/dL : kecepatan dikurangi  RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0.9%

• Jika GD stabil 200-300 mg/dL selama 12 jam  RI drip 1- 2 U/jam IV, disertai

sliding scale setiap 6 jam :

GD  RI (mg/dL) (unit, subkutan) < 200 0 200 – 250 5 250 – 300 10 300 – 350 15 ˃ 350 20

• Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dL : drip RI dihentikan

• Setelah Sliding Scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulinsehari  dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan)

III. Kalium

• Kalium (KCl) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq/6 jam. Syarat : tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombangn T yang lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat.

• Bila kadar K+ pada pemeriksaan elektrolit kedua :

< 3.5  drip KCl 75 mEq/6 jam 3,0 – 4.5  drip KCl 50 mEq/6 jam 4.5 – 6.0  drip KCl 25 mEq/6 jam > 6.0  drip dihentikan

• Bila sudah sadar, diberikan K+ oral selama seminggu

IV. Natrium bikarbonat

Drip 100 mEq bila pH < 7.0 disertai KCl 26 mEq drip 50 mEq bila pH 7.0 – 7.1, disertai KCl 26 mEq drip Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam.

(14)

V. Tatalaksana umum

• O2 bila PO2 < 80 mmHg • Antibiotika adekuat

• Heparin : bila ada DIC atau hiperosmolar (> 380mOsm/L) terapi disesuaikan dengan pemantauan klinik ;

• Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, temperatur setiap jam, • Kesadaran setiap jam

• Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam • Produksi urin setiap jam, balans cairan • Cairan infus yangmasuk setiap jam

Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang)

Komplikasi

Syok hipoglikemia, edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut, hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia.

Prognosis

(15)

HIPOGLIKEMIA

Pengertian :

Kadar glukosa < 60 mg/dL, atau kadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis. Hipoglikemia pada DM terjadi karena :

• Kelebihan obat/dosis obat : terutama insulinm atau obat hipoglikemik oral • Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun : gagal ginjal kronik, pasca

persalinan

• Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat • Kegiatan jasmani berlebihan

DIAGNOSIS

Gejala dan tanda klinis :

• Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun

• Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sementara

• Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar • Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa kejang

Anamnesis :

• Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral : dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis

• Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi • Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya • Lama menderita DM, komplikasi DM

• Penyakit penyerta : gijal, hati, dll

(16)

Pemeriksaan fisik : pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung, penurunan kesadaran, defisit neurologik fokal transien.

Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum : 1. Gejala konsisten dengan hipoglikemia

2. Kadar glukosa plasma rendah

3. Gejala nereda setelah kadar glkosa plasma meningkat

DIAGNOSA BANDING Hipoglikemia karena : • Obat :

(sering) : insulin, sulfonilurea, alkohol (kadang) : kinin, pentamindine

(jarang) : salisilat, sulfonemid

• Hiperinsulinisme endogen, insulinoma, kelainan sel β jenis lain, sekretagogue (sulfonilurea), autoimun, sekresi insulin ektopik

• Penyakit kritis : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis,starvasi dan inanisi • Defisiensi endokrin : kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin

• Tumor non-sel β: sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukimia, limfoma, melanoma.

• Pasca-prandial : reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide

TERAPI

Stadium permulaan (sadar)

• Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat.

(17)

• Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam

• Pertahankan GD sekitar 200mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar) • Cari penyebab.

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar + curiga hipoglikemia) :

1. Diberikan larutan Dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50 mL) bolus intra vena, 2. Diberikan cairan Dekstrosa 10% per infus, 6 jam per kolf

3. Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer : - Bila GDs < 50 mg/dL  + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV - Bila GDs < 100 mg/dL  + bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV 4. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40%

- Bila GDs < 50 mg/dL  + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV - Bila GDs < 100 mg/dL  + bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV - Bila GDs 100 – 200 mg/dL  tanpa bolus Dekstrosa 40%

- Bila GDs > 200 mg/dL  pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dekstrosa 10%

5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut – turut, pemantauan GDs setiap 2 jam, dengan protokol sesuai diatas. Bila Gds> 200 mg/dL  pertimbangkan mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0.9%

6. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut – turut, pemantauan GDs setiap 4 jam, dengan protokol sesuai diatas. Bila Gds> 200 mg/dL  pertimbangkan mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0.9%

7. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut – turut, sliding scale setiap 6 jam

GD  RI (mg/dL) (Unit, subkutan) < 200 0 200-250 5 250-300 10 300-350 15 > 350 20

(18)

seperti : adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0.5-1 mg/IV/IM (bila penyebabnya insulin)

9. Bila pasien belum sadar, GD sekitar 200mg/dL : Hidrokortison 100 mg per 4 Jam selama 12 jam atau Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Manitol 1.5 – 2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam. Dicari penyebab lain kesadaran menurun

KOMPLIKASI

Kerusakan otak, koma, kematian PROGNOSIS

Dubia

EDEMA PARU AKUT (KARDIAK)

Pengertian :

Akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peninggian tekanan intravaskular

Diagnosis :

Riwayat sesak napas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (ja, atau hari) disertai gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan

Pemeriksaan fisik : 1. Sianosis sentral

2. Sesak napas dengan bunyo napas melalui mukus berbuih

3. Ronki basah nyari di basal paru kemudian memnuhi hampir seluruh lapangan paru; kadang – kadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang memanjang akibat

bronkospasme sehingga disebut asma kardial 4. Takikardia dengan gallop S3

5. Murmur bila ada kelainan katup

Elektrokardiografi

• Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung

(19)

Laboratorium

• Gas darah menunjukkan pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia • Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard

Foto toraks

Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian makin ke arah apeks paru kadang – kadang timbul efusi pleura

Ekokardiografi

• Tergantung penyebab gagal jantung • Kelainan katup

• Hipertrofi ventrikel (hipertensi)

• Segmental wall motion abnormality (penyakit jantung koroner) • Umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri

Diagnosis Banding

Edema paru akut non kardiak, emboli paru, asma bronkial

Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin, ureum, analisis gas darah, elektrolit, urinalisis, foto toraks, EKG, Enzim jantung (CK-CKMB, Troponin T), Ekokardiografi transtorakal, angiografi koroner.

Terapi

1. Posisi ½ duduk

2. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk : pasien makin sesak,takipnu, ronki bertambah,PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak mempu mengurangi cairan edema secara adekuat : dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan ventilator/bipep

(20)

3. Infus emergensi

4. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.

5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0.4-0.6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan nitroprusid IV dimulai dosis 0.1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respons dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ – organ vital.

6. Morfin-sulfat : 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai total dosis 15 mg

7. Diuretik : furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip kontinu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/jam

8. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfusi): Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2-10 ug/kgBB.menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respons klinis atau keduanya.

9. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard

10. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil dengan terapi oksigen

11. Atasi aritmia atau gangguan konduksi

12. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel atau korda tendinae

Komplikasi Gagal napas

Prognosis

(21)

FIBRILASI ATRIAL

Pengertian :

Adanya irregularitas kompleks QSR dan gambaran gelombang “P” dengan frekuensi antara 350-650 per menit.

Diagnosis :

Gambaran EKG berupa berupa adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang “P” dengan frekuensi antara 350-650 per menit

Kualifasi :

Berdasarkan waktu timbulnya AF serta kemungkinan keberhasilan usaha konversi ke irama sinus :

1. Paroksismal, bila AF berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan sendirinya tanpa intrevensi pengobatan atau tindakan apapun.

2. Persiten, bila AF menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan intervensi pengobatan atau tindakan.

3. Permanen AF berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi pengobatan AF tetap tidak berubah..

Dapat pula dibagi sebagai :

(22)

2. Kronik, bila timbul lebih dari 48 jam

Diagnosis Banding -

Pemeriksaan Penunjang

• EKG bila perlu dengan Holter Monitoring bila menghadapi pasien AF poroksismal • Foto toraks, ekokardiografi untuk mengetahui adanya penyakit primer

• Pemeriksaan elektrofisiologi tidak diperlukan kecuali untuk kepentingan akademik. Terapi

Fibrilasi atrial proksismal :

1. Bila asimptomatik, tidak diberikan obat antiaritmia, hanya diberi penerangan saja.

2. Bila menimbulkan keluhan yang memerlukan pengobatan dan tanpa kelainan jantung atau disertai kelainan jantung minimal dapat diberi obat penyekat beta atau obat antiaritmia IC seperti propafenon atau flekainid.

3. Bila obat tersebut tidak berhasil, dapat diberikan amiodaron.

4. Bila dengan obat – obat itu juga tidak berhasil, dipertimbangkan terapi ablasi atau obat – obat antiaritmia lain.

5. Bila disertai kelainan jantung yang signifikan, amidaron merupakan obat pilihan.

Fibrilasi atrial persisten

1. FA tidak kembali ke irama sinus secara spontan kurang dari 48 jam, perlu dilakukan kardioversi ke irama sinus dengan obat – obatan (frmakologis) atau elektrik tanpa pemberian antikoagulan sebelumnya. Setelah kardioversi diberikan obat antikoagulan paling sedikit selama 4 minggu. Obat antiaritmia yang dianjurkan kelas IC (propafenon dan flekainid).

2. Bila FA lebih dari 48 jam atau tidak diketahui lamanya maka pasien diberi obat antikoagulan secara oral paling sedikit 3 minggu sebelum dilakukan kardioversi farmakologis atau elektrik. Selama periode tersebut dapat diberikan oba-obat seperti digoksin, penyeka : beta arntrikel. alttonis kalsium untuk mengontrol laju irama

(23)

ventrikel. Alternatif lain pada pasien tersebut dapat diberikan heparin dan dilakukan pemeriksaan TEE untuk menyingkirkan adanya trombus kardiak sebelum kardioversi. 3. FA persisten episode pertama, setelah dilakukan kardioversi tidak diberikan obat

antiaritmia profilaksis. Bila terjadi relaps dan perlu kardioversi pada pasien ini dapat diberikan antiaritmia profilaksis dengan penyekat beta, golongan kelas IC (Propafenon, flekainid), sotalol atau amiodaron.

Fibrilasi atrial permanen 1. Kardioversi tidak efektif

2. Kontrol laju ventrikel dengan digoksin, penyekat beta, atu antagonis kalsium.

3. Bila tidak berhasil dapat diperhitungkan ablasi nodus AV atau pemasangan pacu jantung permanen.

4. FA resisten, perlu pemberian antitromboemboli.

Komplikasi

Emboli, stroke, trombus intrakardiak

Prognosis

(24)

GAGAL JANTUNG KRONIK

Pengertian :

Sindrom klinis yang kompleks akibat kelainan fungsi atau struktur jantung yang mengganggu kemampuan jantung berfungsi sebagai pompa

Diagnosis Anamnesis

Dispnea on effort; Orthopnea; Parokcismal nocturnal dispnea; lemas; anoreksia dan mual;

gangguan mental pada usia tua.

Pemeriksaan fisik

Takikardia, gallop bunyi jantung ketiga, peningkatan / ekstensi vena jugularis, refluks hepatojugular, pulsus alternans, kardiomegali, ronkhi basah halus di basal paru, dan bisa meluas di kedua lapang paru bila gagal jantung berat, edema pretibial pada pasien yang rawat jalan, edema sakral pada pasien tirah baring. Efusi pleura, lebih sering pada paru kanan daripada paru kiri Asites sering terjadi pada pasien dengan penyakit katup mitral dan perikarditis konstruktif, hepatomegali, nyeri tekan, dapat diraba palpasi hati yang

berhubungan dengan hipertensi vena sistemik, ikterus, berhubungan dengan peningkatan kedua bentuk bilirubin, ekstremitas dingin, pucat dan berkeringat.

(25)

Kriteria Diagnosis Kriteria Framingham

1. Kriteria Mayor

• Parokcismal noctural dispnea • Distensi vena-vena leher • Peningkatan vena jugularis • Ronki

• Kardiomegali • Edema paru akut

• Gallop bunyi jantung III • Refluks hepatojugular positif

2. Kriteria Minor • Edema ekstremitas • Batuk malam • Sesak pada aktivitas • Hepatomegali • Efusi pleura

• Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal • Takikardia (>120 denyut per menit)

Mayor dan Minor

Penurunan berat badan ≥4,5 kg dalam 5 hari terapi

Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu kriteria mayor dan dua kriteria minor.

Diagnosis Banding

1. Penyakit paru : pnemonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi paru berat misalnya : ARDS, emboli l jantung, (infark iskemia paru.

2. Penyakit ginjal : gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik. 3. Penyakit hati : sirosis hepatis

(26)

Pemeriksaan Penunjang

• Foto rontgen dada : Pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris dan redistribusinya ke apeks paru (opasifikasi hilus paru bisa sampai ke apeks), peningkatan tekanan vaskular pulmonar, kadang – kadang ditemukan efusi pleura.

• Elektrokardiografi : membantu menunjukkan etiologi gagal jantung (infrak iskemia, hoipertrofi, dan lain lain). Dapat ditemukan low voltage, T inversi,QS depresi ST, dan lain – lain.

Laboratorium

Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit), hemoglobin, tes fungsi tiroid, tes fungsi hati dan lipid darah

Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria

Ekokardiografi

Dapat menilai dengan pat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang fungsi dan struktur jantung, katup dan perikard. Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang rendah < 35 – 40 % atau normal, kelainan katup (Stenoid mitra, regurgitasi mitral, stenosistrikuspid atau trikuspid regurgitasi), hipertrofi ventrikel kiri, dilatasi atrium kiri, kadang – kadang

ditemukan dilatasi ventrikel kanan atau atrium kanan, efusi perikard, tamponade, atau perikarditis.

Terapi

Non farmakologis 1. Anjuran umum :

a. Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan

b. Aktivasi sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan c. Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang

(27)

e. Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan hormon dosis rendah masih dapat dianjurkan.

2. Tindakan umum :

a. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1.5 liter pada gagal jantung ringan.

b. Hentikan rokok

c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20 – 30 g/hari pada yang lainnya d. Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalam 3 – 5 kali/minggu selama 20 – 30 menit atau

sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70 – 80% denyut jantung maskimal pada gagal jantung ringan dan sedang)

e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

3. Farmakologi

a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit diuretik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis normal dan menghilangkan sedema. Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila respons tidak cukup baik dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dan tiazid.Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25 -50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.

b. Penghambat ACE. Bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif. c. Penyekat Beta, bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dosis

kecil, kemudian dittrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung kelas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metoprolol. Biasanya digunakan bersama – sama dengan penghambat ACE

(28)

d. Angiotensin II antagonis reseptor. Dapat digunakan bila ada kontraindikasi penggunaan penghambat ACE

e. Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat memberikan hasil yang baik pada pasien yang intoleran dengan menghambat ACE dapat dipertimbangkan

f. Digoksin. Diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama – sama diuretik, penghambat ACE, penyekat Beta.

g. Antikoagulan dan antipletelet. Aspirin diindikasikan untuk pencehgahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial krons maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan transient ischemic Attcks, trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.

h. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk mencegah kematian mendadak. i. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk

mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

Komplikasi

Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektrolit

Prognosis

(29)

SINDROM KORONER AKUT

Pengertian :

Suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis perasaan tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Sindrom koroner akut mencakup :

1. Infark miokard akut dengan elevasi sehmen ST 2. Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST

3. Angina pektoris tak stabil (unstable angina pactoris)

Diagnosis Anamnesis

Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrostenal, dan prekordial. Nyeri seperti ditekan, ditindih beban berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan diplintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung interskapula dan dapat juga lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat m\nitrat, atau tidak. Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik, stres emosi, udara dingin dan sesudah makan. Dapat disertai gejala mual, muntah, sulit bernapas keringat dingin dan lemas.

Elektrokardiogram

• Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang – kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak dijumpai gelombang Q

• Infeksi miokard ST elevasi : hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi gelombang T • Infark ,iokard non ST elevasi : depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.

(30)

Petanda Biokimia

• CK,SKMB, Troponin-T, dll

• Enzim meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal DIAGNOSIS BANDING

• Angina pektoris tak stabil : infark miokard akut

• Infark miokard akut : diseksi aorta, perikarditis akut, empboli paru akut, penyakit dinding dada, sindrom Tietze, gangguan gastrointestinal seperti : hiatus hernia dan refluks esofagitis, spasme atau ruptur esofagus kolesistitis akut, tukak lambung dan pankreatitis akut.

PEMERIKSAAN PENUNANG • EKG

• Foto rontgen dada

• Petanda biokimia : CK,CKMB, Troponin T,dll • Profil lipid, gula darah, ureum kreatinin • Ekokardiografi

• Test Treadmill (untuk stratifikasi setelah infark miokard) • Angiografi koroner

TERAPI

• Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (ICCU) • Pasang infus intravena dengan Nacl 0.9% atau dextrosa 5%

• Oksigenisasi dimulai dengan 2 liter/menit 2-3 jam, dilanjutkan bila saturasi oksigen arteri rendah (<90%)

• Diet : puasa dampai bebas nyeri, kemudian diet cair, selanjutnya diet jantung • Pasang monitor EKG secara kontinu

Atasi nyeri dengan :

• Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (<50 kali/menit), takikardia atau

• Morfin 2.5 mg(2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis tota 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena

(31)

Antitrombolik

• Aspirin (160-345 mg), bila alergi atau intoleransi/tidak responsif diganti dengan tiklopidin atau klopidogrel.

Trombolik dengan streptokinase 1.5 juta U dalam 1 jam atau aktivator plasminogen jaringan (t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0.75mg/kgBB(,aksimal 50mg) dalam jam pertama dan 0.5

mg/kgBB(maksimal 35 mg) dalam 60 menit jika

Elevasi segmen ST > 0.1 mv pada dua atau lebih sedapan ekstremitas berdampingan atau 0.2 mv pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam, usia < 75 tahun

Blok cabang (BBB) dan anamnesis dicurigai infark miokard akut

Antikoagulan Heparin direkomendasikan untuk pasien yang menjalani revaskularisasi perkutan atau

bedah, pasien dengan risiko tinggi emboli sistemik seperti infark miokard anterior atau luas, fibrilasi atrial, riwayat emboli, atau diketahui ada trombus ventrikel kiri yang tidak ada kontraindikasi heparin.

Heparin diberikan dengan target aPTT 1.5-2 kali nilai kontrol. Pada angina pektoris tak stabil heparin 5000 unit bolus intravena, dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam sampai angina terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1.5-2 kali nilai kontrol.

Pada infark miokard akut yang ST elevasi > 12 jam diberikan heparin bolus intravena 5000 unit dilanjutkan dengan infus selama rata – rata 5 hari dengan menyesuaikan aPTT 1.5-2 kali nilai kontrol Pada infark miokard anterior transmural luas antioagulan diberikan sampai saat pulang rawat. Pada penderita dengan trombus ventrikular atau dengan diskinesi yang luas di daerah apeks ventrikel kiri antiogulan oral diberikan secara tumpang tindih dengan heparin sejak beberapa sebelum heparin dihentikan.

Antiogulan oral diberikan sekurang – kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan nilai INR (2-3)

Atasi rasa takut atau cemas

Diazepam 3x2-5 mg oral atau IV

Pelunak tinja

Laktuosa (laksadin) 2x15 ml

• Penyekat Beta diberikan bila tidak ada kontraindikasi

• Penghambat ACE diberikan bila keadaan mengizinkan terutama pada infark miokard akut luas, atau anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard

(32)

• Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non ST elevasi atau angina pektoris tak stabil bila nyeri tidak teratasi

Atasi komplikasi

1. Fibrilasi atrium

• Kardioversi elektrik untuk pasien dengan gangguan hemodinamik berat atau iskemia intratabel

• Digitalisasi cepat • Penyekat Beta

• Diltiazem atau verapamil bila penyekat beta dikontraindikasikan • Heparinisasi

2. Fibrilasi ventrikel

DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika tak berhasil harus diberikan shock

kedua 200-300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J. 3. Takikardia ventrikel

• VT polimorfik menetap (>30 detik) atau menyebabkan gangguan hemodinamik : DC Shock

unsynchronized dengan energ awal 200 J, jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J

dan jika perlu shock ketiga 360 J.

• VT monomorfik yang mentap diikuti angina, edema paru atau hipotensi harus diterapi dengan DC Shock synchronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal ggal

• VT monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru atau hipotensi dapat diberikan : Lidokain bolus 1-15 mg.kgBB. bolus tambahan 0.5-0.75 mg/kgBB tiap 5 – 10 menit sampai dosis loading total maksimal 3 mg/kgBB. Kemudian loading dilanjutkan dengan infus 2-4 mg/menit (30-50 ug/kgBB/menit); atau Disopiramid : bolus 1-2 mg/kgBB dalam 5-10 menit dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kgBB.jam; atau amiodaron 150 mg infus selama 10-20 menit atau 5 ml/kkkgBB/20-60 menit dilanjutkaninfus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0.5 mg/menit; atau kardioversi elektrik sychronized dimulai dosis 50 J (anestesi sebelumnya)

4. Bradiaritma dan blok

• Bradikardia sinus simtomatik (frekuensi jantung < 50 kali/menit disertai hipotensi, iskemia aritmia ventrikel escape)

(33)

• Blok AV simtomatik terjadi pada tingkat nodus AV (derajat dua tipe 1 atau derajat tiga dengan ritme escape kompleks sempit)

• Terapi dengan sulfas atropin 0.5-2 mg, isoproterenol 0.5-4 ug/menit bila atropin gagal, sementara menunggu pacu jantung sementara.

5. Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai standar pelayanan medis mengenai kasus ini

6. Perikarditis • Aspirin (160-32555 mg/hari) • Indometasin, • Ibuprofen • Kortikosteroid 7. Komplikasi mekanik

• Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel ditatalaksana operasi

KOMPLIKASI

1. Angina pektoris tak stabik : payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark miokard akut 2. Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST – elevasi) : gagal jantung, syok kardiogenik, ruptur

septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan hantaran, aritmia gangguan pembentukan rangsang, perikarditis, sindrom drester, emboli paru.

PROGNOSIS

(34)

RENJATAN KARDIOGENIK

PENGERTIAN :

Kegagalan sirkulasi akut karena ketidakmampuan daya pompa jantung DIAGNOSIS :

Trias renjatan : tekanan darah < 90 mmHg, takikardia dan oliguria

Pemeriksaan fisik :

1. Tanda – tanda gagal jantung

2. Kemungkinan : komplikasi infark miokard akut seperti ruptur septum interventrikel atau muskulus papilaris. Infark ventrikel kanan pada infark inferior dimana denyut jantung rendah karena blok AV, tanda gagal jantung kanan dengan paru yang tidak kongestif. Murmur : regurgitasi aorta, mitral, stenosis aorta berat, atau trombosis katup prostetik.

Elektrokardiografi

1. Tanda iskemia, infark,hipertrofi,low voltage 2. Aritmia : AV blok, bradiaritmia, takiaritmia

(35)

Foto toras

Opsisfikasi hilus dan bagian basal paru, kemudian makin ke arah apeks paru. Kadang – kadang efusi pleura

Ekokardiografi

Kontraktilitas ventrikel kiri atau ventrikel kanan yang buruk, RWMA Dilatasi ventrikel kiri atau atrium kiri atau arteri pulmonalis

Regurgitasi katup Miksoma atrium Efusi perikard dengan tamponadekardiomiopati hipertrofik Perikarditis konstriktiva

DIAGNOSIS BANDING • Syok hipovelemik

• Syok obstruktif (emboli paru, tension pneumotoraks)

• Syok distributif (syok anafilaksis, sepsis, toksik, overdosis obat) • Infark jantung kanan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah rutin, ureum, kreatinin, analisis gas darah, elektrolit, foto toraks, EKG, Enzim jantung (CK-CKMB, Troponin T), Eokardiografi, angiografi koroner.

TERAPI

1. Posisi ½ duduk bila ada edema paru kecuali hipotensi berat

2. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk pasien makin sesak,takipnu, ronki bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ³ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak mampu mengurangi cairan secara adekuat : dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan ventilator.

3. Infus emergensi

4. Bila ada tension pneumotoraks segera diidentifikasi dan ditatalaksana untuk dekompresi dengan chest tube torakotomi

(36)

6. Jika ada defisit volume yang ikut berperan berikan normal salin 250-500 ml kecuali ada edema paru akut. Jika terapi cairan gagal pasang kateter Swan Ganz

7. EKG prekordial kanan untuk deteksi gagal jantung kanan bila ada infark akut inferior. 8. Penilaian cukup tidaknya volume paling baik dengan kateter Swan Ganz untuk

mendapatkan PAWP. Jika pemberian cairan kontraindikasi atau tidak efektif berikan vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah sitolik 100 mmgHg. Dopamin dimulai dengan 5ug/kgBB/menit dititrasi sampai tercapai terget mempertahankan tekanan darah atau sampai 15 ug/kgBB/menit. Tambahkan norepinefrin bila tekanan darah < 80 mmgHg dengan dosis 0.1 – 30 ug/kgBB/menit. Jika tidak respons dengan dopamin dapat juga ditambahkan dobutamin dengan dosis titrasi 2.5 – 20 ug/kgBB/menit : atau milrininon/amrinon.

9. IABP (Intra Aortic Ballon Pump) bila tidak responsif dengan terapi adekuat sambil menunggu tindakan intervensi bedah.

10. Jika tekanan darah sudah stabil dapat diberikan vasodilator untuk mengurangi afterload dan memperbaiki fungsi pompa terutama berguna pada hipertensi berat, edema paru, dekompensasi katup. Nitrogliserin sublingual atau intravena

11. Nitrogliserin peroral 0.4-0.6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan nitropusid . nitropusid IV dimulai dosis

0.1ug/kgBB/menit bila tidak memberi respons dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85-90 mmHG pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ – organ vital.

12. Bila perlu : diberikan Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2 – 10

ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respons klinis

13. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard

14. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil dengan terapi oksigen

(37)

16. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel atau korda tendinae

KOMPLIKASI Gagal napas

PROGNOSIS

Tergantung penyebab beratnya gejala dan respons terapi

PNEUMONIA DIDAPAT

DI MASYARAKAT

Pengertian : Peumonia

♣ Inflamasi parenkim paru yang disebabkan mikroorganisme selain Mikrobakterium tuberkulosis

Pneumonia di dapat di masyarakat ( Community-acquired Pneumonia,CAP)

♣ Pneumonia pada individu yang menjadi sakit di luar rumah sakit, atau dalam 48 jam sejak masuk rumah sakit.

♣ Infeksi akut pada parenkim paru yang berhubungan dengan setidaknya beberapa gejala infeksi akut, disertai adanya gambaran infiltrat akut pada radiologi toraks atau temuan auskultasi yangsesuai dengan pneumonia (perubahan suara napas dana tau ronkhi

(38)

setempat) pada orang yang tidak dirawat di rumah sakit atau tidak berada pada fasilitas perawatan jangka panjang selama ≥ 14 hari sebelum timbulnya gejala (IDSA 2000)

Etiologi penyebab lihat tabel I

Diagnosis

Rencana diagnostik bertujuan : 1. Diagnostik adanya CAP

♣ Foto paru terdapat infiltrat baru atau infiltrat yang bertambah

♣ Terdapat 2 dari 3 gejala berikut : Demam, batuk + sputum produktif, leukositosis (pada penderita usia lanjut : gejala dapat tidak khas/tersamar, seperti lesu tidak mau makan, dll)

2. Pengkajian awal derajat berat penyakit dengan The Pneumania PORT Prediction rule

atau Pneumonia Severity of Illness Index (PSI) : berdasarkan proses dua langkah yang

mengevaluasi faktor demografis, penyakit komorbid, pemeriksaan fisik pemeriksaan laboratorium dan radiologis, pasien distratifikasi menjadi lima kelas risiko mortalitas dan outcome (lihat tabel 2,3,4 dan gambar 1)

3. Indentifikasi penyebab mikrobiologis (lihat tabel 4) : ♣ Pewarnaan gram sputum

♣ Kultur sputum ♣ Kultur darah

♣ Pemeriksaan serologis, pemeriksaan antigen, pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), dan tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi, aspirasi jarum transtorakal, biopsi paru terbuka dan torakoskopi); bila diperlukan

Diagnosis banding Tuberkulosis paru, jamur

Pemeriksaan Penunjang ♣ Foto thoraks

(39)

♣ Laboratorium rutin : DPL,. Hitung jenis, LED, Glukosa Darah, Ureum, Creatinin. SGOT, SGPT

♣ Analisis gas darah, elektrolit ♣ Pewarnaan Gram Sputum ♣ Kultur sputum

♣ Kultur darah

♣ Pemeriksaaan serologis ♣ Pemeriksaan antigen

♣ Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)

♣ Tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi, aspirasi jarum transtorakal, biopsi paru terbuka dan thorakoskopi)

Terapi

Tatalaksana umum Rawat Jalan

♣ Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum mabyak cairan ♣ Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan paracetamol

♣ Ekspektoran mukolitik

♣ Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan ♣ Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan

♣ Bilas tidak membaik dalam 48 jam; dipertimbangkam untuk dirawat di rumah sakit atau dilakukan foto toraks.

Keputusan merawat pasien di RS ditentukan oleh : ♣ Derajat berat CAP ( lihat diatas)

♣ Penyakit terkait ♣ Faktor prognostik lain

♣ Kondisi dan dukungan orang di rumah ♣ Kepatuhan, keinginan pasien

(40)

Rawat Inap di RS

♣ Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen inspirasi. Tujuannya : mempertahankan PaO2 ≥ 8kPa dan SaO2, ≥ 92%

♣ Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan komplikasi gagal napas dituntun dengan pengukuran analisis gas darah berkala

♣ Cairan : bla perlu dengan cairan intravena ♣ Nutrisi

♣ Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol ♣ Ekspektoran/mukotik

Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan

Rawat ICU

♣ Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel untuk kultur guna penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelianan endobronkial.

Terapi Antibiotika

♣ Pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin, berdasarkan perkiraan etiologi yang menyebabkan CAP pada kelompok pasien tertentu, sesuai pedoman terapi empirik inisial ATS 2001 (lihat tabel 1.5 dan gambar 2). Syarat untuk alih terapi (ATS 2001)

o Berkurangnya keluhan batuj dan sesak napas

o Suhu afebris (< 100°F) pada dua pengukuran yang etrpisah 8 jam lamanya, leukosit berkurang/menjadi normal

o Saluran gastrointestinal berfungsi baik, masukan oral adekuat

Syarat untuk pemulangan dapat merujuk pada kriteria Weingaarten atau Ramirez (lihat tabel 6)

Komplikasi ♣ CAP besar :

(41)

Bila memenuhi satu kriteria mayor (dari 2 kriteria modifikasi) atau dua kriteria minor (dari 3 kriteria modifikasi)

Kriteria minor yang dikaji saat masuk Rs : 1. Gagal napas berat (PaO2/FIO2 < 250). 2. Foto toraks : pneumonia multilobaris 3. TD sistolik ≤ 90 mmHg

Kriteria mayor yang dikaji saat masuk RS atau dalam perjalanan penyakit : 1. Perlunya ventilator mekanis

2. Syok sepsis ♣ Gagal napas ♣ Sepsis, syok sepsis ♣ Efusi parapneumonik ♣ bronkiektasis

Prognosis

(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Pengertian :

Penyakit yang ditandai dengan adanya perlambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Perlambatan aliran udara umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan respons inflamasi yang abnormal terhadap partikel atau gas iritan (GOLD 2001)

Diagnosis

• Keluhan : sesak napas, batuk – batuk kronis, sputum yang produktif, faktor risiko (+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala

• Anamnesis riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit termasuk aktivitas dll,kemungkinan mengurangi faktor risiko. • Pemeriksaan fisik

- Pernapasan pursed lips - Takipnea

- Dada emfisematous atau barrel chest

- Dengan tampilan fisik pink puffer atau blue bloaster - Bunyi napas vesikuler melemah

- Eksirasi memanjang

- Ronki kering atau wheezing - Bunyi jantung jauh

• Diagnosis pasti dengan uji spirometri : - FEV,/FVC < 70 %

- Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : FEV, pasca bronkodilator < 80% prediksi

• Uji coba kortokosteroid • Analisis gas darah pada :

- Semua pasien dengan VEP, < 40 % prediksi

(50)

PPOK Eksterbasi Akut

- Gejala eksterbasi : bertambahnya sesak napas, kadang – kadang disertai mengi, bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum dan sputum menjadi lebih purulen atau berubah warna

- Gejala non-spesifik : malaise, insomnia, fatigue, depresi - Spirometri : fungsi paru sangat menurun

Etiologi eksarbasi

Infeksi mukosa trakeobronkial, terutama streptococcos pneumonie, Haemopilus influenzae,

Moraxella catarrhalis.

Pajanan polusi udara

Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institute dan WHO ( lihat tabel I)

Diagnosis Banding

• Asma bronkial, bronkiektasis, gagal jantung kongestif , pneumonia

Pemeriksaan Penunjang • Spirometri

• Foto thoraks

• Bila eksaserbasi akut : analisis gas darah, DPL. Sputum Gram, kultur MOR

Terapi

Usaha mengurangi faktor risiko

• Edukasi-motivasi berhenti merokok • Farmakoterapi stop merokok

Terapi PPOK Stabil • Terapi Farmakologis

(51)

- Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak terdesia/tak etrjangkau

- Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten) - 3 golongan :

 Agonis β-2 : fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol

 Antikolinergik : ipratropium bromid, oksitroproium bromid

 Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi β-2 dan steroid belu memuaskan

- Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi

b. Steroid pada :

• PPOK yang menunjukkan respons pada uji steroid

• PPOK dengan FEVI < 50 % prediksi (stadium IIB dan III)Eksaserbasi akut

c. Obat – obatan tambahan lain :

• Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) ambroxol, karbosistein, gliserol iodida • Antioksidan : N-asetil-sistein

• Imunoregulator (imunostimulator,imunomodulator): tidak rutin • Antitusif : tidak rutin

• Vaksinasi : influenza,pnemokok

• Terapi Non-farmakologis

a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial

b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari) ; pada PPOK stadium III, AGD =

• PaO2<55 mmHg, atau SaO2≤88% dengan / tanpa hiperkapnia

• PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2≤88% disertai hipertensi pulmonal edema perifer karena gagal jantung, polisitemia

(52)

d. Pembedahan : pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki fungsi paru atau gerakan mekanik paru)

Terapi PPOK Ekserbasi Akut

Penatalaksanaan PPOK Ekserbasi Akut di rumah : Bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 hari.

Bila infeksi : diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S pneumonie, Hinfluenzae,

M.catarrhalis)

Terapi Eksaserbasi Akut di rumah sakit :

• Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

• Bronkodilator : inhalsi agonis β2 (dosis & frekuensi ditingkatkan)+ antikolinergik Pada ekserbasi akut berat : +aminofilin (0.5 mg/kgbb/jam)

• Steroid : Prednison 30-40 mg PO selama 10-14 hari Steroid intra vena : pada keadaan berat

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M.catarrhalis. ventilasi mekanik • Indikasi : gagal napas akut tau kronik

Komplikasi

Gagal napas, kor pulmonal, Septikemia

Prognosis

(53)

OSTEOARTRITIS

Pengertian :

Osteortritis (OA) merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan sendi. Penyakit ini ditandai oleh kehilangan rawan sendi progresif dan terbentuknya tulang baru pada trabekula dan tepi tulang (osteofit)

Diagnosis

Osteoartritis sendi lutut : 1. Nyeri lutut, dan

2. Salah satu dari 3 kriteria berikut : a. Usia > 50 tahun

b. Kaku sendi < 30 menit c. Krepitasi + osteofit

Osteoartritis sendi tangan : 1. Nyeri tangan atau kaku, dan 2. Tiga dari 4 kriteria berikut :

a. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih dari 10 sendi tangan tertentu (DIP II dan III kiri dan kanan, CMC 1 ki&ka)

b. Pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih sendi DIP c. Pembengkakan pada < 3 sendi MCP

d. Deformitas pada minimal 1 dari 10 sendi tangan tertentu

(54)

1. Nyeri pinggul. Dan

2. Minimal 2 dari 3 kriteria berikut : a. LED < 20 mm/jam

b. Radiologi : terdapat osteofit pada femur atau asetabulum

c. Radiologi : terdapatpenyempitan celah sendi (superior, aksial, dan/atau medial) Diagnoasis Banding

Artritis remotoid, artritis gout, artritis septik, spondilitis ankilosa

Pemeriksaan Penunjang

• LED (pada OA inflamatif, LED akan meningkat) • Analisi cairan sendi

• Radiografi sendi yang terserang • Artroskopi

Terapi

1. Penyuluhan

2. Proteksi sendi, terutama pada stadium akut 3. Obat antiinflamasi non steroid

Diantaranya : sodium diklofenak 50 mg t.i.d, Piroksikam 20 mg o.d, Meloksikam 7.5 mg o.d dan sebagainya

4. Steroid intraartikular untuk OA inflamasi

5. Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu diberikan ortosis 6. Operasi untuk memperbaiki deformitas

Komplikasi Deformitas sendi

Prognosis Dubia

(55)

DEMAM BERDARAH DENGUE

Pengertian :

Penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengan dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty dan Aedes Albopictus serta memenuhi kriteria WHO untuk demam berdarah dengan (DBD)

Diagnosis

Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi :

• Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik : • Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :

- Uji torniquet positif (>20 petekie dalam 2.54 cm²) - Petekie, ekimosis atau paripurna

- Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain - Hematemesis atau melena

• Trombositopenia (≤100.000/mm²)

• Terdapat minimal satu tanda – tanda plasma leakage:

- Kematokrit meningkat ≥ 20% dari hematokrit rata – rata pada usia, jenis kelamin, dan populasi yang sama

- Hematokrit turun hingga ≥ 20% dari hematokrit awal, setelah pemberian cairan - Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites dan hipoproteinemia

Derajat

I. Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan hanya berupa uji torniquet positif dan/atau mudah memar

(56)

III. Terdapat kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah

IV. Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak tertur DBD derajat III dan IV digolongkan dalam sindrom renjatan dengue

Diagnosa Banding

Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia

Pemeriksaan Penunjang

Hb, Ht, Lekosit, trombosit, Serologi dengue

Terapi

Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak Farmakologis :

• Simtomatis : antiseptik parasetamol bila demam

- Cairan intravena : Ringer laktat atau ringer asetat 4-6 jam/kolf

Koloid/plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan - Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi

- Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III atau IV dengan koagulasi intravaskular diseminata (KID)

Komplikasi

Renjatan, perdarahan, KID

Prognosis Bonam

(57)

DEMAM TIFOID

Pengertian :

Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonela thypi atau Salmonela

partatyphi

Diagnosa :

• Anamnesis : demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare

• Pemeriksaan fisik : febris, kesadaran berkabutm bradikardia relatif (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah yag berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor). Hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang pada orang Indonesia)

• Laboratorium : dapat ditemukan lekopeni, lekositosis atau lekosit normal : aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati. Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji Widal ≥ 4 kaloo lipat setelah satu minggu memastikam diagnosis. Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji widal tunggal frmhsm titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokong diagnosis.

Hepatitis Tifosa

Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria khosia (1990) : hepatomegali, ikterik, kelainan laboratorium (antara lain : bilirubin > 30.6 umol/l, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan indeks PT), kelainan histopatologi.

(58)

Tifoid Karier

Ditemukannya kuman Salmonela typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca demam tifoid

Diagnosis Banding Infeksi virus, malaria

Pemeriksaaan Penunjang

Darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu)

Terapi

Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak rendah serat Farmakologis :

• Simtomatis • Antimikroba

- Pilihan utama : Kloramfenikol 4 x 500 mgsampai dengan 7 hari bebas demam. Alternatif lain :

- Tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan klorafenikol)

- Kotrimoksazol 2 x 2 tablet selama 2 minggu

- Ampisilin dan amoksisilin 50 – 150 mg/kgBB selama 2 minggu

- Sefalosporin generasi III ; yang terbukti efektif adalah seftriakson 3-4 gram dalam dextrosa 100cc selama 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2 x 1 gram

- Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV) : ′ Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

′ Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari ′ Ofloxsasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari ′ Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari ′ Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

(59)

• Kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas

normal) langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg dengan ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 500 mg

Kasus tifoid karier :

• Tanpa kolelitiasis  pilihan rejimen terapi selama 3 bulan : - Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30 mg/kgBB/hari - Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari - Kotrimoksazol 2 x 2 tablet/hari

• Dengan kolelitiasis  kolesistektomi + regimen tersebut di atas selama 28 hari atau kolesistektomi + salah satu rejimen berikut :

- Siprofloksasin 2 x 750 mg/hari - Norfloksasin 2 x 400 mg/hari

• Dengan infeksi Schistosoma haematomium pada traktus urinarius  eradikasi

Schistosoma haematomium :

- Prazikuantel 40 mg/kg/BB dosis tunggal, atau

- Metrofonat 7.5-10 mg/kgBB bils perlu diberikan 3 dosis, interval 2 minggu Setelah eradikasi berhasil, diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti diatas.

Perhatian : pada kehamilan fluorokuinolon dan kotrimoksazol tidak boleh digunakan. Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester III. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester I. Obat yang dianjurkan golongan beta laktam : ampisilin, amoksisilin dan sefalosporin generasi III (seftriakson).

Komplikasi : Intestinal

Perdarahan intestinal, perforasi ususm ileus paralitik, pankreatitis

(60)

Kardiovaskular (kegagalan sirkulasi perifermiokarditis, trombosis, tromboflebitis),

hematologik (anemia hemolitik, trombositopenia,KID), paru (pneumonia, empiem, pleuritis), hepatobilier (hepatitis, kolesistitis), ginjal (giomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis), tulang (osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis), neuropsikiatrik (toksik tifoid)

Prognosis

Baik, bila penyakit berat, pengobatan terlambat/tidak adekuat atau ada komplikasi berat, prognosis meragukan/buruk.

(61)

SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK

Pengertian : Sepsis :

Sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang disebabkan oleh infeksi

Renjatan Septik : sepsis dengan hipotensi, ditandai dengan penurunan TDS < 90 mmHg atau penurunan > 40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya obat-obatan yang dapat menurunkan TD

DIAGNOSIS SEPSIS

1. SIRS ditandai dengan 2 gejala atau lebih berikut : • Suhu badan > 38° C atau < 36°C

• Frekuensi denyut jantung > 90 x/menit

• Frekuensi pernapasan > 24x/menit atau PaCO < 32

• Hitung lekosit > 12.000/mm³ atau < 4.000/mm³, atau adanya > 10% sel batang 2. Ada fokus infeksi yang bermakna

SEPSIS BERAT

Gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ termasuk penurunan kesadaran , gangguan fungsi hati, ginjal, paru – paru dan asidosis metabolik

DIAGNOSIS BANDING

Renjatan kardiogenik, rejatan hipovolemik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit, kultur darah adn infeksi fokal (urin, pus, sputum,dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap anti mikroba, foto toraks

TERAPI

(62)

• Antimikroba empirik, sesuai dengan : o Tempat infeksi

o Dugaan kuman penyebab

o Profil antimikroba (farmakokinetik dan farmakodinamik) o Keadaan fungsi n fungsi hati)

Antimikroba definitif : bila hasil kultur mikroorganisme telah diketahui, antimikroba dapat diberikan sesuai hasil uji kepekaan mikroorganisme

• Suportif : resusitasi ABC, oksigenasi, terapi cairan, vasopresor.inotropik, dan transfusi (sesuai indikasi) pada renjatan septik diperlukan untuk mendapatkan respons

secepatnya.

o Resusitasi cairan

Hipovolemia pada sepsis segera diatasi dengan pemberian cairan kristaloid atau koloid. Volume cairan yang diberikan mengacu pada respons klinis(respons terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan perbaikan kesadaran) dan perlu diperhatikan ada tidaknya tanda kelebihan cairan (peningkatan JVP, ronki, galop S dan penurunan saturasi oksigen). Sebaiknya dievaluasi dengan CVP (dipertahankan 8-12 mmHg), dengan mempertimbangkan kebutuhan kalori perhari.

o Oksigenasi sesaui kebutuhan, Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang progresif, hiperkapnia, gangguan neurologis atau kegagalan otot pernapasan

o Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi, diberikan vasoaktif untuk mencapai tekanan darah sistolik ≥90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin dipertahankan > 30 ml/jam. Dapat digunakan vasopresor seperti dopamin dengan dosis > 8

mcg.kgBB/menit, norepinefrin 0.03-1.5 mcg/kgBB/menit , fenilefrin 0.5-8 mcg/kgBB/menit atau epinefrin 0.1-0.5 mcg.kgBB/menit. Bila terdapat disfungsi miokard, dapat digunakaan inotropik seperti dobutamin dengan dosis 2-28 mcg/kgBB/menit, dopamin 3-8 mcg/kgBB/menit, epinefrin 0.1-0.5

mcg/kgBB/menit, atau fosfodiesterase inhibitor (amrinon dan milrinon) o Transfusi komponen darah sesuai indikasi

(63)

o Koreksi gangguan metabolik : elektrolit, gula darah dan asidosis metabolik(secara empiris dapat diberikan bila pH<7.2 atau bikarbonat serum < 9 mEq/l, dengan disertai upaya perbaikan hemodinamik)

o Nutrisi yang adekuat

o Terapi suportif terhadap gangguan fungsi gunjal o Kortikosteroid bila ada kecurigaan insufisiensi adrenal

o Bila terjadi KID dan didapatkan bukti terjadinya tromboemboli, dapat diberikan heparn dengan dosis 100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25 IU/kgBB/jam dengan infus kontinu, dosis lanjutan disesuaikan untuk mencapai target aPTT 1.5-2 kali kontrol atau antiogulan lainnya.

KOMPLIKASI

Gagal napas, gagal ginjal, gagal hati, KID, renjatan septik ireversibel

PROGNOSIS Dubia ad malam

Gambar

Tabel : Kriteria Pengendalian DM

Referensi

Dokumen terkait