• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN NILAI INDEKS GLIKEMIK (IG) COOKIES DARI BERAS. MERAH (Oryza nivara) DAN PEMANIS STEVIA SEBAGAI PANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN NILAI INDEKS GLIKEMIK (IG) COOKIES DARI BERAS. MERAH (Oryza nivara) DAN PEMANIS STEVIA SEBAGAI PANGAN"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN NILAI INDEKS GLIKEMIK (IG) COOKIES DARI BERAS MERAH (Oryza nivara) DAN PEMANIS STEVIA SEBAGAI PANGAN

FUNGSIONAL UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH

PRIMA ANGGRAINI NIM 10.043

AKADEMI ANALISA FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG

(2)

PENENTUAN NILAI INDEKS GLIKEMIK (GI) COOKIES DARI BERAS MERAH (Oryza nivara) DAN PEMANIS STEVIA SEBAGAI PANGAN

FUNGSIONAL UNTUK PENDERITA DIABETES MELLITUS

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan kepada

Akademi Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang untuk memenuhi

salah satu persyaratandalam menyelesaikan program D III

bidang Analisa Farmasi dan Makanan

OLEH

PRIMA ANGGRAINI NIM 10 043

AKADEMI ANALISA FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG

(3)

Karya Tulis Ilmiah Oleh Prima Anggraini

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan

Malang, 18 Juli 2013 Pembimbing

(4)

ABSTRAK

Anggraini, Prima 2013. Penentuan Indeks Glikemik (IG) Cookies Beras Merah (Oryza nivara) dengan Tambahan Pemanis Stevia (Stevia rebaudiana ) Sebagai Pangan Fungsional Bagi Penderita Diabetes. Karya Tulis Ilmiah. Akademis Analisa Farmasi Dan Makanan Putra Indonesia Malang. Pembimbing Erna Susanti MBiomed, Apt.

Kata kunci : beras merah, pemanis stevia, indeks glikemik

Diabetes mellitus, atau kencing manis merupakan suatu gangguan dalam menghasilkan insulin sehingga terjadi kenaikan gula dalam darah secara signifikan. Penderita harus pintar memilih makanan yang sekiranya bila dikonsumsi tidak akan terjadi lonjakan gula yang tinggi. Ada beberapa jenis pangan yang dianjurkan untuk dikonsumsi bagi penderita yaitu pangan yang memiliki nilai indeks glikemik (IG) rendah. Indeks glikemik (IG) pangan merupakan tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa darah. Beras merah telah diketahui memiliki nilai IG yang sedang, sehingga perlu pemanfaatan pangan. Cookies beras merah dan dengan tambahan pemanis stevia merupakan olahan pangan yang nantinya dapat menjadi pangan fungsional bagi penderita diabetes. Kandungan amilosa dalam beras merah cukup tinggi dibandingkan amilopektin sehingga daya cerna dalam tubuh menjadi lambat karena rantai polimernya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai indeks glikemik cookies beras merah. Tahap – tahap dalam penelitian ini yaitu tahap persiapan sampel meliputi pembuatan tepung beras merah dan pembuatan cookies beras merah dengan dua formulasi yang berbeda. Tahap selanjutnya yaitu penentuan nilai indeks glikemik secara in vivo, dan analisa data dengan membandingkan luas kurva dibawah respon pangan uji dengan luas kurva dibawah pangan standar (glukosa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa cookies beras merah formula 1 memiliki indeks glikemik 60.6 dan formula 2 yaitu 61.2.

(5)

ABSTRACT

Anggraini, Prima 2013. Determination of the Glycemic Index (GI) Cookies Red Rice (Oryza nivara) with additional sweetener Stevia (Stevia rebaudiana) As Functional Food for People with Diabetes. Scientific Paper. Akademis Analisa Farmasi Dan Makanan Putra Indonesia Malang. Preceptor Erna Susanti MBiomed, Apt.

Keywords: brown rice, stevia sweeteners, glycemic index

Diabetes mellitus, or diabetes is a disorder in producing insulin, causing blood sugar rise to significantly. Patients must be smart to choose foods that if it is not going to happen when consumed high sugar spike. There are several types of food that is recommended for consumption for people with food that has a value of glycemic index (GI) is low. The glycemic index (GI) foods are food levels according to their effect on blood glucose levels. Brown rice has been found to have a moderate GI values, so it needs food utilization. Cookies brown rice and with an additional sweetener stevia is a food that can later be processed into functional foods for diabetics. Amylose content in brown rice is quite high compared to the digestibility of amylopectin in the body to be slow due to the polymer chain.. The purpose of this study to determine the glycemic index value of brown rice cookies. The stages in this research includes the manufacture stage of sample preparation and manufacture of brown rice flour brown rice cookies with two different formulations. The next stage is the determination of the value of the glycemic index in vivo, and extensive data analysis by comparing the response curves of food under test with an area under the curve is standard food (glucose). The results showed that the cookies brown rice has a glycemic index formula 1 and formula 2 is 60.6 and 61.2.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Penentuan Nilai Indeks Glikemik (Gi) Cookies Dari Beras Merah (Oryza nivara)

Dan Pemanis Stevia Sebagai Pangan Fungsional Untuk Penderita Diabetes Mellitus”

ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program D III di Akademi Analisa Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang.

Sehubungan dengan terselesaikannya penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yaitu

1. Bapak Hendyk Krisnadani selaku direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang

2. Ibu Erna Susanti selaku dosen pembimbing di Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang.

3. Bapak dan Ibu Dosen Akademi Farmasi serta staf.

4. Kedua orang tuaku serta keluarga besar dari Bapak dan Ibuku yang telah memberikan semangat dan motivasi beserta doanya.

5. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan dan bimbingan, serta arahan kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan.

Malang, Juli 2013 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penelitian ... 5

1.5 Asumsi Penelitian ... 6

1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 6

1.7 Definisi Istilah ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Beras Merah... 8

(8)

2.3 Diabetes Milletus ... 15

2.4 Cookies ... 17

2.5 Indeks Glikemik (IG) ... 19

2.6 Hewan Uji ... 22

2.7 Kerangka Teori ... 25

2.8 Hipotesa ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

3.1 Rancangan Penelitian ... 30

3.2 Populasi dan Sampel... 31

3.3 Hewan uji... 31

3.4 Lokasi dan waktu penelitian ... 31

3.5 Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... 31

3.6 Instrument Penelitian ... 32

3.7 Pengumpulan Data... 33

3.8 Analisa data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 38

4.1 Tahap Persiapan Sampel... 38

4.2 Tahap Pengamatan... 39

BAB V PEMBAHASAN ... 44

(9)

5.2 Penentuan Indeks Glikemik ... 46 BAB VI PENUTUP ... 49 6.1 Kesimpulan ... 49 6.2 Saran ... 49 DAFTAR RUJUKAN ... 50 LAMPIRAN ... 52

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Syarat Mutu Cookies Menurut SNI No. 01-2973-1992 ... 18

Tabel 2.2 Kategori pangan menurut indeks glikemik ... 20

Tabel 3.1 Definisi operasional variabel ... 32

Tabel 3.2. Formula cookies beras merah dan pemanis stevia ... 34

Tabel 3.3 Pengukuran Kadar Glukosa Darah ... 37

Tabel 4.1 Kontrol Positif Kadar Glukosa Darah Mencit ... 40

Tabel 4.2 Kadar Glukosa Darah Mencit Formula 1 ... 41

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Teori ... 28

Gambar 4.1 Grafik Kadar Glukosa Darah... 42

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Volume maksimum larutan dan cara pemberian dosis ... 55

Lampiran 2. Konversi dosis berdasarakan luas permukaan binatang ... 56

Lampiran 3. Perhitungan konversi dosis mencit ... 57

Lampiran 4. Analisa data ... 59

Lampiran 5. Gambar pembuatan cookies beras merah ... 64

(13)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Diabetes melitus merupakan penyakit yang sering kita jumpai di tahun terakhir ini dan diprekdisikan jumlahnya akan meningkat di tahun mendatang. Laporan statistik dari Internasional Diabetes federation (IDF) menyebutkan, bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus bertambah 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Dengan demikian, penderita diabetes diperkirakan akan mencapai 350 juta pada tahun 2025 dan setengah dari angka tersebut berada di Asia, terutama India, Cina, Pakistan, dan Indonesia (Tandra, 2007). Penderita Diabetes Mellitus tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dicegah dengan diet sehat dengan menghindari pengkonsumsian gula secara berlebih dan banyak melakukan olahraga yang cukup serta mempertahankan berat badan ideal. Indonesia menempati peringkat keempat negara dengan penderita DM terbanyak di dunia (Depkes,2011). World Heatlh Organization (WHO) memprediksi kenaikan jumlah pasien di Indonesia dari 8.4 juta pada tahun 2000 menjadi 21.3 juta pada tahun 2030 (Depkes,2011).

(14)

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelainan metabolik kronis serius yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan seseorang atau suatu kondisi konsentrasi glukosa dalam darah secara kronis lebih tinggi daripada nilai normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin atau fungsi insulin tidak efektif (Subroto 2006).Ada dua jenis DM yaitu Diabetes Mellitus tipe 1 (DMT1) dan Diabetes Mellitus tipe 2 (DMT2). Jenis DMT1 disebabkan oleh ketiadaan hormon insulin dalam tubuh penderita, sehingga gula dalam darah tidak bisa masuk kedalam sel yang nantinya diubah menjadi energi. Sedangkan penderita DMT2 disebabkan karena menurunnya produksi insulin atau berkurangnya daya kerja insulin.

Penderita DM harus mengatur pola makan dengan mengkonsumsi makanan yang memiliki rendah gula dan tinggi serat serta olahraga yang cukup. Makanan yang memiliki rendah gula dapat membantu si penderita untuk meminimalisir kerja hormon insulin. Maka dibutuhkan perhitungan yang tepat untuk kebutuhan kalori penderita DM dengan pengaturan makanan yang dikonsumsi. Selain makanan pokok yang dikonsumsi dalam tiga kali sehari penderita DM juga memerlukan makanan tambahan sebagai energi. Hal ini perlu diperhatikan sebagai salah satu pengaturan pola makan penderita DM, penderita dianjurkan untuk tidak makan makanan pokok setiap saat. Misalnya makanan pokok seperti nasi mengandung banyak gula dan rendah serat dapat menyababkan kerja insulin juga semakin berat. Alternatifnya sebagai selingan untuk mengurangi porsi makan pokok yaitu dengan memakan makanan yang rendah gula dan tinggi serat misalnya mengkonsumsi makanan ringan seperti kue kering atau cookies.

(15)

Kue kering atau biasanya disebut cookies disini juga harus memiliki kandungan yang rendah gula tapi masih memiliki cita rasa yang manis sehingga yang memakan pun masih bisa menikmati dengan enak. Masih banyak penderita DM yang masih kesulitan untuk mencari makanan ringan untuk camilan yang aman untuk dikonsumsi bagi dirinya. Beras merah dan pemanis stevia merupakan bahan makanan yang memiliki mutu baik bila dikonsumsi bagi penderita DM. Beras merah memiliki kandungan serat yang tinggi dan pemasis stevia yang memiliki kadar kalori yang rendah sehingga kedua bahan makanan ini memiliki mutu yang baik.

Telah diketahui bahwa beras merah memiliki kandungan serat yang tinggi. Tepung beras merah tanpa kulit ari diinformasikan mengandung karbohidrat, lemak, serat, asam folat, magnesium, niasin, fosfor, protein, vitamin A, B, C dan B kompleks yang berkhasiat untuk mencegah berbagai macam penyakit, seperti kanker usus, batu ginjal, beri-beri, insomnia, sembelit, dan wasir, serta mampu menurunkan kadar gula dan kolesterol (Anonim 2004). Dalam beras merah terdapat serat makanan yang larut air (soluble fiber) dan tidak larut air (insoluble fiber). Adanya serat larut dalam beras merah dapat memperlambat absorbsi glukosa, sehingga dapat ikut berperan mengatur gula darah dan memperlambat kenaikan gula darah. Gula dalam darah atau diabetes dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi. Kecepatan dan pelepasan karbohidrat ke dalam aliran darah setiap jenis makanan berbeda – beda. Maka bagi penderita Diabetes harus diperhitungkan dengan seksama makanan yang akan dikonsumsi. Untuk mengetahui kecepatan pelepasan karbohidrat dalam darah bisa diketahui menggunakan Indeks glikemik (IG). Semakin tinggi nilai IG suatu

(16)

makanan maka pelepasan glukosa dalam darah pun akan semakin cepat dan mengakibatkan sejumlah besar glukosa kedalam aliran darah lebih cepat. Sehingga para penderita DM bisa mengkonsumsi makanan ringan seperti cookies dengan mengganti bahan dasar tepung terigu dengan tepung dari beras merah yang tinggi serat. Selain itu salah satu bahan dasar pembuatan cookies adalah gula, tetapi gula merupakan bahan tambahahan pangan yang berbahaya bagi penderita DM. Untuk itu bahan dasar gula dapat digantikan dengan pemanis stevia.

Pemanis stevia merupakan pemanis yang terbuat dari ekstrak daun tanaman stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M.). Pemanis stevia ini memiliki tingkat kemanisan yang lebih dari gula efek lain mengkonsumsi pemanis stevia yaitu tubuh tidak dapat memetabolisme steviosida, karena itu steviosida dibuang dari dalam tubuh tanpa proses penyerapan kalori (Liyas, 2003). Berbeda dengan gula, gula merupakan salah satu sebab yang paling berbahaya pada penderita DM. Penggantian gula pada pemanis makanan ringan perlu dilakukan untuk menghindari kenaikan gula darah secara signifikan sehingga diperlukan bahan alternative pengganti gula yaitu mengganti gula dengan pemanis stevia yang rendah kalori tetapi masih memiliki rasa manis seperti gula.

Berdasarkan latar belakang diatas diperlukan penelitian tentang pangan fungsional yaitu cookies beras merah untuk penderita DM yang terbuat dari tepung beras merah yang tinggi serat dan pemanis stevia sebagai pengganti gula.

(17)

1.2 Rumusan Masalah

Pembuatan cookies yang terbuat dari tepung beras merah dan penambahan pemanis stevia. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana membuat cookies yang berkualitas untuk dikonsumsi oleh penderita DM. Dalam penelitian ini didapat beberapa rumusan masalah, yaitu :

1.2.1 Bagaimana cara membuat cookies yang terbuat dari beras merah dan pemanis stevia yang dapat dijadikan pangan fungsional oleh penderita diabetes ? 1.2.2 Bagaimana nilai Indeks glikemik (IG) cookies yang terbuat dari tepung beras

merah dengan penambahan pemanis stevia?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Umum : Memformulasi cookies beras merah sebagai pangan fungsional bagi penderita DM.

1.3.2 Khusus : Mengetahui angka IG cookies yang terbuat dari tepung beras merah.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1 Sebagai acuan dan pengetahuan bagi masyarakat, industri pangan serta peneliti lain tentang pangan fungsional untuk penderita DM.

1.4.2 Meningkatkan pemanfaatan beras merah sebagai bahan yang lebih dikenal oleh masyarakat.

(18)

1.4.3 Sebagai pangan fungsional yang berkualitas untuk penderita DM.

1.5 Asumsi Penelitian

Adapun asumsi dalam penelitian ini adalah tepung beras merah merupakan bahan dasar yang digunakan untuk membuat cookies yang memiliki IG sedang sehingga dapat dikonsumsi penderita DM dengan penambahan pemanis stevia sebagai pengganti gula.

1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah pembuatan cookies beras merah dan menguji nilai IG

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah penentuan nilai IG dengan pengujian secara in vivo.

1.7 Definisi Istilah

1.7.1 Cookies adalah sejenis produk yang terbuat dari adonan yang keras, terbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah kepada rasa manis, asin, dan renyah serta bila dipatahkan penampang potongnya berlapis-lapis (Soekarto, 1985).

1.7.2 Tepung beras merah adalah tepung yang terbuat dari beras merah yang dihaluskan dan memiliki derajat kehalusan tertentu.

(19)

1.7.3 Pemanis Stevia adalah pemanis alami yang rendah kalori yang terbuat dari bagian daun pohon stevia.

1.7.4 Indeks glikemik adalah tingakatan pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa darah.

1.7.5 In vivo adalah eksperimen dengan menggunakan keseluruhan, hidup organisme sebagai lawan dari sebagian organisme atau mati.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beras Merah

Tanaman padi adalah tanaman yang mempunyai varietas sampai ribuan jumlahnya, lebih dari 90% tumbuh di wilayah Asia Selatan dan Timur, tersebar di negara-negara beriklim subtropis. Dari kelompok spesies padi yang telah dibudidayakan terdapat dua kelompok utama yaitu Oryza sativa yang berasal dari Asia dan Oryza globerima yang berasal dari Afrika Barat (Winarno, 1984).

2.1.1 Morfologi

Nama Indonesia : Padi Beras Merah Nama Latin : Oryza nivara

Klasifikasi Tumbuhan padi biji merah : Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan) Genus : Oryza

(21)

Beras merah merupakan beras dengan warna merah dikarenakan aleuronnya mengandung gen yang diduga memproduksi senyawa antosianin atau senyawa lain sehingga menyebabkan adanya warna merah atau ungu. Kadar karbohidrat tetap memiliki komposisi terbesar, protein dan lemak merupakan komposisi kedua dan ketiga terbesar pada beras. Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula. Pati berkisar antara 85-90% dari berat kering beras. Protein beras terdiri dari 5% fraksi albumin, 10% globulin, 5% prolamin, dan 80% glutein. Kandungan lemak berkisar antara 0.3-0.6 % pada beras kering giling dan 2.4-3.9% pada beras pecah kulit (Indrasari dan Adnyana, 2006).

Beras merah diduga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan beras putih. Salah satu keunggulan itu adalah adanya senyawa fenolik yang banyak terdapat pada beras merah. Senyawa fenolik memiliki spektrum atau jenis yang sangat banyak, mulai dari senyawa fenolik sederhana hingga yang senyawa komplek yang berikatan dengan gugus glukosa sebagai glikon.

Meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan diharapkan mampu menyadarkan masyarakat untuk mengkonsumsi beras merah. Indrasari dan Adnyana (2006) ini telah meneliti preferensi responden terhadap beras merah. Hasil dari penelitian ini menyatakan secara uji statistik menyatakan rasa nasi beras merah lebih baik apabila dibandingkan dengan nasi beras putih. Namun, rasa, aroma dan permukaan yang sedikit kasar dan kesat menjadi sedikit hambatan dalam mengkonsumsi beras ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan produk pangan berbasis beras merah seperti cookies beras merah sebagai pangan fungsional.

(22)

2.1.2 Tepung Beras Merah

Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung pemakaiannya. Biasanya digunakan untuk keperluan penelitian, rumah tangga, dan bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan.

Tepung beras merah merupakan tepung yang terbuat dari beras merah yang dihaluskan hingga lolos mesh 60 atau 80. Tepung beras merah ini mengandung banyak serat, sehingga cocok digunakan untuk bahan baku pembuatan cookies sebagai pangan fungsional bagi penderita DM. Fungsi serat terutama adalah memperlambat kecepatan pencernaan didalam usus, memberikan rasa kenyang yang lebih lama, serta memperlambat kemunculan glukosa darah sehingga insulin yang dibutuhkan semakin sedikit. Fungsi tersebut sangat dibutuhkan bagi penderita DM.

Kandungan pati dan komposisi amilosa/amilopektin berpengaruh terhadap daya cerna pati beras atau nasi. Sampai saat ini masih terjadi silang pendapat antar ilmuwan tentang kecepatan pencernaan pati dan hubungannya dengan kandungan amilosa/amilopektin. Sebagian besar ilmuwan berpendapat bahwa amilosa lebih lambat dicerna dibandingkan dengan amilopektin, karena amilosa merupakan polimer dari gula sederhana dengan rantai lurus. Rantai yang lurus ini menyusun ikatan amilosa yang solid sehingga tidak mudah tergelatinasi. Oleh karena itu, amilosa lebih sulit dicerna dibandingkan dengan amilopektin yang merupakan polimer gula sederhana, bercabang, dan struktur terbuka. Berdasarkan karakteristik tersebut maka bahan pangan yang mengandung amilosa tinggi memiliki aktivitas

(23)

hipoglikemik yang lebih tinggi dibanding bahan pangan yang mengandung amilopektin tinggi. Oleh karena itu, beras dengan kandungan amilosa tinggi cenderung memiliki indeks glikemik yang rendah.

2.2 Pemanis Stevia

Pemanis stevia berasal dari bangian tanaman Stevia rebaudiana yang merupakan tanaman asli dari daerah Rio Monday, dataran tinggi Paraguay. Stevia pertama kali dibawa ke daerah Eropa pada tahun 1887 ketiga M.S Bertoni mempelajari karakteristik unik dari suku Indian dan mestizos Paraguay. Sebuah usaha besar untuk membuat stevia menjadi salah satu komoditas pertanian di Negara Jepang dirintis oleh Sumida pada tahun 1968. Sejak saat itulah stevia mulai dikenal dan dikembangkan sebagai salah satu hasil pertanian berpotensi dibeberapa Negara. Saat ini Jepang merupakan produsen dan pengguna steviosida terbesar di dunia dengan jumlah 200 ton steviosida murni pada tahun 1996 (Lee dkk., 1979; Shock, 1982 dan Rosa, 1992; Fors, 1995 dalam brandle dkk.,2005)

2.2.1 Morfologi tanaman stevia

Merupakan tanaman berbentuk perdu (semak), tingginya antara 60 - 90 cm dengan panjang daun 3 - 7 cm dan memiliki banyak cabang. Batang stevia bentuknya lonjong, ditumbuhi oleh bulu-bulu yang halus. Demikian pula tepi daunnya yang bergerigi tampak halus. Bentuk daun stevia lonjong, langsing dan duduk berhadapan. Tanaman stevia dapat tumbuh dengan baik di tanah latosol yang berwarna merah

(24)

pada ketinggian 500 – 1500 m dari permukaan laut (Lutony (1993), Sudarmaji (1982)).

Nama Indonesia : Stevia, daun manis

Nama Latin : Stevia rebaudiana Bertonii M

Klasifikasi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Asterales Famili : Asteraceae Genus : Stevia

Spesies : Stevia rebaudiana Bertonii M

2.2.2 Stevia sebagai Pemanis Non Kalori

Pemanis stevia dapat dijadikan sebagai altenatif yang tepat untuk dijadikan pengganti pemanis buatan atau sintetik. Tingkat kemanisan pemanis stevia antara 200 – 300 kali sukrosa (Philip,1987), sedang siklamat yang merupakan pemanis sintetik yang masih sering digunakan ternyata hanya memiliki tingkat kemanisan 30 – 80 kali dari tingkat kemanisan sukrosa. Pemanis aspartam, pemanis sintetik kontrofersional yang masih digunakan tingkat kemanisannya 100 – 200 kali sukrosa. Dengan kata lain, tingkat kemanisan gula stevia kemanisan pemanis stevia memang lebih tinggi dibandingkan dengan aspartam atau siklamat yang selama ini memang digunakan sebagai pemanis berbagai macam produk makanan dan minuman (Lutony, 1993)

(25)

Menurut Tjasadihardja Fujita, produk dari Stevia rebaudiana dapat digunakan sebagai makanan berkalori rendah bagi penderita diabetes, orang kegemukan dan penderita gigi berlubang. Dari hasil penelitian, pemberian zat pemanis stevia tanpa pemberian glukosa dibandingkan dengan pemberian tolbutamida maka kadar gula darah turun 53,6%. Dari hasil tersebut dapatlah disimpulkan bahwa zat pemanis stevia dapt dipakai sebagai zat pemanis pada penderita Diabetes Mellitus karena disamping berkalori rendah mempunyai sifat hipoglikemik yang berarti, tentu saja mengenai adanya efek samping yang negatif perlu diteliti (Djas, 2005)

2.2.3 Kandungan Kimia dan Kegunaan

Daun stevia mengandung 3 jenis glikosida yaitu steviosida yang memiliki rasa manis, rebausida dan dulkosida yang ketiganya terikat pada karbohidrat seperti : ramnosa, fruktosa, glukosa, silosa, arabinosa. Senyawa lain yang terdapat dalam daun stevia adalah sterol, tannin, dan karotenoid. Selain itu stevia mengandung protein, serat, fosfor, besi, kalsium, kalium, natrium, magnesium, rutin (flavonoid), zat besi, zink, vitamin C dan vitamin A. Tubuh manusia tidak dapat memetabolisme steviosida. Karena itu steviosida dibuang dari tubuh tanpa proses penyerapan kalori (Llyas, 2003)

Senyawa – senyawa yang memiliki karakteristik pemanis masuk dalam golongan glikosida, yaitu dulkosida A, rebaudiosida A-E, steviolbiosida, dan steviosida (Kinghorn dkk, 1984). Glikosida – glikosida tersebut merupakan komponen utama dari diterpen, derivative steviol (Shibuta dkk., 1995). Jika rebaudiosida A, D dan E coba digabungkan, maka campurannya akan memiliki

(26)

tingkat kemanisan yang setara sengan steviosida. Stevia rebaudiana (Bert.) Bertoni, spesies yang paling manis, mengandung seluruh glikosida di daunnya, dan steviosida merupakan komponen yang paling banyak terkandung (3% - 8% dari berat kering daunnya) (Melis, 1992).

Stevia lebih banyak dikembangkan sebagai bahan baku pemanis alami karena bersifat non karsiogenik dan rendah kalori. Selain itu stevia juga memililiki efek hipoglikemik, yang dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan kadar gula dalam darah.

2.2.4 Aktivitas Hipoglikemik Stevia rebaudiana Bert. dan Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit gangguan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan kadar glukosa dalam darah yang tinggi (hiperglikemi) dan adanya glukosa dalam urin (glukosuria). Penyebab diabetes mellitus adalah kegagalan pankreas mensekresi insulin. Dalam jangka panjang, penyakit ini dapat mengakibatkan resiko ganguan lebih lanjut pada retina dan ginjal, kerusakan saraf perifer, dan mendorong terjadinya penyakit ateroskierosis pada jantung, kaki dan otak (Yulianah dkk., 2007)

Selama ini pengobatan diabetes biasanya dilakukan dengan pemberian obat – obatan Oral Anti Diabetik (OAD), atau dengan suntikan insulin. Di samping itu banyak pula di antara penderita yang berusaha mengendalikan glukosa darahnya dengan cara tradisional menggunakan bahan alam. Salah satu tanaman obat yang dimaksud adalah Stevia rebaudiana. Keuntungan stevia sebagai pemanis berkaitan dengan DM adalah stevia tidak berkalori sehingga tidak menaikkan kadar gula darah.

(27)

2.3 Diabetes Milletus

Diabetes adalah suatu penyakit yang ditandai bahwa tubuh tidak dapat menghasilkan atau terjadi gangguan dalam penggunaan insulin (ADA, 2008). Kadar glukosa dalam darah kita biasanya berfluktuasi, naik turun sepanjang hari dan setiap saat, tergantung makanan yang masuk dan aktivitas kita. Apabila puasa semalam, normal glukosa darah adalah 70-110 mg/dl. Kadar ini kira – kira sama dengan satu sendok teh gula dalam satu galon air.

Ada beberapa macam jenis DM yaitu.

Tipe utama penyakit diabetes adalah sebagai berikut: 1. Diabetes mellitus tipe 1 (DMT1)

Diabetes tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) adalah diabetes mellitus yang selalu membutuhkan terapi insulin dari luar untuk pengaturan aktivitas. Diabetes tipe 1 adalah kondisi yang ditandai oleh tingginya level glukosa darah yang disebabkan oleh ketidakcukupan atau ketiadaan hormon insulin, sehingga gula darah tidak dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan sebagai energi. Kondisi ini hanya bisa diobati dengan pemberian insulin. Pada saat didiagnosa hanya sedikit sel β sehat yang memproduksi insulin.

2. Diabetes Milletus Tipe 2 (DM)

Diabetes tipe 2 sering juga disebut Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM), sebab tidak membutuhkan penambahan hormon insulin untuk mempertahankan keseimbangan glukosa darah. Diabetes tipe 2 merupakan akibat lemahnya kemampuan pankreas mensekresikan insulin, selain itu juga lemahnya aksi

(28)

insulin, menjadi penyebab menurunnya sensitivitas insulin. Penurunan sensitivitas insulin terjadi pada pintu masuk di permukaan sel tubuh yang dinamakan reseptor insulin. Reseptor insulin akan memberikan signal pada transporter glukosa untuk memungkinkan lewatnya glukosa yang dibawa oleh hormon insulin masuk ke dalam sel. Di dalam mitokondria, gula kemudian akan digunakan untuk menghasilkan energi yang diperlukan untuk melangsungkan fungsi setiap sel tubuh.

Penyebab terjadinya penurunan sensitivitas insulin adalah karena peningkatan kebutuhan sekresi insulin untuk mempertahankan kadar glukosa darah. Meningkatnya sekresi insulin akan menginduksi kegagalan sel β pankreas menghasilkan insulin. DM dengan gejala penurunan sensitivitas insulin yang ditandai dengan : (a) jumlah insulin di dalam darahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal, (b) penyuntikan insulin tidak dapat menurunkan kadar glukosa darah dalam keadaan rusaknya sensitivitas insulin.

Gejala-gejala yang sering muncul pada diabetes tipe 2 adalah cepat lelah, sering kencing, sering lapar dan sering haus, penglihatan menjadi kabur, lambatnya penyembuhan penyakit kulit, gusi dan infeksi saluran kencing, terasa gatal pada bagian kelamin, mati rasa pada kaki atau tungkai dan penyakit jantung. Obesitas atau kelebihan simpanan lemak sering mengiringi atau mendahului terjadinya penyakit diabetes tipe 2.

Pada penderita diabetes mellitus tipe sering 2 ditemukan penurunan sensitivitas insulin. Penurunan sensitivitas insulin adalah kelainan metabolik yang dicirikan oleh menurunnya sensitivitas jaringan terhadap insulin. Penurunan sensitivitas insulin terjadi ketika jaringan gagal merespon insulin secara normal. Diabetes tipe 2 sering

(29)

disertai oleh penurunan sensitivitas insulin pada organ sasaran yang mengakibatkan penurunan responsivitas, baik terhadap insulin endogenus maupun eksogenus (Rimbawan dan Siagian 2004).

2.4 Cookies

Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak

tinggi, relatif renyah dan apabila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat (BSN 1992). Menurut Departemen Perindustrian (1990) biskuit didefinisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan pengembang, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Biskuit merupakan produk makanan kering yang mudah dibawa karena volume beratnya kecil dan umur simpannya relatif lama (Whiteley 1971).Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit diklasifikasikan dalam empat jenis yaitu biscuit keras, crackers,

cookies dan wafer.

Cookies atau kue kering dapt digolongkan menjadi jenis adonan dan jenis

busa. Yang tergolong jenis adonan misalnya kue kering manis, sedangkan contoh dari jenis busa misalnya sponge dan cake.

2.4.1. Bahan – Bahan Dasar Pembuat Cookies

Thelen dalam Matz (1978) membagi mengelompokkan bahan pembuatan

cookies menjadi dua kelompok, yaitu bahan pengikat dan pelembut. Bahan pengikat,

(30)

dan air. Bahan yang termasuk dalam kategori bahan pelembut yaitu gula, lemak, leavening agent, dan kuning telur. Bahan pelembut berfugsi untuk melembutkan adonan.

2.4.2 Persyaratan Cookies

Menurut Vail et al (1978) mutu cookies tergantung pada komponen pembentuknya dan penanganan bahan sebelum dan sesudah proses produksi. Penyimpangan mutu produk akhir dapat terjadi akibat penggunaan bahan-bahan tidak dalam proporsi dan cara pembuatan yang tepat.Syarat mutu cookies menurut SNI No. 01-2973-1992 disajikan pada Tabel 1

Tabel 2.1 Syarat Mutu Cookies Menurut SNI No. 01-2973-1992

Komponen Syarat Mutu

Keadaan (bau, rasa, warna, dan tekstur) Normal, tidak tengik

Air (% b/b) Maksimum 5,0

Lemak (% bb) Minimum 9,5

Protein (% bb) Minimum 9,0

Abu (% bb) Minimum 1,5

Karbohidrat (% bb) Minimum 1,5

Kalori (kal/100 g) Maksimum 70

Serat kasar Maksimum 0,5%

Kadar cemaran logam berbahaya Minimum 400

Cemaran logam Negative

(31)

Coliform (APM/g) Maksimum 20

E. coli (APM/g) < 3

Kapang Maksimum 102

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1992)

2.5 Indeks Glikemik (IG)

Indeks glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar glukosa darah. Sebagai perbandingannya, indeks glikemik glukosa murni adalah 100. Indeks glikemik merupakan cara ilmiah untuk menentukan makanan bagi penderita diabetes, orang yang sedang berusaha menurunkan berat badan tubuh, dan olahragawan (Rimbawan & Siagian 2004)

Karbohidrat dalam pangan yang dipecah dengan cepat selama pencernaan memiliki indeks glikemik tinggi. Respon glukosa darah terhadap jenis pangan ini cepat dan tinggi. Dengan kata lain, glukosa dalam aliran darah meningkat dengan cepat. Sebaliknya, karbohidrat yang dipecah dengan lambat memiliki indeks glikemik rendah sehingga melepaskan glukosa ke dalam darah dengan lambat. Indeks glukosa murni ditetapkan 100 dan digunakan sebagai acuan untuk penentu indeks glikemik pangan lain. Meskipun demikian penggunaan roti tawar sebagai pangan acuan lebih sering digunakan dalam penelitian. Hal ini didasari atas kelaziman mengonsumsi roti tawar dibandingkan dengan glukosa murni (Rimbawan & Siagian 2004). Namun, menurut Mendosa (2006) baik roti tawar maupun glukosa murni dapat digunakan

(32)

sebagai pangan kontrol dalam menghitung nilai indeks glikemik pangan uji. Berikut merupakan kategori pangan menurut rentang indeks glikemik.

Tabel 2 Kategori pangan menurut indeks glikemik

Kategori pangan Rentang indeks glikemik

Indeks glikemik rendah <55

Indeks glikemik sedang 55-70

Indeks glikemik tinggi >70

Sumber: Miller et al. (1996) dalam Rimbawan & Siagian (2004)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Glikemik Pangan

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi indeks glikemik pada pangan antara lain: cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel) perbandingan amilosa dengan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein serta kadar anti-gizi pangan (Rimbawan & Siagian 2004)

Proses pengolahan dapat menyebabkan meningkatnya nilai indeks glikemik pangan karena melalui proses pengolahan struktur pangan menjadi lebih mudah dicerna dan diserap sehingga dapat mengakibatkan kadar glukosa naik dengan cepat. Selain itu ukuran partikel yang semakin kecil sehingga memudahkan terjadinya degradasi oleh enzim juga dapat menyebabkan indeksglikemik semakin meningkat. Proses pemasakan atau pemanasan akan menyebabkan terjadinya gelatinisasi pada pati. Dengan adanya proses pecahnya granula pati ini molekul pati akan lebih mudah

(33)

dicerna karena enzim pencerna pada usus mendapatkan tempat bekerja yang lebih luas. Hal inilah yang menyebabkan proses pemasakan atau pemanasan dapat menyebabkan terjadinya kenaikan indeks glikemik pangan (Rimbawan & Siagian 2004).

Penelitian terhadap pangan yang memiliki kadar amilosa dan amilopektin berbeda menunjukkan bahwa kadar glukosa darah dan respon insulin lebih rendah setelah mengonsumsi pangan berkadar amilosa tinggi daripada pangan berkadar amilopektin tinggi (Miller et al. 1992 dalam Rimbawan & Siagian 2004). Sebaliknya, bila kadar amilopektin pangan lebih tinggi daripada kadar amilosa, respon glukosa darah lebih tinggi (Rimbawan & Siagian 2004).

Keberadaan serat pada pangan ternyata sangat memberikan pengaruh pada kenaikan kadar glukosa dalam darah (Fernandes 2005). Pengaruh serat pada indeks glikemik pangan tergantung pada jenis seratnya. Serat dapat bertindak sebagai penghambat fisik pada pencernaan, maka indeks glikemik cenderung lebih rendah (Miller et al. 1996 dalam Rimbawan & Siagian 2004). Nishimune et al. (1991) dalam Rimbawan dan Siagian (2004) menemukan bahwa serat terlarut dapat menurunkan respon glikemik pangan secara bermakna. Serat dapat memperlambat terjadinya proses pencernaan di dalam tubuh sehingga hasil akhir yang diperoleh adalah respon glukosa darah akan lebih rendah (Brennan 2005).

(34)

2.6 Hewan Uji

Pada dasarnya tidak ada satu hewan pun yang sempurna untuk uji toksisitas akut yang nantinya akan digunakan oleh manusia. Walaupun tidak ada aturan tetap yang mengatur pemilihan spesies hewan coba,14 yang lazim digunakan pada uji toksisitas akut adalah tikus, mencit, marmut, kelinci, babi, anjing, monyet. Pada awalnya, pertimbangan dalam memilih hewan coba hanya berdasarkan avaibilitas, harga, dan kemudahan dalam perawatan. Namun, seiring perkembangan zaman tipe metabolisme, farmakokinetik, dan perbandingan catatan atau sejarah avaibilitas juga ikut dipertimbangkan. Hewan yang paling sering dipakai adalah mencit dengan mempertimbangkan faktor ukuran, kemudahan perawatan, harga, dan hasil yang cukup konsisten dan relevan.

2.6.1 Klasifikasi Mencit

Klasifikasi mencit menurut Departemen kesehatan adalah :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Sub kelas : Theria

Ordo : Rodentia

Sub ordo : Miomarpha

Family : Muridae

(35)

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

2.6.2 Perlakuan Hewan Coba

Hewan coba dikarantina terlebih dahulu selama 7 – 14 hari. pengkarantinaan ini bertujuan untuk menghilangkan stres akibat transportasi. Serta untuk mengkondisikan hewan dengan suasana lab. Pada waktu pengkarantinaan, temperatur dan kelembaban harus diperhatikan. Temperatur yang cocok untuk karantina adalah temperatur kamar serta kelembapan yang sesuai antara 40 – 60%.

Pemberian senyawa pada hewan coba (mencit) memiliki dosis maksimum yaitu 5000mg/KgBB15 dan juga mempunyai batas maksimum volume cairan yang boleh diberikan pada hewan uji.

2.6.3 Cara Pemberian Senyawa 2.6.3.1 Pemberian per Oral

Pemberian obat – obatan dalam bentuk suspense, larutan atau emulsi, kepada tikus atau mencit dilakukan dengan pertolongan jarum suntik yang ujungnya tumpul (bentuk bola/klanula). Klanula ini dimasukkan kedalam mulut, kemudian perlahan – lahan dimasukkan melalui tepi langit – langit kebelakang sampai esophagus.

Sebelum pemberian sampel uji terhadap mencit, terlebih dahulu harus mengetahui cara penaganan atau perlakuan terhadap mencit. Cara yang dilakukan

(36)

yaitu mula – mula mencit diangkat dari kandangnya dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan lalu diletakkan diatas permukaan kasar untuk mengurangi gerak mencit. Setelah itu dilipat kulit tengkuk dipegang diantara jari telunjuk dan ibu jari dan mencit dipindahkan dari tangan kanan ke antara jari manis dan jari kelingking tangan kiri

2.6.3.2 Pemberian secara Intraperitorial

Peganglah mencit pada ekornya pada tangan kanan, biarkan mereka mencengkeram anyaman kawat dengan kaki depannya. Dengan tangan kiri jepitlah tengkuk tikus/mencit diantara jari telunjuk dan jari tengah. Pindahkan ekor mencit dari tanagn kanan ke kelingking tanagn kiri sehingga kulit abdomennya menjadi tegang. Pada saat pnyuntikan, posisi kepala mencit lebih rendah dari abdomennya. Jarum disuntikkan dengan membentuk sudut 45oC dengan abdomen. Agak menepi dari garis tengah, untuk menghindari terkenanya kandung kencing. Jangan pula terlalu tinggi agar tidak mengenai hati. Volume penyuntikan untuk mencit umumnya adalah 1 mL/100 g bobot badan. Kepekaan larutan obat yang disuntikkan, disesuaikan dengan volume yang dapat disuntikkan tersebut.

Panduan volume maksimum dan cara pemberian dosis binatang khususnya untuk mencit dengan berat badan 20 – 30 gram secara intraperitorial yaitu sebanyak 1,0 mL begitu juga pemberian secara per oral.

(37)

Konversi dosis berdasarkan perbandingan luas permukaan binatang untuk dosis mencit dengan dibandingkan dosis manusia diperoleh fackor konversi sebesar 0.0026

2.7 Kerangka Teori

Beras merupakan makanan pokok orang Indonesia beras juga merupakan hasil komoditi terbesar dalam bidang pertanian. Macam beras dibagi menjadi tiga macam yaitu beras putih, beras merah dan beras hitam. Dari ketiga jenis beras tersebut, masyarakat Indonesia jauh lebih konsumtif terhadap beras putih. Selain dari harganya murah dari jenis beras lain, juga memilki nilai lebih dari segi penampilan. Kandungan serat yang dimiliki dari setiap jenis beras berbeda – beda, salah satunya adalah beras merah.

Beras merah memiliki kandungan serat lebih tinggi daripada beras putih. Masyarakat jarang sekali mengkonsumsi beras merah karena rasanya yang hambar juga dari segi penampilan tidak menarik karena warnanya merah kecoklatan. Tetapi efek terapi yang ditimbulkan dari serat dapat membantu memperlambat jalannya pencernaan dalam usus sehingga memberi rasa kenyang lebih lama. Karena perjalanan di usus lebih lama maka pemecahan glukosa juga diperlambat pula, sehingga insulin yang dilepas juga semakin sedikit. Serat yang tinggi dari beras merah ini baik untuk kesehatan maka perlu diolah untuk lebih memiliki harga ekonomi. Salah satu variasi yang dibuat pengolahan seperti pembuatan cookies yang terbuat dari tepung beras merah.

(38)

Cookies merupakan makanan ringan yang disukai banyak kalangan mulai dari

anak kecil hingga orang dewasa. Pembuatan cookies dari tepung beras merah ini memiliki kandungan serat lebih tinggi daripada tepung biasa yang kandungan seratnya tinggi dan kadar gula yang tinggi pula. Cookies beras merah ini juga memiliki kadar gula yang rendah karena tidak menggunakan gula dalam pembuatanya. Pemanis stevia merupakan pemanis non kalori yang ditambahakan sebagai pengganti gula. Cookies ini dianjurkan bagi penderita Diabetes Mellitus tipe 2 (DM) sebagai alternatif pangan.

Penderita DM ini memiliki kerusakan pada sensitifitas insulin, sehingga harus memperhatikan makanan yang dikonsumsi untuk mempertahakan kadar gula dalam darah tetap rendah. Cookies rendah kalori yang dibuat dengan bahan dasar tepung beras merah dan pemanis stevia juga harus melalui proses evalusi uji mutu fisik yang meliputi rasa, warna, bau, bentuk dan harus uji penentuan nilai indeks glikemik. Uji indeks glikemik berfungsi untuk mengukur tingkatan pangan. Semakin rendah nilai indeks glikemiknya semakin baik pula makanan itu untuk dikonsumsi khususnya penderita diabetes.

Pengukuran nilai indeks glikemik ini dilakukan secara in vivo atau menggunakan hewan coba. Mencit dipilih sesuai kriteria hewan coba, sebelumnya mencit diaklitimasi sampai dengan kurang lebih satu minggu. Sebelum dilakukan pengujian mencit dipuasakan guna untuk menurunkan kadar gula dalam darah. Setelah 10 jam dipuasakan, mencit siap untuk di uji. Mencit dibagi dalam beberapa kelompok, kelompok yang diberikan glukosa dan kelompok yang diberikan sampel

(39)

pangan. Sampel yang diberikan setara dengan 50 g karbohidrat selanjutnya diukur efek kadar glukosa darah setiap 30 menit selama 2 jam.

(40)

Gambar Kerangka Teori

Pemanis stevia Beras putih

Tinggi serat

Beras merah Beras hitam

Beras Tepung beras merah Cookies rendah kalori Diabetes Mellitus Evaluasi Organoleptis Indeks glikemik

in vivo Bentuk, rasa,

bau, tekstur

(41)

2.8 Hipotesa

Cookies yang terbuat dari beras merah dan pemanis stevia dengan berbagai formula

memiliki nilai Indeks Glikemik rendah sampai sedang sehingga dapat dijadikan sebagai pangan fungsional bagi penderita Diabetes Mellitus.

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yaitu dengan dilakukan suatu perlakuan variasi formulasi cookies dengan melakukan percobaan terhadap kelompok – kelompok eksperimen. Rancangan penelitian ini meliputi 3 tahap yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan tahap akhir.

Tahap persiapan dilakukan dengan menentukan populasi dan sampel penelitian, menentukan waktu dan lokasi penelitian, serta menghitung kebutuhan bahan dan mempersiapkan peralatan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan.

Tahap kedua yaitu tahap pelaksanaan. Tahap ini meliputi pengumpulan data yaitu, aklitimasi mencit sebagai hewan coba, pembuatan tepung dari beras merah, pembuatan cookies beras merah dengan penambahan pemanis stevia. Cookies beras merah yang dihasilkan kemudian diuji organoleptisnya setelah itu dievaluasi nilai Indeks glikemik (GI) dengan perlakuan pada hewan coba.

Tahap ketiga atau tahap terakhir penelitian yaitu pengolahan dan analisa data yang diperoleh dari hasil penelitian.

(43)

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini cookies dari beras merah dengan tambahan pemanis stevia. Dan sampel dalam penelitian ini adalah formulasi beras merah dengan pemanis stevia

3.3 Hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan berumur 2 – 3 bulan dengan bobot 20 – 30 gram.

3.4 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2013, di Laboraturium Mikrobiologi dan Laboraturium Farmakologi, Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang

3.5 Variabel dan Definisi Operasional Variable

3.5.1 Variabel

Variabel penelitian diartikan sebagai sesuatu yang dijadikan objek pengamatan dalam penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel yang digunakan yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

(44)

3.5.1.1 Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah formula cookies beras merah dan pemanis stevia dan berbagai variasi bahan tambahan.

3.5.1.2 Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah evaluasi nilai Indeks glikemik

cookies yang terbuat dari tepung beras merah.

3.5.2 Definisi operasional variabel

No Variabel Sub variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil

ukur 1. Formula cookies beras merah dan pemanis stevia

Perpaduan bahan – bahan formula cookies yang

digunakan untuk menghasilkan takaran yang pas untuk

membuat cookies yang rendah kalori Hasil formulasi Visual 2. Mutu fisik dan nilai indeks Glikemik

Organoleptis Pengukuran bahan yang didasarkan atas bau, rasa, bentuk, tekstur

Panca indra Visual

Indeks Glikemik

Tingakatan pangan menurut pengaruhnya terhadap kadar gula darah.

Glukosa Test Nominal

3.6 Instrument Penelitian

3.6.1 Alat

Penggilingan, ayakan, oven, timbangan, sendok, spatula, mixer, baskom, loyang, kapas, silet, tisu, glukosa test,dan alat tulis.

(45)

3.6.2 Bahan

Beras merah,tepung terigu, pemanis stevia, telur, perenyah, margarin, alcohol 70 %

3.7 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.

3.7.1 Penentuan Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah mencit jantan sehat yang sehat yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan antara 20 – 30 gram yang sebelumnya tidak pernah digunakan sebagai objek penelitian lain dan sudah dikondisikan untuk perlakuan uji. Selain itu persyaratan hewan uji yang akan digunakan yaitu bulu mencit sehat dan tampak bersih, halut dan mengkilat, bola mata tampak kemerahan dan jernih, hidung dan mulut tidak berlendir atau mengeluarkan air liur terus – menerus, konsistensi fesesnya normal dan padat, hewan tampak aktif dan selalu bergerak ingin tahu.

3.7.2 Tahap pembuatan cookies beras merah 3.7.2.1 Pembuatan tepung beras merah

1. Tepung beras merah dihaluskan atau digiling sampai halus. 2. Hasil gilingan di ayak dengan derajat kehalusan tertentu 3. Tepung beras merah di oven pada suhu 60 oC.

(46)

3.7.2.2 Pembuatan cookies

Proses pembuatan cookies atau kue kering terdiri atas tahap pembuatan adonan, pencetakan dan pengovenan. Formula cookies dapat dilihat pada tabel 3.1.

Table 3.1. Formula yang digunakan dalam pembuatan cookies beras merah dan pemanis stevia

Resep 1 Resep 2

Tepung beras merah 100 gram Tepung beras merah : tepung Terigu 70% : 30%

Pemanis stevia 0.8 g Pemanis stevia 0.8 g

Telur 1 butir Telur 1 butir

Susu skim 7 gram Susu skim 7 gram

Margarine 4 gram Margarine 4 gram

Perenyah 5 gram Perenyah 5 gram

Tahapan pembuatan cookies beras merah adalah sebagai berikut.

1. Menyiapkan semua alat dan bahan. 2. Pertama telur dikocok selama ± 5 menit.

3. Kemudian ditambahkan margarine dan pemanis stevia dan kembali dikocok selama kurang lebih sama yaitu 5 menit.

4. Tepung yang telah di timbang dimasukkan ke dalam pengocok bersama susu skim dan bahan lainnya.

(47)

5. Dikocok hingga membentuk adonan 6. Kemudian dicetak pada loyang.

7. Kemudian dipanggang pada oven dengan suhu 180 oC selam 15 – 20 menit 8. Setelah matang keluarkan dari oven jadilah cookies beras merah.

3.7.3 Tahap Evaluasi Mutu Cookies

3.7.3.1 Uji Organoleptis

Dari hasil pembuatan cookies beras merah yang telah diperoleh, diamati organoleptisnya yang meliputi bentuk cookies, rasa, bau, dan tekstur cookies.

3.7.3.2 Penentuan Nilai Indeks Glikemik

1. Mula-mula subyek puasa sekurangnya 10 jam (dari jam 22.00 sampai jam 8.00). Subyek diambil dan diperiksa kadar glukosa darahnya, 10 menit kemudian diberi beban glukosa murni.

2. Subyek diambil dan diperiksa kembali glukosa darahnya 30 menit setelah beban diberikan.

3. Selanjutnya glukosa darah diperiksa lagi untuk waktu 60 menit, 90 menit dan terakhir 120 menit setelah pemberian beban.

4. Hasil pengukuran glukosa darah tersebut dimasukkan dalam tabel.

5. Perlakuan selanjutnya dengan selang waktu yang telah ditentukan, glukosa murni digantikan dengan pangan yang akan diteliti indeks glikemiknya yang mengandung 50 g karbohidrat.

(48)

6. Kadar glukosa darah (pada setiap waktu pengambilan glukosa darah) ditebarkan pada dua sumbu yaitu sumbu waktu (absis) dan sumbu kadar glukosa darah (ordinat).

7. Indeks glikemik ditentukan dengan cara membandingkan luas daerah di bawah kurva antara pangan yang diukur indeks glikemiknya dengan glukosa murni.

3.8 Analisa data

Data yang diperoleh berupa data deskriptif hasil uji organoleptis (bau, rasa, bentuk, tekstur) dan hasil penentuan indeks glikemik cookies beras merah dan pemanis stevia. Hasil dalam penelitian ini digunakan tabel seperti berikut.

Tabel 3.2 Pengukuran Kadar Glukosa Darah

Mencit Kadar Glukosa Darah Mencit (mg/dl)

Saat puasa 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit 1

2 3 Rata – rata

Setelah diperolah data hasil pengukuran kadar glukosa darah yang diperoleh dan dibuat grafik selanjutnya dibandingkan luas area dibawah respon pemberian sampel (cookies beras merah) dengan luas area dibawah respon pemberian glukosa. Adapun rumus perhitungan luas dibawah kurva.

(49)

Rumus menghitung Indeks glikemik : 𝐴𝑈𝐶 𝑡𝑛 𝑡𝑛 − 1 = 𝐶𝑛−1 +𝐶𝑛 2 (tn – tn-1) Keterangan :

AUC : Area Under Curv (area dibawah kurva)

Cn : kadar gula darah pada waktu ke n

Cn-1 : kadar gula darah pada waktu ke n-1

tn : waktu ke n

tn-1 : waktu ke n-1

Untuk menghitung nilai indeks glikemik (IG) dengan membandingkan AUC sampel dengan AUC glukosa standart

IG = AUC sampel

(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian tentang penentuan nilai indeks glikemik cookies beras merah sebagai pangan fungsional bagi penderita Diabetes yang diselesaikan di Lab Mikrobiologi Putra Indonesia Malang menghasilkan data sebagai berikut :

4.1 Tahap Persiapan Sampel

4.1.1 Pembuatan Tepung Beras Merah

Beras merah yang akan di tepungkan sebagai dasar pembuatan cookies sebelumnya di rendam semalam untuk mendapatkan tekstur lembut. Hasil penepungan beras merah secara organoleptis, serbuk berwarna kemerahan yang lolos ayakan #60 dan memiliki aroma yang wangi khas beras merah.

4.1.2 Pembuatan Cookies Beras Merah

Cookies beras merah dibuat dari dua formula dengan penambahan bahan pendukung

seperti pemanis stevia, telur, margarin, susu skim, dan perenyah yang sebelumnya sudah dilakukan trial and error oleh peneliti sehingga menghasilkan komposisi pembuatan cookies yang pas.

(51)

4.2 Tahap Pengamatan 4.2.1 Uji Organoleptis cookies

4.2.1.1 Hasil organoleptis cookies beras merah formulasi 1 sebagai berikut :

Bentuk : Bulat pipih

Rasa : Manis

Bau : Harum khas beras merah

Tekstur : Kasar

4.2.1.2 Hasil organoleptis cookies beras merah formulasi 2 sebagai berikut :

Bentuk : Bulat pipih

Rasa : Manis

Bau : Harum khas beras merah

Tekstur : Agak kasar

4.2.2 Penentuan Indeks Glikemik

4.2.2.1 Penentuan Kadar Glukosa Darah Mencit Saat Pemberiaan Glukosa

Sebelum dilakukan perlakuan uji, hewan coba dipuasakan terlebih dahulu (kecuali air) selama semalam. Sebanyak 0.13 mg glukosa murni diberikan kepada

(52)

setiap hewan coba. Selama 2 jam pasca pemberian, sampel darah diambil 50 µl diambil setiap 30 menit untuk diukur kadar glukosanya. Data yang didapatkan seperti pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1 Kontrol Positif Kadar Glukosa Darah Mencit

Mencit Kadar Glukosa Darah Mencit (mg/dl)

Saat puasa 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit

1 78 344 254 197 92 2 68 310 241 182 85 3 72 359 230 192 98 4 80 341 249 195 87 5 78 318 244 191 81 6 69 320 241 188 75 7 81 343 252 197 84 8 76 311 239 189 85 9 80 346 251 192 87 Rata – rata 75.8 332.4 244.6 191.4 86.0

4.2.2.2 Penentuan Kadar Glukosa Darah Mencit Saat Pemberian Cookies

Sebelum dilakukan perlakuan uji, hewan coba dipuasakan terlebih dahulu (kecuali air) selama semalam. Sebanyak 0.16 mg cookies yang setara 50 gram karbohidrat diberikan kepada setiap hewan coba. Selama 2 jam pasca pemberian, sampel darah diambil 50 µl diambil setiap 30 menit untuk diukur kadar glukosanya. Data yang didapatkan seperti pada tabel berikut ini :

(53)

Tabel 4.2 Kadar Glukosa Darah Mencit Formula 1

Mencit

Kadar Glukosa Darah Mencit (mg/dl)

Saat puasa 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit

1 80 197 139 127 90 2 70 180 124 119 96 3 89 188 140 132 97 4 73 183 121 105 90 5 69 178 114 105 81 6 75 189 134 119 93 7 84 187 129 118 91 8 80 181 130 120 98 9 75 184 127 103 89 Rata – rata 77.2 185.2 128.7 116.4 91.7

Tabel 4.3 Kadar Glukosa Darah Mencit Formula 2

Mencit Kadar Glukosa Darah Mencit (mg/dl)

Saat puasa 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit

1 85 192 124 92 81 2 74 184 127 113 85 3 83 198 136 128 91 4 89 194 130 122 94 5 83 191 133 119 90 6 78 188 128 112 87 7 73 195 136 124 97 8 80 198 128 114 87

(54)

9 77 188 125 108 93

Rata - rata 80.2 192.0 129.7 114.7 89.4

Dari data yang diperoleh saat pemberian cookies beras merah dan glukosa diperoleh grafik seperti dibawah ini :

Gambar 4.1 Grafik Kadar Glukosa Darah

0 50 100 150 200 250 300 350 Puasa 30' 60' 90' 120' K adar G luk os a D ara h (m g/ dl )

Waktu pengecekan (menit)

Glukosa Formulasi 1 Formulasi 2

(55)

Gambar 4.2 Grafik Indeks Glikemik Glukosa, Cookies Beras Merah Formulasi 1 dan Formulasi 2

Dari grafik diatas kemudian dihitung nilai Indeks Glikemik (IG) dari cookies beras merah dengan cara menbandingakan luas area dibawah kurva respon makanan uji (cookies) dengan luas area dibawah kurva respon standar (glukosa). Hasil yang didapat nilai IG cookies Beras Merah formulasi 1 sebesar 60.6 dan nilai IG cookies beras merah formulasi 2 sebesar 61.2 dan termasuk kategori sedang.

0 20 40 60 80 100 120 IG Glukosa IG 1 IG 2 Glukosa Formulasi 1 formulasi 2

(56)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Tahap persiapan Sampel

5.1.1 Pembuatan Tepung Beras Merah

Beras merah memiliki tekstur yang keras sehingga sebelum dijadikan tepung beras merah harus di rendam selama semalam. Setelah sebelumnya direndam, beras merah digiling dan dijadikan tepung. Guna perendaman beras merah adalah untuk memeperlunak dinding sel beras agar pada saat penggilingan mudah dipecah dan tekstur beras pada saat setelah menjadi tepung juga akan semakin halus. Setelah terbentuk tepung beras merah, untuk memperpanjang masa simpan maka tepung di oven selama 15 – 20 menit agar kandungan air dalam tepung berkurang dan tidak ditumbuhi jamur.

5.1.2 Pembuatan Cookies Beras Merah

Tahap selanjutnya yaitu pembuatan cookies beras merah. Tepung beras merah yang sebelumnya telah di oven pada suhu 60oC selama 15 menit gunanya untuk memperpanjang daya simpan bahan dengan menghilangkan kadar air dalam tepung. Pemilihan bahan pendukung dalam pembuatan cookies juga diperhitungkan untuk menjaga agar kualitas dan kuantitas bahan. Formula yang dirancang kemudian dipilih

(57)

yang sekiranya nanti tidak terjadi lonjakan yang signifikan pada saat dikonsumsi dan terlihat pada saat pengecekan indeks glikemik.

Pertimbangan penetapan formula cookies beras merah yaitu didasarkan pada

trial and error untuk menentukan formulasi. Pengujian secara organoleptis dilakukan

untuk proses awal membuat formula cookies. Pada formula yang hanya menggunakan 100% tepung beras merah akan menghasilkan tekstur yang kasar, sehingga untuk mendapatkan tektur yang lebih enak maka peneliti menbuat dua formula yang formula lain di beri substitusi tepung terigu seminimal mungkin tetapi masih dapat memperbaiki tektur cookies beras merah. Kemudian diperiksa nilai indeks glikemiknya. Formula yang digunakan merupakan formula dasar untuk membuat

cookies dengan beberapa modifikasi agar bahan yang digunakan tidak terlalu

memberi dampak bagi penderita DM.

Bahan yang digunakan dalam formulasi diusahakan yang memiliki kadar lemak yang rendah, hal ini dikarenakan apabila penderita diabetes mengkonsumsi lemak berlebih akan terjadi penumpukan lemak yang nantinya akan berpengaruh pada kadar gula darah. Lemak akan menghambat gula darah pada saat pengeluaran energi sehingga gula yang seharusnya dibuang menjadi energi tertahan dalam pembuluh darah. Gula tetap berada dalam darah dalam waktu yang cukup lama yang menyebabkan Diabetes. Tidak semua lemak bisa berakibat buruk bagi penderita DM, misalnya minyak nabati yang mengandung lemak tidak jenuh. Penderita Diabetes dianjurkan untuk mengurangi asupan lemak kedalam tubuh, salah satunya yaitu mengkonsumsi makan rendah lemak. Dalam cookies beras merah ini penggunaan mentega ditambahakan seminimal mungkin.

(58)

Dampak yang terjadi bila lemak yang dikonsumsi secara berlebih akan menyebabkan penumpukan lemak pada beberapa titik tubuh. Akibatnya pengeluaran energi hasil katabolisme dari gula dalam darah terhambat akibat dari tumpukan lemak. Sehingga gula yang akan diubah menjadi energi terhambat dan konsentrasi gula dalam darah tetap tinggi. Katabolisme adalah reaksi pemecahan / pembongkaran senyawa kimia kompleks yang mengandung energi tinggi menjadi senyawa sederhana yang mengandung energi lebih rendah. Tujuan utama katabolisme adalah untuk membebaskan energi yang terkandung di dalam senyawa sumber.

Susu digunakan untuk memperbaiki warna, aroma, menahan penyerapan air, sebagai bahan pengisi dan meningkatkan nilai gizi cookies. Penggunaan susu yang disarankan adalah 5% dari tepung (Matz 1978). Komponen protein dalam susu mengikat air dan membuat adonan lebih kaku dan lengket. Penggunaan susu dalam bentuk bubuk lebih menguntungkan daripada susu cair. Telah diketahui bahwa susu memiliki kandungan lemak yang tinggi. Oleh karena itu alternatif untuk mengurangi lemak yang masuk dalam tubuh yaitu menggunakan susu skim. Susu skim adalah susu tanpa lemak yang bubuk susunya dibuat dengan menghilangkan sebagian besar air dan lemak yang terdapat dalam susu. Susu skim merupakan bagian dari susu yang krimnya diambil sebagian atau seluruhnya. Kandungan lemak pada susu skim kurang lebih 1%. Susu skim mengandung semua kandungan yang dimiliki susu pada umumnya kecuali lemak dan vitamin yang larut dalam lemak.

Penderita diabetes juga dianjurkan menghindari gula berlebih, dalam penelitian ini gula yang seharusnya ditambahakan dalam cookies sebagai pemanis diganti dengan gula rendah kalori yaitu pemanis stevia. Pemanis stevia ini terbuat dari

(59)

bahan alami yaitu daun dari pohon stevia. Keunggulan dari pemanis ini adalah tingkat kemanisan yang tinggi dibanding dengan gula biasa atau gula sintetik. Pemanis ini tidak menyebabkan kenaikan kadar gula berlebih karena steviosida yang merupakan aglikon dalam stevia tidak dapat dimetabolisme dalam tubuh sehingga hanya memberi efek manis dan dikeluarkan tanpa penyerapan kalori.

Telur sebagai bagian pelengkap untuk menambah cita rasa dan gizi pada roti. Di samping akan memberikan warna yang menarik, telur juga berfungsi sebagai pelengkap cairan dan lemak. Putih telur akan berfungsi sebagai bahan cair dalam adonan, dan di dalam kegunaannya, kekentalan putih telur akan bekerja jauh lebih baik dibandingkan dengan air. Kuning telur mengandung lesitin yang berperan sebagai emulsifier dalam pembuatan cookies. Emulsifier adalah bahan aktif yang mempengaruhi pembentukan dan stabilisasi emulsi. Lesitin dalam pembuatan cookies berperan mempengaruhi konsistensi cookies. Lesitin juga membuat adonan menjadi tidak lengket ketika dicampurkan. Lesitin mempercepat dispersi lemak dan komponen cairan didalam adonan cookies. Tetapi pengguanaan kuning telur juga harus dibatasi karena kandungan terbesar kuning telur adalah lemak yang sebaiknya dihindari bagi penderita.

5.2 Penentuan Indeks Glikemik

Indeks glikemik pangan adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap kadar gula darah. Sebagai perbandingan, IG glukosa murni adalah 100. Indeks glikemik dapat digunakan oleh semua orang, yaitu orang sehat, penderita diabetes,

(60)

atlit dan penderita obesitas. Pada penderita diabetes misalnya, dengan mengetahui IG pangan, maka penderita dapat memilih jenis makanan yang tidak menaikkan kadar gula darah secara signifikan sehingga kadar gula darah dapat di kontrol pada tingkat yang aman (Rimbawan,2004)

Makanan dengan IG rendah dapat membantu seseorang untuk mengendalikan rasa lapar, nafsu makan, dan kadar gula darah. Indeks glikemik dapat membantu orang yang sedang berusaha menurunkan berat tubuhnya dengan cara memilih makanan yang cepat mengenyangkan dan tahan lama.

Pada pegujian Indeks Glikemik, sampel yang diberikan setara dengan 50 gram karbohidrat dan kemudian di konversikan dengan berat beban dosis hewan uji. Selanjutnya diukur efeknya terhadap kadar gula dalam darah setiap 30 menit selama 2 jam. Sebelum pengujian indeks glikemik, hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama 10 jam. Pegujian IG ini dilakukan pada beberapa kelompok mencit yang telah diaklitimasi selama 1 minggu dengan berat mencit berkisar 20 – 30 gram. Keadaan mencit pada saat dilakukan pengujian dalam keadaan sehat dengan ciri – ciri bulu putih dan rapi, mata merah, dan selalu bergerak aktif ingin tahu. Mencit yang digunakan berumur sekitar 2 bulan dengan asumsi mencit dengan umur tersebut merupakan mencit dewasa yang diharapakan proses absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi berjalan optimal.

Pengukuran nilai Indeks Glikemik didasarkan pada perbandingan antara luas respon area dibawah kurva kenaikan gula darah setelah pemberian sampel dan luas

(61)

respon area dibawah kenaikan gula darah setelah pemberian glukosa murni sebagai standar. Semakin luas area dibawah kurva sampel dibandingakan dengan luas area dibawah kurva standar maka Indeks glikemik sampel juga akan semakin tinggi.

Dari hasil yang didapatkan pada pengujian cookies beras merah dan cookies beras merah dengan substitusi tepung terigu didapatkan nilai indeks glikemik berturut - turut sebesar 60.6 dan 61.2 dan termasuk indeks glikemik sedang. Dari grafik terlihat lonjakan terbesar berada pada menit ke 30 setelah pemberian. Dibandingkan dengan lonjakan glukosa, sampel berada dibawah kurva standar. Tingkat nilai IG dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya pengolahan pangan, kombinasi dengan panganan lain atau respon makanan dalam tubuh setiap orang berbeda.

Setiap bahan pangan memiliki nilai indeks glikemik yang berbeda – beda, menurut Rimbawan & Siagian pada tahun 2004 faktor-faktor yang dapat mempengaruhi indeks glikemik pada pangan antara lain: cara pengolahan (tingkat gelatinisasi pati dan ukuran partikel) perbandingan amilosa dengan amilopektin, tingkat keasaman dan daya osmotik, kadar serat, kadar lemak dan protein serta kadar anti-gizi pangan.

Seperti halnya beras merah, kandungan terbesarnya adalah amilosa. Amilosa memiliki rantai yang lurus ini menyusun ikatan amilosa yang solid sehingga tidak mudah tergelatinasi. Oleh karena itu, amilosa lebih sulit dicerna dibandingkan dengan amilopektin yang merupakan polimer gula sederhana, bercabang, dan struktur terbuka. Berdasarkan karakteristik tersebut maka bahan pangan yang mengandung

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori ............................................................................
Tabel 2.1 Syarat Mutu Cookies Menurut SNI No. 01-2973-1992
Tabel 2 Kategori pangan menurut indeks glikemik
Gambar Kerangka Teori
+7

Referensi

Dokumen terkait

The central limit theorem establishes that the sampling distribution of sample means will be approximately normal, will have a mean equal to the population

Dalam kasus ini, anak perempuan pasangan ini yang menikah dengan laki-laki asal etnis Basemah tidak tinggal bersama, ia mengalami sanksi sosial sehingga ia tinggal

Pada tahun 2015 untuk mencapai gelar Sarjana Perikanan penulis me;aksanakan penelitian dan menyelesaikan tugas akhir dalam bentuk Skripsi dengan judul “Kajian Isi

Meninggalkan kewajiban disini ini bahwa diakibatkan karena keadaan rumah tangga yang tidak harmonis, salah satu pasangan suami istri pergi meninggalkan pasangannya,

Tetapi, tidak semua parameter memiliki rentang harkat yang lengkap (0, 1, 3, 5), contohnya seperti parameter seismivitas, fasilitas berisiko, patahan, jaringan listrik,

Keterbatasan pada pemberian perlakuan ini adalah penelitian hanya terbatas pada siswa yang memiliki nilai skor prokrastinasi akademik yang tinggi melalui data yang

Al-Kindi membagi akal berdasarkan tiap tahapan sebagai berikut; akal yang selalu aktif (merupakan inti semua akal dan semua objek pengetahuan), akal potensial (akal yang menjamin

Proses pemindahan data dari basisdata yang lama yaitu basisdata Merapi ke basisdata yang baru yaitu New Merapi banyak memanfaatkan query select karena pada