• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 14 TAHUN 2009

TENTANG

PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI ACEH TAMIANG,

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dan menindaklanjuti ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu membentuk Qanun tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

a, perlu membentuk Qanun Kabupaten Aceh Tamiang tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3661);

3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan

Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten

Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya, dan Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4179);

5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah untuk keduakalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);

(2)

9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

10. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);

13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 1986 tentang Ketentuan Umum Penyidik Pegawai Negeri Sipil jo. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;

14. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 03);

Dengan Persetujuan Bersama,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN ACEH TAMIANG Dan

BUPATI ACEH TAMIANG

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG TENTANG PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan :

1. Kabupaten adalah Kabupaten Aceh Tamiang.

2. Pemerintah Daerah Kabupaten yang selanjutnya disebut Pemerintah Kabupaten adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten yang terdiri atas Bupati dan Perangkat Daerah Kabupaten Aceh Tamiang.

3. Bupati adalah Bupati Aceh Tamiang.

4. Dinas adalah Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Aceh Tamiang.

5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Aceh Tamiang. 6. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Perpajakan Daerah sesuai

dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

7. Badan adalah Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

8. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan yang selanjutnya disebut Pajak adalah Pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

(3)

9. Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Mineral bukan logam dan batuan sebagaimana di dalam peraturan perundang-undangan di bidang mineral dan batubara.

10. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

11. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak;

12. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan atau pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah;

13. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kelender atau jangka waktu lain yang diatur denga Peraturan Bupati paling lama 3 (tiga) bulan kelender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang; 14. Tahun Pajak adalah jangka waktu paling lamanya 1 (satu) tahun kelender, kecuali bila

Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kelender;

15. Pajak yang terutang adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kelender, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kelender; 16. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan

subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya;

17. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah;

18. Nota Pajak adalah dasar perhitungan besarnya pajak yang terutang yang harus dibayar oleh wajib pajak.

19. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang;

20. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau berupa denda administrasi.

21. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

22. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkanoleh Bupati.

23. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang selanjutnya dapat disingkat SKPDKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit Pajak jumlah kekurang pembayaran pokok Pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.

24. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya dapat disingkat SKPDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah Pajak yang telah ditetapkan.

25. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang dan tidak ada kredit pajak.

26. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan Pajak dan/atau sanksi administrasi berupa denda.

27. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.

(4)

28. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

29. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib pajak.

30. Pembukuan adalah suatu proses pencatatanyang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan beruapa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.

31. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan keputusan kewajiban retribusi daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Retribusi Daerah.

32. Penyidikan Tindak Pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang Tindak Pidana yang terjadi dibidang Retribusi Daerah serta menemukan tersangkanya.

BAB II

NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK

Pasal 2

(1) Dengan nama Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dipungut pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

(2) Objek Pajak adalah kegiatan pengambilan Mineral bukan logam dan batuan yang meliputi : a. Asbes;

b. Batu tulis;

c. Batu setengah permata; d. Batu kapur; e. Batu apung; f. Batu permata; g. Bentonit; h. Dolomit; i. Feldspar;

j. Garam Batu (halite);

k. Grafit; l. Granit/andesit; m. Gips; n. Kalsit; o. Kaolin; p. Leusit; q. Magnesit; r. Mika; s. Marmer; t. Nitrat; u. Opsidien; v. Oker;

w. Pasir dan kerikil; x. Pasir kuarsa; y. Perlit;

z. Phospat; aa. Talk;

bb. Tanah serap (fullers earth); cc. Tanah diatome;

dd. Tanah Liat; ee. Tawas (alum);

(5)

ff. Tras; gg. Yarosif; hh. Zeolit;

ii. Basal;

jj. Trakkit; dan

hh. Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dikecualikan dari objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah : a. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang nyata-nyata tidak

dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan tanah untuk keperluan rumah tangga, pemancangan tiang listrik / telepon, penanaman kabel listrik / telepon, penanaman pipa air/gas;

b. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang merupakan ikutan dari kegiatan pertambangan lainnya, yang tidak dimanfaatkan secara komersial; dan; c. kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan lainnya yang ditetapkan

dengan Qanun.

(4) Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat mengambil Mineral Bukan Logam dan Batuan.

(5) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengambil Mineral Bukan logan dan Batuan.

BAB III

DASAR PENGENAAN PAJAK DAN TARIF PAJAK

Pasal 3

(1) Dasar pengenaan Pajak adalah nilai jual hasil pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan.

(2) Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihitung dengan mengalikan volume / tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis Mineral Bukan logam dan Batuan

(3) Nilai pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah harga rata-rata yang berlaku di lokasi setempat di wilayah daerah yang bersangkutan.

(4) Dalam hal nilai pasar dari hasil produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagaimana pada ayat (3) sulit diperoleh, digunakan harga standar yang ditetapkan oleh Kepala Dinas.

Pasal 4

Tarif Pajak sebagai berikut :

a. Tanah Timbun sebesar 10 % (sepuluh persen); b. Tanah Liat sebesar 5% (lima persen);

c. Pasir Sungai sebesar 6 % (enam persen ); d. Kerikil sebesar 4 % (empat persen);

e. Sirtu sebesar 7 % (tujuh persen);

f. Batu Koral sebesar 6 % (enam persen);

g. Batu Kapur sebesar 10 % (sepuluh persen); h. Dolomit sebesar 10 % (sepuluh persen );

i. Phosphat sebesar 10 % (sepuluh persen);

j. Kalsit sebesar 10 % (sepuluh persen);

k. Marmer sebesar 10 % (sepuluh persen);

l. Pasir Kuarsa sebesar 6 % (enam persen);

(6)

BAB IV

WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK

Pasal 5

(1) Pajak yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat lokasi pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan.

(2) Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dengan dasar pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

BAB V

MASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG

Pasal 6

Masa Pajak dan saat pajak terutang lamanya 1 (satu) Tahun kalender;

Pasal 7

Pajak terutang terjadi pada saat kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan .

BAB VI

TATA CARA PEMUNGUTAN

Pasal 8

Pemungutan Pajak dilarang diborongkan.

Pasal 9

(1) Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(2) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Bupati dibayar dengan menggunakan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(3) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa karcis dan nota perhitungan.

(4) Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan SPTPD, SKPDKB, dan/atau SKPDKBT.

Pasal 10

(1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.

(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib Pajak atau kuasanya.

(3) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan kepada Bupati selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak.

(4) Bentuk, isi serta tata cara pengisian dan penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB VII

TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK

Pasal 11

(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) ditetapkan Pajak Terutang dengan menerbitkan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(7)

(2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih melalui STPD.

Pasal 12

(1) Wajib Pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) digunakan untuk memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terutang. (2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah terutung pajak, Bupati dapat menerbitkan :

a. SKPDKB dalam hal:

1. jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang

tidak atau kurang dibayar;

2. jika SPTPD tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka waktu 15 (lima

belas) hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;

3. jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung

secara jabatan.

b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.

c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 1 dan angka 2 dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

(4) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

(5) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dikenakan jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.

(6) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 3 dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa denda sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

BAB VIII

TATA CARA PEMBAYARAN

Pasal 13

(1) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD. (2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan Pajak

harus disetorkan ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1x24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati.

(3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD.

Pasal 14

(1) Pembayaran pajak dilakukan sekaligus atau lunas.

(2) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. (3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan

secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan denda sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.

(8)

(4) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan denda sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum dibayar atau kurang bayar.

(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 15

(1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam Buku Penerimaan.

(2) Bentuk, jenis, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak serta tata cara pengisian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB IX

TATA CARA PENAGIHAN PAJAK

Pasal 16

(1) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang.

(3) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.

Pasal 17

(1) Apabila jumlah pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu yang sebagaimana yang ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang dibayar ditagih dengan Surat Paksa.

(2) Bupati atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.

Pasal 18

Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam setelah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Bupati atau pejabat yang ditujuk segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

Pasal 19

Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi hutang pajaknya, setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Bupati atau pejabat yang ditunjuk mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Juru Sita Pengadilan Negeri Kuala Simpang.

Pasal 20

Setelah Juru Sita Pengadilan Negeri menetapkan hari, tanggal, jam, dan tempat pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.

Pasal 21

Bentuk, jenis dan tata cara pengisian formulir yang digunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

(9)

BAB X

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK

Pasal 22

(1) Bupati berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak.

(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebihlanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB XI

TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN

KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINSTRASI

Pasal 23

(1) Bupati karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :

a. membetulkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau SPTPD yang dalam penerbitannya

terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah;

b. membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar;

c. mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa denda dan kenaikan

pajak yang terutang, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan.

(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau SPTPD dengan memberi alasan yang jelas.

(3) Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk paling lama (3 tiga) bulan sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima sudah harus memberitahukan keputusan. (4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bupati

atau pejabat yang ditunjuk tidak dapat memberikan keputusan permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan sanksi adminstrasi dianggap dikabulkan.

BAB XII

KEBERATAN DAN BANDING

Pasal 24

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas suatu : a. SKPD; b. SKPDKB; c. SKPDKBT; d. SKPDLB; e. SKPDN.

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

(4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak.

(10)

(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap sebagai Surat Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.

(6) Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan Surat Keberatan.

Pasal 25

(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.

(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan

Pasal 26

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya Keputusan Keberatan.

(2) Pengajuan Banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak menunda kewajiban membayar pajak.

Pasal 27

(1) Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 atau banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.

(3) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan Keputusan Keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

(4) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan.

(5) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

BAB XIII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

Pasal 28

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya :

a. nama dan alamat Wajib Pajak;

b. masa pajak;

c. besarnya kelebihan pembayaran pajak;

d. SKPDN.

(2) Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (enam) bulan sejak tanggal surat permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, sudah memberikan keputusan.

(11)

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui dan Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, maka permohonan pengembalian kelebihan pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai hutang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu hutang pajak dimaksud.

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Pembayaran Kelebihan Pajak (SPPKP).

(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan diterbitkannya SKPDLB, Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk memberikan imbalan denda sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.

Pasal 29

Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan yang berlaku sebagai bukti pembayaran.

BAB XIV

KADALUARSA PENAGIHAN

Pasal 30

(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana bidang perpajakan daerah.

(2) Kadaluarsa penagihan pajak, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila : a. diterbitkan surat teguran dan surat paksa; atau

b. ada pengakuan hutang pajak dari wajib pajak baik langsung atau tidak langsung.

BAB XV

PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN

Pasal 31

(1) Wajib Pajak yang melakukan usaha pengambilan dan / atau pemanfaatan Mineral Bukan Logam dan Batuan dengan omzet paling sedikit Rp. 300.000.000.00 (tiga ratus juta rupiah) per tahun wajib menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan.

(2) Kriteria Wajib Pajak dan penentuan besaran omzet serta tata cara pembukuan atau pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebihlanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 32

(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

(2) Wajib Pajak yang diperiksa wajib :

a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi

dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan Pajak yang terutang.

b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu

dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau

c. memberikan keterangan yang diperlukan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Pajak diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

(12)

BAB XVI PENYIDIKAN

Pasal 33

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Kabupaten diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana dibidang Pajak Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana bidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap atau jelas;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan

tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan

dengan tindak pidana bidang retribusi daerah;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan

dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah;

e. melakukan pengeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, catatan dan

dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak

pidana dibidang retribusi daerah;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat

pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana pajak daerah;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka

atau saksi;

j. menghentikan penyidikan;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana

dibidang retribusi daerah menurut ketentuan perundang-undangan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

BAB XVII KETENTUAN PIDANA

Pasal 34

(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Pasal 35

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak.

(13)

BAB XVIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 36

Dengan berlakunya Qanun ini, maka Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor 12 Tahun 2005

tentang Pajak Pengambilan dan Pengelolaan Bahan Galian Golongan C (Lembaran Daerah

Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2005 Nomor 14) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 37

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Qanun ini, sepanjang mengenai Peraturan Pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 38

Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yang mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2010.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Qanun ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Aceh Tamiang.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ACEH TAMIANG TAHUN 2010 NOMOR 14

Diundangkan di Karang Baru

pada tanggal 16 Nopember 2009 M

28 Dzulqaidah 1430 H

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

Dto

SYAIFUL ANWAR

Ditetapkan di Karang Baru

pada tanggal 16 Nopember 2009 M 28 Dzulqaidah 1430 H

BUPATI ACEH TAMIANG,

Dto

(14)

PENJELASAN ATAS

QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 14 TAHUN 2009

TENTANG

PAJAK MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

I. UMUM

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah, khususnya yang bersumber dari Pajak daerah perlu ditingkatkan sehingga Kemandirian Daerah dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pemerintah di Daerah dapat terwujud.

Untuk meningkatkan pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta peningkatan pertumbuhan perekonomian di Daerah, diperlukan penyedian sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang hasilnya memadai. Upaya peningkatan penyedian pembiayaan dari sumber tersebut, antara lain, dilakukan dengan peningkatan kinerja pemungutan, penyempurnaan dan penambahan jenis pajak.

Bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, maka perlu dilaksanakan Perubahan Qanun Kabupaten Aceh Tamiang tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sebagai pengganti Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor 14 Tahun 2009 tentang Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. Bahwa perubahan Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor 14 Tentang Pajak Mineral Bukan logam dan Batuan , untuk memenuhi

ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf f, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 28

tentang Pajak dan Retribusi Daerah.

Tantangan Utama yang dihadapi dalam pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah Pengaruh Globalisasi yang mendorong demokratisasi, Otonomi Daerah, hak asasi manusia, Lingkungan Hidup, perkembangan teknologi dan inpormasi, hak atas kekayaan intelektual serta tuntutan peningkatan peran serta swasta dan Masyarakat.

Bahwa untuk menghadapi tantangan lingkungan starategis dan menjawab sejumlah permasalahan tersebut, perlu disusun Qanun Kabupaten Aceh Tamiang tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hasilnya untuk pembiayaan pennyelenggaraan Pemerintahan di Daerah Kabupaten Aceh Tamiang.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2 ayat (1)

Yang dimaksud dengan kegiatan Pengambilan Mineral Bukan logam dan Batuan adalah Pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi di wilayah daerah Kabupaten Aceh Tamiang untuk dimanfaatkan.

ayat (2)

(15)

ayat (3)

Tidak termasuk yang dikecualikan sebagai Objek Pajak Mineral Bukan logam dan Batuan adalah Kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang tidak untuk dimanfaatkan secara ekonomis.

Contoh, kegiatan pengambilan Mineral Bukan Logam dan Batuan yang nyata -nyata tidak dimanfaatkan secara komersial, seperti kegiatan pengambilan untuk keperluan rumah tangga, pembangunan sarana dan prasarana umum yang sumber dananya dari masyarakat, pemancangan tiang listrik/telepon, penanaman kabel listrik/telpon, penanaman pipa air/gas dan kegiatan pertambangan mineral bukan logam dan batuan lainnya.

ayat (4) Cukup Jelas ayat (5) Cukup Jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 ayat (1) Cukup jelas ayat (2)

Ketentuan ini mengatur tata cara pengenaan Pajak yaitu ditetapkan oleh Bupati atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak.

Cara pertama, Pajak dibayar oleh Wajib Pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh Bupati melalui SKPD atau Dokumen lain yang dipersamakan.

Cara kedua, Pajak dibayar sendiri adalah Pengenaan Pajak yang

memberikan kepercayaan kepada Bupati untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan SPTPD. ayat (3) Cukup jelas ayat (4) Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 ayat (1) Cukup jelas

(16)

ayat (2) angka 1 Cukup jelas angka 2 Cukup jelas angka 3

Yang dimaksud dengan Penetapan Pajak secara jabatan adalah penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk berdasarkan dta yang ada atau keterangan lain yang dimiliki oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk

ayat (3) Cukup jelas ayat (4 Cukup jelas ayat (5) Cukup jelas ayat (6) Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup Jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas

(17)

Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup Jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas

Referensi

Dokumen terkait

Masukan dari ekonometrika yang diperlukan dalam Model Input-Output adalah besarnya koefisien, elastisitas produksi, dan tanda positif atau negatif yang menentukan apakah

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang obyek wisata Danau Ranau Kecamatan Banding Agung Kabupaten OKU Selatan Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2009,

Konsep integrasi yang terfokus hanya pada anak-anak luar biasa yang belajar bersama-sama dengan anak-anak normal dalam tempat yang sama dengan bantuan khusus, pendidikan

Sebelumnya telah dilakukan penelitian oleh Tri Setiadji (2005) dengan judul “Pengaruh Sikap Auditor Internal Tentang Peran Profesi Audit Internal Terhadap

Metode Least Significant Bit (LSB) adalah teknik penyembunyian pesan dengan cara menyisipkan pesan pada bit rendah atau bit paling kanan pada file cover work

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, diperoleh kesimpulan: (1) Jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada materi pokok Getaran dan

Oleh karena itulah, diperlukan perancangan fasilitas fisik (kursi alas duduk untuk posisi duduk di lantai dan mimbar untuk Doa Jumat), tata letak (tata letak kursi alas duduk

Tingkat Kompetensi Kompetensi Ruang Lingkup Materi Tingkat Pendidikan Dasar (mulai Kelas IV-VI) - Menunjukkan perilaku sosial dan budaya yang mencerminkan jatidiri bangsa Indonesia..