• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Pemberian Estradiol dan Progesteron pada Kinerja Reproduksi Tikus Bunting

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektifitas Pemberian Estradiol dan Progesteron pada Kinerja Reproduksi Tikus Bunting"

Copied!
240
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)

EFEKTIVITAS PEMBERIAN ESTRADIOL DAN

PROGESTERON PADA KINERJA REPRODUKSI TIKUS

BUNTING

OLEH:

ARYAN1 SlSMlN SATYANINGTIJAS

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(127)

ABSTRAK

ARYAN1

SISMM SATYANINGTIJAS. Efektivitas Pemberian Estradiol dan

Progesteron pada Kineja Reproduksi Tikus Bunting. Di bawah bimbingan TONNY

UNGERER

(Alm)

sebagai

ketua

komisi,

WASMEN

MANALU,

D.T.H.SIHOMBING, S.HAMDAN1 NASUTION dan SRIHADI AGUNGPRIYONO

sebagai anggota.

Dua percobaan pada tikus bunting dilakukan untuk mengetahui apakah pernberian

estradiol dan progesteron dapat meningkatkan penampilan reproduksi.

Pada

percobaan pertama,

378

ekor tikus disuntik secara

subcutan

dengan estradiol

(0,

1,06775, 2,1355

pg/g BB) dan progesteron (0,

4,281, 8,562

qg/g BB) pada hari ke-0,

(128)

ABSTRACT

ARYAN1

SISMIN SATYANINGTIJAS. Effects of Estradiol and Progesterone

Administration on Reproductive Performance in Pregnant Rats. Under The Direction

of TONNY UNGERER, WASMEN MANALU, D.T.H.SIHOMBING, S.HAMDANI

NASUTION and SRIHADI AGUNGPRIYONO.

(129)

SURAT PERNYATAAN

Dengan

ini

saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul

:

E F E K T M T A S PEMBEIUAN ESTRADIOL DAN PROGESTERON PADA

KINERJA REPRODUKSI TIKUS

BUNTING

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan

dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus

2001

(130)

EFEKTIVITAS PEMBERIAN ESTRADIOL DAN

PROGESTERON PADA KINERJA REPRODUKSI

TIKUS BUNTING

OLEH:

ARYAN1 SISMIN SATYANINGTIJAS

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Biologi

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(131)

Judul Disertasi

:

Efektivitas Pemberian Estradiol dan Progesteron

Pada Kinerja Reproduksi Tikus Bunting

Nama

: Ary ani Sismin Saty aningtijas

Nomor Pokok

:

BIO. 95574

Program Studi

:

Biologi

Sub Program Studi

:

Fisiologi

Meny etujui :

Komisi Pembimbing

Prof. Tonny Ungerer, Ph.D. (Alm)

Ketua

2.

Anggop Komisi

..

Ir. Wasmen Manalu,

Ph.U.

Drh. Hamdani Nasution, Ph.D.

Anggota

Anggot a

Prof. D.T.H. Sihombing, P ~ . D .

Drh. Srihadi Appngpriyono, Ph.D.

Anggota

Anggot a

3.

Ketua Program

Dr. Dede Setiadi

Studi Biologi

Br

am Pascasarjana

L.

--

-2
(132)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 September 1960 di Bondowoso, Jawa Timur

dari keluarga bpk. Siswojo (alm.) dan ibu Soedarminah (almh.) sebagai anak keempat

dari tujuh bersaudara. Pada tahun 1986 penulis menikah dengan Dadang Sudjana, SE.

dan dikaruniai dua orang anak: Regi Ryanda dan Riza Ryanda.

Pendidikan sekolah dasar di SDK Maria Fatima I, sekolah menengah pertama di

SMPN I dan sekolah menengah atas di SMAN I diselesaikan di Jember, Jawa Timur.

Penulis diterima di EPB pada tahun 1979 melalui Proyek Perintis

I1

dan masuk sebagai

mahasiswa FKH sebagai angkatan 16 (angkatan Gelatin). Penulis menerima gelar

Sarjana Kedokteran Hewan (Dra.Med Vet.) pada tahun 1983 dan menerima gelar

profesi Dokter Hewan (drh.) pada tahun 1984. Pada tahun 1991 penulis mendapatkan

gelar Master of Science (M.Sc.) dari University of Missouri Columbia, USA.

(133)

KATA

PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. atas rahrnat dan karunia-Nya sehingga penulisan disertasi ini dapat terselesaikan.

Berkat dorongan semangat, bimbingan dan arahan para pembimbing, penulis akhirnya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini, untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada almarhum Prof. drh. Tonny Ungerer Ph.D. yang telah mendahului kita menghadap Yang Kuasa dan tidak mempunyai kesempatan untuk menguji penulis, Ir. Wasmen ManaIu Ph.D. yang telah banyak memberikan pemikiran dan arahan penelitian, Prof drh. D.T.H. Sihombing Ph.D., drh. S. Hamdani Nasution Ph.D., dan drh. Srihadi Agungpriyono Ph.D. yang membimbing penulis dalam analisis data dan penulisan.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Fakultas Kedokteran Hewan khususnya Bagian Fisiologi dan Farmakologi, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Proyek Tim Manajemen Program Doktor (TMPD) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mendapatkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Tanpa dorongan dan semangat dari teman-teman dan sahabat di Bagian Fisiologi dan Farmakologi, FKH-IPS (dik Rini, Hera, Dewi, Koekoeh, Agik, Rita, Isdoni, mbak Ietje, mas Bambang dan semuanya) mungkin disertasi ini tak akan terwujud. Kepada pak Edi, pak Pairin, dan mbak Asmarida terima kasih atas bantuannya. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada teman sepejuangan yang teIah banyak membantu terselesainya penelitian dan disertasi ini, Ir. Hernawati M.S dan kepada mahasiswa bimbingan saya, Rohani Samosir. Teman-teman di laboratorium Anatomi dan Histologi, Guris, pak Yoni, mas Adi, dik Tutek, Novie, Dini, Esthi dan pak Maman terima kasih atas segala perhatian dan bantuannya. Semoga segala kebaikannya mendapatkan balasan dari Yang Esa. Tak lupa untuk Cecep, abinya Eldin, dan pak Dede dari HPT-Faperta, terima kasih untuk bantuannya.

Penulis juga tak akan melupakan segala bantuan, perhatian dan dorongan moril maupun materiil yang diberikan oleh sahabat tersayang Sri Utami Handayani ,

Darnayanti Buchori, F. Maulana, dan mbak Ning semoga amal dan kebaikannya akan mendapatkan pahala yang berlebih dari Allah SWT.

Terakhir penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu yang telah pergi menghadap Allah SWT atas doa-doa yang pernah berkumandang untuk penulis tanpa sempat melihat keberhasilan penulis saat ini. Untuk mama-papa 3 a n a Sudjana dan kakak-kakakku (mas Dodi, mas Toni, mas Rudi, Teh Ayu) serta adikku (Ita, Dandi, Edi, Iwan dan Agung) terima kasih atas bantuan dan doanya. Terima kasih yang tak terhingga juga penulis persembahkan untuk suarni tercinta, Dadang Sudjana dan anak-anakku (Regi dan Riza) atas pengertian dan kesabarannya dalam menghadapi sikap penulis selama dalam penyelesaian disertasi ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis hanya berharap semoga segala jerih payah penulis ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

(134)

DAFTAR 1 SI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ...

DAFTAR GAMB AR

DAFTAR LAMPIRAN ...

PENDAHULUAN ...

Tujuan ... ...

Manfaat dan Kegunaan Hasil PeneIitian

Hipotesis ... ...

TDJJAUAN PUSTAKA

Biologi Reproduksi Tikus Putih ... ... Hormon Reproduksi ... Estrogen ... Progesteron ...

Kine j a Reproduksi

Asam Nukleat ... ...

Mekanisme K e j a Hormon Steroid pada Ekspresi Gen

MATElU DAN METODE PENELITIAN ... ...

Rancangan Percobaan

...

Protokol Percobaan

Prosedur Pengambilan Sampel dan Pengukuran Sampel ...

Pembuatan Preparat Histologi dan Pewarnaan ... ...

Analisis Kimia Jaringan Uterus

. .

. .

...

Anal~sls S t a t ~ s t ~ k

HASIL DAN PEMBAHASAN ...

Pengaruh Pemberian Estradiol dan Progesteron pada Tikus pada Hari ke.0. 2. 4. 6. 8. 10. dan 12 Kebuntingan ...

Pengaruh Pemberian Estradiol dan Progesteron pada Tikus Bunting Selarna 5 dan 12 Hari kebuntingan ...

Pengaruh Pemberian Estradiol dan Progesteron Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Serta Daya Tahan Hidup

...

Anak Sampai Usia Lepas Sapih

...

Pembahasan Umum

(135)

DAFTAR TABEL

1. Rataan jumlah korpus luteum, jumlah titik implantasi selisih, jumlah korpus luteum dan titik implantasi tikus selama hari kebuntingan 0 s/d 12 pada berbagai kombinasi

dosis estradiol dan progesteron.. ...

2. Rataan bobot uterus tikus selama hari kebuntingan 0 s/d 12

...

pada berbagai kornbinasi dosis estradiol dan progesteron

3 . Rataan kandungan total DNA, RNA, gEkogen dan kolagen uterus tikus selama hari kebuntingan 0 s/d 12 pada

berbagai kombinasi dosis estradiol dan progesteron ... 4. Rataan bobot uterus tikus pada penyuntikan sampai masa

...

implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12)

5. Rataan kandungan total DNA, RNA, glikogen dan

kolagen uterus tikus bunting pada penyuntikan sampai masa

...

implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12)

6 . Rataan jumlah korpus luteum, jumlah titik implantasi, selisih korpus luteum dan titik implantasi, jumlah anak, selisih jurnlah titik implantasi dan anak pada penyuntikan

sampai masa implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12) ...

(136)

DAFTAR GAMBAR

H a l a m a n

27

3 1

3 3

3 3

Mekanisme kerja hormon steroid pada ekspresi gen ...

Kandang tikus ...

Bagian abdomen tikus ...

Uterus tikus ...

Efektivitas pemberian kombinasi estradiol dan

...

progesteron pada jumlah korpus luteum

Efektivitas pemberian kombinasi estradiol dan

...

progesteron pada jurnlah titik implantasi

Efektivitas pemberian kombinasi estradiol dan progesteron

...

pada selisih jumIah korpus luteum dan titik irnplantasi

Efektivitas pemberian kombinasi estradiol dan

...

progesteron pada bobot basah uterus tikus

Efektivitas pemberian kombinasi estradiol dan

progesteron pada bobot kering uterus tikus ...

Efektivitas pemberian kombinasi estradiol dan

progesteron pada bobot air uterus tikus ...

Kandungan total DNA uterus pada kebuntingan hari 0 d d 12.

Distribusi DNA pada uterus tikus bunting hari ke 4 dan 12 pada sel-sel jaringan endometrium dan plasenta dengan pewarnaan hemaktoksilin-eosin.. ...

Kandungan total RNA uterus pada hari kebuntingan 0 d d 12 ....

Distribusi RNA pada uterus tikus bunting hari ke-12 pada inti sel-sel jaringan endometrium dan plasenta

' denganpewarnaan hemaktoksilin.. ...

Kandungan total glikogen uterus tikus pada hari

(137)

Distribusi glikogen pada uterus tikus bunting hari ke- 4 dan 12 dengan pewarnaan PAS. ...

Kandungan total kolagen uterus tikus pada hari

...

kebuntingan 0 s/d 12.

Distribusi kolagen pada uterus tikus bunting

hari ke-4 dan 12 dengan pewarnaan Azan ...

Bobot kering uterus tikus pada penyuntikan sarnpai masa implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12) ...

Kandungan total DNA uterus tikus bunting pada penyuntikan

...

sampai masa implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12)

Kandungan total RNA uterus tikus bunting pada penyuntikan sarnpai masa implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12) ...

Kandungan total glikogen uterus tikus bunting pada penyuntikan sampai masa implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12) ...

Kandungan total kolagen uterus tikus bunting pada penyuntikan sampai masa implantasi (H-5) dan plasentasi (H-12) ...

Bobot badan mingguan anak tikus pada penyuntikan

...

sarnpai masa implantasi (H-5)

Bobot badan mingguan anak tikus pada penyuntikan

(138)

DAFTAR LAMPIRAN

Daftar sidik ragam total jumlah korpus luteum tikus pada hari kebuntingan 0- 12 pada dosis estradiol dan progesteron yang berbeda ...

Dafiar sidik ragam total jurnlah titik implantasi tikus pada hari kebuntingan 0-1 2 pada dosis estradiol dan progesteron yang berbeda ... .:.. ...

Daftar sidik ragam total selisih jurnlah korpus luteum dan titik implantasi tikus pada hari kebuntingan 0-12 pada dosis

...

estradiol dan progesteron yang berbeda

Daftar sidik ragam bobot basah uterus tikus pada hari kebuntingan 0- 12 pada dosis estradiol dan

progesteron yang berbeda , ...

Daftar sidik ragam bobot kering uterus tikus pada hari kebuntingan 0- 12 pada dosis estradiol dan

progesteron yang berbeda ...

Daftar sidik ragarn bobot air uterus tikus pada hari kebuntingan 0- 12 pada dosis estradiol dan

progesteron yang berbeda ...

Daftar sidik ragam kandungan total DNA uterus tikus pada hari kebuntingan 0-12 pada dosis estradiol dan

progesteron yang berbeda ...

Daftar sidik ragam kandungan total RNA uterus tikus pada hari kebuntingand-12 pada dosis estradiol dan

progesteron yang berbeda ...

Daftar sidik ragam kaildungan total glikogen uterus tikus pada hari kebuntingan 0-12 pada dosis estradiol

dan progesteron yang berbeda ...

Daftar sidik ragam kandungan total kolagen uterus tikus pada hari kebuntingan 0- 12 pada dosis estradiol dan progesteron yang berbeda ...

Halaman

79

79

80

80

8 1

8 1

82

82

83

(139)

1 1. Daftar sidik ragam total jumlah korpus luteum uterus tikus pada penyuntikan sampai masa implantasi

(H5) dan plasentasi (H12) ...

12. Dafiar sidik ragam total jumlah titik implantasi uterus tikus pada penyuntikan sampai masa implantasi

(H5) dan plasentasi (HI 2) ... 84

13. Daftar sidik ragam total selisih jumlah korpus luteum dan titik implantasi uterus tikus pada penyuntikan sampai

...

masa implantasi (H5) dan plasentasi (HI 2) 8 5

14. Daftar sidik ragam jumlah anak tikus pada penyuntikan

...

sampai masa implantasi (H5) dan plasentasi ( ~ 1 2 ) 8 5

1 5 . Daftar sidik ragam selisih jurnlah titik implantasi d m anak tikus pada penyuntikan sampai masa implantasi

(H5) dan plasentasi (H12) ... 86 16. Daftar sidik ragam bobot basah uterus tikus pada

penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan plasentasi

(H12) ...

17. Daftar sidik ragam bobot kering uterus tikus pada penyuntikan

...

sarnpai masa implantasi (H5) dan plasentasi (H12) 87

18. Daftar sidik ragam bobot air uterus tikus pada penyuntikan

sampai masa implantasi (H5) dan plasentasi (H12) ... 87

19. Dafiar sidik ragam kandungan total D N A uterus tikus pada penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan

...

plasentasi (H 12) 88

20. Daftar sidik ragam kandungan total RNA uterus tikus pada penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan

...

plasentasi (H12) 8 8

2 1. Daftar sidik ragam kandungan total glikogen uterus tikus pada penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan

...

(140)

Daftar sidik ragam kandungan total kolagen uterus tikus pada penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan

...

plasentasi (H 1 2)

Daftar sidik ragam bobot lahir total anak tikus pada penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan

plasentasi (HI 2) ...

Daflar sidik ragam bobot lahir rata-rata anak tikus pada penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan

...

plasentasi (H 12)

Daftar sidik ragam bobot badan anak tikus minggu ke-0

pada penyuntikan sampai masa impIantasi (H5) dan

...

plasentasi (HI 2)

D&ar sidik ragam bobot badan anak tikus minggu ke-1

pada penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan

...

plasentasi (H12)

Daftar sidik ragam bobot badan anak tikus minggu ke-2

pada penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan

plasentasi (HI 2) ...

Daftar sidik ragam bobot badan anak tikus minggu ke-3 pada penyuntikan sampai masa implantasi (H5) dan plasentasi (HI 2) ...

Daftar sidik ragam bobot badan anak tikus minggu ke-4

pada penyuntikan sampai masa impIantasi (H5) dan

plasentasi (HI 2) ...

Daftar sidik ragam pertambahan bobot badan harian an&

tikus pada penyuntikan sampai masa impIantasi (H5)

...

dan plasentasi (HI 2)

Rataan kandungan total DNA uterus tikus pada hari

kebuntingan 0-12 pada dosis estradiol dan

progesteron yang berbeda ...

Rataan kandungan total RNA uterus tikus pada hari

kebuntingan 0- 12 pada dosis estradiol dan

(141)

3 3 . Rataan kandungan total glikogen uterus tikus pada hari kebuntingan 0-12 pada dosis estradiol dan

progesteron yang berbeda ...

3 4 . Rataan kandungan total kolagen uterus tikus pada hari kebuntingan 0-12 pada dosis estradiol

dan progesteron yang berbeda ...

35. Rataan pertambahan bobot badan harian anak tikus pada penyuntikan sampai implantasi (H5)

(142)

PENDAHULUAN

Dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan asaI protein hewani diperlukan

adanya peningkatan kuantitas (populasi) maupun kualitas hewan ternak yang dimasa

sekarang ini masih merupakan pilihan konsumsi utama masyarakat. Akan tetapi

pengelolaan hewan ternak secara tradisional saja seperti yang masih banyak terdapat

pbJa rakyat pedesaan dewasa ini dirasakan kurang dapat mencapai peningkatan

seperti yang diharapkan Suatu usaha yang dapat meningkatkan kuantitas dan

kualitas hewan ternak dapat dilakukan melalui suatu penelitian dasar di bidang

fisiologi-reproduksi, terutama usaha pengembangan ternak politokus (ternak yang

dapat menghasilkan anak lebih dari satu dalam satu kali kebuntingan) sehingga usaha

peningkatan kebutuhan pangan asal protein hewani dapat cepat tercapai. Dalarn

berbagai penelitian, tikus putih dipakai sebagai hewan model karena tikus

mempunyai sifat yang cepat berkernbangbiak, selang generasinya pendek, siklus

reproduksinya singkat, cara pemeliharaannya mudah dan biayanya relatif murah

(Malole dan Pramono, 1989).

Keberhasilan peningkatan populasi suatu spesies tidak hanya berdasarkan

pada jurnlah pertemuan antara sperma dan sel telur saja, akan tetapi pengaruh hormon

kebuntingan juga sangat penting. Progesteron dan estradiol adaIah hormon-hormon

yang banyak sekali mengaiami perubahan pada saat birahi aan pada saat kebuntingan.

Selama kebuntingan, pertumbuhan dan perkembangan uterus dipengaruhi oleh

(143)

Anderson, 1986; Tucker, 1987). Kambing yang termasuk ternak politokus, insiden

kematian prenatalnya cukup tinggi, yang disebabkan

oleh tidak dihasilkannya progesteron pada plasenta atau sekresi progesteron tidak

mencukupi untuk mempertahankan kebuntingan (Nalbandov, 1976).

Aktivitas reproduksi ternak berlangsung setelah dewasa keIamin tercapai,

diawali dengan terjadinya ovulasi yang merupakan proses pelepasan sel telur yang

sudah matang dari ovarium. Apabila terdapat sperma pada saluran reproduksi maka

akan terjadi fertilisasi yaitu peleburan antara sel telur yang diovulasikan dengan

spermatozoa. Selanjutnya dua sel kelamin yang telah bersatu tersebut membutuhkan

tempat untuk berkembang dalam uterus melalui perlekatannya pada dinding uterus,

yang dikenal dengan istilah implantasi. Konsentrasi progesteron dan estradiol yang

cukup diperlukan untuk berlangsungnya proses ini.

Selama kebuntingan, estrogen dan progesteron dihasilkan oleh korpus luteum

dan plasenta. Pada tikus, korpus luteum merupakan penghasil utama progesteron

(Taya dan Greenwald, 1981). Pola sekresi estrogen dan progesteron selama

kebuntingan erat kaitannya dengan kebutuhan akan hormon-hormon tersebut, dan

peningkatan sekresi hormon tersebut erat kaitannya dengan peningkatan ukuran dan

aktivitas kelenjar penghasil hornion yaitu korpus luteum pada awal kebuntingan,

kemudian diikuti oleh plasenta pada pertengahan kebuntingan (Ichikawa et al., 1974;

Taya dan Greenwald, 1981).

Progesteron adalah hormon yang b e h n g s i untuk proliferasi sel-sel uterus

(dalam proses implantasi) dan untuk merangsang kelenjar susu uterus yang akan

(144)

Selama kebuntingan progesteron b e f i n g s i menekan produksi prostaglandin (Wilson

and Connell, 199 1) dan mengatur pengambilan relaksin (Downing and Hollingsworth, 1993) sehingga progesteron dapat menghambat kontraksi miometrium

yang menjamin ketenangan pemukiman embrio. Lebih lanjut progesteron berfungsi

menggertak pertumbuhan plasenta untuk keperluan penyaluran rnakanan dari induk

ke fetus dan zat buangan dari fetus ke induk. Progesteron juga bekerja sama dengan

estradiol untuk merangsang pertumbuhan kelenjar ambing pada induk yang meliputi

perbanyakan saluran (percabangan) dan sel-sel alveoli yang mensekresi susu selama

laktasi (Reeves, 1987). Kerja dari progesteron selalu diawali oleh kerja dari estradiol.

Estradiol merangsang perkembangan mukosa uterus di awal kebuntingan dan

perkembangan kelenjar susu selama kebuntingan (Guyton, 1994). Bersama-sama

dengan laktogen plasenta, estradiol berperan sebagai luteotropik yaitu bersifat

mempertahankan keberadaan korpus luteum supaya tetap mensekresikan progesteron

(Gibori et al., 1979).

Pola hormonal pada saat awal kebuntingan akan mempengaruhi pola

perkembangan dan implantasi embrio (Lapolt et al., 1990). Peningkatan estradioI

sebelum owlasi yang diikuti oleh peningkatan progesteron setelah ovu1asi berperan

dalam persiapan lingkungan uterus untuk proses implantasi dan perkembangan

embrio selanjutnya (Manalu dan Sumaryadi, 1995). Pertumbuhan dan perkembangan

embrio selama awal kebuntingan Iebih banyak ditentukan oleh pembentukan

lingkungan mikro uterus dan perkembangan embrio selanjutnya sangat bergantung

(145)

Sejauh ini informasi yang ada mengenai fingsi estradiol dan progesteron pada

peranannya dalam mempertahankan kebuntingan dilakukan dengan suatu teknik

superovulasi yang ditujukan untuk memperbanyak jumlah folikel dan jumlah sel telur

yang diovulasikan. Sedangkan penelitian ini dilakukan untuk melihat Iangsung

efektivitas pemberian estradiol dan progesteron selama masa kebuntingan dari

yeriode praimplantasi (hari ke-0, 2 dan 4), implantasi (hari ke-6), praplasentasi (hari

ke-8 dan 10) dan plasentasi (hari ke-12) pada tikus putih (Rattus sp.), serta pengaruh

pemberian estradiol dan progesteron selama 5 hari kebuntingan dan 12 hari

kebuntingan, dengan harapan bahwa pemberian hormon tersebut akan lebih

meningkatkan kondisi lingkungan mikro uterus sehingga jumlah anak yang dilahirkan

lebih banyak dan akan memiliki kondisi yang lebih baik dan hidup sehat sampai usia

lepas sapih.

Implantasi adalah suatu aktivitas fisiologis yang terjadi pada awal

kebuntingan dimana embrio akan melekat pada dinding uterus. Keberhasilan

implantasi merupakan salah satu indikasi tingkat fertilitas ternak. Dalam sektor

peternakan ini dapat diartikan sebagai suatu peningkatan produksi. Peningkatan

keberhasilan implantasi ini dimaksudkan untuk mengurangi kematian embrional

dengan perbaikan pertumbuhan prenatal sehingga induk dapat menghasilkan anak

yang sehat dengan daya tahan hidup yang baik dan sifat reproduksi yang lebih baik.

Ada hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa perubahan pada Iingkungan

praimplantasi embrio dapat mempengaruhi perkembangan embrionya. Penambahan

progesteron pada sapi yang sedang bunting (1 sampai 4 hari urnur kebuntingan) akan

(146)

mendapatkan penambahan progesteron selama kebuntingannya. Pengaruh perubahan

lingkungan ini dikatakan sangat nyata pada hari-hari pertama dari perkembangan

fetus (awal kebuntingan). Demikian juga dengan estradiol (17-beta dan estrone)

dilaporkan mempunyai pengaruh terhadap implantasi (Garret et al., 1988)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pertumbuhan dan

perkembangan sel-sel jaringan uterus tikus bunting yang telah disuntik dengan

estradiol dan progesteron dan apakah penyuntikan estradiol dan progesteron tersebut

dapat mempertahankan implantasi yang ada sehingga akhirnya dapat menghasilkan

anak sesuai dengan jumlah implantasi yang terjadi tanpa adanya peluruhan dalam

perjalanan masa kebuntingannya dan anak tersebut diharapkan akan mempunyai daya

tahan hidup sampai masa lepas sapih.

T u j u a n Penelitian

Melihat efek penyuntikan estradiol dan progesteron pada:

1. Tahapan perkembangan sel-sel jaringan uterus tikus selama masa kebuntingan.

2. Keberhasilan implantasi dengan mempertahankan titik implantasi yang ada.

3. Perkembangan embrio dan fetus.

4. Jumlah anak yang dilahirkan.

5 Pertumbuhan bobot badan anak sampai usia lepas sapih.

M a n f a a t d a n Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai landasan pengetahuan

(147)

seperti ternak ruminansia kecil kambing dan dornba juga pada babi. Dengan

keberhasilan peningkatan sifat/efisiensi reproduksi ini diharapkan akan dapat

meningkatkan kuantitas ataupun kualitas hewan ternak.

Hipotesis

1. Pemberian estradiol dan progesteron secara eksogen selarna kebuntingan akan

memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan jaringan dan kelenjar uterus

2. Pemberian estradiol dan progesteron secara eksogen selarna kebuntingan akan

-

-

meningkatkan keberhasilan implantasi sehingga jumlah embrio akan lebih banyak

dan dapat tumbuh dan berkembang menjadi fetus dan anak yang mempunyai daya

(148)

TINJAUAN PUSTAKA

Peningkatan efisiensi reproduksi dapat ditempuh dengan memperbaiki kondisi

kehidupan anak sejak periode di dalam kandungan (selama kebuntingan) dan setelah

anak tersebut dilahirkan (Dziuk, 1992) Melalui pengamatan yang sudah pernah

dilakukan pada domba ataupun kambing, pertumbuhan dan perkembangan anak selama

dalam kandungan dibagi menjadi dua yaitu fase uterus (fase embrional, sejak blastosis

sampai awal pembentukan fetus) dan fase plasenta (fase fetus, sejak pembentukan

fetus sampai dilahirkan) (Tomaszewska et al., 199 1 ; Manalu dan Sumaryadi, 1996a).

Dalarn perkembangannya selama di dalam uterus, embrio atau fetus mempunyai

beberapa kemungkinan yaitu embrio/fetus dapat melangsungkan hidupnya di dalam

uterus secara normal sampai saatnya dilahirkan, embrio/fetus yang sedang berkembang

tidak dapat melanjutkan hidupnya karena sesuatu hal atau ernbrio/fetus tersebut dapat

hidup sampai dilahirkan dengan pertumbuhannya yang menyimpang

(Hardjopranjoto,l995). Banyak faktor yang memegang peranan penting dalam

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan embrio/fetus di dalam uterus induk.

Faktor-faktor penyebab kematian embrio dini pada berbagd spesies hewan diantaranya

faktor genetik, yang t e ja d i karena adanya perkawinan inbreeding, dapat menyebabkan

33 % kematian dini (King and Linarcs, 1983); faktor ketidakseimbangan hormonal antara estrogen dan progesteron dapat rnempengaruhi perjalanan embrio dari tuba

falopii ke uterus. Pada induk domba, menurut Davies dan Beck (1992) t e j a d i

kematian embrio yang tinggi selama 3 minggu pertarna kebuntingan, sehingga

(149)

makin menurun Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa kekurangan korpus luteum

yang terbentuk diakibatkan kekurangan nutrisi dan stress. Berdasarkan laporan

Randell (1986), faktor infeksi menyebabkan hampir 90 % dari induk sapi perah yang barn melahirkan masih memperlihatkan adanya bakteri di dalam uterus 10 hari setelah

melahirkan yang kemudian dapat bersarang dalam alat kelamin. Faktor suhu

lingkungan juga sangat menentukan dalam mempertahankan embrio. Edwards dkk

(1968) melaporkan bahwa embrio babi sangat peka terhadap peningkatan suhu pada

usia kebuntingan dua minggu Embrio domba akan dapat mengalami kematian dini

sebesar 75 % bila berada dalam suhu yang terus menerus meningkat tanpa

mengganggu timbulnya birahi yang berikutnya. Sedangkan pada sapi dilaporkan

terjadi kematian dini setiap ada peningkatan suhu tubuh sebesar 1,5 "C. Faktor pakan

juga dapat menyebabkan kematian dini pada ternak secara langsung, terutama karena

kandungan zat-zat di dalamnya. Faktor kapasitas uterus dapat menyebabkan kematian

dini embrio karena keterbatasan tempat untuk bersarang pada uterus ataupun

persaingan dari embrio (pada hewanlternak multipara/politokus) untuk mendapatkan

nutrisi dari induk melalui sirkulasi di dalarn tubuh induk. Ribeiro et al., (1996)

melaporkan bahwa jumlah anak yang dilahirkan oleh seekor induk sangat tergantung

dari status fisiologis induk tersebut yaitu pada kecepatan ovulasi (ovulation rate),

ketahanan hidup prenatal (prenatal survival), aan kapasitas uterus. Semua ha1

tersebut tidak lepas dari peranan estrogen dan progesteron.

Selama dalam kandungan, zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk

(150)

embrional sumber zat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan berasal dari

kelenjar uterus, sedangkan pada fase fetus sumber zat makanan berasal dari sistem

sirkulasi induk Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan jaringan uterus dan

plasenta sangat penting untuk meningkatkan sekresi zat-zat makanan yang diperIukan

oleh fetus domba ataupun kambing sejak dalam kandungan (Manalu dan Sumaryadi,

1996b). Perkembangan kelenjar uterus dan plasenta yang kurang baik ,kan

menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan embrio yang rendah atau terjadi

kematian embrio dan fetus sehingga secara keselumhan akan menyebabkan rendahnya

jumlah anak yang dilahirkan Akibat lain yang bisa terjadi adalah bobot lahir anak

rendah sehingga kemarnpuan bertahan hidupnya sangat kurang dan akan terjadi

kematian pada awal kelahiran

Pertumbuhan dan perkembangan jaringan uterus dan plasenta berada di bawah

pengaruh hormon yang sekresinya bembah drastis seiring dengan umur kebuntingan,

jumlah korpus luteum, dan jumlah anak yang dikandung. Hormon yang dimaksud

adalah estrogen (diproduksi oleh korpus luteum dan plasenta), relaksin (korpus

luteum), progesteron (korpus luteum dan plasenta ) dan laktogen plasenta (pIasenta) (Tomaszewska ei al., 199 1)

Peningkatan sekresi hormon akan meningkatkan pertumbuhan dan

perkembangan lingkungm uterus (kelenjar utems d m plasenta) dombz ztzupun

kambing sehingga akan lebih banyak menghasilkan zat-zat makanan untuk

pertumbuhan dan perkembangan embrio dan fetus, akan memperbaiki perkembangan

(151)

penunhan kematian prenatal) dan Iebih pesat pertumbuhannya sehingga bobot lahir

yang optimum tercapai dan daya tahan hidup anak lebih baik (Manalu dan Sumaryadi,

Zat-zat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan

embrio disediakan oleh kelenjar yang terdapat pada dinding uterus yang dikenal

dengan istilah kelenjar susu uterus (Mc. Donald, 1980). Pertumbuhan kelenjar ini

berada di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron, namun hormon dan

faktor pertumbuhan lain yang dihasilkan oleh korpus luteum maupun uterus itu sendiri

tetap berperan bersama-sama dengan estrogen dan progesteron tersebut. Estradiol dan

IGF (Insulin-like Growth Factor) dapat mempengaruhi kemampuan sel uterus

memberikan respons terhadap progesteron dengan meningkatkan aktivitas CAMP

seluler (Aronica dan Katzenellenbogen, 1991). Pada babi, IGF-I yang dihasilkan oleh

uterus akan meningkat pada awal kebuntingan dan mencapai puncaknya pada waktu

umur kebuntingan yang ke-12 seiring dengan makin panjangnya blastosis (Letcher et

a1.,1989). IGF-I ini diduga akan merangsang aktivitas enzim aromatase pada

konseptus untuk meningkatkan biosintesis estradiol (Hofig et al., 1991). IGF-I dengan

kadar yang rendah terdapat pada fetus tikus sedangkan IGF-11 pada fetus tikus dan

serum tikus neonatus didapatkan pada kadar yang tinggi. Kadar ini akan menurun

sesudah beberapa saat setelzh kelahir= seiring dengan meningk~tnya IGF-I (Heath

and Smith, 1989). Progesteron dan estrogen mengalami banyak perubahan selama

siklus estrus dan kebuntingan mengiringi perubahan histologis dan kimiawi uterus.

(152)

ovulasi (fase proliferasi dan sekresi), progesteron meningkat. Akibat pengaruh kedua

hormon tersebut, aktivitas uterus berubah. Pada saat estrogen meningkat akan terjadi

peningkatan aktivitas enzim yang berperan dalarn proses pembelahan sel, sintesis

protein, glikogen dan glikoprotein (Norman and Litwack, 1987). Daiam

rnempersiapkan uterus menjadi lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan

perkembangan embrio serta feras, estrogen bekerja dengan cara mempengaruhi sintesis

kolagen sehingga mengubah struktur kolagen uterus (Pastore et al., 1992),

meningkatkan kandungan glikogen pada uterus dengan mempengaruhi aktivitas

glikogen sintetase, meningkatkan metabolisme fosfolipid (Gould et aZ., 1978) serta

meningkatkan sintesis DNA dan proliferasi sel-sel uterus (Yamashita et al., 1990)

Secara histologis, pada awal kebuntingan akan tampak terjadinya pembelahan sel-sel

kelenjar dan stroma endometrium, kelenjar menjadi memanjang membentuk lekukan,

kemudian arteri pada endometrium tumbuh membentuk spiral @rickson, 1987; Berne

and Levy, 1988; Keys and King, 1995) Proses selanjutnya yang tejadi pada saat

progesteron meningkat adalah kelenjar uterus terus tumbuh membentuk lekukan yang

semakin banyak dan mendalam, sel-sel kelenjarnya mulai mensintesis giikogen dan

terbungkus pada vakuola besar di bagian dasar sel kelenjar. Pada saat yang sama

pembuluh darah uterus juga tumbuh pesat membentuk lilitan. Dengan semakin

meningkatzya sekresi progesteroc, sintesis glikcgen (Erickson 1987; Berne and Levy,

1988) dan senyawa glikoprotein dan protein (Norman and Litwack, 1987; Wheeler et

al., 1987) juga semakin pesat dan isinya dibebaskan ke d J a m lumen uterus. Secara

(153)

unsur-unsur jaringan epitel dan darah yang keluar dari nodus limfa yang diperlukan

untuk diferensiasi dan pertumbuhan embrio. Sehingga dapat dikatakan bahwa

perkembangan blastula menjadi embrio sampai terbentuk fetus sangat dipengaruhi oleh

perkembangan kelenjar susu uterus (Miller and Zhang, 1984).

Pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu uterus dimuiai dari masa

sebelum owlasi sampai periode implantasi sehiiigga pada periode ini diperlukan

ketersediaan progesteron dan estrogen yang cukup. Pada periode ini estrogen dan

progesteron dihasilkan oleh sel-sel teka folikel. dan sel-sel granulosa korpus luteum

(Stubbing et al., 1986; Southee e f al., 1988; Schiewe et al., 1990; Schiewe et al.,

1991). Estrogen akan meningkat sebelum owlasi kemudian turun selama fase luteal

dan akan meningkat secara perlahan-lahan selama periode kebuntingan berikutnya

sampai periode plasentasi dan akan meningkat drastis pada sisa kebuntingan

selanjutnya (Umo et aE., 1976; Trounson et al., 1977; M c Donald, 1980; Refsal et al.,

1991; Manalu e2 a!. , 1995a;b; Sumaryadi dan Manalu 1995 a,b;c; Tuju dan Manalu, 1995). Progesteron akan mulai meningkat setelah sel-sel granulosa korpus luteum

berkembang dan aktif mensintesis hormon tersebut (Umo et al., 1976; Trounson et

aL 1977; Boulfekhar and Brudieux, 1980; M c Donald, 1980; Refsal et a!., 1991;

Manalu et al., 1995a;b; Sumaryadi dan Manalu 1 995a;b;c; Tuju dan Manalu, 1995).

Penelitian tentang penyuntikan estrogen secarz 1.M (intrc muscular) dengan

dosis 5 ml pada awal kebuntingan (umur 11-15 hari kebuntingan) meningkatkan

perkembangan sistem pembuluh darah subepitel uterus babi (Keys and King, 1995).

(154)

dilaporkan menyebabkan peningkatan kematian ernbrional pada tikus (Halling el

aZ., 1993), dan penambahan progesteron telah ditunjukan rneningkatkan perturnbuhan

uterus (Krauss and Katzenellenbogen, 1993). Pada domba juga telah dilaporkan

bahwa penambahan progesteron pada awal kebuntingan rneningkatkan pertumbuhan

fetus (Kleernann el al., 1994). Pada babi dilaporkan bahwa penambahan progesteron

dapat meningkatkan pertumbuhan anak babi (Hard and Anderson, 1979; Ashworth,

1991). Penarnbahan progesteron dari luar tubuh pada tikus dan babi yang bunting

ternyata dapat rneningkatkan jumlah anak yang dilahirkan dan bobot lahir (Kendall and

Hays, 1960; Hard and Anderson, 1979; Ashworth, 1991). Pada mencit, estrogen yang

dihasilkan sesaat sebelum ovulasi akan merangsang proliferasi sel-sel epitel uterus pada

umur kebuntingan hari pertama dan kedua, sedangkan progesteron dari korpus luteum

yang barn terbentuk akan meningkatkan proliferasi sel-sel stroma yang potensial

dengan cara meningkatkan estrogen selama masa prairnplantasi (Parandoosh ei al.,

1995)

Ketersediaan zat-zat rnakanan di plasenta sangat erat kaitannya dengan

mobilisasi zat-zat rnakanan dalam darah induk (Egan, 1984), juga selanjutnya sangat

dipengaruhi oleh status hormonal induk terutama insulin, glukagon, kortisol,

somatotropin, tiroksin, prolaktin dan laktogen plasenta (Fain, 1979; Baurnan e t al.,

1982; Lewis e t aZ., 1988). .Uzn tetapi stztus fisiologis kebctingan iru sendiri terk&t

dengan kebutuhan zat-zat makanan bagi embrio atau fetus dan peningkatan estradiol

(155)

hormon-hormon metabolis seperti tiroksin dan kortisol pada kambing (Manalu et a].,

1995a; Manalu el al., 1997b) dan domba (Manalu dan Surnaryadi, 1996b).

Pertumbuhan anak setelah lahir sangat dipengaruhi oleh berat lahir anak dan

produksi susu induk. Berat sapih anak sangat dipengaruhi oleh produksi susu induk

dan berat lahir anak (Sumaryadi dan Manalu, 1995b) yang merupakan akumuIasi

pertumbuhan embrio sa;-.-ipai fetus Berat lahir juga sangat menentukan daya tahan

hidup anak selama periode prasapih (Bell, 1984; Tiesnamurti, 1992) serta menentukan

berat sapih.

Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan

uterus, embrio dan fetus dipengaruhi terutama oleh konsentrasi horrnon reproduksi,

khususnya estrogen dan progesteron dalam darah induk selama kebuntingan.

Biologi Reproduksi Tikus Putih

Tikus merupakan hewan yang bersifat politokus dengan jumlah anak berkisar

antara 6 sampai 12 ekor setiap kali melahirkan (Harkness and Wagner, 1989). Tikus

Iaboratorium bisa hidup 2 hingga 3 tahun, mencapai usia dewasa antara 40 sampai 60

hari dan biasanya akan melakukan perkawinan pertarna pada saat mencapai usia 10

rninggu yang akan dilakukan saat estrus (Smith dan Mangkoewidjojo, 1987). Masa

pubertas (dewasa kelamin) dicapai pada umur 50 sampai 6 0 hari. Tikus siap

dikawinkan pada saat umur 65 sampai 110 hari dimana tikus betina dan jantan masing-

masing sudah mencapai bobot badan sekitar 250 gram dan 300 gram. Lama siklus

(156)

kelompok yaitu 1) proestrus (sekitar I2jam) , 2) estrus (sekitar 12jarn) , 3) metestrus I (15 jam); metestrus I1 (6 jam) dan 4) diestrus (57jam) (Baker, 1979). Masa

kebuntingan meliputi masa dari sejak terjadinya kopulasi, fertilisasi, implantasi sampai

saat anak dilahirkan berkisar antara 22 sampai 23 hari. Setelah terjadi fertilisasi pada

bagian ampula dari tuba falopii, sel telur yang telah dibuahi akan ditransportasikan ke

dalam uterus. Pada mamalia perjalanan ini memerlukan waktu 2 sampai 4 hari. Pada

tikus putih, ~embelahan menjadi 2 sel terjadi pada hari pertama dan kedua, pembelahan

menjadi 4 sel pada hari ke-2 dan 3 dan pembelahan menjadi 16 sel terjadi pada hari ke

4 kebuntingan. Pada mencit dan tikus, implantasi akan terjadi sehari setelah embrio

memasuki uterus. Pada tikus, waktu implantasi ini terjadi pada hari ke-5 kebuntingan

yaitu pada saat tahap biastosis sudah dicapai. Pada ternak, jarak antara waktu

fertilisasi dan proses implantasi bervariasi antara spesies, pada kambing dari hari ke-16

dan pada kuda dari hari ke-36 sampai dengan hari k e 4 0 kebuntingan (Hodgen dan

Itskowitz, 1988). Perubahan yang terjadi pada area implantasi yaitu adanya

peningkatan permeabilitas dari pembuluh darah yang diikuti adanya oedema atau

penebalan stroma yang mengelilingi blastosit. Aksi dari otot-otot uterus sangat

penting untuk penyebaran embrio sepanjang uterus bagi hewan atau ternak politokus.

Hal ini juga untuk mencegah tejadinya pengumpulan embrio pada satu daerah saja

yang biasanya dapat menyebabkan ksmatian embrio pada akhir kebuntingan (hlc.

Laren, 1982). Pembesaran abdomen biasanya terjadi pada hari ke-13 kebuntingan

(Baker, 1979). Tikus dapat menjalani perkawinan lagi (remaling) 24 jam setelah

(157)

16

Telah diketahui bahwa jumlah fetus yang dikandung erat kaitannya dengan

jumlah folikel yang berovulasi dan plasenta (Bradford et a/., 1986; Piper and Bindon,

1984). Dengan demikian sekresi progesteron dan estradiol sangat tergantung pada

jumlah korpus luteum dan massa plasenta Selama siklus estrus, uterus akan

mengalami vaskularisasi sarnpai 10 kali lipat sehingga dapat menyebabkan peningkatan

aliran darah dan menyebabkan perubahan keseimbangan antara estrogen dan -

progesteron pada saluran reproduksi (Schramm et al., 1984). Pada tikus (Taya and

Greenwald, 1981), mencit (Pointis et nL, 1981) dan hamster (Edwards et al., 1994)

korpus luteum merupakan sumber utama progesteron selama kebuntingan.

Peningkatan ukuran korpus luteum pada tikus selama pertengahan kebuntingan

ternyata mempengaruhi peningkatan sekresi progesteron (Ichikawa ef al., 1974).

Berbagai galur tikus yang dipakai dalam penelitian antara lain adalah Sprague-

Dawley, Wistar dan Long-Evans. Sprague-Dawley merupakan galur tikus albino

dengan kepala ramping dan ekor lebih panjang dari badannya, sedangkan Wistar

mempunyai kepala yang lebih lebar dan ekor yang lebih pendek. Galur Long-Evans

mempunyai bulu yang lebih gelap pada bagian atas kepala dan anterior tubuhnya

(Smith dan Mangkoewidjojo, 1987)

Berdasarkan pertimbangan bahwa siklus reproduksi tikus cukup pendek dan

mudah peme!iharaannya maka tikus sangat iepat untuk digunakan sebagai hewan

(158)

Horrnon Reproduksi

Estrogen dan progesteron adalah 2 hormon steroid yang paling banyak

peranannya dalam mengendalikan siklus dan proses yang terjadi dalam reproduksi

dengan perubahan yang terjadi pada konsentrasinya. Pada umumnya steroid

mempunyai struktur dasar yang sama yaitu eyelopenfano-perhydro-phenanhee.

Perubahan daya kerja steroid tergantung dari jumlah atom karbon yang terdapat dalam

struktur dan letak grup fungsionalnya, grup hngsional yang dimaksud adalah aldehide,

hidroksil, keton, klor, hidrokarbon yang jenuh, asam karbon dan metil

(Partodihardjo;l992) Semua hormon steroid berasal dari kolesterol yang kemudian

akan diubah menjadi pregnenolon. Oleh enzim yang spesifik kemudian pregnenolon

ini akan diubah langsung menjadi progesteron, dan melalui serangkaian proses/reaksi

yang panjang pregnenolon juga akan menghasilkan estrogen

Estrogen.

Estrogen adalah steroid yang secara kirnia maupun potensinya terdapat dalam

berbagai bentuk yaitu estrone yang mempunyai potensi yang rendah, estriol yang

berasal dari plasenta dan juga mempunyai potensi yang rendah, estradiol yang berasal

dari ovarium yang mempunyai potensi yang paling kuat. Estrogen mempunyai 18

atom karbon Pada bangsa mamalia betina indeks pertumbuhan dan perkembangan

dari folikel dapat diketahui dari produksi serum atau plasma estrogen, bila estrogen

meningkat berarti ada pertumbuhan dan perkembangan folikel, dasar fisiologis dari

hubungan ini adalah induksi dari aktivitas aromatase oleh FSH (Lasley et aL, 1988).

(159)

pertumbuhan tulang, pada pelunakan kulit, pada pertambahan berat jaringan uterus

karena hipertrofi dan hiperplasia endometrium dan miometrium, pada aktivitas

pergerakan fimbrie, pada kornifikasi vagina, pada pertumbuhan saluran-saluran dalam

kelenjar susu. Pada hewan betina, estrogen disintesis dan dibebaskan dalam sirkulasi

darah oleh ovarium baik oleh sel teka maupun oleh sel granulosa, plasenta dan adrenal

kortek. Konsentrasi estradiol dalam cairan antrum a r i folikel Graafian yang sedang

berkembang dilaporkan meningkat lebih dari 100 kali sebelum tejadinya ovulasi. Pada

percobaan yang dilakukan secara in vivo dan in vifro peningkatan ini merupakan

indikasi efek pengaturan kemampuan steroidogenesis sel-sel granulosa yang sedang

berkembang (Veldhuis et a ] . , 1986). Pada umumnya sintesis estrogen tidak ditimbun

dalam kelenjar penghasil tetapi tetap disintesis secara kontiniu dengan kadar yang

sangat rendah sekali dalam darah dan efek biologis yang ditimbulkannya sangat pendek

(Partodihardjo, 1992; Johnson dan Everitt, 1988). Banyak efek yang ditimbulkan oleh

estrogen pada proses metabolisme yang t e j a d i pada uterus termasuk meningkatkan

kandungan air uterus, merangsang pembentukan asam lemak dari asetat dan

meningkatkan metabolisme fosfolipid serta meningkatkan konsentrasi dan jumlah total

protein bukan kolagen. Estrogen merangsang metabolisme glikogen, baik melalui

perangsangan glikogenesis maupun melalui pengharnbatan terhadap glikogenolisis

tetapi perangsangan glzkogenesis Iebih ctamz. Pengzcn~h estrogen terhadap

metabolisme glikogen ini melibatkan enzim fosfirilase dan UDPG-glikogen sintetase.

UDPG-glikogen sinfefase dilaporkan banyak terdapat pada lapisan luar otot

(160)

19

Estrogen akan mengawali sejumlah perubahan kimiawi uterus yang berakibat adanya

sintesis protein, karena adanya peningkatan kecepatan enzim (Williams dan Provine,

1966). ~ a d a hewan rnultiparafpolitokus seperti tikus dan rnencit, estrogen akan

menyebabkan perubahan vaskularisasi pembuluh darah dan pertumbuhan endometrium

yang melibatkan adanya reaksi desidual di tempat terjadinya implantasi. Estrogen

dapat menyebabkan peningkatan aliran darch secara tidak langsung yaitu melalui

terjadinya peningkatan prostaglandin yang dapat menyebabkan vasodzlatasi pembuluh

darah pada rniometrium maupun pada endometrium (Schramm et a l , 1984). Estrogen

akan menyebabkan hiperemia uterus yang pada umurnnya berhubungan dengan

peningkatan sekresi cairan lurninal sehingga t e j a d i distensi lumen uterus. Estrogen

akan mengawali terjadinya implantasi pada bangsa rodensia melalui peningkatan

pertumbuhan sel uterus dan reseptor progesteron (mekanisme up regulation) serta

aksinya terhadap faktor-faktor pertumbuhan seperti EGF (epidermal growth factor)

atau T G F - a (transforming growth factor a), dimana estrogen akan meningkatkan

EGF dan TGF-a (Johnson dan Chatterjee, 1993). Reseptor dari EGF terdapat pada

semua tipe sel-sel uterus, dan dilaporkan bahwa reseptor ini akan meningkat setelah

adanya treatment estrogen pada tikus (Hanada et al., 1998). Estrogen secara spesifik

meningkatkan IGF-I dan EGF pada bangsa rodensia (Ohtani et aL, 1996). Pada sapi

juga dilaporkan adanya perubahan distribusi dari IGF-I dan EGF endometrium se!arna

siklus estrus (Ohtani et al., 1996). Dalam peranannya sebagai luteotropik, estrogen

berfUngsi untuk memelihara korpus luteum agar tetap ada dan mensekresikan

(161)

biosintesis kolesterol, mengatur aktifitas asil Co-A: kolesterol asillransferase ( A C A T )

agar tetap tersedia kolesterol untuk pembentukan progesteron (Azhar ei al., 1989).

Estrogen menyebabkan peningkatan berat dan fingsi korpus luteum selam pertengahan

kebuntingan (Nakamura dan Ichikawa, 1978 ; Rodway dan Rothchild, 1980).

Konsentrasi estradiol pada tikus yang sedang bunting tidak berubah mulai dari hari ke-

2 ad-mpai hari ke-12 kebuntingan, setelah itu meningkat berangsur-angsur sampai akhir

kebuntingan yaitu hari ke-22 (Taya dan Greenwald, 1981), sementara itu Tuju (1996)

melaporkan bahwa konsentrasi estradiol tidak berubah dari hari ke-4 sampai dengan

.. . hari ke-12 kebuntingan dan selanjutnya akan berangsur meningkat sampai akhir

kebuntingan

Progesteron.

Progesteron adalah steroid yang terdiri dari 21 atom karbon. Progesteron

merupakan substansi intermedia dari sintesa androgen, estrogen atau kortisol, oleh

sebab itu pada suatu keadaan keseimbangan yang terganggu pada organ tubuh yang

menghasilkan steroid, seperti ovarium, testis, korteks adrenal dan plasenta maka akan

dihasilkan progesteron (Turner dan Sagnara, 1988). Fungsi fisiologis progesteron

yaitu mempunyai efek anti radang seperti kortisol, pada miometrium akan menghambat

kontraksi dan menekan respons uterus terhadap pengaruh estrogen dan oksitosin, pada

endometrium akan merangsang tumbuhnya kelenjar-kelenjar susu uterus, pada spesies

tertentu akan merangsang tumbuhnya sel-sel pada permukaan endometrium

(deciduoma) untuk implantasi, progesteron juga dapat menyebabkan te jadinya

(162)

kelenjar ambing pada spesies tertentu seperti kucing, tikus dan babi. Pada hewan yang

bunting progesteron meniadakan kemungkinan terjadinya ovulasi (Partodihardjo,

1992; Nalbandov, 1976). Progesteron merangsang differensiasi sel-sel endometrium

dan menyiapkan implantasi, bersamaan dengan ini terjadi penurunan proliferasi dan

penurunan reseptor estrogen (down regulation) (Okulicz dan Balsamo, 1993).

Konsentrasi progesteron dalam serum saat siklus birahi pada domba lokal peranakan

ekor kurus berkorelasi secara positif dengan jumlah korpus luteum artinya semakin

banyak korpus Luteum yang terbentuk maka makin banyak kadar progesteron dalam

serum (Satyaningtijas dan Isdoni, 1997). Demikian juga pada hewan yang bunting

dilaporkan bahwa serum progesteron berkorelasi positif dengan jumlah anak yang

dikandung (Manalu dan Sumaryadi, 1996a; Manalu et al., 1995b). Konsentrasi

progesteron meningkat setelah terjadinya ovulasi dan akan semakin meningkat

terutama setelah periode plasentasi (Manalu dan Sumaryadi, 1995; Sumaryadi dan

Manalu, 1 9 9 5 ~ ) Tuju (1996) melaporkan bahwa konsentrasi progesteron pada tikus

bunting tidak mengalami perubahan dari umur kebuntingan ke-4 sampai dengan umur

kebuntingan ke-12 Sedangkan Rodway dan Rothchild (1980) menyatakan bahwa

dalam serum tikus bunting konsentrasi progesteron mulai meningkat mulai umur

kebuntingan ke- 12 sarnpai ke- 18. Peningkatan konsentrasi progesteron dalam serum

induk diikuti oleh peningkatan konsentrasi reseptor hormon tersebut (Vu E a i ef al.,

(163)

K i n e r j a Reproduksi

Reproduksi adalah suatu proses yang ditujukan untuk menghasilkan keturunan,

dimulai sejak bersatunya sel telur dan sel manilsperma sehingga menjadi mahluk hidup

baru. Reproduksi merupakan serangkaian proses majemuk yang disebabkan oleh

banyak faktor baik itu faktor dari dalam tubuh ataupun faktor dari luar tubuh. Tidak

munculnya salah satu faktor tersebut dapat menyebabkan terhambatnya reproduksi

sehingga dapat terjadi gangguan reproduksi. Proses reproduksi yang normal akan

diikuti produktifitas yang tinggi, dan sebaliknya bila daya reproduksi rendah akan

menghasilkan produktifitas temak yang rendah pula. Salah satu faktor penyebab

adanya gangguan reproduksi itu adalah ketidak-seimbangan hormonal. Faktor

hormonal ini erat kaitannya dengan kinerja reproduksi karena akan dapat

mempengaruhi ovulasi, fertilisasi, implantasi, hilangnya ovum serta mortalitas

embrional (Nalbandov, 1976) atau akan mempengaruhi pertumbuhan perkembangan

anak setelah dilahirkan sampai anak tersebut mencapai usia lepas sapih.

Fungsi fisiologis dari sistem reproduksi betina sangat kuat dipengaruhi oleh

hormon steroid yang dihasilkan oleh ovarium (Pineda, 1989 dan Murray, 1992) dan

hormon tersebut adalah estrogen dan progesteron yang menjalankan aksinya rnelalui

reseptor intraselulamya pada sel target atau jaringan. Reseptor bagi kedua macam

hormon ir.i sangat bervaiasi tergantung dslri s i k l ~ s repr~duksi dan dsii konseiltrasi

hormon tersebut yang berada dalam sirkulasi (Re et al., 1995).

Produk sekretoris dari uterus yang dihasilkan akibat adanya steroid sangat

(164)

plasentasi (Murray, 1992). Produk sekretoris tersebut termasuk protein dari susu yang

dihasilkan oleh sel epitel dari kelenjar uterus. Murray (1992) melaporkan bahwa efek

pemberian estrogen dan progesteron terhadap perubahan struktur pada sel epitelium

kelenjar uterus domba yang sudah diovariektomi temyata menunjukkan adanya

perubahan morfologi. Penambahan

17-P

estradiol menyebabkan hipertrofi dari

epitelium uterus dan organel yang memproduksi protein. Seperti dikatakan di atas

bahwa ada faktor lain yang dapat mempengamhi implantasi yaitu faktor pertumbuhan

seperti EGF dan TGF-a. Estrogen dan progesteron sangat dibutuhkan untuk

pengaturan reseptor dari keduanya (Hanada et al., 1998)

Tingkat sekresi hormon gonadotropik juga menentukan banyaknya folikel yang

masak dan jumlah ovum yang diovulasikan. Secara genetik setiap jenis ternak

mempunyai kemampuan menghasilkan anak per kelahiran yang berbeda-beda. Jumlah

anak per kelahiran dipengaruhi oleh progesteron yang bekerja sama secara sinergis

dengan estrogen untuk menstimulasi ovulasi dengan menggertak pelepasan LH (Cole

dan Cupps, 1969). Kadar estrogen yang rendah dan progesteron yang tinggi dalam

proporsi yang tepat akan menyebabkan perpindahan sel telur yang telah dibuahi dari

ampula menuju ke uterus. Kematian embrional sebagian besar t e j a d i pada umur

kebuntingan dini dan daya hidup (survival) embrio selama periode tersebut tergantung

pada kondisi lingkungan uterus yang ada di bawah pengaturan progesteron

(Nalbandov, 1976 dan Betteridge, 1986). Manalu dan Sumaryadi (1995) melaporkan

bahwa peningkatan sekresi progesteron dan estradiol selama kebuntingan dan akhir

(165)

fetus. Peningkatan sekresi ini erat kaitannya dengan fungsi kedua hormon tersebut

pada endometrium sebagai wadah dan sumber nutrisi bagi fetus. Efek estrogen pada

endometrium adalah meningkatkan pertumbuhan sel atau fase proliferasi dan

mengawali kerja progesteron dengan meningkatkan reseptor bagi progesteron

sedangkan progesteron menghambat proliferasi sel dengan cara menurunkan reseptor

untuk estrogen dan menyebabkan diferensiasi berbagai macam tipe sel endometrium

untuk persiapan implantasi dan sekresi susu uterus (Okulicz dan Balsamo, 1993).

Tanda-tanda awaI dari adanya implantasi adalah adanya peningkatan

permeabilitas uterus yang terjadi secara lokal yang akan menyebabkan terjadinya

oedema. Pembengkakan ini diduga merupakan suatu rangsangan untuk mitosis dari

sel-sel stroma sekitarnya dan pertumbuhan uterus. Peningkatan kecepatan proliferasi

sel endotel endometrium sangat jelas dari hari kebuntingan tikus yang ke 3 sampai

dengan hari ke-5 yang menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah dan secara

bersama-sama juga pertumbuhan jaringan uterus lainnya

Gambar

Gambar 1 .  Mekanisme keja hormon steroid pada ekspresi gen
Gambar 2. Kandang tikus
Gambar 3. Bagian Abdomen Tikus
Tabel% Ratatin bobot uterus tilms sehma bari keb 111t3~Oddl2p.dn
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode COBIT 4.1 yang dilakukan pada divisi administrasi RSIA Hamami menghasilkan nilai maturity pada level 2 yaitu dimana

Hasil pengamatan pada pembelajaran siklus 2 tidak ada siswa yang tidak terlibat dalam pembelajaran. Siswa mempresentasikan hasil proyeknya, siswa yang lain

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para pelaku jual beli khusunya jual beli Hp second, yang nantinya bisa dijadikan bahan informasi atau pelajaran guna

Extranet adalah jaringan pribadi yang menggunakan protokol internet, konektifitas jaringan, dan memungkinkan sistem telekomunikasi publik untuk membagi informasi

Kwa kuwa, wahusika wa aina mbalimbali hujitokeza katika kazi za fasihi na wahusika hao husawiriwa wakiakisi maisha ya wanajamii, hivyo, tumehamasika kufanya

Seperti yang dijelaskan oleh Aman, bahwa indikator sikap Nasionalisme yang dipapakarnya ada tujuh indikator, diantaranya: bangga sebagai bangsa Indonesia, cinta tanah air dan

[r]

Pasal 8 Peraturan Daerah Kabupaten Kendal Nomor 17 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Kendal.. Pasal 8 Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2011