• Tidak ada hasil yang ditemukan

IT Engagement Model dengan Implementasi IT-as-a-Service

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IT Engagement Model dengan Implementasi IT-as-a-Service"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

IT Engagement Model dengan Implementasi IT-as-a-Service

M. Rachmat Gunawan

PT Industri Telekomunikasi Indonesia

rachmat@inti.co.id

Abstraksi

Berkaitan dengan peranan TI dalam organisasi, selalu menjadi pertanyaan bagaimana TI dapat digunakan secara efektif dan efisien dalam mendukung pencapaian tujuan perusahaan baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. CISR MIT menyarankan sebuah IT Engagement Model bagi upaya integrasi antara tata kelola TI dan manajemen proyek untuk mencapai tujuan perusahaan. Engagement Model tradisional menyebabkan setiap proyek TI dibangun untuk memberikan solusi terbatas terhadappermasalahan yang dihadapi baik di tingkat korporasi maupun di tingkat unit bisnis. Model ini juga menyebabkan visibilitas kapabilitas TI yang dimiliki oleh organisasi menjadi tidak jelas yang menyebabkan sulitnya manajemen dalam menilai keberhasilan proyek TI dihubungkan dengan pencapaian tujuan perusahaan. CISR MIT memberikan model yang lebik baik yaitu Engagement Model ini harus dapat menyelaraskan antara kepentingan dan upaya yang dilakukan oleh pemangku kepentingan (stakeholder ) dan mengkoordinasikan kepentingan dan upaya dari beberapa unit bisnis dan level organisasi.

PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT INTI) sebagai sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diharapkan dapat mencapai profitabilitas yang cukup menarik untuk dapat masuk kepada tahapan privatisasi. Ketika PT INTI hendak mengimplementasikan TI sebagai pendorong kegiatan bisnisnya, muncul permasalahan tentang bagaimana Engagement Modelnya. Dengan evolusi tata kelola TI di PT INTI yang bermula dari Unit Pusat Pengolah Data sampai kepada didistribusinya kewenangan pengelolaan TI ke unit-unit bisnis di mana semua model tersebut tidak dapat memberikan dampak yang cukup kuat terhadap bisnis, maka tahun 2008 ini PT INTI mencoba menyusun kembali konsep TI-nya agar dapat terjadi proses perkawinan yang kuat antara kepentingan bisnis dengan TI. Konsep yang digulirkan kali ini adalah IT as A Service, yang merupakan sebuah pendekatan terhadap IT Service Management berdasarkan COBIT. Perubahan dilakukan pada Model yang diajukan oleh CISR dengan memasukkan IT Service ke dalam IT Engagement Model.

Kata Kunci : IT Governance, Engagement Model, IT Service

1. PENDAHULUAN

IT Engagement Model didefinisikan sebagai sebuah sistem tatakelola yang memungkinkan TI terikat dengan pemangkukepentingan kunci untuk menjamin bahwa proyek-proyek bisnis dapat mencapai tujuan-tujuannya, baik tujuan yang bersifat lokal maupun tujuan perusahaan secara umum [10,11]. IT Engagement Model memiliki 3 komponen,yaitu: kelompok pemangku kepentingan, tujuan-tujuan kelompok tersebut, dan mekanisme yang menghubungkannya. Ada 6 pemangku kepentingan yang terlibat dalam model ini, yaitu 3 non-IT dan 3 IT. Semua pemangku kepentingan inilah yang diikat dalam sebuah

Engagement Model melalui mekanisme pengikatan tertentu. Dalam model tradisional, tidak terjadi engagement yang baik antar pemangkukepentingan di dalam perusahaan. Hal ini menyebabkan solusi masalah TI diselesaikan secara lokal yang berujung pada tidak jelasnya visibilitas perusahaan terhadap proyek dan layanan TI (gambar 1).

Untuk mendorong terjadinya penyelarasan antara bisnis dengan TI, maka semua pemangku kepentingan diikat dalam sebuah engagement dengan melibatkan 3 elemen, yaitu:

Company Wide IT Governance, Project Management, dan

Linking Mechanisme (gambar 2).

Figure 1 IT Engagement Model Tradisional

IT Governance didefinisikan sebagai tatacara pengambilan keputusan dan kerangka akuntabilitas untuk mendorong penggunaan TI sesuai dengan tujuan perusahaan [2]. Permasalahan utama IT Governance adalah untuk menjawab:

(2)

• siapa yang berhak mengambil keputusan dan berdasarkan input dari siapa (archetype)

• keputusan yang harus diambil (decission domain)

• bagaimana mekanisme pembuatan dan

pengawasannya

KOORD

INASI

Figure 2 IT Engagement Model yang Baik

Project Management adalah penggunaan perangkat-perangkat management dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek agar proyek dapat selaras dengan tujuan perusahaan.

Linking Mechanism adalah mekanisme hubungan yang mengaitkan IT Governance dengan Project Management

dan entitas non-TI dengan TI. Best practice untuk linking mechanism ini meliputi:

architecture linkage (menghubungkan IT Governance mengenai arsitektur dengan pengambilan keputusan pada saat mendesain proyek)

business linkage (untuk menjamin tujuan bisnis diterjemahkan secara efektif menjadi tujuan proyek)

alignment linkage (untuk menjamin komunikasi dan negosiasi antara entitas TI dengan bisnis)

IT-as-a-Service adalah sebuah terminologi yang dikembangkan dari Software-as-a-Service yang selanjutnya berkembang menjadi IT Managed Service dan Hardware-as-a-Service [5].

Permasalahan yang dibahas di dalam makalah ini adalah bagaimana IT-as-a-Service dapat diintegrasikan ke dalam IT Engagement Model untuk mendorong keselarasan penyelenggaraan layanan TI dengan tujuan bisnis.

2.

PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Pustaka

CISR [1] hanya mendefinisikan mekanisme hubungan antara IT Governance dengan proyek-proyek TI. David Favelle [6,7] menambahkan perspektif mekanisme hubungan tersebut dengan menempatkan Service Management Office sebagai salah satu mekanisme hubungan antara IT Governance dengan IT Service.

Tugas utama dari SMO ini adalah untuk memfasilitasi integrasi dari layanan baru (atau pemutakhiran layanan) ke dalam katalog layanan dan pelaporan layanan terhadap bisnis. SMO juga bekerja sama dengan PMO untuk menyediakan template bagi proyek seperti Service Level

Requirement (SLR), kontrak, dan laporan Service

Level.

SMO akan memberikan masukan terhadap proyek tentang dukungan dan kemampuan layanan baik dari organisasi TI internal maupun dari penyedia layanan pihak ketiga yang memiliki kontrak kerja sama.

Figure 3 Interaksi Bisnis dengan Proyek dan Layanan TI

Mekanisme hubungan dapat dilakukan melalui pendekatan struktur dan pendekatan proses. Berikut ini adalah contoh mekanisme IT Engagement Model yang dijalankan [9]:

Table 1 Contoh mekanisme hubungan

Proses Struktur Arsitektur • Post Implementation Review • Exception Handing Process • Architecture Funding Process • Architecture Review Board • IT Commitee [2] Bisnis • Post Implementation Review • Continuous Improvement untuk metodologi proyek • Business-IT Relation Manager • PMO • SMO [6]

Penyelarasan Service Level

Management [2]

• Market-Side CIO

• Forum TI [3] Selain melalui 2 pendekatan di atas, mekanisme hubungan dapat pula dibangun mengikuti pendekatan Strategy-Focused Organization [8], dalam arti tugas dari struktur dan fungsi dari proses dikembalikan kepada unit yang ada dengan menambahkan ukuran kinerja terkait dengan mekanisme hubungan yang dikehendaki. Untuk mendukung hubungan yang baik antara bisnis (SBU) dengan unit TI (SSU), maka dapat dibuat linkage scorecard, sementara untuk mendukung hubungan yang baik antara bisnis dan TI dengan proyek dapat dibuat project scorecard.

Martinson et all [12] menyarankan beberapa perubahan perspektif terhadap BSC yang berhubungan dengan TI

(3)

sebagai pendukung bisnis. Modifikasi tersebut selanjutnya disempurnakan oleh Grembergen [15] dan digunakan oleh ITGI ISACA dalam framework COBIT [4].

KEUANGAN GOAL MEASURE PELANGGAN GOAL MEASURE PROSES INTERNAL GOAL MEASURE PERTUMBUHAN & PEMBELAJARAN GOAL MEASURE VISI dan MISI Kontribusi thd Korporat GOAL MEASURE PENGGUNA GOAL MEASURE PROSES INTERNAL GOAL MEASURE Inovasi GOAL MEASURE Informasi KONTRIBUSI GOAL MEASURE PENGGUNA GOAL MEASURE PROSES INTERNAL GOAL MEASURE ORIENTASI MASA DEPAN GOAL MEASURE Informasi KONTRIBUSI GOAL MEASURE PENGGUNA GOAL MEASURE PROSES INTERNAL GOAL MEASURE ORIENTASI MASA DEPAN GOAL MEASURE Informasi BSC BISNIS (Level Korporat) BSC IT STRATEGIS (Level Unit/Divisi) BSC IT SERVICE (Level Operasi) BSC IT PROJECT (Level Proyek)

Diadaptasi dari Martinson et all dan Gremberger

Figure 4 Cascade BSC dari Bisnis ke IT Service dan IT

Project

Untuk memperlihatkan adanya keterkaitan antara BSC Bisnis dengan BSC TI, Jaulent [14] mengajukan model matriks BSC sebagai berikut:

Figure 5 Contoh Matriks Jaulent

Dalam menetapkan mekanisme hubungan yang akan dibangun, perlu dipertimbangkan beberapa hal, di antaranya adalah:

a. budaya organisasi. Di beberapa organisasi, model organisasi matriks terkadang tidak dapat berjalan mulus, sedangkan model matriks ini diperlukan dalam menjalankan mekanisme hubungan berdasarkan struktur. Misalnya Architecture Review Board (ARB) yang melibatkan perwakilan-perwakilan dari SBU dan unit TI akan berkendala bila diterapkan pada organisasi yang tidak mendukung budaya matriks.

b. peta penggunaan TI. Dalam [15], peta penggunaan TI di perusahaan dapat digambarkan dalam model sebagai berikut:

Figure 6 Peta Penggunaan TI

Dengan peta seperti itu, maka beberapa fungsi TI justru telah dilekatkan di SBU dan beberapa fungsi lain di-outsource kepada pihak luar perusahaan. Perbedaan peta penggunaan TI ini tentunya akan menuntut mekanisme hubungan yang berbeda pula. c. model layanan TI. Layanan TI yang dijalankan di

perusahaan dapat dikategorikan menjadi: terpusat, terdistribusi, dan campuran. John Kost [16] malah mengajukan model Enterprise-Agency dalam penyelenggaraan TI. Model layanan ini pun tentu akan menuntut mekanisme hubungan yang berbeda.

2.2

Studi Kasus PT INTI

PT INTI telah mengimplementasikan manajemen mutu dan telah meraih standarisasi ISO-9001 untuk beberapa prosesnya, termasuk proses penyelenggaraan layanan TI dan proses pengajuan investasi. Secara implisit, compliance

terhadap ISO-9001 ini menunjukkan bahwa proses-proses TI tersebut telah terdokumentasi. Dari sudut pandang COBIT, level kedewasaan perusahaan yang telah memenuhi standar mutu ISO-9001 dapat digolongkan ke dalam level 3 (terdokumentasi), walaupun kerangka acuannya berbeda. Namun demikian, compliance ini dapat menjadi modal dasar bagi PT INTI di dalam mendefinisikan secara lebih detail perihal standar mutu proses-proses TI dengan menggunakan standar COBIT untuk mencapai IT Governance yang efektif. Berikut ini archetype IT Governance di PT INTI (level korporasi)

(4)

Domain Keputusan TI Input Keputusan

Investasi TI SBU dan Divisi BoD

Arsitektur TI SBU Divisi Ka SBU Ka. Divisi Infrastruktur TI SBU Divisi Ka. SBU Ka. Divisi BoD Kebutuhan Aplikasi Bisnis SBU Divisi Ka. SBU Ka. Divisi BoD Prinsip TI BoD Ka. SBU Ka. Divisi Berdasarkan archetype tersebut, mekanisme yang sekarang dijalankan adalah berupa:

a. forum komunikasi TI b. expert panel TI

c. leveling Sistem Informasi - Level Strategis - Level Korporasi - Level Unit

Di level manajemen proyek, sampai saat ini PT INTI belum memiliki PMO, walaupun metodologi proyek yang dijalankan dan didokumentasikan telah mengikuti PMBOK. Yang menjadi permasalahan dalam implementasi mekanisme hubungan IT Governance dengan IT-as-a-Service di PT INTI adalah belum jelasnya model BSC yang akan diterapkan untuk unit TI sebagai penyelenggara layanan TI di level korporat. Sampai saat ini, scorecard

yang digunakan oleh unit TI masih mengacu kepada

scorecard korporat. Scorecard yang digunakan oleh korporat ini disusun dengan pola pembobotan yang masih memberikan bobot lebih besar kepada perspektif eksternal (Keuangan dan Pelanggan) sebesar 80% sedangkan untuk perspektif internal hanya sebesar 20%. Dengan pembobotan yang kecil ini, maka kinerja IT Governance di unit kerja menjadi sangat kecil (karena digabungkan dengan ukuran kinerja internal lainnya), sehingga dapat saja diabaikan oleh unit kerja. Ini tentu saja dapat mengurangi dukungan unit kerja terhadap IT Governance di tingkat korporat.

Walaupun demikian, peningkatan efektivitas IT Governance

tentu saja sangat diharapkan. Untuk meningkatkan efektivitas tersebut, strategi yang akan dijalankan untuk mencapai dukungan optimal dari setiap unit kerja terhadap penyelenggaraan IT Governance di tingkat korporat adalah mendorong penerimaan TI dari ‘skeptic’ menjadi ‘trust’.

3.

PENUTUP

Engagement Model dengan IT-as-a-Service ditekankan pada mekanisme hubungan antara unit TI sebagai penyelenggaran layanan TI dengan IT Governance di tingkat korporat. Untuk mendukung engagement ini, mekanisme yang digunakan adalah pembentukan struktur sebagai jembatan antara bisnis dengan unit TI (memaksimalkan peran Forum Komunikasi TI dan expert panel TI), penetapan proses

implementasi IT Service Management sebagai best practice

dalam penyelenggaraan layanan TI ke dalam ISO-9001.

4.

Daftar Pustaka

1. Jeanna W. Ross, Peter Weill, David C. Robertson, “Enterprise Architecture as Strategy, Creating a Foundation for Business Execution”, Harvard Business School Press, 2006

2. Jeanna W. Ross, Peter Weill, David C. Robertson, “IT Governance, How Top Performer Manage IT Decision Rights for Superior Result”, Harvard Business School Press, 2004

3. _________,”Rencana Jangka Panjang PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) tahun 2006-2010”, PT INTI, 2006

4. _________,”COBIT 4.1”, IT Governance Institute, 2007

5. _________,”The Evolution of IT-as-a-Service”, N-Able Technologies, 2006

6. David Favelle, “Developing a Service Led ‘Build and Run’ IT Organisation to Optimize IT Governance and Performance”, Lucid IT Pty. Ltd., 2006

7. David Favelle, “IT Governance Through IT Service Management”, Lucid IT Pty. Ltd., 2006

8. Robert S. Kaplan, David P. Norton, “The Strategy-Focused Organization, How Balanced Scorecard Companies Thrive in The New Business Environment”, Harvard Business School Press, 2001

9. Nils Fonstad and David Robertson, “Transforming a Company, Project by Project: The IT Engagement Model”, CISR Whitepaper no 363, September 2006

10. Nils Fonstad, “Engagement Matters: Enhancing Alignment with Governance Mechanism”, CISR, Research Briefing Vol VI, Number 3E, Desember 2006

11. Nils Fonstad, Mani Subramani, “Moving Beyond (Local) Alignment: Creating Value Through IT-Business Engagement”, CISR, Presentation, 7 Maret 2008

12. Maris Martinson, Robert Davison, Dennis Tse, “The Balanced Scorecard: A Foundation for The Strategic Management of Information System”, Decission Support System Journal p.71-88, Elseiver, 1999

13. Wim Van Grembergen, Ph.D, “The Balanced Scorecard and IT Governance”, ITGI ISACA 14. http://www.bscol.com

15. Marianne Broadbent dan Ellen S. Kitzis, “The New CIO Leader, Setting the Agenda and Delivering Result”, Harvard Business School Press, 2005 16. John Kost, “Governance of IT in Government,

(5)

Aligning with Leadership Expectations and Participation”, Gartner, 2006

Gambar

Figure 1 IT Engagement Model Tradisional  IT Governance didefinisikan sebagai tatacara pengambilan  keputusan dan kerangka akuntabilitas untuk mendorong  penggunaan TI sesuai dengan tujuan perusahaan [2]
Figure 2 IT Engagement Model yang Baik  Project Management adalah penggunaan  perangkat-perangkat management dalam perencanaan dan pelaksanaan  proyek agar proyek dapat selaras dengan tujuan perusahaan
Figure 4 Cascade BSC dari Bisnis ke IT Service dan IT  Project

Referensi

Dokumen terkait

dalam buku IPA pegangan siswa, lembar observasi implementasi scientific approach dalam proses pembelajaran, lembar observasi aktivitasbelajar siswa, dan angket sikap

Keterlaksanaan model pembelajaran Predict Observe Explain (POE) pada materi larutan elektrolit dan nonelektrolit dikelas X MIA SMAN 9 Kota Jambi terlaksana dengan baik, yang

Masih ingatkah kamu pukul berapa Udin dan kakak mulai membersihkan dokumen keluarga.. Mereka mulai membersihkan dokumen keluarga

Kabupaten Kota dalam rangka implementasi pengembangan Kawasan Strategis Nasional Keterpaduan Program • Mewujudkan keterpaduan program antara Rencana Pembangunan Nasional

Pada tataran ini, dunia usaha harus jeli dan berani menjemput bola membantu pemerintah daerah mengembangkan usaha kecil atau menciptakan usaha kecil baru dengan memberikan bantuan

Pencapaian Apakah program PAUD memiliki dokumen pencapaian perkembangan anak yang perkembangan dikelompokkan berdasarkan kelompok usia sebagai

6.2.2 Tuliskan dana untuk kegiatan penelitian pada tiga tahun terakhir yang melibatkan dosen yang bidang keahliannya sesuai dengan program studi, dengan mengikuti format

Faktor internal adalah berasal dari diri mahasiswa yang menjadi hambatan dalam menyelesaikan skripsi (misalnya: mahasiswa dalam membagi waktu untuk menyelesaikan