• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan

1. Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu, ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rasa. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Natoadmodjo, 2007). Pengetahuan pada dasarnya terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai maslah yang dihadapinya. Pengetahuan tersebut diperoleh dari pengalaman langsung maupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara probabilitas bayesain adalah benar atau berguna (Faudbahsin, 2008). 2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup mempunyai 6 tingkatan yakni :

a. Tahu (know) diartikan sebagai meningkatkan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah di terima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan.

(2)

b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tetang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

(3)

c. Aplikasi (Aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan – perhitungan hasil penelitian. d. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen – komponen, yang didalamnya masih ada kaitannya satu dengan lainnya.

e. Sintesis (Synthesis) menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan – rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu teori atau objek. Penilain itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang telah ada. (Natoadmodjo, 2007).

3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut (Natoadmodjo, 2007), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu :

a. Umur

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan epidemiologi. Angka–angka kesakitan maupun kematian menunjukan adanya hubungan dengan umur seseorang. Pembagian umur menurut tumbuh kembang anak yaitu :

a. Usia dewasa muda: 20 – 40 tahun b. Usia dewasa menengah : 41 – 65 tahun b. Intelegensi

(4)

Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berfikir abstrak guna untuk menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi merupakan salah satu factor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu modal untuk berfikir dan berbagai informasi secara terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan. c. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbangan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita – cita tertentu yang menentukan manusia untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan (Wawan, 2010).

d. Informasi

Orang tua yang mempunyai banyak sumber informasi dapat memberikan peningkatan terhadap tingkat pengetahuan orang tua tersebut. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui media massa seperti majalah, koran, berita televisi, dan salah satunya juga dapat diperoleh melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan.

e. Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berfikir seseorang. f. Pengalaman

Pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan yang berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Hal ini mengandung maksud bahwa semakin bertambah umur dan pendidikan yang tinggi, maka pengalaman seseorang akan lebih jauh dan lebih luas.

(5)

g. Sosial Ekonomi

Dalam mendapatkan informasi yang memerlukan biaya (misalnya sekolah), tingkat sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan seseorang. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, maka orang tersebut akan lebih mudah mendapatkan informasi (Wahyuni, 2007).

E. Sikap (Attitude) 1. Defenisi Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan merupakan predisposisi tindakan suatu prilaku (Natoadmodjo, 2007).

Menurut Azwar, (2007), sikap adalah bentuk evaluasi atau perasaan seseorang terhadap suatu objek yaitu perasaan mendukung atau memihak (Favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (Unfavorable) pada objek tersebut. Dari bermacam-macam pendapat tersebut dapatlah ditarik kesimpulan bahwa sikap itu merupakan pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang difikirkannya, yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon tahu tindakan dalam cara yang tertentu yang dipilihnya.

2. Komponen Pokok Sikap

Sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu:

a. Rancangan untuk bertindakatau berperilaku terbuka (kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek).

b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

(6)

c. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka (tindakan).

Ketiga komponen tersebut menjadikan sikap yang utuh (total attitude) (Notoatmodjo, 2007).

3. Berbagai Tingkatan Sikap

Menurut (Natoadmodjo, 2007), sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni : a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang menerima Ide tersebut.

c. Menghargai (vauling)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tinggi.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

4. Struktur Sikap

Menurut (Azwar, 2007), dalam struktur sikap terdiri atas 3 kompenen yang saling menunjang yaitu :

(7)

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap

b. Komponen afektif

Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.

c. Komponen konatif

Komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana bersikap atau kecenderungan bersikap yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Pengertian kecenderungan bersikap menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk sikap yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi pula bentuk-bentuk sikap yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang.

5. Proses Pembentukan Sikap

Menurut (Azwar, 2007) Faktor-faktor yamg mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu. Berikut ini akan diuraikan peranan masing-masing faktor dalam membentuk sikap manusia.

a. Apa yang telah dan sedang dialami seseorang ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan seseorang terhadap stimulus. Tanggapan akan menjadi salah satu dasr terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis.

(8)

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu komponen yang ikut mempengaruhi sikap. Pada umumnya individu cenderung memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflikdengan orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana seseorang hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap seseorang.

d. Media massa

Media massa sebagai sarana komunikasi yang berupa televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan kepercayaan dan opini seseorang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti dan tugas yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru lagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

e. Lembaga pendidikan dan agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatau yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

(9)

f. Pengaruh faktor emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

6. Pengukuran Sikap

Menurut (Azwar, 2007) Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap manusia adalah masalah pengungkapan (assessment) atau pengukuran (measurement) sikap. Ada beberapa metode pengukuran sikap antara lain dengan pertanyaan langsung, pengungkapan langsung dan skala sikap.

Pengungkapan sikap dalam bentuk self report merupakan metode yang dianggap paling baik. Hal ini dilakukan dengan menggunakan daftar pernyataan-pernyataan yang harus dijawab oleh individu dan disebut sebagai sikap.

Skala sikap (attitude scale) yaitu berupa kumpulan pernyataan-peryataan mengenai suatu objek sikap. Respon subjek pada setiap pernyataan itu kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang. Salah satu sifat skala sikap adalah isi pernyataan yang dapat berupa pernyataan lansung yang jelas tujuan ukurannya bagi responden. Walaupun responden dapat mengetahui bahwa skala tersebut bertujuan mengukur sikap namun pernyataan tidak langsung ini biasanya tersamar dan mempunyai sifat proyektif. Respon individu terhadap stimulus (pernyataan-pernyataan) sikap yang berupa jawaban setuju atau tidak setuju itulah yang menjadi indikator sikap seseorang. Respon tampak yang dapat diamati langsung dari jawaban yang diberikan seseorang merupakn bukti satu-satunya yang kita peroleh dan itulah yang menjadi dasar untuk menyimpulkan sikap seseorang.

(10)

C. Konsep Tindakan 1. Defenisi Tindakan

Suatu sikap optimis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain ada fasilitas (Natoadmodjo, 2007).

2. Tingkatan Tindakan a. Persepsi

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkatan pertama. Misalnya seseorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.

b. Responsi terpimpin (guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengna urutan yang besar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua. Misalnya, seseorang ibu dapat memasak dengan benar, mulai dari mencuci dan memotong-motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya dan sebagainya.

c. Mekanisme

Apabila sesorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya seseorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

d. Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi

(11)

kebenaran tindakan tersebut. Misalnya, ibu dapat memilih bahan-bahan yang murah dan sederhana.

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau memperaktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan prilaku kesehatan

Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu mengikuti tahap-tahap yang telah disebutkan diatas, yakni melalui proses perubahan pengetahuan (knowladge), sikap (attitude), praktik (pratice) atau “KAP”. Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun peneliti lainnya juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori diatas (KAP), bahkan didalam praktik sehari-hari terjadi sebaiknya. Artinya, sesorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan sikap masih negatif. Untuk memeperoleh data praktik atau perilaku yang paling akurat adalah melalui pengamatan (observasi). Namun dapat juga dilakukan melalui wawancara dengan pendekatan (recall) atau mengingat kembali perilaku yang telah dilakukan oleh responden beberpa waktu yang lalu. (Natoadmodjo, 2007). D. Konsep Diare

1. Defenisi Diare

Diare merupakan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair. Diare dapat meningkatkan mortalitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal yang mengakibatkan gangguan dari absorbsi dan cairan elekrolit yang berlebihan. Diare yang terjadi merupakan proses dari transport aktif akibat rangsangan dari toksin bakteri terhadap elektrolit kedalam usus halus,

(12)

mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal dan dapat mengakibatkan gangguan absorbsi intestinal (Haryanto, 2010).

Diare adalah pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Diare juga diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau tinja yang encer dan jumlahnya lebih banyak dari biasanya. Untuk neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar lebih dari empat kali dalam 24 jam, sedangkan untuk bayi berumur dari satu bulan dan anak bila frekuensinya lebih dari tiga kali dalam 24 jam (Soegijanto, 2009).

2. Klasifikasi Diare yang Meliputi :

Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari tujuh hari) yang mengakibatkan dehidrasi sebagai penyebab utama kematian.

a. Disentri, yaitu diare yang disertai dalam tinjanya yang mengakibatkan anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat dan kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa.

b. Diare persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus-menerus yang mengakibatkan penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.

c. Diare dengan masalah lain adalah anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain seperti : demam, gangguan gizi dan penyakit lain (Widoyono, 2008).

3. Penyebab Kejadian Diare

Menurut (Zein, 2011), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu: a. Faktor infeksi

1) Infeksi interal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada balita. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut:

(13)

Infeksi bakteri :vibrio, E. Coli, Salmonella, Shingella, Campylobacter,

Yersinia, Aeromonas dan sebagainnya. (2). Infeksi virus :Entrovirus (virus

ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis) Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain. (3). Infeksi parasit :cacing (Ascaris, Thrichuris, Oxyuris,

Strongyloides): Protozoa (Entamoeba histolityca,Giardia lamblia, Trichomonas homonis). Jamur (Candida albicans).

2) Infeksi parenteral infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : Otitis Media Akut (OMA), tonsilitis / tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensafalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada balita dibawah umur 2 tahun.

b. Faktor malabsorbsi adalah 1) Malabsorbsi karbohidrat :disakardia (intoleransi, laktosa, maltosa dan sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada balita yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa) 2) malabsorbsi lemak 3) malabsorbsi protein.

c. Faktor makanan

(14)

4. Patofisiologi

Infeksi malabsorbsi Makanan Psikologis

Kuman masuk Tekanan osmotik Toksin tidak Hiperperistaltik Dan berkembang meningkat dapat diabsorbsi

Dalam usus

Kemampuan absorbsi Toksin dalam Pergeseran air dan Hiperperistaltik

Dinding usus halus elektrolit kerongga

Menurun usus Kemampuan absorbsi

menurun hipersekresi air Isi rongga usus

dan elektrolit meningkat meningkat

DIARE

Patogenesis dan Patofisiologi Diare

Sumber : Dr. W.C.Marrsall, Institute of Child Health Yniversity of London (Azis.A.M, 2006).

5. Gejala dan Tanda Diare Pada Balita

Gejala diare atau mencret pada balita adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 x atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai : muntah, badan lesu atau lemah, panas, darah dan lendir dalam kotoran. Rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala-gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi.

(15)

6. Manifestasi Klinis

Sebagai akibat kehilangan cairan (dehidrasi) yang berlangsung sangat cepat berat badan turun dalam waktu singkat pula, karena sebagian besar tubuh terdiri atas cairan tergantung pada sedikit banyaknya kehilangan berat badan. Dehidrasi ringan apabila berat badan kurang dari 5% dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5-10% dan dehidrasi berat bila penurunan berat badan lebih dari 10%. Berat ringannya dehidrasi akan menentukan jenis terapinya dan mati hidupnya anak serta pertumbuhannya di kemudian hari (Aziz Alimul, 2006).

Tabel 2.1 Klasifikasi Tanda dan Dehidrasi pada Balita

Gejala Klinis Ringan Sedang Berat Kesadaran Rasa haus Nadi Pernafasan Ubun-ubun besar Mata

Turgor dan tonus Diuresis Selaput lendir Baik + Normal Biasa Agak cekung Agak cekung Biasa Normal Normal Gelisah ++ Cepat Agak cepat Cekung Cekung Agak kering Oliguria Agak kering Apatis-koma ++++ Cepat sekali Kusmaul Cekung sekali Cekung sekali Kering sekali Anuria Kering/asidosis (Azis Alimul, 2006) 7. Dampak Diare

Menurut (Maryunani, 2010), dapat dilihat dibawah ini akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :

a. Dehidrasi

Kehilangan cairan dan elektrolit karena kehilangan air/output lebih banyak dari asupan/input.

(16)

b. Gangguan keseimbangan asam-basa/metabolik asidosis metabolik asidosis terjadi karena :

1. Kehilangan Natrium bersama feses

2. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda keton tertimbun dalam darah

3. Terjadi penimbunan asam-laktat karena adanya anoreksia jaringan

4. Produk metabolisme yang bersifat asam mengikat karena tidak dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oligoria/anuria)

5. Pemindahan ion natrium dari cairan ekstra-seluler kedalam cairan intra seluler.

c. Hipoglikemia

Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang menderita diare dengan Kekurangan Kalori Protein (KKP), hal ini terjadi karena :

1. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu 2. Adanya gangguan absorbsi glukosa

d. Gangguan gizi

Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini desebabkan karena :

1. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan atau muntahnya bertambah hebat. Orang tua hanya memberikan air teh saja pengenceran susu yang diberikan terlalu lama.

2. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan absorbsi lebih baik karena adanya hiperperistaltik.

e. Gangguan sirkulasi

Sebagai akibat dengan atau tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan (syok) hipovolemik. Akibatnya perfusi

(17)

jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat dapat mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaranmenurun dan bila tidak segera ditolong penderita dapat meninggal dunia.

8. Pencegahan Diare Pada Balita Diare mudah dicegah antara lain :

1. Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting sebelum makan, setelah buang air besar, sebelum memegang anak, setelah membersihkan anak dari BAB, dan sebelum menyiapkan makanan.

2. Makanan dapat terkontaminasi oleh penyebab diare pada tahap produksi dan persiapan, dan penyimpanan. Oleh karena itu, masaklah makanan dengan benar, pisahkan makanan yang telah dimasak, pisahkan pula makanan yang telah dicuci bersih dan yang belum dicuci serta jaga makanan dari serangan lalat.

3. Minum air yang sehat, atau air yang telah diolah, antara lain dengan cara merebus.

4. Pengolahan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu, lipas dan lain-lain).

5. Tutup makanan dan minuman dan diletakkan ditempat yang aman dan bersih sehingga terhindar dari berbagai binatang.

6. Ajari dan biasakan anak mencuci tangan memekai air bersih dan sabun sebelum makan.

7. Buang air besar dan air kecil pada tempatnya (Surasvati, 2010). 9. Upaya –upaya Tindakan Pencegahan Penyakit Diare

Menurut faisal (2004) penyakit diare merupakan penyakit saluran pencernaan, maka pencegahannya terutama cukup hanya dengan meningkatkan sanitasi air minum dan makanan. Selain itu perlu ditingkatkan budaya mencuci tangan sebelum makan

(18)

Menurut Ramaiah (2007), upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah diare antara lain:

1. Berikan ASI ekslusif sampai empat atau enam bulan dan teruskan menyusui sampai setidaknya setahun

2. Gunakan makanan matang yang baru dimasak untuk memberi makanan pada balita

3. Bersihkan wadah untuk mengumpulkan dan menyimpan air minum setiap hari

4. Jika anda tidak yakin tentang kualitas air minum, rebuslah sampai mendidih dan tutuplah serta simpanlah dalam wadah yang sama.

5. Hindari pemberian susu botol. Setelah usia 4-6 bulan, berikan makanan yang bergizi, brsih dan aman untuk mulai menyapih

6. Hindari kontak antara tangan dan air minum ketika menyajikannya

7. Cucilah tangan dengan sabun dibawah air yang mengalir sebelum memberi makan anak, memasak, setelah pergi ke WC atau membersihkan anak. 8. Buanglah tinja yang dikeluarkan anak dalam WC segera mungkin 9. Segeralah mencuci baju yang terkena tinja anak dengan air hangat

10. Pastikan bahwa daerah dimana anak bermain atau merangkak tetap bersih. Cucilah mainan yang anak mainkan secara teratur.

10. Perawatan Diare Pada Balita

Penyakit diare walaupun tidak semua menular, tetepi perlu perawatan dikamar yang terpisah dengan perlengkapan cuci tangan untuk mencegah infeksi (selalu tersedia desinfeksi dan air bersih) serta tempat pakaian kotor tersendiri. Masalah pasien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadi gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit (surasvati, 2010). Resiko terjadinya ganguan sirkulasi darah. Diare menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit, mengakibatkan pasien menderita dehidrasi dan jika tidak

(19)

segera diatasi menyebabkan terjadinya dihidrasi asidosis, bila masi berlanjut akan terjadi asidosis metabolic, ganguan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam keadaan renjatan (syok).

Perawatan yang dilakukan pada anak yang mengalami diare jika sudah mengalami dehidrasi yaitu :

1. Bila dehidrasi ringan

Berikan minum sebanyak – banyaknya, kira – kira 1 gelas setiap setelah pasien defekasi, cairan harus mengadung elektrolit: seperti oralit. Bila tak ada oralit dapat diberikan larutan gula garam dengan 1 gelas air matang yang agak dingin di larutkan dalam 1 sendok teh gula pasir dan 1 jumput garam dapur. Pengganti air matang dapat teh atau air tajin. Untuk bayi dibawah 6 bulan oralit dilakukan 2 kali lebih encer ( untuk 1 gelas menjadi 2 gelas ). Jika anak terus menerus muntah atau tidak mau minum sama sekali perlu di berikan melalui sonde. Bila pemberian cairan oral tidak dapat dilakukan, dipasang infus dengan cairan ringer laktat (RL) . Atau yang tersedia setempat jika tidak ada ringer laktat (RL), ( atas persetujuan dokter ). Yang penting diperhatikan adalah apakah tetesan berjalan terutama pada jam – jam pertama karna diperlukan untuk segera mengatasi dehidrasi.

2. Pada dihidrasi

Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat untuk mengetahui kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung dengan cara :

a. Jumlah tetasan permenit dikalikan 60, dibagi 15/20 ( sesuai set infus yang dipakai ). Contoh : tetesan permenit 12 tetes : banyak cairan yang habis ( masuk kedalam tubuh ) dalam 1 jam adalah 12 x 60 /15 = 46 cc (bila pada set infus yang setiap cc nya berisi 15 tetes ). Jika kontrol cairan di lakukan setiap 2 jam berati 48x2 = 96 cc, berikan

(20)

tanda cairan pada waktu memantau tetesan tersebut pada botol infusnya.

b. Perhatikan tanda vital : nadi, pernapasan, suhu dan tekanan darah bila masi terdapat hipotensi beri tahu dokter apakah kecepatan tetesan perlu di tambah ( keadaan ini dapat terjadi pada pasien kolera ).

c. Perhatikan frekuensi buat air besar anak apakah masih sering, encer atau sudah berubah konsistensinya.

d. Berikan minum teh atau oralit 1 – 2 sendok setiap jam untuk mencegah bibir dan selaput lendir mulut kering.

Cara membuat dan memberikan larutan oralit 1. Cara membuat :

a. Sediakan 1 gelas air yang telah di masak atau air teh ( 200 cc ) b. Masukan 1 bungkus oralit 200 cc

c. Aduk sampai larut 2. Cara memberikan :

Tabel 2.2

Jumlah Pemberian Oralit Sesuai Usia

Usia Jumlah cairan Anak dibawah 1 tahun

Antara 1- 4 tahun Antara 5 – 12 tahun

Anak diatas 12 tahun dan orang dewasa

3 jam pertama 1½ gelas,selanjutnya½gelas setiap kali mencret

3 jam pertama 3 gelas, selanjutnya 1 gelas setiap kali mencret

3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 2 gelas setiap kali mencret

3 jam pertama 12 gelas, selanjutnya 3 gelas setiap kali mencret

(21)

Pengobatan yang dilakukan ibu pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi adalah dengan memberikan makanan dan minuman yang ada dirumah seperti air kelapa, air tajin. Pengobatan tradisional yang biasa dilakukan adalah dengan memberikan perasaan air ketimun direbus, daun jambu biji, biji bunga matahari (Maryunani, 2010).

11. Komplikasi

Komplikasi pada pasien diare yang paling sering ialah dehidrasi asidosis. Tetapi komplikasi dapat juga terjadi sebagai akibat tindakan pengobatan seperti :

1. Infeksi pada bagian yang dipasang infuse atau terjadi hematoma flebilitis 2. Koplikasi pada kulit akibat seringnya berak-berak dan adanya asam laktat

dalam tinja dapat menyebabkan iritasi dan lecet pada anus dan sekitarnya. Untuk menjaga lecet pada kulit, setiap habis buang air besar dibersihkan dengan kapas (kapasnya disiram air panas dahulu kemudian diperas / kapas cebok) yang dibasahi dengan minyak sayur /kelapa tetapi jangan dibedakan lagi karena akan lengket. Jika telah lecet, setelah dibersihkan dengan minyak keringkan dengan tisu kemudian oleskan salep.

3. Kejang – kejang pada pasien yang diare bila bukan karena kebanyakan cairan dapat karena hipoglikemia. Karena itu bila ada kejang pada pasien diperisakan gula darah nya dan tindakan selanjutnya setelah ada instruksi dokter.

4. Komplikasi lain bila diare menjadi kronis dapat nyebabkan pasien menderita

malnutrisi energy protein. Oleh karena itu, pasien diare harus diobati sesuai

dengan penyebabnya agar dapat sembuh benar dan orang tua harus diikuti sertakan untuk mencegah berulangnya diare ( Ngastiah, 2005).

(22)

E. Hasil Penelitian Terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhamadi, Irawan (2009)

hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap pencegahan penyakit diare di Desa Tumbang Manjul Kecamatan Seruyan Hulu Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah. Dari hasil penelitian ini ditemukan karakteristik umur ibu 20 sampai 30

tahun (45,0%), tingkat pendidikan ibu lulus SD (31,7%), pekerjaan ibu petani (36,7%). Tingkat pengetahuan ibu rata-rata secara signifikan berpengetahuan baik (91,4%) terhadap tindakan pencegahan diare pada balita (berdasarkan hasil uji

chi-square diperoleh p 0,011 (p<0,05). Sedangkan sikap ibu terhadap tindakan pencegahan

diare pada balita rata-rata secara signifikan bersikap positif (89,1%) (berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh p 0,003 (p<0,05). Mengingat tingginya penderita diare maka kepada pihak puskesmas hendaknya lebih meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat dan bekerjasama dengan lintas sektoral, kepada ibu-ibu yangmempunyai balita supaya menjaga kebersihan baik kebersihan lingkungan maupun kebersihan perorangan dan selalu menjaga kebersihan alat masak serta disarankan agar selalu menggunakan air bersih untuk minum dan memasak sehari -hari. Kata kunci :pengetahuan dan sikap, pencegahan daire daftar pustaka : 21 ( 1997 - 2008 ).

Berdasarkan hasil penelitian Pujiastuti Sri Pratiwi (2003) hubungan pengetahuan,

sikap dan praktik ibu terhadap pencegahan penyakit diare pada anak berusia di bawah umur lima tahun di Desa Mojogedang Kecamatan Mojogedang Kabupaten Karanganyar, Hasil penelitian menunjukkan 88,1% responden berumur 20-35 tahun;

44,8% tamat SD dan 62,7% buruh tani. Berdasarkan pengetahuan, sikap dan praktik yang dimiliki responden 41,8% berpengetahuan kurang, 46,3% bersikap kurang dan 49,8% mempunyai praktik kurang. Hasil dari analisa statistik dapat disimpulkan, bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap responden; pengetahuan dengan praktik responden dan sikap dengan praktik responden dalam pencegahan penyakit diare pada anak berusia di bawah umur lima tahun. Untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktik responden dalam pencegahan penyakit diare, dianjurkan responden di desa Mojogedang rajin mendatangi penyuluhan

(23)

terutama penyuluhan mengenai diare dan apabila anaknya sakit diare segera dibawa ke sarana pelayanan kesehatan (Pusat Kesehatan Masyarakat).

F. Kerangka Konsep

Adapun kerangka dalam penelitian ini adalah : Skema 2.1

Variabel Bebas Variabel Terikat

G. Hipotesa

1. Ada hubungan pengetahuan ibu dengan tindakan pencegahan penyakit diare pada balita umur 1-5 tahun di Dusun 6 Desa Sendang Rejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat tahun 2014.

2. Ada Hubungan sikap ibu dengan tindakan pencegahan penyakit diare pada balita umur 1-5 tahun di Dusun 6 Desa Sendang Rejo Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat tahun 2014. Pengetahuan Sikap Tindakan Pencegahan Penyakit Diare

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Tanda dan Dehidrasi pada Balita

Referensi

Dokumen terkait

Selain melekat pada produk (ikan kosumsi karang hidup), proses produksi (mulai dari proses penangkapan, pemberokan (pengepakan) ikan dalam keadaan hidup), sampai dengan ikan

Penempatan pegawai mesti sesuai dengan kualifikasi masing-masing perseorangan karena tingkat kemampuan berbeda-beda dalam menjalankan tugas sangat berpengaruh

Pada setiap pertanaman memiliki kondisi lahan yang mendukung seperti menanam jenis klon yang termasuk pada aksesi „agak tahan‟ dan „peka‟ sehingga memicu perkembangan

Ahli sejarah yang mengemukakan bahwa bangsa Indonesia memiliki 10 unsur budaya Indonesia asli sebelum datangnya bangsa dari India adalah ……d. Kitab Mahabrata ditulis

Hasil penelitian Silvia (2011) menunjukkan bahwa hasil yang dilakukan pada varietas Grobogan dan varietas Detam 2, diperoleh bahwa varietas Grobogan dapat tumbuh

Kondisi lingkungan mangrove yang terdapat di lokasi penelitian ini yaitu TSDR (Tambak silvofishery dominan Rhizopora sp.), TSDA (Tambak silvofishery dominan

Bidang penjualan dan promosi merupakan bidang yang sangat vital dalam suatu perusahaan, oleh karena itu dirancanglah aplikasi dengan konsep data warehouse agar dapat digunakan untuk

Penulis membuat perencanaan yang dibuat berdasarkan tindakan segera atau kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.Perencanaan yang dibuat yaitu memberikan beritahu ibu