Farmagazine Vol. 1 No. 2 Agustus 2013 1
ANALISIS DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PENGOBATAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) TERHADAP PASIEN BALITA DI PUSKESMAS PASAR BARU KOTA
TANGERANG PERIODE MARET 2013 – MEI 2013
ANALYSIS OF DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) IN TREATMENT OF ACUTE
RESPIRATORY INFECTIONS (ARI) PATIENTS ON CHILDREN IN THE HEALTH MARKET NEW CITY TANGERANG PERIOD MARCH 2013 - MAY 2013
Nur’aini1*
, Prima Maisiti2, Selpina Kurniasih3 1,2,3
Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang *Corresponding Author E-mail: nuraini2409@gmail.com
ABSTRACT
Acute Respiratory Infections (ARI) is still a major health problem and a disease that often occurs in infants. Incidental cold cough disease to infants in Indonesia is estimated at 3 to 6 times per year. Drug Related Problems (DRPs) is any unwanted event, experienced by a patient involving or suspected to involve drug therapy, which can impair the achievement of the desired therapeutic goal. Data Figures 0-4 years age group morbidity were obtained from reports 10 biggest disease for two years in Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang indicate diseases that dominate this age group is
ARI. This study aims to determine the percentage of patients who are indicated with DRPs and the
percentage of each category of DRPs occurred to infants ARI patients in Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang. The research method with the guidelines Pharmaceutical Care Network Europe Foundation (PCNE) Version 6.2 in 2010. According to this version PCNE classification of DRPs has four main domains, namely Problems, Causes, Interventions and Outcomes Intervention. Each domain has a sub domain. The data collection is done prospectively in Poli Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) by analyzing patient data in the medical records of the treatment of patients with ARDs the period from March to May 2013. The results of 1053 patients showed the percentage of DRPs as much as 29.24% with the percentage of each DRPs category as much as 36.10% of cases the drug (therapy groups / different active ingredients) are prescribed for the same indications, cases of incorrect drug dosage forms 33.77%, cases of drug effect is not optimal 25,50% of cases the drug dose is too low 3.31%, of cases there is no indication of drug use or drug indication is unclear 0.66% and cases of a combination of drugs or drug-food inappropriately included 0.66% incidence of drug interactions in infants suffering from ARI in Puskesmas New market Kota Tangerang.
Keywords: Acute Respiratory Infections (ARI), Infants, Drug Related Problems (DRPs).
ABSTRAK
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) saat ini masih merupakan masalah kesehatan utama dan penyakit yang sering terjadi pada balita. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali pertahun. Drug Related Problems (DRPs) merupakan setiap kejadian yang tidak diinginkan, dialami oleh seorang pasien yang melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat, sehingga dapat mengganggu tercapainya tujuan terapi yang diinginkan. Data Angka Kesakitan golongan umur 0-4 tahun yang didapatkan dari laporan 10 penyakit terbesar selama dua
2013
Farmagazine Vol. 1 No. 2 Agustus 2013 2
Nur’aini, Prima Maisiti, Selpina Kurniasih
tahun di Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang menunjukkan penyakit yang mendominasi golongan umur ini adalah ISPA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase pasien yang diindikasikan dengan DRPs dan persentase masing–masing kategori DRPs yang terjadi pada pasien ISPA balita di Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang. Metode penelitian dilakukan dengan pedoman Pharmaceutical Care Network Europe Foundation (PCNE) Versi 6.2 tahun 2010. Menurut PCNE versi ini klasifikasi DRPs memiliki empat domain utama yaitu Masalah, Penyebab, Intervensi dan Hasil Intervensi. Masing-masing domain mempunyai sub domain. Pengumpulan data dilakukan secara prospektif di Poli Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dengan menganalisis data pasien pada kartu rekam medik pengobatan pasien ISPA periode Maret - Mei 2013. Hasil penelitian dari 1053 pasien menunjukkan persentase kejadian DRPs sebanyak 29,24% dengan persentase masing-masing kategori DRPs sebanyak 36,10% kasus banyak obat (kelompok terapi/bahan aktif yang berbeda) diresepkan untuk indikasi yang sama, kasus bentuk sediaan obat tidak tepat 33,77%, kasus efek obat tidak optimal 25,50%, kasus dosis obat terlalu rendah 3,31%, kasus tidak ada indikasi penggunaan obat atau indikasi obat tidak jelas 0,66% dan kasus kombinasi obat atau obat-makanan tidak tepat termasuk kejadian interaksi obat 0,66% terjadi pada pasien balita yang menderita ISPA di Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang.
Kata kunci: Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), Balita, Drug Related Problems (DRPs).
PENDAHULUAN
Penyakit ISPA saat ini masih merupakan masalah kesehatan utama dan penyakit yang sering terjadi pada balita. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan sebesar 3 sampai 6 kali per tahun, ini berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Sebagai kelompok penyakit, ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit disebabkan oleh ISPA.
Terapi dengan menggunakan obat terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas atau mempertahankan hidup pasien, hal ini dilakukan dengan cara mengobati penyakit pasien, mengurangi atau meniadakan gejala sakit, menghentikan atau memperlambat proses penyakit serta mencegah penyakit atau gejalanya, namun ada hal-hal yang tidak dapat disangkal dalam pemberian obat yaitu kemungkinan terjadinya hasil pengobatan tidak seperti yang diharapkan. DRPs selain merugikan pasien juga dapat menghambat keberhasilan suatu terapi.
Data Angka Kesakitan golongan umur 0 - 4 tahun yang didapatkan dari laporan 10 (sepuluh) penyakit terbesar balita selama dua tahun di Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang menunjukkan penyakit yang mendominasi golongan umur ini adalah ISPA. menunjukkan angka kesakitan ISPA golongan umur 0 – 4 tahun pada tahun 2010 sebesar 23,51% dan menunjukkan angka kesakitan ISPA golongan umur 0 – 4 tahun pada tahun 2011 sebesar 27,63% (Profil Puskesmas, 2011).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode prospektif karena berinteraksi langsung dengan subyek penelitian. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang dari bulan Maret 2013 sampai Mei 2013 dengan mengolah data populasi dan sampel.
1. Populasi target
Semua pasien yang didiagnosa ISPA di Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang. 2. Populasi terjangkau
Semua pasien dengan diagnosa ISPA kategori balita di poli MTBS Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang pada bulan Maret – Mei 2013.
Farmagazine Vol. 1 No. 2 Agustus 2013 3
Nur’aini, Prima Maisiti, Selpina Kurniasih 4. Semua pasien yang didiagnosa ISPA
kategori balita di poli MTBS Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang pada bulan Maret – Mei 2013, yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.
Kriteria inklusi:
a. Pasien dengan diagnosis ISPA umur 2 bulan sampai 5 tahun di Poli MTBS Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang.
b. Pasien ISPA balita yang berobat di Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang pada bulan Maret – Mei 2013
c. Pasien ISPA balita dengan catatan medik yang lengkap meliputi identitas pasien, anamnesa disertai laju pernapasan dan suhu badan, diagnosa, rejimen pengobatan.
Kriteria ekslusi:
a. Pasien diagnosis ISPA kategori balita yang masuk kategori pneumonia berat b. Pasien dengan catatan rekam medik
yang tidak jelas dan tidak lengkap.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Catatan Medik pasien MTBS Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang yang berisi nama pasien, umur dan berat badan pasien, nomor medical record, anamnesa disertai hasil pemeriksaan suhu tubuh dan laju pernapasan, diagnosa dan rejimen pengobatan. Alat lain yang digunakan yaitu literatur atau buku pustaka seperti Pedoman Pengendalian ISPA Kemenkes, BNF For Children, Stockley’s Drug Interaction 8th Ed, Drug Interaction Handbook.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Formulir Pengambilan Data Pasien yang berisi nama pasien, umur dan berat badan pasien, nomor medical record, anamnesa disertai hasil pemeriksaan suhu tubuh dan laju pernapasan, diagnosa dan rejimen pengobatan.
Analisa Data
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitik yang dilakukan secara prospektif dengan mengolah data resep pasien ISPA balita umur 2 bulan sampai 5 tahun di poli MTBS Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang dari bulan Maret 2013 sampai Mei 2013. Analisis data menggunakan metode persentase dari akumulasi data berdasarkan formulir DRPs yang di ambil dari rekam medik pasien.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Peresepan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap pasien ISPA balita yang berobat di Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang periode bulan Maret sampai Mei 2013 maka didapatkan jumlah pasien sebanyak 1035 orang, setelah dianalisis maka didapatkan pasien yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 1033 orang dan pasien dengan kriteria eksklusi sebanyak 2 orang.
Pola peresepan obat ISPA di Poli MTBS Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang bulan Maret sampai Mei 2013 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Pola Peresepan Obat ISPA di Poli MTBS Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang Bulan Maret - Mei 2013
No. Golongan Nama Obat Frekuensi % Jumlah Kasus
1. Antibiotik Amoksisilin 591 74,43 794
2013
Farmagazine Vol. 1 No. 2 Agustus 2013 4
Eritromisin 32 4,03 Sefadroksil 22 2,77 Sefiksim 4 0,50 Tiamfenikol 1 0,13 2. Antipiretik Parasetamol 767 96,60 794 Ibuprofen 27 3,40 3. Antihistamin Klorfeniramin Maleat 1023 100 1023
4. Obat Batuk Dekstrometorfan 133 12,29 1082
Gliseril Guaiakolat 895 82,72 Bromheksin 54 4,99 5. Kortikosteroid Deksametason 623 98,89 630 Prednison 7 1,11 6 Bronkodilator Salbutamol 74 77,08 96 Efedrin 22 22,92
7. Vitamin Asam askorbat 557 50,96 1093
B Kompleks 536 49,04
Drug Related Problem’s
Kejadian Drug Related Problem’s di Poli MTBS Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang bulan Maret sampai Mei 2013 dapat dilihat pada tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Persentase Kejadian DRPs Pada Pasien
ISPA di Poli MTBS Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang Bulan Maret - Mei 2013
No. Kejadian DRPs Jumlah Kasus % ( n = 1033 ) 1. Pasien dengan kejadian DRPs 302 29,24 2. Pasien tanpa kejadian DRPs 731 70,76
Tabel 3. KAtegori DRPs Pada Pasien ISPA di Poli MTBS Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang Bulan
Maret - Mei 2013
No. Kategori DRPs Jumlah
kasus
% (n=302)
1. Efektivitas Terapi M1.1 Obat tidak efektif atau pengobatan gagal
0 0
M1.2 Efek obat tidak optimal 77 25,50
M1.3 Efek obat salah (Idiosinkrasi ) 0 0
M1.4 Ada indikasi yang tidak di terapi
0 0
2. Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki (ROTD)
M2.1 Pasien menderita ROTD bukan alergi
0 0
M2.2 Pasien menderita ROTD alergi
0 0
M2.3 Pasien menderita efek toksik 0 0
3. Biaya Pengobatan M3.1 Biaya pengobatan lebih mahal dari yang diperlukan
0 0
M3.2 Obat tidak diperlukan 0 0
4. Lain-lain M4.1 Pasien tidak puas dengan
terapi yang diterimanya meskipun terapi tersebut optimal, baik dari segi efektivitas maupun biaya
0 0
M4.2 Keluhan pasien/masalah tidak jelas, tidak termasuk kategori masalah obat diatas
0 0
5. Pemilihan Obat P1.1 Pemilihan obat tidak tepat
(bukan untuk indikasi yang
paling tepat) termasuk
penggunaan obat yang kontra indikasi
Farmagazine Vol. 1 No. 2 Agustus 2013 5 P1.2 Tidak ada indikasi penggunaan
obat atau indikasi obat tidak jelas
2 0,66
P1.3 Kombinasi obat atau obat-makanan tidak tepat termasuk kejadian interaksi obat
2 0,66
P1.4 Duplikasi kelompok terapi atau bahan aktif yang tidak tepat
0 0
P1.5 Ada indikasi tetapi obat tidak di resepkan
0 0
P1.6 Banyak obat ( kelompok terapi atau bahan aktif yang berbeda ) diresepkan untuk indikasi yang sama
109 36,10
P1.7 Tersedia obat yang lebih hemat biaya
0 0
P1.8 Kebutuhan obat yang bersifat sinergis / preventif tidak diresepkan
0 0
P1.9 Ada indikasi baru dan obat belum diresepkan
0 0
6. Pemilihan bentuk sediaan
P2.1 Bentuk sediaan obat tidak tepat
102 33,77
7. Pemilihan dosis P3.1 Dosis obat terlalu rendah 10 3,31
P3.2 Dosis obat terlalu tinggi 0 0
P3.3 Pengaturan dosis kurang
sering
0 0
P3.4 Pengaturan dosis terlalu sering 0 0
P3.5 Tidak dilakukan Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD)
0 0
P3.6 Masalah terkait famakokinetika
obat yang memerlukan
penyesuaian dosis
0 0
P3.7 Perburukan/perbaikan kondisi
sakit yang memerlukan
penyesuaian dosis
0 0
8. Penentuan lama
pengobatan
P4.1 Lama pengobatan terlalu
pendek
0 0
P4.2 Lama pengobatan terlalu
panjang
0 0
9. Proses
penggunaan obat
P5.1 Waktu penggunaan obat atau interval pemberian dosis tidak tepat
0 0
P5.2 Menggunakan obat lebih
sedikit dari pedoman
pengobatan (Underused ) atau pemberian obat lebih jarang dari aturan penggunaan (Under administered )
0 0
P5.3 Menggunakan obat berlebih (overused) atau pemberian
obat melebihi aturan
penggunaan (over
adminstered)
0 0
P5.4 Obat tidak diminum atau tidak diberikan
0 0
P5.5 Minum obat yang salah atau memberikan obat yang salah
0 0
P5.6 Penyalahgunaan obat
(penggunaan obat tidak sesuai
2013
Farmagazine Vol. 1 No. 2 Agustus 2013 6
Nur’aini, Prima Maisiti, Selpina Kurniasih
peruntukan resmi)
P5.7 Pasien tidak dapat
menggunakan obat atau
bentuk sediaan sesuai aturan
0 0
10. Logistik Kefarmasian
P6.1 Obat yang diresepkan tidak tersedia
0 0
P6.2 Kesalahan peresepan ( dalam hal menulis resep )
0 0
P6.3 Kesalahan peracikan obat
(dispensing error )
0 0
11. Pasien P7.1 Pasien lupa minum obat 0 0
P7.2 Pasien menggunakan obat
yang tidak diperuntukan
0 0
P7.3 Pasien makan makanan yang berinteraksi dengan obat
0 0
P7.4 Penyimpanan obat pada
pasien tidak tepat
0 0
12. Lain-lain P8.1 Lain- lain : sebutkan 0 0
P8.2 Penyebab tidak jelas 0 0
Hasil analisis menunjukkan bahwa obat ISPA yang paling banyak digunakan dari
golongan antibiotika adalah amoksisilin.
Amoksisilin merupakan antibiotika golongan penisilin, mekanisme kerjanya dengan jalan merusak sintesis dinding sel bakteri.
Obat ISPA dari golongan antipiretik yang
paling banyak digunakan adalah parasetamol.
Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan panas atau mengurangi suhu tubuh yang tinggi.
Parasetamol merupakan derivat
paraaminofenol yang mempunyai sifat antipiretik
dan analgesik. Sifat antipiretik di sebabkan oleh
gugus aminobenzena. Mekanisme kerja
parasetamol dengan cara menghambat sintesis prostaglandin. Prostaglandin merupakan senyawa yang mengganggu pengaturan suhu tubuh oleh
hipotalamus sehingga menyebabkan demam. Golongan antihistamin yang digunakan
hanya klorfeniramin maleat karena tidak tersedia
obat antihistamin yang lain. Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi reseptor H1, H2,
H3. Klorfeniramin maleat termasuk dalam
kelompok antagonis-H1 generasi pertama yang
digunakan untuk pengobatan gejala-gejala akibat reaksi alergi.
Obat batuk yang banyak digunakan adalah
dari golongan ekspektoran yaitu gliseril
guaiakolat karena 82,72% pasien balita menderita batuk berdahak. Mekanisme kerjanya yaitu
dengan cara meningkatkan volume dan
menurunkan viskositas dahak di trakea dan bronkus, kemudian merangsang pengeluaran dahak menuju faring. Obat batuk lain yang
digunakan yaitu dekstrometorfan dan
bromheksin. Dekstrometorfan merupakan
golongan antitusif bekerja menekan batuk dengan mengurangi sensivitas pusat batuk di otak terhadap stimulus yang datang, digunakan pada penderita yang batuknya sangat mengganggu sehingga tidak bisa beristirahat.
Kortikosteroid yang paling banyak
digunakan adalah deksametason karena
deksametason merupakan salah satu
glukokortikoid dengan kemampuan dalam
menanggulangi peradangan dan alergi lebih kuat daripada yang dimiliki prednison. Studi terkini menunjukkan bahwa pemberian deksametason selama dua hari kurang lebih sama efektifnya dengan pemberian prednison selama lima hari.
Farmagazine Vol. 1 No. 2 Agustus 2013 7
Nur’aini, Prima Maisiti, Selpina Kurniasih
Bronkodilator yang banyak digunakan adalah salbutamol sebagai pilihan pertama dari buku Pedoman Pengendalian ISPA Kementerian Kesehatan. Salbutamol merupakan suatu senyawa yang selektif merangsang reseptor β2 adregenik
terutama pada otot bronkus. Efek utama setelah pemberian per oral adalah efek bronkodilatasi yang disebabkan terjadinya relaksasi otot bronkus.
Vitamin yang banyak digunakan adalah asam askorbat atau vitamin C karena berkaitan
dengan fungsi dasar vitamin C yaitu
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit serta membantu penyembuhan penyakit.
Hasil analisis DRPs terhadap obat yang diresepkan ditemukan bahwa DRPs yang terjadi
lebih sedikit yaitu sebanyak 29,24%
dibandingkan dengan angka kejadian yang ada, ini berarti pola peresepan di Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang sudah lebih baik sesuai dengan tatalaksana pada pasien ISPA. Hasil analisis menunjukkan adanya DRPs, sebanyak 302 pasien (29,24%) mengalami kejadian DRPs. Banyak obat (kelompok terapi/bahan aktif yang berbeda) diresepkan untuk indikasi yang sama memiliki persentase tertinggi penyebab DRPs pada pasien yaitu 36,10%, hal ini disebabkan duplikasi obat antipiretik yaitu parasetamol dan ibuprofen, penggunaan amoksisilin dan asam askorbat yang bersamaan dalam satu racikan sehingga menimbulkan interaksi obat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis DRPs yang telah dilakukan pada pasien ISPA balita di Poli MTBS Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang pada periode Maret sampai Mei 2013 maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Pola peresepan yang banyak digunakan
dari golongan antibiotika adalah Amoksisilin sebanyak 591 kasus (74,43%), dari golongan antipiretik adalah Parasetamol sebanyak 767 kasus (96,60%), dari
golongan Antihistamin adalah klorfeniramin maleat sebanyak 100%, dari golongan obat batuk adalah gliseril guaiakolat sebanyak 895 kasus (82,72%), dari golongan kortikosteroid adalah deksametason sebanyak 623 kasus (98,89%), dari golongan bronkodilator adalah salbutamol sebanyak 74 kasus (77,08%), dan vitamin yang paling banyak digunakan adalah asam askorbat sebanyak 557 kasus (50,96 %). 2. Pasien yang terindikasi adanya DRPs
sebanyak 302 kasus (29,24%). Angka ini lebih rendah dibandingkan penelitian tentang DRPs terhadap penyakit ISPA pada anak di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Persentase kategori DRPs yang terjadi pada pasien ISPA Balita di Poli MTBS Puskesmas Pasar Baru Kota Tangerang adalah :
a. M1.2 Efek obat tidak optimal sebanyak 77 kasus (25,50 %).
b. P 1.2 Tidak ada indikasi penggunaan obat atau indikasi obat tidak jelas sebanyak 2 kasus (0,66 %).
c. P1.3 Kombinasi obat - obat atau obat - makanan tidak tepat termasuk kejadian interaksi obat sebanyak 2 kasus (0,66 %).
d. P1.6 Banyak obat (kelompok terapi/bahan aktif yang berbeda) diresepkan untuk indikasi yang sama sebanyak 109 kasus (36,10 %).
e. P2.1 Bentuk sediaan obat tidak tepat sebanyak 102 kasus (33,77 %).
f. P3.1 Dosis obat terlalu rendah sebanyak 10 kasus (3,31 %).
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen PP-PL. 2012. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Kementerian Kesehatan. Jakarta. Supartini Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC. Jakarta.
2013
Farmagazine Vol. 1 No. 2 Agustus 2013 8
Nur’aini, Prima Maisiti, Selpina Kurniasih Cipolle, R.J, Strand, L.M, Morley, P.C. 2004.
Pharmaceutical Care Practice: Clinician’s Guide, 2nd Ed. McGraw-Hill Co. New
York. Arista D. 2011. Studi Prevalensi Drug Related Problems (DRPs) Terapi Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Periode Januari – Desember 2010. UII. Yogyakarta.
Puskesmas Pasar Baru. 2011. Profil Puskesmas Pasar Baru 2011. Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Tangerang. Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktek. Edisi 4. Volume 1. Alih Bahasa: Yasmin Asih, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Rasmaliah. 2004. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Penanggulangannya. Universitas Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 10 Maret 2013.
Behrman, R.E, Kliengman, R.M, Arvin, A.M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa dan Usia Lanjut. Pustaka Obor. Jakarta.
Anders Koch, Kare M, Preben H. 2003. Risk factors for acute respiratory tract infections in young Greenlandic children. Am J Epidemiol.
DitJen PP-PL. 2010. Tatalaksana Pneumonia Balita. Kementerian Kesehatan. Jakarta. PCNE. 2010. www.pcne.org/sig/drp/drug-related-problems.php. Diakses pada tanggal 10 Maret 2013.
Andrews AL, Wong KA, Heine D, Scott Russell W. 2012. A Cost-effectiveness Analysis of Dexamethasone Versus Prednisone in Pediatric Acute Asthma Exacerbations. Academic Emergency Medicine.
Rucker R.B, J.W. Suttie, D.B. McCormick and L.J. Machlin. 2001. Hanbook of Vitamins. Marcel Dekker Inc. New York. Terrie YC. 2004. Understanding and Managing Polypharmacy in the Elderly. http://www.pharmacytimes.com. Diakses pada tanggal 21 September 2013.