• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Budaya antre dalam kehidupan masyarakat di dalamnya sangat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Budaya antre dalam kehidupan masyarakat di dalamnya sangat"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Antre atau yang lebih kita kenal dengan sebutan antre berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah berdiri berderet-deret memanjang menunggu untuk mendapat giliran (membeli karcis, mengambil ransum, membeli bensin, dan sebagainya). Mengantre adalah berdiri di deretan memanjang sambil menunggu giliran untuk dilayani mengambil (membeli, dan sebagainya) sesuatu. Antrean adalah deretan orang, barang olahan, atau unit yang sedang menunggu giliran untuk dilayani, diolah, dan sebagainya. Pengantre adalah orang yang mengantre. Pengantrean adalah proses, cara, perbuatan mengantre.1

Budaya antre dalam kehidupan masyarakat di dalamnya sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisi yang biasa dilakukan di wilayahnya. Berdasarkan pada prinsip yang telah dijalani, dan menjadi bagian penting kehidupan sosialnya. Pentingnya ketertiban dan kelancaran sistem antre dalam rangka memenuhi kebutuhan akan sesuatu berbentuk barang atau jasa yang langka atau jumlahnya terbatas ditentukan oleh sistem nilai budaya yang dijadikannya pedoman dalam bertindak.

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa, sosiologi hukum merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang antara lain meneliti, mengapa manusia patuh pada hukum, dan mengapa dia gagal untuk mentaati hukum tersebut serta

(2)

2

faktor-faktor sosial lain yang mempengaruhinya (Pokok-Pokok sosiologi hukum).2

Pada zaman modern ini antre menjadi sebuah aturan yang harus ditaati pada beberapa sistem bermasyarakat dalam penggunaan beberapa sarana dan prasarana umum. Hal ini dapat terlihat misalnya saja pada saat mengantre di lampu merah, mengantre untuk masuk dan keluar pintu tol, mengantre untuk masuk dan keluar dari parkiran kendaraan, dan sebagainya.

Secara tidak langsung dalam antre terlihat ada pengklasifikasian atau pemikiran munculnya kelas dalam masyarakat oleh pemilik yang diantrekan atau ada perlakuan khusus. Pengklasifikasian di desain khusus misalnya, jalur antre terkadang dibuat berbeda untuk bagian-bagian atau orang-orang khusus yang telah dibedakan dilihat dari statusnya oleh pemilik yang diantrekan. Budaya antre telah menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk diriset lebih lanjut, dimana banyak hal yang dapat diangkat dari bahasan mengenai antre. Salah satunya adalah budaya antre secara tradisi dan budaya antre pada saat ini yang harus ditaati oleh masyarakat sebagai pelaku antre yang menjalankan budaya antre. Terdapat juga penyimpangan dalam budaya antre yang terjadi pada saat ini. Semua orang di lingkungan umum memang memiliki kepentingan yang sama dalam mendapatkan sesuatu. Akan tetapi saat budaya mengantre tak diterapkan. Hal ini, seringkali akan berujung pada hal buruk yang tak diinginkan.

2http://laelasweetyy.blogspot.com/2013/02/mengapa-sosiologi-menempati-kedudukan.html diakses pada

(3)

3

Selama ini beberapa alasan orang tidak mau mengantre misalnya karena terburu-buru ingin mendapatkan sesuatu dengan segera, tidak mau didahului oleh orang lain, dan juga karena takut tidak mendapatkan apa yang ingin dicapai dari antre tersebut. Semua itu justru akan menyebabkan ketidaknyamanan bahkan bisa menimbulkan banyak korban jiwa yang berjatuhan. Kehidupan di masyarakat akan tertib apabila segenap individunya dapat mengendalikan ego dan lebih mementingkan kepentingan bersama ketimbang kepentingan pribadi.

Di tengah kehidupan masyarakat juga sudah ada berbagai aturan baik yang bersifat resmi maupun tidak resmi yang berfungsi untuk mengatur perilaku dan tindakan kita. Dengan demikian kehidupan sosial masyarakat dapat berjalan dan menciptakan suasana yang kondusif, tertib, tanpa harus merugikan kepentingan pribadi dan juga kepentingan orang lain. Selain peraturan yang telah ada juga diperlukan kedewasaan dari setiap individu untuk dapat memahami dan menerapkan budaya antre dalam berbagai hal.

Fenomena menunjukkan, saat ini telah terjadi perubahan pada budaya antre masyarakat kita yang dapat mencerminkan karakter dari masyarakat kita yang sesungguhnya. Masyarakat dewasa ini banyak yang mulai kehilangan nilai-nilai sosialnya. Tren atau kecenderungan masyarakat kita sekarang mulai tersentuh dengan nilai-nilai yang bukan berakar dari bumi pertiwi yaitu sikap individualistik dan materialistik yang selalu mengagungkan akan sikap egois, menang sendiri dan materi.

(4)

4

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat budaya antri ini ke dalam sebuah karya film dokumenter. Perubahan budaya antre juga memiliki fenomena lain yang di antaranya adalah antre dari pembagian berdasarkan kasta, bangsawan, agamawan, pemodal, orang biasa dan yang tidak terklasifikasi miskin dan gembel hingga masa kini “antre yang sama” dimana hal tersebut dibuat secara diam-diam dibedakan. Contoh-contoh di antaranya adalah antre saat nonton atau event, antre tiket kendaraan, antre makan pada resepsi pernikahan, antre di rumah sakit (yang parah didahulukan), dan lain sebagainya.

1.2Rumusan Ide Penciptaan

Film dokumenter yang berjudul “The Art Of Queue (Seni Mengantre)” ini telah mengangkat suatu fenomena dalam budaya antre yang menitik beratkan pandangan pada pengklasifikasian antre dalam masyarakat oleh pemilik yang diantrekan atau ada perlakuan khusus. Karena terdapat perbedaan di setiap perilaku antre pada prosesnya maka penulis menyisipkan kata seni pada judul film ini. Terdapat paradox yang muncul mengenai hal semakin maju suatu negara, semakin tertib jalur antrenya. Sehingga dapat diketahui tentang bagaimana perubahan budaya antre yang terjadi pada saat masih terdapat pengaruh nilai-nilai tradisi dan saat dimana antre telah menjadi aturan yang harus dilakasanakan, serta dapat terklasifikasi berdasarkan antre karena kesehatan fisik, antre karena reputasi, antre karena gender, maupun antre karena usia.

(5)

5

Berdasarkan beberapa informasi, penulis merumuskan ide penciptaan yang dapat dijabarkan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut :

1) Apakah yang terjadi saat antre masih menggunakan atau mengadaptasi nila-nilai tradisi dari suatu wilayah ?

2) Apa saja penyimpangan yang mungkin muncul dalam melakukan proses antre ?

3) Bagaimana cara yang dapat dilakukan agar budaya antre menjadi dapat dipatuhi ?

4) Bagaimana pengklasifikasian budaya antre yang berkembang di masyarakat ?

1.3Keaslian/Orisinalitas

Melalui pemaparan visual dan beberapa informasi yang didapatkan penulis dari beberapa sumber mengenai budaya antre, pengemasan dokumenter ini akan mengedepankan bentuk dokumenter naratif, kontennya akan mengupas beberapa hal mengenai antri.

Antre menjadi kegiatan yang biasanya terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Dalam film ini, penulis menggunakan beberapa lokasi sebagai

sample dari kegiatan antre yang sering terjadi di masyarakat. Lokasi-lokasi tersebut diantaranya adalah Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta.

Berdasarkan referensi yang didapatkan, penulis merasa pembuatan film dokumenter mengenai budaya antre belum penulis temukan. Akan tetapi terdapat beberapa iklan layanan masyarakat yang membantu penulis untuk

(6)

6

lebih terinspirasi dengan fenomena antre yang ada pada saat ini. Sehingga dengan teknik dokumenter secara naratif, dan pembahasan mengenai informasi tentang pengaruh nilai tradisi dan adanya aturan dalam pengklasifikasian pada budaya antre dapat dipertanggung jawabkan keorisinalannya, jika pun terdapat karya yang serupa dapat dijadikan suatu bahan perbandingan yang selanjutnya dapat berguna sebagai bahan untuk referensi, dan juga sebagai media untuk menjadi sebuah literatur dalam jenis dokumen nontekstual.

Sulistyo Basuki (1996) membedakan literatur (dokumen) berdasarkan sifatnya, salah satunya adalah dokumen nontekstual. Dokumen nontekstual juga memuat teks tertulis, namun bagian utamanya disajikan dalam bentuk bukan tertulis atau bentuk lain. Bentuk lain yang dimaksud misalnya bentuk gambar, suara dengan tujuan untuk dilihat, didengar, ataupun dimainkan oleh pemakai. Dokumen nontekstual dapat dibagi menjadi :

1) Dokumen ikonik, misalnya peta, atlas, lukisan, foto, dan lain - lain. 2) Dokumen suara berupa rekaman suara, radio, kaset, dan lain - lain. 3) Dokumen audio visual atau dokumen pandang dengar, misalnya

televisi, film, dan video.

4) Dokumen yang bersifat material, artinya jelas dapat dipegang, diraba, dan dilihat, misalnya bola dunia, karya artistik, monumen, dan lain - lain.

(7)

7

1.4.1 Tujuan

Melalui film dokumenter yang berjudul “The Art Of Queue (Seni Mengantre)”, penulis memiliki beberapa tujuan yang ingin direalisasikan selanjutnya untuk memberi dampak yang signifikan. 1) Tujuan Khusus

(1) Menjadi bahan referensi karya yang akan selanjutnya akan dapat digunakan oleh rekan-rekan mahasiswa maupun mahasiswi di bidang studi Televisi dan Film (STSI Bandung). Sekaligus menjadi bahan yang akan membantu pemahaman rekan-rekan dalam pengalaman pembuatan film dokumenter dengan rangkaian audio-visual.

(2) Menjadi sebuah konten yang mengglobal, dimana setiap proses dalam penggalian informasi mengenai antre dapat menjadi referensi bagi rekan-rekan di STSI Bandung. Konten dapat dikaji lebih lanjut sebagai acuan untuk pertimbangan pengembangan konsep tentang antre di beberapa negara, sehingga pemahaman mengenai konten akan dipahami lebih lanjut.

2) Tujuan Umum :

(1) Media untuk menyampaikan informasi kepada khalayak masyarakat yang perlu untuk tahu mengenai pentingnya budaya antre pada saat ini, sehingga melalui film ini masyarakat dapat

(8)

8

menilai bagaimana pengaruh nilai tradisi dan pengaplikasian antre pada proses bermasyarakat yang dilakukan.

(2) Memberi sebuah perspektif yang menarik tentang antre yang harus diaplikasikan saat sekarang ini, mengaplikasikan nilai-nilai dalam bersosialisasi dan menumbuhkan kembali sikap toleransi.

1.4.2 Manfaat

Sesuai dengan uraian mengenai tujuan di atas diharapkan dapat memberikan manfaat secara khusus dan umum, di antaranya sebagai berikut.

1) Manfaat Khusus :

(1) Sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang sosial-budaya dan juga sebagai proses pengaplikasian untuk membuat karya bagi rekan-rekan di bidang studi Televisi dan Film selanjutnya yang kemudian proses tersebut diharapkan dapat berkembang demi menunjang pengembangan dan penambahan ilmu di bidang film.

(2) Menjadi sebuah referensi film yang dapat menginspirasi rekan-rekan di bidang studi Televisi dan Film dalam pengangkatan konsep mengenai fenomena-fenomena toleransi dan bersosialisasi pada masyarakat urban yang terus meningkat dan berkembang pada saat ini.

(9)

9

2) Manfaat Umum :

(1) Menjadi salah satu pusat informasi yang akan memberi tambahan ilmu pengetahuan bagi masyarakat, mengenai psikologi sosial masyarakat dalam pengaruhnya pada budaya antre yang ada pada saat ini.

(2) Suatu cara untuk membuat campaigne tentang pentingnya antre untuk mendapatkan sesuatu baik dalam menggunakan sarana publik atau bergilir untuk mendapatkan sesuatu.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya hasil belajar, pada Post test dari 22 siswa hanya 8 siswa yang telah mencapai Standar Ketuntasan Minimal (SKM) ≥75, dengan nilai

ODHA yakni informan adalah seorang waria yang sudah cukup lama menderita HIV/AIDS sebagai indikasi bahwa waria ODHA tersebut sudah mampu bertahan hidup dengan infeksi

sisi lain, siswa dengan kreativitas belajar matematika rendah pada kelas yang mendapat. pembelajaran langsung tetap membutuhkan waktu untuk menemukan ide

Jenis data penelitian adalah data sekunder yang diperoleh dari Kantor Catatan Sipil, melalui dokumentasi, metode analisis dan pengembangan sistem yang digunkan adalah metode

Rasio lancar ( Current Ratio ) merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva

Proses pemungutan pajak Restoran yang dilakukan oleh DISPENDA terhadap instasni pengguna jasa layanan makanan/minuman yang disediakan oleh Restoran, yang dimuat dalam DPA dan

Adapun hambatan-hambatan yang ditemui oleh Reserse Kriminal Polres Tulang Bawang dalam mengungkap tindak pidana pembunuhan : dapat ditinjau dari faktor subtansi

Bapak dan ibu Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjalankan studi