• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Metanotrof

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Metanotrof"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

 

TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri Metanotrof

Metanotrof merupakan bakteri Gram negatif dan termasuk ke dalam kelompok metilotrof. Kelompok bakteri metilotrof mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada senyawa beratom karbon satu seperti metan, metanol, amina termetilasi, halometan, maupun senyawa termetilasi yang mengandung sulfur (Norina 2007; Hanson & Hanson 1996).

Metanotrof tumbuh dengan baik pada kondisi aerob, meskipun bakteri ini juga dapat tumbuh pada lingkungan mikroaerofil. Metanotrof membutuhkan komposisi metan di atmosfer sebesar 10-50%. Habitat yang sering menjadi tempat hidup metanotrof adalah daerah akar dan sekitar perakaran. Terdapat dua famili metanotrof yaitu Methylococcaceae (metanotrof tipe I) termasuk filum gammaproteobakteria dan Methylocystaceae (metanotrof tipe II) yang termasuk ke dalam filum Alphaproteobacteria. Metanotrof tipe I yaitu genus Methylomonas, Methylobacter, Methylosarcina, Methylothermus, Methylohalobius, Methylosphaera, dan Methylomicrobium menggunakan jalur ribulosa monofosfat (RuMP) dalam mengasimilasi formaldehida suatu senyawa intermediet penting dalam oksidasi metan menjadi CO2, genus Methylosoma belum diketahui cara

mengasimilasi sumber karbonnya. Sedangkan metanotrof tipe II yang terdiri dari genus Methylosinus, Methylocella, Methylocapsa, dan Methylocystis menggunakan jalur serin. Kelompok baru metanotrof tipe X yaitu genus Methylococcus dan Methylocaldum mempunyai karakter fisiologi sama dengan tipe I yang menggunakan jalur RuMP. Perbedaannya ialah metanotrof tipe X mempunyai enzim ribulosabifosfat karboksilase, suatu enzim yang terdapat pada siklus Calvin-Benson. Metanotrof tipe X juga tumbuh pada temperatur yang lebih tinggi dari pada metanotrof tipe I dan II dan mempunyai DNA dengan persentase GC yang lebih tinggi dari pada kebanyakan metanotrof tipe I (Bowman 2006; Hanson & Hanson 1996).

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh para peneliti telah menemukan dan mengidentifikasi anggota metanotrof baru yang berbeda dari filum gamma dan alfaproteobakteria. Metanotrof tersebut merupakan genus Methylacidiphila dan  

(2)

 

dimasukkan ke dalam filum Verrucomicrobia. Tiga jenis metanotrof genus Methylacidiphila antara lain M. infernorum V4 (Dunfield et al. 2007), M. fumarolicum SolV (Pol et al. 2007), dan M. kamchatkense Kam1 (Islam et al. 2008) masing-masing berhasil diisolasi dari lahan geotermal yang mengandung metan di New Zealand, lumpur volkano solfatara di Italia, dan mata air panas asam di Kamchatka, Rusia. Anggota metanotrof ini merupakan termoasidofilik dan dapat tumbuh pada temperatur lebih dari 50 °C dan pH di bawah 5. Selain itu juga ditemukan metanotrof berfilamen yaitu Crenothrix polyspora (Stoecker et al. 2006) dan Clonothrix fusca (Vigliotta et al. 2007) yang termasuk ke dalam filum gammaproteobakteria dan secara filogenetik berkerabat dekat dengan metanotrof tipe I. Heyer et al. (2005) mengisolasi metanotrof halofilik Methylohalobius crimeensis 10KiT dan melaporkan bahwa metanotrof tersebut mampu tumbuh pada konsentrasi NaCl 15 %, Sorokin et al. (2007) juga berhasil mengisolasi metanotrof halofilik filum gammaproteobakteria yaitu Methylohalomonas lacus dan Methylonatrum kenyense dari danau hipersalin yang mengandung klorid dan sulfat di Rusia.

Oksidasi Metan oleh Bakteri Metanotrof

Gas metan secara alami diproduksi di lingkungan anaerob oleh arkhea metanogenik. Lahan sawah basah merupakan salah satu sumber emisi metan yang menghasilkan sekitar 115 Tongram metan per tahun atau sebesar 21% dari total metan yang dilepaskan ke atmosfer (Hanson & Hanson 1996).

Metan sebagai salah satu gas rumah kaca memiliki sifat meneruskan radiasi gelombang pendek atau cahaya matahari tetapi menyerap dan memantulkan radiasi gelombang panjang sehingga meningkatkan suhu di atmosfer bumi (Setyanto et al. 2004). Hanson dan Hanson (1996) melaporkan bahwa metan mampu menyerap radiasi infra merah 30 kali lebih besar dibandingkan karbondioksida sehingga metan mempunyai potensi lebih besar dalam pemanasan global.

Oksidasi metan dapat terjadi baik dalam keadaan anaerob maupun aerob di berbagai lingkungan seperti lahan basah, sawah, tanah gambut, tanah hutan, dan tambang batubara (Han et al. 2009). Oksidasi metan secara anaerob dilaporkan oleh Nercessian et al. (2005) terjadi di hydrothermal vents dan sedimen laut

(3)

 

dalam. Bakteri metanotrof yang ditemukan, diketahui melakukan simbiosis dengan berasosiasi di dalam jaringan insang Mytilidae yang hidup di lingkungan hydrothermal vents. Sejauh ini mikroorganisme yang berperan dalam oksidasi metan secara anaerob belum bisa dikulturkan. Mikroorganisme yang terlibat dalam oksidasi metan secara anaerob ini diidentifikasi sebagai arkhea metanotrofik (ANME), ANME-1 (Hinrich et al.1999), ANME-2 (Boetius et al. 2000), dan ANME-3 (Knittel et al. 2005).

Proses oksidasi metan dikatalisis oleh enzim metan monooksigenase (MMO). Tahap pertama oksidasi metan akan menghasilkan metanol yang kemudian dioksidasi menjadi formaldehida. Formaldehida kemudian diasimilasi ke dalam biomassa sel atau dioksidasi lebih lanjut menjadi karbondioksida untuk menghasilkan energi pereduksi untuk biosintesis dan hidroksilasi metan (Gambar 1) (Hanson & Hanson 1996). Auman et al. (2001) mengatakan sebagian besar metanotrof tipe I hanya mempunyai MMO yang berikatan dengan membran intrasitoplasmik yang disebut partikulat MMO (pMMO), sedangkan metanotrof tipe II dan Methylococcus juga mempunyai MMO yang berada di sitoplasma yang dinamakan soluble MMO (sMMO).

Berbagai penelitian dilakukan untuk mempelajari oksidasi metan pada metanotrof. Benstead et al. (1998) melaporkan bahwa dua bakteri metanotrof yaitu Methylobacter albus BG8 dan Methylosinus trichosporium OB3b mampu mengoksidasi metan pada kultur batch dengan substrat metanol. Pada penelitian sebelumnya oleh Best dan Higgins (1981) dilaporkan bahwa metanol merupakan inhibitor kompetitif bagi enzim MMO. Hilangnya aktivitas epoksidasi dan hidroksilasi kultur M. trichosporium OB3b yang ditumbuhkan dengan metanol menunjukkan bahwa sistem enzim yang berperan bersifat indusibel. Matheson et al. (1997) melaporkan tentang terhambatnya proses oksidasi metan pada Methylococcus capsulatus (Bath) ketika dipaparkan dengan hidroklorofluorokarbon 21, difluoroklorometan, fluorodiklorometan, dan berbagai metan terflorinasi.

Selama ini metanotrof diketahui hanya dapat mengoksidasi metan atau sumber karbon C1 lain seperti metanol dan metilamin. Akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh Dedysh et al. (2005b) menunjukkan bahwa metanotrof asidofilik

(4)

 

dari genus Methylocella juga dapat menggunakan senyawa multikarbon sebagai sumber karbon dan energi. Senyawa multikarbon yang dapat digunakan antara lain asetat, suksinat, piruvat, malat, dan etanol. Genus Methylocella terdiri dari M. palustris, M. silvestris, dan M. tundrae yang masing-masing diisolasi dari tanah gambut, hutan, dan tundra. Anggota genus tersebut dan Methylocapsa acidiphila mengelompok dalam satu klaster yang berbeda dengan metanotrof tipe II lain. Bahkan Methylocella lebih dekat kekerabatannya dengan Beijerinckia indica. Selain itu, tidak adanya sistem membran internal yang mengandung pMMO membuat Methylocella secara morfologi dan metabolisme berbeda dengan metanotrof lain. Dari fakta tersebut, genus Methylocella digolongkan sebagai metanotrof fakultatif.

Gambar 1 Jalur oksidasi metan dan asimilasi formaldehida pada metanotrof (Hanson & Hanson 1996).

Fiksasi Nitrogen pada Bakteri Metanotrof

Proses fiksasi nitrogen secara umum dapat terjadi melalui tiga cara. Pertama adalah fiksasi nitrogen yang terjadi secara alami melalui kilat dan total nitrogen yang difiksasi melalui proses ini diperkirakan sebesar 5-8%. Cara kedua adalah fiksasi nitrogen dari industri pembuatan pupuk melalui proses Haber-Bosch yang membutuhkan energi sangat besar dan memfiksasi nitrogen sebesar 50%. Terakhir adalah fiksasi nitrogen secara biologis yang dilakukan oleh mikroorganisme

(5)

 

diazotrof. Diazotrof tersebut bisa hidup bebas atau bersimbiosis dengan tumbuhan (Caton 2007).

Distribusi diazotrof di alam sangat luas dan meliputi bakteria dan arkhaea. Fiksasi nitrogen secara biologis hanya dapat dilakukan oleh bakteri dan arkhaea baik itu aerobik, mikroaerofilik, fakultatif maupun anaerob obligat yang mempunyai operon nif, yang mengkodekan enzim nitrogenase (Capone et al. 2006).

Metanotrof diketahui dapat mengekspresikan enzim nitrogenase dan memfiksasi nitrogen sebagai sumber N, meskipun proses ini terbatas pada beberapa genus saja. Metanotrof tipe II dan anggota metanotrof tipe X yaitu genus Methylococcus memperlihatkan kemampuan dalam memfiksasi nitrogen, sehingga dapat diaplikasikan pada lingkungan yang jumlah nitrogennyaterbatas (Carini et al. 2003). Selain itu, Auman et al. (2001) juga melaporkan bahwa metanotrof tipe I yaitu genus Methylomonas dan Methylobacter marinus A45 mengindikasikan adanya kemampuan dalam memfiksasi nitrogen.

Bakteri pemfiksasi nitrogen sebagian besar mempunyai gen struktural pengkode enzim nitrogenase yang terdiri dari nifH, D, dan K terletak berdampingan dalam satu operon. Ward et al. (2004) melaporkan bahwa Methylococcus capsulatus mampu memfiksasi nitrogen dan gen-gen struktural penyandi enzim nitrogenase (nifHDK) terletak berdampingan seperti bakteri pemfiksasi nitrogen lain. Perpanjangan dari gen-gen nif tersebut ialah nifE, nifN, dan nifX, berfungsi untuk sintesis kofaktor Fe-Mo. Gen-gen tersebut mempunyai kesamaan sekuen yang tinggi diantara bakteri diazotrof.

Proses fiksasi nitrogen bisa terjadi di berbagai lingkungan seperti di lahan basah seperti sawah (Sugitha & Kumar 2009), rizosfer (Zumft 1997), lingkungan akuatik (Hanson & Hanson 1996), lingkungan asam (Dedysh et al. 2004), acidic forest cambisol (Dunfield et al. 2003), thermal soil (Burr et al. 2006), bahkan laut dalam dan hydrothermal vents (Mehta et al. 2003).

Reaksi biokimia dari proses fiksasi nitrogen membutuhkan energi berupa ATP dalam jumlah besar, sehingga fiksasi nitrogen merupakan proses yang mahal. Selain ATP, pada proses fiksasi nitrogen juga dibutuhkan feredoksin tereduksi sebagai donor elektron, sitokrom sebagai protein pembawa elektron, dan koenzim.

(6)

 

Proses ini menghabiskan energi sebanyak 16 ATP untuk memfiksasi satu mol N2,

dengan stoikiometri sebagai berikut:

N2 + 8e- + 16 ATP + 16 H2O 2NH3 + H2 + 16 ADP + 16 Pi + 8 H+

(Caton 2007). Enzim Nitrogenase

Konversi nitrogen menjadi ammonia dikatalisis oleh enzim nitrogenase. Enzim ini merupakan suatu kompleks metallo-protein yang mempunyai struktur yang conserved. Nitrogenase terdiri dari dua komponen protein yang dapat larut yaitu komponen I berupa protein Fe-Mo dan komponen II yaitu protein Fe. Protein Fe berfungsi sebagai donor elektron yang bergantung ATP yang ditransfer kepada komponen I, sedangkan protein Fe-Mo mengandung situs katalitik enzim (Chai 2007). Penambatan nitrogen berlangsung secara anaerob atau mikroaerob, karena keberadaan oksigen akan dapat menghambat aktivitas enzim nitrogenase.

Komponen I (dinitrogenase) yang dikodekan oleh nifDK mempunyai berat molekul antara 220-250 kiloDalton. Subunit ini berbentuk tetramer dengan dua metallo-komplek heterodimer yang disebut klaster fosfat (P) dan kofaktor besi molibdenum (FeMo-co). Satu subunit memiliki sepasang α-β dan sepasang klaster P dan molekul FeMo-co. Molekul FeMo-co terdiri dari satu gugus homositrat dan MoFe3-S3. Komponen yang lebih kecil yaitu komponen II (dinitrogenase

reduktase) dikodekan oleh nifH memiliki berat molekul sekitar 60-70 kiloDalton. Komponen II tersusun oleh dua subunit identik α yang mempunyai gugus 4Fe-4S di tengah. Komponen ini juga memiliki dua situs pengikatan Mg-ATP yang terletak di setiap subunit, dimana bagian ini adalah donor elektron obligat kepada komplek Fe-Mo. Oleh karena itu, protein ini sangat esensial untuk proses fiksasi nitrogen (Caton 2007).

Nitrogenase alternatif dibentuk pada saat molibdenum terbatas. Enzim nitrogenase ini tidak mengandung molibdenum, tetapi digantikan oleh vanadium dan besi atau besi saja. Nitrogenase alternatif vanadium dan nitrogenase yang hanya mengandung besi saja masing-masing dikodekan oleh gen vnf dan anf dan mempunyai struktur heksamer yang dikodekan oleh operon vnfDGK dan anfDGK. (Jäntti 2007; Caton 2007).

(7)

 

Enzim nitrogenase sangat sensitif terhadap oksigen. Oleh karena itu oksigen merupakan salah satu faktor yang mengatur proses fiksasi nitrogen. Oksigen akan merusak enzim nitrogenase dan menghambat proses fiksasi nitrogen. Untuk organisme pemfiksasi nitrogen anaerob obligat, pengaturan terhadap konsentrasi oksigen tidak menjadi masalah karena lingkungan tempat hidupnya bebas oksigen, sedangkan organisme diazotrof aerob dan anaerob fakultatif mempunyai suatu mekanisme atau strategi tertentu untuk melindungi enzim nitrogenase dari paparan oksigen (Jäntti 2007).

Gen nifH dan nifD

Proses reduksi nitrogen menjadi ammonia secara genetik dikontrol oleh gen nif. Terdapat sekitar 20 gen nif pada Klebsiella pneumonia yang menyandikan aktivitas fiksasi nitrogen. Dalam proses fiksasi nitrogen terdapat sekitar 20 kb DNA untuk menyandikan gen-gen yang dibutuhkan untuk mengekspresikan komplek enzim (Tabel 1) (Lee et al. 2000; Caton 2007).

Tabel 1 Gen nif dan fungsinya

Gen nif Fungsi

nifA Aktivator transkripsi nifB Sintesis kofaktor Fe-Mo nifZ Maturasi dan aktivasi nifH nifH Struktur nitrogenase; protein Fe

nifD Struktur nitrogenase; protein Fe-Mo subunit α nifK Struktur nitrogenase; protein Fe-Mo subunit β nifE Sintesis kofaktor Fe-Mo

nifN Sintesis kofaktor Fe-Mo nifX Sintesis kofaktor Fe-Mo nifQ Sintesis kofaktor Fe-Mo

nifU Maturasi dan aktivasi, kumpulan dari klaster Fe-S nifS Maturasi dan aktivasi, sistein desulfurase homodimer nifV Sintesis kofaktor Fe-Mo; homositrat sintase

nifW Maturasi dan aktivasi; perlindungan terhadap oksigen dari protein Fe-Mo

nifT Belum diketahui

nifY/nafY Chaperon untuk protein Fe-Mo; nafY merupakan FeMo-co carrier

nifE Sintesis FeMo-co

nifM Flavodoxin; donor electron untuk nifH nifF Negative regulatory element nifL Positive regulatory element

(8)

 

Gen nifH dan nifD adalah gen yang sangat penting dalam proses fiksasi nitrogen karena menyandikan komplek enzim nitrogenase. Pada sebagian besar diazotrof, gen nifHDK letaknya saling bersebelahan. Analisis sekuen dari gen-gen yang berhubungan dengan fiksasi nitrogen dari berbagai diazotrof memperlihatkan penataan gen nif dan asosiasinya masing-masing sangat berbeda. Pada alfa dan gamma proteobakteria yang bertanggung jawab dalam proses transkripsi enzim nitrogenase ialah operon nifHDK, sedangkan pada diazotrof simbiosis yang tumbuh lambat enzim nitrogenasenya dikodekan oleh dua operon nifH dan nifDK (Choo et al. 2003).

Gen nifH sering digunakan sebagai penanda suatu mikroorganisme yang dapat memfiksasi nitrogen. Sekuen gen nifH dari bakteri pada berbagai habitat telah dibuat basis datanya dan beberapa primer oligonukleotida universal untuk mengamplifikasi gen nifH telah diketahui. Gen struktural lain pengkode nitrogenase ialah nifD. Gen nifD juga bisa digunakan sebagai penanda kemampuan suatu mikroorganisme dalam memfiksasi nitrogen, akan tetapi primer untuk amplifikasinya masih sedikit yang telah diketahui. Hal ini dapat dikatakan bahwa protein NifD kurang conserved jika dibandingkan dengan NifH, sehingga seleksi primer untuk deteksi dan amplifikasi gen nifD masih menjadi masalah yang signifikan (Fedorov et al. 2008). Ueda et al. (1995) mengatakan bahwa gen nifH sama sekali tidak mengalami perubahan selama melewati proses evolusi. Gen nifH mempunyai sekuen basis data non-ribosomal terbesar dari berbagai mikroorganisme. Gen nifH memperlihatkan keunikan filogenetik sehingga dapat dibuat hubungan kekerabatan dari mikroorganisme diazotrof. Karena sifatnya yang conserved, nifH merupakan alat molekuler yang ideal untuk mempelajari fiksasi nitrogen secara biologis di lingkungan. Selain itu nifH dapat juga digunakan untuk menentukan distribusi filogenetik dari setiap kelompok diazotrof. Karakterisasi Gen nif pada Bakteri Metanotrof

Beberapa peneliti telah melakukan karakterisasi gen nif pada kelompok bakteri metanotrof. Auman et al. (2001) melakukan karakterisasi fragmen gen nifH dari metanotrof tipe I dan tipe II melalui amplifikasi dengan PCR dan sekuensing DNA. Dari analisis sekuen nifH memperlihatkan bahwa sekuen nifH dari metanotrof tipe I (Methylobacter marinus A45, Methylomonas sp. LW 13 dan

(9)

 

LW 15, dan M. methanica S1) sekelompok dengan sekuen nifH dengan diazotrof dari gammaproteobakteria. Sedangkan metanotrof tipe II (Methylocystis sp. LW 2 dan LW 5, Methylosinus sp. PW 1, LW 3, LW 8, dan LW 4, dan M. trichosporium OB3b) sekelompok dengan sekuen nifH dengan diazotrof dari alfaproteobakteria.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Auman et al. (2001) menunjukkan perbandingan sekuen NifH pada tiga isolat Methylomonas memperlihatkan homologi yang tinggi (95-99%) dengan sekuen NifH bakteri pemfiksasi nitrogen yang diamplifikasi dari sampel perakaran padi dan danau air tawar. Sekuen NifH isolat metanotrof tipe II memperlihatkan homologi sebesar 94-99% dengan sekuen NifH dari berbagai lingkungan termasuk perakaran padi, danau air tawar, lautan oligotrofik, dan tanah hutan. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa metanotrof pemfiksasi nitrogen mempunyai penyebaran yang luas dan berperan penting dalam siklus nitrogen di berbagai lingkungan

Dedysh et al. (2004) melaporkan bahwa bakteri metanotrof asidofilik secara filogenetik berkerabat dekat dengan bakteri heterotrof pemfiksasi nitrogen dari genus Beijerinckia. Sekuen gen nifH dan nifD dari isolat metanotrof asidofilik Methylocella dan Methylocapsa serta dari Beijerinckia dibandingkan dengan sekuen gen nifH dan nifD dari isolat metanotrof asidofilik yaitu tipe I, alfaproteobakteria (Methylosinus dan Methylocystis) dan metanotrof tipe II, gammaproteobakteria. Dalam proses amplifikasi gen nifH digunakan kombinasi primer F1 dan nifH-r yang menghasilkan produk PCR 453 bp. Dari hasil amplifikasi nifD diketahui bahwa gen nifH dan nifD terletak pada operon yang sama yang menunjukkan bahwa organisasi gen nif pada isolat metanotrof asidofilik sama dengan alfaproteobakteria dan gammaproteobakteria (nifHDK).

Penelitian yang dilakukan Dedysh et al. (2004) juga menunjukkan bahwa nilai kemiripan sekuen NifH dan NifD pada Methylocapsa acidiphila B2 dan Beijerinckia lebih tinggi (98.5 % dan 96.6 %) dibandingkan dengan nilai kemiripan berdasarkan 16S rRNA. Dedysh et al. (2004) mengatakan, kemungkinan dua bakteri tersebut berasal dari nenek moyang bakteri pemfiksasi nitrogen asidofilik yang sama.

Gambar

Gambar 1  Jalur oksidasi metan dan asimilasi formaldehida pada metanotrof  (Hanson & Hanson 1996)

Referensi

Dokumen terkait

1) Aerobik: mikroorganisme yang membutuhkan oksigen untuk hidupnya. Termasuk dalam kelompok ini adalah bakteri kelompok Bacillus dan kapang. 2) Obligat anaerob:

glutamicum merupakan bakteri gram positif yang tidak bergerak, bersifat anaerob fakultatif, berbentuk batang, tidak membentuk endospora, dan irregular seperti yang terlihat

Mengukur aktivitas oksidasi metan dan fiksasi N 2 dari isolate bakteri metanotrof asal sawah dan menyeleksi bakteri metanotrof potensial yang memiliki aktivitas oksidasi metan

berperan dalam bakteri fiksasi nitrogen yang hidup

Zymomonas mobilis merupakan bakteri anaerob fakultatif yang mampu memanfaatkan sukrosa, glukosa dan fruktosa sebagai sumber energinya dalam menghasilkan etanol dan CO2, mempunyai

Bacillus adalah bakteri anaerob Gram- positif, aerob atau fakultatif, berbentuk batang, dan chemoorganotrophic. Hal ini mungkin berkontri- busi pada penyebaran

Fiksasi alami nitrogen dari atmosfir dapat dilakukan oleh bakteri tanah agar ketersediaan unsur nitrogen bagi tanaman tetap tercukupi meskipun tumbuh di wilayah marjinal

KARAKTERISTIK Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat anaerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya