• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT DIGITAL DIVIDE PADA PERKULIAHAN ONLINE DI MASA PANDEMI COVID-19; PERSPEKTIF MAHASISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINGKAT DIGITAL DIVIDE PADA PERKULIAHAN ONLINE DI MASA PANDEMI COVID-19; PERSPEKTIF MAHASISWA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT DIGITAL DIVIDE PADA PERKULIAHAN ONLINE DI MASA PANDEMI

COVID-19; PERSPEKTIF MAHASISWA

Radhia Shaleha1

1Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri

Antasari Banjarmasin

Email: radhiashalehamajid@gmail.com

ABSTRAK

Pandemi covid-19 mengharuskan perkuliahan dilakukan secara online dengan memaksimalkan pemanfaatan teknologi digital. Penguasaan dan akses terhadap teknologi digital menjadi hal yang niscaya di era pembelajaran 4.0. Terjadinya kesenjangan digital (digital divide) baik dalam bentuk first digital divide maupun second digital divide menjadi faktor yang menghambat proses perkuliahan online. Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan tingkat kesenjangan digital dalam perkuliahan online berdasarkan perspektif mahasiswa program studi PAI UIN Antasari Banjarmasin. Metode dalam penelitian ini menggunakan survey dengan sampel mahasiswa PAI angkatan 2017 sebanyak 61 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner online untuk selanjutnya dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Berdasarkan data yang diperoleh diketahui tingkat first digital divide tertinggi terjadi pada akses software dengan kategori sedang yang dalami 65,6% mahasiswa, sedangkan tingkat second digital divide tertinggi terjadi pada keterampilan menggunakan teknologi digital mahasiswa dengan kategori sedang yang juga dialami 65,6% mahasiswa. Diharapkan dengan dilakukannya pengukuran tingkat digital divide pada mahasiswa ini menjadi bahan pertimbangan perbaikan kualitas perkuliahan online kedepan.

Kata kunci : Digital Divide, Pembelajaran 4.0, Perkuliah Online

PENDAHULUAN

Munculnya jenis penyakit mematikan baru akibat virus corona atau lebih dikenal dengan covid-19 yang dapat ditularkan antar manusia melalui interaksi fisik telah menyebar ke seluruh dunia dengan begitu cepat dan masif serta memakan banyak korban jiwa. Demi memutus mata rantai penyebaran virus ini seluruh dunia telah menerapkan physical distancing atau pembatasan interaksi sosial secara fisik. Kondisi ini berdampak pada seluruh lini kehidupan tak terkecuali proses perkuliahan, kegiatan belajar mengajar yang semula dilakukan dengan tatap muka harus diganti dengan pembelajaran jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi digital atau lebih dikenal dengan perkuliahan online (Mustofa et al., 2019)

Perkuliahan online dengan mengintegrasikan teknologi digital menjadi suatu keharusan untuk dilaksanakan bukan hanya karena pandemi covid-19 yang melanda dunia tetapi juga sebagai tuntutan mendasar di era revolusi industri 4.0 mengingat di era ini teknologi digital menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia.

Dewasa ini juga muncul konsep merdeka belajar dan kampus merdeka, term “merdeka” menitikberatkan pada pemberian kebebasan dan kesempatan yang seluas-luasnya pada mahasiswa untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya melalui penguasaan multi literasi, salah satunya adalah literasi data dan teknologi.

Masa pandemi covid-19 dan fenomena pelaksanaan perkuliahan online “dadakan” secara tidak sengaja telah menguji konsep merdeka belajar yang akan diterapkan pada pendidikan negeri ini.

Kehadiran perkuliahan online pada masa covid-19 ini seharusnya memberikan kemudahan dan kenyamanan pada mahasiswa untuk tetap bisa mengikuti dan mengakses perkuliahan tanpa batas ruang dan waktu, namun pada kenyataannya pelaksanaan perkuliahan online ini bukan berjalan tanpa masalah. Perbedaan kapasitas dan kapablitas kampus, dosen, dan mahasiswa dalam melaksanakan perkuliahan online menjadi masalah mendasar yang harus segera diselesaikan terutama dalam hal kesenjangan digital atau digital divide.

(2)

Kesenjangan digital atau digital divide merupakan kondisi kesenjangan akses teknologi digital yang terbagi menjadi dua bentuk. Pertama first digital divide berupa kesenjangan akses digital yang meliputi kesenjangan kepemilikan hardware, software, dan koneksi internet. Kedua second digital divide berupa perbedaan keterampilan dan motivasi dalam menggunakan teknologi digital. (Rössler et al., 2017). Kedua bentuk kesenjangan digital ini menjadi penghambat dalam proses pelaksanaan perkuliahan online di tengah pandemi covid-19 yang dialami oleh mahasiswa maupun dosen.

Baru-baru ini kasus jatuhnya seorang mahasiswa dari menara masjid demi mencari signal untuk mengikuti kuliah online telah memberi warna duka dunia pendidikan tanah air (Kompas.com). Ketersediaan akses digital tiap daerah di tanah air tidak merata terutama antara daerah perkotaan dan pedesaan. Demikian pula dengan yang terjadi di kampus UIN Antasari Banjarmasin dimana mahasiswanya tersebar di daerah Kal-Sel dan Kal-Teng bahkan luar Kalimantan dengan kondisi infrastruktur internet yang beragam.

UIN Antasari Banjarmasin menerapkan perkuliahan online sejak Maret 2020 berdasarkan pada Surat Edaran Rektor Nomor 367/Un.14/HM.01/03/2020 tanggal 31 Maret 2020 tentang penyesuaian sistem kerja pegawai dalam upaya pencegahan penyebaran covid-19 UIN Antasari Banjarmasin yang berada di wilayah dengan penetapan pembatasan sosial berskala besar.

Berdasarkan hasil penjajakan awal

penulis pada mahasiswa UIN Antasari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan yang mengikuti perkuliahan online pada masa pandemi covid-19 rata-rata mengalami kendala akses perkuliahan online yang tidak lancar.

Beberapa studi yang membahas mengenai kendala dalam pelaksanaan perkuliahan online menyebutkan bahwa rata-rata dosen dan mahasiswa mengalami kendala dalam akses internet sehingga menghambat kelancaran proses perkuliahan online (Gunawan, 2020). Selain itu perkuliahan online juga dinilai boros kouta internet (Dyla Fajhriani. N et al., 2020). Beberapa penelitian di atas berusaha menggambarkan kendala-kendala umum yang dihadapi mahasiswa dalam mengakses perkuliahan online. Penelitian ini mencoba mendeskripsikan kendala perkuliahan online dalam sudut pandang kesenjangan digital mengunakan teori digital divide oleh Jan AGM Van Dijk melalui perspektif mahasiswa.

Diharapkan dengan diketahunya tingkat digital divide ini menjadi bahan masukan untuk perbaikan kualitas perkuliahan online kedepan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan dengan pendekatan kuantitatif, metode yang digunakan adalah survey dengan mengedarkan kuesioner online dalam bentuk skala likert yang telah melalui tahap uji validitas dan releabilitas untuk selanjutnya dianalisis menggunakan statistik deskriptif dengan bantuan aplikasi SPSS for windows versi 22. Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa prodi PAI UIN Antasari Banjarmasin angkatan 2017 yang diambil menggunakan teknik simple random sampling dengan total responden 61 orang.

Item dalam kuesioner online ini terdiri atas pernyataan favorable dan unfavorable untuk setiap indikator tingkat digital divide. Alternatif jawaban terdiri atas empat pilihan dalam bentuk skala Likert yang meliputi Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) (Sugiyono, 2016). Setiap alternatif jawaban memiliki skor bertingkat dari 4, 3, 2, 1 untuk pernyataan favorable dan kebalikannya untuk pernyataan unfavorable.

Jawaban dari item-item ini kemudian dirata-ratakan untuk setiap indikator selanjutnya dikategorikan menjadi tiga tingkatan berupa kategori tinggi, sedang, dan rendah. Diasumsikan semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin rendah tingkat digital divide yang dialami, batas kriteria pengkategorian skor adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Pedoman pengkategorian skor Kategori Rentang Skor

Tinggi x<=1,3 Sedang 1,3<x<2,6 Rendah x>=2,6

Penelitian ini dilakukan setelah mahasiswa menjalani perkuliahan online selama 9 minggu dengan pengumpulan data penelitian sejak 22 Mei sampai 7 Juni 2020.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat First Digital Divide pada Perkuliahan Online

Kesenjangan digital tingkat pertama atau first digital divide mengacu pada kesenjangan terhadap akses internet secara fisik, berdasarkan data temuan lapangan diketahui tingkat first digital divide pada perkuliahan online yang dialami mahasiswa UIN Antasari Banjarmasin adalah sebagai berikut:

(3)

1. Akses software

Software yang digunakan dalam perkuliahan online di masa pandemi covid-19 ini umumnya berupa aplikasi Zoom, Google Classroom, Whatsapp Group, Edmodo atau Learning Management Sistem (LMS) yang dikembangkan kampus secara mandiri (Latip, 2020). Beberapa aplikasi di atas memerlukan proses penginstalan pada perangkat digital baik berupa PC, laptop, dan smartphone. Berikut data statistik perspektif mahasiswa terhadap tingkat digital divide dari segi software perkuliahan online.

Tabel 2. Kesenjangan mahasiswa mengakses software

perkuliahan online

Kategori Frekuensi Persentase

Tinggi - -

Sedang 40 65,6%

Rendah 21 34,4%

Berdasarkan data di atas diketahui sebanyak 65,6% tingkat kesenjangan akses software perkuliahan online oleh mahasiswa tergolong pada kategori sedang, dengan kata lain secara umum mahasiswa masih kesulitan mengakses aplikasi yang diperlukan untuk pelaksanaan perkuliahan online. Hal ini terjadi mengingat mahasiswa belum sepenuhnya beradaptasi dengan perubahan metode perkuliahan serta kurangnya pemahaman terhadap fitur-fitur yang ada pada aplikasi kuliah online (Gunawan, 2020)

2. Akses Hardware

Pada umumnya mahasiswa menggunakan laptop atau smartphone untuk mengakses perkuliahan online. Kepemilikan terhadap perangkat keras (hardware) ini menjadi modal utama agar tidak ketinggalan dalam pembelajaran. Berikut data tingkat digital divide dari segi hardware.

Tabel 3. Kesenjangan mahasiswa mengakses

Hardware perkuliahan online Kategori Frekuensi Persentase

Tinggi - -

Sedang 14 23%

Rendah 47 77%

Berdasarkan data di atas diketahui sebagian besar mahasiswa mengalami tingkat digital divide dalam bentuk hardware sebesar 77% dengan kategori rendah, dengan kata lain sebagian besar mahasiswa tidak mengalami kesulitan dalam mengakses hardware untuk keperluan perkuliahan online.

Sebagai generasi milineal kepemilikan terhadap hardware ini hampir merata di kalangan mahasiswa hanya saja tingkat kecanggihannya bervarasi tergantung pada jenis produk dan kelengkapan fitur. Faktor ekonomi dan tujuan penggunaan turut memengaruhi kepemilikan hardware oleh masyarakat, hal senada dikemukakan oleh Van Deursen & Van Dijk (2019)

bahwa kecepatan perkembangan teknologi digital yang terjadi tidak selalu diimbangi dengan terjadinya pemerataan kepemilikan pada masyarakat, hal ini lah yang kemudian mengekalkan first digital divide.

Disamping itu pemilihan hardware yang kurang tepat juga menjadi faktor penghambat tampilan perkuliahan online, penggunaan smart phone untuk mengakses perkuliahan online dinilai kurang efektif karena tampilan layar yang tidak full screen jika dibanding dengan menggunakan PC atau laptop (Khusniyah & Wana, 2020).

3. Akses Koneksi Internet

Koneksi internet dalam penelitian ini meliputi kemudahan akses jaringan internet dan ketersediaan kouta internet. Dua faktor ini menjadi penentu kelancaran untuk terhubung dalam perkuliahan online, ironisnya dua hal ini pula yang kerap kali menjadi kendala dalam perkuliahan online.(Abidin & Arizona, 2020).

Tabel 4. Kesenjangan mahasiswa mengakses jaringan internet

Kategori Frekuensi Persentase

Tinggi 1 1,6%

Sedang 23 37,7%

Rendah 37 60,7%

Data di atas menunjukkan sebanyak 60,7% mahasiswa mengalami kesenjangan kualitas jaringan kategori rendah artinya sebagan besar mahasiswa memliki akses jaringan yang memadai untuk mengikuti perkuliahan online, namun sebanyak 37,7% mengalami kesenjangan kualitas jaringan kategori sedang, serta terdapat 1,6% berada pada kategori tinggi. Hal ini terjadi mengingat pada masa pelaksanaan perkuliahan online sebagian besar mahasiswa PAI UIN Antasari kembali ke kampung masing-masing dimana kualitas jaringan antar daerah tidak sama. Kualitas jaringan yang buruk akan berdampak pada terhambatnya mahasiswa mengakses perkuliahan online baik materi maupun pengumpulan tugas (Firman & Rahayu, 2020).

Ketersediaan kouta internet juga memengaruhi mahasiswa mengakses perkuliahan online. Berkut data kesenjangan kouta internet yang dialami mahasiswa.

Tabel 5. Kesenjangan ketersediaan kouta internet mahasiswa

Kategori Frekuensi Persentase

Tinggi 6 9,8%

Sedang 31 50,8%

Rendah 24 34,4%

Berdasarkan tabel di atas sebagian besar atau 50,8% mengalami kesenjangan kategori sedang. Hal ini menunjukkan masih banyak mahasiswa yang tidak sepenuhnya memiliki kouta internet yang cukup untuk perkuliahan online. Untuk dapat mengakses perkuliahan melalui aplikasi Zoom dan

(4)

jenis teleconference lainnya memerlukan kouta internet lebih boros jika dibanding dengan menggunakan aplikasi chat group (Firman & Rahayu, 2020).

Beberapa temuan di atas menggambarkan tingkat first digital divide yang dialami mahasiswa PAI UIN Antasari Banjarmasin dalam perkuliahan online, berikut grafik perbandingan tingkat first digital divide per indikator yang dominan dialami mahasiswa PAI UIN Antasari.

Gambar 1. Grafik perbandingan tingkat first digital divide

Grafik di atas memperlihakan mahasiswa PAI UIN Antasari Banjarmasin tidak mengalami kesenjangan terhadap akses hardware namun kondisi ini tidak berbanding lurus dengan akses software dan ketersediaan kouta internet yang masih tergolong pada kesenjangan kategori sedang.

Tingkat Second Digital Divide pada Perkuliahan Online

Kesenjangan digital versi kedua atau second digital divide mengacu kepada ketidaksetaraan keterampilan dan motivasi dalam menggunakan teknolog digital. Pada penelitan ini tingkat second digital divide meliputi kemampuan mengunakan teknologi digital oleh mahasiswa dan dosen, serta motivasi mahasiswa dalam menggunakan teknologi digital dalam perkuliahan online.

1. Kemampuan menggunakan teknologi digital Era revolusi industri 4.0 merupakan masa digunakannya teknologi digital secara besar-besaran di setiap aspek kehidupan, dunia pendidikan dituntut untuk mampu berinovasi dan beradaptasi dengan teknologi digital sehingga kemampuan menggunakan aplikasi digital merupakan suatu kebutuhan pokok dan mendesak terutama di masa pandemi covid-19 ini. Berikut data kesenjangan kemampuan mengunakan teknologi digital dalam perkuliahan online yang dialami mahasiswa dan dosen.

Tabel 6. Kesenjangan kemampuan menggunakan teknologi digital mahasiswa

Kategori Frekuensi Persentase

Tinggi - -

Sedang 40 65,6%

Rendah 21 34,4%

Tabel di atas memperlihatkan sebanyak 65,6% mahasiswa mengalam kesenjangan kategori sedang sedangkan sisanya berada pada kategori rendah, dengan kata lain sebagian besar mahasiswa masih kesulitan dalam menggunakan teknologi digital dalam perkuliahan online.

Mahasiswa sebagai generasi Z atau generasi digital native terbiasa hidup berdampingan dengan teknologi digital dan lebih ahli dalam mengoperasikan teknologi dibanding dengan generasi sebelumnya (Zahra & Syahda, 2020) namun ternyata hal ini tidak serta merta membuat mereka terampil menggunakan teknologi digital dalam perkuliahan online.

Data berikutnya menunjukkan kesenjangan kemampuan menggunakan teknologi digital yang dialami dosen dalam perspektif mahasiswa. Tabel 7. Kesenjangan kemampuan menggunakan

teknologi digital dosen

Kategori Frekuensi Persentase

Tinggi 3 4,9%

Sedang 33 54,1%

Rendah 25 41%

Berdasarkan tabel di atas diketahui sebanyak 54,1% mahasiswa merasa dosen mengalami kesenjangan dalam keterampilan menggunakan teknologi digital dalam perkuliahan online dengan tingkat kategori sedang dan sebanyak 4,9% berada pada tingkat tinggi. Dosen yang umumnya tergolong pada generasi X atau digital transmigrant mengalami kesulitan beradaptasi dengan pemanfaatan teknologi digital (Mubarak, 2018).

Pelaksanaan proses pembelajaran jarak jauh bisa terlaksana dengan baik jika pengajar atau dosen memiliki kemampuan yang baik dalam keterampilan teknologi atau literasi digital yang baik pula (Latip, 2020).

2. Motivasi menggunakan teknologi digital Motivasi merupakan unsur penting dalam proses pembelajaran, ia menjadi sumber kekuatan seseorang dalam melakukan sesuatu. Perubahan metode pembelajaran dari tatap muka menjadi berbasis online memerlukan adaptasi baru dan tidak jarang menimbulkan keterkejutan jika tidak dipersiapkan dengan matang, untuk itulah motivasi diperlukan. Motivasi mengunakan teknologi digital dalam pembelajaran online pada penelitian ini ditinjau berdasarkan perasaan mahasiswa mengikuti perkuliahan online, kemudahan penggunaan, dan kebermanfaatan.

(5)

Tabel 8. Kesenjangan motivasi mahasiswa menggunakan teknologi digital

Kategori Frekuensi Persentase

Tinggi - -

Sedang 27 44,3%

Rendah 34 55,7%

Tabel di atas memperlihatkan sebanyak 55,7% mahasiswa mengalami kesenjangan dalam motivasi mengikuti perkuliahan online kateori rendah, sisanya sebanyak 44,3% berada pada kategori sedang. Dapat dikatakan sebagian besar mahasiswa tidak mengalami kesenjangan dalam motivasi menggunakan teknologi digital. Hal ini tidak terlepas dari faktor karakteristik generasi mahasiswa sebagai digital native dimana teknologi digital menjadi aktivitas keseharian dan kebutuhan pokok.

Disamping itu, kesenjangan motivasi pada tingkat sedang juga perlu mendapat perhatian. Terdapat beberapa hal yang tidak bisa dicapai melalui perkuliahan online seperti unsur-unsur emosional dalam pembelajaran, jika dalam perkuliahan tatap muka mahasiswa bisa mengekspresikan rasa hormat pada dosen, rasa persaudaraan antar teman, dan melepaskan rindu untuk saling bertemu dan berinteraksi. Tidak terpenuhinya unsur tersebut turut memengaruhi motivasi mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan online (Watnaya et al., 2020).

Berikut grafik perbandingan tingkat second digital divide yang dominan terjadi menurut prespektif mahasiswa PAI UIN Antasari Banjarmasin.

Gambar 2. Grafik perbandingan tingkat second digital divide

Grafik di atas memperlihatkan mahasiswa PAI UIN Antasari Banjarmasin umumnya tidak mengalami kesenjangan dalam motivasi menggunakan teknologi digital namun mengalami kesenjangan dalam keterampilan penggunaan teknologi digital baik mahasiswa maupun dosen.

KESIMPULAN

Perkuliahan online di masa pandemi covid-19 mengalami permasalahan berupa digital divide yang terjadi pada mahasiswa maupun dosen.

Tingkat first digital divide yang dialami Mahasiswa PAI UIN Antasari Banjarmasin pada umumnya terjadi pada akses software dan ketersediaan kouta internet. Sementara tingkat second digital divide pada umumnya terjadi pada kemampuan dalam menggunakan teknologi digital perkuliahan online. Diperlukan usaha untuk mengurangi tingkat digital divide demi pelaksanaan perkuliahan online yang lebih optimal, diharapkan mahasiswa dan dosen bersama-sama meningkatkan keterampilan dalam menggunakan teknologi digital sebagai modal utama untuk melaksakan perkuliahan online, disamping itu pihak kampus diharapkan memberikan pelatihan atau instruksi dalam pelaksanaan perkulahan online agar berjalan lebih efektif serta memberikan bantuan bagi mahasiswa yang kesulitan memenuhi kouta internet.

DAFTAR PUSTAKA

Latip, Abdul. (2020). Peran Literasi Teknologi Informasi Dan Komunikasi Pada Pembelajaran Jarak Jauh Di Masa Pandemi Covid-19. EduTeach : Jurnal Edukasi dan Teknologi Pembelajaran, 1(2), 108–116. https://doi.org/10.37859/eduteach.v1i2.1956 Abidin, Z., & Arizona, K. (2020). Pembelajaran Online Berbasis Proyek Salah Satu Solusi Kegiatan Belajar Mengajar Di Tengah Pandemi Covid-19. 7.

Dyla Fajhriani. N, Afnibar, & Aulia Rahmi. (2020). Psychological Well Being Mahasiswa Dalam Menjalani Kuliah Daring Untuk Mencegah Penyebaran Virus Corona (Studi terhadap Mahasiswa Bimbingan Konseling Islam UIN Imam Bonjol Padang). Al-Irsyad : Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 11(1), 15–22. Firman, F., & Rahayu, S. (2020). Pembelajaran

Online di Tengah Pandemi Covid-19. Indonesian Journal of Educational Science

(IJES), 2(2),81–89.

https://doi.org/10.31605/ijes.v2i2.659

Gunawan. (2020). Variations of Models and Learning Platforms for Prospective Teachers During the COVID-19 Pandemic Period. Indonesian Journal of Teacher Education, 1(2), 61–70.

Mubarak, Z. (2018). Blended Learning, Solusi Pembelajaran di Era Revolusi Industri 4.0. 1– 15.

Mustofa, M. I., Chodzirin, M., Sayekti, L., & Fauzan, R. (2019). Formulasi Model Perkuliahan Daring Sebagai Upaya Menekan Disparitas Kualitas Perguruan Tinggi. Walisongo Journal of Information Technology, 1(2), 151. https://doi.org/10.21580/wjit.2019.1.2.4067

(6)

Rössler, P., Hoffner, C. A., & Zoonen, L. (Eds.). (2017). The International Encyclopedia of Media Effects (1st ed.). Wiley. https://doi.org/10.1002/9781118783764 Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D (Cet.23). Alfabeta. Tri Wardati Khusniyah, & Prima Rias Wana.

(2020). Persepsi Mahasiswa Pgsd Pada Inovasi Pembelajaran Berbasis E-Learning. Wahana Sekolah Dasar, 28(1), 1–10.

van Deursen, A. J., & van Dijk, J. A. (2019). The first-level digital divide shifts from inequalities

in physical access to inequalities in material access. New Media & Society, 21(2), 354– 375.

https://doi.org/10.1177/1461444818797082 Watnaya, A. kusnayat, Muiz, M. hifzul, Nani

Sumarni, Mansyur, A. salim, & Zaqiah, Q. yulianti. (2020). PENGARUH TEKNOLOGI Pembelajaran Kuliah Online Di Era Covid-19 Dan Dampaknya Terhadap Mental Mahasiswa. EduTeach : Jurnal Edukasi dan Teknologi Pembelajaran, 1(2), 153–165. https://doi.org/10.37859/eduteach.v1i2.1987

Gambar

Gambar 1.  Grafik perbandingan tingkat first digital  divide

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana perilaku anda dalam melayani nasabah dan membebaskan nasabah dalam memilih produk bank syariah sesuai dengan yang nasabah inginkan1. Sangat tidak pernah membebaskan

Secara kesimpulanya, min keseluruhan yang diperolehi mengenai persepsi pelajar SPI terhadap faktor- faktor dalaman yang mempengaruhi pelajar melakukan kerja sambilan

1 ABDA-R RIGHT IV PT ASURANSI BINA DANA ARTA Tbk Asuransi Bina Dana Arta Tbk, PT 310

Dari hasil rapat dengan EO, desain rumah horti sudah ada dengan nuansa rumah sasak yang diisi komoditas hortikultura dibagian-bagian utama dan sekelilingnya.

l. membicarakan masalah-masalah khusus yang menyangkut kepentingan bersama seperti kedaulatan negara, rasionalisme, dan kolonialisme. Konferensi Asia Afrika membicarakan

R  epresentasi perempuan dalam Film Cinderella Story antara lain Perempuang dianggap lemah, dimana Cinderella digambarkan sebagai perempuan yang lemah, ketika mendapatkan

Lingkungan kelas merupakan suatu tempat tertentu yang secara spasial menjadi lokasi proses pembelajaran. Kelas tidak hanya memiliki batasan ruang dalam sebuah gedung

Agar penyelenggaraan dan penggunaan bantuan TBM sesuai dengan ketentuan, pemantauan perlu dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat, dinas pendidikan provinsi,