• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ANALISIS DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II ANALISIS DATA"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

41

BAB II

ANALISIS DATA

Bab II analisis data akan membahas mengenai tiga hal yaitu, (1) bentuk alih kode dan campur kode dalam komunikasi berbahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta, (2) fungsi alih kode dan campur kode dalam komunikasi berbahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta, (3) faktor yang melatarbelakangi alih kode dan campur kode dalam komunikasi berbahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta.

A.

Bentuk Alih Kode dan Campur Kode dalam Komunikasi

Berbahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta.

1. Bentuk Alih Kode

Bentuk alih kode bahasa atau alih variasi bahasa dalam komunikasi berbahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta terjadi dalam bentuk alih kode intern yaitu: (1) alih kode dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, (2) alih kode dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa, (3) alih kode dari bahasa Jawa krama ke dalam bahasa Jawa ngoko, (4) alih kode dari bahasa Jawa ngoko ke dalam bahasa Jawa krama. Berikut ini bentuk alih kode yang terjadi dalam komunikasi berbahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta.

a. Alih Kode dari Bahasa Jawa ke dalam Bahasa Indonesia Data 5

P1 : Aku ki wis kandha karo mase, terus aku ngandhakke ngene iki.

(2)

apa udah berusaha ngingetin jangan lupa sama UKM! Aku bilang gitu kan, malah dia lebih pilih pacar terus bilang gini-gini gini, terus dia bilang difacebook ngomongnya kayak gitu…

‘Saya itu sudah bilang sama masnya, kemudian saya menyampaikan seperti ini. Orang dia mas, saya sama Trisna sudah berusaha megangin, apa sudah berusaha mengingatkan jangan lupa sama UKM! Saya bilang begitu kan, malah dia lebih memilih pacar kemudian bicara begini-begini begini, kemudian dia bicara difacebook bicaranya seperti itu…’

P2 : Kok kaya ngono ta wonge? Ngomonge ngono kuwi tenan? ‘Kok seperti itu sih orangnya? Bicaranya benar seperti itu?’

P1 : Aku dhewe ya bingung mbak. Iya tenan kaya ngono persis kaya apa le tak omongne.

‘Saya sendiri juga bingung mbak. Ya serius seperti itu mirip seperti apa yang aku bicarakan.’

Data (5) merupakan peristiwa tutur yang terjadi pada hari Jumat tanggal 20 Mei 2016 pukul 18.15 WIB, di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Bentuk peristiwa tutur berupa dialog. Tuturan tersebut berlangsung di gedung A kamar nomor 7 lantai 2 Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Komunikasi dilakukan oleh P1 dan P2 yakni penghuni asrama putri gedung A, di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Keduanya merupakan teman satu kamar dan situasi komunikasi yang terjadi adalah komunikasi yang santai. Peristiwa tutur berlangsung di teras depan kamar A2.7 (gedung A lantai 2 kamar nomor 7). Topik pembicaraan atau tuturan adalah permasalahan teman satu angkatan P1.

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode yang merupakan satuan lingual (kebahasaan) berupa kalimat. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, alih kode tersebut dilakukan oleh P1. Pada awal tuturan P1 menggunakan bahasa Jawa yaitu Aku ki wis kandha karo mase, terus aku ngandhakke ngene iki., kemudian beralih kode ke dalam bahasa Indonesia yaitu

(3)

berusaha ngingetin jangan lupa sama UKM! Aku bilang gitu kan, malah dia lebih pilih pacar terus bilang gini-gini gini, terus dia bilang di facebook ngomongnya kayak gitu… Alih kode ini disebut dengan alih kode intern.

Tujuan/fungsi alih kode tersebut yakni penutur P1 lebih komunikatif dalam menceritakan kepada mitra tutur P2 yaitu teman satu kamar P1 (penutur) mengenai teman satu angkatan P1. Hal itu ditunjukkan dari tuturan P1 yang awalnya menggunakan bahasa Jawa kemudian saat menjelaskan beralih menggunakan bahasa Indonesia.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode tersebut adalah penutur P1. Pada awalnya P1 menggunakan bahasa Jawa ketika ingin bercerita kepada P2, kemudian beralih kode ke bahasa Indonesia ketika menjelaskan tentang teman satu angkatan yang lebih mementingkan urusan pribadi daripada UKM kepada P2 dikarenakan P1 (penutur) ingin menunjukkan kronologi yang sebenarnya terjadi sama persis dengan apa yang dia ceritakan. Dengan beralih kode penutur mengubah situasi tutur menjadi serius, sehingga penjelasan mengenai teman satu angkatannya dapat diterima oleh P2. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena penutur bermaksud mengubah situasi tutur.

Data 6

P1 : Mbak kowe sida iyam ora?

‘Mbak kamu jadi mandi (iyam merupakan dialek Ponorogo) tidak?’ P2 : Ya sida ta.

‘Ya jadi lah’

P1 : Iya ndang.

‘Ya cepat.’

P2 : Baru mengumpulkan niat loh haha. ‘Baru mengumpulkan niat loh haha.’

(4)

‘Gaya kamu mbak-mbak, aku duluan mandi kalau begitu.’

Peristiwa tutur pada data (6) terjadi pada hari Senin 23 Mei 2016 pukul 17.20 WIB di gedung A kamar lantai 3 nomor 12 Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Bentuk peristiwa tutur berupa dialog. Tuturan dilakukan oleh penghuni kamar nomor 12 lantai 3 yakni P1 yang merupakan mahasiswi berasal dari Ponorogo dan P2 merupakan mahasiswi yang berasal dai daerah Solo. Keduanya merupakan mahasiswi penghuni asrama dan teman satu kamar di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Tuturan tersebut berlangsung di gedung A kamar nomor 12 lantai 3 Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Situasi komunikasi yang terjadi adalah komunikasi yang santai. Topik pembicaraan atau tuturan adalah menanyakan jadi mandi atau tidak pada teman satu kamarnya.

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode yang merupakan satuan lingual (kebahasaan) berupa kalimat. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia, alih kode tersebut dilakukan oleh P2. Pada awal tuturan P2 menggunakan bahasa Jawa yaitu Ya sida ta kemudian beralih kode ke dalam bahasa Indonesia yaitu Lagi mengumpulkan niat loh…Haha. Alih kode ini disebut dengan alih kode intern.

Tujuan atau fungsi alih kode tersebut adalah lebih prestis atau penutur hanya sekedar bergengsi dalam tuturan tersebut. Sebenarnya P2 tidak perlu beralih kode saat menyatakan niatnya untuk mandi atau tidak kepada mitra tuturnya yakni P1, tetapi dengan maksud agar terlihat prestise P2 menggunakan bahasa Indonesia. Itu ditunjukkan dengan tuturan dari P2 yakni, Lagi mengumpulkan niat loh…Haha.

(5)

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode tersebut adalah untuk membangkitkan rasa humor. Pada awalnya P2 menggunakan bahasa Jawa ketika menjawab pertanyaan dari P1 karena keduanya memiliki latar kebahasaan yang sama yaitu bahasa Jawa. Kemudian P2 dengan sadar beralih kode pada tuturannya yaitu dengan beralih kode ke dalam bahasa Indonesia hanya untuk sekedar bergengsi dan untuk bercanda saat menanggapi pertanyaan dari lawan tuturnya P1. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena penutur bermaksud mengubah situasi tutur.

b. Alih Kode dari Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Jawa Data 7

P1 : Mau ke mana mbak? ‘Mau ke mana mbak?’

P2 : Munggah nek kamar.

‘Naik ke kamar.’

P1 : Jarenemeh buka bareng, munggahe mengko wae. ‘Katanya mau buka bersama, naiknya nanti aja.’

P2 : Bukane jeh mengko jam lima ta mangkate? tak munggah dhisik nyicil

garapan saka nggone dosen.

‘Bukanya masih nanti jam lima kan berangkatnya? Saya naik dulu mengerjakan tugas dari dosen.’

P1 : Iya.

‘Ya.’

Data (7) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di kantin Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu komunikasi yang terjadi pada hari Kamis tanggal 16 Juni 2016, pukul 15.59 WIB. Bentuk peristiwa tutur berupa dialog. Komunikasi dilakukan oleh P1 dan P2 yakni mahasiswi penghuni Asrama Mahasiswa UNS kamar nomor 2 lantai 5, mereka berdua merupakan teman satu kamar. Situasi dalam komunikasi yang terjadi yakni ringan dan santai. Topik

(6)

tuturan yang dibicarakan oleh keduanya adalah memastikan untuk jadi buka bersama.

Pada komunikasi tersebut terdapat alih kode berupa kesatuan lingual (kebahasaan) yaitu kalimat. Alih kode terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa yang dilakukan oleh P1. Awalnya P1 menggunakan tuturan berbahasa Indonesia ketika bertanya kepada P2 yakni Mau ke mana mbak?, kemudian P1 beralih kode ke dalam bahasa Jawa yakni Jarenemeh buka bareng, munggahe mengko wae. Alih kode seperti itu disebut dengan alih kode intern.

Tujuan atau fungsi dari alih kode yang dilakukan oleh P1 adalah lebih persuasif dalam upaya membujuk lawan tuturnya (P2) bahwa mereka akan buka bersama dan supaya P2 tidak pergi karena sudah janji untuk buka bersama. Hal itu ditunjukkan dengan tuturan, Jarenemeh buka bareng, munggahe mengko wae.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan tutur yakni P2. Lawan tutur (P2) yang menggunakan bahasa Jawa ketika menjawab tuturan dari P1 yang menggunakan bahasa Indonesia, membuat P1 beralih bahasa dari yang awalnya menggunakan bahasa Indonesia saat bertanya kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa untuk mengimbangi tuturan dari P2. Latar belakang alih kode tersebut disebut dengan faktor situasional, karena penutur melihat bahasa yang digunakan oleh lawan tutur dan berusaha mengubah situasi tutur.

Data 8

P1 : Hei Lindo aku bentar lagi ulang tahun loh.. hehe ‘Lindo saya sebentar lagi ulang tahun.. hehe’

P2 : Terus kenapa? Haha..

‘Terus kenapa? Haha..’

P1 : Ya kamu harus ngasih kado ke aku lah hahaha..

(7)

P2 : Haha… Apa ta, aku ora mudheng maksudmu. Kemarin habis cerita-cerita tentang cowok lain ke aku, sekarang minta-minta kado, huu.. nggak terima aku, aku nggak mau kasih kado ke kamu.

‘Haha… Apa sih, saya tidak mengerti maksudmu. Kemarin habis cerita-cerita tentang cowok lain ke aku, sekarang minta-minta kado, huu.. aku tidak terima, aku tidak mau kasih kado ke kamu.’

P1 : Dasar pelit. huu.. ‘Dasar pelit. Huu..’

P2 : Biarin haha

‘Biarin haha’

Komunikasi pada data (8) terjadi pada hari Kamis tanggal 30 Juni 2016 pukul 12.30 WIB. Lokasi komunikasi di pintu masuk atau gerbang Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Bentuk peristiwa tutur berupa dialog. Percakapan terjadi ketika P1 dan P2 secara tidak sengaja bertemu di gerbang Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. P1 adalah mahasiswi penghuni asrama gedung A dan P2 adalah mahasiswa asing berasal dari Mozambik yang sedang kuliah S2 di UNS serta tinggal Asrama Mahasiswa UNS gedung D. Keduanya merupakan teman satu asrama. Situasi dalam komunikasi yang terjadi yakni ringan dan santai. Topik tuturan yang dibicarakan oleh keduanya adalah permintaan kado ulang tahun.

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode yang berupa kesatuan lingual (kebahasaan) yaitu kalimat. Alih kode terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa yang dilakukan oleh P2. Pada awalnya P2 menggunakan bahasa Indonesia dalam menjawab pertanyaan P1 yaitu, Terus kenapa? Haha.., kemudian beralih kode ke bahasa Jawa yaitu, HahaApa ta, aku ora mudheng maksudmu. Alih kode ini disebut dengan alih kode intern.

Tujuan atau fungsi dari alih kode yang dilakukan oleh P2 adalah lebih argumentatif. P2 meyakinkan kepada mitra tutur bahwa tidak akan memberikan hadiah ulang tahun. Itu ditunjukkan dengan, Haha… Apa ta, aku ora mudheng

(8)

maksudmu. Kemarin habis cerita-cerita tentang cowok lain ke aku, sekarang minta-minta kado, huu.. nggak terima aku, aku nggak mau kasih kado ke kamu.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (P2). Pada tuturan tersebut P2 mulanya menggunakan bahasa Indonesia saat berbicara dengan P1 karena latar kebahasaan yang berbeda antara keduanya, untuk berkomunikasi keduanya menggunakan bahasa standart yakni bahasa Indonesia. Kemudian P2 sebisa mungkin beralih kode ke bahasa Jawa karena bermaksud mengubah situasi tutur menjadi sedikit serius. Latar belakang alih kode tersebut disebut dengan faktor situasional, karena penutur berusaha mengubah situasi tutur.

c. Alih Kode dari Bahasa Jawa Krama ke dalam Bahasa Jawa Ngoko Data 9

P1 : Lha Raka kalih Setya wau wonten pundi pak?

‘Raka dengan Setya tadi ke mana pak?’

P2 : Mau ning kene ki, tapi metu sedhilit jare, ana apa ta?

‘Tadi di sini, tetapi keluar sebentar katanya, ada apa memangnya? P1 : Boten napa-napa pak. Mau dheweke goleki, jarene meh metu golek

maem ngono.

‘Tidak kenapa-kenapa pak. Tadi dia mencari, katanya mau keluar mencari makanan begitu.’

Data (9) merupakan peristiwa tutur yang terjadi pada hari senin tanggal 16 Mei 2016 pukul 19.43 WIB. Lokasi peristiwa tutur tersebut terjadi di pos satpam Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Bentuk peristiwa tutur berupa dialog. Komunikasi dilakukan oleh P1 dan P2. P1 merupakan mahasiswa penghuni gedung C Asrama Mahasiswa UNS, sedangkan P2 adalah satpam yang bertugas jaga di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Keduanya sudah saling akrab satu sama lain dan situasi tutur yang terjadi adalah penuh kesopanan dan berubah

(9)

menjadi santai. Topik tuturan yakni menanyakan kepada P2 tentang keberadaan teman-teman dari P1.

Alih kode yang terjadi dalam komunikasi tersebut merupakan kesatuan lingual (kebahasaan) yaitu kalimat. Dalam komunikasi yang terjadi di atas terdapat alih kode berupa alih kode dari bahasa Jawa krama ke dalam bahasa Jawa ngoko yang dilakukan oleh P1. Pada awalnya P1 menggunakan bahasa Jawa krama saat menjawab pertanyaan P2 yakni, Boten napa-napa pak., kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ngoko yakni, Mau goleki jarene meh metu golek maem ngono. Alih kode tersebut berupa alih kode intern.

Tujuan atau fungsi dari alih kode yang dilakukan oleh P1 adalah lebih komunikatif. Penutur (P1) lebih komunikatif dalam menjelaskan kepada mitra tutur (P2) perihal penutur mencari teman-temannya karena sebelumnya mereka sudah janjian untuk mencari makan bersama. Itu ditunjukkan dengan tuturan,

Boten napa-napa pak. Mau goleki jarene meh metu golek maem ngono.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (P1). Pada tuturan tersebut P1 mulanya menggunakan bahasa Jawa krama saat berbicara dengan P2 kemudian dengan sadar P1 beralih kode ke dalam bahasa Jawa ngoko, dikarenakan ingin mengubah situasi tutur yang awalnya penuh dengan kesopanan menjadi santai. Latar belakang alih kode tersebut disebut dengan faktor situasional, karena penutur berusaha mengubah situasi tutur.

Data 10

P1 : Mbak sampeyan ngertos buku wonten meja mriki boten wau?

‘Mbak kamu tahu buku yang ada di meja sini tidak tadi?’

P2 : Ora i ndhuk, awit aku teka mau ora enek buku ning meja.

(10)

P1 : Nggih mpun mbak. ‘Ya sudah mbak.’

P3 : Buku werna biru ta Up? Mau tak deleh ndek jero lemari.

‘Buku warna biru ya Up? Tadi aku taruh di dalam almari.’ P1 : Ho.o, yawis sik minggira tak jukuke bukune.

‘Ya, ya sudah bentar kamu minggir dulu aku mau ngambil bukunya.’

P3 : Iya.

‘Ya.’

Data (10) merupakan peristiwa tutur yang terjadi pada hari Rabu tanggal 13 April 2016 pukul 10.10 WIB. Lokasi peristiwa tutur tersebut terjadi di kamar nomor 7 lantai 5 gedung A Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Bentuk peristiwa tutur berupa dialog. Komunikasi dilakukan oleh P1, P2 dan P3. Ketiganya merupakan mahasiswi penghuni kamar nomor 7 lantai 5 gedung A Asrama Mahasiswa UNS, P1 adalah mahasiswi semester 8, P2 adalah mahasiswi semester 10, sedangkan P3 adalah teman satu angkatan dari P1 yang juga semester 8. Ketiganya sudah saling akrab satu sama lain dan situasi tutur yang terjadi adalah penuh kesopanan dan berubah menjadi santai. Topik tuturan yakni menanyakan keberadaan buku berwarna biru milik P1.

Alih kode yang terjadi dalam komunikasi tersebut merupakan kesatuan lingual (kebahasaan) yaitu kalimat. Dalam komunikasi yang terjadi di atas terdapat alih kode berupa alih kode dari bahasa Jawa krama ke dalam bahasa Jawa ngoko yang dilakukan oleh P1. Pada awalnya P1 menggunakan bahasa Jawa

krama saat pada tuturannya yakni, Mbak sampeyan ngertos buku ten meja mriki

boten wau?, dan Nggih mpun mbak., kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ngoko yakni, Ho.o, yawis sik minggira tak jukuke bukune. Alih kode tersebut berupa alih kode intern.

(11)

Tujuan atau fungsi dari alih kode yang dilakukan oleh P1 adalah untuk mempertegas pembicaraan. P1 menegaskan bahwa buku yang dia cari seperti yang dimaksudkan oleh P3. Itu ditunjukkan dengan tuturan dari P1 yakni Ha,a ya wis sik minggira tak jukuke bukune.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga. Awalnya tuturan P1 menggunakan bahasa Jawa krama saat berbicara dengan P2 karena perbedaan umur yakni P1 lebih muda dari P2, kemudian P1 beralih kode ke dalam bahasa Jawa ngoko ketika penutur ketiga (P3) hadir menjawab pertanyaan dari P1. Dalam tuturan tersebut P1 menggunakan bahasa Jawa krama saat bertanya kepada P2 dikarenakan untuk menghormati P2 yang lebih tua darinya, kemudian P1 beralih kode ke dalam bahasa Jawa ngoko saat menanggapi pernyataan dari P3 dikarenakan umur mereka yang sama. Latar belakang alih kode tersebut disebut dengan faktor situasional, karena penutur berusaha mengubah situasi tutur.

d. Alih Kode dari Bahasa Jawa Ngoko ke dalam Bahasa Jawa Krama Data 11

P1 : Pak…

‘Pak...’

P2 : Hei cah, kuwi dha dimaem le nukokke Nanto mau. Mangga pak mang mendhet!

‘Hei nak, itu silahkan dimakan yang beli Nanto tadi. Silahkan diambil pak!’

P1 : Acara napa e pak?

‘Acara apa pak?’

P3 : Nggeh mas, wah enak iki.

‘Ya mas, wah enak ini.’

P2 : Syukuran jare.

(12)

Data (11) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di pelataran antara gedung A dan gedung B Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung pada hari Selasa 26 Juli 2016 pukul 20.09 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 yaitu anak-anak atau mahasiswa penghuni Asrama Mahasiswa UNS, P2 yaitu tukang kebun Asrama Mahasiswa UNS, dan P3 yaitu pengelola Asrama Mahasiswa UNS Surakarta yang sedang berkumpul di pelataran antara gedung A dan B. situasi komunikasi yang terjadi adalah santai dan penuh rasa hormat. Topik tuturan dari percakapan tersebut adalah menawarkan dan menyuruh makan makanan yang dibelikan oleh Nanto.

Dalam komunikasi tersebut alih kodenya berupa kesatuan lingual (kebahasaan) yaitu kalimat. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ngoko ke dalam bahasa Jawa krama dilakukan oleh P2. Pada awalnya P2 menggunakan bahasa Jawa ngoko saat menawarkan makanan yaitu hei ya cah, kuwi dha dimaem le nukokke Nanto mau., kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa krama yaitu

Mangga pak mang mendhet!. Alih kode seperti itu disebut dengan alih kode intern.

Tujuan atau fungsi dari alih kode tersebut adalah menunjukkan kesopanan. P2 menunjukkan kesopanan berbahasanya yang lebih kepada P3 sebagai pengelola asrama dengan cara beralih kode. Hal tersebut dapat dilihat dari pemilihan kode yang digunakannya yaitu bahasa Jawa krama. Itu ditunjukkan pada tuturan, Mangga pak mang mendhet!.

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode adalah adanya atau hadirnya penutur ketiga (P3) yaitu pengelola asrama. Tuturan di atas P2 awalnya menggunakan bahasa Jawa ngoko ketika menawarkan makanan kepada P1 yang

(13)

merupakan mahasiswa penghuni asrama dan umurnya dibawahnya. Kemudian dengan adanya P3 (pengelola asrama) yang datang bersamaan dengan P1 (mahasiswa penghuni asrama) dimana usia dari P3 lebih tua dari P2 sehingga membuat P2 beralih kode ke dalam bahasa Jawa krama. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor sosial, karena P3 memiliki usia yang lebih tua.

Data 12

P1 : Kowe es apa Mot?Njenengan pesen napa buk?

‘Kamu es apa Mot? Anda pesan apa buk?’

P2 : Es teh mbak.

‘Es teh mbak.’

P3 : Soto karo teh anget mbak.

‘Soto dengan teh hangat mbak.’

Data (12) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di kantin Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu terjadinya peristiwa tutur yang berlangsung seperti tersebut di atas pada hari Sabtu 30 Juli 2016 pukul 14.07 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 yaitu penjual di kantin Asrama Mahasiswa UNS, P2 yaitu mahasiswa penghuni asrama kamar nomor 12 dan P3 yaitu mahasiswa S2 yang tinggal di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Situasi komunikasi santai dan sopan. Topik pembicaraan yaitu menanyakan tentang pesanan yang akan dibeli oleh P2 dan P3.

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode berupa kesatuan lingual (kebahasaan) yaitu kalimat. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ngoko ke dalam bahasa Jawa krama yang dilakukan oleh P1. Awalnya P1 menggunakan bahasa Jawa ngoko yaitu Kowe es apa Mot?, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa krama yaitu Njenengan pesen napa buk?. Alih kode tersebut disebut dengan alih kode intern.

(14)

Tujuan atau fungsi dari alih kode tersebut yakni memberikan penghormatan kepada P3. P1 menunjukkan kesopanan berbahasa kepada orang yang lebih tua darinya (P3) dengan cara beralih kode. Hal tersebut dilihat dari alih kode yang dipakainya yaitu bahasa Jawa krama.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah hadirnya penutur ketiga (P3) yaitu ibu-ibu/mahasiswa S2. Pada tuturan di atas P1 menggunakan bahasa Jawa ngoko mulanya ketika menawarkan pada P2 yang umurnya sebaya dan sudah akrab, kemudian karena ingin menawarkan kepada P3 yang umurnya lebih tua dari P1 maka P1 beralih kode ke dalam bahasa Jawa krama. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor sosial, karena P3 memiliki usia yang lebih tua.

2. Bentuk Campur Kode

Bentuk campur kode dalam komunikasi berbahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta dibagi menjadi 3 macam bentuk yaitu, (1) campur kode berwujud kata, (2) campur kode berwujud perulangan kata, dan (3) campur kode berwujud frasa. Berikut ini merupakan bentuk penggunaan campur kode dalam komunikasi berbahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta.

a. Campur Kode Berwujud Kata Data 13

P1 : He Man ayo dolanan kertu neh ‘Hei Man ayo bermain kartu lagi.’ P2 : Ha?

‘Apa?’

P1 : Ayo maen kertu.

(15)

P2 : Iya, aku tak madhang dulu, iya tenan ya. ‘Ya aku mau makan dulu, iya serius ya.’

Peristiwa tutur pada data (13) terjadi di gedung B lantai dasar Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Peristiwa tutur terjadi pada hari Jumat 29 April 2016 pukul 12.16 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 yaitu mahasiswa UNS berasal dari Salatiga serta tinggal di Asrama Mahasiswa UNS dan P2 yaitu mahasiswa UNS berasal dari Thailand yang juga tinggal di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Situasi percakapan yang terjadi begitu santai. Topik tuturan pembicaraannya adalah mengajak bermain kartu.

Pada tuturan di atas terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh P2. Dalam tuturan tesebut tepatnya pada kalimat berbahasa Jawa ngoko yaitu, Iya, aku tak madhang dulu, iya tenan ya., yang merupakan unsur atau ruas data, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata dulu. Campur kode ini disebut dengan campur kode intern.

Tujuan atau fungsi dari penggunaan campur kode dalam data (13) tersebut adalah memberikan penjelasan suatu maksud. Kata dulu memberikan penjelasan bahwa P2 akan makan terlebih dahulu sebelum bermain kartu.

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah identifikasi peranan sosial penutur. P2 merupakan mahasiswa asing yang sedang belajar berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa, dalam tuturannya penutur (P2) menggunakan kata dari bahasa Indonesia dulu karena dia belum begitu menguasai bahasa Jawa yang seharusnya kata dulu dalam bahasa Jawa berarti kata disik.latar belakang campur kode ini disebut dengan faktor sosial, karena status sosial penutur sebagai mahasiswa asing yang masih belajar berbahasa Jawa.

(16)

Data 14

P1 : Mbak Cep wingi aku bar ketemu Apink. Dheke ngajak omongan aku

ning ora tak gagas, bar kuwi aku muni ngene mbi dheke opo le mbok

omongne kabeh kuwi kebohongan haha…

‘Mbak Cep kemarin aku habis bertemu Apink. Dia mengajak berbicara saya tetapi tidak saya hiraukan, terus saya bilang begini dengan dia apa yang kamu bicarakan semua itu kebohongan haha…’

P2 : Haha edan kowe Sri.

‘Haha gila kamu Sri.’

Peristiwa tutur pada data (14) terjadi di balkon gedung A lantai 2 Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Peristiwa tutur terjadi pada hari Rabu 13 Juli 2016 pukul 15.17 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 yaitu mahasiswa UNS semester 7 yang tinggal di Asrama Mahasiswa UNS dan P2 yaitu mahasiswa UNS semester 9 yang juga tinggal di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta, keduanya merupakan teman satu kamar dan berasal dari daerah yang sama yaitu Boyolali. Situasi percakapan yang terjadi yaitu santai. Topik tuturan pembicaraannya adalah bercerita tentang apa yang dialami oleh penutur (P1).

Pada tuturan di atas terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh P1. Dalam tuturan tesebut tepatnya pada kalimat berbahasa Jawa ngoko yaitu, Mbak Cep wingi aku bar ketemu Apink. Dheke ngajak omongan aku ning ora tak gagas, bar kuwi aku muni ngene mbi dheke opo le mbok omongne kabeh kuwi kebohongan haha…yang merupakan unsur atau ruas data, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata

kebohongan. Campur kode ini disebut dengan campur kode intern.

Tujuan atau fungsi dari penggunaan campur kode dalam data (14) tersebut adalah memberikan penjelasan suatu maksud. Kata kebohongan yang diucapkan

(17)

P1 memberikan penjelasan bahwa apa yang dikatakan oleh Apink kepadanya merupakan sebuah sesuatu yang tidak benar.

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. P1 menyelipkan penggunaan kata bahasa lain yaitu bahasa Indonesia. Dalam tuturannya penutur (P1) menggunakan kata dari bahasa Indonesia yaitu kebohongan ketika bercerita tentang orang yang ditemuinya. Selain itu penggunaan campur kode tersebut juga menandakan hubungan penutur dengan lawan tuturnya yang memiliki status sosial yang sama. Latar belakang campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena lebih nyaman untuk menegaskan maksud dari sebuah tuturan.

b. Campur Kode Berwujud Perulangan Kata Data 15

P1 : Kak ayo metu jalan-jalan ning ndi ngono yo! ‘Kak, ayo pergi jalan-jalan ke mana gitu yuk!’ P2 : Lha penginmu nendi? Ayo mangkat.!

‘Lha kamu pengen ke mana? Ayo berangkat!’ P1 : Kemuning wae yo saiki!

‘Kemuning saja ayo sekarang!’ P2 : Ya…

‘Ya…’

Data (15) pada tuturan di atas terjadi didepan parkiran gedung A Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu terjadinya komunikasi tersebut pada hari Rabu 13 Januari 2016 pukul 13.30 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 merupakan penghuni kamar nomor 1 lantai 2 gedung A dan P2 merupakan penghuni kamar nomor 4 lantai 4 gedung A. Komunikasi terjadi saat tengah berkumpul bersama

(18)

teman-temanya didepan parkiran gedung A. situasi komunikasi yang terjadi adalah santai. Topik tuturan adalah mengajak jalan-jalan ke daerah Kemuning.

Dalam tuturan tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa perulangan kata dari bahasa lain yang dilakukan oleh penutur (P1). Pada tuturan tersebut yang berupa kalimat berbahasa Jawa ngoko yaitu, Kak ayo metu jalan-jalan neng ndi ngono yo!, yang merupakan unsur atau ruas data, terdapat penggunaan campur kode penggunaan perulangan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata jalan-jalan. Campur kode itu disebut dengan campur kode intern.

Tujuan atau fungsi dari penggunaan campur kode pada data di atas adalah supaya bahasa yang digunakan lebih bervariasi. P1 memperlihatkan jika dirinya dapat menguasai bahasa lain. Sehingga saat mengajak temannya keluar P1 menyelipkan kata dari bahasa Indonesia agar lebih bervariasi.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode pada data (15) di atas adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. P1 menyelipkan perulangan kata dari bahasa Indonesia karena ingin menjelaskan maksud tuturannya, yaitu mengajak P2 dan teman-temanya untuk pergi jalan-jalan bersama ke Kemuning. Selain itu penggunaan campur kode tersebut juga menandakan hubungan penutur dengan lawan tuturnya yang memiliki status sosial yang sama. Latar belakang campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena lebih nyaman untuk menegaskan maksud dari sebuah tuturan.

Data 16

P1 : Kok artis-artis Korea dha senengmen oprasi plastik ya, rupane ngasi ora kenek dibedakke suwe-suwe.

‘Mengapa artis-artis Korea suka sekali operasi plastik ya, mukanya sampai tidak bisa dibedakan lama-lama.’

(19)

P2 : Lha ya ta gek nak rabi bingung gathukane sing ndi haha…

‘Ya ya terus kalau menikah bingung pasangannya yang mana haha…’ Peristiwa tutur pada data (16) terjadi di teras gedung A lantai 2 Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu terjadinya peristiwa tutur yang berlangsung adalah pada hari Sabtu 25 Juni 2016 pukul 20.33 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 penghuni kamar nomor 6 lantai 3 gedung A dan P2 merupakan penghuni kamar nomor 5 lantai 3 Asrama Mahasiswa UNS. Situasi tutur yang terjadi adalah santai dan ringan. Topik tuturan dalam komunikasi yang dilakukan oleh P1 dan P2 adalah membicarakan tentang artis-artis Korea.

Terdapat peristiwa campur kode dalam tuturan di atas yakni berupa penggunaan perulangan kata dari bahasa lain yang digunakan oleh penutur (P1). Dalam tuturan tersebut tepatnya pada kalimat berbahasa Jawa ragam ngoko yaitu, Kok artis-artis Korea dha senengmen oprasi plastik ya, rupane ngasi ora kenek dibedhakke suwe-suwe yang merupakan unsur atau ruas data, terdapat penggunaan perulangan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata artis-artis. Campur kode seperti itu disebut dengan campur kode intern.

Tujuan atau fungsi dari penggunaan campur kode pada data (16) di atas adalah lebih komunikatif dalam menjelaskan informasi mengenai para ahli seni atau artis-artis Korea yang suka melakukan operasi plastik dan membuat artis-artis tersebut tidak dapat dibedakan wajahnya.

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode adalah tidak adanya padanan yang sesuai dalam bahasa asli penutur. P1 menyatakan tuturannya kepada P2 dengan menyelipkan perulangan kata dari bahasa Indonesia karena tidak ada padanan yang sesuai dalam bahasa Jawa, walaupun ada maknanya tidak akan sama atau berterima dengan kata tersebut sehingga digunakan perulangan kata

(20)

dalam bahasa Indonesia. Perulangan kata artis-artis merupakan sebutan untuk orang yang bekerja dibidang seni dan terkenal di masyarakat, sehingga penggunaan perulangan kata tersebut digunakan oleh P1 dalam tuturannya agar lebih mudah dalam menyampaikan pembicaraannya. Latar belakang campur kode itu disebut dengan faktor lingual karena tidak adanya kata yang tepat dalam bahasa Jawa.

c. Campur Kode Berwujud Frasa Data 17

P1 : Paling ora aku wis tau mara ning kana, jane ora pati apik kaya nek

poto tapi lumayan marai sengkleh nek boyok hahaha.. wong

perjalanane empat jam lebih saka kene gek dalane weleh ngono kae pokoke.

‘Paling tidak aku sudah pernah datang kesana, sebenarnya tidak begitu bagus seperti yang ada di foto tetapi lumayan membuat capek pinggang hahaha.. orang perjalanannya dari sini empat jam lebih dan jalannya seperti itu lah.’

Data (17) pada tuturan di atas terjadi di gedung C Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Peristiwa tutur belangsung pada hari Minggu tanggal 14 Februari 2016 pukul 16.28 WIB. Tuturan dilakukan oleh P1 yang sedang berbicara dengan temannya sesama mahasiswa yang menghuni Asrama Mahasiswa di gedung C. Situasi komunikasi yang terjadi adalah santai. Topik tuturan tersebut adalah membicarakan tentang pengalaman bepergian si penutur.

Pada tuturan di atas terdapat campur kode berupa penggunaan frasa dari bahasa lain yang dilakukan oleh P1. Pada tuturan berbahasa Jawa ngoko yaitu, Paling ora aku wis tau mara ning kana, jane ora pati apik kaya nek poto tapi

(21)

saka kene gek dalane weleh ngono kae pokoke yang merupakan unsur atau ruas data, terdapat penggunaan frasa dari bahasa Indonesia yaitu frasa empat jam lebih. Campur kode tersebut disebut dengan campur kode intern.

Tujuan atau fungsi dari penggunaan capur kode pada data (17) adalah memberikan penekanan suatu maksud. Frasa empat jam lebih menekankan bahwa perjalanan yang ditemput ke tempat yang diceritakan penutur adalah empat jam lebih.

Faktor yang menyebabkan terjadinya campur kode tersebut adalah keinginan untuk menafsirkan atau menjelaskan. P1 memasukkan frasa dari bahasa Indonesia untuk menjelaskan tuturannya kepada teman-temannya mengenai waktu atau jarak yang harus ditempuh untuk ke tempat itu adalah empat jam lebih. Hal tersebut juga menandakan hubungan penutur dengan lawan tuturnya memiliki usia yang sama dan status sosialnya juga sama. Latar belakang campur kode ini disebut dengan faktor praktikal, karena lebih nyaman untuk menegaskan suatu maksud.

Data 18

P1 : Ki betah banget lo Usman mbi cah-cah main kertu, ning kene ngasi setengah papat lo, gek sing guyu i wahahaha banter banget.

‘Ini betah sekali Usman sama anak-anak bermain kartu, di sini sampai setengah empat, dan tertawanya itu wahahaha keras banget.’

P2 : Suara Yeremi itu.

‘Suara Yeremi itu’

P3 : Rasah memutar balikkan fakta, suaraku jare, Sri ki lo apal, sing salah aku meneh.!

‘Jangan memutar balikkan fakta, suaraku katanya, Sri itu hafal, yang salah aku lagi.!’

Tuturan pada data (18) di atas terjadi di kantin Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu terjadinya peristiwa komunikasi tersebut pada hari Rabu tanggal 18 Mei 2016 pukul 10.15 WIB. Tuturan tersebut berbentuk dialog. Komunikasi

(22)

dilakukan oleh P1 yaitu penjual di kantin Asrama Mahasiswa UNS Surakarta serta P2 dan P3 yaitu penghuni asrama yang sedang membeli sarapan di kantin Asrama Mahasiswa UNS. Ketiganya saling mengenal dan akrab. Situasi komunikasi yang terjadi yakni santai dan ringan. Topik tuturan tersebut adalah menceritakan tentang P2 dan P3 beserta teman-temannya yang bermain kartu sampai pagi.

Pada tuturan tersebut terdapat peristiwa campur kode berupa penggunaan frasa dari bahasa lain yang dilakukan oleh P3. Dalam tuturan tersebut tepatnya pada kalimat berbahasa Jawa ngoko yaitu, rasah memutar balikkan fakta. Suaraku jare, sri ki lo apal, sing salah aku meneh yang merupakan unsur atau ruas data, terdapat penggunaan frasa dari bahasa Indonesia yaitu frasa memutar balikkan fakta. Campur kode tersebut merupakan bentuk campur kode intern.

Tujuan atau fungsi penggunaan campur kode pada data (18) di atas adalah memberikan penekanan suatu maksud. Kata memutar balikkan fakta

memberikan penekanan bahwa bukan penutur (P3) yang tertawa keras seperti yang dituduhkan oleh P2.

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode adalah keinginan untuk menjelaskan/menafsirkan. P3 menyelipkan frasa dari bahasa Indonesia karena ingin menjelaskan bahwa suara tawa yang keras bukanlah dia yang melakukan tetapi P2 yang tertawa dengan keras. Hal tersebut juga menandakan hubungan antara penutur dan lawan tutur memiliki usia dan status yang sama. Latar belakang capur kode seperti itu disebut dengan faktor praktikal, karena penutur lebih nyaman dalam menjelaskan suatu maksud.

(23)

B.

Fungsi alih kode dan campur kode yang terjadi dalam

komunikasi berbahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS

Surakarta.

Beberapa fungsi alih kode dan campur kode dalam komunikasi berbahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta yaitu: (1) lebih persuasif membujuk atau menyuruh lawan tutur, (2) lebih prestis, (3) lebih argumentatif meyakinkan lawan tutur atau mitra tutur, dan (4) lebih komunikatif.

a. Lebih Persuasif Membujuk Atau Menyuruh Lawan Tutur Data 19 bentuk alih kode

P1 : Mas mau ke mana?

‘Mas mau ke mana?’

P2 : Mau naik ke kamar mbak, kenapa?

‘Mau naik ke kamar mbak, kenapa?’

P1 : Enggak nunggu aku mas? Enteni aku mas! Hahaha ‘Tidak nunggu aku mas? Tunggu aku mas! Hahaha

P2 : Ayok, nanti aku suruh bersih-bersih kamar hahaha

‘Ayo, nanti aku suruh bersih-bersih kamar hahaha’

P1 : Yeee nggak mau lah, maksudku nunggu aku juga mau naik ke

kamarku sendiri haha…

‘Yeee tidak mau lah, maksudku tunggu aku juga mau naik ke kamarku sendiri haha…’

Data (19) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di ruang tunggu gedung A Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung seperti tersebut di atas pada hari Rabu 17 Februari 2016 pukul 11.00 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 yaitu mahasiswi semester 7 yang tinggal di gedung A Asrama Mahasiswa UNS dan P2 yaitu mahasiswa S2 berasal dari Medan yang tinggal di gedung C Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Keduanya saling

(24)

mengenal dan situasi tutur yang terjadi adalah santai dan ringan. Topik tuturan adalah P1 menanyakan mau pergi ke mana kepada P2.

Pada tuturan tersebut terdapat alih kode kesatuan lingual (kebahasaan) yaitu kalimat. Alih kode terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa yang dilakukan oleh P1. Awalnya P1 menggunakan bahasa Indonesia dalam tuturannya yaitu mas mau ke mana?, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa yaitu gak nunggu aku mas? Enteni aku mas! Hahaha. Alih kode seperti itu disebut dengan alih kode intern.

Tujuan atau fungsi dari alih kode tersebut adalah lebih persuasif dalam membujuk atau menyuruh. P1 menyuruh lawan tuturnya (P2) untuk menunggunya naik ke kamar.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode tersebut adalah untuk membangkitkan rasa humor. Pada tuturan tersebut awalnya P1 menggunakan bahasa standar yaitu bahasa Indonesia ketika berbicara kepada P2 dikarenakan latar belakang bahasa keduanya yang berbeda, P1 merupakan orang Jawa sedangkan P2 merupakan orang Medan namun mengerti sedikit-sedikit bahasa Jawa. Kemudian P1 beralih kode kedalam bahasa Jawa agar komunikasi yang awalnya flat atau datar berubah menjadi suasana yang lebih humoris. Latar belakang alih kode ini disebut dengan faktor situasional, karena P1 berusaha mengubah situasi tutur.

Data 20 bentuk campur kode

P1 : Kak dibawa iki tase! Aku tak sing gawa galone munggah.

‘Kak dibawa ini tasnya! Aku yang akan membawa galonnya naik.’ P2 : Ya sik tak bayar kak.

(25)

Peristiwa tutur pada data (20) terjadi di warung kelontong Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung adalah pada hari Senin 22 Januari 2016 pukul 20.15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 dan P2 yang keduanya merupakan mahasiswi penghuni Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Keduanya merupakan teman satu kamar di asrama gedung A lantai 2. Situasi komunikasi yang terjadi yaitu santai dan ringan. Topik tuturan yang terdapat dalam komunikasi tersebut adalah menyuruh temannya untuk membawakan tas.

Pada data (20) terdapat penggunaan campur kode berupa penyisipan kata dari bahasa lain yaitu bahasa Indonesia yang dilakukan oleh P1. Dalam tuturan tersebut tepatnya pada kalimat berbahasa Jawa ngoko yaitu, kak dibawa iki tase! Aku tak gawa galone munggah yang merupakan unsur atau ruas data, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata dibawa. Campur kode seperti itu disebut dengan campur kode intern.

Tujuan atau fungsi dari penggunaan campur kode pada data (20) adalah lebih persuasif dalam membujuk atau menyuruh. Dalam tuturan tersebut P1 menyuruh lawan tuturnya yaitu P2 untuk membawakan tas. Hal tersebut ditunjukkan pada tuturan kak dibawa iki tase! Aku tak gawa galone munggah.

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. P1 menggunakan kata dari bahasa Indonesia untuk menjelaskan kepada temannya yaitu supaya temannya membantu membawakan tas sementara P1 membawa gallon naik ke atas. Hal tersebut menandakan bahwa hubungan penutur (P1) dengan lawan tutur (P2) memiliki usia

(26)

dan status yang sama. Latar belakang capur kode seperti itu disebut dengan faktor praktikal, karena penutur lebih nyaman dalam menjelaskan suatu maksud.

b. Lebih Prestise

Data 21 bentuk alih kode

P1 : Ora joging nko sore mbak?

‘Tidak joging nanti sore mbak?’ P2 : Ora sik wae lah dhek.

‘Tidak dulu dik.’

P1 : La napa kok dengaren men?

‘Kena apa tumben?’

P2 : Lagi capek pengin bobo cuntik dulu. ‘Lagi capek pengen tidur cantik dulu.’

P1 : Woo gaya, lemu neh kowe mengko lo mbak. Hahaha

‘Gaya, gemuk lagi kamu nanti lo mbak. Hahaha’

P2 : Asem dongane mbalik mbuh lo. Haha

‘Kurang ajar doanya nanti membalik baru tahu rasa. Haha’

P1 : Ora ora mbak.

‘Tidak tidak mbak.’

Data (21) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di balkon gedung A lantai 5 Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu peristiwa tutur terjadi pada hari Minggu 8 Mei 2016 pukul 15.20 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 dan P2 yang berbincang-bincang ketika menjemur pakaian di balkon gedung A lantai 5. Keduanya merupakan penghuni Asrama Mahasiswa UNS dan situasi komunikasi yang terjadi yaitu santai. Topik tuturan pada komunikasi tersebut adalah membahas tentang jogging atau tidak.

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode berupa kesatuan lingual (kebahasaan) yaitu kalimat. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia yang dilakukan oleh P2. Awalnya P2 menggunakan bahasa Jawa ketika menjawab pertanyaan dari P1 yaitu, ora sik wae lah dhek., kemudian beralih kode

(27)

ke dalam bahasa Indonesia yaitu, lagi capek pengen bobo cuntik dulu. Alih kode tersebut disebut dengan alih kode intern.

Tujuan atau fungsi dari alih kode tersebut adalah lebih prestise atau hanya untuk sekedar bergengsi karena faktor sosio-situasional tidak mengharuskan penutur untuk beralih kode. Sebenarnya P2 bisa menggunakan bahasa Jawa ketika menyatakan bahwa dia lagi capek dan ingin tidur, tetapi dia menggunakan bahasa Indonesia agar terlihat lebih bergengsi.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah untuk membangkitkan rasa humor. Sebelumnya P1 dan P2 menggunakan bahasa Jawa karena keduanya memiliki latar belakang kebahasaan yang sama yaitu bahasa Jawa. Kemudian P2 beralih kode kedalam bahasa Indonesia disebabkan dia ingin menyegarkan suasana dan memberikan rasa humor kepada P1. Latar belakang alih kode tersebut disebut dengan faktor situasional, karena penutur berusaha mengubah situasi tutur.

Data 22 bentuk campur kode

P1 : Kowe nko meh melu aku ora?

‘Kamu nanti mau ikut aku tidak?’

P2 : Meh nendi emange?

‘Memangnya mau ke mana?’

P1 : Aku meh shopping ning Luwes. Ayo melu wae nimbake cengoh nek kamar dewe!

‘Aku mau belanja di Luwes. Ayo ikut saja daripada bengong di kamar sendiri!’

P2 : Ya sik tak ganti klambi, nteni!

‘Ya sebentar aku ganti baju dulu, tunggu!’ P1 : Ya.

‘Ya.’

Peristiwa tutur pada data (22) terjadi di kamar nomor 2 lantai 2 Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung adalah pada

(28)

hari Kamis 14 Januari 2016 pukul 14.15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 dan P2 yang keduanya merupakan mahasiswi penghuni Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Keduanya merupakan teman namun berbeda kamar atau saling bertetangga di Asrama Mahasiswa UNS gedung A lantai 2. Situasi komunikasi yang terjadi yaitu santai dan ringan. Topik tuturan yang terdapat dalam komunikasi tersebut adalah mengajak teman untuk pergi berbelanja ke Luwes.

Pada data (22) terdapat penggunaan campur kode berupa penyisipan kata dari bahasa lain yaitu bahasa Inggris yang dilakukan oleh P1. Dalam tuturan tersebut tepatnya pada kalimat berbahasa Jawa ngoko yaitu, aku meh shopping

ning Luwes. Ayo melu wae nimbake cengoh nek kamar dewe! yang merupakan unsur atau ruas data, terdapat penggunaan kata dari bahasa Inggris yaitu kata shopping dalam bahasa Indonesia berarti berbelanja sedangkan dalam bahasa Jawa berarti blonjo atau mipik. Campur kode seperti itu disebut dengan campur kode ekstern.

Tujuan atau fungsi dari penggunaan campur kode pada data (22) adalah lebih prestise atau sekedar bergengsi. Dalam tuturan tersebut P1 sebenarnya dapat menggunakan bahasa Jawa blonjo atau mipik namun penutur (P1) memilih menggunakan kata dari bahasa Inggris yaitu kata shopping agar lebih prestise atau bergengsi.

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. P1 menggunakan kata dari bahasa Inggris untuk menjelaskan kepada lawan tuturnya (P2) yaitu dia ingin berbelanja ke Luwes dan mengajak P2 untuk ikut daripada kesepian dikamar sendiri. Hal tersebut menandakan bahwa hubungan penutur (P1) dengan lawan tutur (P2)

(29)

memiliki usia dan status yang sama. Latar belakang campur kode seperti itu disebut dengan faktor praktikal, karena penutur lebih nyaman dalam menjelaskan suatu maksud.

c. Lebih Argumentatif Meyakinkan Lawan Tutur Atau Mitra Tutur Data 23 bentuk alih kode

P1 : Dhek ijol dhuwit ana ora?

‘Dik tukar uang ada tidak?’ P2 : Pinten mbak?

‘Berapa mbak?’

P1 : Satusan receh, opo seket loro rapopo kene.

‘Seratusan receh, apa lima puluh dua juga tidak apa-apa sini.’

P2 : Wah yen semono renek i mbak, dhuwitku ora ngasi seket lo tontonen.

‘Kalau sejumlah itu tidak ada mbak, uangku tidak sampai lima puluh ini lihat.’

P1 : Walah yawis tak golek ijol liyane sik. ‘Walah ya sudah aku tukar yang lain dulu.’

P2 : Ge apa ta mbak? Gawa dhuwitku disik wae piye mbak?

‘Buat apa sih mbak? Pakai uangku dulu aja gimana mbak?’

P1 : Ge bayar gone buke. Ora sah dhek.

‘Buat bayar milik ibuknya. Tidak usah dik.’

Komunikasi pada data (23) terjadi pada hari Selasa tanggal 7 Juni 2016 pukul 12.30 WIB. Lokasi komunikasi di kantin Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Komunikasi dilakukan oleh P1 dan P2 yaitu mahasiswi penghuni asrama UNS Surakarta. Keduanya merupakan teman satu asrama. Situasi dalam komunikasi yang terjadi yakni ringan dan santai. Topik tuturan yang dibicarakan oleh keduanya adalah tukar uang.

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode yang berupa kesatuan lingual (kebahasaan) yaitu kalimat. Alih kode terjadi dari bahasa Jawa krama ke dalam bahasa Jawa ngoko yang dilakukan oleh P2. Pada awalnya P2

(30)

menggunakan bahasa Jawa krama dalam menjawab pertanyaan P1 yaitu, pinten mbak?, kemudian beralih kode ke bahasa Jawa ngoko yaitu, wah yen semono renek i mbak, dhuwitku ora ngasi seket lo tontonen. Alih kode ini disebut dengan alih kode intern.

Tujuan atau fungsi dari alih kode yang dilakukan oleh P2 adalah lebih argumentatif untuk meyakinkan mitra tutur (P1). P2 meyakinkan kepada mitra tutur (P1) bahwa dia tidak mempunyai uang receh sejumlah lima puluh ribu.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (P2). Pada tuturan tersebut P2 mulanya menggunakan bahasa Jawa krama saat berbicara kepada P1 karena dia lebih muda satu tahun, kemudian P2 sebisa mungkin beralih kode ke bahasa Jawa ngoko karena bermaksud mengubah situasi tutur menjadi sedikit serius. Latar belakang alih kode tersebut disebut dengan faktor situasional, karena penutur berusaha mengubah situasi tutur.

Data 24 bentuk campur kode

P1 : Aku ki ngasi gumun lo, meh garap tugas kok ana-ana wae gangguane

jal iki tontonen leptope layare le ketok gari separo, ngasi pusing mikire.

‘Aku sampai tidak habis pikir loh, mau mengerjakan tugas kenapa ada-ada saja gangguannya coba lihat ini laptopnya layarnya yang kelihatan tinggal sebelah, sampai pusing memikirkannya.’

P2 : Kok isa ngono ki piye?

‘Kenapa bisa begitu gimana?’

P1 : Wis wayahe jaluk ganti yak.e. hahaha

‘Sudah waktunya minta ganti mungkin. Hahaha’

Peristiwa tutur pada data (24) terjadi di ruang wifi Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung adalah pada hari Selasa 1 Maret 2016 pukul 20.15 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 dan P2 yang keduanya merupakan mahasiswi penghuni Asrama Mahasiswa UNS Surakarta.

(31)

Keduanya merupakan teman satu kelas dan satu kamar di Asrama Mahasiswa UNS gedung. Situasi komunikasi yang terjadi yaitu santai dan ringan. Topik tuturan yang terdapat dalam komunikasi tersebut adalah mengeluhkan tentang LCD laptop yang rusak.

Pada data (24) terdapat penggunaan campur kode berupa penyisipan kata dari bahasa lain yaitu bahasa Indonesia yang dilakukan oleh P1. Dalam tuturan tersebut tepatnya pada kalimat berbahasa Jawa ngoko yaitu, aku ki ngasi gumun lo, meh garap tugas kok ana-ana wae gangguane jal iki tontonen leptope layare le ketok gari separo, ngasi pusing mikire., yang merupakan unsur atau ruas data, terdapat penggunaan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata pusing. Campur kode seperti itu disebut dengan campur kode intern.

Tujuan atau fungsi dari penggunaan campur kode pada data (24) adalah lebih argumentatif meyakinkan kepada mitra tutur. P1 meyakinkan kepada lawan tuturnya (P2) bahwa ketika dia mau mengerjakan tugas banyak kendala salah satunya layar laptop yang rusak sehingga membuat pusing memikirkannya.

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah identifikasi peran sosial penutur. P1 yang merupakan seorang mahasiswa membuatnya lazim menggunakan kata dari bahasa nasional. Dalam tuturan berbahasa Jawanya penutur memasukkan kata dari bahasa Indonesia yaitu kata

pusing yang dalam bahasa Jawa berarti mumet ketika mengatakan bahwa dia pusing memikirkan laptop yang rusak dan berbagai halangan saat membuat tugas. Latar belakang campur kode seperti itu disebut dengan faktor sosial, karena status sosial penutur sebagai mahasiswa.

(32)

d. Lebih Komunikatif Data 25 bentuk alih kode

P1 : Leren lik?

‘Istirahat lik?’

P2 : Nggih dhe, mangga dhahar dhe! ‘Iya dhe, mari makan dhe!’ P1 : Wis lik aku. Lha apa prei lik?

‘Sudah lik saya. Apa libur lik?’

P2 : Boten jane, jatahe aku meh ngeyel wae dhe, la piye saiki dhe kerja ngasi mati-matian ora diregani blas og. Wong-wong kantor i ora nguwongke wong liya, gen meh leren sik aku dhe.

‘Sebenarnya tidak, memang saya yang mau membangkang saja dhe, sekarang gimana dhe kerja sampai mati-matian tidak dihargai sama sekali. Orang-orang kantor itu tidak memanusiakan orang lain, biar aku mau istirahat dulu dhe.’

Data (25) merupakan peristiwa tutur yang terjadi pada hari Rabu tanggal 27 Januari 2016 pukul 13.44 WIB. Tempat peristiwa tutur tersebut terjadi di pos satpam gedung A Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Komunikasi dilakukan oleh P1 yaitu satpam Asrama Mahasiswa UNS dan P2 yaitu tukang kebun Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Situasi komunikasi yang terjadi adalah santai berubah menjadi serius. Topik tuturan yaitu mengeluhkan tentang pekerjaan.

Alih kode yang terjadi dalam komunikasi tersebut merupakan kesatuan lingual (kebahasaan) yaitu kalimat. Dalam komunikasi yang terjadi di atas terdapat alih kode berupa alih kode dari bahasa Jawa krama ke dalam bahasa Jawa ngoko yang dilakukan oleh P2. Pada awalnya P2 menggunakan bahasa Jawa krama saat menjawab pertanyaan dari P1 yaitu, nggih dhe, mangga dhahar dhe…!, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ngoko yakni, boten jane jatahe aku meh ngeyel wae dhe, la piye saiki dhe kerja ngasi mati-matian ora diregani blas og. Wong-wong kantor i ora nguwongke wong liya, gen meh leren sik aku dhe. Alih kode tersebut berupa alih kode intern.

(33)

Tujuan atau fungsi dari alih kode yang dilakukan oleh P2 adalah agar lebih komunikatif dalam menjelaskan mengenai apa yang dialaminya ketika bekerja. Dengan beralih kode ke dalam bahasa Jawa ngoko, P2 lebih komunikatif dalam menjelaskan kepada P1 tentang apa yang dialaminya sewaktu bekerja.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah bergantinya topik. Awalanya P2 menggunakan bahasa Jawa krama ketika menjawab pertanyaan dari P1 kemudian P2 beralih kode menggunakan bahasa Jawa ngoko karena topik yang dibicarakan berganti dan mengubah situasi tutur menjadi serius. P2 menggunakan bahasa Jawa krama ketika menjawab pertanyaan dari P1 mengenai istirahat kemudian beralih kode menggunakan bahasa Jawa ngoko saat menjelaskan atau mengeluhkan tentang apa yang dialaminya sewaktu bekerja. Latar belakang alih kode tersebut disebut dengan faktor situasional, karena hal yang dibicarakan berganti dan penutur (P2) berusaha mengubah situasi tutur.

Data 26 bentuk campur kode

P1 : Aku ngapa ya males nek kamar dhewe saiki, rasane ki kaya belum siap sendiri ngono lo, dadi kudu enek kancane aku.

‘Aku kenapa ya malas di kamar kalau sendiri sekarang, rasanya seperti belum siap sendiri begitu, jadi harus aku ada temannya.’

P2 : Lha kowe lagi remuk og ya makane butuh dikancani terus hahaha… ‘Lha kamu sedang hancur ya makanya butuh ditemani terus hahaha…’ Peristiwa tutur pada data (26) terjadi di kantin Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu peristiwa tutur yang berlangsung adalah pada hari Senin 7 Maret 2016 pukul 18.16 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 dan P2 yang sedang makan dan berkumpul dengan teman-temannya di kantin gedung A. Keduanya merupakan mahasiswi penghuni asrama UNS. Situasi komunikasi yang terjadi

(34)

yaitu santai dan ringan. Topik tuturan yang terdapat dalam komunikasi tersebut adalah malas berada di kamar sendirian.

Pada data (26) terdapat penggunaan campur kode berupa penggunaan frasa dari bahasa lain yaitu bahasa Indonesia yang dilakukan oleh P1. Dalam tuturan tersebut tepatnya pada kalimat berbahasa Jawa ngoko yaitu, aku ngapa ya males nek kamar dhewe saiki, rasane ki kaya belum siap sendiri ngono lo, dadi kudu enek kancane aku yang merupakan unsur atau ruas data, terdapat penggunaan frasa dari bahasa Indonesia yaitu belum siap sendiri. Campur kode seperti itu disebut dengan campur kode intern.

Tujuan atau fungsi dari penggunaan campur kode oleh P1 pada data (26) adalah lebih komunikatif dalam menjelaskan mengenai dirinya yang tidak bisa dikamar sendirian.

Faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode tersebut adalah keinginan untuk menjelaskan atau menafsirkan. P1 menggunakan frasa dari bahasa Indonesia untuk menjelaskan maksud kepada temannya bahwa dia malas di kamar sendirian dan sedang membutuhkan teman untuk menemaninya di kamar. Hal tersebut menandakan bahwa hubungan penutur (P1) dengan lawan tutur (P2) memiliki usia dan status yang sama. Latar belakang campur kode seperti itu disebut dengan faktor praktikal, karena penutur lebih nyaman dalam menjelaskan suatu maksud.

(35)

C.

Faktor Yang Melatarbelakangi Alih Kode dan Campur Kode

dalam Komunikasi Berbahasa Jawa di Asrama Mahasiswa

UNS Surakarta.

1. Faktor yang Melatarbelakangi Alih Kode

Berikut ini merupakan faktor yang melatarbelakangi terjadinya penggunaan alih kode dalam komunikasi berbahasa Jawa di Asrama Mahasiswa UNS Surakarta, yaitu (1) penutur, (2) lawan tutur, (3) hadirnya penutur ketiga, dan (4) untuk membangkitkan rasa humor.

a. Penutur Data 27

P1 : Harusnya mereka itu ndak boleh begitu. Ya mosok gelem nampa dhuwite gak gelem ngurusi, wong ning gedhung D ya kebak.

‘Harusnya mereka itu tidak boleh begitu. Masa mau menerima uangnya tapi tidak mau mengurusnya, orang di gedung D juga penuh.’

P2 : La nggih ta, wingi ya ngoten pak, cah-cah tanglet kamar ten pengurus anyar malah jawabane mpun boten ngurusi gedhung mriki ngoten. ‘Benar kan, kemarin juga begitu pak, anak-anak bertanya kamar kepada pengurus baru jawabannya sudah tidak mengurusi gedung sini gitu.’

Data (27) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di pos satpam Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu peristiwa tutur terjadi pada hari Jumat 18 Maret 2016 pukul 14.20 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 yaitu ketua asrama dan P2 yaitu mahasiswa penghuni asrama UNS di gedung C. keduanya saling kenal dan akrab, situasi komunikasi yang terjadi adalah serius. Topik tuturan pada komunikasi tersebut adalah membahas tentang kepengurusan gedung asrama.

(36)

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode berupa kesatuan lingual (kebahasaan) yaitu kalimat. Alih kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa yang dilakukan oleh P1. Awalnya P1 menggunakan bahasa Indonesia dalam tuturannya yaitu, Harusnya mereka itu ndak boleh begitu., kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa yaitu, Ya mosok gelem nampa dhuwite gak gelem ngurusi, wong ning gedhung D ya kebak. Alih kode tersebut disebut dengan alih kode intern.

Tujuan atau fungsi dari alih kode tersebut adalah mempertegas pembicaraan. P1 menegaskan pembicaraannya tentang pengurus baru yang mengurusi gedung asrama kurang bertanggung jawab pada tugasnya.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (P1). Pada tuturan di atas P1 awalnya menggunakan bahasa Indonesia saat berbicara dengan P2 kemudian P1 beralih kode ke dalam bahasa Jawa karena bermaksud mengubah situasi tutur tersebut menjadi lebih serius sehingga topik yang dibicarakan mengenai kepengurusan gedung Asrama Mahasiswa UNS menjadi lebih tegas. Latar belakang alih kode tersebut disebut dengan faktor situasional, karena penutur berusaha mengubah situasi tutur.

Data 28

P1 : Manungsa ki nyat dhewe-dhewe kok nde. Yang namanya sifat ndak akan bisa berubah. Kaya ngono kuwi sifate kancamu arep dikapak-kapakna tetep angel malihe.

‘Manusia memang sendiri-sendiri. Yang namanya sifat tidak akan dapat berubah. Seperti itu sifatnya temanmu mau diapa-apakan tetap susah berubah.’

P2 : Aku dhewe ya ra nyangka og kok isa ngono kuwi.

(37)

Data (28) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di kamar nomor 7 lantai 2 gedung A Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu peristiwa tutur terjadi pada hari Sabtu 20 Februari 2016 pukul 21.45 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 yaitu pemilik kamar nomor 7 lantai 2 gedung A Asrama Mahasiswa UNS dan P2 yaitu teman dari P1 yang sedang berkunjung. Situasi komunikasi yang terjadi adalah serius. Topik tuturan pada komunikasi tersebut adalah membicarakan sifat teman.

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode berupa kesatuan lingual (kebahasaan) yaitu kalimat. Alih kode yang terjadi dari bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia yang dilakukan oleh P1. Awalnya P1 menggunakan bahasa Jawa dalam tuturannya yaitu, Manungsakinyatdhewe-dhewe., kemudian beralih kode ke dalam bahasa Indonesia yaitu, Yang namanya sifat ndak akan bisa berubah. Alih kode tersebut disebut dengan alih kode intern.

Tujuan atau fungsi dari alih kode tersebut adalah mempertegas pembicaraan. P1 menegaskan pembicaraannya tentang temannya yang memiliki sifat yang tidak dapat diubah dengan apapun carannya.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah penutur (P1). Pada tuturan di atas P1 awalnya menggunakan bahasa Jawa saat berbicara dengan P2 dimana keduanya mempunyai latar kebahasaan yang sama yaitu bahasa Jawa. kemudian P1 beralih kode ke dalam bahasa Indonesia karena bermaksud untuk menjelaskan bahwa sifat temannya tidak dapat diubah. Latar belakang alih kode tersebut disebut dengan faktor situasional, karena penutur memiliki maksud tertentu.

(38)

b. Lawan Tutur Data 29

P1 : Mbak sampeyan kelahiran taun pinten ta?

‘Mbak kamu kelahiran tahun berapa?’

P2 : Sembilan empat mbak.

‘Sembilan empat mbak.’

P1 : Walah jebule padha mbi aku ta. ‘Ya ampun ternyata sama seperti aku.’

P2 : La kenapa mbak?

‘Memangnya kenapa mbak?’ P1 : Tak kira kakak tingkatku je haha

‘Aku sangka kakak tingkatku haha’

P2 : Apa raiku ketok tuwa e mbak?

‘Apa wajahku kelihatan tua mbak?’

P1 : Sitik haha…

‘Sedikit haha…’

Data (29) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di kantin Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu peristiwa tutur terjadi pada hari Selasa 15 Maret 2016 pukul 08.17 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 dan P2 yang merupakan penghuni Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Keduanya baru mengenal, situasi komunikasi yang terjadi adalah penuh rasa hormat. Topik tuturan pada komunikasi tersebut adalah membahas tentang tahun lahir.

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode berupa kesatuan lingual (kebahasaan) yaitu kalimat. Alih kode yang terjadi dari bahasa Jawa krama ke dalam bahasa Jawa ngoko yang dilakukan oleh P1. Awalnya P1 menggunakan bahasa Jawa krama dalam tuturannya yaitu, Mbak sampeyan kelahiran taun pinten ta?, kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa ngoko yaitu, Walah jebule padha mbi aku ta. Alih kode tersebut disebut dengan alih kode intern.

(39)

Tujuan atau fungsi dari alih kode tersebut adalah lebih komunikatif. Dengan beralih kode ke dalam bahasa Jawa ngoko P1 lebih komunikatif dan tidak canggung ketika berbicara dengan lawan tuturnya yang seumuran dengan dia.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan tutur (P2). Pada tuturan di atas P1 awalnya menggunakan bahasa Jawa krama saat berbicara dengan P2 karena belum begitu mengenal dan mengira bahwa lawan tuturnya (P2) umurnya lebih tua dari dia. Kemudian P1 beralih kode ke dalam bahasa Jawa ngoko karena bermaksud mengubah situasi tutur tersebut menjadi lebih ringan dan santai ketika mengetahui bahwa lawan tuturnya seumuran dengan dia. Latar belakang alih kode tersebut disebut dengan faktor situasional, karena penutur berusaha mengubah situasi tutur.

Data 30

P1 : Mbak aku bayar hutang yang kemarin.

‘Mbak aku bayar hutang yang kemarin.’

P2 : Utang apa ta Dit?

‘Hutang apa Dit?’

P1 : Yang kemarin waktu aku sakit. ‘Yang kemarin waktu aku sakit.’

P2 : Ketoke wis mbok bayar deh.

‘Sepertinya sudah kamu bayar.’

P1 : Tenanan mbak aku kepikiran teka saiki lo.

‘Serius mbak aku memikirkannya sampai sekarang lo.’

P2 : Weh tenan uwis ya serius kowe wis ngelungke dhuwit seket ewuan ndek kae.

‘Serius sudah ya serius kamu sudah ngasih uang lima puluhan waktu itu.’

P1 : Mosok mbak?

‘Masa mbak?’ P2 : Iya tenan iki.

‘Ya serius ini.’

P1 : Lupa e aku, ya udah makasih mbak hehe...

(40)

Data (30) merupakan peristiwa tutur yang terjadi di kamar nomor 8 lantai 2 Asrama Mahasiswa UNS Surakarta. Waktu peristiwa tutur terjadi pada hari Senin 10 Juli 2016 pukul 14.20 WIB. Komunikasi dilakukan oleh P1 dan P2 yaitu mahasiswi penghuni asrama UNS di gedung A. keduanya saling kenal dan akrab, situasi komunikasi yang terjadi adalah serius. Topik tuturan pada komunikasi tersebut adalah membahas tentang membayar hutang.

Dalam komunikasi tersebut terdapat alih kode berupa kesatuan lingual (kebahasaan) yaitu kalimat. Alih kode yang terjadi dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa yang dilakukan oleh P1. Awalnya P1 menggunakan bahasa Indonesia dalam tuturannya yaitu, yang kemarin waktu aku sakit., kemudian beralih kode ke dalam bahasa Jawa yaitu, tenanan mbak aku kepikiran teka saiki lo. Alih kode tersebut disebut dengan alih kode intern.

Tujuan atau fungsi dari alih kode tersebut adalah mempertegas pembicaraan. P1 menegaskan pembicaraannya tentang hutangnya kepada lawan tuturnya (P2) ketika dia sakit.

Faktor yang melatarbelakangi penggunaan alih kode adalah lawan tutur (P2). Pada tuturan di atas P1 awalnya menggunakan bahasa Indonesia saat berbicara dengan P2 kemudian P1 beralih kode ke dalam bahasa Jawa karena bermaksud mengimbangi bahasa yang digunakan oleh P2. Latar belakang alih kode tersebut disebut dengan faktor situasional, karena penutur berusaha mengimbangi bahasa yang digunakan lawan tutur (P2).

c. Hadirnya Penutur Ketiga Data 31

Referensi

Dokumen terkait

Yang dapat membantu adalah berbicara lebih dahulu dengan seseorang dari kelompok dukungan sebaya – yang pernah mengalami hal yang serupa, sampai kita merasa cukup nyaman untuk

Perlakuan iradiasi gamma memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar asam jenuh maupun kadar asam lemak tak jenuh/PUFA dari kadar lemak total S.platensis (Gambar 7)

huomiota siihen, että koulutusta, työelämää ja perhejärjestelmiä koskevat yhteiskunnalliset muutokset vaikuttavat nuoruuden ja aikuisuuden elämänvaiheisiin.

Bertitik tolak dari latar belakang yang telah diuraikan, apakah dengan proses komunikasi partisipatif yang terjadi saat ini dalam kegiatan BRDP, dapat mendorong masyarakat untuk

Karena rumah tangga kurang aman dan sering terganggu oleh masalah terkait dengan milo, warga yang ingin bekerja kegiatan lain juga terganggu dan tidak bisa

Muamalah merupakan hubungan kepentingan sesama manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Muamalah dapat ditempuh dengan cara jual beli, sewa- menyewa, tukar-menukar,

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran Problem Based Instruction , (2) Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan hasil belajar

Semoga buku ini memberi manfaat yang besar bagi para mahasiswa, sejarawan dan pemerhati yang sedang mendalami sejarah bangsa Cina, terutama periode Klasik.. Konsep