• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Cronobacter spp. (E. sakazakii)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Cronobacter spp. (E. sakazakii)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Cronobacter spp. (E. sakazakii)

Enterobacter sakazakii merupakan bakteri Gram negatif, anaerob fakultatif berbentuk batang pendek (0,5-1,0 x 1,0-3,0 μm), peritrichous, memiliki pigmen warna kuning, tidak membentuk spora dan memiliki kapsul yang menyelimuti tubuhnya sebagai mekanisme pertahanan diri. Pada media pembiakan, koloninya nampak licin berlendir namun juga terkadang kering. Karena memiliki karakteristik biokimia yang sama, bakteri ini pertama kali dikenal dengan nama E. cloacae berpigmen kuning. Pada tahun 1980, berdasarkan perbedaan dengan E. cloacae dalam hal kekerabatan DNA, reaksi-reaksi biokimiawi, produksi pigmen dan ketahanannya terhadap antibiotik bakteri ini dimasukkan dalam genus Enterobacter sebagai suatu spesies baru yang diberi nama E. sakazakii sebagai

penghormatan seorang bakteriolog Jepang bernama Riichi Sakazakii (Farmer et al. 1980).

Berdasarkan profil biokimiawinya, E. sakazakii sangat menyerupai E. cloacae, tetapi E. sakazakii selalu bersifat D-sorbitol negatif, DNase

ekstraselular positif dan membentuk koloni berpigmen kuning sedangkan E. cloacae bersifat D-sorbitol positif, DNAse ekstraselular negatif dan tidak

membentuk koloni berpigmen kuning. E. sakazakii terbagi atas 15 biogrup dengan karakteristik biokimia dulcitol positif dan α-metil-glukosida negatif yang tidak ditemukan pada karakterisiktik biokimia galur-galur Enterobacteriaceae yang lain. Untuk biogrup 15 memiliki karakteristik yaitu indol positif dan malonat positif, dimana kombinasi karakteristik tersebut tidak ditemukan di galur-galur yang lain (Farmer et al. 1980). Pembentukan pigmen kuning lebih kuat pada suhu 25 °C dibandingkan pada suhu 36 °C. Semua galur dapat tumbuh dengan cepat pada media TSA dan membentuk koloni 1.5-3 mm setelah 1-2 hari (Nazarowec-White et al. 2003).

Pada tahun 2007, berdasarkan metode polyphasic taxonomy, sekuen gen 16S rRNA, ribotyping, f-AFLP (fluorescent-amplified fragment length polymorphism) dan hibridisasi DNA-DNA, patogen Enterobacter sakazakii diklasifikasikan dalam genus baru ‘Cronobacter’ yang terdiri dari enam spesies dan terbagi

(2)

menjadi 16 biogrup. Spesies-spesies tersebut adalah : Cronobacter sakazakii (biogrup 1-4, 7, 8 , 11 dan 13), Cronobacter malonaticus (biogrup 5, 9, 14), Cronobacter dublinensis (biogrup 6, 10, 12), Cronobacter muytjensii (biogrup 15), Cronobacter turicensis (biogrup 16) dan Cronobacter genomospecies I. (Iversen et al. 2007). Cronobacter dublinensis terbagi atas beberapa subspesies yaitu : Cronobacter dublinensis subsp. dublinensis subsp. nov. (biogrup 12), Cronobacter dublinensis subsp. lausanensis subsp. nov. (biogrup 10) dan Cronobacter dublinensis subsp. lactaridi subsp. nov. (biogrup 6) (Iversen et al. 2008a). Karakteristik biokimia galur Cronobacter spp. (E. sakazakii) secara biokimia antara lain menunjukkan reaksi positif terhadap produksi asam dari metil-α-D-glukosida dan menunjukkan reaksi negatif terhadap produksi asam dari dulcitol, produksi indol dan pemanfaatan malonat, untuk galur-galur Cronobacter spp. yang lain secara keseluruhan dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Sifat biokimia galur-galur Cronobacter spp.

Galur Cronobacter spp. Dul Ind Malo AMG

Cronobacter sakazakii subsp. sakazakii* Cronobacter sakazakii subsp. malonaticus* Cronobacter muytjensii*

Cronobacter dublinensis subs. dublinensis* Cronobacter dublinensis subs. lausanensis** Cronobacter dublinensis subs. lactaridi** Cronobacter turicensis* Cronobacter genomospecies I* - - + - - - + + - - + + V + - - - + + V - - + + + + - + + + + + Dul : produksi asam dari dulcitol; Ind : produksi indol; Malo : pemanfaatan malonat; AMG : produksi asam dari metil-α-D-glukosida; untuk * + : 85-100% positif, - : kurang dari 15% positif, V: variable; untuk ** + : lebih besar dari 90% positif, - : kurang dari 10% positif, V : 20-80% positif.

*Iversen et al. (2007); **Iversen et al. (2008).

Sumber Cronobacter sakazakii

Cronobacter spp. merupakan bakteri patogen yang terdapat dimana-mana (Cawthorn et al. 2008). Patogen ini telah diisolasi dari berbagai sumber antara lain lingkungan, klinis, makanan maupun minuman. Salah satu sumber Cronobacter spp. yang terkait dengan wabah penyakit adalah susu formula (FAO/WHO 2004), sehingga beberapa penelitian dilakukan secara khusus untuk mengetahui keberadaan galur Cronobacter pada fasilitas-fasilitas pengolahan susu formula (Mullane et al. 2008), bahan baku (El-Sharoud et al. 2009) dan produk akhir

(3)

(Mullane et al. 2008). Kontaminasi secara intrinsik pada susu formula dapat terjadi melalui penambahan bahan baku yang telah terkontaminasi atau melalui lingkungan pengolahan pada proses pengemasan. Kontaminasi ekstrinsik dapat terjadi pada saat rekonstitusi susu formula dengan peralatan yang telah terkontaminasi (Mullane et al. 2008).

Habitat alami dan cara penularan C. sakazakii hingga saat ini masih terus diselidiki. Bakteri ini biasanya dapat ditemukan di lingkungan ataupun dalam makanan. Kemampuan bakteri ini menghasilkan polisakarida ekstraseluler (gum like) dan bertahan dalam keadaan kering menunjukkan bahwa sumber utama dari lingkungan berhubungan erat dengan tanaman. Hal tersebut dibuktikan oleh penelitian Schmid et al. (2009) yang mengamati galur-galur Cronobacter spp. yang dipakai untuk melihat proses kolonisasinya pada akar tanaman tomat dan jagung, menunjukkan adanya solubilitas dari fosfat mineral dan produksi asam asetat indol. Karakteristik tersebut biasanya ditemukan pada tanaman yang terkait bakteri dan mikroorganisme rhizosfer, sehingga dapat disimpulkan bahwa habitat alami Cronobacter spp. kemungkinan berasal dari tumbuhan

Penularan C. sakazakii dapat terjadi secara eksogen, misalnya melalui kotoran manusia, dari orang ke orang, dari ibu dan bayi yang dikandung, melalui makanan, peralatan rumah sakit, dan secara endogen seperti dari usus manusia sendiri. Penularan secara pasif yang berasal dari tangan tenaga medis juga dapat menjadi modus utama penularan bakteri ini. C. sakazakii juga dapat diisolasi dari keran dan air kemasan dan dapat bertahan hidup dan berkembang biak pada atau dalam peralatan rumah sakit seperti alat hemodialisis dan maupun alat bantu pernafasan (Farmer 1999).

Cronobacter spp. (E. sakazakii) pada Produk Pangan

Bakteri C. sakazakii merupakan kontaminan utama pada susu formula yang diakibatkan oleh kontaminasi pada saat penambahan ingridien setelah proses pasteurisasi, proses pengemasan atau proses rekonstitusi susu di rumah tangga atau di rumah sakit (Cawthorn et al. 2008; Cordier 2008; Mullane et al. 2007). Kontaminasi pada ingridien susu formula diakibatkan adanya kontaminasi silang

(4)

dari lingkungan melalui air, udara yang mengandung kotoran atau debu atau akibat kurang higienisnya personal yang terlibat dalam proses produksi (Den Aantrekker et al. 2003).

Cronobacter spp. juga dapat diisolasi dari produk pangan siap saji antara lain vanilla cream bars, produk salad, seledri, basil, lentil sprouts, onion sprouts, mung bean sprouts, sproud mixture, merica dan salad dengan campuran herbs kering (Baumgartner et al. 2009); produk pangan segar antara lain kacang hijau (Boehme et al. 2004), produk sayuran dan produk sosis (Leclercq et al. (2002); produk pangan non kering antara lain domiatti cheese (El Sharoud et al. 2009) dan white cheese yang diproduksi di Konya (Gökmen et al. 2010). Keberadaan Cronobacter spp. dalam produk pangan siap saji dapat berpeluang mengkontaminasi peralatan rumah tangga sehingga meningkatkan potensi risiko bakteri ini untuk menginfeksi orang dewasa khususnya yang memiliki daya tahan tubuh rendah (immunocompromised) (Baumgartner et al. 2009).

Keberadaan Cronobacter spp. dalam produk pangan kering telah dilaporkan oleh beberapa penelitian. Jaradat et al. (2009) mengisolasi C. sakazakii dengan total persentase tinggi dari produk rempah seperti liquorice, thyme, anise, chamomile, fennel dan sage dan campuran rempah-rempah (89.6%, n=67). Lee et al. (2010) mengisolasi C. sakazakii dan C. dublenisis dari ‘saengsik’, yaitu pangan yang terdiri atas biji-bijian, buah-buahan dan sayuran yang menjadi bubuk melalu proses pengeringan beku (freeze drying) dengan frekuensi isolasi 45% (n=41). Sementara itu Restaino et al. (2006) mengisolasi C. sakazakii dari produk tepung-tepungan, sayuran dan rempah-rempah kering dengan frekuensi isolasi 37.9% (n=83) dan Baumgartner et al. (2009) mengisolasi dari rempah-rempah dan bumbu kering dengan frekuensi isolasi 26.9% (n=26).

Di Indonesia, bakteri C. sakazakii diisolasi dari produk susu formula lanjutan dan makanan bayi seperti yang dilaporkan oleh Estuningsih et al. (2006a) dan Meutia et al. (2008). Sementara itu Gitapratiwi et al. (2012) melaporkan adanya C. sakazakii dalam produk makanan bayi dan produk pangan kering seperti pati jagung (maizena) dan bubuk coklat; sedangkan Senzani (2011) melaporkan adanya C.sakazakii dari sayur kubis yang merupakan jenis sayur dan buah komoditas lokal kota Bogor.

(5)

Berdasarkan hasil penelitian Jaradat et al. (2009), tumbuh-tumbuhan merupakan sumber utama dari bakteri patogen khususnya C. sakazakii. Tingginya persentase hasil isolasi C. sakazakii pada produk pangan kering, produk herbal dan rempah-rempah kering menunjukkan perlunya pengawasan ketat selama pengolahan, pengeringan atau pengemasan produk pangan utamanya pada susu formula dan makanan bayi. Selain itu, pada saat penyajian susu formula maupun makanan bayi perlu diperhatikan untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang (Erkekoğlu et al. 2009)

Perilaku Cronobacter spp. (E. sakazakii) dalam Lingkungan Pangan

C. sakazakii memiliki beberapa karakteristik fisiologis khusus seperti pembentukan biofilm, resistensi terhadap antibiotik, tahan terhadap pengeringan dan tekanan osmotik (Gurtler et al. 2005; Wu et al. 2006). Bakteri C. sakazakii tumbuh pada rentang suhu yang luas yakni 6 °C - 47 °C dengan suhu optimum pertumbuhannya 39 °C (Iversen dan Forsythe 2003). Bakteri ini memiliki kemampuan bertahan hidup dalam kondisi kering dan aw rendah sehingga walaupun tidak tumbuh tetapi dapat bertahan dalam produk kering hingga beberapa bulan bahkan sampai dua tahun (Edelson-Mammel et al. (2005); Barron dan Forsythe 2007). Kemampuan bertahan dari Cronobacter spp dalam jangka waktu yang lama diduga karena kemampuannya mengakumulasi trehalosa dan membentuk kapsul (ekstraseluler polisakarida). Trehalosa tersebut merupakan bentuk disakarida dari glukosa mudah larut yang dapat menstabilkan protein dan membran fosfolipid sehingga melindungi bakteri dari kekeringan (Breeuwer et al. 2003). Meskipun demikian, C. sakazakii tidak dapat membentuk spora sehingga mudah diinaktivasi oleh panas.

Pasteurisasi sangat efektif dalam menghancurkan C. sakazakii (Iversen et al. 2004c). Pengasaman juga dapat mengurangi konsentrasi C. sakazakii dalam berbagai jenis susu formula dan produk makanan berbasis nabati. Dalam jus sayuran, penurunan pH setelah 48 jam berkorelasi dengan pengurangan jumlah C. sakazakii (Kim dan Beuchat 2005).

C. sakazakii dapat hidup dalam keadaan aw rendah seperti pada produk bubur bayi (aw 0.3-0.69) dan produk susu formula (aw 0.25-0.5). Pertumbuhan bakteri C. sakazakii pada biji-bijian (cereal) menunjukkan peningkatan paling

(6)

signifikan pada suhu rendah yaitu 4 °C dengan aw 0.63-0.83 dibandingkan penyimpanan pada suhu tinggi yaitu 21 °C dan 30 °C pada kondisi aw 0.40-0.50 dan (Gurtler dan Beuchat 2007).

C. sakazakii biasanya terdapat dalam lingkungan yang tidak bersih sehingga dapat mengkontaminasi berbagai peralatan utamanya yang digunakan dalam proses produksi (Lai 2001). Susu bubuk formula merupakan sumber infeksi yang utama bagi C. sakazakii (Drudi et al. 2006; Gurtler et al. 2005). Bakteri ini tahan terhadap pengeringan dan pH asam, panas, dan membentuk biofilm pada permukaannya.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa spesies-spesies dari genus Cronobacter spp. dapat membentuk biofilm dan kapsul pada berbagai jenis permukaan seperti silikon, kaca, stainless steel, lateks, polycarbonate dan polyvinyl chloride sehingga memungkinkan bakteri ini dapat bertahan pada beberapa kondisi seperti tekanan osmotik yang tinggi, terpapar sinar UV, kondisi kering, kekurangan nutrisi, terpapar sanitisers dan antibiotik, fagosit, antibodi dan bacteriophage (Iversen et al. 2004c; Lehner et al. 2005). Produksi biofilm dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi dan suhu medium pertumbuhan (Kim et al. 2006).

Penyakit Akibat Cronobacter sakazakii

Penyakit akibat C. sakazakii pertama kali ditemukan pada tahun 1958 dengan 78 kasus bayi yang terkena infeksi meningitis. Beberapa publikasi menyebutkan kasus-kasus bayi baru lahir yang mengalami septicaemia, meningitis (radang otak) dan necroitizing enterocolitis (peradangan usus) akibat Cronobacter spp. (E. sakazakii) berkaitan dengan susu bubuk formula. Laporan mengenai infeksi akibat C. sakazakii menurut Iversen dan Forsythe (2003) dan Drudy et al. (2006) dari tahun 1958-2004 terdapat 72 kasus pada bayi dan anak-anak dimana 24 kasus diantaranya mengakibatkan kematian.

Beberapa galur C. sakazakii ternyata membentuk kapsul, sehingga berkontribusi dalam menghindar dari makrofag dalam tubuh manusia. Selain itu, kapsul juga dapat memberikan perlindungan bagi organisme, sehingga memfasilitasi kelangsungan hidup terutama di lingkungan kering (Iversen et al. 2004c).

(7)

C. sakazakii dapat menginfeksi segala usia tetapi risiko terbesar adalah pada bayi usia 0-1 tahun. Pada tahun 1994 terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) infeksi C. sakazakii pada bayi baru lahir di rumah bersalin di Perancis yang melibatkan 13 bayi baru lahir dan tiga diantaranya meninggal dunia (Caubilla-Barron et al. 2007). Di New Mexico pada tahun 2008, satu bayi perempuan berusia 7 minggu dikabarkan mengalami cedera otak parah dan hydrocephalus, dan bayi laki-laki berusia 7 bulan meninggal dunia akibat akibat terinfeksi oleh Cronobacter. Kasus yang melibatkan orang dewasa terjadi pada tahun 2006 berupa bacteremia yang terjadi pada seorang wanita usia 75 tahun dengan pembengkakan limpa (See et al. 2007). Pada tahun 2008 dilaporkan kasus infeksi saluran kemih akibat C. sakazakii pada seorang wanita 63 tahun dengan gagal ginjal kronis (Bhat et al. 2009).

Metode Deteksi Cronobacter spp. (E. sakazakii)

Pengujian patogen secara konvensional biasanya memerlukan 4 tahap yakni (1) preenrichment untuk memperkaya atau mengkondisikan bakteri patogen

terutama bila bakteri dalam keadaan injured atau jumlahnya sangat rendah, (2) selective enrichment, dimana diberikan senyawa tertentu atau suatu kondisi

yang menghambat bakteri patogen lain selain yang diinginkan , (3) isolasi yakni pemupukan pada medium tertentu untuk mendapatkan koloni tipikal atau benar-benar murni bakteri yang diinginkan, dan (4) identifikasi yang dilanjutkan dengan konfirmasi yakni dengan uji-uji biokimia, serologi, immunoassay ataupun DNA untuk memastikan jenis patogen tersebut (BAM 2001).

Berbagai metode isolasi dan identifikasi Cronobacter telah dikembangkan sebagai respon atas berbagai kasus kontaminasi dan infeksi akibat bakteri ini. FDA (2002) dalam publikasinya telah mengembangkan media serta pereaksi yang digunakan dalam isolasi C. sakazakii pada susu formula. Metode ini terdiri atas beberapa tahapan yaitu :

™ Rekonstitusi susu formula bubuk dengan air destilata steril selama 24 jam pada 36ºC untuk meresusitasi sel-sel yang mengalami stress dilanjutkan pengayaan pada media Enterobacteriaceae enrichment (EE) broth selama 24 jam pada 36 °C untuk menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif karena

(8)

adanya kombinasi Brilliant Green dan bile salts. EE broth terdiri atas glukosa yang mampu meningkatkan pertumbuhan bakteri Enterobacteriaceae. Isolat yang ditumbuhkan pada EE broth dapat mengubah warna media dari hijau bening menjadi keruh.

™ Tahapan selanjutnya adalah plating dengan cara penggoresan pada Violet Red Bile Glucose (VRBG) Agar kemudian diinkubasi selama 24 jam pada 36 ºC untuk menghambat bakteri Gram positif seperti Lactobacillus karena adanya kombinasi kristal violet dan bile salts. Pertumbuhan yang terjadi pada VRBG dapat dilihat dari pembentukan koloni yang menggumpal yang berwarna ungu bergradasi ke oranye atau kuning atau kecoklatan. Koloni yang menggumpal menandakan terjadinya presipitasi garam empedu yang merupakan bahan selektif yang ditambahkan di dalam VRBG.

™ Koloni positif yang tumbuh pada VRBG kemudian diseleksi kembali pada media Tryptone Soy Agar (TSA) dan diinkubasi selama 48 hingga 72 jam pada 25 ºC. Koloni positif E. sakazakii pada TSA yang berpigmen kuning kemudian dikonfirmasi dengan menggunakan sistem identifikasi biokimia, API 20E, yang memerlukan tambahan waktu selama 18 hingga 24 jam.

Media-media yang dikemukakan oleh FDA menurut Oh dan Kang (2004), memerlukan beberapa pengembangan karena kelemahan-kelemahan pada VRBG dan TSA. Media VRBG dinyatakan kurang selektif karena mikroba lain dapat juga tumbuh dan menghasilkan koloni berwarna ungu yang dikelilingi dengan halo berwarna ungu akibat presipitasi garam empedu sehingga agak sulit untuk membedakan E.sakazakii dari bakteri lainnya. Media TSA memiliki beberapa kekurangan karena memerlukan inkubasi yang lama yaitu 72 jam, selain itu spesies Enterobacteriaceae yang lain yaitu E. hermanii dan E. vulneris juga berpigmen kuning sehingga dapat menimbulkan kerancuan dalam pendeteksiannya. Oleh karena itu, Oh dan Kang (2004) kemudian mengembangkan media selektif untuk E. sakazakii berdasarkan aktivitas α-glukosidase yaitu OK agar. Media ini terdiri dari 4-Methylumbelliferyl-α-D-glukosida yang merupakan substrat bagi α-4-Methylumbelliferyl-α-D-glukosida dan bersifat fluorogenik pada saat terpapar sinar UV. Sodium tiosulfat dan ferric citrate pada media ini

(9)

berfungsi sebagai penanda selektif dalam membedakan Enterobacteriaceae (Citrobacter, Salmonella, Edwardsiella dan Proteus) penghasil H2S.

Media kromogenik selektif untuk mendeteksi keberadaan C. sakazakii pada susu formula yaitu Druggan-Forsythe-Iversen (DFI) agar kemudian dikembangkan oleh Iversen et al. (2004b). Bahan selektif yang terdapat pada media tersebut adalah suatu senyawa chromogen 4-chloro-3-indolyl-α,D-glucopyranoside (XαGlc). Senyawa tersebut akan berikatan dengan enzim α-glukosidase pada C.sakazakii dan membentuk koloni berwarna hijau-biru. Selain itu di media ini terdapat sodium desoxycholate yang bersama-sama dengan sodium thiosulphate dan ferric ammonium citrate yang bertindak sebagai senyawa selektif. Iversen dan Forsythe (2004b) menyatakan bahwa media chromogenic yang ditemukannya memiliki beberapa keunggulan dibandingkan metode konvensional yang dikemukakan oleh FDA antara lain dengan menggunakan media DFI maka hasil isolasi dapat diperoleh dua hari lebih awal dibandingkan dengan metode konvensional; selain itu, media DFI lebih selektif dan sensitif dalam mendeteksi keberadaan C. sakazakii dibandingkan dengan metode konvensional (metode FDA).

Media kromogenik R&F Enterobacter sakazakii Chromogenic Plating Medium (ESPM) untuk isolasi koloni presumtif C. sakazakii dari makanan maupun lingkungan dikembangkan oleh Restaino et al. (2006). Media ini terdiri dari dua substrat kromogenik yaitu 5-bromo-4-chloro-3-indoxyl-α-D-glucopyranoside dan 5-bromo-4-chloro-3-indoxyl-β-D-cellobioside. Penggunaan medium ESPM menghasilkan empat reaksi yaitu: (1) organisme yang menghidrolisis satu atau dua substrat kromogenik (indoxyl) membentuk water-insoluble halogenated indole membentuk koloni berwarna hitam atau biru-keabu-abuan (seperti C. sakazakii), (2) organisme yang menghidrolisis satu atau dua substrat kromogenik ditambah satu atau dua karbohidrat membentuk koloni berwarna hijau (seperti Klabsiella dan galur-galur E. coli), (3) organisme yang tidak menghidrolisis substrat kromogenik tetapi mampu memfermentasi satu atau lebih karbohidrat membentuk koloni berwarna putih kekuningan (seperti Pseudomonas) dan (4) organisme yang sama sekali tidak menghidrolisis ataupun memfermentasi membentuk koloni berwarna bening (seperti Pseudomonas).

(10)

Media ESPM juga terdiri dari tiga gula (sorbitol, D-arabitol dan adonitol), indikator pH dan beberapa penghambat (bile salt, vancomycin dan cefsulodin). Restaino et al. (2006) menggunakan metode ESPM dan ESSM (Enterobacter sakazakii Chromogenic screening medium) secara bersama-sama untuk meningkatkan sensitifitas dan lebih spesifik.

Perbandingan dua media kromogenik yaitu DFI agar dan Enterobacter sakazakii Isolation Agar (ESIA) untuk mendeteksi C. sakazakii di lingkungan dilakukan oleh Lehner et al. (2006). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada saat menguji 98 koloni target (positif C. sakazakii) dan non-target diperoleh media ESIA mampu menunjukkan hasil yang lebih baik jika dibandingkan media DFI agar karena dapat mengidentifikasi seluruh koloni target dengan terbentuknya warna turquoise pada media ESIA sedangkan pada media DFI ada satu koloni target yaitu galur FSM 322 memberikan hasil negatif yaitu membentuk warna putih-keabu-abuan. Perbandingan performa media ESIA dan DFI agar pada 12 isolat dari fruit powder yang telah melalui tahapan pengkayaan menggunakan mLST menunjukkan bahwa DFI agar mampu memberikan hasil positif (warna biru-hijau) lebih banyak (11 isolat) jika dibandingkan dengan media ESIA (8 isolat). Identifikasi secara molekuler kemudian dilakukan dan membuktikan bahwa baik media DFI agar maupun ESIA mampu mendeteksi C. sakazakii karena memanfaatkan aktivitas α-glukosidase yang terdapat pada bakteri tersebut.

Medium diferensiasi ‘Cronobacter’ screening broth (CSB) sebagai media agar pelengkap berdasarkan hidrolisis substrat kromogenik α-glucopyranoside dikembangkan oleh Iversen et al. (2008b). Media CSB mampu mendeteksi seluruh galur Cronobacter dengan baik, memiliki sensitifitas dan diferensiasi lebih baik jika dibandingkan dengan media pengkayaan selektif lainnya seperti mLST. Karena sensitifitasnya 100% terhadap semua galur Cronobacter sehingga

metode ini perlu menggunakan media kromogenik yang lebih spesifik terhadap C. sakazakii.

Koloni presumtif yang positif pada media DFI selanjutnya diuji secara biokimia menggunakan API 20E. Sistem API dapat digunakan untuk mengkonfirmasi isolat C.sakazakii dengan menampilkan profil biokimia. Sistem ini terdiri dari plastik dan strip 20 cupules, dimana 19 cupules mengandung

(11)

substrat dan bufer, dan 1 cupule berfungsi sebagai kontrol negatif. Strip tes dapat

digunakan untuk identifikasi fosfatase alkali, esterase butirat, esterase lipase-caprylate, lipase miristat, leusin arylamidase, valin arylamidase,

arylamidase sistin, tripsin, chymotrypsin, osfatase asam, phosphoamidase, α-galaktosidase, β-galaktosidase, β-glukuronidase, α-glukosidase, β-glukosidase,

N-asetil-β-glukosaminidase, α-mannosidase, dan aktivitas α-fucosidase. Setelah inkubasi dalam keadaan aerob pada suhu 36 °C selama 24 jam, adanya tingkat aktivitas enzimatik dinilai sebagai intensitas warna 0-5 sesuai dengan grafik perbandingan warna disediakan oleh pabrik (Erickson dan Kornacki 2002).

Hasil uji biokimia dan gen 16S rRNA untuk mengidentifikasi karakteristik biokimia dan sekuens nukleotida penting dari C. sakazakii dengan menggunakan Artificial Neural Networks (ANNs) dilakukan oleh Iversen et al. (2006). Pemodelan berdasarkan ANNs dengan metode komputasi dikembangkan untuk mengidentifikasi kunci utama bagi pengujian secara biokimia dan mampu menentukan bagian penting dari sekuen DNA sehingga mampu membedakan C. sakazakii dari galur-galur lain yang memiliki kekerabatan dekat. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah perbedaan antara C. sakazakii dengan galur-galur yang lain adalah aktivitas dari α-glukosidase dengan perkiraan nilai persentase yaitu 98.7% untuk data sekuen gen 16S rRNA dan 100 % untuk data fenotipik.

Identifikasi keberadaan α-glukosidase secara genotipik dengan metode Random Amplified Polymorphic (RAPD-PCR) dan Enterobacterial Repetitive Intergenic Consensus (ERIC-PCR) dilakukan oleh Ye et al. (2010). Hasil yang ditunjukkan dari penelitian tersebut adalah ERIC-PCR lebih mampu mengidentifikasi C. sakazakii dibandingkan dengan RAPD-PCR karena memperlihatkan korelasi yang sama dengan pengujian API 20E maupun identifikasi berdasarkan ketahanan terhadap antibiotik.

Sistem PCR spesifik yang baru untuk identifikasi Cronobacter spp. yakni dengan merancang dan mensintesis primer forward dan reverse yang spesifik untuk gen 16S rRNA C. sakazakii dikembangkan oleh Lehner et al. (2004). Kedua primer tersebut yakni berturut-turut Esakf (5' GCT YTG CTG ACG AGT GGC GG 3') dan Esakr (5' ATC TCT GCA GGA TTC TCT GG 3'). Kedua

(12)

pasang primer ini mengikat conserved region (E. coli pada posisi 88 – 107 (Esakf) dan 1017 – 998 (Esakr)) pada sekuen gen 16S rRNA dengan ukuran amplikon 929 bp. Sistem PCR yang dikembangkan oleh Lehner et al. (2004) menunjukkan adanya pohon filogenetik kedua yang berbeda di antara spesies C. sakazakii.

Beberapa isolat dari Korea diidentifikasi oleh Kim et al. (2011) ke dalam 11 biogrup berdasarkan karakterisasi biokimia dan 3 genomic group hasil analisis gen 16S rRNA. Analisis genotipik menggunakan sepasang primer yaitu P0 (AGA GTT TGA TCC TGG CTC AG) dan P6 (GTA CGG CTA CCT TGT TAC GA). Identifikasi genotipik menunjukkan bahwa biogrup Cronobacter spp. merupakan bakteri patogen.

Karakterisasi gen penyandi 16S rRNA C. sakazakii dilakukan oleh Hassan et al. (2007), kemudian mengembangkan metode PCR yang spesifik terhadap spesies C. sakazakii asal susu formula maupun ATCC 29544. Dua metode PCR untuk identifikasi E. sakazakii dikembangkan berdasarkan perbedaan sekuen pada hypervariable region V1, V2, dan V3 antara E. sakazakii dan Enterobacteriaceae lainnya. Metode PCR1 menggunakan sepasang primer yang berlokasi pada V1/V2, sementara metode PCR2 menggunakan sepasang primer yang berlokasi pada V1/V3. PCR1 dengan amplikon berukuran 406 bp menunjukkan hasil 100 % positif terhadap E. sakazakii, dan juga mendeteksi Citrobacter koseri/amalonaticus dan Salmonella enterica. Sebaliknya, PCR2

dengan amplikon sebesar 952 bp memberikan hasil yang positif hanya untuk E. sakazakii; sehingga sangat memungkinkan untuk identifikasi yang spesifik

terhadap E. sakazakii. Selain itu, Hassan et al. (2007) melaporkan adanya sistem PCR komersial (BAX®, Oxoid) untuk identifikasi C. sakazakii. Namun demikian, system ini belum diidentifikasi dan dideskripsikan secara detil atau telah diujikan sepenuhnya.

Tiga media kromogenik yaitu α-MUG, DFI dan ESPM dibandingkan oleh Jaradat et al. (2009). Media α-MUG (4-metil-umbelliferyl-α-D-glukosida) merupakan media nutrisi bagi Cronobacter spp. yang telah diidentifikasi secara biokimia dengan API 20E dan membentuk koloni berwarna kuning saat diamati dibawah sinar UV sedangkan ESPM merupakan media kromogenik bagi Cronobacter spp. yang menghasilkan warna biru atau hitam seperti yang

(13)

dikemukakan oleh Restaino et al. (2006). Berdasarkan hasil penelitian Jaradat et al. (2009), media kromogenik α-MUG dan DFI menunjukkan performa yang lebih baik jika dibandingkan dengan EsPM karena media tersebut tidak dapat mendeteksi 3 koloni positif C. sakazakii dan medeteksi 7 koloni yang bukan C. sakazakii sebagai hasil positif.

Studi mengenai karakterisasi molekular Cronobacter spp. (E. sakazakii) telah banyak dipublikasikan baik untuk menjelaskan keragaman filogenetik maupun untuk identifikasi primer PCR yang tepat. Iversen et al. 2004c membandingkan metode-metode karakterisasi biokimia C. sakazakii standar (API 20E dan ID32 E) dengan hasil teknik sekuensing dari sekuen parsial gen 16S rRNA (Iversen et al. 2004a). Iversen et al. (2004d) juga mempelajari hubungan filogenetik antara galur-galur C. sakazakii berdasarkan sekuen parsial gen 16S rRNA dan hsp 60. Hasil sekuensing parsial kedua gen tersebut menunjukkan bahwa isolat yang teridentifikasi sebagai C. sakazakii dengan menggunakan kit komersial membentuk sedikitnya empat klaster yang berbeda. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa berdasarkan perbandingan sekuen 16S rDNA-nya, galur C. sakazakii mempunyai kemiripan yang lebih dekat dengan C. koseri (97.8% kemiripan) dibandingkan dengan spesies Enterobacter lainnya, yakni E. cloacae (97%) dan C. freundii (96%).

Uji konfirmasi secara genetika oleh Gitapratiwi (2011), dengan menganalisis sekuen gen 16S rRNA menggunakan pasangan primer yang dikemukakan oleh Hassan et al. (2007) yaitu 16SUNI-L dan Saka-2b untuk segmen 1 dan ESA-1 dan 16SUNI-R untuk segmen 2 terhadap isolat yang diduga C. sakazakii menyimpulkan bahwa semua isolat lokal mempunyai kemiripan dengan C. sakazakii. Meskipun berdasarkan karakterisasi biokimia dengan API

20E hanya dua isolat yaitu DES b7a dan DES b10 yang memiliki kemiripan C. sakazakii sementara empat isolat lainnya teridentifikasi ke dalam famili

Enterobacteriaceae lainnya.

Keragaman Genetika Cronobacter sakazakii

Isolasi DNA memiliki beberapa tahapan, yaitu: (1) isolasi sel, (2) lisis

(14)

(5) presipitasi. Prinsip-prinsip dalam melakukan isolasi DNA ada 2, yaitu sentrifugasi dan presipitasi. Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul dengan cara memberikan gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas. Prinsip dasar isolasi total DNA/RNA dari jaringan adalah dengan memecah dan mengekstraksi jaringan tersebut sehingga akan terbentuk ekstrak sel yang terdiri atas sel-sel jaringan, DNA, dan RNA. Kemudian ekstrak sel dipurifikasi sehingga dihasilkan pelet sel yang mengandung DNA/RNA total.

Prinsip yang harus dipenuhi dalam pengumpulan sampel untuk suatu penelitian molekuler adalah menjaga keadaan sampel, sehingga molekul DNA atau RNA-nya maupun enzimnya tidak mengalami kerusakan. Kerusakan-kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh mikroorganisme ataupun oleh bahan pengawet yang digunakan selama proses penyimpanan sebelum dilakukan analisis di laboratorium. Bahan material segar merupakan bahan yang paling mudah diekstraksi karena DNA-nya belum mengalami kerusakan (Ubaidillah dan Sutrisno 2009). Kelembapan dan sinar Ultra Violet juga dilaporkan sebagai salah satu faktor yang menurunkan kualitas DNA (Roon et al. 2003).

Pendekatan yang banyak dipakai dalam analisis sekuen gen adalah 16S rRNA atau 23S rRNA. Gen penyandi 16S rRNA merupakan gen yang bersifat spesifik terhadap sel prokariotik. Bila 16S rRNA diisolasi dalam bentuk murni kemudian dicampur dalam urutan spesifik yang benar pada suhu yang sesuai, maka molekul ini akan secara spontan menyusun diri kembali membentuk subunit 30S yang identik dalam struktur dan aktivitasnya dengan subunit yang asli (Lehninger 1992).

Farmer et al. (1980) melaporkan bahwa tidak ada petunjuk generik yang jelas untuk Cronobacter spp. (E. sakazakii). Berdasarkan studi hibridisasi DNA-DNA, disimpulkan bahwa bakteri ini mempunyai 53-54% homologi dengan spesies Enterobacter dan Citrobacter. Perbandingan antara galur dari dua genera

ini menunjukkan bahwa C. sakazakii mempunyai 41% kemiripan dengan C. freundii dan 51% kemiripan dengan E. cloacae. Sedangkan hasil identifikasi

(15)

filogeni C. sakazakii yang dilakukan berdasarkan studi heterogenitas taksonomi menggunakan 16S rRNA memberikan hasil bahwa C. sakazakii mempunyai 97.8% kemiripan dengan C. koseri dan 97% kemiripan dengan E. cloacae. Namun demikian, diperlukan studi lebih lanjut untuk memperjelas hubungan kekerabatan tersebut (Iversen et al. 2004d).

Panjang gen 16S rRNA menurut Clarridge III (2004) adalah 1500 bp yang terdiri dari bagian variable dan conserved. Gen penyandi 16S rRNA merupakan gen yang sangat bagus untuk mengindentifikasi keragaman genetika dari suatu organisme. Hal ini disebabkan oleh (i) gen 16S rRNA yang terdapat pada semua bakteri, (ii) gen 16S rRNA mempunyai fungsi yang tidak berubah sepanjang waktu, dan (iii) gen 16S rRNA (1500 bp) mempunyai ukuran dengan panjang yang mencukupi untuk tujuan informatika (Janda dan Abbot 2007). Analisis genotipik dengan menggunakan gen 16S rRNA jauh lebih mudah jika dibandingkan dengan DNA-DNA hibridisasi.

Hasil penelitian berdasarkan analsisis sekuen 16S rRNA telah menempatkan berbagai isolat E. sakazakii yang diperoleh di dunia ke dalam genus baru Cronobacter spp. dan membagi ke-16 bio-group Cronobacter spp. ke dalam enam kelompok klaster yakni Cronobacter sakazakii, C. malonaticus, C. turicensis, C. muytjensii, C. dublinensis dan C. genomospecies 1 (Iversen et al. 2007). Saat ini Codex menggunakan nama C. sakazakii dalam panduan-panduannya bagi industri pangan (CAC 2008).

Hasil analisis keragaman genetika C. sakazakii oleh Gitapratiwi et al. (2012) yang diisolasi dari makanan bayi dan makanan kering lainnya mempunyai tingkat kemiripan yang bervariasi dengan berbagai galur C. sakazakii yang ada di luar Indonesia maupun isolat-isolat lokal berdasarkan sekuen parsial gen 16S rRNA. Berdasarkan pohon filogenetik, semua isolat lokal yang dianalisis berada dalam satu klaster dengan C. sakazakii ATCC 29544 dan C. malonaticus galur E852. Selain itu disimpulkan bahwa antar isolat lokal memiliki kedekatan kekerabatan genetika satu sama lain meskipun berasal dari sumber isolasi yang berbeda. Hasil penelitian tersebut belum dapat menggolongkan isolat-isolat lokal Cronobacter spp. secara tepat ke dalam lima klaster yang sesuai dengan pengelompokan Cronobacter spp. (Iversen et al. 2007).

(16)

Beberapa program komputer dan database untuk bioinformatika yang dapat digunakan secara on line dari internet antara lain: GeneMark, NCBI (National Center for Biotechnology Information), Expasy, dan lain-lain. Pada NCBI dapat diakses program PubMed, Entrez, BLAST, Blankit, OMIM, Taxonomy, dan penelusuran struktur. Salah satu program yang umum digunakan adalah BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) yang merupakan program untuk pencarian kesamaan yang dirancang dalam mengeksplorasi semua database sekuen yang diminta, baik berupa DNA ataupun protein. Program BLAST juga dapat digunakan untuk mendeteksi hubungan antar sekuen yang hanya berbagi daerah tertentu yang memilki kesamaan (Claverie dan Notredame 2007).

Ada beberapa variasi BLAST yang masing-masing dibedakan dari tipe sekuen (DNA atau protein) yang dicari dengan sekuen pada database. Berikut ini beberapa jenis program BLAST (Claverie dan Notredame, 2007):

BLASTP : membandingkan sekuen asam amino dengan sekuen protein dalam database

BLASTN : membandingkan sekuen nukleotida dengan sekuen nukleotida dalam database

BLASTX : membandingkan sekuen nukleotida yang ditranslasi pada seluruh ORF (open reading frame) dengan sekuen protein database

BLAST merupakan alat pembanding suatu sekuen dengan sekuen yang telah diketahui dengan cepat yang dapat menjelaskan apakah sekuen tersebut mempunyai tingkat kesamaan cukup signifikan. Informasi ini dapat digunakan untuk bermacam-macam tujuan yaitu meliputi perkiraan fungsi protein, struktur tiga dimensi, dan organisasi domain atau identifikasi homologi dengan organism lain. Sekuen yang serupa sering diperoleh dari sekuen keturunan nenek moyang yang sama. Apabila ditemukan sekuen serupa berarti kemungkinan organisme tersebut mempunyai nenek moyang sama dan akan mempunyai bagian struktur yang sama serta mempunyai fungsi biologis yang serupa. Prinsip ini bahkan bekerja ketika sekuen berasal dari organisme yang sangat berbeda (Claverie dan Notredame 2007).

(17)

Hasil BLAST meliputi tiga bagian yang berbeda yakni grafik yang menunjukkan bagaimana porsi similaritas sekuen yang dibandingkan, daftar hits yang berisi nama sekuen yang serupa dengan yang dicari urut berdasarkan similaritas dan penjajaran yang ada pada database (Claverie dan Notredame 2007).

Analisis Neighbor-Joining

Analisis Neighbor-Joining merupakan salah satu media pengelompokan dalam bioinformatika yang dapat membentuk suatu pohon filogeni atau dendogram. Neighbor-Joining biasanya digunakan pada pohon filogeni yang berdasarkan pada data sekuen DNA atau protein. Metode ini menggunakan algoritma yang membutuhkan pengetahuan mengenai jarak antara tiap pasang taxa (spesies atau sekuen) pada pohon filogeni.

Keunggulan metode Neighbor-Joining terhadap metode lainnya adalah dari efisiensinya secara komputasional. Neighbor-Joining merupakan algoritma yang bersifat polynomial-time. Metode ini dapat digunakan pada set data yang banyak untuk melakukan analisis filogenetik (evolusi minimum, penghematan dan kemiripan maksimum) tanpa melakukan banyak perhitungan. Metode ini juga bersifat konsisten secara statistik di bawah berbagai model evolusi. Dengan metode ini data yang diberikan pada jumlah yang cukup dapat membentuk suatu pohon filogeni dengan kekerabatan yang besar (Saitou dan Nei 1987).

Uji statistik pada titik cabang pohon filogenetik dievaluasi menggunakan analisis bootstrap dengan 1000 replikat. Semakin tinggi nilai bootstrap maka dendogram menunjukkan topologi cabang-cabang dari pohon filogenetik yang semakin baik. Gambar 1 menunjukkan cabang pohon filogenetik antara isolat DES b7a dan DES b7b menunjukkan nilai bootstrap 100%, artinya kedua isolat lokal ini dapat disimpulkan berkerabat sangat dekat secara genetik dan memungkinkan keduanya adalah spesies yang sama; meskipun secara biokimiawi kedua isolat lokal ini diidentifikasi sebagai spesies yang berbeda. Isolat lokal DES b7a dan DES b7b adalah isolat yang diisolasi dari sampel produk makanan bayi yang berasal dari kemasan yang sama. Hasil serupa juga teramati pada isolat lokal

(18)

YR w1 dan YR w3 yang mempunyai nilai bootstrap 97% pada cabang pohon filogenetiknya. Kedua isolat lokal tersebut diisolasi dari sampel produk makanan bayi yang berasal dari manufaktur yang sama.

Gambar 1 Dendogram keragaman sekuen Neighbor-Joining berdasarkan sekuen parsial 16S rRNA segmen 1 yang menggunakan primer16 SUNI-L dan Saka-2b berukuran 977 bp isolat C. sakazakii yang diisolasi dari makanan bayi (Gitapratiwi 2011).

Referensi

Dokumen terkait