• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYIMPANGAN DISTRIBUSI BAHAN BAKAR MINYAK DI KOTA SAMARINDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYIMPANGAN DISTRIBUSI BAHAN BAKAR MINYAK DI KOTA SAMARINDA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYIMPANGAN

DISTRIBUSI BAHAN BAKAR MINYAK DI KOTA

SAMARINDA

ABSTRACT

IRA AGUSTINA ARYANI, NIM 0710015038, Irregularities Against Judicial Review of Fuel Distribution in the city of Samarinda, under the guidance of Mr. Ivan Zairani Lisi, SH, S.Sos, M.Hum as a supervisor and Mr. M. Fauzi, SH, M.H as second supervisor.

Problems in this thesis is about the forms of deviation of the distribution of fuel oil in the city of Samarinda and how the legal accountability for the perpetrators of the irregularities of the distribution of fuel oil.

This type of research in this thesis is a descriptive study using an empirical approach juridical law is by way of collecting data, process and analyze data related to the divergence law distribution of fuel oil.

From the research results obtained are 5 (five) the modus operandi of the deviation distribution of fuel oil in the city of Samarinda, namely: selling fuel without a valid permit has violated article 53 letter b, c, d of Law Number 22 Year 2001 on oil and gas, mixed with diesel or kerosene premium (mixing) in violation of article 54 of Law Number 22 Year 2001 concerning oil and Gas, removing some of the diesel oil tank for sale (pee driver) in violation of article 374 Book of the Criminal Law Act (evasion ) and article 362 Book of the Criminal Law Act (theft), buy/hold the diesel fuel from the tank (driver urinating) in violation of article 480 Book of Criminal Law (fencing) and article 53 (c) of Law No. 22 year 2001 on Oil and Gas and diesel fuel sold to industrial subsidies in violation of article 55 of 2001 on Oil and Gas (one for freight).

To avoid fuel shortages because there are many other forms of deviation of the distribution of fuel oil, preferably The Investigator or more frequent police raids supervision or, in the supervision and guidance are made to be accompanied by the application of legal sanctions, and in accordance with the provisions of law applicable to the perpetrators of the deviation distribution of the fuel so it can be a deterrent effect to offenders and reduce the deviation of distribution of fuel oil in the city of Samarinda.

Keywords : Deviations, Fuel Oil, Law Number 22 of 2001, the Book of Criminal Law.

(2)

Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang dikuasai oleh Negara dan merupakan komoditas vital yang memegang peranan penting dalam penyediaan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan penting maka pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, dimana di sebagian negara berkembang seperti Indonesia kebutuhan akan minyak dan gas bumi semakin hari semakin meningkat, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33 ayat (2) “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara” dan ayat (3) “Bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.1

Setiap kegiatan usaha selalu berhubungan dengan kegiatan pendistribusian terhadap produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan. Produk yang dihasilkan dalam kegiatan usaha yaitu berupa barang dan jasa. Oleh karena itu perusahaan dapat dikatakan berhasil melakukan kegiatan proses distribusi produknya, apabila pihak perusahaan melakukan pendistribusiannya dengan baik. Minyak dan gas bumi selalu menjadi permasalahan global karena keterbatasan jumlahnya. Terutama setelah berkembangnya teknologi industrial dan transportasi yang semakin meningkatkan jumlah permintaan minyak dan gas bumi.

(3)

Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang dikuasai oleh Negara dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin. Dalam upaya menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi guna untuk mewujudkan peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-undang tersebut memberikan landasan hukum bagi pembaruan dan penataan kembali kegiatan usaha Migas.

Dalam melaksanakan kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM, terjadi penyimpangan pendistribusian Bahan Bakar Minyak subsidi ke industri yang terjadi di Kota Samarinda. Hal ini sering terjadi dalam usaha pendistribusian BBM di Samarinda dan perbedaan harga yang cukup tinggi antara BBM industri dengan subsidi yang membuka peluang bagi spekulan untuk melakukan penyimpangan.

Dalam harian Kaltim Post edisi Minggu, 30 Oktober 2011 Samarinda, terdapat kasus mengenai solar subsidi yang mengalir ke industri dengan modus pelaku membeli solar Rp. 4500; per liter dan menjualnya kembali sekitar 7.000; per liter ke industri. Selisih harga ini adalah keuntungan yang diterima pelaku, baik pengetap, pengumpul maupun brokernya. Perusahaan-perusahaan besar dan kontraktor proyek pemerintah menggunakan solar bersubsidi, dibandingkan membeli solar non subsidi yang mencapai Rp. 10.000; per liter, membeli solar Rp. 7000; atau Rp. 8000; jelas akan lebih menguntungkan, padahal proyek yang

(4)

mereka kerjakan sudah dihitung harganya berdasarkan penggunaan solar industri.2

Selain itu adapun data yang bersumber dari Kanit Ekonomi Khusus Kapolresta Samarinda yaitu tindak kriminal mengenai bahan bakar minyak di kota Samarinda. Dalam periode tahun 2011 terdapat 16 kasus yaitu 8 kasus diantaranya, modus operandinya hampir sama akan tetapi kurun waktunya berbeda. Hal ini dimulai dari pengangkutan dan niaga BBM tanpa dokumen, tertanggal 3 Februari 2011. Kasus penyalahgunaan pengangkutan dan niaga BBM yang bersubsidi dengan cara membeli BBM jenis solar yang disubsidi dengan harga Rp. 4500; di SPBU Sambutan, serta sebanyak 200 liter Bahan Bakar Minyak yang ditampung di dalam kotak besi dengan kapasitas sekitar 600 liter yang diangkut menggunakan mobil jenis Toyota kijang warna biru metalik dengan nopol DA 7016 TC dan dijual secara ecer dengan harga Rp. 6000; yang di mana dalam hal ini telah melanggar pasal 55 Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Migas yang berbunyi : “Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp.60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah). Selanjutnya, pada tanggal 13 Juni 2011 pelaku membeli BBM

2Dea, “Solar Subsidi yang Mengalir ke Industri Justru Disedot Para Pengusaha”, Harian Kaltim Post tanggal 30 Oktober 2011.

(5)

solar dari perahu ces yang berada di Sei Mahakam dengan harga per 1 jerigen Rp. 145.000; per jerigen berisi sekitar 35 liter.3

Dari beberapa kasus yang telah diuraikan di atas, maka tidak dapat di pungkiri bahwa banyak terjadi tindak penyimpangan pendistribusian Bahan Bakar Minyak khususnya di Kota Samarinda. Peranan Pemerintah merupakan salah satu syarat penting dalam pencegahan terjadinya penyimpangan terhadap pendistribusian bahan bakar minyak di Kota Samarinda.

PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana bentuk-bentuk penyimpangan terhadap distribusi bahan bakar minyak di Kota Samarinda?

2. Bagaimana pertanggungjawaban hukum bagi para pelaku yang melakukan penyimpangan terhadap pendistribusian bahan bakar minyak?

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu uraian penelitian yang secara umum akan memberikan gambaran atau uraian tentang bentuk-bentuk penyimpangan terhadap distribusi bahan bakar minyak di Kota Samarinda dan pertanggungjawaban hukum bagi para pelaku yang melakukan penyimpangan terhadap pendistribusian bahan bakar minyak.

Penulisan ini juga menggunakan data Empiris, yaitu data dari penelitian langsung ke lokasi yang mekanisme pengawasan dan

3 Hasil observasi Ajun Komisaris Polisi Bapak Mono Rusmana N, SE bagian Kanit Ekonomi Khusus Polresta Samarinda

(6)

penyelesaian tindak pidana dilakukan oleh lembaga BPH Migas, Aparat Kepolisian dan Pengadilan Negeri Kota Samarinda.

WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN

Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah kurang lebih 2 (dua) bulan. Dilakukan pada bulan April tahun 2012 sampai dengan Mei tahun 2012. Lokasi penelitian ini dilakukan pada Kantor PT. Pertamina

(Persero) TBBM Samarinda di Jalan Cendana Kota Samarinda, Polresta Samarinda di Jalan Bhayangkara Kota Samarinda dan Pengadilan Negeri Samarinda di Jalan M. Yamin Kota Samarinda.

SUMBER DATA

Data yang digunakan dalam penyusunan ini bersumber dari data yang relevan.

Penelitian yang dilakukan ini menggunakan 2 (dua) jenis data, yaitu : 1. Data Primer adalah data empiris yang diperoleh langsung dari

penelitian di lapangan dengan wawancara yang didapat dari perusahaan PT. Pertamina TBBM Samarinda, Polresta di wilayah Kota Samarinda dan Pengadilan Negeri Kota Samarinda.

2. Data Sekunder adalah data normatif yang diperoleh melalui studi kepustakaan dari literatur buku-buku hukum dan peraturan perundang-undangan.

METODE PENGUMPULAN DATA

Data yang dikumpulkan dari sumber penelitian dengan menggunakan teknik sebagai berikut :

(7)

1. Penelitian dilapangan (wawancara)

Melakukan wawancara dengan pihak PT. Pertamina TBBM Samarinda, Polresta Samarinda dan Pengadilan Negeri Kota Samarinda dalam upaya pengumpulan data sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian sesuai pokok-pokok permasalahan.

2. Studi Kepustakaan

Menganalisa berdasarkan buku-buku literatur hukum dan Undang-undang, yaitu : buku tekhnologi minyak bumi, hukum pertambangan di Indonesia, teori dan praktik pertambangan Indonesia menurut hukum, hukum pertambangan, dan pengantar metode penelitian hukum beserta Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHPidana).

ANALISIS DATA

Pada tahap ini dilakukan pengolahan data yang telah dikumpulkan, diteliti dan ditetapkan dari hasil penelitian, data tersebut dipilih dan dihimpun secara sistematis sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan analisis. Selanjutnya penulis menyusun hasil penelitian dalam sebuah penelitian yang sesuai dengan pokok permasalahannya, selanjutnya diolah, dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif yaitu penelitian yang diharapkan dapat memberikan gambaran tentang tinjauan yuridis terhadap penyimpangan distribusi bahan bakar minyak di Kota Samarinda.

Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh disusun

(8)

secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif agar dapat diperoleh kejelasan masalah yang akan dibahas.

Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan perilakunya yang nyata diteliti dan dipelajari secara utuh. Pengertian analisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis dan sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir deduktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan penelitian ilmiah.

“Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti”. Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

PEMBAHASAN

1. Bentuk-bentuk penyimpangan terhadap distribusi bahan bakar minyak di Kota Samarinda

Melihat fakta yang terjadi di lapangan, yaitu begitu banyaknya antrian panjang di semua SPBU wilayah Kota Samarinda dan tidak jarang

(9)

stok bahan bakar minyak jenis premium dan solar habis sehingga tidak semua anggota masyarakat khususnya di Kota Samarinda yang menikmati atau mendapatkan bahan bakar minyak tersebut sehingga dapat disimpulkan terdapat tiga kemungkinan, yaitu : bahan bakar minyak yang mulai langka, bertambahnya pengguna atau pemilik kendaraan bermotor atau terdapat penyimpangan distribusi bahan bakar minyak.

Penyimpangan distribusi bahan bakar minyak di Kota Samarinda dengan berbagai bentuk diantaranya adalah menjual bahan bakar minyak tanpa dilengkapi izin yang sah, mencampur solar atau premium dengan minyak tanah (mengoplos), mengeluarkan sebagian minyak solar dari tangki untuk dijual (kencing supir), membeli/menampung hasil minyak solar dari tangki (kencing supir) dan solar subsidi dijual ke industri, yang seringkali merugikan konsumen karena bahan bakar minyak yang disubsidi oleh pemerintah untuk masyarakat tidak sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat itu sendiri.

Dalam hal ini peran serta dari PT. Pertamina (Persero), BPH Migas dan aparat Kepolisian sebagai Penyidik sangatlah dibutuhkan. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi Bagian Kedua mengenai Pengawasan Pasal 41 (3) menyebutkan bahwa : “Pengawasan atas pelaksanaan Kegiatan Usaha Hilir berdasarkan Izin Usaha dilaksanakan oleh Badan Pengatur” dan untuk penyidikan diatur dalam Bab X mengenai Penyidikan Pasal 50 (1) menyebutkan bahwa : Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan

(10)

departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Budi Utomo selaku Panitia Administrasi Umum dan Penjualan di Pertamina TBBM Samarinda, bentuk-bentuk penyimpangan distribusi bahan bakar minyak di Kota Samarinda adalah sebagai berikut :

a. Mencampur solar atau premium dengan minyak tanah (mengoplos), hal ini dulunya biasa dilakukan oleh penjual bensin eceran untuk mendapatkan keuntungan pribadi akan tetapi modus operandi ini tidak ada lagi setelah sekarang minyak tanah tidak lagi disubsidi oleh pemerintah sehingga harga minyak tanah sekarang lebih mahal bila dibandingkan dengan harga bensin eceran.

b. Menjual bahan bakar minyak tanpa dilengkapi izin yang sah.

c. Mengeluarkan sebagian minyak solar dari tangki untuk dijual (kencing supir), Tindak kriminal ini terbagi 2 yaitu : yang dilakukan oleh

transportir rekanan yang tergabung dalam HISWANA MIGAS atau yang dilakukan oleh transportir PT. Pertamina (Persero) itu sendiri. d. Membeli/menampung hasil minyak solar dari tangki (kencing supir). e. Solar subsidi dijual ke industri.

Kemudian, data selanjutnya yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan dengan Bapak Budi Utomo selaku Panitia Administrasi Umum dan Penjualan di Pertamina TBBM Samarinda, diperoleh informasi bahwa

(11)

PT. Pertamina (Persero) melakukan pengawasan sesuai wilayah tugasnya yaitu dari Kapal Tongkang minyak sebelum dibawa ke Pertamina TBBM Samarinda terlebih dahulu diukur apakah jumlahnya sesuai dengan catatan pengiriman atau tidak apabila tidak sesuai maka pihak pengirim yang berada di kapal tongkang wajib membayar ganti kerugian dari selisih jumlah bahan bakar minyak tersebut sesudah itu bahan bakar minyak sudah dapat diangkut atau dipindahkan ke Pertamina TBBM Kota Samarinda.

Pada dasarnya, jangkauan wilayah pengawasan Pertamina TBBM Kota Samarinda hanya sampai pagar kantor Pertamina TBBM tersebut, keluar dari pagar Pertamina TBBM merupakan tanggung jawab dari HISWANA MIGAS masing-masing serta aparat kepolisian. Dalam upaya melakukan pengawasan, petugas yang berwenang untuk melakukan pengawasan adalah orang-orang yang berada pada bidang Penyidikan dan Pemeriksaan.4

Berikut merupakan data bentuk-bentuk penyimpangan distribusi bahan bakar minyak tahun 2011 di Kota Samarinda menurut Polresta Samarinda :

No Tanggal Modus Operandi

1. 2 Februari 2011 Pengangkutan dan Niaga BBM

2. 13 April 2011 Penyalahgunaan Pengangkutan dan Niaga BBM yang bersubsidi

3. 13 April 2011 Penyalahgunaan Pengangkutan dan Niaga BBM yang bersubsidi

4. 16 April 2011 Menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga BBM yang disubsidi Pemerintah

5. 27 April 2011 Penyalahgunaan Pengangkutan dan Niaga BBM yang bersubsidi

6. 19 Mei 2011 Menyalahgunakan pengangkutan dan/atau Niaga BBM yang disubsidi Pemerintah dengan harga Rp. 4.500,- di SPBU Sambutan Jl. Sultan Sulaiman Samarinda sebanyak

4 Hasil wawancara dengan Bapak Budi Utomo selaku Pnt. Administrasi Umum dan

(12)

200 liter yang ditampung di dalam kotak besi dengan kapasitas sekitar 600 liter yang diangkut menggunakan mobil jenis Toyota Kijang warna merah biru metalik Nopol DA 7016 TC dan dijual secara ecer dengan harga Rp.6.000,-

7. 13 Juni 2011 Melakukan perbuatan pembelian BBM jenis solar industri ke PT. Barokah Bersaudara Perkasa sebanyak 225 kilo liter dan tidak ada pembayaran dan itikad baik, kerugian yang dialami Rp. 1.520.000.000,-

8. 13 Juni 2011 Penahan dan/atau melakukan Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga BBM jenis solar tanpa izin usaha.

Pelaku melakukan dengan cara membeli BBM jenis solar dari perahu ces yang berada di Mahakam dengan harga per 1 (satu) jerigen Rp. 145.000,- masing-masing jerigen berisi sekitar 35 liter.

9. 28 Juli 2011 Penyalahgunaan Pengangkutan dan Niaga BBM yang bersubsidi

10. 16 September 2011 Melakukan pengangkutan BBM jenis solar tanpa dilengkapi izin yang sah

11. 18 September 2011 Tindak pidana melakukan pengangkutan BBM jenis solar tanpa dilengkapi izin yang sah

12. 27 September 2011 Tindak pidana melakukan pengangkutan BBM jenis solar tanpa dilengkapi izin yang sah

13. 29 September 2011 Penyalahgunaan Pengangkutan dan Niaga BBM yang bersubsidi

14. 5 Oktober 2011 Melakukan pengangkutan BBM jenis solar tanpa dilengkapi izin yang sah

15. 10 November 2011 Menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga BBM yang disubsidi Pemerintah

16. 13 November 2011 Penahan Jo setiap orang yang melakukan penyalahgunaan Pengangkutan, Penyimpangan dan/atau Niaga BBM tanpa izin usaha

Dalam pelaksanaan tugasnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengatur ketersediaan bahan bakar minyak dan gas bumi serta didatangkan sebagai saksi ahli di persidangan, PT. Pertamina (Persero) melakukan pengawasan dari depo minyak sampai dengan pangkalan-pangkalan minyak saja selebihnya tanggung jawab pihak penyidik atau aparat kepolisian.

Selain itu, peran serta dari masyarakat selaku konsumen yaitu dalam hal ini adalah pihak yang dirugikan sangatlah diperlukan untuk membantu pihak yang berwajib atau aparat kepolisian meminimalisir

(13)

penyimpangan distribusi bahan bakar minyak di Kota Samarinda. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan pengaduan kepada Aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila menemukan atau mencurigai adanya bentuk-bentuk penyimpangan distribusi atau penimbunan bahan bakar minyak di Kota Samarinda.

Pengawasan adalah sesuatu yang bersifat kodrati. Pengawasan sangat diperlukan dalam kehidupan manusia. Tujuan utama pengawasan adalah untuk mengontrol keadaan dilapangan apakah sudah sesuai dengan rencana yang telah dibentuk. Pengawasan diperlukan bukan karena kurang kepercayaan dan bukan pula untuk mencari-cari kesalahan atau mencari siapa yang salah. Tetapi untuk memahami apa yang salah demi perbaikan di masa yang akan datang.

Upaya dilakukannya pengawasan adalah agar tidak terjadinya penyimpangan dalam suatu rencana dan segera mengambil jalan keluar dari masalah yang mungkin akan terjadi. Untuk memperoleh hasil pengawasan yang memuaskan maka pengawasan haruslah dilakukan dengan terbuka, ada kebersamaan dalam koordinasi, petugas dari pengawasan itu sendiri haruslah bersih, ada kemampuan teknis dan keberanian moral, ada tahapannya serta dilakukan dengan konsisten.

Apabila pengawasan yang demikian terlaksana, maka semua perencanaan yang telah dibentuk oleh pemerintah akan berjalan dengan baik, dalam arti tidak ada pelanggaran yang terjadi terhadap pelaksanaannya.

2. Pertanggungjawaban Hukum bagi para pelaku yang melakukan penyimpangan terhadap pendistribusian bahan bakar minyak.

(14)

Pelanggaran dan penyimpangan terkait pendistribusian bahan bakar minyak yang dilakukan badan usaha maupun perorangan melanggar peraturan perundang-undangan dalam hal ini yang tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi Pasal 23 huruf b, 53 huruf b dan 55.

Pasal 53 huruf b Jo, Pasal 23 huruf b tentang usaha penyimpanan dan pengangkutan bahan bakar minyak.

Pasal 53 huruf b

“Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 tanpa Izin Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp. 40.000.000,- (empat puluh juta rupiah)”.

Pasal 53 huruf c

“Niaga sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 tanpa izin usaha Niaga di pidana dengan Pidana Penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp. 30.000.000.000,- (tiga puluh milyar rupiah)”.

Pasal 55

“Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang di subsidi Pemerintah dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp. 60.000.000.000.- (enam puluh milyar rupiah)”.

(15)

Pemberian sanksi pidana oleh pihak yang berwenang sampai dengan saat ini telah dilakukan penindakan kepada transportir bahan bakar maupun perorangan :

No Tanggal Modus Operandi Melanggar Ketentuan

Hukum

1. 2 Februari 2011 Pengangkutan dan Niaga BBM Pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi

2. 13 April 2011 Penyalahgunaan Pengangkutan dan Niaga BBM yang bersubsidi

Pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi

3. 13 April 2011 Penyalahgunaan Pengangkutan dan Niaga BBM yang bersubsidi

Pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi

4. 16 April 2011 Menyalahgunakan

Pengangkutan dan/atau Niaga BBM yang disubsidi Pemerintah

Pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi

5. 27 April 2011 Penyalahgunaan Pengangkutan dan Niaga BBM yang bersubsidi

Pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi

6. 19 Mei 2011 Menyalahgunakan

pengangkutan dan/atau Niaga BBM yang disubsidi Pemerintah dengan harga Rp. 4.500,- di SPBU Sambutan Jl. Sultan Sulaiman Samarinda sebanyak 200 liter yang ditampung di dalam kotak besi dengan kapasitas sekitar 600 liter yang diangkut menggunakan mobil jenis Toyota Kijang warna merah biru metalik Nopol DA 7016 TC dan dijual secara ecer dengan harga Rp.6.000,-

Pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi

7. 13 Juni 2011 Melakukan perbuatan pembelian BBM jenis solar industri ke PT. Barokah Bersaudara Perkasa sebanyak 225 kilo liter dan tidak ada pembayaran dan itikad baik, kerugian yang dialami Rp. 1.520.000.000,-

Pasal 378 KUHPidana dan/atau Pasal 372 KUHP Penipuan dan/atau Penggelapan

8. 13 Juni 2011 Penahan dan/atau melakukan Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga BBM jenis solar tanpa izin usaha.

Pelaku melakukan dengan cara membeli BBM jenis solar dari perahu ces yang berada di

Pasal 480 KUHP dan/atau Pasal 53 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi

(16)

Mahakam dengan harga per 1 (satu) jerigen Rp. 145.000,- masing-masing jerigen berisi sekitar 35 liter.

9. 28 Juli 2011 Penyalahgunaan Pengangkutan dan Niaga BBM yang bersubsidi

Pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi

10. 16 September 2011 Melakukan pengangkutan BBM jenis solar tanpa dilengkapi izin yang sah

Pasal 53 huruf b Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas dan/atau Pasal 480 KUHPidana

11. 18 September 2011 Tindak pidana melakukan pengangkutan BBM jenis solar tanpa dilengkapi izin yang sah

Pasal 53 huruf b,c,d Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas

12. 27 September 2011 Tindak pidana melakukan pengangkutan BBM jenis solar tanpa dilengkapi izin yang sah

Pasal 53 huruf b,c,d Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas

13. 29 September 2011 Penyalahgunaan Pengangkutan dan Niaga BBM yang bersubsidi

Pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi

14. 5 Oktober 2011 Melakukan pengangkutan BBM jenis solar tanpa dilengkapi izin yang sah

Pasal 53 huruf b,c,d Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas

15. 10 November 2011 Menyalahgunakan

Pengangkutan dan/atau Niaga BBM yang disubsidi Pemerintah

Pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi

16. 13 November 2011 Penahan Jo setiap orang yang melakukan penyalahgunaan Pengangkutan, Penyimpangan dan/atau Niaga BBM tanpa izin usaha

Pasal 53 huruf b,c,d Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas

Sanksi yang diberikan kepada perorangan atau pelaku usaha yang telah melakukan pelanggaran diberikan sanksi berupa :

a. Sanksi Administrasi

Berdasarkan hukum administrasi pada umumnya instansi pemerintah sebelum menerapkan sanksi administrasi berupa paksaan dari pejabat yang berwenang harus mengirimkan peringatan yang tertulis yang dialamatkan diberi kesempatan untuk memperbaiki atau mengakhiri sendiri pelanggaran atas norma hukum tersebut surat peringatan itu harus memenuhi syarat-syarat berikut :

(17)

1. Peringatan harus defentif

2. Instansi yang berwenang harus disebut

3. Peringatan harus ditujukan pada orang/instansi yang tepat 4. Ketentuan yang dilanggar harus jelas

5. Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas 6. Peringatan memuat penentuan jangka waktu 7. Pemberian beban kelas yang berimbang 8. Pemberian beban dan tanpa syarat

9. Beban mengandung pemberian alasannya

10. Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya

Berbeda dalam hal penyalahgunaan izin pendistribusian bahan bakar minyak yang dilakukan oleh pihak transportir yang telah mendapat surat peringatan dan jangka waktu yang ditentukan telah habis namun pelanggaran tetap dilakukan pihak pertamina berhak mencabut izin usaha.

b. Sanksi Pidana

Penerapan hukum pidana dalam hal penyimpangan distribusi bahan bakar minyak oleh transportir/perorangan yang melakukan penyimpangan dalam pelaksanaan pendistribusian bahan bakar minyak mengacu pada Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pelanggaran dan penyimpangan terkait pendistribusian bahan bakar minyak yang dilakukan badan usaha maupun perorangan melanggar peraturan perundang-undangan yang tertuang dalam Undang-undang RI Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Pasal 55.

(18)

Pasal 55

“setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana penjara paling lama 6 (Enam) tahun dan denda paling tinggi Rp. 60.000.000.000;00 (enam puluh milyar rupiah).”

Unsur-unsurnya : a. Setiap orang;

b. Yang menyalahgunakan pengangkutan dan atau Niaga; c. Bahan bakar minyak yang disubsidi Pemerintah;

d. Di pidana Penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp. 60.000.000.000,- (enam puluh milyar rupiah). Dengan ketentuan dimaksud penyimpangan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan perseorangan atau badan usaha dengan cara merugikan kepentingan masyarakat banyak dan Negara seperti antara lain : kegiatan pengoplosan Bahan Bakar Minyak, penyimpanan alokasi Bahan Bakar Minyak, pengangkutan dan penjualan Bahan Bakar Minyak.

(19)

No Modus Operandi Pasal yang Dilanggar Jumlah Pelanggaran Tahun 2011

1. Menjual bahan bakar minyak tanpa dilengkapi izin yang sah

Pasal 53 huruf b,c,d Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi

5 Kasus

2. Mencampur solar atau premium dengan minyak tanah (mengoplos)

Pasal 54 Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas (Meniru dan Memalsukan Bahan Bakar Minyak)

_

3. Mengeluarkan sebagian minyak solar dari tangki untuk dijual (kencing sopir) Pasal 374 KUHPidana (Penggelapan ) Pasal 362 KUHPidana (Pencurian) 6 kasus 4. Membeli/menampung hasil minyak solar dari tangki (kencing sopir)

Pasal 480 KUHPidana (Penadahan)

Pasal 53 (c) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi

6 kasus

5. Solar subsidi dijual ke industri Pasal 55 Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi (Salah guna angkut)

9 kasus

Pertanggungjawaban hukum terhadap transportir yang menyalahgunakan pendistribusian bahan bakar minyak.

a. Penegakkan Hukum secara preventif yaitu penegakkan berupa pengawasan aktif yang dilakukan terhadap kepatuhan atas peraturan tanpa kejadian langsung yang menyangkut peristiwa konkrit yang menimbulkan dugaan bahwa peraturan hukum telah dilanggar, yang dilaksanakan oleh pihak kepolisian.

(20)

b. Penegakkan hukum secara represif adalah penegakkan hukum yang dilaksanakan dalam hal perbuatan melanggar peraturan dan sangat terkait penjatuhan sanksi, baik sanksi administrasi dan sanksi pidana.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, bahwa penegakkan hukum secara preventif dilakukan oleh pihak kepolisian baik dalam melakukan Penyelidikan dan Penyidikan terhadap penyimpangan bahan bakar minyak, penegakkan hukum secara prefentif dilakukan untuk memberi sanksi kepada perusahaan/perorangan yang melakukan penyimpangan pendistribusian bahan bakar minyak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk dapat mengetahui adanya suatu penyimpangan pendistribusian bahan bakar minyak, maka pihak kepolisian melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidik menurut cara yang diatur dalam Undang-undang. Sedangkan untuk melakukan penegakkan hukum secara prefentif terhadap pendistribusian bahan bakar minyak dilakukan sebagai pertanggungjawaban hukum atas perbuatannya. Penyidikan yang dilakukan kepolisian mempunyai pengertian serangkaian tindakan penyidik dalam hal menurut cara yang diatur dalam Undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti ini membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka.

(21)

Berdasarkan data dari Polresta Samarinda terdapat 16 kasus penyimpangan distribusi bahan bakar minyak yang terjadi di Kota Samarinda dan 12 kasus yang masuk berkas di Pengadilan Negeri Samarinda.

A. KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai Tinjauan Yuridis Terhadap Distribusi Bahan Bakar Minyak Di Kota Samarinda diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Bentuk-bentuk penyimpangan terhadap distribusi bahan bakar minyak di Kota Samarinda.

a. Menjual bahan bakar minyak tanpa dilengkapi izin yang sah berdasarkan data dari Polresta Samarinda pada tahun 2011 di Kota Samarinda terdapat 5 kasus.

b. Mencampur solar atau premium dengan minyak tanah (mengoplos) berdasarkan data dari Polresta Samarinda pada tahun 2011 di Kota Samarinda tidak ada kasus.

c. Mengeluarkan sebagian minyak solar dari tangki untuk dijual (kencing sopir) berdasarkan data dari Polresta Samarinda pada tahun 2011 di Kota Samarinda terdapat 6 kasus.

d. Membeli/menampung hasil minyak solar dari tangki (kencing sopir) berdasarkan data dari Polresta Samarinda pada tahun 2011 di Kota Samarinda terdapat 6 kasus.

e. Solar subsidi dijual ke industri berdasarkan data dari Polresta Samarinda pada tahun 2011 di Kota Samarinda terdapat 9 kasus.

(22)

2. Pertanggungjawaban hukum bagi para pelaku yang melakukan penyimpangan terhadap pendistribusian bahan bakar minyak berdasarkan hasil putusan Pengadilan Negeri Kota Samarinda.

a. Modus operandi pelaku pelanggaran penyalahgunaan pengangkutan dan/atau Niaga Bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kota Samarinda dipidana penjara selama 8 (delapan) bulan dan denda sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak di bayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu bulan).

b. Pelaku yang terbukti turut serta melakukan perbuatan menyalahgunakan pengangkutan dan/atau Niaga Bahan bakar minyak yang disubsidi pemerintah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kota Samarinda dipidana penjara selama 3 (tiga) bulan dan 15 (lima belas) hari dan denda sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak di bayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua bulan).

c. Modus operandi pelaku pelanggaran tindakan tanpa ijin melakukan Niaga Bahan Bakar Minyak berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kota Samarinda dipidana penjara selama 5 (lima) bulan.

d. Modus operandi pelaku pelanggaran menyalahgunaan pengangkutan dan/atau Niaga Bahan bakar minyak yang disubsidi

(23)

pemerintah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kota Samarinda dipidana penjara selama 5 (lima) bulan.

e. Modus operandi pelaku pelanggaran tanpa hak mengangkut BBM (Bahan Bakar Minyak) berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kota Samarinda dipidana penjara selama 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak di bayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu bulan).

f. Modus operandi pelaku pelanggaran tanpa ijin melakukan usaha pengangkutan minyak dan gas bumi berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kota Samarinda dipidana penjara selama 5 (lima) bulan dan denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak di bayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu bulan).

Pertanggungjawaban hukum terhadap transportir atau sopir tangki BBM yang menyalah gunakan pendistribusian bahan bakar minyak seperti mengeluarkan sebagian minyak solar dari tangki untuk dijual (kencing sopir) dilakukan pemberian surat peringatan (SP) dan jika mengulanginya akan diberikan sanksi pemecatan. Adapun pertanggungjawaban hukum bagi perusahaan yang melakukan penyimpangan distribusi bahan bakar minyak, seperti : menjual solar subsidi ke industri akan diberikan sanksi berupa sanksi administrasi dan pidana untuk pemberian sanksi administrasi berupa pencabutan izin terhadap terhadap perusahaan yang terbukti melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penertiban terhadap penyalahgunaan

(24)

bahan bakar minyak dalam rangka penegakan hukum pada pelaksanaan distribusi bahan bakar minyak harus di tindak secara tegas dalam hal pengumpul/pengoplosan bahan bakar minyak, mobil tangki illegal, tongkang illegal, termasuk internal pertamina bila terbukti terjadi penyimpangan.

Total kasus penyimpangan distribusi bahan bakar minyak di Kota Samarinda pada tahun 2011 menurut Polresta Samarinda terdapat 16 kasus dan yang masuk Pengadilan Negeri Samarinda ada 12 kasus sehingga dapat ditarik kesimpulan kinerja dari para aparat hukum yang berwenang cukup baik.

B. SARAN

1. Hendaknya dalam melaksanakan pengawasan distribusi bahan bakar minyak oleh pihak Kepolisian dan instansi terkait lebih aktif terhadap pengawasan pelaksanaan distribusi bahan bakar minyak dari depo pertamina ke pangkalan dan masyarakat ikut berperan serta melakukan pengaduan kepada pihak aparat kepolisian apabila menemukan atau mencurigai terjadinya atau pelaku penyimpangan terhadap distribusi bahan bakar minyak.

2. Hendaknya dalam memberikan sanksi yang sesuai dengan Undang-undang yang berlaku sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi para pelaku penyimpangan distribusi bahan bakar minyak, misalnya: pelaku penyalahgunaan pengangkutan dan atau niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah yang melanggar Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Pasal 55 mendapatkan sanksi dipidana penjara paling lama 6 (Enam) tahun

(25)

dan denda paling tinggi Rp. 60.000.000.000;00 (enam puluh milyar rupiah) maka pelaku tersebut harus diberikan sanksi tidak boleh kurang dari Ketentuan hukum tersebut.

3. Hendaknya diberikan batasan ukuran jumlah maksimal penjualan bahan bakar minyak yang termasuk penjualan BBM tanpa izin agar lebih jelas penjual bensin eceran seperti apa yang termasuk penjualan BBM tanpa izin sehingga dapat ditertibkan oleh aparat yang berwenang.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

A. Raharjo, 2001, Teknologi Minyak Bumi, Gajah Mada University Pers, Yogyakarta.

Azwar Saifuddin, 2010, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar,Yogyakarta.

Amirudin dan Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum. Rajawali Pers, Jakarta.

AR Suhariyono, 2012, Pembaruan Pidana Denda Di Indonesia,

Penerbit Papas Sinar Sinanti, Jakarta.

HS, Salim, 2005, Hukum Pertambangan Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.

Mandang Sudrajat, 2010, Teori Dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, Pustaka Yustisia, Yogyakarta.

Saleng Abrar, 2007, Hukum Pertambangan, UII Press, Yogyakarta. Sembiring Sentosa, 2006, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan

Terbatas, Nuansa Mulia, Bandung.

Soekanto Soerjono, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS), Jakarta.

Yesmil Anwar dan Adang, 2008, Pembaruan Hukum Pidana Reformasi Hukum Pidana, Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

(26)

B. Peraturan Perundang – undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Harga Jual Eceran Dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu.

C. Dokumen Hukum, Hasil Penelitian, Skripsi, Tesis dan Disertasi

Rebecha Ganith Nuban, 2011, Tinjauan Hukum Terhadap Peredaran Kosmetik Palsu di Kota Samarinda Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda.

D. Artikel Koran dan Internet

Dea, “Solar Subsidi yang Mengalir ke Industri Justru Disedot Para Pengusaha”, Harian Kaltim Post tanggal 30 Oktober 2011. Decky Diyan Kesuma, “BBM Mulai Langka di Samarinda”, Harian

Tribun Kaltim tanggal 25 November 2011.

“Polisi Tangkap Pengetap Kelas Teri”, Harian Kaltim Post tanggal 12 November 2011.

Pengawasan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi

http://www.bphmigas.go.id/p/bphmigaspages/generalinfo/bb m/pengawasan.html

Sejarah Singkat Pertamina

http://www.pertamina.go.id/p/pertaminapages/generalinfo/sej arahsingkatpertamina.html

Referensi

Dokumen terkait

Pada aspek kuantitas pemanfaatan media KIT IPA di dua kecamatan tersebut memperoleh skor dengan kategori cukup, hal ini disebabkan guru belum memanfaatkan media KIT

Eksperimen kedua betujuan menguji dampak perbedaan selang RP seller dan buyer. Kelompok eksperimen pertama mengasumsikan seluruh buyer mampu membeli ternak dari seller

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan manajemen pengembangan wirausaha siswa SMKN- 2 Palangkaraya, yang meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan

Asumsi dasar dalam penelitian ini bahwa foto yang menggambarkan situasi berisiko pada destinasi wisata dapat mempengaruhi niatan untuk berkunjung dan persepsi resiko

Jika dibandingkan dengan Standar Jepang untuk kayu lamina khusus mengenai kualitas perekatannya (JPIC 2003), maka respon bambu andong terhadap perekat isosianat dengan

Sistem dirancang dengan tujuan untuk memudahkan calon siswa baru dalam mencari informasi mengenai sekolah dan melakukan pendaftaran sesuai dengan jurusan yang telah mereka

Display Data.. dilakukan selama pengumpulan data masih berlangsung, sedangkan untuk verifikasi dan penarikan kesimpulan akhir dilakukan setelah pengumpulan data