• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kematangan Karir. jawab, serta kesadaran akan segala faktor internal dan eksternal yang harus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kematangan Karir. jawab, serta kesadaran akan segala faktor internal dan eksternal yang harus"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

20

A. Kematangan Karir 1. Pengertian Kematangan Karir

Super (Winkel dan Hastuti, 2004), mengembangkan konsep kematangan karir yang menunjuk pada keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas perkembangan karir yang khas bagi tahap perkembangan tertentu. Lebih lanjut Super menambahkan bahwa indikasi relevan bagi kematangan karir adalah misalnya kemampuan untuk membuat rencana, kerelaan untuk memikul tanggung jawab, serta kesadaran akan segala faktor internal dan eksternal yang harus dipertimbangkan dalam membuat pilihan jabatan atau memantapkan diri dalam suatu jabatan. Menurut Komandyahrini dan Hawadi (2008), juga mengatakan bahwa dalam perkembangan karir seseorang terdapat tugas-tugas perkembangan karir yang harus dilalui seseorang. Keberhasilan dan kesiapan seseorang untuk bernegosiasi dan membuat keputusan-keputusan karir sesuai dengan tahap perkembangan karirnya.

Menurut Brown dan Brooks (dalam Komandyahrini dan Hawadi, 2008), mendefinisikan kematangan karir sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari individu untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan biologis dan sosialnya serta harapan dari orang-orang dalam masyarakat yang telah mencapai tahapan perkembangan tertentu. Disisi lain menurut Holland (dalam Gonzalez, 2008), mengatakan bahwa seseorang

(2)

dikatakan memiliki kematangan karir ketika orang tersebut mampu memanifestasikan konsistensi, diferensiasi, dan keselarasan dalam tingkatan yang tinggi ketika melakukan pemilihan karir.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan kematangan karir merupakan keberhasilan individu untuk menjalankan tugas perkembangan karir sesuai dengan tahap perkembangan yang sedang dijalani, kemampuan untuk membuat rencana, kerelaan untuk memikul tanggung jawab, konsistensi, diferensiasi, dan keselarasan ketika melakukan pemilihan karir dalam membuat keputusan karir. 2. Aspek-aspek Kematangan Karir

Crites (1981) mengemukakan sebagai dari studi longitudinal Inventori Kematangan Karir (Career Maturity Inventory/CMI) tentang kematangan karir. Inventori ini terdiri dari dua bagian, yaitu dimensi sikap dan dimensi kompetensi yaitu:

a. Dimensi sikap

Skala sikap ditujukan untuk mengukur proses pilihan karir yang dipandang sebagai kecenderungan tanggapan disposional bahwa individu terlibat secara utuh dalam suatu pembuatan keputusan. Dimensi sikap meliputi keterlibatan (involvement), kemandirian (independence), pengenalan (orientation), penentuan (desiveness), dan kompromi (compromise).

b. Dimensi kompetensi

Dimensi kompetensi mengukur aspek pilihan karir yang sifatnya lebih kognitif, terdiri dari pengukuran diri (self appraisal), informasi jabatan atau

(3)

pekerjaan (problem solving information), seleksi tujuan (goal setting), perencanaan (planning) dan pemecahan masalah (problem solving).

Menurut Super (dalam Sharf, 2006), mendeskripsikan lima komponen mayor dalam kematangan karir, yaitu:

a. Orientasi pada pemilihan karir (orientasi to vocational choice)

Komponen ini menyangkut pilihan karir dan penggunaan informasi kerja. Dalam hal ini, seseorang menentukan pilihan karirnya secara pasti berdasarkan pertimbangan dari informasi kerja yang dimilikinya.

b. Informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai (information and planing about preferred occupation)

Komponen ini berkaitan dengan informasi spesifik yang dimiliki seorang tentang pekerjaan yang akan dimasukinya. Seseorang mencari dan menggali secara menyeluruh segala informasi yang berkaitan dengan pekerjaan yang nantinya akan digeluti, sehingga dengan informasi yang dimiliki seseorang dapat menyusun perencanaan untuk mencapai pilihan karirnya.

c. Konsistensi pilihan karir (consistency of vocational preference)

Komponen ini tidak hanya fokus pada konsistensi pilihan karir dari waktu-kewaktu, tetapi juga konsistensi dalam bidang dan level kerja. Konsistensi pilihan karir terlihat bila seseorang benar-benar yakin akan pilihan karirnya dan tidak berubah-ubah dari waktu ke waktu.

d. Kristalisasi sifat (cristalization of traits)

Komponen ini mencakup tujuh indek sikap terhadap pekerjaan, komponen ini juga mengindikasikan terbentuknya minat, karakteristik kepribadian dan

(4)

bakat yang relevan dengan pilihan karir. Dalam hal ini, sesorang akan melakukan pemilihan karir atau pekerjaan yang dapat menjadi media untuk mengekspresikan dirinya.

e. Kebijaksanaan pilihan karir (The wisdom of vocational preference)

Komponen ini terkait hubungan antara pilihan karir dengan kemampuan, aktifitas, dan minat yang dimiliki. Jadi, dalam hal ini seseorang harus dapat secara bijaksana menjatuhkan pilihan karir yang sesuai dengan kemampuan, aktifitas, dan minat yang dimilikinya.

Berdasarkan pemaparan di atas aspek-aspek kematangan karir menurut Super (dalam Sharf, 2006), mendeskripsikan lima komponen mayor dalam kematangan karir yaitu orientasi pada pemilihan karir, informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai, konsistensi pilihan karir, kristalisasi sifat, kebijaksanaan pilihan karir dan menurut Crites (1981) mengemukakan inventori kematangan karir terbagi menjadi dua bagian yaitu dimensi sikap dan dimensi kompetensi. Dengan demikian aspek-aspek kematangan karir yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah teori dari Super (dalam Sharf, 2006), mendeskripsikan lima komponen mayor dalam kematangan vokasional yaitu orientasi pada pemilihan karir, informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai, konsistensi pilihan karir, kristalisasi sifat, kebijaksanaan pilihan karir. Peneliti memilih menggunakan teori dari Super karena dapat mengungkap sikap dan perilaku dalam memilih karir melalui tahapan-tahapan secara jelas yang menunjukkan siswa memiliki kematangan karir.

(5)

3. Tugas-tugas Perkembangan Karir

Menurut Super (dalam Winkel, 1997), menjelaskan bahwa pada masa-masa tertentu dalam hidupnya, seseorang dihadapkan pada tugas-tugas karir tertentu, yaitu:

a. Perencanaan garis besar masa depan (Cristallization), usia 14-18 tahun

Tugas perkembangan karir pada masa ini terutama bersifat kognitif dengan meninjau diri sendiri dan situasi hidupnya.

b. Penentuan (specification), usia 18-24

Tugas perkembangan karir yang harus diselesaikan pada masa ini adalah mengarahkan diri ke bidang jabatan tertentu dan mulai memegang jabatan itu. c. Pemantapan (estabilishment), usia 24-35

Pada tahapan ini tugas perkembangan karir yang harus diselesaikan seseorang adalah untuk membuktikan bahwa dirinya mampu memangku jabatan yang terpilih.

d. Pengakaran (consolidation) usia diatas 35

Tugas perkembangan karir pada tahapan ini lebih bercirikan pada pencapaian status tertentu dan memperoleh senioritas.

Berdasarkan kriteria kematangan karir dalam penelitian ini, yaitu siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kelas XII dengan kisaran usia 17-18 tahun, maka penelitian ini mengacu pada tugas perkembangan karir penentuan (specification). Pada tahap ini seseorang dituntut untuk mampu mengarahkan dan mengkhususkan diri pada pilihan jabatan tertentu. Dalam hal ini, siswa SMK

(6)

diharapkan sudah mampu menentukan pilihan karir atau program studi di perguruan tinggi.

4. Faktor-faktor Kematangan Karir

Menurut Super (dalam Sharf, 2006) faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir yaitu:

a. Faktor bio-sosial

Faktor umur dan kecerdasan mempengaruhi dalam pencarian informasi yang lebih spesifik, perencanaan pilihan karir, dan tanggung jawab terhadap pilihan karir.

b. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan baik lingkungan keluarga, lingkungan pekerjaan, lingkungan sekolah, stimulus budaya mempengaruhi kematangan karir. Orang tua, sekolah dan teman dapat menjadi penolong dalam perkembangan anak. Pentingnya keluarga, teman dan sekolah pada proses pendewasaan dan pembuatan keputusan serta masa depan karir (Ferry, 2006). Anak muda yang mendapatkan dukungan dari sekolah, teman dan keluarga dapat membuat keputusan dalam memilih karir. Dukungan sosial berpengaruh positif dalam pemilihan dan perencanaan karir (Ferry, 2006). Dukungan sosial yang paling baik adalah dukungan yang didapatkan dari keluarga (Rodin & Solovey dalam Nashriyah dkk, 2014).

c. Kepribadian

Meliputi konsep diri, fokus kendali, bakat khusus, nilai atau norma dan tujuan hidup. Konsep diri yang positif akan mengarahkan seseorang untuk dapat

(7)

memiliki kemandirian, mampu mengatasi permasalahan yang sedang dialaminya, mampu merencanakan dan memutuskan apa yang baik mengenai karir untuk dirinya di masa depan (Setyawati, 2005). Siswa yang sudah mengenali bakat khususnya sejak dini akan lebih mudah untuk memutuskan pilihan karirnya. Nilai-nilai atau norma pada lingkungan setempat akan memiliki pengaruh saat siswa akan memutuskan pilihan karir (Purnamasari, 2012). Tujuan hidup yang sudah ditetapkan dengan jelas akan membuat siswa lebih matang saat harus memutuskan karir yang sesuai dengan tujuan hidupnya.

d. Vokasional

Kematangan karir individu berkorelasi positif dengan aspirasi vokasional tingkat kesesuaian aspirasi dan ekspektasi karir.

e. Prestasi individu

Meliputi prestasi belajar, kebebasan, partisipasi di sekolah dan di luar sekolah. Prestasi akademik yang tinggi akan membuat siswa membentuk aspirasi karir yang mantap. Aspirasi karir yang mantap, akan membuat individu lebih serius dalam mencari informasi mengenai karir dan menyesuaikan antara kemampuan dan minat yang dimiliki dengan pemahaman mengenai karir, sehingga akhirnya mampu membuat keputusan karir yang tepat.

Menurut Seligmen (1994) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan karir individu dimana perkembangan karir akan membentuk kematangan karir. Faktor-faktor tersebut adalah:

(8)

1. Faktor keluarga

Latar belakang keluarga berperan penting dalam kematangan karir seseorang. Pengalaman masa kecil dimana role model yang paling signifikan adalah orang tua, berikut latar belakang orang tua.

2. Faktor internal individu

Faktor individu memiliki pengaruh yang kuat pada perkembangan karir seseorang, hal ini mencakup:

a. Self esteem atau harga diri merupakan evaluasi positif dan negatif tentang diri sendiri yang dimiliki seseorang. Evaluasi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian dirinya (Shahizan, 2003).

b. Self efficacy, merupakan keyakinan seseorang tentang kemampuan untuk mencapai suatu hasil atau prestasi yang dapat mempengaruhi hidup mereka (Bandura, 1997).

c. Locus of control adalah konsep yang menjelaskan persepsi individu mengenai tanggung jawabnya atas kejadian-kejadian dalam hidupnya (Larsen dan Buss 2008). Locus of control dikelompokkan menjadi dua macam yakni internal locus of control dan eksternal locus of control. Internal locus of control mempercayai bahwa peristiwa yang terjadi sebagai hasil dari perilakunya. Sedangkan eksternal locus of control menunjukkan adanya keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam

(9)

hidup adalah hasil dari kekuatan diluar dirinya seperti keberuntungan, kesempatan, serta kekuasaan (Dillon & Kaur, 2005). Internal locus of control penting dimiliki siswa, karena dengan keyakinan bahwa semua pencapaian ditentukan oleh usaha, ketrampilan dan kemampuan, maka siswa akan berusaha meningkatkan kemampuan dan ketrampilan yang menjadi persyaratan karir (Nugraheni, 2012).

d. Keterampilan merupakan kecekatan, kecakapan atau kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik dan cermat atau dengan keahlian (Poerwadharminta, 1996). Seseorang yang sudah mengetahui memiliki ketrampilan tertentu akan dapat menentukan dan memilih karir dengan tepat.

e. Minat merupakan keinginan yang besar terhadap sesuatu. Remaja yang memiliki minat terhadap sesuatu akan terdorong untuk dapat melakukan hubungan dengan hal tersebut begitu juga dalam hal karir atau pekerjaan (Syah, 2005). Minat yang kuat terhadap sesuatu dapat mengarahkan siswa dalam memilih karir sesuai dengan minat dan ketertarikan dalam karir tertentu. Minat merupakan faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan karir. Minat berkaitan dengan bidang dan tingkat pilihan karir (Nugraheni, 2012).

f. Bakat mengandung makna kemampuan bawaan yang masih bersifat potensial atau laten dan memerlukan pengembangan lebih lanjut (Ali, 2004). Bakat khusus yang dimiliki dan sudah diketahui siswa dapat mengarahkan siswa untuk dapat melakukan pemilihan karir tertentu

(10)

sesuai dengan bakat yang dimiliki. Setiap pekerjaan membutuhkan bakat dan kemampuan khusus yang berbeda. Bakat sangat penting karena memungkinkan individu untuk mencapai keberhasilan dalam bekerja (Nugraheni, 2012).

g. Kepribadian, remaja akan melakukan refleksi terhadap sifat-sifat kepribadiannya sehingga dapat lebih mengenal diri dan memperoleh pemahaman diri (Winkel, 1997). Holland dan Roe (dalam Nugraheni, 2012) menyatakan bahwa individu akan memilih karir yang cenderung sesuai dengan karakteristik kepribadian. Kepribadian meliputi sejumlah dimensi yang relevan dengan perkembangan karir yaitu orientasi interpersonal, nilai, motivasi, stabilitas dan kemauan untuk mengambil resiko.

h. Usia, tingkat kematangan karir remaja bertambah seiring dengan meningkatnya usia. Kematangan karir berjalan seiring dengan bertambahnya usia dan mengalami dinamika yang penting pada masa sekolah menengah (Crites dalam Barnes & Carter, 2002). Semakin meningkat usia, maka kematangan karir semakin meningkat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir adalah faktor bio-sosial, faktor lingkungan yaitu dukungan sosial, kepribadian, vokasional, prestasi individu. Faktor keluarga, faktor internal mencakup mencakup self esteem, self expectation, self efficacy, locus of control, ketrampilan, minat, bakat, kepribadian dan usia.

(11)

Peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh internal locus of control dan dukungan sosial keluarga terhadap kematangan karir siswa. Internal locus of control merupakan persepsi yang menganggap terjadinya suatu peristiwa baik positif maupun negatif merupakan konsekuensi dari apa yang telah dilakukan, sehingga dengan keyakinan bahwa semua pencapaian ditentukan oleh usaha, ketrampilan dan kemampuan, maka siswa akan berusaha meningkatkan kemampuan dan ketrampilan yang menjadi persyaratan karir sehingga siswa memiliki kematangan karir. Individu dengan kecenderungan internal locus of control akan aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait dengan situsai yang sedang dijalani (Rotter dalam Fredman dan Schustack, 2006). Hasil penelitian oleh Suryanti ddk (2012) menunjukkan ada hubungan positif antara internal locus of control dengan kematangan karir. Penelitian oleh Dhilon & Kaur (2005) tentang kematangan karir pada anak sekolah di SMA di Amritsar, menunjukkan hasil ada hubungan positif antara internal locus of control dengan kematangan karir.

Berdasarkan hasil wawancara dilapangan ditemukan bahwa siswa belum memiliki usaha untuk menentukan masa depannya terutama dalam hal karir. Siswa juga belum mendapatkan infrormasi dan bantuan dari keluargnya mengenai karir, Sehingga siswa belum mampu untuk memilih karir yang akan di pilih setelah lulus sekolah. Dukungan sosial keluarga merupakan bantuan yang diberikan ayah, ibu, dan kerabat sehingga individu merasa diperhatikan, dicintai, dihargai dan dipercayai. Bantuan yang diberikan berupa instrumental, informasi, emosional dan penilaian, akan dapat mempengaruhi siswa dalam orientasi

(12)

pemilihan karir, perencanaan, konsisten dalam memilih karir dan kebijaksaan ketika memilih karir sehingga siswa dapat mencapai kematangan karir sesuai usianya. Dukungan sosial berpengaruh positif dalam pemilihan dan perencanaan karir (Ferry, 2006). Dukungan sosial yang paling baik adalah dukungan yang didapatkan dari keluarga (Rodin & Solovey dalam Nashriyah dkk, 2014). Penelitian oleh Nashriyah dkk (2014), menunjukkan ada hubungan dukungan sosial keluarga dengan kematangan karir mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UNS. Dukungan sosial keluarga berpengaruh pada kematangan karir mahasiswa.

B. Internal Locus of Control 1. Pengertian Internal Locus of Control

Menurut Rotter (Sarason, 1985) Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri. Dillon & Kaur (2005) menyebutkan bahwa locus of control merupakan sebuah bagian dari kepribadian individu yang menjelaskan mengenai pengelompokkan individu berdasarkan derajat kepercayaan individu untuk mengontrol peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Larsen & Buss (2008) mengatakan bahwa locus of control adalah sebuah konsep yang menggambarkan persepsi seseorang mengenai tanggungjawabnya atas peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

Locus of control dikelompokkan menjadi dua macam yakni internal locus of control dan eksternal locus of control. Internal locus of control merupakan tingkat kepercayaan terhadap kontrol mereka atas kejadian dalam kehidupan

(13)

mereka. Eksternal locus of control menunjukkan adanya keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidup adalah hasil dari kekuatan diluar dirinya seperti keberuntungan, kesempatan, serta kekuasaan (Dillon & Kaur, 2005). Menurut Lefcourt (dalam Smet, 1994) menjelaskan bahwa locus of control mengacu pada derajat dimana individu memandang peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya sebagai konsekuensi perbuatannya, dengan demikian individu yang dapat mengontrol peristiwa yang terjadi dalam dirinya (internal control), atau sebagai sesuatu yang tidak berhubungan dengan perilakunya sehingga diluar control peribadinya (eksternal control). Sehingga peristiwa yang terjadi karena perilaku dari dirinya dan diluar kontrol dirinya.

Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan locus of control sebagai tingkat dimana individu yakin bahwa diri pribadi dan lingkungan adalah penentu nasib. Locus of control terbagi menjadi dua yaitu internal locus of control adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apapun yang terjadi pada diri mereka, sedangkan eksternal locus of control adalah individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan.

Siagian (2004) menegaskan bahwa orang yang bersifat eksternal berpendapat bahwa dirinya hanyalah merupakan poin dalam peraturan nasib. Artinya orang yang eksternal berpendapat bahwa nasibnya ditentukan oleh kekuatan diluar dirinya. Larsen & Buss (2008) menambahkan bahwa orang yang cenderung memiliki eksternal locus of control akan berpandangan bahwa semua hal yang terjadi disebabkan oleh nasib, keberuntungan atau kesempatan.

(14)

Internal locus of control mempunyai suatu ekspektasi berupa persepsi yang menganggap terjadinya suatu peristiwa baik positif maupun negatif merupakan konsekuensi dari apa yang telah dilakukan (Lefcourt, 1982). Siagian (2004) menegaskan bahwa orang yang “internal” pada dasarnya berpandangan bahwa dirinya yang menjadi tuan dari nasibnya. Larsen & Buss (2008) menambahkan bahwa orang dengan internal locus of control yang tinggi percaya bahwa hasil tergantung pada usaha mereka sendiri.

Internal locus of control merupakan salah satu orientasi dari locus of control di mana individu menganggap bahwa peristiwa yang dialami terjadi karena tindakan individu itu sendiri. Menurut Lefcourt (dalam Smet, 1994) internal locus of control adalah keyakinan individu mengenai peristiwa yang berpengaruh dalam kehidupannya akibat tingkah lakunya sehingga dapat mengontrol. Pendapat tersebut didukung oleh Sarafino (1990) yang menyatakan, individu dengan internal locus of control yakin bahwa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi dalam hidup tergantung pada diri sendiri.

Internal locus of control adalah keyakinan individu terhadap segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, karena faktor dari dalam diri, kemampuan, minat dan usaha dalam diri individu akan mempengaruhi keberhasilan individu itu. Orang dengan internal locus of control lebih berorientasi pada keberhasilan karena menganggap perilaku mereka dapat menghasilkan efek positif dan juga mereka lebih cenderung tergolong high-achiever (Phares dalam Widyastuti & Arini. 2015).

(15)

Individu yang kecenderungan dengan internal locus of control memiliki keyakinan bahwa kejadian yang dialami merupakan akibat dari perilakunya dan tindakannya sendiri. Hal ini membuatnya mampu memiliki kendali yang baik terhadap perilakunya sendiri, cenderung dapat mempengaruhi orang lain, yakin bahwa usahanya dapat berhasil. Individu dengan kecenderungan internal locus of control akan aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait dengan situsai yang sedang dijalani (Rotter dalam Fredman dan Schustack, 2006).

Penelitian yang dilakukan Zulkaidam (2007), terdapat hubungan positif antara internal locus of control dengan kematangan karir. Individu dengan internal locus of control ketika dihadapkan oleh pemilihan karir maka akan melakukan usaha untuk mengenal diri, mencari tahu tentang pekerjaan, langkah-langkah pendidikan, serta mengatasi masalah yang dialami.

Berdasarkan definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli di atas, dapat dijelaskan bahwa internal locus of control sebagai kemampuan dan keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri.

2. Aspek-aspek internal Locus of Control

Levenson (dalam Legerski, 2006) menyatakan bahwa terdapat tiga dimensi dalam Internal locus of control, yakni:

a. Internal (I), berupa keyakinan individu bahwa dirinya dapat mengendalikan hidupnya sendiri.

b. Exsternal powerful others (P), berupa keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidupnya ditentukan oleh kekuatan orang lain.

(16)

c. Exsternal chance (C), berupa keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam hidupnya ditentukan oleh adanya kesempatan, keberuntungan, takdir.

Wolfgang dan Weiss’s (dalam Clachar, 1992) menjelaskan bahwa terdapat dua dimensi dalam locus of control, yaitu:

a. Locus of personal control direfleksikan sebagai kepercayaan individu terhadap kompetensi serta efikasi diri. Locus of personal control terdiri dari locus of personal control yang berorientasi internal dan locus of personal control yang berorientasi eksternal. Locus of personal control yang berorientasi internal ditandai dengan keyakinan akan efikasi diri, sedangkan locus of personal control yang berorientasi eksternal ditandai dengan keyakinan pada kesempatan, keberuntungan.

b. Locus of responsibility digunakan untuk mengukur tingkat tanggung jawab individu terhadap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Locus of responsibility terdiri dari locus of responsibility yang berorientasi internal dan locus of responsibility yang berorientasi eksternal. Locus of responsibility yang berorientasi internal ditandai dengan keyakinan adanya hubungan yang kuat antara usaha, kerja keras dengan kesuksesan yang dicapai, sedangkan locus of responsibility yang berorientasi eksternal ditandai dengan keyakinan bahwa sosial, politik, ekonomi adalah kekuatan dan pembentuk nasib individu.

Menurut hasil penelitian Rotter (Sarason & Sarason, 1985) mengenai pusat kendali (internal locus of control) diperoleh karakteristik sebagai berikut :

(17)

a. Kontrol, yaitu keyakinan individu bahwa peristiwa hidupnya (baik ganjaran/hukuman) adalah hasil dari faktor internal (kontrol personal). Memiliki keyakinan bahwa prestasi atau keberhasilan yang diraih atas usaha yang dilakukan.

b. Mandiri, yaitu usaha individu untuk mencapai suatu tujuan atau hasil, percaya dengan kemampuan dan ketrampilannya sendiri. Individu memiliki keyakinan dengan kemampuan yang dimiliki mampu meraih tujuan yang telah ditetapkann sendiri sehingga mencapai keberhasilan.

c. Tanggung jawab, yaitu kesedian individu untuk menerima segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri, serta berusaha memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar mencapai hasil yang lebih baik lagi. Misalnya, Individu selalu mengevaluasi peristiwa yang terjadi dalam hidupnya, baik positif maupun negative, serta memperbaiki kearah yang lebih baik.

d. Ekspektancy, yaitu penilaian subyektif individu atau keyakinan bahwa konsekuensi positif (reward) akan diperoleh pada situasi tertentu sebagai imbalan tingkah lakunya. Ekspektancy ini dipengaruhi oleh pengalaman keberhasilan atau kegagalan di masa lalu.

Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas, menurut Levenson (dalam Legerski, 2006) menyatakan bahwa terdapat tiga dimensi dalam Internal locus of control, yakni Internal (I), Exsternal powerful others (P), Exsternal chance (C). Menurut Wolfgang dan Weiss’s (dalam Clachar, 1992) menjelaskan bahwa terdapat dua dimensi dalam locus of control, yaitu Locus of personal control dan

(18)

Locus of responsibility. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengukur internal locus of control yang dimiliki siswa secara mendalam yang dapat memberikan gambaran internal locus of control siswa, maka penelitian ini dalam pembuatan alat ukur internal locus of control mengacu pada karakteristik dari teori Rotter (Sarason & Sarason, 1985) yaitu kontrol, mandiri, tanggung jawab, ekspektancy. Karakteristik tersebut digunakan karena lebih komprehensif dan dapat menggambarkan internal locus of control pada siswa dengan berbagai latar belakang, status sosial ekonomi, jenis kelamin dan usia.

C. Dukungan Sosial Keluarga 1. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga

Dukungan menurut Chaplin (2002) adalah menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain, serta memberikan dorongan atau semangat dan nasehat kepada orang lain dalam satu situasi dalam mengambil keputusan. Effendi dan Tjahjono (1999) dukungan sosial sebagai transaksi interpersonal yang diperoleh dari orang lain berupa bantuan yang diperlukan. Baron dan Byrne (1997) bahwa dukungan sosial merupakan perasaan nyaman baik fisik ataupun psikologis yang disediakan oleh teman maupun anggota keluarga.

Cohen dan Syme (1996) mendefinisikan dukungan sosial sebagai suatu keadaan bermanfaat atau menguntungkan yang diperoleh individu dari orang lain yang berasal dari hubungan struktur sosial yang meliputi keluarga dan teman atau lembaga pendidikan yang berupa dukungan emosi, informasi, penilaian dan instrumental. Cobb, dkk (dalam Sarafino, 1997) mendefinisikan dukungan sosial

(19)

sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok. Sarason (Effendi dan Tjahjono, 1999) dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, pemberian bantuan tingkah laku atau materi yang didapat dari hubungan sosial yang akrab atau hanya disimpulkan dari keberadaan mereka yang membuat individu merasa diperhatikan bernilai dan dicintai.

House (dalam Smet, 1994) juga mengatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, bantuan atau informasi yang diterima individu melalui kontak formal dengan individu atau kelompok. Rook (dalam Smet, 1994) menganggap dukungan sosial sebagai satu di antara fungsi pertalian atau ikatan sosial. Menurut Gottlieb (dalam Smet, 1994) dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Dukungan sosial dapat bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi individu seperti keluarga, teman dekat, maupun tetangga terdekat dari rumah. Dukungan sosial keluarga merupakan dukungan dari orang tua dengan memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan dan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala perbuatannya (Santrock, 2003). Dukungan sosial keluarga adalah melindungi, kesehatan, kesejahteraan, hak-hak individu dalam keluarga serta menjamin anak agar mendapatkan proses pendidikan yang baik. fokus dari dukungan keluarga

(20)

adalah mendukung kehidupan anak, baik dalam biang sosial, psikologis, dan perkembangan pendidikan (Giligan dalam Arifiati, 2013).

Dukungan sosial keluarga adalah pemberian perasaan nyaman baik fisik maupun psikologis yang berupa pemberian perhatian, informasi atau nasihat, rasa dihargai dan dicintai yang berbentuk verbal dan nonverbal yang diberikan oleh keluarga, ayah, ibu, kaum kerabat (kakak, adik, kakek, nenek, sepupu, paman, bibi) atau orang seisi rumah kepada individu (Nashriyah dkk, 2014).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga merupakan bantuan yang diterima individu dari ayah, ibu, dan kerabat sehingga individu merasa diperhatikan, dicintai, dihargai dan dipercayai. Bantuan yang diberikan berupa instrumental, informasi, emosional dan penilaian.

2. Aspek-aspek Dukungan Sosial Keluarga

Menurut House dan Kahn (Sarafino, 1997) aspek-aspek dukungan sosial terdiri dari:

a. Dukungan emosional adalah penghargaan, cinta dan kasih sayang, kepercayaan, perhatian dan kesediaan mendengarkan terhadap seseorang berupa ungkapan empati, kepedulian dan afeksi.

b. Dukungan informative adalah dukungan yang berguna untuk mempermudah dalam menjalani hidupnya dan memberikan informasi berupa nasihat, petunjuk saran dan umpan balik.

c. Dukungan alat adalah dukungan sarana untuk menolong remaja, berupa bantuan langsung yang berupa dukungan nyata berupa material seperti uang dan alat.

(21)

d. Dukungan penghargaan adalah dukungan dalam bentuk penguatan dan perbandingan sosial serta umpan balik yang diterima remaja, berupa ungkapan hormat (penghargaan) positif, dorongan untuk maju atau persetujuan tentang perasaan remaja, dukungan ini dapat membantu remaja dalam mengembangkan kepribadian dan meningkatkan identitas diri.

Menurut Weiss (Kuntjoro, 2002) mengemukakan adanya 6 (enam) komponen dukungan sosial yang disebut sebagai “The Social Provision Scale”, dimana masing-masing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, namun satu sama lain saling berhubungan. Adapun komponen-komponen tersebut adalah :

a. Kerekatan emosional (Emotional Attachment). Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan (kedekatan) emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima.

b. Integrasi sosial (Social Integration). Jenis sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok yang memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama.

c. Adanya pengakuan (Reanssurance of Worth). Dukungan sosial jenis ini seseorang mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga.

d. Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable Reliance). Seseorang mendapat dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika seseorang membutuhkan bantuannya.

(22)

e. Bimbingan (Guidance). Dukungan sosial jenis ini adalah berupa adanya hubungan kerja ataupun hubungan sosial yang memungkinkan individu mendapatkan informasi, saran, atau nasehat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi.

f. Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance). Jenis dukungan sosial ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan.

Dukungan sosial didefinisikan Smet (1994) sebagai transaksi interpersonal yang melibatkan satu atau lebih aspek-aspek berikut ini:

a. Dukungan Emosional. Yaitu mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Misalnya, siswa yang mendapatkan perhatian dan kepedulian dari keluarga mengenai perencanaan dan pemilihan pekerjaan akan membantu siswa dalam menetapkan pilihan karir.

b. Dukungan Penghargaan. Terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif bagi orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain. Misalnya, siswa yang mendapat pujian dan umpan balik dari keluarga mengenai karir akan meningkatkan percayaan diri dalam pemilihan karir. c. Dukungan Instrumental. Yaitu mencakup bantuan langsung untuk

mempermudah perilaku yang secara langsung menolong individu. Misalnya bantuan benda, pekerjaan, dan waktu. contoh, memberi berbagai brosur mengenai informasi pekerjaan.

(23)

d. Dukungan Informatif. Yaitu mencakup pemberian nasehat, saran-saran, atau umpan balik. Misalnya, Keluarga memberikan nasehat mengenai pengambilan keputusan untuk masa depan saya terutama pemilihan pekerjaan.

Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas dapat disimpulkan aspek-aspek dukungan sosial menurut House dan Kahn (Sarafino, 1997) adalah dukungan emosional, dukungan informatif, dukungan alat dan dukungan penghargaan. Menurut Weiss (Kuntjoro, 2002) enam komponen dalam dukungan sosial yaitu kerekatan emosional, integrasi sosial, adanya pengakuan, ketergantungan yang dapat diandalkan, bimbingan, dan kesempatan untuk mengasuh. Dalam penelitian ini peneliti ingin mendapatkan gambaran dukungan sosial yang diperoleh siswa dari keluarga, maka dalam pembuatan alat ukur dukungan sosial keluarga mengacu pada aspek dari teori Smet (1994) yaitu, dukungan emosional, dukungan informative, dukungan instrumental dan dukungan penghargaan yang akan dijadikan sebagai acuan pembuatan alat ukur. Aspek-aspek dukungan sosial dari teori smet (1994) digunakan sebagai acuan alat ukur karena lebih komprehensif dan dapat menggambarkan dukungan sosial keluarga yang diterima berupa dukungan emosional, dukungan informative, dukungan instrumental dan dukungan penghargaan dari keluarga siswa dengan berbagai latar belakang, status sosial ekonomi, jenis kelamin dan usia.

D. Hubungan Antara Internal Locus of Control dengan Kematangan Karir Perkembangan karir seseorang terdapat tugas-tugas perkembangan karir yang harus dilalui seseorang. Keberhasilan dan kesiapan seseorang untuk

(24)

bernegosiasi dan membuat keputusan-keputusan karir sesuai dengan tahap perkembangan karirnya (Komandyahrini dan Hawadi, 2008). Kematangan karir sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari individu untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan biologis dan sosialnya serta harapan dari orang-orang dalam masyarakat yang telah mencapai tahapan perkembangan tertentu (Brown dan Brooks dalam Komandyahrini dan Hawadi, 2008). Disisi lain menurut Holland (Gonzalez, 2008), mengatakan bahwa seseorang dikatakan memiliki kematangan karir ketika orang tersebut mampu memanifestasikan konsistensi, diferensiasi, dan keselarasan dalam tingkatan yang tinggi ketika melakukan pemilihan karir.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kematangan karir adalah locus of control. Dillon & Kaur (2005) menyebutkan bahwa locus of control merupakan sebuah bagian dari kepribadian individu yang menjelaskan mengenai pengelompokkan individu berdasarkan derajat kepercayaan individu untuk mengontrol peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

Internal locus of control merupakan salah satu orientasi dari locus of control di mana individu menganggap bahwa peristiwa yang dialami terjadi karena tindakan individu itu sendiri. Menurut Lefcourt (dalam Smet, 1994) internal locus of control adalah keyakinan individu mengenai peristiwa-peristiwa yang berpengaruh dalam kehidupannya akibat tingkah lakunya sehingga dapat dikontrol.

Menurut hasil penelitian Rotter (Sarason & Sarason, 1985) mengenai internal locus of control diperoleh karakteristik sebagai berikut: Kontrol, yaitu

(25)

individu mempunyai keyakinan bahwa peristiwa hidupnya (baik ganjaran/hukuman) adalah hasil dari faktor internal (kontrol personal). Ketika individu memiliki kemampuan dalam kontrol pribadi, maka individu akan lebih bertanggung jawab atas pilihan karirnya (kebijaksanaan pilihan karir). Mandiri, yaitu individu dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan atau hasil, percaya dengan kemampuan dan ketrampilannya sendiri. Individu akan mencari dan menggali secara menyeluruh segala informasi yang berkaitan dengan pekerjaan yang nantinya akan digeluti, sehingga dengan informasi yang dimiliki seseorang dapat menyusun perencanaan untuk mencapai pilihan karirnya. Individu yang memiliki kemandirian akan mampu membuat perencanaan dan memutuskan karir terbaik untuk dirinya (Informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai).

Menurut Roter (Sarason & Sarason, 1985) aspek-aspek internal locus of control mencakup tanggung jawab, yaitu individu memiliki kesediaan untuk menerima segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri, serta berusaha memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar mencapai hasil yang lebih baik lagi. Individu yang memiliki rasa tanggung jawab tidak hanya fokus pada konsistensi pilihan karir dari waktu-kewaktu, tetapi juga konsistensi dalam bidang dan level kerja. Dengan tanggung jawab seseorang benar-benar yakin akan pilihan karirnya dan tidak berubah-ubah dari waktu ke waktu (konsistensi pilihan karir). Ekspektancy, yaitu individu mempunyai penilaian subyektif atau keyakinan bahwa konsekuensi positif (reward) akan diperoleh pada situasi tertentu sebagai imbalan tingkah lakunya. Ekspektancy ini dipengaruhi oleh pengalaman keberhasilan atau kegagalan di masa lalu. Berdasarkan pengalaman

(26)

yang sudah dilalui, individu cenderung sudah lebih mampu untuk menilai kemampuan dan aktifitas yang disukai dan tidak disukai. Dalam hal ini individu akan lebih bijaksana dalam menjatuhkan pilihan karir yang sesuai dengan kemampuan, bakat, aktifitas dan minat yang dimilikinya (kebijaksanaan pilihan karir). Siswa yang memiliki internal locus of control mempunyai gambaran realistis dengan bakat serta kemampuan berinteraksi dengan lingkunganya. Pemahaman mengenai bakat yang dimiliki serta kemampuan yang baik dalam berinteraksi dengan lingkungan memungkinkan siswa dalam mencapai kematangan karir. (Coertse dan schrepers, 2004).

Khan (Dillon dan Kaur, 2005 ) menemukan score kematangan karir yang tinggi berhubungan dengan internal locus of control. Nilai pada semua pelajar juga menunjukkan bahwa internal locus of control lebih kondusiv dalam pembentukan kematangan karir dari pada eksternal locus of control. Mullis dan Mullis (1997) menemukan siswa Sekolah Menengah Atas dengan skore yang tinggi pada self esteem dan internal locus of control menunjukkan kematangan karir.

Berdasarkan pemaparan di atas senada dengan Penelitian oleh Suryanti ddk (2012) yang menunjukkan ada hubungan antara internal locus of control dan konsep diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 surakarta. Hasil penelitian juga menunjukkan ada hubungan positif antara internal locus of control dengan kematangan karir, sumbangan efektif internal locus of control dengan kematang karir sebesar 42,5%.

(27)

E. Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Kematangan Karir

Super (Winkel dan Hastuti, 2004), mengembangkan konsep kematangan karir yang menunjuk pada keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas perkembangan vokasional yang khas bagi tahap perkembangan tertentu. Lebih lanjut Super menambahkan bahwa indikasi relevan bagi kematangan vokasioanal adalah misalnya kemampuan untuk membuat rencana, kerelaan untuk memikul tanggung jawab, serta kesadaran akan segala faktor internal dan eksternal yang harus dipertimbangkan dalam membuat pilihan jabatan atau memantapkan diri dalam suatu jabatan.

Brown dan Brooks (dalam Komandyahrini dan Hawadi, 2008) kematangan karir sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari individu untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan biologis dan sosialnya serta harapan dari orang-orang dalam masyarakat yang telah mencapai tahapan perkembangan tertentu. Disisi lain Holland (dalam Gonzalez, 2008), mengatakan bahwa seseorang dikatakan memiliki kematangan karir ketika orang tersebut mampu memanifestasikan konsistensi, diferensiasi, dan keselarasan dalam tingkatan yang tinggi ketika melakukan pemilihan karir.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan karir adalah dukungan sosial keluarga. Dukungan sosial keluarga adalah pemberian perasaan nyaman baik fisik maupun psikologis yang berupa pemberian perhatian, informasi atau nasihat berbentuk verbal dan nonverbal rasa dihargai dan dicintai yang diberikan

(28)

oleh keluarga, ayah, ibu, kaum kerabat (kakak, adik, kakek, nenek, sepupu, paman, bibi) atau orang seisi rumah kepada individu (Nashriyah dkk, 2014).

Menurut Sarason (Effendi dan Tjahjono, 1999) dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, pemberian bantuan tingkah laku atau materi yang didapat dari hubungan sosial yang akrab atau hanya disimpulkan dari keberadaan mereka yang membuat individu merasa diperhatikan bernilai dan dicintai.

House (dalam Smet, 1994) juga mengatakan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, bantuan atau informasi yang diterima individu melalui kontak formal dengan individu atau kelompok. Rook (dalam Smet, 1994) menganggap dukungan sosial sebagai satu di antara fungsi pertalian atau ikatan sosial.

Menurut Rodin dan Solovey (dalam Smet, 1994) dukungan terpenting adalah dukungan yang diberikan keluarga. Jadi dukungan sosial yang didapatkan individu dari keluarganya akan meningkatkan kematanga karirnya. Uraian ini menununjukkan bahwa remaja akan dapat merencanakan dan mempersiapkan karirnya di masa depan dengan baik jika dirinya mendapat dukungan sosial keluarga yang tinggi sehingga akan dicapai kematangna karir di dalam dirinya (Nashriyah dkk, 2014).

Aspek-aspek dukungan sosial keluarga menurut Smet (1994) yaitu dukungan emosional yaitu mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Individu yang mendapat dukungan emosional dari keluarga akan merasa lebih nyaman dan memiliki keyakinan ketika akan memutuskan dalam pilihan karir (kebijaksanaan pilihan karir). Kualitas pilihan

(29)

karir ditentukan oleh kematangan karir yang dimiliki individu (Komandyahrini, 2008). Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif bagi orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain. Hal ini akan membuat individu memiliki kepercayaan diri untuk menentukan karir yang sesuai dengan minat dan ketrampilanya (kristalisasi sifat). Dukungan instrumental yaitu mencakup bantuan langsung untuk mempermudah perilaku yang secara langsung menolong individu. Dukungan instrumental yang diberikan keluarga dapat secara langsung memudahkan individu untuk mencapai kematangan karir (informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai). Dukungan informatif, yaitu mencakup pemberian nasehat, saran-saran, atau umpan balik dapat memberikan informasi yang lebih luas mengenai pilihan karir sehingga individu memiliki informasi yang banyak dan dapat mempertimbangkan pilihan karir sesuai dengan saran-saran dari keluarga sehingga dapat memutuskan karir yang tepat dan dapat mencapai kematangan karir sesuai tahapannya (orientasi pada pemilihan karir). Dukungan sosial dapat berupa informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka sehingga iundividu yang menerimanya merasa dihargai (Gotlhieb, dalam Nashriyah, 2014).

Berdasarkan uraian diatas didukung oleh hasil penelitian Nasriyah dkk (2014) yang menunjukkan ada hubungan positif antara dukungan sosial keluarga dengan kematangan karir siswa. Siswa yang mendapatkan dukungan sosial keluarga akan memilik kematangan karir sesuai dengan tahap perkembanganya.

(30)

F. Hubungan Antara Internal Locus of Control dan Dukungan Sosial Keluarga dengan Kematangan Karir Pada Siswa SMK

Menurut Super (dalam Winkel, 2004) mendefinisikan kematangan karir sebagai keberhasilan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir yang khas bagi tahap perkembangan tertentu. Super (dalam Savickas, 2001) menjelaskan bahwa individu dikatakan matang atau siap untuk membuat keputusan karir jika pengetahuan yang dimilikinya untuk membuat keputusan karir didukung oleh informasi yang adekuat mengenai pekerjaan berdasarkan eksplorasi yang telah dilakukan. Kematangan karir pada suatu tahap berbeda dengan kematangan karir pada tahap lain. Tugas perkembangan karir yang harus diselesaikan oleh remaja adalah mengenal dan mampu membuat keputusan karir, memperoleh informasi yang relevan mengenai pekerjaan, kristalisasi konsep diri, serta dapat mengidentifikasi tingkat dan lapangan pekerjaan yang tepat (Super dalam Fuhrmann, 1990).

Kematangan karir sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari individu untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan yang sedang dihadapi, karena perkembangan biologis dan sosialnya mencapai tahapan perkembangan karir tertentu (Brown dan Brooks, dalam Komandyahrini dan Hawadi, 2008). Menurut Sharf (2006), Super menyampaikan lima komponen mayor dalam kematangan karir, yaitu orientasi pada pemilihan karir, informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai, konsistensi piihan karir, kristalisasi sifat, dan kebijaksanaan pilihan karir. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kematangan karir adalah locus of control. Dillon & Kaur (2005) menyebutkan bahwa locus of control merupakan

(31)

sebuah bagian dari kepribadian individu yang menjelaskan mengenai individu berdasarkan derajat kepercayaan individu untuk mengontrol peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

Lau (1988) mengartikan locus of control sebagai kontrol diri yang berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut masalah perilaku dari individu yang bersangkutan. Individu dengan kontrol peristiwa dalam kehidupannya yang tinggi akan mampu mengontrol setiap perilakunya (internal locus of control). Pendapat tersebut didukung oleh Sarafino (1990) yang menyatakan, individu dengan internal locus of control yakin bahwa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi dalam hidup tergantung pada diri sendiri. Internal locus of control mempercayai bahwa peristiwa yang terjadi sebagai hasil dari perilakunya (Dillon & Kaur, 2005). Internal locus of control mempunyai suatu ekspektasi berupa persepsi yang menganggap terjadinya suatu peristiwa baik positif maupun negatif merupakan konsekuensi dari apa yang telah dilakukan (Lefcourt, 1982).

Menurut hasil penelitian Rotter (Sarason, 1985) mengenai Internal locus of control diperoleh karakteristik yaitu kontrol, yaitu individu mempunyai keyakinan bahwa peristiwa hidupnya (baik ganjaran/hukuman) adalah hasil dari faktor internal (kontrol personal). Mandiri, yaitu individu dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan atau hasil, percaya dengan kemampuan dan ketrampilannya sendiri. Tanggung jawab, yaitu individu memiliki kesedian untuk menerima segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri, serta berusaha memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar mencapai hasil yang lebih baik lagi. Ekspektancy, yaitu individu mempunyai penilaian subyektif atau

(32)

keyakinan bahwa konsekuensi positif (reward) akan diperoleh pada situasi tertentu sebagai imbalan tingkah lakunya.

Penelitian oleh Suryanti ddk (2012) ada hubungan antara internal locus of control dan konsep diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 surakarta. Hasil penelitian juga menunjukkan ada hubungan positif antara internal locus of control dengan kematangan karir, sumbangan efektif internal locus of control dengan kematang karir sebesar 42,5%.

Selain faktor internal locus of control, faktor dukungan sosial keluarga dapat mempengaruhi kematangan karir pada siswa. Menurut Effendi dan Tjahjono (1999) dukungan sosial sebagai transaksi interpersonal yang diperoleh dari orang lain yang berarti bagi orang tersebut berupa bantuan yang diperlukan, demikian juga yang dikatakan Baron dan Byrne (1997) bahwa dukungan sosial merupakan perasaan nyaman baik fisik ataupun psikologis yang disediakan oleh teman maupun anggota keluarga. Sarason (Effendi dan Tjahjono, 1999) dukungan sosial dapat berupa pemberian informasi, pemberian bantuan tingkah laku atau materi yang didapat dari hubungan sosial yang akrab atau hanya disimpulkan dari keberadaan mereka yang membuat individu merasa diperhatikan bernilai dan dicintai.

Dukungan sosial keluarga adalah pemberian perasaan nyaman baik fisik maupun psikologis yang berupa pemberian perhatian, informasi atau nasihat berbentuk verbal dan nonverbal rasa dihargai dan dicintai yang diberikan oleh keluarga, ayah, ibu, kaum kerabat (kakak, adik, kakek, nenek, sepupu, paman, bibi) atau orang seisi rumah kepada individu (Nashriyah dkk, 2014). Rodin dan

(33)

Solovey (dalam Smet, 1994) dukungan terpenting adalah dukungan yang diberikan keluarga. Jadi dukungan sosial yang didapatkan individu dari keluarganya akan meningkatkan kematangan karirnya. Uraian ini menununjukkan bahwa remaja akan dapat merencanakan dan mempersiapkan karirnya di masa depan dengan baik jika dirinya mendapat dukungan sosial keluarga yang tinggi sehingga akan dicapai kematangna karir di dalam dirinya (Nashriyah dkk, 2014).

Aspek-aspek dukungan sosial keluarga menurut Smet (1994) yaitu dukungan emosional yaitu mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Individu yang mendapat dukungan emosional dari keluarga akan merasa lebih nyaman dan memiliki keyakinan ketika akan memutuskan dalam pilihan karir (kebijaksanaan pilihan karir). Kualitas pilihan karir ditentukan oleh kematangan karir yang dimiliki individu (Komandyahrini, 2008). Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif bagi orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain. Hal ini akan membuat individu memiliki kepercayaan diri untuk menentukan karir yang sesuai dengan minat dan ketrampilanya (kristalisasi sifat). Dukungan instrumental yaitu mencakup bantuan langsung untuk mempermudah perilaku yang secara langsung menolong individu. Dukungan instrumental yang diberikan keluarga dapat secara langsung memudahkan individu untuk mencapai kematangan karir (informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai). Dukungan informatif, yaitu mencakup pemberian nasehat, saran-saran, atau umpan balik dapat memberikan informasi yang lebih luas mengenai pilihan karir sehingga individu memiliki

(34)

informasi yang banyak dan dapat mempertimbangkan pilihan karir sesuai dengan saran-saran dari keluarga sehingga dapat memutuskan karir yang tepat dan dapat mencapai kematangan karir sesuai tahapannya (orientasi pada pemilihan karir). Dukungan sosial dapat berupa informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka sehingga iundividu yang menerimanya merasa dihargai (Gotlhieb, dalam Nashriyah, 2014).

G. Landasan Teori

Menurut Super (Winkel dan Hastuti, 2004), mengembangkan konsep kematangan karir yang menunjuk pada keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas perkembangan vokasional yang khas bagi tahap perkembangan tertentu. Lebih lanjut Super menambahkan bahwa indikasi relevan bagi kematangan vokasioanal adalah misalnya kemampuan untuk membuat rencana, kerelaan untuk memikul tanggung jawab, serta kesadaran akan segala faktor internal dan eksternal yang harus dipertimbangkan dalam membuat pilihan jabatan atau memantapkan diri dalam suatu jabatan. Menurut Komandyahrini dan Hawadi (2008), juga mengatakan bahwa dalam perkembangan karir seseorang terdapat tugas-tugas perkembangan karir yang harus dilalui seseorang. Keberhasilan dan kesiapan seseorang untuk bernegosiasi dan membuat keputusan-keputusan karir sesuai dengan tahap perkembangan karirnya. Super (dalam Sharf, 2006), mendeskripsikan lima komponen mayor dalam kematangan vokasional yaitu

(35)

orientasi pada pemilihan karir, informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai, konsistensi pilihan karir, kristalisasi sifat, kebijaksanaan pilihan karir.

Siswa yang memiliki kematangan karir diharapkan dapat memilih dan menetapkan karir sesuai dengan bakat dan minat yang yang dimiliki, sehingga dapat mengambil keputusan dengan yakin dan konsisten serta kelak dapat lebih berkembang dan produktif dalam berkarir (Sudjani, 2012). Hal ini sejalan dengan pernyataan Holland (dalam Gonzalez, 2008), seseorang dikatakan memiliki kematangan karir ketika orang tersebut mampu memanifestasikan konsistensi, diferensiasi, dan keselarasan dalam tingkatan yang tinggi ketika melakukan pemilihan karir. Oleh karena itu, siswa dapat lebih konsisten saat memilih karir setelah lulus sekolah dan dapat lebih berkembang dengan karir yang digelutinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir adalah faktor bio-sosial, faktor lingkungan yaitu dukungan bio-sosial, kepribadian, vokasional, prestasi individu (Super dalam Sharf, 2006). Menurut Seligmen (1994) faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir yaitu faktor keluarga, faktor internal yang mencakup self esteem, self expectation, self efficacy, locus of control, ketrampilan, minat, bakat, kepribadian dan usia. Peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh internal locus of control dan dukungan sosial keluarga terhadap kematangan karir siswa.

Internal locus of control merupakan persepsi yang menganggap terjadinya suatu peristiwa baik positif maupun negatif merupakan konsekuensi dari apa yang telah dilakukan, sehingga dengan keyakinan bahwa semua pencapaian ditentukan oleh usaha, ketrampilan dan kemampuan, maka siswa akan berusaha

(36)

meningkatkan kemampuan dan ketrampilan yang menjadi persyaratan karir sehingga siswa memiliki kematangan karir (Nugraheni, 2012).

Larsen & Buss (2008) menyatakan bahwa locus of control adalah sebuah konsep yang menggambarkan persepsi seseorang mengenai tanggungjawabnya atas peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Dillon & Kaur (2005) menyebutkan bahwa locus of control merupakan sebuah bagian dari kepribadian individu yang menjelaskan mengenai pengelompokkan individu berdasarkan derajat kepercayaan individu untuk mengontrol peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

Internal locus of control adalah keyakinan individu terhadap segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, karena faktor dari dalam diri, kemampuan, minat dan usaha dalam diri individu akan mempengaruhi keberhasilan individu itu. Orang dengan internal locus of control lebih berorientasi pada keberhasilan karena menganggap perilaku mereka dapat menghasilkan efek positif dan juga mereka lebih cenderung tergolong high-achiever (Phares dalam Widyastuti & Arini. 2015). Pendapat tersebut didukung oleh Sarafino (1990) yang menyatakan, individu dengan internal locus of control yakin bahwa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi dalam hidup tergantung pada diri sendiri. Menurut hasil penelitian Rotter (Sarason, 1985) mengenai karakteristik internal locus of control yaitu kontrol, mandiri, tanggung jawab, dan ekspektancy. Internal locus of control penting dimiliki siswa, karena dengan keyakinan bahwa semua pencapaian ditentukan oleh usaha, ketrampilan dan kemampuan, maka siswa akan berusaha meningkatkan kemampuan dan ketrampilan yang menjadi persyaratan karir (Nugraheni, 2012).

(37)

Selain faktor internal locus of control, salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan karir adalah dukungan sosial keluarga. Dukungan sosial keluarga merupakan bantuan yang diberikan ayah, ibu, dan kerabat sehingga individu merasa diperhatikan, dicintai, dihargai dan dipercayai. Bantuan yang diberikan berupa instrumental, informasi, emosional dan penghargaan, akan dapat mempengaruhi siswa dalam orientasi pemilihan karir, perencanaan, konsisten dalam memilih karir dan kebijaksaan ketika memilih karir sehingga siswa dapat mencapai kematangan karir sesuai usianya (Nashriyah dkk, 2014)

Dukungan sosial keluarga adalah pemberian perasaan nyaman baik fisik maupun psikologis yang berupa pemberian perhatian, informasi atau nasihat berbentuk verbal dan nonverbal rasa dihargai dan dicintai yang diberikan oleh keluarga, ayah, ibu, kaum kerabat (kakak, adik, kakek, nenek, sepupu, paman, bibi) atau orang seisi rumah kepada individu (Nashriyah, Munawir & Nugraha, 2014). Rodin dan Solovey (dalam Smet, 1994) dukungan terpenting adalah dukungan yang diberikan keluarga. Jadi dukungan sosial yang didapatkan individu dari keluarganya akan meningkatkan kematangan karirnya. Uraian ini menununjukkan bahwa remaja akan dapat merencanakan dan mempersiapkan karirnya di masa depan dengan baik jika dirinya mendapat dukungan sosial keluarga yang tinggi sehingga akan dicapai kematangna karir di dalam dirinya (Nashriyah, Munawir & Nugraha, 2014). Aspek-aspek dukungan sosial keluarga menurut Smet (1994) yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informatif.

(38)

Dukungan sosial keluarga merupakan bantuan yang diberikan ayah, ibu, dan kerabat sehingga individu merasa diperhatikan, dicintai, dihargai dan dipercayai. Bantuan yang diberikan berupa instrumental, informasi, emosional dan penilaian, akan dapat mempengaruhi siswa dalam orientasi pemilihan karir, perencanaan, konsisten dalam memilih karir dan kebijaksaan ketika memilih karir sehingga siswa dapat mencapai kematangan karir sesuai usianya (Nashriyah dkk, 2014). Anak muda yang mendapatkan dukungan dari sekolah, teman dan keluarga dapat membuat keputusan dalam memilih karir. Dukungan sosial berpengaruh positif dalam pemilihan dan perencanaan karir (Ferry, 2006). Dukungan sosial yang paling baik adalah dukungan yang didapatkan dari keluarga (Rodin & Solovey dalam Nashriyah dkk, 2014).

Internal locus of control dan dukungan sosial keluarga mempengaruhi kematangan karir siswa SMK, siswa yang yakin dengan apa yang dilakukan dengan usahanya sendiri akan menimbulkan keyakinan kemampuan terhadap pilihanya. Dukungan sosial keluarga akan dapat membantu dan memperkuat keyakinan dalam dirinya sehingga siswa memiliki kematangan karir. Untuk itu bila mempunyai internal locus of control tinggi akan mempengaruhi kematangan karir pada siswa. Dukungan sosial yang besar akan mempengaruhi kematangan karir pada siswa. Sehingga internal locus of control dan dukungan sosial keluarga yang tinggi maka kematangan karir siswa akan meningkat sesuai dengan usianya.

Dengan demikian hubungan antara variabel internal locus of control (X1) dan dukungan sosial keluarga (X2) dengan kematangan karir (Y) menjadi fokus pada penelitian ini akan diperjelas dengan kerangka teori di bawah ini.

(39)

Kerangka Fikir :

1

3

2

2

Gambar1. Kerangka Teori

Keterangan :

Panah 1 menunjukkan hubungan X1 dengan Y Panah 2 menunjukkan hubungan X2 dengan Y

Panah 3 menunjukkan hubungan X1 dan X2 dengan Y Internal locus of control:

1. Kontrol 2. Mandiri

3. Tanggung jawab 4. Ekspektancy

Dukungan Sosial Keluarga

1. Dukungan Emosional 2. Dukungan penghargaan 3. Dukungan intrumental 4. Dukungan informatif

Kematangan Karir: 1. Orientasi pada pemilihan

karir

2. Informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai 3. Konsistensi pilihan karir 4. kristalisasi sifat

(40)

H. Hipotesis Hipotesis penelitian ini terdiri dari :

1. Ada hubungan positif antara internal locus of control dengan kematangan karir. Semakin tinggi internal locus of control maka semakin tinggi kematangan karir, sebaliknya semakin rendah internal locus of control maka semakin rendah kematangan karir.

2. Ada hubungan positif antara dukungan sosial keluarga dengan kematangan karir. Semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka semakin tinggi kematangan karir, sebaliknya semakin rendah dukungan sosial keluarga maka semakin rendah kematangan karir.

3. Ada hubungan internal locus of control dan dukungan sosial keluarga dengan kematangan karir.

Referensi

Dokumen terkait

Bab ini menjelaskan langkah-langkah dan strategi yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui konsep pesan, konsep kreatif, konsep visual, konsep

Bentuk reduplikasi utuh menyatakan banyak atau bermacam-macam, sifat/ keadaan, hal/ tentang, kesamaan waktu, pekerjaan berulang-ulang, sesuatu yang dikenal karena

(Page 3) Analisis : Jenis ujaran di atas dikategorikan dalam tindak ujar ekspresif yang mengekspresikan sikap-sikap dan emosi pembaca terhadap proposisi, yaitu

Analisi data yang peneliti laksanakan bersifat kuantitatif yang dilanjutkan menjadi kualitatif berdasarkan catatan hasil pengamatan, berdasarkan catatan hasil

Setiap guru dapat menciptakan format pengorganisasian siswa untuk kegiatan pembelajaran kelompok kecil dan perorangan sesuai dengan tujuan, topik (materi),

menunjukkan angka larva uji asal Sekotong 0,97; Batu Layar 0,89 dan Pasar Seni Senggigi 0,90 dengan kriteria yang telah ditetapkan maka larva uji asal Sekotong

Sebagai salah satu metode dari natural building technique , maka bangunan earthbag mampu merefleksikan sustainable building khususnya pada bangunan–bangunan sederhana,

sebuah komponen pada suatu interface; tidak bisa diedit oleh user.. Membuat Text