APLIKASI THEORY OF PLANNED BEHAVIOR (TPB) TERHADAP
PERILAKU BERBAGI PENGETAHUAN (KNOWLEDGE SHARING)
DALAM ORGANISASI
Wahyu T. Setyobudi, S.Si, MM Faculty Member, PPM School of Management Division Head of PPM Management Research
Abstract
Era baru yang ditandai dengan banjirnya informasi dan kemudahan untuk mengakses pengetahuan mengharuskan perusahaan untuk selalu terdepan dalam akuisisi dan pengembangan pengetahuan agar dapat unggul dalam persaingan. Oleh karena itu, peran knowledgede management (KM) dalam identifikasi, akuisisi, penyimpanan dan pengembangan pengetahuan baru dalam organisasi menjadi semakin penting untuk menjawab tantangan jaman. Penerapan KM dalam perusahaan memerlukan kesediaan karyawan untuk berbagi pengetahuan. Dengan demikian, suatu studi yang komprehensif mengenai apa yang mendorong karyawan untuk berbagi pengetahuan sangat dibutuhkan. Theory of Planned Behavior (TPB) digunakan dalam penelitian ini, dan ditemukan bahwa variable perceived behavioral control (PBC) signifikan untuk menentukan apakah seseorang memiliki intention untuk berbagi pengetahuan melalui presentasi di kantor. Di sisi lain, attitude dan subjective norm ternyata tidak berpengaruh secara signifikan. Dari komponen komposit PBC, juga didapatkan kesimpulan bahwa tidak adanya waktu khusus untuk mempersiapkan presentasi serta tidak jelasnya prosedur berbagi pengetahuan berpengaruh signifikan. Dengan studi ini, diharapkan para manajer dapat melakukan tindakan intervensi dengan memberikan alokasi waktu khusus untuk persiapan presentasi dan merumuskan prosedur pelaksanaan preentasi yang terbuka dan mengapresiasi.
Kata Kunci:
Knowledge management, sharing, theory of planned behavior.
LATAR BELAKANG PENELITIAN
Knowledge management (KM) yang mulai popular dibicarakan sejak sekitar tahun 1990 Menemukan perkembangan cepatnya pada beberapa dekade terakhir ini. Sesuai dengan survey yang diadakan oleh Lembaga konsultansi KPMG pada tahun 2003, 80% responden perusahaan
di Eropa menyatakan bahwa pengetahuan adalah aset strategis perusahaan yang harus dikelola untuk menghasilkan daya saing.
Salah satu tantangan besar dalam aplikasi KM adalah transfer tacit knowledge dan merubahnya menjadi pengetahuan eksplisit yang dapat dikelola, yaitu disimpan, diolah dan didistribusikan. Pengelolaan tacit knowledge baru dapat dilakukan jika terdapat budaya untuk melakukan berbagi pengetahuan di perusahaan (KPMG:2003). Hal ini didukung pula oleh Ikka Tuomi (2002) yang menyatakan bahwa knowledge sharing menjadi isu sentral dalam penerapan KM. Sehingga, perusahaan semakin memahami pentingnya menciptakan suatu lingkungan yang menumbuhkembangkan budaya berbagi pengetahuan (Bechina and Bommen : 2006)
Banyak penelitian telah dilakukan untuk meninjau budaya berbagi pengetahuan. Seperti yang dilakukan oleh Bechina dan Bommen (2006) untuk sebuah perusahaan konsultan di Scandinavia, Tanu Gosh (2004) yang melihat insentif apa saja yang perlu dilakukan perusahaan untuk meningkatkan perilaku berbagi pengetahuan. Namun demikian, masih sedikit penelitian yang berfokus pada aspek individual.
Oleh karena itu, suatu penelitian yang komprehensif menyangkut aspek-aspek individual, yaitu elemen-elemen yang berpengaruh dalam keputusan untuk berbagi pengetahuan sangat diperlukan. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada perluasan sudut pandang perusahaan dalam memilih program intervensi untuk meningkatkan adanya perilaku berbagi pengetahuan.
DASAR TEORI
Theory of Planned Behavior yang sering disebut dengan TPB diusung pertama kali oleh Icek Ajzen pada tahun 1985 melalui artikel yang berjudul From Intention To Action: A Theory Of Planned Behavior. Ajzen menemukan bahwa sebelum behavior (b) manifest nyata, terdapat variabel intention (int) yang mendahuluinya. TPB merupakan penyempurnaan dari teori sebelumnya yaitu Theory of Reasoned Action (Ajzen:1975). Model utama TPB dimulai dengan
mengukur behavioral intention sebagai prediktor behavior. Intention dipengaruhi oleh 3 variabel utama yaitu : attitude terhadap behavior(a), subjective norm (sn) dan perceived behavioral control (pbc). Secara lebih lengkap dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut ini :
Gambar 1. Theory of planned behavior model
Perilaku yang diamati dalam penelitian ini adalah perilaku berbagi pengetahuan dengan rekan sekerja melalui presentasi di kantor. Pendefinisian perilaku di atas telah sesuai dengan kaidah TACT (Ajzen : 2004) yang mensyaratkan perilaku memiliki elemen yaitu target, action, context dan time. Intention (int) adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar keinginan seseorang untuk membagi pengetahuan yang dimiliki dengan rekan sekerja. Di sisi yang lain, attitude merupakan anteseden pertama yang membentuk int. attitude kemudian didefinisikan sebagai komposit dari suatu behavioral beliefs (bbi) dengan evaluasi dari keluaran kegiatan yang kita sebut sebagai outcomes evaluation (ev).
Semenjak pertama kali diperkenalkan, theory of planned behavior telah berhasil diaplikasikan dalam berbagai macam konteks. Beberapa diantaranya yang popular adalah untuk memodelkan kecurangan akademis (harding et all, 2000), partisipasi pada kegiatan fisik (Armitage : 2005), pemilihan tempat rekreasi (Ajzen and Driver: 1990), keikutsertaan menyumbangkan darah (M. Giles et all: 2004), dan partisipasi dalam permainan undian (walker and Courneya : 2004).
Dalam perkembangannya para ahli berkontribusi untuk melengkapi TPB dengan berbagai variable tambahan yang diantaranya : ethical obligation dan self identity (Shaw, Shiu and Clark:2000), moral obligation (harding et all, 2000), dan Self efficacy (M. Giles et all: 2004).
DEFINISI PERMASALAHAN
1. Manakah diantara ketiga anteseden pembentuk intention untuk melakukan kegiatan berbagi pengetahuan dengan rekan sekerja melalui presentasi di kantor yang signifikan memberikan pengaruh. 2. Beliefs apakah yang berpengaruh paling besar pada anteseden tersebut.
HIPOTESIS
Sesuai dengan permasalahan diatas, dibangunlah beberapa hipotesa berikut ini.
Hipotesis 1
Ho : Attitude terhadap berbagi pengetahuan melalui presentasi berpengaruh signifikan terhadap intention untuk melakukan presentasi berbagi pengetahuan
H1 : Attitude terhadap berbagi pengetahuan melalui presentasi tidak berpengaruh signifikan terhadap intention untuk melakukan presentasi berbagi pengetahuan
Ho : Subjective norms berpengaruh signifikan terhadap intention untuk melakukan presentasi berbagi pengetahuan
H1 : Subjective norms tidak berpengaruh signifikan terhadap intention untuk melakukan presentasiberbagi pengetahuan
Hipotesis 3
Ho : Perceived behavioral control berpengaruh signifikan terhadap intention untuk melakukan presentasi berbagi pengetahuan H1 : Perceived behavioral control tidak berpengaruh signifikan
terhadap intention untuk melakukan presentasi berbagi pengetahuan
METODOLOGI
Penelitian dilakukan dalam 2 tahap utama. Tahap pertama disebut sebagai tahap penggalian belief yang bersifat eksploratori sedang tahap kedua adalah tahap pengukuran yang bersifat kongklusif. Penelitian 2 tahap ini sesuai dengan pendapat Ajzen (2006) bahwa setiap penelitian TPB adalah unik sehingga kurang tepat apabila mengadaptasi instrumen yang telah ada sebelumnya.
Oleh karena itu, suatu tahap penggalian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pendahuluan. Kuesioner pendahuluan tersebut terdiri dari 7 pertanyaan terbuka untuk mengeksplorasi beliefs, 1 pertanyaan terkait perilaku berbagi pengetahuan yang telah dilakukan dan 6 pertanyaan mengenai profil responden. Penyebaran kuesioner dilakukan melalui e-mail. Didapat 12 respons, setelah dilakukan pengecekan, didapat 11 kuesioner yang layak olah.
Dari ke-11 kuesioner tersebut didapatkan 54 response untuk behavioral beliefs. Ke-54 respons tersebut dapat dikelompokkan dalam 13 beliefs yang kemudian dipilih 10 behavioral belief
dengan jumlah respons terbesar untuk disertakan dalam tahap selanjutnya. Selain itu juga didapat 6 pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan untuk melakukan presentasi di kantor yang melambangkan normatif beliefs. Dari ke-6 pihak tersebut dipilih 5 beliefs untuk disertakan dalam tahap pengukuran. Sedangkan untuk variabel perceived control diperoleh 41 respons yang dapat dikelompokkan menjadi 13 control belief. Dari ke-13 control beliefs ini dipilih 10 beliefs dengan respons terbanyak untuk disertakan dalam tahap pengukuran. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.
Pada tahap pengukuran, sebuah kuesioner dengan 55 pertanyaan disebarkan dengan metode non-probability convenience sampling kepada 100 orang, peserta program MM di Sekolah Tinggi Manajemen PPM. Response rate 48% dan setelah dilakukan pengecekan, didapat 33 kuesioner layak olah.
Instrumen penelitian
Kuesioner penelitian secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 2. Skala pengukuran yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1
Skala Yang Digunakan Dalam Kuesioner
Variabel Skala Yang Digunakan
Behavioral Intention 3 pertanyaan, 7 point skala likert
Attitude 5 pertanyaan, 7 point unipolar semantic differential Subjective norms 3 pertanyaan, 7 points itemized scale
Perceived behavioral control 4 pertanyaan, 7 points itemized scale
Outcomes evaluation 10 pertanyaan, 7 points itemized sangat buruk – sangat baik Behavioral beliefs 10 pertanyaaan, 7 points skala likert
Normative beliefs 5 pertanyaan, 7 points itemized scale seharusnya – tidak seharusnya
Motivation to comply 5 Pertanyaan, 7 points tidak mengikuti – selalu mengikuti Control beliefs 7 pertanyaan, 7 poin itemized scale, tidak pernah-sering sekali
Power beliefs 7 pertanyaan, 7 poin likert
HASIL ANALISIS Reliability dan validity
Pengukuran reliability dilakukan dengan menerapkan prosedur reliability analisis pada variabel behavioral intention, attitude, subjective norms, dan perceived behavioral control yang diukur secara langsung. Sedangkan untuk perhitungan komposit dari keempat variabel diatas tidak perlu dilakukan reliability analisis, karena karakteristik alamiah data terkait beliefs (Francis et all : 2004)
Uji reliability dilakukan dengan menggunakan alfa cronbach. Nilai alfa cronbach untuk keempat variabel diatas dapat dilihat pada tabel 2 berikut :
Tabel 2 : nilai alfa cronbach dari 4 variabel direct
Variabel Cronbach Alfa
Behavioral Intention 0,920
Attitude 0,897 Subjective Norms 0,852
Perceived Behavioral Control 0,727
Nilai cronbach alfa yang berada di atas 0,06 memiliki arti keempat variabel di atas telah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai variabel pengukur ( Francis : 2004). hal ini sangat dibutuhkan sesuai dengan prasyarat utama TPB yang membutuhkan reliabilitas yang tinggi diantara pembentuk-pembentuk variabel direct (Ajzen: 2006, Francis : 2004)
Analisis Deskriptif dan Hubungan
Untuk menjawab permasalahan penelitian yang pertama, suatu model regresi berganda dilakukan dengan behavioral intention sebagai dependent variable sedang attitude, subjective norms dan PBC sebagai prediktor. Hasil dari regresi berganda dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3
Koefisien regresi berganda
Mode l Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta B Std. Error 1 (Constant) 1.554 1.320 1.177 .249 Attitude -.014 .184 -.013 -.074 .941 Subjective Norms .093 .167 .089 .553 .584 Perceived Behavioral Control .695 .217 .538 3.199 .003
a Dependent Variable: Behavioral Intention
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai signifikansi dari uji t untuk variabel perceived behavioral control adalah sebesar 0,03. Nilai signifikansi dibawah 0,05 berarti variabel PBC merupakan variabel yang signifikan berpengaruh dalam memprediksi niat untuk melakukan perilaku berbagi pengetahuan dengan rekan sekerja melalui presentasi di kantor. Sedangkan variabel attitude dan subjective norm tidak signifikan berpengaruh. Selengkapnya hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4
Kesimpulan uji hipotesis
Hipothesis Nilai signifikansi Kesimpulan
1 0,941 Menerima Ho
2 0,584 Menerima Ho
3 0,003 Menolak Ho
Tabel 5:
Korelasi antar variabel
Behavioral Intention Attitude Subjective Norms Perceived Behavioral Control Pearson Correlatio n Behavioral Intention 1.000 .220 .188 .550 Attitude .220 1.000 .261 .389 Subjective Norms .188 .261 1.000 .190 Perceived Behavioral Control .550 .389 .190 1.000 Sig. (1-tailed) Behavioral Intention . .109 .148 .000 Attitude .109 . .071 .013 Subjective Norms .148 .071 . .145
Perceived Behavioral Control
.000 .013 .145 .
Tabel 5 menunjukkan korelasi antar variabel. Nilai korelasi antara PBC dan int sebesar 0,550 dengan signifikansi sangat kecil menunjukkan PBC berpengaruh kuat terhadap int. sedangkan skor korelasi antara PBC dengan att sebesar 0,389 dengan signifikansi 0,013 menunjukkan adanya interelasi antar variabel.
Nilai R sebesar 0,557 dapat dikatakan mencukupi untuk jenis riset seperti ini. Seperti yang dilakukan oleh Watter (1989) mengukur partisipasi dalam pemilu dengan R = 0,43, Netemeyer, Burton dan Johnson (1990) untuk mengukur aktivitas menurunkan berat badan dengan R= 0,56, dan Godin, et all (1990) ketika mengukur aktivitas olahraga pada penderita jantung koroner.
Analisis lanjutan dapat dilakukan dengan cara melakukan regresi berganda antara variabel komposit pembentuk pbc dengan ukuran langsung pbc. Hal ini dilakukan untuk mencari beliefs apa yang berpengaruh paling besar terhadap perceived behavior control. Tabel 6 merupakan output dari regresi berganda tersebut.
Regresi Berganda antara PBC dengan kompositnya Mode l Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta B Std. Error 1 (Constant) 5.064 .589 8.593 .000
Budaya yang kurang mendukung untuk berbagi pengetahuan di perusahaan -.013 .016 -.174 -.825 .418 Kurangnya Akses terhadap sumber pengetahuan baru .020 .015 .231 1.306 .204
Tidak ada waktu khusus untuk mempersiapkan presentasi
.081 .023 .822 3.558 .002
Fasilitas presentasi
yang kurang memadai .072 .040 .599 1.790 .086 Prosedur berbagi pengetahuan yang kurang jelas -.106 .033 -1.056 -3.193 .004 Kurangnya komitmen manajemen puncak -.058 .031 -.461 -1.833 .079 Kurangnya pemahaman akan topik yang disharing
-.005 .025 -.045 -.207 .838
Dari tabel 5 diatas terlihat bahwa tidak adanya waktu khusus untuk mempersiapkan presentasi dan kurangnya prosedur yang jelas untuk berbagi pengalaman di perusahaan menjadi faktor utama yang berpengaruh terhadap PBC, dengan nilai sigifikansi berturut-turut adalah 0,002 dan 0,004.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI MANAJERIAL
Dari hasil penelitian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam mengambil keputusan untuk melakukan kegiatan berbagi pengetahuan di kantor, karyawan memiliki attitude yang sangat baik. Hampir seluruh karyawan memandang perlu dan melihat kegiatan berbagi pengalaman dalam suatu presentasi adalah menguntungkan. Demikian pula dengan pandangan bahwa pihak-pihak yang penting seperti atasan langsung, karyawan senior serta keluarga juga menghendaki karyawan untuk berbagi pengetahuan.
Namun demikian usaha perusahaan untuk membuat karyawannya gemar berbagi pengalaman seringkali berhenti di tengah jalan. Dalam penelitian ini diungkapkan bahwa komponen perceived behavioral control atau persepsi sulit atau tidaknya kegiatan itu menjadi faktor yang paling berpengaruh. Dengan demikian walaupun kegiatan berbagi ini dianggap sangat penting namun terdapat pula kesulitan untuk melaksanakannya.
Kesulitan utama yang paling menghambat adalah tidak adanya waktu khusus untuk mempersiapkan presentasi di sela-sela kegiatan rutin yang menjadi tanggung jawab kerjanya. Tidak adanya waktu khusus ini sering membuat presentasi berbagi pengalaman di tempat kerja dipandang hanya merupakan tugas tambahan yang memberatkan. Dalam hal ini, intervensi dengan cara memberi insentif tambahan diharapkan akan efektif. Usaha komunikasi mengenai pentingnya membagi pengetahuan diprediksi kurang efektif karena nilai attitude yang telah baik.
Kesulitan utama yang juga dirasakan adalah tidak adanya kejelasan prosedur untuk melaksanakan presentasi tersebut. Prosedur yang tidak jelas dapat mengakibatkan kurangnya kepastian bagi mereka yang ingin berbagi pengetahuan yang menyulitkan. Namun demikian prosedur yang terlalu ketat di lain sisi juga juga dipandang akan menyulitkan. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu prosedur yang jelas namun tetap terbuka, mengapresiasi dan berorientasi pada result.
KETERBATASAN PENELITIAN DAN RISET LANJUTAN
Keterbatasan pertama penelitian ini adalah jumlah sampel yang relatif kecil. Selain itu cara pengambilan sampel yang menggunakan teknik convenience dan hanya di suatu kelompok tertentu yaitu mahasiswa MM perlu diperluas. Walaupun peserta sekolah tinggi manajemen PPM berasal dari berbagai perusahaan dan memiliki segmen usia yang bervariasi, namun memiliki latar belakang pendidikan dan segmen sosial yang relatif sama. Memperluas sampel dengan mencakup segmen sosial lain diharapkan akan memperkaya penelitian dan melengkapi variasi yang akan memperbaiki model.
Keterbatasan yang kedua terletak pada variabel PBC. Meskipun regresi berganda komponen komposit terhadap PBC menunjukkan hasil yang baik, namun korelasi bivariat antara agregat komponen komposit dengan pengukuran direct PBC memberikan hasil yang tidak signifikan. Hal ini menunjukkan eksplorasi control belief pada tahap pendahuluan belum sempurna. Ketidaksempurnaan ini kemungkinan disebabkan karena kecilnya jumlah sampel dan kurang menyebar.
Variabel budaya berbagi pengetahuan di perusahaan dalam PBC menunjukkan korelasi antar variabel yang signifikan untuk semua variabel komposit lainnya. Hal ini memberikan dugaan bahwa variabel budaya berbagi pengetahuan terlalu luas untuk digunakan sebagai prediktor PBC. Juga dimungkinkan variabel ini berperan sebagai intervening bagi PBC.
Penelitian selanjutnya dapat berupa pendalaman dari penelitian ini dengan jumlah sampel yang lebih besar dan menyebar serta penyertaan variabel pengukur beliefs lainnya. Selain itu dapat pula mengaplikasikan TPB pada konteks manajemen pengetahuan seperti sharing melalui media tulis, akuisisi pengetahuan baru atau pengisian knowledge repository.
DAFTAR PUSTAKA
Ikka Tuomi, The future of Knowledge Management, lifelong learning in Europe (LLinE) Vol VII, issue 2/2002, pp 69-79
Tanu Gosh, Creating incentives For Knowlegde Management, MIT Sloan School of Management Paper Spring, 2004
AA. Bechina and Thommy Bommen, Knowledge Sharing Practices: analysis of a Global Scandinavian Consulting Company, The electronic journal of knowledge Management vol 4 issue 2, pp 109-116.
M. Gilles et all, an application of the theory of planned behavior to blood donation : the importance of self efficacy, Health education Research theory and practices, May 2004
Icek Ajzen and BL. Driver; Application of Theory of planned behavior to leisure choice, Proceedings sixth Canadian congress on leisure research, 1990
Icek Ajzen, The Theory of planned behavior, organizational behavior and human processes, 1991
Ajzen, Icek, Constructing a TPB Questionaire : conceptual and methodological consideration, 2006 (unpublished)
Hardings et all, The Theory of Planned Behavior as a Model of Academic Dishonesty in Engineering and Humanities Undergraduates, 2000
Armitage, Christopher, Can the Theory of Planned Behavior Predict the Maintenance of Physical Activity?, Journal of health psychology, 2005 vol 24 no 3, pp235-245
Walker et all, Ethnicity, Gender, and the Theory of Planned Behavior: The Case Of Playing The Lottery
Francis et, all, Constructing Questionnaires Based On The Theory Of Planned Behavior: A Manual For Health Services Researchers, Centre for Health Services Research, University of Newcastle, 2004
LAMPIRAN 1
Beliefs yang Didapat Dari Penelitian Tahap-1
No Behavioral Beliefs
1 MENDAPAT MASUKAN DARI SUDUT PANDANG YANG BERBEDA 2 MELATIH KEMAMPUAN PRESENTASI
3 SEMAKIN MENAMBAH PENGETAHUAN YANG DISHARING 4 MEMBUTUHKAN BANYAK WAKTU UNTUK PERSIAPAN 5 AJANG SOSIALISASI DI LINGKUNGAN KANTOR
6 MENIMBULKAN ADU ARGUMENTASI YANG SALING MENJATUHKAN 7 MENGEMBANGKAN PENGETAHUAN REKAN KERJA
8 BERKONTRIBUSI PADA PENGEMBANGAN PENGETAHUAN ORGANISASI
9
ORANG LAIN AKAN MENJIPLAK BAHAN PRESENTASI UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI
10 MENGUKUR PEMAHAMAN ATAS MATERI YANG KITA PRESENTASIKAN 11 UPDATE TERHADAP PERKEMBANGAN PENGETAHUAN TERKINI
13 MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI
14 MENIMBULKAN IRI DI ANTARA REKAN SEKERJA
NO Control Beliefs
1
BUDAYA MEMBAGI PENGETAHUAN MELALUI PRESENTASI YANG TELAH TERBENTUK
2 ADANYA MEDIA UNTUK BERBAGI DAN MENGAKUISISI PENGETAHUAN 3 ALOKASI WAKTU KHUSUS UNTUK MEMPERSIAPKAN PRESENTASI 4 FASILITAS PRESENTASI (RUANG, KOMPUTER, PROJECTOR, DLL) 5 ADA PROSEDUR YANG JELAS
6 KOMITMEN MANAJEMEN PUNCAK 7 JADWAL RUTIN
8 LINGKUNGAN KERJA YANG MENDUKUNG BUDAYA SHARING 9 ANTUSIASME REKAN SEKERJA
10 KEBIJAKAN PERUSAHAAN HANYA BERORIENTASI PADA PROFIT SEMATA 11 PEMAHAMAN AKAN TOPIK YANG AKAN DI SHARING
12 ETIKA BERBAGI PENGETAHUAN YANG DISEPAKATI BERSAMA 13 TIDAK ADA ANGGARAN