• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA NITROGEN DAN PRODUKSI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum Cv Riversdale) PADA TIGA TARAF NAUNGAN DAN PEMUPUKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DINAMIKA NITROGEN DAN PRODUKSI RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum Cv Riversdale) PADA TIGA TARAF NAUNGAN DAN PEMUPUKAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA NITROGEN DAN PRODUKSI RUMPUT

BENGGALA (Panicum maximum Cv Riversdale) PADA

TIGA TARAF NAUNGAN DAN PEMUPUKAN

(Nitrogen Dynamic and Production of Guinea Grass (Panicum maximum cv

Riversdale) on Three Shading Levels and Fertilizer Dosage)

JUNIAR SIRAIT

Loka Penelitian Kambing Potong, Sungei Putih PO Box 1, Galang 20585

ABSTRACT

Nitrogen is an essential element for plant growth, and most of nitrogen is found as protein. An experiment was conducted to study nitrogen dynamic and production of Guinea grass (Panicum maximum cv Riversdale) on three shading levels and fertilizer dosage in split-plot design with three replications. The main plot is shading level (N0, N38, and N56), while sub-plot is fertilizer dosage (0, 100, and 200 kg N/ha). Nitrogen content of soil was analyzed before and after planting, while nitrogen content of root and shoot were analyzed at harvesting. Nitrogen dynamic was calculated by comparing soil nitrogen content before and after planting; with calculating nitrogen added from urea and organic fertilizer also nitrogen uptake by plant. It has done analyzing of nitrate (NO3-) content. Guinea grass production and shoot/root ratio were found on harvesting at

three months age of grass. Data were analyzed using Analysis of Variance and continued with Duncan Multiple Range Test if there were significantly different among treatments. The result showed that there was significantly different (P < 0.05) of shoot-N, root-N, shoot protein, shoot-NO3 on different fertilizer dosage,

but there is no different on interaction of shading and fertilizer dosage. Nitrate content was increase by the increasing of shading level and significantly affected by fertilizer dosage. The highest nitrate content average as 0.66% was found on N2P2 treatment (56% shading and 200 kg N/ha). This was still lower than the content of nitrate that can cause toxication animal. Dry matter production of Guinea grass decrseased by the increasing of shading level, but there is no significant different between 38% shading level and without shading, neither between 38 and 56% shading level.

Key Words: Shading, Nitrogen, Nitrate, Production

ABSTRAK

Nitrogen merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman dan sebagian besar unsur ini terdapat pada protein. Penelitian dilakukan untuk mengetahui dinamika nitrogen dan produksi rumput Benggala (Panicum maximum cv Riversdale) pada tiga taraf naungan dan pemupukan dalam rancangan petak terbagi (split-plot design) dengan tiga replikasi. Petak utama adalah taraf naungan (N0, N38 dan N56), sedang anak petak adalah dosis pupuk nitrogen (0, 100 dan 200 kg N/ha). Dilakukan analisis kandungan nitrogen tanah sebelum dan setelah penelitian. Kandungan nitrogen akar dan tajuk dianalisis setelah pelaksanaan panen pada saat tanaman berumur 3 bulan. Dikalkulasi dinamika nitrogen dengan membandingkan kandungan nitrogen dalam tanah sebelum tanam dan setelah tanam; dengan memperhitungkan jumlah nitrogen yang ditambahkan melalui pupuk urea dan organik serta serapan nitrogen oleh tanaman. Dilakukan analisis kandungan nitrat tajuk. Produksi rumput benggala serta nisbah tajuk/akar diperoleh melalui panen pada saat rumput berumur 3 bulan. Data dianalisis dengan keragaman dan uji lanjut menggunakan uji jarak berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap N-tajuk, N-akar, protein kasar tajuk, nitrat tajuk dan serapan nitrogen, sedang interaksi perlakuan naungan dengan dosis pupuk tidak memberikan pengaruh nyata. Kandungan nitrat cenderung meningkat dengan bertambahnya taraf naungan dan secara nyata dipengaruhi oleh dosis pemupukan. Rataan kandungan nitrat tertinggi sebesar 0,66% diperoleh pada perlakuan naungan 56% dan pupuk 200 kg N/ha. Jumlah ini masih lebih rendah dari jumlah nitrat yang menyebabkan keracunan pada ternak. Produksi berat kering rumput P.maximum cv Riversdale cenderung menurun dengan meningkatnya taraf naungan, namun tidak terdapat perbedaan nyata antara produksi pada naungan 38% dengan tanpa naungan maupun antara naungan 38 dengan 56%.

(2)

PENDAHULUAN

Naungan mengakibatkan terjadinya pengurangan intensitas cahaya yang sampai pada tanaman. Naungan dapat terjadi secara alami maupun buatan. Naungan yang diberikan secara fisik pada tanaman tidak hanya menurunkan intensitas radiasi matahari, tetapi juga mempengaruhi unsur-unsur iklim mikro lainnya. Menurut STRUIK dan DEINUM (1982)

dalam JUNAIDI (1999) bahwa naungan juga

akan mempengaruhi proses-proses yang terjadi di dalam tanaman antara lain fotosintesis, respirasi, transpirasi, sintesis protein, produksi hormon, translokasi dan penuaan. Naungan juga dapat menurunkan respirasi gelap, titik jenuh dan titik kompensasi cahaya, kerapatan stomata, bobot kering tanaman dan bobot gabah kering giling, tetapi dapat menyebabkan terjadinya proses etiolasi pada tanaman padi gogo sehingga tanaman mudah rebah.

PEARSON dan ISON (1987) menyebutkan bahwa nitrogen dalam pupuk terikat secara kimia dalam bentuk nitrat (NO3

-), amonium (NH4+) atau sebagai urea. Nitrat dapat larut dalam air sehingga tersedia dan dapat diserap oleh tanaman, namun juga mudah berpindah serta mengalami pencucian. Diantara unsur-unsur hara; nitrogen, fosfor dan kalium merupakan unsur yang mobil. Kadar nitrat hijauan yang melebihi 0,9% berdasarkan bahan kering dapat menyebabkan keracunan pada ternak (SURYAHADI dan PARAKKASI, 1990).

Reaksi tanaman terhadap intensitas radiasi matahari akan berbeda sesuai spesies rumput, yaitu sun plants (tanaman yang menyukai cahaya) atau shade plants (tanaman yang menyukai naungan). Kondisi cahaya yang berintensitas tinggi akan menyebabkan tanaman sun plants berfotosintesis secara optimal dan terjadi sebaliknya pada tanaman

shade plants. ALVARENGA et al. (2004)

menemukan bahwa tanaman yang ditanam pada kondisi tanpa naungan cenderung memiliki produksi berat kering akar yang lebih tinggi dibanding tanaman dengan naungan. ERIKSEN dan WHITNEY (1981) menyebutkan bahwa penurunan produksi hijauan oleh naungan dapat disebabkan karena penurunan persentase bahan kering itu sendiri, penurunan kandungan karbohidrat yang mempengaruhi ketahanan anakan atau melalui penghambatan perkembangan akar dan rhizome. Meskipun

naungan di satu sisi dapat menurunkan produksi hijauan, di sisi lain dapat memperbaiki kualitas hijauan melalui penimbunan mineral seperti P, Ca, Mg dan N. Produksi bahan kering Stylosanthes guianensis

cv Schofield pada intensitas 27% hanya sebesar 12% bahan kering pada intensitas 100%. SANCHEZ et al. (1990) melaporkan adanya penurunan produksi bahan basah

Stylosanthes guianensis sebesar 69% dari 1479 g/pot menjadi 457 g/pot akibat menurunnya

Photosynthetically Active Radiation (PAR) dari 100% menjadi 27%.

Sebagian besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar (LUDLOW, 1978), namun spesies yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang (SAMARAKOONet al., 1990).

Nitrogen merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman, tanpa nitrogen pertumbuhan tanaman akan lambat. Tanaman yang mengandung cukup nitrogen untuk sekedar tumbuh saja akan menunjukkan gejala kekahatan, yakni klorosis terutama pada daun tua. Pentingnya nitrogen bagi tanaman dipertegas dengan kenyataan bahwa dalam tanaman hanya karbon, oksigen dan hidrogen yang jumlahnya lebih banyak dari nitrogen (SALISBURY dan ROSS, 1995; WHITEHEAD, 2000). Ada dua bentuk utama ion nitrogen yang diserap dari tanah, yakni nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+). Pupuk dan tumbuhan yang mati, mikroorganisme, serta hewan merupakan sumber penting nitrogen yang dikembalikan ke dalam tanah. Pemenuhan kebutuhan tanaman akan unsur ini umumnya dilakukan dengan pemberian pupuk kimia.

Penelitian bertujuan untuk mempelajari dinamika nitrogen rumput Benggala pada tiga taraf naungan dan pemupukan dengan memperhitungkan kandungan nitrogen dalam tanah, tajuk, akar dan jumlah serapan nitrogen. Disamping itu juga dianalisis produksi berat kering dan nisbah tajuk/akar rumput pada naungan dan pemupukan yang berbeda.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Balai Penelitian Ternak, Bogor selama 5 bulan yakni pada bulan Desember 2003 hingga April

(3)

2004 mulai persiapan hingga pelaksanaan panen. Analisis nitrogen (N-tajuk, N-akar dan Nitrat tajuk serta N-tanah) dilakukan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanah, Bogor.

Penelitian menggunakan rumput potongan

P. maximum cv Riversdale dengan rancangan

petak terbagi (Split-plot design). Yang menjadi petak utama dalam penelitian ini adalah naungan (N) yang dihitung berdasarkan formula MONSI dan SAEKI dalam DONALD (1963); terdiri atas 3 taraf yakni: N0 = taraf naungan 0%, N1 = taraf naungan 38%, N2 = taraf naungan 56%. Anak petak adalah pemupukan nitrogen (P) terdiri atas 3 taraf yaitu: P0 = pupuk Nitrogen 0 kg/ha, P1 = pupuk Nitrogen 100 kg/ha dan P2 = pupuk Nitrogen 200 kg/ha. Terdapat 9 kombinasi perlakuan naungan dengan pemupukan; setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 27 unit percobaan. Metode pengacakan perlakuan berdasarkan GOMEZ dan GOMEZ (1995).

Peubah yang diamati mencakup kandungan nitrogen tajuk, nitrogen akar, nitrogen tanah, nitrat tajuk, serapan nitrogen serta produksi berat kering dan nisbah tajuk/akar rumput pada tiga taraf naungan dan pemupukan. Produksi diperoleh dari satu kali pemanenan yakni saat tanaman berumur 3 bulan. Serapan nitrogen diperoleh dengan menggunakan formula berikut:

A = B + C dimana:

A = Serapan nitrogen

B = BK tajuk x kandungan N-tajuk C = BK akar x kandungan N-akar

Data diolah dengan analisis keragaman

(Analysis of Variance) untuk mengetahui

perbedaan respon tanaman antara perlakuan naungan, pemupukan serta interaksi diantara

perlakuan. Bila terdapat perbedaan nyata, dilakukan uji lanjut dengan uji jarak berganda Duncan menurut STEEL dan TORRIE (1993). Model linier analisis keragaman pada penelitian ini adalah:

Yijk = µ + Ai + error (a)+ Bj + ABij + error (b) dimana:

Yijk = Respon tanaman terhadap naungan ke-i, pemupukan ke-jdan ulangan ke-k

µ = Rataan umum

Ai = Pengaruh naungan ke-i (i =1,2,3) Bj = Pengaruh pemupukan ke-j (j =1,2,3) ABij = Pengaruh interaksi antara naungan ke-i

dengan pemupukan ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen

Kandungan nitrogen merupakan salah satu indikator kualitas tanaman pakan ternak (TPT). Semakin tinggi kandungan nitrogen suatu TPT akan semakin baik kualitasnya dan pada akhirnya akan memberikan kontribusi positif terhadap ternak yang mengkonsumsinya. Rataan kandungan nitrogen tajuk, nitrogen akar dan protein kasar tajuk rumput P.maximum cv Riversdale disajikan dalam Tabel 1, 2 dan 3. Dengan peningkatan pemberian pupuk nitrogen diperoleh kandungan nitrogen dan protein kasar tajuk meningkat pada kondisi cahaya penuh; sedang pada kondisi ternaungi, baik pada naungan 38% (N1) maupun naungan 56% (N2) mengalami penurunan pada perlakuan pemupukan nitrogen 200 kg N/ha (P2).

Analisis keragaman menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata kandungan nitrogen rumput P. maximum cv Riversdale pada perlakuan naungan yang berbeda. Secara angka memang ditemukan adanya peningkatan

Tabel 1. Rataan kandungan nitrogen tajuk rumput P. maximum cv Riversdale pada tiga taraf naungan dan pemupukan

Kandungan nitrogen tajuk (% BK) Pemupukan nitrogen

Naungan 0% (N0) Naungan 38% (N1) Naungan 56% (N2) Rataan

0 kg N/ha (P0) 1,16 1,47 1,79 1,46b

100 kg N/ha (P1) 2,15 2,26 2,42 2,28a

200 kg N/ha (P2) 2,34 1,96 2,20 2,17a

Rataan 1,87A 1,90A 2,13A

Superskript yang berbeda dalam satu kolom atau baris, berbeda nyata pada P < 0,05 dengan menggunakan DMRT

(4)

Tabel 2. Rataan kandungan nitrogen akar rumput P. maximum cv Riversdale pada tiga taraf naungan dan pemupukan

Kandungan nitrogen akar (% BK) Pemupukan nitrogen

Naungan 0% (N0) Naungan 38% (N1) Naungan 56% (N2) Rataan

0 kg N/ha (P0) 1,08 1,07 1,22 1,12b

100 kg N/ha (P1) 1,65 1,48 1,50 1,54a

200 kg N/ha (P2) 1,72 1,51 1,67 1,63a

Rataan 1,48a 1,35a 1,46a

Superskript yang berbeda dalam satu kolom atau baris, berbeda nyata pada P < 0,05 dengan menggunakan DMRT

Tabel 3. Rataan kandungan protein kasar tajuk rumput P. maximum cv Riversdale pada tiga taraf naungan dan pemupukan

Kandungan protein kasar tajuk (% BK) Pemupukan nitrogen

Naungan 0% (N0) Naungan 38% (N1) Naungan 56% (N2) Rataan

0 kg N/ha (P0) 7,03 9,16 11,16 9,12b

100 kg N/ha (P1) 13,44 14,13 15,09 14,22a

200 kg N/ha (P2) 14,59 12,25 13,75 13,53a

Rataan 11,69a 11,85a 13,34a

Superskript yang berbeda dalam satu kolom atau baris, berbeda nyata pada P < 0,05 dengan menggunakan DMRT

kandungan nitrogen dan protein kasar dengan meningkatnya taraf naungan. Perbedaan nyata (P < 0,05) kandungan nitrogen hanya ditemukan pada perlakuan pemupukan, yakni antara perlakuan tanpa pemupukan dibandingkan dengan pemupukan 100 kg N/ha dan 200 kg N/ha (Tabel 1, 2 dan Gambar 1).

Kandungan N-tajuk pada pemupukan 100 dan 200 kg N/ha meningkat masing-masing sebesar 56,2 dan 48,6% dibandingkan dengan tanpa pemupukan, sedang kandungan nitrogen tajuk maupun akar antara perlakuan pemupukan 100 dengan 200 kg N/ha tidak terdapat perbedaan nyata.

Gambar 1. Kandungan N-tajuk, N-akar dan protein kasar tajuk pada tiga taraf pemupukan

1.46 2.28 2.17 1.12 1.54 1.63 9.12 14.22 13.53 0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 100 200

Taraf pupuk nitrogen (kg/ha)

K and un g an N dan Prot e in Kas ar (%B K ) N-tajuk N-akar Protein kasar

(5)

Kandungan protein kasar tajuk rumput

P. Maximum cv Riversdale disajikan dalam

Tabel 3. Tidak terdapat perbedaan nyata (P > 0,05) kandungan protein kasar pada naungan yang berbeda meskipun terdapat kecenderungan peningkatan seiring dengan bertambahnya taraf naungan. Perbedaan nyata (P < 0,05) kandungan protein kasar ditemukan pada perlakuan pemupukan. Kandungan protein kasar pada pemupukan 100 dan 200 kg N/ha berbeda nyata dengan tanpa pemupukan. Kandungan protein kasar tertinggi (15,09%) diperoleh pada naungan 56% dengan pemupukan 100 kg N/ha.

Kandungan nitrat

Kebanyakan tanaman tingkat tinggi mengambil nitrogen dari tanah dalam bentuk ion amonium (NH4+) atau ion nitrat (NO3-), Nitrat adalah bentuk yang paling sesuai dan banyak diambil oleh tanaman (NOGGLE dan FRITZ, 1983). Nitrat harus dirubah menjadi amonium di dalam tanaman sebelum membentuk asam amino dan senyawa nitrogen lainnya. Proses reduksi nitrat menjadi nitrit maupun nitrit menjadi ion amonium memerlukan cahaya matahari. Aktivitas enzim nitrat reduktase meningkat dengan adanya cahaya yang berkerja lewat fotosintesis. Secara teoritis terdapat kaitan antara cahaya dengan kandungan nitrat tanaman. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya perbedaan nyata kandungan nitrat P. maximum cv Riversdale

pada perlakuan naungan yang berbeda berdasarkan analisis keragaman meskipun ada kecenderungan peningkatan seiring dengan bertambahnya taraf naungan. Kandungan nitrat pada naungan 56% (0,45% BK) lebih tinggi daripada naungan 38% (0,42% BK) dan lebih tinggi dibanding tanpa naungan (0,30% BK) tetapi tidak terdapat perbedaan nyata (P > 0,05) diantara ketiganya. Peningkatan kandungan nitrat juga diperoleh dengan meningkatnya dosis pupuk nitrogen dan ditemukan adanya perbedaan nyata (P < 0,05) antara perlakuan tanpa pemupukan dengan pemupukan 100 maupun 200 kg N/ha seperti disajikan dalam Gambar 2. Besarnya peningkatan kandungan nitrat tajuk dengan pemupukan 100 dan 200 kg N/ha masing-masing 170,6 dan 217,6% dibandingkan dengan tanpa pemupukan.

Tidak terdapat pengaruh nyata (P > 0,05) interaksi perlakuan naungan dengan pemupukan terhadap kandungan nitrat. Kandungan nitrat tertinggi diperoleh pada perlakuan naungan 56% dengan pemupukan 200 kg N/ha sebesar 0,66% berdasarkan bahan kering. Nilai rataan ini masih berada pada batas yang aman untuk dikonsumsi ternak dan tidak menyebabkan keracunan. Menurut SURYAHADI dan PARAKKASI (1990) kadar nitrat hijauan yang melebihi 0,9% berdasarkan bahan kering dapat menyebabkan keracunan pada ternak. Perlu diwaspadai adanya kemungkinan keracunan nitrat pada kondisi naungan berat dengan taraf pemupukan yang tinggi.

0,17 0,46 0,54 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0 100 200

Taraf pupuk nitrogen

Ka ndu nga n ni tra t ( % B K )

(6)

Serapan nitrogen

Serapan nitrogen merupakan akumulasi dari hasil perkalian bahan kering dengan kandungan nitrogen pada tajuk dan akar. Tidak ditemukan adanya perbedaan nyata interaksi perlakuan naungan dengan pemupukan terhadap serapan nitrogen. Terdapat perbedaan sangat nyata (P < 0,01) serapan nitrogen pada perlakuan naungan dan pemupukan. Tanaman rumput yang ditanam pada kondisi terbuka menghasilkan serapan nitrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman pada kondisi ternaungi (Tabel 4). Semakin tinggi taraf pemupukan semakin meningkat serapan nitrogen oleh tanaman. Hal ini terkait dengan ketersediaan nitrogen dalam tanah yang semakin meningkat dengan penambahan pupuk. Serapan nitrogen terendah diperoleh pada tanaman rumput tanpa pemberian pupuk nitrogen pada taraf naungan 56% yakni sebesar 10,21 mg/pot. Keadaaan ini dapat dimengerti sehubungan dengan jumlah akar yang lebih sedikit pada kondisi ternaungi yang mempengaruhi penyerapan nitrogen serta ketersediaan nitrogen dalam tanah yang lebih sedikit dibandingkan dengan perlakuan pemupukan.

Dinamika nitrogen

Kandungan nitrogen tanah dianalisis sebelum dan setelah penelitian untuk mengetahui dinamika nitrogen yang terjadi selama pelaksanaan penelitian. Terdapat peningkatan kandungan N-tanah sebelum dan setelah pelaksanaan penelitian (0,08% menjadi 0,110 – 0,135%). Peningkatan ini diperoleh

dari pupuk kandang yang digunakan sebagai pupuk dasar serta dari pupuk urea seperti disajikan dalam Tabel 7. Jumlah nitrogen yang terdapat pada tanaman (tajuk dan akar) serta nitrogen yang ada di dalam tanah setelah pelaksanaan penelitian lebih tinggi dibanding-kan total nitrogen yang ada sebelum penelitian. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa serapan nitrogen cukup baik dengan kandungan protein kasar yang tinggi (12,25 – 15,09% pada perlakuan pemupukan) dan juga resiko hilang-nya nitrogen melalui pencucian (leaching) dapat berkurang dengan adanya naungan, sebab naungan membuat tanaman terhindar dari terpaan air hujan secara langsung.

Dilihat dari jumlah nitrogen yang masih tersisa dalam tanah dapat dikaji bahwa jumlah pemberian pupuk terlalu banyak untuk sekali pemberian. DILZ (1988) menyatakan bahwa pemberian pupuk nitrogen dalam jumlah besar dapat menyebabkan terjadinya akumulasi mineral nitrogen dalam tanah. Berdasarkan hasil penelitian ini dosis pupuk yang diberikan cukup 100 kg N/ha dengan aplikasi yang terpisah (pemupukan dilakukan secara bertahap).

Produksi berat kering

Rataan produksi berat kering rumput P.

maximum cv Riversdale disajikan dalam

Tabel 6. Analisis keragaman menunjukkan adanya perbedaan nyata (P < 0,05) produksi berat kering rumput P. maximum cv Riversdale pada perlakuan pemupukan. Produksi pada pemupukan 200 kg N/ha (P2) lebih tinggi namun tidak berbeda nyata dengan pemupukan 100 kg N/ha (P1), tetapi berbeda

Tabel 4. Serapan nitrogen rumput P. maximum cv Riversdale pada tiga taraf naungan dan pemupukan Serapan nitrogen (mg/pot)

Pemupukan nitrogen

Naungan 0% (N0) Naungan 38% (N1) Naungan 56% (N2) Rataan

0 kg N/ha (P0) 16,09 17,83 10,21 14,71b

100 kg N/ha (P1) 33,72 28,86 19,47 25,62a

200 kg N/ha (P2) 32,54 28,24 16,06 27,35a

Rataan 27,45a 24,98a 15,25b

Superskript yang berbeda dalam satu kolom atau baris, berbeda nyata pada P<0,05 dengan menggunakan DMRT

(7)

nyata (P < 0,05) dengan tanpa pemupukan (P0). Rataan produksi berat kering pada perlakuan tanpa naungan (N0) sebesar 6,22 g/pot sama dengan rataan pada perlakuan pemupukan 200 kg N/ha (P2) juga sebesar 6,22 g/pot. Tingginya produksi berat kering pada kedua perlakuan tersebut disebabkan tanaman rumput sangat tanggap terhadap pemupukan nitrogen disertai perkembangan tanaman bagian atas (tajuk) semakin baik. Produksi pada perlakuan tanpa pemupukan dan tanpa naungan pada penelitian ini sebesar 4,86 g/pot atau setara dengan 2,43 g/rumpun (setiap pot terdiri atas 2 rumpun). Produksi ini lebih tinggi dibandingkan dengan produksi P. maximum cv Purple guinea pada kondisi tidak ternaungi dan tanpa pemberian pupuk yakni sebesar 1,85 g/rumpun seperti yang dilaporkan oleh FANINDIet al. (2005).

Produksi berat kering rumput P. maximum

cv Riversdale cenderung menurun dengan

meningkatnya taraf naungan, namun produksi pada taraf naungan 38% (N1) sebesar 5,76 g/pot tidak berbeda nyata dengan produksi pada naungan 56% (N2) sebesar 3,96 g/pot (Tabel 5). Besarnya penurunan produksi berat kering pada naungan 38% (N1) dan naungan 56% (N2) masing-masing 7,4 dan 36,3% dibandingkan dengan tanpa naungan (N0).

Berdasarkan analisis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ditinjau dari segi produksi, rumput P.maximum cv Riversdale masih dapat berproduksi dengan baik pada kondisi naungan hingga 56% (N2) meskipun terjadi penurunan produksi sebesar 36,3%. Pemberian pupuk nitrogen cukup 100 kg/ha (P1) karena peningkatan dosis pupuk N hingga 200 kg/ha (P2) tidak menghasilkan peningkatan produksi yang nyata dibandingkan dengan pemupukan 100 kg N/ha (P1).

Tabel 5. Rataan kandungan nitrogen tanah dan pupuk sebelum penelitian serta nitrogen tajuk, akar dan tanah setelah penelitian

Kandungan nitrogen (%)

Sebelum penelitian Setelah penelitian Perlakuan

N-tanah N-pukan N-pupuk N-total N-Tajuk N-Akar N-Tanah

N0P0 0,08 0,63 0,000 0,710 1,13 1,08 0,135 N0P1 0,08 0,63 0,005 0,715 2,15 1,65 0,155 N0P2 0,08 0,63 0,010 0,720 2,34 1,72 0,120 N1P0 0,08 0,63 0,000 0,710 1,47 1,07 0,130 N1P1 0,08 0,63 0,005 0,715 2,26 1,48 0,110 N1P2 0,08 0,63 0,010 0,720 1,96 1,51 0,125 N2P0 0,08 0,63 0,000 0,710 1,79 1,22 0,120 N2P1 0,08 0,63 0,005 0,715 2,42 1,50 0,120 N2P2 0,08 0,63 0,010 0,720 2,20 1,67 0,120

Tabel 6. Rataan produksi berat kering tajuk rumput P. maximum cv Riversdale pada tiga taraf naungan dan pemupukan

Produksi berat kering tajuk (g/pot) Pemupukan nitrogen

Naungan 0% (N0) Naungan 38% (N1) Naungan 56% (N2) Rataan

0 kg N/ha (P0) 4,86 3,74 3,04 3,88b

100 kg N/ha (P1) 6,88 6,14 4,49 5,84a

200 kg N/ha (P2) 6,91 7,40 4,36 6,22a

Rataan 6,22a 5,76ab 3,96b

Superskript yang berbeda dalam satu kolom atau baris, berbeda nyata pada P<0,05 dengan menggunakan DMRT

(8)

Nisbah tajuk/akar

Bagian tanaman yang dikonsumsi ternak pada umumnya adalah tajuk, sehingga akan lebih baik bila nisbah produksi tajuk/akar semakin tinggi karena semakin banyak yang dapat dimanfaatkan oleh ternak.

Nisbah tajuk/akar mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya taraf naungan. Semakin tinggi taraf naungan semakin tinggi juga nisbah tajuk/akar. Hal ini dapat dipahami karena dengan meningkatnya taraf naungan, cahaya yang diterima oleh tanaman semakin berkurang dan menyebabkan perkembangan akar akan berkurang dibanding tanaman yang menerima cahaya penuh. Cahaya matahari berperan penting dalam proses fotosintesis yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berkurangnya cahaya matahari yang ditangkap oleh klorofil pada tanaman naungan menyebabkan semakin sedikit hasil fotisintesis yang dihasilkan sebagai bahan baku bagi pertumbuhan tanaman. Dalam kondisi ternaungi, salah satu bentuk adaptasi tanaman adalah dengan memperluas daun untuk memaksimalkan jumlah cahaya yang dapat diserap. Dengan demikian bahan baku yang dihasilkan dalam fotosintesis lebih banyak digunakan untuk perkembangan tajuk dibandingkan dengan akar. CALLAN dan KENNEDY (1995) melaporkan bahwa intensitas cahaya yang rendah pada Stokes aster (Stokesia

laevis (Hill) E. Greene) yang ternaungi

mempengaruhi sifat morfologi tanaman, diantaranya akar lebih sedikit serta rasio pucuk dan akar lebih tinggi.

Diperoleh perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01) nisbah berat kering tajuk/akar pada perlakuan naungan dan pemupukan serta perbedaan nyata (P < 0,05) pada interaksi naungan dengan pemupukan (Tabel 7). Nisbah

tajuk/akar tertinggi diperoleh pada naungan 56% dengan pemupukan 200 kg N/ha (N2P2) sebesar 1,39 dan diikuti oleh naungan yang sama pada pemupukan 100 kg N/ha (N2P1) sebesar 1,36. Diantara keduanya tidak terdapat perbedaan nyata. Nisbah tajuk/akar yang terkecil diperoleh pada perlakuan tanpa naungan dengan pemupukan 100 kg N/ha (N0P1) yakni sebesar 0,66.

WILSON et al. (1990) juga menemukan terjadinya peningkatan nisbah berat kering tajuk/akar sekitar 7% untuk rumput

P. maximum cv Trichoglume pada naungan

50% dibandingkan dengan tanpa naungan. Semakin tingginya nisbah tajuk/akar dengan peningkatan taraf naungan disebabkan oleh tanaman yang ditanam pada kondisi naungan mentranslokasikan fotosintat lebih sedikit untuk perkembangan perakaran dan lebih banyak digunakan untuk perkembangan tajuk, utamanya memperluas daun. Alur transpotasi hasil fotosintesis adalah dari daun menuju ke bagian lain yang memerlukan seperti batang dan akar melalui pembuluh floem, yang dikenal dengan gerakan basipetal. Dengan mekanisme seperti ini, pada kondisi naungan akar akan memperoleh fotosintat yang lebih sedikit dibandingkan dengan tajuk.

KESIMPULAN

Perlakuan naungan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan nitrogen tajuk dan akar rumput P. maximum cv Riversdale. Ada kecenderungan peningkatan nitrogen tajuk pada taraf naungan yang lebih tinggi; sementara perlakuan dosis pupuk memberikan pengaruh nyata. Pemupukan juga berpengaruh nyata terhadap kandungan nitrat, namun naungan tidak berpengaruh nyata meskipun

Tabel 7. Interaksi naungan dan pemupukan nitrogen terhadap nisbah berat kering ajuk/akar rumput

P. maximum cv Riversdale

Nisbah berat kering tajuk/akar Pemupukan nitrogen

Naungan 0% (N0) Naungan 38% (N1) Naungan 56% (N2) Rataan

0 kg N/ha (P0) 0,71f 1,01cd 0,98d 0,89

100 kg N/ha (P1) 0,66f 1,11c 1,36a 1,04

200 kg N/ha (P2) 0,82e 1,22b 1,39a 1,14

Rataan 0,73 1,11 1,25

(9)

kandungan nitrat cenderung meningkat dengan bertambah-nya taraf naungan. Rumput P.

maximum cv Riversdale dapat tumbuh dengan

baik pada naungan 38% dengan produksi yang tidak berbeda nyata dibanding tanpa naungan, juga pada naungan 56% meskipun terjadi penurunan produksi sebesar 36% dibandingkan dengan kondisi cahaya penuh. Hal ini memungkinkan untuk diintegrasikannya

rumput P. maximum cv Riversdale di

perkebunan, khususnya sebagai rumput potongan.

DAFTAR PUSTAKA

ALVARENGA, A.A., M.C. EVARISTO, C. ERICO, J. LIMA and M.M. MARCELO. 2004. Effect of different light levels on the initial growth and photosynthetic of Croton urucurana Baill in Southeastern Brazil (serial on line). http://www.scielo.br/pdf/rarv/v27n1/15921.pd f (9 September 2004).

CALLAN, E.J. and C.W. KENNEDY. 1995. Intercropping Stokes aster: effect of shade on photosynthesis and plant morphology. Crop. Sci. 35: 1110 – 1115.

DILZ, K. 1988. Efficiency of uptake and utilization of fertilizer nitrogen by plants. In: Nitrogen Efficiency in Agricultural Soils. D.S. JENKINSON and K.A. SMITH (Eds.). Elsevier Applied Science, London and New York. DONALD, C.M. 1963. Competition among Crop and

Pasture Plants: Advances in Agronomy. A.G. NORMAN (Ed.). Academic Press.

ERICKSENF.I. and WHITNEY. 1981. Effect of light intensity on growth of some tropical forages species. I. Interaction of light intensity and nitrogen fertilization on six forage grasses. Agron. J. 73:427 – 433.

FANINDI,A., H.RESNAWATI dan E. SUTEDI. 2005. Evaluasi pertumbuhan rumput Panicum maximum cv Purple guinea pada beberapa level pemberian pupuk organik kascing. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12 – 13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor.

GOMEZ, K.A. and A.A. GOMEZ. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian.

Penerjemah: E. SJAMSUDDIN dan J.S. BAHARSJAH. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research. UI Press, Jakarta.

JUNAIDI. 1999. Studi Genetik Pewarisan Toleran Naungan Padi Ggogo (Oryza sativa L.). Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

LUDLOW, M.M. 1978. Light Relation in Pasture Plants. Plant Relations in Pastures. WILSON, J.R. (Ed.). Melbourne: CSIRO. pp. 35 – 39. NOOGLE, G.R. and G.J. FRITZ. 1983. Introductory

Plant Physiology. Prentice-Hall, New Jersey. PEARSON, C.J. and R.L. ISON. 1987. Agronomy of

Grassland Systems. Cambridge Univ. Pr., Cambridge.

PRAKTIKUM ILMU NUTRISI RUMINANSIA. Pusat antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

SALISBURY, F.B. and C.W. ROSS. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid I. Penerjemah: D.R. LUKMAN dan SUMARYONO. Terjemahan dari: Plant Physiology. ITB Press, Bandung.

SAMARAKOON, S.P., J.R. WILSON and H.M. SHELTON. 1990. Growth, morfology, and nutritive value of shaded Stenotaphrum secundatum, Axonopus compressus and

Pennisetum clandestinum. J. Agric. Sci. 114: 161 – 169.

SANCHEZ,M.D.,T.IBRAHIM and K.R. POND. 1990. Measurement of light penetration under rubber trees (annual research report 1989-1990). Small Ruminant Collaborative Research Support Programme/Sub Balai Penelitian Ternak, Sungai Putih.

STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: B. SUMANTRI.

Terjemahan dari:Principles and Procedures of Statistics. Gramedia, Jakarta.

WHITEHEAD, D.C. 2000. Nutrient Element in Grassland: Soil-Plant-Animal Relationships. CAB International, United Kingdom.

WILSON, J.R.,K. HILL,D.M. CAMERON and H.M. SHELTON. 1990. The growth of Paspalum notatum under the shade of Eucalyptus grandis plantation canopy or in full sun.

Gambar

Tabel 1.  Rataan kandungan nitrogen tajuk rumput P. maximum cv Riversdale pada tiga taraf naungan dan  pemupukan
Tabel 2.  Rataan kandungan nitrogen akar rumput P. maximum cv Riversdale pada tiga taraf naungan dan  pemupukan
Gambar 2. Kandungan nitrat rumput P. maximum cv Riversdale pada pemupukan yang berbeda
Tabel 4. Serapan nitrogen rumput P. maximum cv Riversdale pada tiga taraf naungan dan pemupukan  Serapan nitrogen (mg/pot)
+3

Referensi

Dokumen terkait

interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam proses pembelajaran pada kombinasi sintaks inkuiri dengan strategi kooperatif terbukti dapat

Saya tetap mengerjakan tugas yang diberikan meskipun guru tidak di dalam kelas.. Saya tetap menonton acara TV kesukaan saya meskipun saya belum belajar untuk ulangan

Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu daun sa- lam segar dari tanaman salam ( Eugenia polyantha Wight) dengan kriteria tertentu yaitu warna hijau (nilai L* antara 36,2

Uji normalitas yang dilakukan terhadap hasil tes awal dan tes akhir dari kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk menguji apakah data sampel berasal dari populasi yang

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan dan beberapa ulasan yang ada terkait GHQJDQ SHULODNX NRQVXPVL GDQ SURGXN GHSRVLWR \DQJ DGD GL EDQN V\DUL¶DK VHEDJDL instrumen

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama dua siklus di kelas XII Program Keahlian Akuntansi SMK PGRI 1 Singaraja tahun pelajaran 2012/2013 pada semester

Lama waktu yang diperlukan pada keadaan optimum untuk tumbuh dan berkembang mulai dari penetasan sampai menjadi dewasa kurang lebih 7-14 hari (Sogijanto, 2006).. Siphon

Mulai dari bentuk asli ritual Deo Kayangan hingga menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sosok Wan Harun Ismail sebagai