• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut pada Pasien Dewasa. A 29 Year Old Man with Acute Exacerbation of Chronic Tonsilitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut pada Pasien Dewasa. A 29 Year Old Man with Acute Exacerbation of Chronic Tonsilitis"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut pada Pasien Dewasa

Nyimas Farisa Nadhilla, Merry Indah Sari

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak

Tonsilitis adalah peradangan cincin waldeyer yang disebabkan oleh infeksi (virus atau bakteri) dan inflamasi pada tonsil. Tonsilitis kronikmerupakan penyakit yang sering terjadi dalam kasus THT dan umumnya menyeranganak-anak usia 5-15 tahun dengan prevalensi tonsillitis bakterial 15-30% pada anak dengan gangguan tenggorokan dan 5-15% pada dewasa dengan gangguan tenggorokan.Hal ini berkaitan dengan kerentanan anak terkena Infeksi Saluran Pernapasan Atas(ISPA ) dan sistem imunyang belum sempurna. Terdapat beberapa faktor resiko yang memungkinkan orang dewasa terkena tonsillitis kronik.Pasien laki-laki usia 29 tahun datang dengan keluhan nyeri tenggorokan yang bertambah berat sejak 1 bulan yang lalu,nyeri menelan, terasa mengganjal pada tenggorokandan demam hilang timbul. Pasien juga mengaku tidur mengorok dan napas berbau. Pada pemeriksaan tenggorokan, didapatkan hasil terdapat pembesaran tonsil dimana, ukuran tonsil T3-T3, permukaan tidak rata, warna hiperemis, kripta melebar, detritus (+)/(+). Pada pemeriksaan penunjang diperoleh peningkatan kadar leukosit yang menandakan adanya proses infeksi yang terjadi. Faktor resiko pasien mederita tonsillitis kronik eksaserbasi akut ini adalah higienitas mulut dan menurunnya sistem imun penderita. Tatalaksana yang diberikan merupakan ,simptomatik dan kuratif berupa analgetik yaitu paracetamol, antibiotik golongan penisilin dan obat kumur serta rencana tonsilektomi setelah infeksi pada pasien tersebut sembuh.

Kata kunci: demam, nyeri tenggorokan, tonsilitis kronik

A 29 Year Old Man with Acute Exacerbation of Chronic Tonsilitis

Abstract

Tonsillitis was an inflammation in Waldeyer’s ring that caused by infection (viral or bacteria) and inflammation in tonsil. Chronic tonsiltiis was a disease that often happen in ENT cases and it common happened to children 5-15 years old with prevalention of bacterial tonsillitis 15-30% in children with sore throat and 5-15% in adult with sore throat. This term because of children were easily got Upper Respiratory Tract Infection (ISPA) and immune system was still unstable. A 29 year old man came with throat pain that getting worse since 1 month ago, pain when swollen, fell of fid in throat and unstable fever. Patient also snored when he slept, and having bad smell of breath. In orofaring examination, there was enlargement of tonsil, size of tonsil T3-T3, unflat surface, hiperemis, widely cypta, detritus (+/+). Laboratorium test found an increasing of leucocyt lead to process infection that happen in patient. The risk factor of this patient were lack of mouth hygiene and depression of imunity system of the patient. The treatment can be given as analgetic and curativetreatment incude analgetic that was paracetamol, antibiotic penicillin group, mouthwash and tonsilectomi after the infection healed. Keywords: chronic tonsillitis,cold, throat pain

Korespodensi: Nyimas Farisa Nadhilla, S.Ked, alamatJl. Sam Ratulangi Bandar Lampung,HP 085758948522, e-mailfarisanadhilla@gmail.com

Pendahuluan

Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin waldeyer. Tonsilitis adalah infeksi dan inflamasi pada tonsil.1Penyebaran infeksi dapat melalui udara (air bone droplets), tangan dan ciuman. 2

Tonsilitis bisa disebabkan oleh beberapa jenis bakteri dan virus. Berdasarkan durasi waktu, tonsilitis dibagi menjadi tonsillitis akut dan tonsilitis kronik.2Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit THT. Data epidemiologi penyakit THT di tujuh provinsi di Indonesia, prevalensi tonsilitis kronis sebesar 3,8% tertinggi setelah nasofaringitis akut 4,6%. Hasil pemeriksaan pada anak-anak dan dewasa

menunjukkan total penyakit pada telinga hidung dan tenggorokan berjumlah 190-230 per 1.000 penduduk dan didapati 38,4% diantaranya merupakan penderita penyakit tonsilitis kronis.3

Berdasarkan data medical record tahun 2010 di RSUP dr M. Djamil Padang bagian THT-KL subbagian laring faring, ditemukan tonsilitis sebanyak 465 dari 1110 kunjungan di Poliklinik subbagian laring faring dan yang menjalani tonsilektomi sebanyak 163 kasus.Sedangkan insiden tonsilitis kronis di RSUP dr Kariadi Semarang 23,36% sebagian besar diantaranya pada usia 6-15 tahun.4

Tonsilitis baik akut maupun kronik dapat terjadi pada semua umur, namun lebih sering terjadi pada anak. Faktor yang menjadi

(2)

penyebab utama hal tersebut adalah ISPA dan tonsillitis akut yang tidak mendapat terapi yang adekuat.4,5 Tonsilitis lebih umum pada anak-anak usia 5-15 tahun dengan prevalensi tonsillitis bakterial 15-30% pada anak dengan gangguan tenggorokan dan 5-15% pada dewasa dengan gangguan tenggorokan.5

Kasus

Tn E, 29 tahun, datang ke poliklinik THT dengan keluhan nyeri tenggorokan yang bertambah berat sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh sulit menelan, dan terasa ada yang mengganjal ketika menelan serta napas berbau. Keluhan ini dirasakan hilang timbul sejak 1 tahun yang lalu namun memperberat sejak 1 bulan ini. Pasien juga mengeluh sering demam hilang timbul. Keluarga pasien mengaku pasien terkadang mendengar pasien mengorok ketika tidur. Keluhan tidak disertai sakit kepala, hidung tersumbat, penurunan pendengaran, gigi dan gusi berdarah, pengeluaran air liur berlebih, maupun suara serak. Riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan keluhan pasien tidak ada, dan pasien belum pernah menderita keluhan serupa sebelumnya. Pasien menduga menderita diabetes mellitus (DM) karena riwayat keluarga pasien yang menderita DM.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80x/menit, pernapasan 20x/menit, dan suhu 37,6oC. Pada pemeriksaan tonsil, didapatkan hasil terdapat pembesaran tonsil dimana, ukuran tonsil T3-T3, permukaan tidak rata, warna hiperemis, kripta melebar, detritus (+)/(+).

Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan diperoleh Hb12g/dl, trombosit 300.000 ul/L, leukosit 12.100 ul/L, dan GDS (Gula Darah Sewaktu) 156 gr/dL.

Pasien diberikan terapi simptomatik dan kuratif untuk infeksinya. Pasien diberikan amoksisilin 3x500mg tablet, parasetamol 3x500mg tablet, serta untuk menjaga higienitas mulut diberikan obat betadine kumur. Pasien direncanakan kontrol kembali 3 hari kemudian dan rencana tonsilektomi ketika infeksinya sudah sembuh.

Pembahasan

Tonsilitis adalah peradangan cincin

waldeyer yang disebabkan oleh infeksi (virus

atau bakteri) dan inflamasi pada tonsil. Fungsi cincin waldeyer adalah sebagai benteng bagi saluran makanan maupun saluran napas terhadap serangan kuman-kuman yang ikut masuk bersama makanan/ minuman dan udara pernapasan.3,8Selain itu, organ-organ limfoid pada cincin waldeyer menghasilkan antibodi dan limfosit.9

Pada tonsillitis kronik, proses radang yang berulang akan mengakibatkan terkikisnya epitel mukosa dan jaringan limfoid, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid digantikan oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kriptus melebar. Secara klinis kriptus diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submanibula.1,2

Tonsilitis dibagi menjadi tonsilitis akut, membranosa dan kronik. Tonsilitis akut terdiri dari tonsilitis viral dengan penyebab paling sering adalah virus Epstein Barr, dan tonsilitis bakterial disebabkan oleh kuman grup A

Streptococcuss β Hemolitikus.Tonsilitis

membranosa,penyakit yang termasuk dalam tonsillitis membranosa adalah tonsillitis difteri, tonsillitis septik, Angina Paut Vincent dan penyakit kelainan darah. Tonsilitis kronik,kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis akut tetapi kadang-kadang berubah menjadi kuman golongan Gram negatif.2

Berdasarkan insidensinya, tonsilitis baik akut maupun kronik lebih sering mengenai anak-anak dibandingkan dewasa.5Hal ini disebabkan pada anak rentan terkena ISPA dan umumnya anak yang menderita tonsillitis mengalami infeksi virus.9 Dari penelitian yang dilakukan Modena, dkk (2009) terhadap 121 anak dengan tonsillitis, 118 mengalami infeksi virus, dengan virus terbanyak adalah Epsteinn

Barr Virus.10

Pada kasus ini, pasien merupakan seorang pria dewasa dengan usia 29 tahun. Tonsilitis jarang terjadi pada orang dewasa, dan umumnya menyerang anak-anak. Hal ini disebabkan sistem imun yang belum sempurna dan anak rentan terkena ISPA. Tonsilitis dapat terjadi pada orang dewasa akibat dari faktor resiko tertentu seperti rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higene mulut yang buruk,

(3)

pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.2Faktor resiko pada pasien ini adalah hygiene mulut yang buruk serta menurunnya imun pasien sehingga pasien lebih rentan terkenatonsillitis.

Gejala klinis tonsilitis kronis didahului gejala tonsilitis akut seperti nyeri tenggorok yang tidak hilang sempurna. Halitosis akibat debris yang tertahan di dalam kripta tonsil, yang kemudian dapat menjadi sumber infeksi berikutnya.10,11 Pembesaran tonsil dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi sehingga timbul gangguan menelan, obstruksi sleep

apneudan gangguan suara. Pada pemeriksaan

fisik dapat ditemukan tonsil yang membesar dalam berbagai ukuran, dengan pembuluh darah yang dilatasi pada permukaan tonsil, arsitektur kripta yang rusak seperti sikatrik, eksudat pada kripta tonsil dan sikatrik pada pilar.11,13

Nyeri tenggorokan pada pasien yang bertambah berat sejak 1 bulan yang lalu dapat disebabkan oleh peradangan orofaring yang terjadi. Pasien juga mengeluhkan sulit menelan dan terasa mengganjal ketika menelan, nafas berbau. Keluhan dirasakan pasien semakin berat sejak 1 bulan yang lalu yang menunjukkan adanya proses kronis pada penyakit ini yang sifatnya menjadi akut karena keluhannya bertambah berat yang juga didukung dari pemeriksaan fisik yang ditemukan pada pasien. Tidur yang mengorok menandakan adanya obstruksi saluran napas akibat dari pembesaran tonsil pada pasien. Pasien juga mengeluh mengalami demam hilang timbul yang menandakan adanya

proses infeksi yang sedang

berlangsung.Keluhan-keluhan pada pasien tersebut merupakan gejala yang sering muncul pada penderita tonsillitis kronik eksaserbasi akut.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh pasien yakni 37,60C (subfebris) yang menandakan adanya proses infeksi yang sedang berlangsung pada pasien, dan pada pemeriksaan tonsil didapatkan ukuran tonsil membesar yaitu T3-T3, permukaan tidak rata, warna hiperemis, kripta melebar, serta detritus (+/+).

Kemudian, dari hasil pemeriksaan penunjang pasien yaitu darah lengkap, diperoleh meningkatnya kadar leukosit pasien yaitu 12.100 ul/L yang menandakan adanya

proses infeksi. Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu karena pasien menduga memiliki riwayat DM sebelumnya. Kadar GDS pasien adalah 156 gr/dL, yang menandakan normal.

Pada pemeriksaan kultur bakteripada pasien tidak dilakukan. Berdasarkan anamnesis maupun pemeriksaan fisik sudah mengarah ke tonsilitis bakteri. Bakteri penyebab tonsilitis tersering adalah Grup A

streptococcus B hemolitikus.

Daerah tenggorokan banyak

mengandung flora normal. Permukaan tonsil mengalami kontaminasi dengan flora normal di saluran nafas atas. Patogen yang didapatkan dari daerah ini bisa jadi bukan merupakan bakteri yang menginfeksi tonsil. Pemeriksaan kultur dari permukaan tonsil saja tidak selalu menunjukkan bakteri patogen yang sebenarnya, sehingga pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan swab jaringan inti tonsil.4Pemeriksaan kultur dari inti tonsil dapat memberikan gambaran penyebab tonsilitis yang lebih akurat. Pemeriksaan kultur dari inti tonsil ini dilakukan sesaat setelah tonsilektomi atau dengan aspirasi jarum halus dengan pasien diberikan narkose lokal terlebih dahulu. Bakteri yang menginfeksi tonsil adalah bakteri yang masuk ke parenkim tonsil. Bakteri ini sering menumpuk di dalam kripta tersumbat.4

Bakteri yang paling sering menyebabkan tonsillitis adalah grup A Streptococcuus β

hemolitikus.Bakteri ini dapat mengakibatkan

komplikasi seperti peritonsilar abses, parafaring abses, demam rematik dan glomerulonefritis akut dan radang katup jantung.2,4

Tonsilitis kronik eksaserbasi akut berbeda dengan tonsillitis akut rekuren, dimana tonsilitis akut rekuren didefinisikan sebagai tonsilitis akut yang berulang lebih dari 4 kali dalam satu tahun kalender, atau lebih dari 7 kali dalam 1 tahun, 5 kali setiap tahun selama 2 tahun, atau 3 kali setiap tahun selama 3 tahun. Namun demikian dapat ditemukan eritema peritonsil, meningkatnya debris pada kripta tonsil, dilatasi pembuluh darah tonsil, maupun ukuran tonsil yang sedikit berubah.4

Pengobatan tonsilitis meliputi medikamentosa dan pembedahan. Terapi medikamentosa ditujukan untuk mengatasi infeksi pada tonsilitis. Antibiotik golongan

(4)

penisilin merupakan antibiotik pilihan pada sebagian besar kasus karena efektif dan harganya lebih murah. Namun, pada anak dibawah 12 tahun, golongan sefalosporin menjadi pilihan utama karena lebih efektif terhadap streptococcus. Golongan makrolida dapat digunakan hanya jika terdapat alergi terhadap penisilin, hal ini disebabkan efek samping yang ditimbulkan golongan makrolida lebih banyak.4,13

Pada kasus ini, pasien diberikan antibiotik berupa amoksisilin. Amoksisilin merupakan antibiotic golongan penisilin. Golongan penisilin merupakan antibiotik spektrum luas. Penisilin akan menghasilkan

efek bakterisid dengan menghambat

pembentukkan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding el mikroba.14

Pasien diberikan analgesik berupa paracetamol. Analgesik diberikan untuk mengurangi nyeri pada penderita tonsillitis kronik baik pada anak maupun dewasa. Analgesik yang menjadi pilihan utama adalah ibuprofen. Hal ini dikarenakan ibuprofen memiliki efikasi yang tinggi dengan efek samping yang minimal jika dibandingkan dengan parasetamol dan asam salisilat. Selain itu, masa kerja ibuprofen lebih panjang yaitu 6-8 jam. Namun, penggunaan parasetamol pada orang dewasa juga diperbolehkan. Metamizol tidak dianjurkan pemberiannya pada anak karena memiliki efek minimal dan dapat menimbulkan efek samping berupa agranulositosis. 14

Penggunaan obat kumur yang

mengandung klorheksidin atau benzidamin pada pasien dewasa maupun anak dengan tonsillitis yang ditujukan untuk menjaga higienitas mulutnya, namun pada anak terdapat keterbatasan penggunaan khususnya pada obat kumur herbal dimana tidak dianjurkan pemakaiannya pada anak <12 tahun. Hal ini berkaitan dengan kandungan etanol sebagai larutan pengekstraknya.14

Tonsilektomi menjadi prosedur

pembedahan pilihan utama bagi pasien anak maupun dewasa dengan tonsillitis rekuren maupun tonsillitis kronik. Berdasarkan studi retrospektif yang dilakukan oleh Akgun dkk., pasien tonsillitis akut dan tonsillitis kronik setelah tonsilektomi menunjukkan perbaikan yang signifikan, hal ini dibuktikan dengan berkurangnya keluhan nyeri tenggorokan, dan keluhan yang diberikan pada dokter.15

Indikasi tonsilektomi dahulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dahulu tonsilektomi diindikasikan untuk terapi tonsillitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama adalah obstruksi akibat hipertrofi tonsil. Obtruksi yang mengakibatkan gangguan menelan maupun gangguan nafas merupakan indikasi absolut. Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergensi dan perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan.4

The American Academy of

Otolaryngology-Head and Neck Surgery

Clinical Indicators Copendium menetapkan

indikasi tonsilektomi antara lain: serangan tonsillitis lebih dari 3 kali per tahun walaupun mendapatkan terapi yang adekuat, tonsil hipertrofi yang menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial, sumbatan jalan napas, rhinitis dan sinusitis, napas berbau yang tidak berhasil dengan pengobatan, tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptokokkus B hemolitikus, hipertrofi tonsil curiga keganasan, dan otitis media efusa/otitis media supuratif.2

Efek samping dari tonsilektomi adalah

post tonsillectomy hemorrhage (PTH). PTH

primer dapat terjadi 24 jam setelah operasi

disebabkan oleh tidak adekuatnya

penjahitan/ligasi arteri yang bersangkutan. Sedangkan PTH sekunder dapat terjadi pada hari ke 5 sampai ke 10 post pembedahan. Pasien dengan usia tua (>70 tahun), laki-laki, riwayat tonsillitis kronik dan atau tonsillitis rekuren, tonsillitis dengan histologist kriptik, kehilangan darah massif intraoperatif dan peningkatan mean arterial pressure

postoperatif dan anemia (khususnya wanita),

merupakan faktor resiko dari PTH.15

Pada kasus ini, pasien diberikan pengobatan simptomatik dan kuratif untuk

menyembuhkan infeksi akutnya dan

direncanakan tonsilektomi kemudian setelah infeksinya tersebut telah sembuh. Hal ini untuk menghindari adanya penyebaran mikroorganisme saat proses operasi berlangsung jika masih dalam keadaan terinfeksi.

(5)

Tonsilitis kronik umumnya menyerang anak-anak dibandingkan dewasa. Pada orang dewasa, terdapat faktor-faktor resiko yang dapat mempengaruhi timbulnya tonsillitis. Faktor resiko pada pasien ini adalah higienitas mulut yang buruk, serta menurunnya sistem imun penderita. Pasien didiagnosa menderita tonsillitis kronik eksaserbasi akut berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

Terapi pada pasien iniberupa

simptomatik dan kuratif dengan pemberian analgetik, antibiotik, dan obat kumur. Serta

rencana terapi pembedahan yaitu

tonsilektomi yang akan dilakukan ketika infeksi yang diderita pasien telah sembuh.

Daftar Pustaka

1. Sembiring RO, John P, Olivia W. Identifikasi bakteri dan uji kepekaan terhadap antibiotik pada penderita tonsilitis di Poliklinik THT-KL BLU RSU. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado periode November 2012-Januari 2013. Jurnal E-biomedik. 2013; 1(2):1053-7.

2. Rusmarjono, Efiaty AS. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Dalam: Iskandar N, Efiaty J, Jenny B, Ratna D,Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. Hlm. 217-25. 3. Vivit S.Karakteristik penderita tonsilitis

kronis yang diindikasikan tonsilektomi di bagian THT Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Jambi pada Bulan Mei-Juli 2013. Universitas Jambi [internet]. 2013. [disitasi tanggal 16 april 2016]. Tersedia dari: http://www.e-jurnal.com/ 2014/10/ karakteristik-penderita-tonsilitis.html.

4. Pulungan MR, Novialdi N.

Mikrobiologi tonsilitis kronis.Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang; 2010.

5. Epocrates. Tonsillitis epidemiology. AnAthenahealth Service[internet]. 2015 [disitasi tanggal 1 mei 2016]. Tersedia

dari:http://onlie.epocrates.com/disea ses/59823/Tonsillitis/Epidemiology 6. Georgalas CC, Neil ST, Antony N.

Tonsillitis. BMJ Publishing Group Ltd. 2009; 10:503.

7. Muscari EM. Keperawatan pediatrik: infeksi saluran pernapasan bagian atas. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2005.

8. Herawati S, Rukmini S. Anatomi Faring. Dalam: Buku Ajar Ilmu

Penyakit Telinga Hidung

Tenggorokan.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2004.

9. Health Technology Assessment (HTA) Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2004. Tonsilektomi padaanak dan dewasa. Jakarta; 2004. 10. Modena JL, Fabianan CP, Marcos GJ,

Guilherme PB, Tamara HS, Lucia L,et al. High rates of detection of respiratory viruses in tonsillar tissue

from children with chronic

adenotonsillar disease. BMJ Publishing Group Ltd. 2009; 10:503.

11. Ramez S, Bahauddin,Rafiqul I, Shahriar I,Sadlee, Mostafa KA. Chronic tonsillitis and its relation with childhood asthma. IJSR. 2014; 3(3):2319-7064.

12. Isnaeni D, Rizalinda S, Muh.Nasrum M. Perbandingan bakteri streptococcus pada swab tonsilofaringitis dengan darah. Makasar: Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin; 2010.

13. Klaus S. Tonsillitis and sore throat in

children. GMS Curr Top

OtorhinolaryngolHead Neck Surg. 2014;13:ISSN 1865-1011.

14. Istiantoro YH, Vincent HS. Penisilin

sefalosporin, dan antibiotik

betalaktam lainnya. Dalam: Sulisya G,Editor. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Universitas Indonesia; 2001. Hlm. 622-50.

15. Skevas T, Christoph K, Serkan S, Peter K, Plinkert, Ingo B. Measuring quality of life in adult patients with chronic

tonsillitis.The Open

Otorhinolaryngology Journal.

2010;(4):34-46.

16. Lescanne E,Chiron B, Constant I, Couloigner V,Fauroux B, Hassani Y,et al. Pediatric tonsillectomy: clinical practice guidelines. European Annals of Otorhinolaryngology, Head and Neck Diseases. 2012; 5(129):264-71. 17. Pribuisiene R, Alina K, Valdas S,

(6)

mostimportant throat-related symptoms suggestive of chronic tonsillitis as the main indication for

adult tonsillectomy. Medicina (Kaunas). 2013;a49(5):219-22.

Referensi

Dokumen terkait