• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEARIFAN LOKAL SEBAGAI ASET BUDAYA BANGS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEARIFAN LOKAL SEBAGAI ASET BUDAYA BANGS"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

KEARIFAN LOKAL SEBAGAI ASET BUDAYA BANGSA

Dari sisi etnis dan budaya daerah sejatinya menunjuk kepada karaktreristik masing-masing keragaman bangsa Indonesia. Pada sisi yang lain, karakteristik itu mengandung nilai-nilai luhur memiliki sumber daya kearifan, di mana pada masa-masa lalu merupakan sumber nilai dan inspirasi dalam strategi memenuhi kebutuhan hidup, mempertahankan diri dan merajut kesejehteraan kehidupan mereka. Artinya masing-masing etnis itu memiliki kearifan lokal sendiri, seperti etnis Lampung yang dikenal terbuka menerima etnis lain sebagai saudara (adat muari, angkon), etnis Batak juga terbuka, Jawa terkenal dengan tata-krama dan perilaku yang lembut, etnis Madura dan Bugis memiliki harga diri yang tinggi, dan etnis Cina terkenal dengan keuletannya dalam usaha. Demikian juga etnis-etnis lain seperti, Minang, Aceh, Sunda, Toraja, Sasak, Nias, juga memiliki budaya dan pedoman hidup masing yang khas sesuai dengan

keyakinan dan tuntutan hidup mereka dalam upaya mencapai kesejehtaraan berasma. Beberapa nilai dan bentuk kearifan lokal, termasuk hukum adat, nilai-nilai budaya dan kepercayaan yang ada sebagian bahkan sangat relevan untuk diaplikasikan ke dalam proses pembangunan

kesejahteraan masyarakat.

Kearifan lokal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka, sehingga prinsip ini mentradisi dan melekat kuat pada kehidupan masyarakat setempat. Meskipun ada perbedaan karakter dan intensitas hubungan sosial budayanya, tapi dalam jangka yang lama mereka terikat dalam persamaan visi dalam menciptakan kehidupan yang bermartabat dan sejahtera bersama. Dalam bingkai kearifan lokal ini, antar individu, antar kelompok masyarakat saling melengkapi, bersatu dan berinteraksi dengan memelihara nilai dan norma sosial yang berlaku.

Keanekaragaman budaya daerah tersebut merupakan potensi sosial yang dapat membentuk karakter dan citra budaya tersendiri pada masing-masing daerah, serta merupakan bagian penting bagi pembentukan citra dan identitas budaya suatu daerah. Di samping itu, keanekaragaman merupakan kekayaan intelektual dan kultural sebagai bagian dari warisan budaya yang perlu dilestarikan. Seiring dengan peningkatan teknologi dan transformasi budaya ke arah kehidupan modern serta pengaruh globalisasi, warisan budaya dan nilai-nilai tradisional masyarakat adat tersebut menghadapi tantangan terhadap eksistensinya. Hal ini perlu dicermati karena warisan budaya dan nilai-nilai tradisional tersebut mengandung banyak kearifan lokal yang masih sangat relevan dengan kondisi saat ini, dan seharusnya dilestarikan, diadaptasi atau bahkan

dikembangkan lebih jauh.

Namun demikian dalam kenyataannya nilai-nilai budaya luhur itu mulai meredup, memudar, kearifan lokal kehilangan makna substantifnya. Upaya-upaya pelestarian hanya nampak sekedar pernyataan simbolik tanpa arti, penghayatan dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diketahui bahwa pada tahun terakhir, budaya masyarakat sebagai sumber daya kearifan lokal nyaris mengalami reduksi secara menyeluruh, dan nampak sekadar pajangan formalitas, bahkan seringkali lembaga-lembaga budaya pada umumnya dimanfaatkan untuk komersialisasi dan kepentingan kekuasaan.

Kenyataaan tersebut mengakibatkan generasi penerus bangsa cenderung kesulitan untuk

menyerap nilai-nilai budaya menjadi kearifan lokal sebagai sumber daya untuk memelihara dan meningkatkan martabat dan kesejahtaraan bangsa. Generasi sekarang semakin kehilangan kemampuan dan kreativitas dalam memahami prinsip kearifan lokal. Khusus kearifan lokal Lampung adalah prinsip hidup “Piil Pesenggiri”. Hal ini disebabkan oleh adanya penyimpangan kepentingan para elit masyarakat dan pemerintah yang cenderung lebih memihak kepada

(2)

Namun demikian, meski masyarakat cemas bahkan ragu terhadap kemungkinan nilai-nilai luhur budaya itu dapat menjadi model kearifan lokal, akan tetapi upaya menggali kearifan lokal tetap niscaya dilakukan. Masyarakat adat daerah memiliki kewajiban untuk kembali kepada jati diri mereka melalui penggalian dan pemaknaan nilai-nilai luhur budaya yang ada sebagai sumber daya kearifan lokal. Upaya ini perlu dilakukan untuk menguak makna substantif kearifan lokal, di mana masyarakat harus membuka kesadaran, kejujuran dan sejumlah nilai budaya luhur untuk sosialisasikan dan dikembangkan menjadi prinsip hidup yang bermartabat. Misalnya nilai budaya “Nemui-Nyimah” sebagai kehalusan budi diformulasi sebagai keramahtamahan yang tulus dalam pergaulan hidup. Piil Pesenggiri sebagai prinsip hidup niscaya terhormat dan memiliki harga diri diletakkan dalam upaya pengembangan prestasi, kreativitas dan peranan yang bermanfaat bagi masyarakat, demikian juga dengan makna-makna kearifan lokal nilai-nilai budaya lainnya. Kemudian pada gilirannya, nilai-nilai budaya ini harus disebarluaskan dan dibumikan ke dalam seluruh kehidupan masyarakat agar dapat menjadi jati diri masyarakat daerah. Keberadaan Piil Pesenggiri merupakan aset (modal, kekayaan) budaya bangsa yang perlu dilindungi dan dilestarikan untuk meningkatkan kesadaran jatidiri bangsa untuk diteruskan kepada generasi berikutnya dalam keadaan baik.

Dalam proses kompromi budaya, kearifan lokal bukan hanya berfungsi menjadi filter ketika terjadi benturan antara budaya lokal dengan tuntutan perubahan. Lebih jauh, nilai-nilai budaya lokal berbicara pada tataran penawaran terhadap sumberdaya nilai-nilai kearifan lokal sebagai pedoman moral dalam penyelesaian masalah ketika sebuah kebudayaan berhadapan dengan pertumbuhan antagonis berbagai kepentingan hidup.

Sebagaimana contoh pada kehidupan masyarakat lokal, proses kompromi budaya selalu memperhatikan elemen-elemen budaya lokal ketika berhadapan dengan budaya-budaya yang baru. Elemen-elemen itu dipertimbangkan, dipilah dan dipilih mana yang relevan dan mana pula yang bertentangan. Hasilnya selalu menunjukkan wajah sebuah kompromi yang elegan, setiap elemen mendapatkan tempat dan muncul dalam bentuknya yang baru sebagai sebuah kesatuan yang harmonis.

Tentu saja terbentuknya kesatuan yang harmonis itu tidak lepas dari hasil kompromi keadilan yang menyentuh kepentingan berbagai pihak. Kepentingan-kepentingan yang dimaksud sangat luas cakupannya, tetapi secara garis besar meliputi berbagai permasalahan yang berhubungan dengan kelangsungan hidup manusia, terutama yang bersifat primer dan praktis. Bagi pembuat kebijakan harus mampu memilah dan memilih proses kompromi yang menguntungkan semua pihak, kemudian menyikapi, menata, menindak¬lanjuti arah perubahan kepetingan-kepentingan itu agar tetap dalam prinsip kebersarnaan. Kebudayaan sebagai lumbung nilai-nilai budaya lokal bisa menjadi sebuah pedoman dalam upaya rnerangkai berbagai kepentingan yang ada secara harmonis, tanpa ada pihak yang dikorbankan.

Oleh karena itu, dalam makalah ini perlu dikaji tentang pengertian kearifan lokal piil pesenggiri dan implementasinya yang berkaitan dengan regulasi penataan harmonisasi kehidupan

masyarakat, dapat diakomodasikan dengan baik dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan kesejehtaraan dan keadilan sosial.

KEARIFAN LOKAL DAN IMPLENTASINYA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

1. Pengertian Kearifan Lokal

Secara etimologis, kearifan (wisdom) berarti kemampuan seseorang dalam menggunakan akal pikirannya untuk menyikapi sesuatu kejadian, obyek atau situasi. Sedangkan lokal, menunjukkan ruang interaksi di mana peristiwa atau situasi tersebut terjadi. Dengan demikian, kearifan lokal secara substansial merupakan nilai dan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertindak dan berperilaku sehari-hari. Dengan kata lain kearifan lokal adalah kemampuan menyikapi dan memberdayakan potensi nilai-nilai luhur budaya setempat. Oleh karena itu, kearifan lokal merupakan entitas yang sangat

(3)

bersifat umum dan berlaku di masyarakat secara meluas, turun temurun, akan berkembang menjadi nilai-nilai yang dipegang teguh, yang selanjutnya disebut sebagai budaya. Kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah (Gobyah, 2003). Kearifan lokal (local wisdom) dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan

menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu (Ridwan, 2007).

2. Piil Pesenggiri dan Implentasinya

Bentuk kearifan lokal Lampung yang khas mengandung nilai budaya luhur adalah Piil Pesenggiri. Piil Pesenggiri ini mengandung pandangan hidup masyarakat yang diletakkan

sebagai pedoman dalam tata pergaulan untuk memelihara kerukunan, kesejahteraan dan keadilan. Piil Pesenggiri merupakan harga diri yang berkaitan dengan perasaan kompetensi dan nilai pribadi, atau merupakan perpaduan antara kepercayaan dan penghormatan diri. Seseorang yang memiliki Piil Pesenggiri yang kuat, berarti mempunyai perasaan penuh keyakinan, penuh tanggungjawab, kompeten dan sanggup mengatasi masalah-masalah kehidupan.

Etos dan semangat kelampungan (spirit of Lampung) piil pesenggiri itu mendorong orang untuk bekerja keras, kreatif, cermat, dan teliti, orientasi pada prestasi, berani kompetisi dan pantang menyerah atas tantangan yang muncul. Semua karena mempertaruhkan harga diri dan martabat seseorang untuk sesuatu yang mulya di tengah-tengah masyarakat.

Unsur-unsur piil pesenggiri (prinsip kehormatan) selalu berpasangan, juluk berpasangan dengan adek, nemui dengan nyimah, nengah dengan nyappur, sakai dengan sambai. Penggabungan itu bukan tanpa sebab dan makna. Juluk adek (terprogram, keberhasilan), nemui nyimah (prinsip ramah, terbuka dan saling menghargai), nengah nyappur (prinsip suka bergaul, terjun dalam masyarakat, kebersamaan, kesetaraan), dan sakai sambaian (prinsip kerjasama, kebersamaan). Sementara itu bagi masyarakat adat Lampung Saibatin menempatkan Piil Pesenggiri dalam beberapa unsur, yaitu: ghepot delom mufakat (prinsip persatuan); tetengah tetanggah (prinsip persamaan); bupudak waya (prinsip penghormatan); ghopghama delom beguai (prinsip kerja keras); bupiil bupesenggiri (prinsip bercita-cita dan keberhasilan).

Unsur-unsur Piil Pesenggiri itu bukan sekedar prinsip kosong, melainkan mempunyai nilai-nilai nasionalisme budaya yang luhur yang perlu di dipahami dan diamalkan dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara. Sejatinya Piil Pesenggiri tidak diungkapkan melalui pemujaan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain atau dengan mengagungkan seseorang yang jauh lebih unggul dari orang lain, atau menyengsarakan orang lain utk membahagiakan seseorang. Seorang yang memiliki harga diri akan lebih bersemangat, lebih mandiri, lebih mampu dan berdaya, sanggup menerima tantangan, lebih percaya diri, tidak mudah menyerah dan putus asa, mudah memikul tanggung jawab, mampu menghadapi kehidupan dengan lebih baik, dan merasa sejajar dengan orang lain.

Karakteristik orang yang memiliki harga diri yang tinggi adalah kepribadian yang memiliki kesadaran untuk dapat membangkitkan nilai-nilai positif kehormatan diri sendiri dan orang lain, yaitu sanggup menjalani hidup dengan penuh kesadaran. Hidup dengan penuh kesadaran berarti mampu membangkitkan kondisi pikiran yang sesuai kenyataan yang dihadapi, bertanggung jawab terhadap setiap perbuatan yang dilakukan. Arogansi dan berlebihan dalam mengagungkan kemampuan diri sendiri merupakan gambaran tentang rendahnya harga diri atau runtuhnya kehormatan seseorang (Abdul Syani, 2010: http://blog.unila.ac.id/abdulsyani/).

Secara ringkas unsur-unsur Piil Pesenggiri itu dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Juluk-Adek

Secara etimologis Juluk-adek (gelar adat) terdiri dari kata juluk dan adek, yang masing-masing mempunyai makna; Juluk adalah nama panggilan keluarga seorang pria/wanita yang diberikan pada waktu mereka masih muda atau remaja yang belum menikah, dan adek bermakna

(4)

suami atau laki-laki. Sedangkan amai adalah nama panggilan keluarga untuk seorang laki-laki yang sudah menikah dari pihak keluarga isteri.

Juluk-adek merupakan hak bagi anggota masyarakat Lampung, oleh karena itu juluk-adek merupakan identitas utama yang melekat pada pribadi yang bersangkutan. Biasanya penobatan juluk-adek ini dilakukan dalam suatu upacara adat sebagai media peresmiannya. Juluk adek ini biasanya mengikuti tatanan yang telah ditetapkan berdasarkan hirarki status pribadi dalam struktur kepemimpinan adat. Sebagai contoh; Pengiran, Dalom, Batin, Temunggung, Radin, Minak, Kimas dst. Dalam hal ini masing-masing kebuwaian tidak selalu sama, demikian pula urutannya tergantung pada adat yang berlaku pada kelompok masyarakat yang bersangkutan. Karena juluk-adek melekat pada pribadi, maka seyogyanya anggota masyarakat Lampung harus memelihara nama tersebut dengan sebaik-baiknya dalam wujud prilaku pergaulan

kemasyarakatan sehari-hari. Juluk-adek merupakan asas identitas dan sebagai sumber motivasi bagi anggota masyarakat Lampung untuk dapat menempatkan hak dan kewajibannya, kata dan perbuatannya dalam setiap perilaku dan karyanya.

b. Nemui-Nyimah

Nemui berasal dari kata benda temui yang berarti tamu, kemudian menjadi kata kerja nemui yang berarti mertamu atau mengunjungi/silaturahmi. Nyimah berasal dari kata benda “simah”, kemudian menjadi kata kerja “nyimah” yang berarti suka memberi (pemurah). Sedangkan secara harfiah nemui-nyimah diartikan sebagai sikap santun, pemurah, terbuka tangan, suka memberi dan menerima dalam arti material sesuai dengan kemampuan. Nemui-nyimah merupakan ungkapan asas kekeluargaan untuk menciptakan suatu sikap keakraban dan kerukunan serta silaturahmi. Nemui-nyimah merupakan kewajiban bagi suatu keluarga dari masyarakat Lampung umumnya untuk tetap menjaga silaturahmi, dimana ikatan keluarga secara genealogis selalu terpelihara dengan prinsip keterbukaan, kepantasan dan kewajaran.

Pada hakekatnya nemui-nyimah dilandasi rasa keikhlasan dari lubuk hati yang dalam untuk menciptakan kerukunan hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Dengan demikian, maka elemen budaya nemui-nyimah tidak dapat diartikan keliru yang mengarah kepada sikap dan perbuatan tercela atau terlarang yang tidak sesuai dengan norma kehidupan sosial yang berlaku.

Bentuk konkrit nemui nyimah dalam konteks kehidupan masyarakat dewasa ini lebih tepat diterjemahkan sebagai sikap kepedulian sosial dan rasa setiakawan. Suatu keluarga yang memiliki keperdulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan, tentunya berpandangan luas ke depan dengan motivasi kerja keras, jujur dan tidak merugikan orang lain.

c. Nengah-Nyappur

Nengah berasal dari kata benda, kemudian berubah menjadi kata kerja yang berarti berada di tengah. Sedangkan nyappur berasal dari kata benda cappur menjadi kata kerja nyappur yang berarti baur atau berbaur. Secara harfiah dapat diartikan sebagai sikap suka bergaul, suka bersahabat dan toleran antar sesama. Nengah-nyappur menggambarkan bahwa anggota

masyarakat Lampung mengutamakan rasa kekeluargaan dan didukung dengan sikap suka bergaul dan bersahabat dengan siapa saja, tidak membedakan suku, agama, tingkatan, asal usul dan golongan. Sikap suka bergaul dan bersahabat menumbuhkan semangat suka bekerjasama dan tenggang rasa (toleransi) yang tinggi antar sesamanya. Sikap toleransi akan menumbuhkan sikap ingin tahu, mau mendengarkan nasehat orang lain, memacu semangat kreativitas dan tanggap terhadap perkembangan gejala-gejala sosial. Oleh sebab itu dapat diambil suatu konklusi bahwa sikap nengah-nyappur menunjuk kepada nilai musyawarah untuk mufakat. Sikap nengah

nyappur melambangkan sikap nalar yang baik, tertib dan seklaigus merupakan embrio dari kesungguhan untuk meningkatkan pengetahuan serta sikap adaptif terhadap perubahan. Melihat kondisi kehidupan masyarakat Lampung yang pluralistik, maka dapat dipahami bahwa penduduk daerah ini telah menjalankan prinsip hidup nengah-nyappur secara wajar dan positif.

(5)

masyarakat Lampung merupakan bentuk kehidupan yang memiliki jiwa dan semangat kerja keras dan gigih untuk mencapai tujuan masa depannya dalam berbagai bidang kehidupan. Nengah-nyappur merupakan pencerminan dari asas musyawarah untuk mufakat. Sebagai modal untuk bermusyawarah tentunya seseorang harus mempunyai pengetahuan dan wawasan yang luas, sikap toleransi yang tinggi dan melaksanakan segala keputusan dengan rasa penuh tanggung jawab. Dengan demikian berarti masyarakat Lampung pada umumnya dituntut kemampuannya untuk dapat menempatkan diri pada posisi yang wajar, yaitu dalam arti sopan dalam sikap perbuatan dan santun dalam tutur kata. Makna yang lebih dalam adalah harus siap mendengarkan, menganalisis, dan harus siap menyampaikan informasi dengan tertib dan bermakna.

d. Sakai-Sambaiyan

Sakai bermakna memberikan sesuatu kepada seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk benda dan jasa yang bernilai ekonomis yang dalam prakteknya cenderung menghendaki saling berbalas. Sedangkan sambaiyan bermakna memberikan sesuatu kepada seseorang, sekelompok orang atau untuk kepentingan umum secara sosial berbentuk benda dan jasa tanpa mengharapkan balasan.

Sakai sambaiyan berarti tolong menolong dan gotong royong, artinya memahami makna

kebersamaan atau guyub. Sakai-sambayan pada hakekatnya adalah menunjukkan rasa partisipasi serta solidaritas yang tinggi terhadap berbagai kegiatan pribadi dan sosial kemasyarakatan pada umumnya.

Sebagai masyarakat Lampung akan merasa kurang terpandang bila ia tidak mampu berpartisipasi dalam suatu kegiatan kemasyarakatan. Perilaku ini menggambarkan sikap toleransi kebersamaan, sehingga seseorang akan memberikan apa saja secara suka rela apabila pemberian itu memiliki nilai manfaat bagi orang atau anggota masyarakat lain yang membutuhkan. Sakai sembayan senantiasa menjaga sikap kebersamaan, termasuk di dalamnya sikap saling tolong menolong, terutama terhadap kaum yang lemah dalam pengertian menyeluruh, baik lahir maupun batin. Ternyata bukan hanya orang Lampung memiliki piil pesenggiri, di Batak ada dalihan na tolu, di Padang ada adat basendi syara, syara bersendi Kitabullah, Banten ada kiyai dan jawara, di Madura ada carok, di Bugis ada syiri.

Di Jawa, lebih banyak lagi ragam nilai-nilai budaya yang senantiasa dijadikan pedoman hidup; ada 2 (dua) pedoman hidup orang jawa yang populer dari sekitar 10 (sepuluh) lebih yang ada, yaitu:

1. tri ojo (ojo kagetan/jangan gampang kaget/tawaqkal, ojo gumunan/jangan mudah eran/arif/bijak, dan ojo dumeh/jangan mentang2/rendah hati).

2. sugih tampo bondo (kaya tanpa didasari kebendaan), digdoyo/sekti tanpo aji (berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan/kekuatan), ngluruk tampo bolo (berjuangan tanpa perlu membawa massa), dan menang tampo ngasorake (menang tanpa mempermalukan/merendahkan yang lain). Oleh karena itu, maka para aparat pemerintah tidak boleh pamer kekayaan (sugih tampo bondo), jangan unjuk kekuasaan (digdoyo tampo aji), jangan terlalu demonstratif dalam tindakan

persuasif (ngluruk tampo bolo), dan jangan terlalu unjuk kemenangan (menang tampo

(6)

Karena itu apa yang dimaksud kebudayaan secara ideal pasti berkaitan dengan cita-cita hidup, sikap mental, semangat tertentu seperti semangat belajar, ethos kerja, motif ekonomi, politik dan hasrat-hasrat tertentu dalam membangun jaringan organisasi, komunikasi dan pendidikan dalam semua bidang kehidupan. Kebudayaan merupakan jaringan kompleks dari symbol-ssimbol dengan maknanya yang dibangun masyarakat dalam sejarah suatu komunitas yang disebut etnik atau bangsa.

Dengan cara pandang seperti itu, dapat dipahami mengapa negara dituntut memenuhi

kewajibannya untuk merawat, memelihara, mengembangkan dan menghidupkan kebudayaan yang telah ada dalam sejarah masyarakat. Pemeliharan dan pengembangan itu

diimplementasikan dalam pendidikan formal dan non-formal, dalam bentuk kebijakan-kebijakan, serta bantuan keuangan, sarana dan prasarana, serta dalam bentuk jaminan hukum dan politik agar kebudayaan berkembang dan selalu tumbuh dengan sehat.

Dalam prakteknya kearifan lokal itu harus memiliki keinginan yang membumi untuk memerangi semua bentuk penyelewengan, ketidakadilan, perlakuan yang melanggar HAM. Artinya, harus berusaha mempertahankan eksistensi bangsa dan negara dari kehancuran akibat korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Perilaku korupsi, menggelapkan uang negara, memanfaatkan segala fasilitas dalam lingkup kekuasaannya demi memperkaya diri, berprilaku sewenang-wenang dalam menjalankan roda kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain contohnya gemar menerima sogokan, dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya.

SIMPULAN

Keanekaragaman nilai sosial budaya masyarakat yang terkandung di dalam kearifan lokal itu umumnya bersifat verbal dan tidak sepenuhnya terdokumentasi dengan baik. Di samping itu ada norma-norma sosial, baik yang bersifat anjuran, larangan, maupun persyaratan adat yang

ditetapkan untuk aktivitas tertentu yang perlu dikaji lebih jauh. Dalam hal ini perlu

dikembangkan suatu bentuk knowledge management terhadap berbagai jenis kearifan lokal tersebut agar dapat digunakan sebagai acuan dalam proses perencanaan, pembinaan dan pembangunan kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan.

Modal dasar bagi segenap elit dan segenap agen pembaharu bangsa adalah perlu adanya ketulusan untuk mengakui kelemahan, ikhlas membuang egoisme, keserakahan, bersedia menggali kekuatan nilai-nilai budaya yang ada pada kelompok masyarakat daerah masing-masing, dan bersedia berbagi dengan pihak lain sebagai entitas dari bangsa yang sama. Para elit di berbagai tingkatan harus mampu menjadi garda depan, bukan sekedar bisa berbicara dalam janji, tapi harus mampu memberikan bukti tindakan nyata dalam bentuk keberpihakan pada kepentingan masyarakat. Harapannya adalah untuk menyatukan gerak langkah antara satu sama lain, masyarakat bersama-sama menggali sumber kehidupan secara arif dan bijak, sehingga ada jalan menuju kehidupan yang lebih baik, damai, adil dan sejahtera.

Upaya yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif nilai-nilai kearifan lokal.

Keterbukaan dikembangkan menjadi kejujuran dalarn setiap aktualisasi pergaulan, pekerjaan dan pembangunan, beserta nilai-nilai budaya lain yang menyertainya. Budi pekerti dan norma kesopanan diformulasi sebagai keramahtamahan yang tulus. Harga diri diletakkan dalam upaya pengembangan prestasi, bukan untuk membangun kesombongan. Ketulusan, memang perlu dijadikan modal dasar bagi segenap unsur bangsa. Ketulusan untuk mengakui kelemahan diri masing-masing, dan ketulusan untuk membuang egoisme, keserakahan, serta mau berbagi dengan yang lain sebagai entitas dari bangsa yang sama. Dari ketulusan, seluruh elemen bangsa yang majernuk masing-masing merajut kebhinnekaan, kemudian menjadikannya sebagai

semangat nasionalisme yang kokoh. Pada saat yang sama, hasil rekonstruksi ini perlu dibumikan dan disebarluaskan ke dalam seluruh masyarakat sehingga menjadi identitas kokoh bangsa, bukan sekadar menjadi identitas suku atau masyarakat tertentu.

(7)

Budaya Lokal

Pada awal pembentukan disiplin antropologi di Indonesia, para ahli etnografi berusaha untuk mendeskripsikan berbagai macam kebudayaan yang tersebar luas di tanah air. Penelitian tersebut ditulis dalam buku Manusia dan Kebudayaan di Indonesia karangan Koentjaraningrat yang berisi esai atau kumpulan tulisan mengenai laporan etnografi kebudayaan suku bangsa di Indonesia.

Konsep Budaya Lokal

Budaya lokal biasanya didefinisikan sebagai budaya asli dari suatu kelompok masyarakat tertentu. Menurut J.W. Ajawaila, budaya lokal adalah ciri khas budaya sebuah kelompok masyarakat lokal. Akan tetapi, tidak mudah untuk merumuskan atau mendefinisikan konsep budaya lokal. Menurut Irwan Abdullah, definisi kebudayaan hampir selalu terikat pada batas-batas fisik dan geografis yang jelas. Misalnya, budaya Jawa yang merujuk pada suatu tradisi yang berkembang di Pulau Jawa. Oleh karena itu, batas geografis telah dijadikan landasan untuk merumuskan definisi suatu kebudayaan lokal. Namun, dalam proses perubahan sosial budaya telah muncul kecenderungan mencairnya batas-batas fisik suatu kebudayaan. Hal itu dipengaruhi oleh faktor percepatan migrasi dan penyebaran media komunikasi secara global sehingga tidak ada budaya lokal suatu kelompok masyarakat yang masih sedemikian asli.

Menurut Hildred Geertz dalam bukunya Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia, di Indonesia saat ini terdapat lebih 300 dari suku bangsa yang berbicara dalam 250 bahasa yang berbeda dan memiliki karakteristik budaya lokal yang berbeda pula. Wilayah Indonesia memiliki kondisi geografis dan iklim yang berbeda-beda. Misalnya, wilayah pesisir pantai Jawa yang beriklim tropis hingga wilayah pegunungan Jayawijaya di Provinsi Papua yang bersalju.

Perbedaan iklim dan kondisi geografis tersebut berpengaruh terhadap kemajemukan budaya lokal di Indonesia.

Pada saat nenek moyang bangsa Indonesia datang secara bergelombang dari daerah Cina Selatan sekitar 2000 tahun sebelum Masehi, keadaan geografis Indonesia yang luas tersebut telah

memaksa nenek moyang bangsa Indonesia untuk menetap di daerah yang terpisah satu sama lain. Isolasi geografis tersebut mengakibatkan penduduk yang menempati setiap pulau di Nusantara tumbuh menjadi kesatuan suku bangsa yang hidup terisolasi dari suku bangsa lainnya. Setiap suku bangsa tersebut tumbuh menjadi kelompok masyarakat yang disatukan oleh ikatan-ikatan emosional serta memandang diri mereka sebagai suatu kelompok masyarakat tersendiri. Selanjutnya, kelompok suku bangsa tersebut mengembangkan kepercayaan bahwa mereka memiliki asal-usul keturunan yang sama dengan didukung oleh suatu kepercayaan yang berbentuk mitos-mitos yang hidup di dalam masyarakat.

Kemajemukan budaya lokal di Indonesia tercermin dari keragaman budaya dan adat istiadat dalam masyarakat. Suku bangsa di Indonesia, seperti suku Jawa, Sunda, Batak, Minang, Timor, Bali, Sasak, Papua, dan Maluku memiliki adat istiadat dan bahasa yang berbeda-beda. Setiap suku bangsa tersebut tumbuh dan berkembang sesuai dengan alam lingkungannya. Keadaan geografis yang terisolir menyebabkan penduduk setiap pulau mengembangkan pola hidup dan adat istiadat yang berbeda-beda. Misalnya, perbedaan bahasa dan adat istiadat antara suku bangsa Gayo-Alas di daerah pegunungan Gayo-Alas dengan penduduk suku bangsa Aceh yang tinggal di pesisir pantai Aceh.

(8)

-Menurut James J. Fox, di Indonesia terdapat sekitar 250 bahasa daerah, daerah hukum adat, aneka ragam kebiasaan, dan adat istiadat. Namun, semua bahasa daerah dan dialek itu

sesungguhnya berasal dari sumber yang sama, yaitu bahasa dan budaya Melayu Austronesia. Di antara suku bangsa Indonesia yang banyak jumlahnya itu memiliki dasar persamaan sebagai berikut.

a. Asas-asas yang sama dalam bentuk persekutuan masyarakat, seperti bentuk rumah dan adat perkawinan.

b. Asas-asas persamaan dalam hukum adat.

c. Persamaan kehidupan sosial yang berdasarkan asas kekeluargaan. d. Asas-asas yang sama atas hak milik tanah.

Gambar – Berbagai suku bangsa di Indonesia

Ciri Budaya Lokal

Ciri-ciri budaya lokal dapat dikenali dalam bentuk kelembagaan sosial yang dimiliki oleh suatu suku bangsa. Kelembagaan sosial merupakan ikatan sosial bersama di antara anggota masyarakat yang mengoordinasikan tindakan sosial bersama antara anggota masyarakat. Lembaga sosial memiliki orientasi perilaku sosial ke dalam yang sangat kuat. Hal itu ditunjukkan dengan orientasi untuk memenuhi kebutuhan anggota lembaga sosial tersebut. Dalam lembaga sosial, hubungan sosial di antara anggotanya sangat bersifat pribadi dan didasari oleh loyalitas yang tinggi terhadap pemimpin dan gengsi sosial yang dimiliki. Bentuk kelembagaan sosial tersebut dapat dijumpai dalam sistem gotong royong di Jawa dan di dalam sistem banjar atau ikatan adat di Bali. Gotong royong merupakan ikatan hubungan tolong-menolong di antara masyarakat desa. Di daerah pedesaan pola hubungan gotong royong dapat terwujud dalam banyak aspek

kehidupan. Kerja bakti, bersih desa, dan panen bersama merupakan beberapa contoh dari aktivitas gotong royong yang sampai sekarang masih dapat ditemukan di daerah pedesaan. Di dalam masyarakat Jawa, kebiasaan gotong royong terbagi dalam berbagai macam bentuk. Bentuk itu di antaranya berkaitan dengan upacara siklus hidup manusia, seperti perkawinan, kematian, dan panen yang dikemas dalam bentuk selamatan.

Antropologia

Clifford Geertz, seorang antropolog dari Amerika Serikat yang banyak menulis mengenai kebudayaan Bali dan Jawa menguraikan gambaran acara selamatan dalam masyarakat Jawa dalam karya monumentalnya The Religion of Java (Abangan, Santri, dan Priyayi). Karya ini memberikan gambaran bahwa salah satu aspek dari kebudayaan masyarakat Jawa yang tak lekang dimakan usia adalah budaya selamatan. Sampai sekarang, kita masih bisa menemukan acara selamatan meskipun dalam kemasan yang berbeda di daerah perkotaan dan pedesaan. Karyanya mengenai kebudayaan Bali yang begitu detail dan kaya akan data lapangan serta interpretasi yang mengagumkan ditulis dalam buku NEGARA The Theatre State in Nineteenth Century Bali (Negara Teater: Kerajaan-Kerajaan di Bali Abad Sembilan Belas).

Di dalam masyarakat Jawa, pelaksanaan selamatan ada yang dilakukan secara individual ataupun secara kolektif. Tujuannya adalah untuk memperkuat ikatan sosial masyarakat yang dilakukan oleh suatu kelompok sosial tertentu. Misalnya, keraton Yogyakarta dan Surakarta adalah kelompok masyarakat yang paling sering melakukan ritual selamatan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, seperti gerebeg, sedekah bumi, upacara apeman, dan gunungan yang masih dilaksanakan sampai sekarang.

(9)

masyarakat Bali yang menjadi budaya adalah adat untuk melilitkan kain berwarna hitam dan putih pada batang pohon yang besar, tiang, dan bangunan di setiap daerah di Pulau Bali. Selain itu, contoh budaya lokal adalah upacara Ngaben yang saat ini menjadi tontonan para wisatawan yang datang ke Bali. Ngaben adalah upacara tradisi membakar jenazah orang yang sudah meninggal sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang sudah meninggal.

Upacara Ngaben di Pulau Bali

Salah satu aktivitas masyarakat Bali yang diikat oleh prinsip kebudayaan lokal adalah sistem pengairan di Bali yang disebut Subak. Subak adalah salah satu bentuk gotong royong atau sistem pengelolaan air untuk mengairi lahan persawahan berbentuk organisasi yang anggotanya diikat oleh pura subak. Di dalam sistem subak terdapat pembagian kerja berdasarkan hak dan

kewajiban sebagai anggota subak. Oleh karena itu, apabila ada warga yang tidak menjadi anggota maka ia tidak berhak atas jatah air untuk mengairi sawahnya dan mengurus pura serta bebas dari semua kewajiban di sawah dan pura.

Budaya lokal di Indonesia mempunyai berbagai perbedaan. Sukusuku bangsa yang sudah banyak bergaul dengan masyarakat luar dan bersentuhan dengan budaya modern, seperti suku Jawa, Minangkabau, Batak, Aceh, dan Bugis memiliki budaya lokal yang berbeda dengan suku bangsa yang masih tertutup atau terisolasi seperti suku Dayak di pedalaman Kalimantan atau suku bangsa Wana di Sulawesi Tengah. Perbedaan budaya tersebut bisa menimbulkan konflik sosial akibat adanya perbedaan perilaku yang dilandasi nilai-nilai budaya yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan konsep budaya yang mengandung nilai kebersamaan, saling menghormati, toleransi, dan solidaritas antarwarga masyarakat yang hidup dalam komunitas yang sama. Misalnya, para mahasiswa yang tinggal di rumah indekos di Yogyakarta. Para mahasiswa tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang memiliki budaya dan adat istiadat yang berbeda-beda. Perbedaan budaya tersebut bisa menimbulkan konflik sosial dalam kehidupan sehari-hari apabila tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan rasa toleransi dan saling menghormati antarpenghuni rumah indekos. Sikap toleransi antarpenghuni rumah indekos tersebut akan muncul apabila didasari prinsip relativisme budaya yang memandang bahwa setiap kebudayaan tersebut berbeda dan unik serta tidak ada nilai-nilai budaya suatu kelompok yang dianggap lebih baik atau buruk dibanding kelompok lainnya.

Konsep Budaya Lokal

Secara umum budaya diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Jadi budaya daerah adalah suatu sistem atau cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah daerah dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya daerah terbentuk dari berbagai unsur, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,

perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seniserta bahasa.

Kearifan Lokal secara umum diartikan sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai,

pandangan-pandangan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Ciri-cirinya adalah:

1) Mampu bertahan terhadap budaya luar

2) Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar

3) Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli 4) Mempunyai kemampuan mengendalikan

(10)

Dengan demikian budaya dan kearifan lokal adalah hal yang saling berkaitan satu sama lain.

2.2.

Permasalahan Budaya Lokal

Dalam permasalahan pada budaya lokal, telah di analisiskan dengan analisis SWOT sebagai berikut:

A. Kekuatan (Strength)

1) Kekuatan dari suatu nilai kearifan dalam berbudaya lokal adalah perlu adanya bimbingan terhadap generasi muda kita agar nilai dalam unsur kebudayaan yang ada di indonesia tetap melekat pada diri generasi muda kita sehingga tidak hilang suatu ajaran yang bernilai positif pada kebudayaan yang ada di indonesia.

2) Nilai Bhineka Tunggal Ika sebagai sikap social yang menyadari akan kebersamaan ditengah perbedaan, dan perbedaan dalam kebersamaan. Semangat ini sangat penting untuk diaktualisasikan dalam tantanan kehidupan social yang multicultural.

3) Nilai moral sosial itu terkait hubungan manusia dengan manusia yang lain dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam melakukan hubungan tersebut, manusia perlu memahami norma-norma yang berlaku agar hubungannya dapat berjalan lancar atau tidak terjadi kesalah pahaman.

4) Nilai kearifan lokal menyama braya; mengandung makna persamaan dan persaudaraan dan pengakuan social bahwa kita adalah bersaudara. Sebagai satu kesatuan sosial persaudaraan maka sikap dan prilaku dalam memandang orang lain sebagai saudara yang patut diajak bersama dalam suka dan duka

B. Kelemahan (Weakness)

1) Kurang adanya partisipasi kepada seluruh kalangan masyarakat ataupun generasi muda untuk mempertahankan suatu kebudayaan yang ada di indonesia, kebudayaan yang turunan dari leluhur kita dan banyak sekali mengandung arti tersendiri bagi bangsa indonesia yaitu nilai arti dalam kehidupan sosial baik dalam bertutur kata yang baik ataupun tingkah laku.

2) Seiring dengan perkembangan pesatnya suatu zaman sehingga nilai dari kearifan kebudayaan yang ada maka tertinggalah suatu nilai kebudayaan di indonesia sehingga sedikit sekali masyarakat indonesia yang masih melestarikan budaya indonesia yang ada pada saat ini.

3) Kurang dapat perhatian dari pemerintah sekitar mengenai kearifan kebudayaan yang ada disekitarnya sehingga masyarakat sekitarnya kurang begitu mau mempelajarinya sehingga norma-norma yang terkandung dalam suatu kearifan kebudayaan yang ada di indonesia sedikit terlupakan.

4) Lemahnya bangsa indonesia akan pentingnya pelestarian kebudayaan yang telah dimiliki karena bangsa indonesia sendiri memiliki banyak kekayaan budaya sehingga banyak wisatawan asing yang ingin berkunjung ke indonesia untuk melihat langsung kebudayaan ataupun kesenian yang ada di indonesia.

C. Peluang (Opportunity)

1) Indonesia mampu bersaing dengan negara lain mengenai suatu unsur kearifan dalam kebudayaannya karena indonesia itu memiliki suatu nilai norma kehidupan yang terkandung dalam karakteristik setiap seseorang sehingga terciptalah suatu arti bihneka tunggal ika.

2) Mampu menciptakan daya tarik tersendiri kepada wisatawan mancanegara untuk datang ke indonesia, karena indonesia itu sendiri memiliki keaneka ragaman suku bangsa dan budaya serta memiliki norma-norma kehidupan yang baik dalam berperilaku sehari-hari sehingga banyak wisatawan asing mencontoh nilai kebudayaan bangsa indonesia untuk dikembangkan lagi dinegaranya pada saat dia kembali.

3) Mempunyai nilai tersendiri bagi bangsa indonesia untuk bersaing dalam kemajuan teknologi yang terjadi pada zaman sekarang sehingga nilai karakteristik yang terdapat pada bangsa indonesia tidak hilang karena indonesia dikenal oleh negara lain dengan negara yang mempunyai kebubayaan yang banyak dan mempunyai kekayaan alam yang dapat mencukupi kehidupan setiap warga negaranya.

(11)

D. Tantangan/Hambatan (Threats)

1) Tantang bagi seluruh kalangan masyarakat indonesia adalah bagaimana caranya melestarikan budaya indonesia agar kebudayaan dan cerminan perilaku bangsa indonesia dalam berbudaya tidak punah dan tidak pula ketinggalan zaman.

2) Kemajuan pesat teknologi pada saat ini sehingga sedikit sekali masyarakat indonesia mempunyai peranan penting dalam tanggung jawab bersama sebagai dalam memajukan kebudayaan yang ada di indonesia.

3) Terlalu mengesampingkan perihal mengenai kebudayaan yang ada di indonesia dan masyarakat indonesia juga terlalu mengikuti perkembangan zaman jadi sedikit sekali perhatian terhadap setiap warga negara indonesia dalam berpartisipasi memajukan budaya indonesia.

4) Kearifan dalam sifat perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari perlu mendapatkan perhatian khusus karena pada dasarnya ini semua kembali kepada masyarakat indonesianya juga untuk melestarikan kebudayaan yang ada di indonesia.

2.3.

Pengertian Generasi Muda

Generasi muda sekarang ini menjadi bahan pembicaraan oleh semua kalangan masyarakat, karena generasi muda adalah generasi penerus bangsa yang nantinya sebagai pemegang nasib bangsa ini, maka generasi mudalah yang menentukan semua apa yang dicita-citakan bangsa dan Negara ini.

Kata ”Generasi” sebagaimana sering diungkapkan dengan istilah “angkatan “seperti ; angkatan 66, angkatan 45, dan lain sebagainya. Pengertian generasi menurut Prof. Dr Sartono Kartadiharjo : “ditinjau dari dimensi waktu, semua yang ada pada lokasi sosial itu dapat dipandang sebagai generasi, sedangkan menurut Auguste Comte ( Pelopor sosiologi modern ) : “generasi adalah jangka waktu kehidupan sosial manusia yang didasarkan pada dorongan keterikatan pada pokok-pokok pikiran yang asasi”.

Dalam pola pembinaan dan pengembangan generasi muda ( Menteri Muda Urusan Generasi muda Jakarta 1982) secara umum generasi muda diartikan sebagai golongan manusia yang berusia muda.25 Pengertian generasi muda dalam lokakarya tentang generasi muda yang diselenggarakan tanggal 4 – 7 Oktober 1978, dibedakan dalam beberapa kategori :

a) Biologi : generasi muda adalah mereka yang berusia 12-15 tahun ( remaja ) dan 15-30 tahun ( generasi muda ).

b) Budaya, generasi muda adalah mereka yang berusia 13-14 tahun.

c) Angkatan kerja, yang dibuat oleh Depkaner adalah yang berusia 18-22 tahun.

d) Kepentingan perencanaan pembangunan, yang disebut sebagai sumber daya manusia muda adalah yang berusia 0-18 tahun

e) Idiologi politik, generasi muda yang menjadi pengganti adalah mereka yang berusia 18-40 tahun.

f) Lembaga dan lingkungan hidup sosial, generasi muda dibedakan menjadi 3 kategori : - Siswa, yakni usia 6-8 tahun

- Mahasiswa, yakni usia 18-25 tahun

- Pemuda yang berada diluar sekolah / PT berusia 15-30 tahun

Dalam pengertian GBHN 1993 telah dijelaskan menjadi anak, remaja, dan pemuda, sedangkan ditinjau dari segi usia adalah sebagai berikut :

1) Usia 0-5 tahun di sebut balita

2) Usia 5-12 tahun di sebut anak usia sekolah 3) Usia 12-15 tahun di sebut remaja

4) Usia 15-30 tahun di sebut pemuda, dan 5) Usia 0-30 tahun di sebut generasi muda.

(12)

tanggung jawab yang tinggi dalam memperjuangkan amanah itu maka suatu bangsa tidak akan sia-sia dalam mendidik generasi tersebut, maka dari itu nilai yang dibangun dalam membentuk generasi muda ini adalah untuk menyiapkan penerus bangsa untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan.

2.4.

Krisis Identitas dan Jati Diri

Krisis identitas dan jati diri telah menyebabkan sebagian generasi muda Indonesia mudah mengekor dan ikut-ikutan terhadap apapun yang dijejalkan kepada mereka. Barat sebagai pihak yang mendominasi globalisasi dianggap unggul, sehingga apapun yang datang dari barat dianggap baik dan diadopsi begitu saja tanpa disikapi secara kritis. Budaya membeo dan mengekor ini telah menyebabkan sebagian generasi muda terlihat kebarat-baratan, ke-jepang-jepangan, ke-korea-koreaan atau bahkan berideologi marx, komunis dan sebagainya.

Krisis identitas juga telah menyebabkan bangsa Indonesia kehilangan ‘kharisma’ dan ‘pengakuan’ dari negara lain. Bangsa Indonesia seakan kehilangan ciri khusus, keunikan dan partikularitas. Dalam pergaulan Internasional, misalnya, ketika berbicara mengenai Islam maka yang menjadi sorotan adalah negara-negara sekitar wilayah Timur Tengah. Meskipun pada kenyataannya, Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dengan ciri keislaman yang unik dan khas, yang seharusnya turut mewarnai wacana keislaman secara global. Sebaliknya, wacana Islam keindonesiaan tidak tampak di situ.

Sebagai tambahan, krisis identitas juga dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa nasionalisme pemuda. Budaya asing yang terbawa bersama globalisasi tidak membentuk pola pikir, namun menawarkan nilai. Tidak membebaskan namun menghilangkan kesadaran. Sehingga pemuda yang terbiasa dengan nilai budaya asing akan menentang nilai-nilai budaya lokal. Menganggap segala yang berbau lokal terbelakang, tertinggal dan perlu diubah. Dari sini nasionalisme akan tergerus, terkikis bahkan pada akhirnya akan hilang.

2.5.

Perlunya Nilai Budaya Lokal Pada Generasi Muda

Rasa bangga akan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal seharusnya mulai dipupuk sejak dini untuk menghindari krisis identitas dan jati diri generasi muda.

Nilai-nilai primordial tidak selalu berarti bersikap eksklusif dan memandang segala hal secara konservatif tanpa menerima nilai budaya lain. Berideologi lokal berarti menjadikan nilai-nilai lokal sebagai filter dalam menerima nilai-nilai budaya asing. Berkearifan lokal juga berarti bersikap terbuka dan terus menerima masukan dari budaya manapun dalam rangka memperkaya dan mengaktualisasikan nilai-nilai budaya lokal.

Pemuda yang telah mengenal dan mengadopsi nilai-nilai kearifan lokal sejak dini akan menggunakannya sebagai pisau analisis dalam membedah dan memisahkan unsur nilai dari unsur teknologi. Ia akan bisa menentukan mana hal yang perlu diadopsi dan mana yang perlu dintinggalkan. Ia akan selalu bersikap kritis dalam menyikapi setiap fenomena yang dihadapinya. Dengan identitas yang jelas, pemuda semacam ini tidak akan mudah mengekor dan ikut-ikutan mengadopsi nilai budaya lain. Sehingga, ia akan tetap menjadi manusia Indonesia modern berciri lokal.

Selain terjaminnya nasionalisme pemuda, identitas yang jelas juga akan memberikan rasa percaya diri kepada generasi muda untuk membawa dan memperkenalkan partikularitas yang melekat kuat pada tradisi bangsa dalam pergaulan internasional. Nantinya ciri khusus ini akan tersebar, dikenal dan dihargai sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia. Dengan begitu, Indonesia akan punya kharisma dan nilai khusus yang bisa dibanggakan di mata dunia internasional.

2.6.

Peran Generasi Muda Terhadap Budaya Lokal

Generasi Muda memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan budaya daerah. Dalam konteks keberlanjutan budaya apabila Generasi Muda sudah tidak lagi peduli terhadap budaya daerahnya maka budaya tersebut akan mati. Namun jika generasi mudanya memilki kecintaan dan mau ikut serta dalam melestarikan budaya daerahnya budaya tersebut akan tetap ada disetiap generasi.

Generasi muda juga harus menjadi aktor terdepan dalam memajukan budaya daerah, sehingga budaya asing yang masuk yang ke daerah tidak merusak atau mematikan budaya daerah tersebut.

(13)

yang masuk ke daerah. Jangan sampai generasi muda lengah dan bahkan mengikuti budaya budaya yang bertentangan dengan budaya daerahnya.

Setidaknya ada beberapa peran generasi muda dalam memajukan budaya daerah ,diantaranya : a. Memperkuat Akidah

Akidah merupakan pondasi dasar yang harus dimiliki oleh para generasi muda untuk meneruskan nilai budaya luhur bangsa Indonesia. Kuat dan tidaknya pondasi ini juga akan menetukan seberapa kuat character suatu bangsa.

Bila para generasi mudanya sudah tidak memiliki jati diri yang kuat maka budaya asing pun akan mudah dengan leluasanya menggeser budaya suatu daerah.dan sebaliknya jika suatu daerah memiliki jatidiri yang kuat maka akan sangat sulit budaya asing untuk bisa masuk, apalagi mengantikan buadaya daerah tersebut.

Maka dari itu generasi muda seharusnya lebih menguatkan jatidiri dan kecintaanya pada suatu budaya yang akan mereka warisi nantinya.

b. Meningkatkan Intelektualitas

Intelektualitas menjadi sesuatu yang di anggap penting karena melalui intelektualitas ini para generasi muda bisa menyelamatkan memajukan budaya daerah di mana mereka tinggal dan melalui intelektualitas ini akan lahir moral dan etika serta menjunjung tinggi nilai nilai suatu budaya.

Keluasan ilmu pengetahuan juga bisa dijadikan sebagai jalan untuk mebangun negeri ini, sehingga dengan keluasan ilmu tersebut para generasi muda bisa memberikan pemahaman dan pembelajaran kepada masyarakat dan menjadi pilter masuknya budaya asing ke daerah masing-masing.

Penyebaran budaya asing yang semakin hari semakin memprihatinkan saat ini, yang mulai mengikis nilai-nilai budaya daerah seharusnya menjadi perhatian yang serius bagi kalangan intelektual muda.

Kecenderungan kepada budaya asing yang melanda generasi muda indonesia mestinya bisa di tanggulangi dengan ilmu dan pembelajaran budaya daerah yang mengadung nilai-nilai luhur dimasanya termasuk penerapan muatan lokal di tingkat pendidikan.

c. Generasi muda sebagai aset masa depan

Sudah selayaknya dan sudah menjadi kewajiban kita para generasi muda untuk terus berusaha dan berupaya untuk terus melestarikan peninggalan sejarah nenek moyang kita yang telah ditinggalkan dalam bentuk budaya maupun bentuk bangunan bersejarah.

Sebagai generasi penerus sudah seharusnya jika para generasi muda menggali potensi dirinya dan berupaya untuk mengaktifkan lagi kebudayaan daerah yang sebagian besar sudah tergeserkan oleh nilai budaya asing yang secara nyata bertentangan dengan budaya dasar daerah kita.

Pemuda sebagai aset penerus eksistensi budaya daerah sudah menjadi kewajiban baginya untuk berusaha dan berupaya untuk melestarikan kebudayaan daerah yang sebagian sudah hamper punah, sehingga kebudayaan yang hampir punah itu bisa dibangkitkan lagi..

Kecintaan kita pada budaya dan berusaha membentuk kelompok kelompok pecinta budaya daerah serta bekerja sama dengan pemerintah untuk membantu berdirinya sarana dan prasarana agar terwujudnya kelestarian budaya daerah tersebut.

Dengan berdirinya kelompok sanggar muda tersebut diharapakan dapat melestarikan budaya daerah yang ada dan menumbuhkan kecintaan serta kesadaran generasi muda akan pentingya untuk melestarikan budaya daerahnya.

Sehingga apa yang menjadi tradisi dan khasan suatu daerah akan tetap ada dan kejayaan dimasa lalu menjadi sejarah tersendiri yang bisa dibanggakan di oleh generasi penerusnya kelak. d. Kesadaran Melestarikan Budaya

Sesungguhnya, “Melestarikan suatu budaya lebih sulit dari pada membuat budaya yang baru”, demikian ungkpan orang bijak. Tapi itulah kenyataanya saat ini yang terjadi kita lebih sulit mempelajari budaya daerah yang tak lain milik kita sendiri. Konsisi seperti ini bisa kita lihat begitu banyak anak muda kita yang lebih hapal lagu lagu barat ketimbang lagu daerah seperti lagu Ongkona Bone, Ininnawa sabbarae, dan lain sebagainya, Nah disinilah peran penting para generasi muda untuk menyelamatkan serta melestarikan budaya daerah yang sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat saat ini.

(14)

2.7. Pengaruh Budaya Lokal Terhadap Generasi Muda

Dengan adanya budaya lokal di Indonesia, ternyata dapat mempengaruhi perilaku generasi muda. diantaranya:

1) Dapat membentuk suatu kecintaan pada generasi muda terhadap budayanya sendiri dan dari kencintaan budaya itu sendiri menjadi suatu cerminan perilaku atau tindakan dalam kehidupan sehari-seharinya.

2) Sebagai pembekalan diri kepada setiap generasi muda untuk tidak meninggalkan unsur budaya yang ada di indonesia. Karena generasi muda pada saat ini hidup diera globalisasi dengan sudut pandang yang sangat berbeda dengan kehidupan generasi muda pada zaman dahulu sebelum era globalisasi.

3) Membentuk kesadaran terhadap generasi muda kita supaya kebudayaan kita tidak punah dengan seiring perkembangan zaman pada saat ini dan perlu adanya penanaman cinta dan kasih sayang antar semua maysrakat indonesia dengan saling menghargai setiap kebudayaan dari setiap daerah yang ada.

4) Lebih menghargai nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan dan cinta tanah air yang dirasakan semakin kuat.

Makna Kearifan Budaya Lokal

Untuk generasi muda pada era ini masih ada yang belum mengerti apa itu budaya, sehingga kurangnya antisipasi untuk melestarikan budaya kita sendiri. secara umum budaya diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia , jadi budaya lokal adalah suatu sistem atau cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah daerah dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya lokal ini terbentuk dari berbagai unsur, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni serta bahasa.

Kearifan Lokal secara umum diartikan sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Ciri-cirinya adalah:

1. mampu bertahan terhadap budaya luar,

2. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,

3. memunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli, 4. memunyai kemampuan mengendalikan,

5. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

Dengan demikian budaya dan kearifan lokal adalah hal yang saling berkaitan satu sama lain, Kita generasi muda sebagai jalan untuk penerus eksistensi budaya daerah dan kecintaan kita pada budaya dan berusaha membentuk kelompok kelompok pecinta budaya daerah serta bekerja sama dengan pemerintah untuk membantu berdirinya sarana dan prasarana agar terwujudnya kelestarian budaya daerah tersebut.

(15)

2.2 Tindakan Generasi Muda Terhadap Budaya sendiri

Generasi muda memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan budaya sendiri. Dalam konteks keberlanjutan budaya apabila generasi muda sudah tidak lagi peduli terhadap budaya daerahnya maka budaya tersebut akan mati. Namun jika pemudanya memilki kecintaan dan mau ikut serta dalam melestarikan budaya daerahnya budaya tersebut akan tetap ada disetiap generasi. Pemuda juga harus menjadi aktor terdepan dalam memajukan budaya daerah, sehingga budaya asing yang masuk yang ke daerah tidak merusak atau mematikan budaya daerah tersebut. Besarnya pengaruh budaya asing atau negara lain terhadap budaya daerah ini yang membuat para generasi muda yang peduli terhadap budaya daerahnya harus bekerja keras dan memfilter setiap budaya yang masuk ke daerah. Jangan sampai pemuda lengah dan bahkan mengikuti budaya budaya yang bertentangan dengan budaya daerahnya.

Setidaknya ada beberapa peran dan tindakan generasi muda dalam memajukan budaya daerah, diantaranya :

Meningkatkan Intelektualitas

Intelektualitas menjadi sesuatu yang di anggap penting karena melalui intelektualitas ini para pemuda bisa menyelamatkan memajukan budaya daerah di mana mereka tinggal dan melalui intelektualitas ini akan lahir moral dan etika serta menjunjung tinggi nilai nilai suatu budaya. Keluasan ilmu pengetahuan juga bisa dijadikan sebagai jalan untuk mebangun negeri ini , sehingga dengan keluasan ilmu tersebut para pemuda bisa memberikan pemahaman dan pembelajaran kepada masyarakat dan menjadi pilter masuknya budaya asing ke daerah masing-masing.

Penyebaran budaya asing yang semakin hari semakin memprihatinkan saat ini, yang mulai mengikis nilai-nilai budaya daerah seharusnya menjadi perhatian yang serius bagi kalangan intelektual muda. Kecenderungan kepada budaya asing yang melanda generasi muda indonesia mestinya bisa di tanggulangi dengan ilmu dan pembelajaran budaya daerah yang mengadung nilai-nilai luhur dimasanya termasuk penerapan muatan lokal di tingkat pendidikan.

Kesadaran Melestarikan Budaya

Sesungguhnya, “Melestarikan suatu budaya lebih sulit dari pada membuat budaya yang baru”, demikian ungkpan orang bijak. Tapi itulah kenyataanya saat ini yang terjadi kita lebih sulit mempelajari budaya daerah yang tak lain milik kita sendiri. Kondisi seperti ini bisa kita lihat begitu banyak anak muda kita yang lebih hapal lagu lagu barat ketimbang lagu daerah seperti lagu Ongkona Bone, Ininnawa sabbarae, dan lain sebagainya, Nah disinilah peran penting para pemuda untuk menyelamatkan serta melestarikan budaya daerah yang sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat saat ini.

Sejatinya, kesadaran untuk melestarikan budaya daerah ini idealnya memang harus dimulai dari para generasi muda, karena di pundaknyalah ada potensi besar yang perlu mendapat motivasi dari berbagai pihak .

2.3 Dampak Positif mempertahankan budaya lokal

Sebagai generasi penerus ,walaupun tidak mudah untuk mempertahankan budaya ini ,tetapi seharusnya dari kesulitan itu harus di jadikan acuan dan target dalam mempertahankan budaya kita sendiri. Dampaknya adalah :

1). Semakin majunya budaya bangsa

2).memiliki eksistensi budaya yang semakin tinggi di masyarakat

3). Dapat membanggakan negara dengan mengapresiasikan budaya sendiri

(16)

2.4 Dampak Negatif tidak mempertahankan budaya lokal

Yang sungguh memprihatinkan terhadap generasi muda pada zaman ini apabila tidak mempertahankan budaya negara sendiri , dapat berakibat :

1). Lunturnya nilai-nilai budaya Indonesia

2). Berakibat budaya kita direbut oleh negara lain

3). Kebudayaan Indonesia banyak yang terkontaminasi oleh budaya luar 4). Turunnya ketahanan budaya nasional

5). Lebih mudahnya budaya luar masuk dan menyaingi budaya lokal

3.1 Kesimpulan

Pada bahasan kali ini kita dapat menyimpulkan bahwa sudah selayaknya dan sudah menjadi kewajiban kita para pemuda untuk terus berusaha dan berupaya untuk terus melestarikan peninggalan sejarah nenek moyang kita yang telah ditinggalkan dalam bentuk budaya maupun bentuk bangunan bersejarah.

Sebagai generasi penerus sudah seharusnya jika para pemuda menggali potensi dirinya dan berupaya untuk mengaktifkan lagi kebudayaan daerah yang sebagian besar sudah tergeserkan oleh nilai budaya asing yang secara nyata bertentangan dengan budaya dasar daerah kita.

Maka pemerintah bersama masyarakat dan khususnya generasi muda sekaligus penerus budaya lokal perlu menjaga, melestarikan dan mengangkat kearifan budaya lokal yang sebenarnya tidak kalah dengan budaya luar.

3.1 Pengertian Budaya Lokal

Budaya lokal adalah nilai – nilai lokal hasil budi daya masyarakat suatu daerah yang terbantuk secara alami dan diperoleh melalui proses belajar dari waktu – kwaktu. Budaya lokal tersebut bisa berupa hasil seni, tradisi, pola pikir, atau hukum adat.

Budaya pada hakikatnya adalah suatu hal yang diturunkan secara turun – temurun oleh nenek moyang kita. Semua hal itu cukup luas, contohnya adalah sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Lokal sendiri diartikan sebagai sebuah daerah. Jadi, pengertian dari budaya lokal adalah suatu hal yang dipercaya atau digunakan dalam kehidupan sehari – hari di dalam sebuah daerah. Budaya lokal biasanya menjadi sebuah ciri khas dari sebuah daerah. Misalkan budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat jawa tengah dalam hal berbicara yaitu berkata dengan lembut dan juga sopan dan santun.

3.2 Ciri Budaya Lokal

Ciri – ciri budaya lokal dapat dikenali dalam bentuk kelembagaan sosial yang dimiliki oleh suatu suku bangsa. Kelembagaan sosial merupakan ikatan sosial bersama diantara anggota masyarakat yang mengoordinasikan tindakan sosial bersama antara anggota masyarakat. Bentuk

kelembagaan sosial tersebut dapat dijumpai dalam sistem gotong royong di jawa. 3.3 Pengertian Generasi Muda

Generasi Muda adalah terjemahan dari young generation lawan dari old age. Youth mengandung arti populasi remaja/anak muda/pemuda yang sedang membentuk dirinya. Melihat kata

(17)

kemasyarakatan dan kegiatan politik. Maka dalam keadaan seperti ini generasi muda dari suatu bangsa merupakan “Young Citizen”. Pengertian generasi muda erat hubungannya dengan arti generasi muda sebagai generasi penerus. Yang dimaksud “Generasi Muda” secara pasti tidak terdapat satu definisi yang dianggap paling tepat akan tetapi banyak pandangan yang

mengartikannya tergantung dari sudut mana masyarakat melihatnya. Namun dalam rangka untuk pelaksanaan suatu program pembinaan bahwa “Generasi Muda” ialah bagian suatu generasi yang berusia 0 – 30 tahun.

3.4 Peran Generasi Muda Dalam Memajukan Budaya Lokal

Generasi muda memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan budaya lokal. Dalam konteks keberlanjutan budaya lokal apabila pemuda sudah tidak lagi peduli terhadap budaya lokal daerahnya maka budaya tersebut akan mati. Namun jika pemudanya memilki kecintaan dan mau ikut serta dalam melestarikan budaya daerahnya budaya tersebut akan tetap ada disetiap generasi.

Pemuda juga harus menjadi aktor terdepan dalam memajukan budaya daerah, sehingga budaya asing yang masuk yang ke daerah tidak merusak atau mematikan budaya daerah tersebut. Besarnya pengaruh budaya asing terhadap budaya daerah ini yang membuat para pemuda yang peduli terhadap budaya daerahnya harus bekerja keras dan memfilter setiap budaya yang masuk ke daerah. Jangan sampai pemuda lengah dan bahkan mengikuti budaya budaya yang

bertentangan dengan budaya daerahnya.

Setidaknya ada beberapa peran pemuda dalam memajukan budaya daerah ,diantaranya : a. Memperkuat Akidah

Akidah merupakan pondasi dasar yang harus dimiliki oleh para pemuda untuk meneruskan nilai budaya luhur bangsa Indonesia. Kuat dan tidaknya pondasih ini juga akan menetukan seberapa kuat character suatu bangsa.

Bila para pemudanya sudah tidak memiliki jatidiri yang kuat maka budaya asing pun akan mudah dengan leluasanya menggeser budaya suatu daerah.dan sebaliknya jika suatu daerah memiliki jatidiri yang kuat maka akan sangat sulit budaya asing untuk bisa masuk, apalagi mengantikan buadaya daerah tersebut.

Maka dari itu pemuda seharusnya lebih menguatkan jatidiri dan kecintaanya pada suatu budaya yang akan mereka warisi nantinya.

b. Meningkatkan Intelektualitas

Intelektualitas menjadi sesuatu yang di anggap penting karena melalui intelektualitas ini para pemuda bisa menyelamatkan memajukan budaya daerah di mana mereka tinggal dan melalui intelektualitas ini akan lahir moral dan etika serta menjunjung tinggi nilai nilai suatu budaya. Keluasan ilmu pengetahuan juga bisa dijadikan sebagai jalan untuk mebangun negeri ini , sehingga dengan keluasan ilmu tersebut para pemuda bisa memberikan pemahaman dan pembelajaran kepada masyarakat dan menjadi pilter masuknya budaya asing ke daerah masing-masing.

Penyebaran budaya asing yang semakin hari semakin memprihatinkan saat ini, yang mulai mengikis nilai-nilai budaya daerah seharusnya menjadi perhatian yang serius bagi kalangan intelektual muda.

(18)

c. Pemuda sebagai aset masa depan

Sudah selayaknya dan sudah menjadi kewajiban kita para pemuda untuk terus berusaha dan berupaya untuk terus melestarikan peninggalan sejarah nenek moyang kita yang telah ditinggalkan dalam bentuk budaya maupun bentuk bangunan bersejarah.

Sebagai generasi penerus sudah seharusnya jika para pemuda menggali potensi dirinya dan berupaya untuk mengaktifkan lagi kebudayaan daerah yang sebagian besar sudah tergeserkan oleh nilai budaya asing yang secara nyata bertentangan dengan budaya dasar daerah kita.

Pemuda sebagai aset penerus eksistensi budaya daerah sudah menjadi kewajiban baginya untuk berusaha dan berupaya untuk melestarikan kebudayaan daerah yang sebagian sudah hamper punah, sehingga kebudayaan yang hampir punah itu bisa dibangkitkan lagi..

Kecintaan kita pada budaya dan berusaha membentuk kelompok kelompok pecinta budaya daerah serta bekerja sama dengan pemerintah untuk membantu berdirinya sarana dan prasarana agar terwujudnya kelestarian budaya daerah tersebut.

Dengan berdirinya kelompok sanggar muda tersebut diharapakan dapat melestarikan budaya daerah yang ada dan menumbuhkan kecintaan serta kesadaran generasi muda akan pentingya untuk melestarikan budaya daerahnya.

Sehingga apa yang menjadi tradisi dan khasan suatu daerah akan tetap ada dan kejayaan dimasa lalu menjadi sejarah tersendiri yang bisa dibanggakan di oleh generasi penerusnya kelak.

d. Kesadaran Melestarikan Budaya

Sesungguhnya, “Melestarikan suatu budaya lebih sulit dari pada membuat budaya yang baru”, demikian ungkpan orang bijak. Tapi itulah kenyataanya saat ini yang terjadi kita lebih sulit mempelajari budaya daerah yang tak lain milik kita sendiri. Konsisi seperti ini bisa kita lihat begitu banyak anak muda kita yang lebih hapal lagu lagu barat ketimbang lagu daerah seperti lagu Ongkona Bone, Ininnawa sabbarae, dan lain sebagainya, Nah disinilah peran penting para pemuda untuk menyelamatkan serta melestarikan budaya daerah yang sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat saat ini.

(19)

BUDAYA LOKAL/DAERAH DAN NASIONAL PROBEMATIKA PEDAGOGIS PMK DI INDONESIA

2.1 Pendidikan Multikultural

Menurut Ainulyakin dalam windakutubuku.blogdetik.com pendidikan multikultural pada

awalnya bertujuan agar populasi mayoritas dapat toleran terhadap para imigran baru dan sebagai alat kontrol sosial penguasa terhadap warganya, agar kondisi negara aman dan stabil.

Indonesia adalah negara multikultur terbesar karena kondisi geografis dan budaya yang beragam. Selain itu beragamnya agama dan berbagai macam aliran kepercayaan masyarakatnya juga menyebabkan Indonesia menjadi negara multikultur.

1. Kroeber dan Kluckhohn

 Budaya menurut definisi deskriptif:

cenderung melihat budaya sebagai totalitas komprehensif yang menyusun keseluruhan hidup sosial sekaligus menunjukkan sejumlah ranah (bidang kajian) yang membentuk budaya

 Budaya menurut difinisi historis :

cenderung melihat budaya sebagai warisan yang dialihturunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya

 Budaya menurut definisi normatif:

bisa mengambil 2 bentuk. Yang pertama, budaya adalah aturan atau jalan hidup yang membentuk pola-pola perilaku dan tindakn yang konkret. Yang kedua, menekankan peran gugus nilai tanpa mengacu pada perilaku

 Budaya menurut definisi psikologis:

cenderung memberi tekanan pada peran budaya sebagai piranti pemecahan masalah yang membuat orang bisa berkomunikasi, belajar, atau memenuhi kebutuhan material maupun emosionalnya

 Budaya menurut definisi struktural:

mau menunjuk pada hubungan atau keterkaitan antara aspek-aspek yang terpisah dari budaya sekaligus menyoroti fakta bahwa budaya adalah abstraksi yang berbeda dari perilaku konkret

 Budaya dilihat dari definisi genetis:

definisi budaya yang melihat asal usul bagaimana budaya itu bisa eksis atau tetap bertahan. Definisi ini cenderung melihat budaya lahir dari interaksi antar manusia dan tetap bisa bertahan karena ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya 1. Lehman, Himstreet, dan Batty

Budaya diartikan sebagai sekumpulan pengalaman hidup yang ada dalam masyarakat mereka sendiri. Pengalaman hidup masyarakat tentu

2. saja sangatlah banyak dan variatif, termasuk di dalamnya bagaimana perilaku dan keyakinan atau kepercayaan masyarakat itu sendiri

3. Mofstede

Budaya diartikan sebagai pemrograman kolektif atas pikiran yang membedakan anggota-anggota suatu kategori orang dari kategori lainnya. Dalam hal ini, bisa dikatan juga bahwa budaya adalah pemrograman kolektif yang menggambarkan suatu proses yang mengikat setiap orang segera setelah kita lahir di dunia

4. Bovee Dan Thill

Budaya adalah system sharing atas simbol – simbol, kepercayaan, sikap, nilai-nilai, harapan, dan norma-norma untuk berperilaku

5. Murphy Dan Hildebrandt

Budaya diartikan sebagai tipikal karakteristik perilaku dalam suatu kelompok. Pengertian in juga mengindikasikan bahwa komunikasi verbal dan non verbal dalam suatu kelompok juga merupakan tipikal dari kelompok tersebut dan cenderung unik atau berbeda dengan yang lainnya

6. Mitchel

(20)

yang menentukan bagaimana seseorang bertindak, berperasaan, dan memandang dirinya serta orang lain.

Dari beberapa definisi budaya menurut para ahli diatas, bisa diambil kesimpulan tentang beberapa hal penting yang dicakup dalam arti budaya yaitu: sekumpulan pengalaman hidup, pemrograman kolektif, system sharing, dan tipikal karakteristik perilaku setiap individu yang ada dalam suatu masyarakat, termasuk di dalamnya tentang bagaimana sistem nilai, norma, simbol-simbol dan kepercayaan atau keyakinan mereka masing-masing.

Budaya Lokal

Dalam wacana kebudayaan dan sosial, sulit untuk mendefinisikan dan memberikan batasan terhadap budaya lokal atau kearifan lokal, mengingat ini akan terkait teks dan konteks, namun secara etimologi dan keilmuan, tampaknya para pakar sudah berupaya merumuskan sebuah definisi terhadap local culture atau local wisdom ini. berikut penjelasannya:

 Superculture, adalah kebudayaan yang berlaku bagi seluruh masyarakat. Contoh:

kebudayaan nasional;

 Culture, lebih khusus, misalnya berdasarkan golongan etnik, profesi, wilayah atau daerah.

Contoh : Budaya Sunda;

 Subculture, merupakan kebudyaan khusus dalam sebuah culture, namun kebudyaan ini

tidaklah bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh : budaya gotong royong

 Counter-culture, tingkatannya sama dengan sub-culture yaitu merupakan bagian turunan

dari culture, namun counter-culture ini bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh : budaya individualisme

Dilihat dari stuktur dan tingkatannya budaya lokal berada pada tingat culture. Hal ini

berdasarkan sebuah skema sosial budaya yang ada di Indonesia dimana terdiri dari masyarakat yang bersifat manajemuk dalam stuktur sosial, budaya (multikultural) maupun ekonomi. Dalam penjelasannya, kebudayaan suku bangsa adalah sama dengan budaya lokal atau budaya daerah. Sedangkan kebudayaan umum lokal adalah tergantung pada aspek ruang, biasanya ini bisa dianalisis pada ruang perkotaan dimana hadir berbagai budaya lokal atau daerah yang dibawa oleh setiap pendatang, namun ada budaya dominan yang berkembang yaitu misalnya budaya lokal yang ada dikota atau tempat tersebut. Sedangkan kebudayaan nasional adalah akumulasi dari budaya-budaya daerah.

Definisi Jakobus itu seirama dengan pandangan Koentjaraningrat (2000). Koentjaraningrat memandang budaya lokal terkait dengan istilah suku bangsa, dimana menurutnya, suku bangsa sendiri adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan ’kesatuan kebudayaan’. Dalam hal ini unsur bahasa adalah ciri khasnya.

Menurut Judistira (2008:141), kebudayaan lokal adalah melengkapi kebudayaan regional, dan kebudayaan regional adalah bagian-bagian yang hakiki dalam bentukan kebudayaan nasional. Dalam pengertian yang luas, Judistira (2008:113) mengatakan bahwa kebudayaan daerah bukan hanya terungkap dari bentuk dan pernyataan rasa keindahan melalui kesenian belaka; tetapi termasuk segala bentuk, dan cara-cara berperilaku, bertindak, serta pola pikiran yang berada jauh dibelakang apa yang tampak tersebut.

Contoh Budaya Lokal

Suku Sunda merupakan suku yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Suku sunda adalah salah satu suku yang memiliki berbagai kebudayaan daerah, diantaranya pakaian tradisional, kesenian tradisional, bahasa daerah, dan lain sebagainya.

Diantara sekian banyak kebudayaan daerah yang dimiliki oleh suku sunda adalah sebagai berikut :

1. Pakaian Adat/Khas jawa Barat

(21)

menjadi pakaian khas sunda saja tetapi sudah menjadi pakaian adat nasinal. Itu merupakan suatu bukti bahwa kebudayaan daerah merupakan bagian dari kebudayaan nasional.

2. Kesenian Khas Jawa Barat 1. Wayang Golek

Wayang Golek merupakan kesenian tradisional dari Jawa Barat yaitu kesenian yang menapilkan dan membawakan alur sebuah cerita yang bersejarah. Wayang Golek ini menampilkan golek yaitu semacam boneka yang terbuat dari kayu yang memerankan tokoh tertentu dalam cerita pawayangan serta dimainkan oleh seorang Dalang dan diiringi oleh nyanyian serta iringan musik tradisional Jawa Barat yang disebut dengan degung. 2. Jaipong

Jaipong merupakan tarian tradisional dari Jawa Barat, yang biasanya menampilkan penari dengan menggunakan pakaian khas Jawa Barat yang disebut kebaya, serta diiringi musik tradisional Jawa Bart yang disebut Musik Jaipong.

Jaipong ini biasanya dimainkan oleh satu orang atau sekelompok penari yang menarikan berakan – gerakan khas tari jaipong.

3. Degung

Degung merupakan sebuah kesenian sunda yang biasany dimainkan pada acara hajatan. Kesenian degung ini digunakan sebagai musik pengiring/pengantar.

Degung ini merupakan gabungan dari peralatan musik khas Jawa Barat yaitu, gendang, goong, kempul, saron, bonang, kacapi, suling, rebab, dan sebagainya.

Degung merupakan salah-satu kesenian yang paling populer di Jawa Barat, karena iringan musik degung ini selalu digunakan dalam setiap acara hajatan yang masih menganut adat tradisional, selain itu musik degung juga digunakan sebgai musik pengiring hampir pada setiap pertunjukan seni tradisional Jawa Barat lainnya. 4. Rampak Gendang

Rampak Gendang merupakan kesenian yang berasal dari Jawa Barat. Rampak Gendang ini adalah pemainan menabuh gendang secara bersama-sama dengan menggunakan irama tertentu serta menggunakan cara-cara tertentu untuk melakukannya, pada umumnya dimainkan oleh lebih dari empat orang yang telah mempunyai keahlian khusus dalam menabuh gendang. Biasanya rampak gendang ini diadakan pada acara pesta atau pada acara ritual.

5. Calung

Di daerah Jawa Barat terdapat kesenian yang disebut Calung, calung ini adalah kesenian yang dibawakan dengan cara memukul/mengetuk bambu yang telah dipotong dan

dibentuk sedemikian rupa dengan pemukul/pentungan kecil sehingga menghasilkan nada-nada yang khas.

Biasanya calung ini ditampilkan dengan dibawakan oleh 5 orang atau lebih. Calung ini biasanya digunakan sebagai pengiring nyanyian sunda atau pengiring dalam lawakan 6. Pencak Silat

Pencak silat merupakan kesenian yang berasal dari daerah Jawa Barat, yang kini sudah menjadi kesenian Nasional.

Pada awalnya pencak Silat ini merupakan tarian yang menggunakan gerakan tertentu yang gerakannya itu mirip dengan gerakan bela diri. Pada umumnya pencak silat ini dibawakan oleh dua orang atau lebih, dengan memakai pakaian yang serba hitam, menggunakan ikat pinggang dari bahan kain yang diikatkan dipinggang, serta memakai ikat kepala dari bahan kain yang orang sunda menyebutnya Iket.

Pada umumnya kesenian pencaksilat ini ditampilkan dengan diiringi oleh musik yang disebut gendang penca, yaitu musik pengiring yang alat musiknya menggunakan gendang dan terompet.

7. Sisingaan

Sisingaan merupakan kesenian yang berasal dari daerah Subang Jawa barat. Kesenian ini ditampilkan dengan cara menggotong patung yang berbentuk seperti singa yang

ditunggangi oleh anak kecil dan digotong oleh empat orang serta diiringi oleh tabuhan gendang dan terompet. Kesenian ini biasanya ditampilkan pada acara peringatan hari-hari bersejarah.

8. Kuda Lumping

Referensi

Dokumen terkait

IPS sebagai pelajaran yang memegang peran signifikan untuk mengembangkan kebudayaan diharapkan dapat memberdayakan dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya budaya lokal yang

Dengan demikian pengetahuan indigenous atau kearifan budaya lokal sebagai sebuah akumulasi pengalaman kolektif dari generasi ke generasi perlu dikembangkan sebagai

Di sisi lain, guru bisa menjadi promotor budaya untuk generasi muda melalui materi atau teks dengan konten budaya yang mereka suguhkan dengan memadukan keterampil-

Program penumbuhan, pengembangan, dan pembinaan wirausaha muda ekonomi kreatif berbasis budaya diarahkan untuk meningkatkan potensi dan peran pemuda dalam

1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa budaya Indonesia yang terkikis oleh budaya barat sehingga generasi muda hampir melupakan budaya bangsa

Peran serta budaya politik partisipan ini merupakan proses sosialisasi politik yang memberikan pengalaman berharga bagi generasi muda dalam rangka pengembangan budaya politik di

Budaya dapat menunjang pembelajaran yang baik bagi generasi muda, melalui budaya yang di salurkan dalam proses pembelajaran akan memberikan pemahaman pada siswa

Dari table kerangka pemikiran dibawah terdapat 12 faktor yang dapat membentuk minat berwirausaha generasi muda Charina & Suyanto, 2019 PENUTUP Membangun kesadaran santri dalam