• Tidak ada hasil yang ditemukan

193-25-325-1-10-20171002

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "193-25-325-1-10-20171002"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PEMERINTAH SEBAGAI REGULATOR DALAM

PERAN PEMERINTAH SEBAGAI REGULATOR DALAM

MENDORONG IMPLEM

MENDORONG IMPLEMENT

ENTASI

ASI MODEL

MODEL

 SOC

 SOCII A

AL

L

ENTREPRENEURSHIP

ENTREPRENEURSHIP

PADA BISNIS PARIWISATA DI BALI

PADA BISNIS PARIWISATA DI BALI

(DARI

(DARI VO

VOLUNT

LUNTARY ME

ARY ME NUJU MANDA

NUJU MANDATO

TORY)

RY)

PUTU GDE ARIE

PUTU GDE ARIE YUDHISTIRAYUDHISTIRA arieyudhistira@gmail.com arieyudhistira@gmail.com

Pengajar Program Studi Manajemen Bisnis Perjalanan Pengajar Program Studi Manajemen Bisnis Perjalanan

Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali

Jl. Darmawangsa, Kampial, Nusa Dua Bali. Telp: (0361) 773537 Jl. Darmawangsa, Kampial, Nusa Dua Bali. Telp: (0361) 773537

I WAYAN SUKMA WINARYA PRABAWA I WAYAN SUKMA WINARYA PRABAWA

sukma.winarya259@gmail.com sukma.winarya259@gmail.com

Pengajar Program Studi Destinasi Pariwisata Pengajar Program Studi Destinasi Pariwisata Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali

Jl. Darmawangsa, Kampial, Nusa Dua Bali. Telp: (0361) 773537 Jl. Darmawangsa, Kampial, Nusa Dua Bali. Telp: (0361) 773537

ABSTRACT ABSTRACT Gaps practice of social activity

Gaps practice of social activity that occurs between the entrepreneur or companythat occurs between the entrepreneur or company with direction and goals set by the government in mandating the private

with direction and goals set by the government in mandating the private sector tosector to  participate

 participate in in bringing bringing about about sustainable sustainable social social change change need need to to be be evaluated.evaluated.  Principles and ph

 Principles and philosophy of Soilosophy of Social Entrcial Entrepreneurship aepreneurship appears to bridge ppears to bridge the gapthe gap by emphasizing and strengthening the vision of entrepreneurs in line with the by emphasizing and strengthening the vision of entrepreneurs in line with the  gover

 governmentnment’’s s visivision. on. This This study study aims aims to to asseassess ss the the roles roles undertaundertaken ken by by thethe  go

 goveve rnrnmement nt in in enencocoururagagining g ththe e imimplplememenentatatition on of of ththe e momodedel l of of sosocici al al  entrepr

entrepreneurship so as to eneurship so as to provide input on regulatory weakness over the yeprovide input on regulatory weakness over the years.ars.

K

Ke

eyw

ywords:

ords:

 social  social entreprentrepreneurship, partnership, eneurship, partnership, regulation.regulation. ABSTRAK 

ABSTRAK   Kes

 Kesenjenjangangan an prapraktiktik k aktaktifiifitas tas sossosial ial yanyang g teterjrjadi adi antantara ara penpengusgusaha aha ataatauu  pe

 perusrus ahaahaan an dedengangan n araarah h dan dan tutujuajuan n yayang ng diditetetatapkpkan an pepememeririntntah ah daldalamam mengamanatkan pihak swasta untuk berperan serta dalam

mengamanatkan pihak swasta untuk berperan serta dalam mewujudkan perubahanmewujudkan perubahan  sosial ya

 sosial yang ng berkesinambungan berkesinambungan perlu uperlu untuk ntuk dievaluasi. dievaluasi. Prinsip Prinsip dan dan filosofi social filosofi social  entrepr

entrepreneurship muncul untuk eneurship muncul untuk menjembatani kesenjangan tersebut dengan lebihmenjembatani kesenjangan tersebut dengan lebih menekankan dan menguatkan visi pengusaha agar sejalan dengan visi pemerintah. menekankan dan menguatkan visi pengusaha agar sejalan dengan visi pemerintah.  Pene

(2)

dunia seperti UNWTO, UNESCO ataupun  pencapaian sertifikasi-sertifikasi internasional.

Fakta tersebut tampaknya tidaklah menjadi suatu yang mengejutkan karena dorongan atau munculnya sentimen pasar dari masyarakat Negara maju sebagai Negara dengan penyumbang market share  terbesar  yang melakukan perjalanan didunia telah memiliki kesadaran terhadap isu permasalahan sosial dan kerusakan lingkungan didunia. Kondisi tersebut secara tidak langsung memaksa investor, pengusaha maupun manajemen perusahaan mengikuti keinginan  pasar untuk melakukan inovasi-inovasi dalam menjalankan pertumbuhan dan keberlan- jutannya bisnisnya, tidak hanya fokus pada  pendekatan profit oriented  melainkan bergeser   pada pendekatan philanthropy, dari

 profit-oriented entrepreneur   menjadi  soc ial  entrepreneur .

Menurut Samer: Social entrepreneur   ship is the field in which entrepreneurs

tailor their activities to be directly tied  with the ultimate goal of creating social  value. (Samer Abu-Saifan, Technology  Inno vat ion Ma na ge ment Re view:  February 2002).

Social entrepreneurs atau kewirau-sahaan sosial adalah bidang dimana sebuah  pengusaha menyesuaikan aktifitas bisnisnya untuk secara langsung terikat dengan tujuan utama yaitu menciptakan nilai sosial.

Social entrepreneurship utilizes entrepreneurial approaches to unravel   social problems (Dees:2001).

Ditambahkan oleh Dees bahwa social entrepreneurship menggunakan  pe nd ekatan ke wiraus aha an unt uk 

mengungkap masalah-masalah sosial. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam hal  pasar, selain dapat menjaga pasar social entrepreneurship juga merupakan instrument  baru dalam menciptakan pangsa pasar baru.

 Besides transforming extant markets,  social entrepreneurship has also been instrumental in creating new markets and market niches with initiative such as fair trade (Huybrechts fortcoming;  Nicholls 2010a) and microfinance

(Armendariz de Aghion & Morduch 2005; Batilana & Dorado 2010)

Implementasi social entrepreneurshipdi Indonesia sendiri telah banyak berkembang dan dipraktikan pada pelaku bisnis industri  pariwisata di Bali sebagai destinasi dengan

industri pariwisata terbesar di Indonesia. Berbagai jenis usaha bisnis pariwisata telah mulai membawa isu sosial dan lingkungan menjadi bagian dari aktifitas bisnisnya. Sebagai contoh kecil adalah dari kegiatan charity

seperti donor darah, pemeriksaan kesehatan gratis, pembersihan pantai hingga ajakan kepada konsumen untuk melakukan 3R 

(Reduce, Reuse, Recycle), dan pengurangan  pemakaian diterjen dengan tidak mengganti

towel  setiap hari.

Dapat dipastikan bahwa dengan kegiatan-kegiatan yang terpublikasikan tersebut akan membawa perubahan citra yang lebih positif ditengah pangsa pasar yang semakin tinggi tingkat kesadarannya akan tujuan akhir dari pembangunan yang  berkelanjutan. Terlebih ketika hotel tersebut telah sukses mendapatkan sertifikasi-sertifikasi seperti Penghargaan Green Globe atau Tri Hita Karana yang diakui secara global dan nasional yang akhirnya meraih predikat sebagai hotel yang ramah lingkungan dan bertanggung  jawab secara sosial.

Fenomena tersebut dapat dipandang sebagai kebutuhan dan keuntungan dari sebuah bisnis. Sebagian besar dari pengusaha melihatnya sebagai bagian dari komunikasi  pemasaran, ajang promosi, investasi dengan tujuan yang berbeda dan dengan berbagai jenis implementasi. Hanya beberapa dari pengusaha tersebut yang melaksanakannya dengan

(3)

filosofi yang kuat untuk membawa perubahan nilai sosial kearah yang lebih baik dengan tujuan pengentasan kemiskinan dan meningkatkan kesejahtraan masyarakat.

Disisi lain, pemerintah juga telah memahami pentingnya menjalin kemitraan dengan membangun  Pub lic Pr ivat e  Partnership  (PPP) antara pemerintah dan  pengusaha/perusahaan untuk membantu  program-program pemerintah dalam usaha untuk mengurangi permasalahan sosial seperti  pengentasan kemiskinan. Hal tersebut terlihat dari dikeluarkannya peraturan yang berbentuk   perundangan-undangan, peraturan

peme-rintah, peraturan menteri dengan mewajibkan  pengusaha/perusahaan untuk melakukan

aktifitas sosial dan lingkungan.

 Namun dalam implementasinya, banyak   perusahaan sengaja memperkecil arti dan

lingkup kegiatan tersebut dengan tujuan hanya untuk mematuhi himbauan dari

kebijakan-kebijakan pemerintah semata. Selain aktifitas  promosi yang dikemas dalam bentuk kegiatan sosial, beberapa melakukan pemberian santunan atau sumbangan/hibah untuk  masyrakat yang kurang mampu, melakukan acara penanaman pohon hanya untuk  mendapat lebel “social friendly”  dan pada akhir diakui sebagai perusahaan yang peduli untuk isu-isu sosial dan lingkungan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji  peran yang dikeluarkan ole h pemerintah sebagai regulator dalam mendorong  pengusaha untuk melakukan bisnis yang  be rtang gu ng jawab secara sos ial da n lingkungan dengan melakukan urain dan kajian melalui teori-teori social entrepreneurship  pada berbagai kebijakan dan peraturan yang telah diundang-undangkan oleh pemerintah untukn menemukan kelemahan dari peraturan tersebut sehigga dapat memberikan rekomendasi untuk disesuaikan.

(4)

Sumber: Disadur oleh penulis dari Technology Innovation Management Review (Social Entprereneurship: Definition and Boundaries; Samer Abu-Saifan) “The social entrepreneur is a mission-driven individual who uses a set  of entrepreneurial behaviors to deliver a social value to the less  privileged, all through an entrepreneuarlly oriented entity that is  financially independent, self-sufficient, or sustainable”(Saifan:2012). Menurut Saifan; social entrepreneur 

atau kewirausahaan social adalah misi individu/pengusaha yang didorong dengan menggunakan prilaku kewirausahaan untuk  memberikan nilai sosial untuk orang yang kurang beruntung yang mandiri dan  berkelanjutan.

Sedangkan menurut Santosa, social entrepreneurship adalah seorang yang mengerti permasalahan sosial dan meng-gunakan kemampuan entrepreneurship untuk  melakukan perubahan sosial(sosial change), terutama meliputi bidang kesejahtraan (welfare), pendidikan dan kesehatan (Santosa, 2007).

Konsep social entrepreneurship[ merupakan perluasan dari konsep dasar  kewirausahan yang secara historis telah diakui sebagai pengungkit ekonomi, terutama dalam menyelesaikan masalah social (Noruzi et al.) Dari berbagai sumber tersebut dapat ditarik pemahaman bahwa social entrepreneur  adalah pengusaha yang memiliki kepedulian terhadap permasalahan sosial sekitarnya dan  berupaya untuk melakukan perubahan dengan filosofi yang kuat yang tertuang kedalam visi dan misi perusahaan yang dibangun.

Prinsip Bisnis Social Entrepreneur

Terdapat beberapa perbedaan yang mendasari  prinsip bisnis social entrepreneur dengan entrepreneur pada umumnya yang dapat dilihat  padauraiaberikut :

Sumber: Social Entrepreneurship and  Government: A New Bread of Entrepreneurs

(5)

Seperti yang dikutip dari Social Entrepreneurship and Government: A New Bread of Entrepreneurs Developing Solutions to Social Problems (159:2007) menjelaskan  bahwa social entrepreneurship berada diantara 3 sektor yaitu: 1. Private Sector  didefinisikan sebagai segala bentuk perusahaan, bisnis kecil yang melakukan bisnis dengan menjual barang dan jasa untuk memaksimalkan profit dengan meningkatkan inovasi dan produktifitas.2.

 Public Sector  mengarah pada dua tugas utama dari pemerintah; 3. Menyediakan fasilitas  publik, seperti perpustakaan, pendidikan  publik, keamanan dan regulasi; 4. Mengatasi kesenjangan sosial dengan melakukan redistribusi dalam bentuk sumbangan dana untuk pengangguran, bantuan bencana alam,  bantuan untuk ma syar akat yang kura ng mampu. 5.Voluntary Sector   memiliki peran melakukan kegiatan yang berbasis pada  pencapaian tujuan sosial. Sebagai contoh organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, yayasan pendidikan, yayasan rumah sakit.

 Namun sa at ini peran utama yang dilakukan oleh masing-masing sektor telah semakin kabur dan saling memasuki wilayah satu dengan yang lainnya, sebagai contoh

 private sector   yang cenderung melakukan  bisnis untuk memaksimalkan profit saat ini telah turut berperan dalam memberikan  pela yanan kepada karyawannya dengan menyediakan layanan kesehatan, pension, dll. Publik sektor yang memiliki peran utama untuk melakukan regulasi serta menyediakan  pelayanan kepada masyrakat juga mulai mengambil peran untuk melakukan kegiatan  bisnis yang banyak berkolaborasi dengan

 private sector   dan voluntary sector untuk  melakukan proyek-proyek pemerintah.

Dengan kondisi dan perkembangan  pemahaman tersebut telah menempatkan  posisi dari social entrepreneurship  yang  berada diantara ke tiga sektor tersebut yang menjadi jembatan antar satu sektor dengan sektor lainnya untuk mencapai tujuan bersama yaitu menanggulangi permasalahan sosial.

(6)

Peraturan Perundang-undangan Mengenai Tanggung Jawab Sosial

Pemerintah sebagai pemegang kebijakan telah menyadari bagaimana peranan entrepreneur dalam mendukung program- program pemerintah dalam menanggulangi  permasalahan sosial yang dihadapai seperti isu kesenjangan sosial, kemiskinan, kesehatan,  pendidikan dan kesejahtraan. Seperti kutipan  berikut, bahwa masyarakat sendiri telah memandang social entrepreneurship dapat menghadirkan perubahan sosial melalui kemitraan, transformasi dan pendayagunaan. “For civil society actors, social entre- pren eu rs hi p ma y repres ent a dr ive r of   systemic social change (Nicholls 2006), a  space for new hybrid partnership (Austil et 

al. 2006a), or a model of political transfor-mation and empowerment (Alford et al. 2004)”.

Sedangkan untuk pemerintah social entreprenurship (dapat berupa social enterprise) dapat menjadi salah satu solusi untuk kegagalan Negara dalam mewujudkan kesejahtraan melalui investasi tanggung jawab sosial.

“For government, social entrepre-neurship (particularly in the form of social  enterprise) can be one of the solutions to state  failures in welfare provision (Leadbeater 

1996; Nyssens 2006). Finally, for business  soc ial entrepreneurship can offer a new market opportunity (Karamchandani et al. 2009) or natural development from socially responsible investment (Freireich & Fulton 2009)”.

Berikut adalah bentuk peraturan- peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam mendorong pengusaha untuk terlibat

(7)

secara langsung dalam melakukan aktifitas  bisnis yang lebih memiliki tanggung jawab

sosial kepada masyarakat.

Undang-undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Pasal 1: Tanggung jawab sosial dan lingkungan yang memiliki definisi sebagai komitmen Perseorangan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseorangan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.

Pasal 66: Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya: Laporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Pasal 74 (1) Perseroan yang men- jalankan kegiatan usahanya dibidang dan/ atau  berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. (2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya  perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. (3) Perseroan yang tidak melak-sanakan kewajiban sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung

usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan Undang-Undang.

Pasal 4 (1) Tanggung jawab sosial dan lingkungan dilaksanakan oleh Direksi  berdasarkan rencana kerja tahunan Per-seorangan setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS sesuai dengan anggaran dasar Perseroan, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. (2) Rencana kerja tahunan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rencana kegiatan dan anggaran yang dibutuhkan untuk   pelaksanaa n tanggung jawab sosial dan

lingkungan.

Pasal 7 Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang tidak  melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 8, butir (2): Perseroan yang telah  berperan serta melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) dapat diberikan penghargaan

oleh instansi yang berwenang.

Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Pasal 15. Setiap penanam modal  berkewajiban: (1) Menerapkan prinsip tata

kelola perusahaan yang baik; (2)

Melaksanakan tanggung jawab sosial  perusahaan. (3) Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan

(8)

menyam-MBU/2013 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan sebelumnya.

Pasal 1 (1) Butir 6: Program Kemitraan dengan Usaha Kecil yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk  meningkatkan kemampuan usaha kecil agar  menjadi tangguh dan mandiri melalui  pema nfaa ta n dana BUMN. (2 ) Buti r 7: Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah program  pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh

BUMN melalui pemanfaatan dana BUMN. Social Entrepreneurship dan Pengentasan Kemiskinan

Indonesia sebagai Negara dengan ekonomi terbesar ke-9 di dunia masih memiliki tantangan besar dalam hal pengentasan kemiskinan, mewujudkan kesejahtraan sosial dan pelestarian lingkungan. Kebijakan-kebijakan pemerintah melalui peraturan  perundang-undangan yang secara eksplisit mengatur bahwa kewajiban perseroan/  pengusaha untuk melakukan tanggung jawab sosial merupakan salah satu bentuk dari peran  pemerintah dalam mendorong terciptanya hubungan mutualisme yang saling menguntungkan untuk mencapai tujuan  bersama.

Hasil yang muncul dari kebijakan tersebut adalah bentuk program Corporate Social Responsibility yang saat ini banyak  dilakukan oleh sektor swasta (private) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, munculnya peraturan-peraturan yang telah dipaparkan diatas tampaknya tidak serta merta mampu untuk mengisi kekosongan yang diharapkan oleh pemerintah dengan imple-mentasi nyata yang ideal dalam mendukung  program-program pemerintah.

“Kegagalan” dalam menyelesaikan  permasalahan sosial tidak hanya dialami oleh  pemerintah tetapi juga mitra pemerintah, yaitu sektor swasta dan organisasi masyrakat sipil.

Yunus (2007) pun juga menjelaskan bahwa terdapat kelemahan dari program CSR yang dilakukan oleh sektor swasta.

Aktifitas sosial yang dikemas dalam  bentuk CSR sampai saat ini cenderung “liar”, tanpa arah yang mungkin disebabkan karena motivasi dan pemahaman filosofi yang lemah dari perusahaan/pengusaha dalam mengimple-mentasikannya, sehingga kegiatan sosial tersebut tidak tepat sasaran dan hanya menjadi ajang komunikasi pemasaran.

Hal tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat kelemahan dari kebijakan implementasi tanggung jawab sosial oleh  perusahaan/pengusaha untuk mendukung  program-program sosial pemerintah yang saat ini telah bergesar menjadi hal yang mandatory.  Namun dibalik kelemahan peraturan-perturan tersebut, munculnya peraturan PER-08/MBU/ 2013 oleh Kementerian Badan Usaha Milik   Negara telah membawa model baru bagaimana

sektor swasta sebaiknya melakukan implementasi tanggung jawab sosial yang nyata yang lebih tepat sasaran.

Peraturan ini tampaknya menjadi langkah baru bagaimana pengusaha selain menaati peraturan-peraturan yang diamantkan  juga mengambil langkah nyata dengan sasaran  jangka panjang untuk mendukung tercapainya kesejahtraan masyarakat selain hanya kegiatan charity. Filosofi dari prinsip social entrepreneurship mulai tampak dari munculnya peraturan ini.

Menurut Firdaus, socal entrepre-neurship bukan merupakan sebuah lembaga atau organisasi bentukan, turunan dari  perusahaan swasta (misalnya Hasil kerja social

entrepreneurship bukan diukur dari besaran laba atau tingkat pengembalian investasi seperti pada entrepreneur bisnis lainnya tetepi  pada kesuksesannya dalam dampak sosial yang ditimbulkannya sekaligus dampak   pengembalian modal dan labanya. Upaya  pe ny elesaian ma salah sosial de ng an

(9)

menggunakan pendekatan kewirausahaan merupakan terobosan yang luar biasa (Firdaus:2014).

Dari pendapat tersebut menekankan kembali bahwa prinsip social entrepreneurship memiliki cakupan yang lebih luas dari aktiftias CSR yang selama ini dilakukan oleh banyak  sektor swasta. Melalui model program kemitraan dengan memberikan modal mikro kredit kepada pengusaha kecil/mengenah yang menjadi inovasi tanggung jawab sosial dari  perusahaan BUMN secara perlahan telah memberikan harapan baru bagaimana  pe nd eka tan ke gi atan sosial seba ikny a dilakukan. Prinsip-prinsip sosial entrepreneurship yang bertujuan pada  perubahan sosial yang berkesinambungan telah diadopsi didalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan ini dengan uraian dan petunjuk   pelaksanaan yang jelas.

Social Entrepreneurship Pada Bisnis Pariwisata di Bali

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kebocoran implementasi tanggung jawab sosial yang banyak dilakukan oleh sektor  swasta dalam hal ini industri pariwisata di Bali telah memperlihatkan bahwa besaran alokasi dana yang terserap dalam bentuk CSR tidak  menjamin bahwa kegiatan tersebut tepat sasaran.

Implementasi kegiatan sosial yang selama ini banyak dilakukan oleh pihak swasta yang bergerak pada bisnis industri pariwisata

hanya berupa himbauan tetapi uraian yang jelas  ba ga im an a ak ti fi ta s te rs eb ut se ba ik nya dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu perubahan sosial yang  berkesinambungan.

Gemerlap pembangunan industri  pariwisata di Bali hingga sa at ini telah membawa manfaat yang besar untuk Negara, Propinsi, Pengusaha, maupun masyarakat.  Namun tidak bisa dipungkiri pemerintah daerah sendiri masih memiliki tugas besar  dalam mendistribusikan “kue” pariwisata tersebut kepada masyarakat yang tidak terlibat secara langsung sebagai pengusaha ataupun  buruh swasta.

Program Kemitraan adalah salah satu langkah yang tepat dalam memberdayakan masyrakat selain aktifitas distribusi hibah yang  banyak dilakukan. Terlebih bahwa industri  pariwisata adalah industri multi sektoral yang

didukung oleh banyak industri lain didalamnya seperti pertanian, perkebunan, peternakan yang menyediakan bahan pangan, industri kreatif yang menyediakan souvenir, dan  banyak industri lainnya. Diharapkan dengan  pemahanan prinsip social entrepreneurship yang mengedepankan aktifitas sosial berupa  program kemitraan dapat mendorong industri-industri pendukung untuk menjadi industri-industri yang kompetitif yang berujung pada  pemberdayaan masyrakat untuk mewujudkan keseahtraan sosial. Namun sayangnya program sejenis PKBL tersebut hanya mengikat

(10)

masyarakat lokal yang akan bekerja sebagai  buruh serta hibah dana yang akan diberikan kepada desa tempat usaha tersebut dibangun. Seiring berkembangannya industri pariwisata di Bali diharapkan pemerintah daerah juga dapat mengeluarkan peraturan daerah yang mendorong pihak swasta dalam hal ini pelaku  bisnis pariwisata untuk membantu program- program pemerintah daerah dengan mengikat  pihak swasta melakukan program kemitraan.

Kesimpulan

Pemerintah baik pusat maupun daerah yang salah satu tugasnya sebagai regulator  sudah saatnya melakukan kajian ulang mengenai amanat dari peraturan-peraturan yang dikeluarkan baik berupa perundang-undangan, peraturan pemerintah maupun  pera tu ra n daer ah . Akti fi ta s so si al yang mulanya adalah aktifitas voluntary saat ini telah menjadi mandatory. Namun mandat dari  peraturan tersebut tampaknya belum dapat ditafsirkan secara maksimal oleh pihak swasta sebagai pihak yang diamanatkan untuk  melakukan aktifitas tersebut. Pemerintah saatnya mengeluarkan peraturan yang lebih mengikat dan menguraikan bentuk kegiatan sosialnya seperti yang selama ini telah dikeluarkan oleh Kementerian BUMN melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Hal tersebut tentunya agar dapat memberikan arah dan tujuan yang jelas agar   prinsip/filosofi dari tanggung jawab sosial

merekat pada visi sebuah entitas bisnis untuk  mencapai tujuan perubahan sosial yang  berkesinambungan.

Pemerintah daerah dalam hal ini Bali  juga tampaknya perlu untuk memaksimalkan  perannya dalam mendistribusikan kesejahtraan

dari pendapatan bisnis pariwisata yang  berlimpah di Bali. Peran tersebut tidak hanya  be rup a me di asi ant ara peng us aha da n masyarakat lokal tetapi perlunya Peraturan Daerah yang memberikan mandat kepada

 pengusaha yang melakukan bisnisnya di Bali untuk dapat memiliki komitmen dalam membawa masyarakat Bali kepada kesejahtraan dengan memberikan kontribusi  berupa kredit usaha atau bantuan pendidikan yang memiliki dampak sistemis dan jangka  panjang.

Daftar Isi

Alvord, S., Brown, L. & Letts, C. 2004. “Social Entrepreneurship and Societal Transformation: an Exploratory Study”. Journal of  Applied Behavioral Science,

40:3, 260-283.

Armendaìriz de Aghion, B. & Morduch, J. 2005. The Economics of  Microfinance. Massachusetts Institute of Technology Press, London.

Dees, J.G. 2001. The Meaning of “Social E n t r e p r e n e u r s h u p ” . [ h t t p : / / www.hbs.edu/socialenterprise/ newsletter/index.html]

Firdaus, N. 2014. Pengentasan Kemiskinan Melalui Pendekatan Kewirausahaan Sosial. Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Freireich, J. & Fulton, K. 2009. Investing For  Social and Environmental Impact: A Design for Catalyzing an Emerging Industry, Monitor Group, New York. Karamchandani, A., Kubzansky, M. & Frandano, P. 2009. Emerging Markets. Emerging Models. Monitor  Group. New York.

Leadbeater, C. 2006. “The Socially Entrepreneurial City”, in A. Nicholls (Ed.), Social Entrepreneurship. New Models of Sustainable Social Change, Oxford University Press, Oxford, 233-246.

 Ni cho lls, A. (Ed .). 200 6b . So cial Entrepreneurship. New Models of 

(11)

Sustainable Social Change. Oxford University Press, Oxford.

 Nicholls, A. 2010a. “Fair Trade: Towards an Economics of Virtue”, Journal of  Business Ethics, 92:0, 241-255.  Nicholls, A. 2006a. “Introduction”, in A.

 Ni ch ol ls (E d.), Soci al Entr ep re -neurship.

 New Models of Sustainable Social Change. Oxford University Press. Oxford,135.  Nicholls, A. (Ed.). 2006b. Social Entrepre-neurship. New Models of Sustainable Social Change. Oxford University Press. Oxford.

 Noruzi, M. R., J. H. Westover, dan G. R. Rahimi, 2010. An Exploration of  Social Entrepreneurship in the Entrepreneurship Era. Asian Social Science, 6(6):3-10.

Santosa, Setyanto. 2007. “Peran Sosial Entrepreneurhip dalam Pemba-ngunan”.

Saifan, A. 2002. Technology Innovation Management Review.

Social Entrepreneurship and Government: A  New Bread of Entrepreneurs Developing

Solutions to Social Problems

Tschang, M et all. 2011. The Business of  Social Entrepreneurship. CISCO Internet

Business Solutions Group, Public Sector  Practice.

Yunus, M., 2007. Creating a World without Poverty: Social Business and the Future of Capitalism. New York  (USA): Persues Books Group

Undang-undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal

Peraturan Menteri BUMN No PER-05/MBU/ 2007 Tahun 2007 Tentang Program Kemitraan BUMN Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. DiubahPER-08/MBU/2013

Referensi

Dokumen terkait

Presentasi proposal adalah bagian dari penelitian yang akan menentukan apakah mahasiswa qualified untuk terus dengan penulisan tesis atau tidak, tim penguji akan

Untuk mencegah kesalahpahaman di masa yang akan datang procedur yang harus dilakukan adalah bermusyawarah dan melakukan perundingan dengan para elit politik lainnya di negara

Jihad, Asep Muchlas Rawi, dan Noer Komarudin, Pendidikan Karakter ; Teori dan Aplikasi, Jakarta: Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementrian

Wawancara pada salah satu guru SDN Benowo 3 menjelaskan bahwa metode pembelajaran yang digunakan untuk mengajar anak inklusi yang sulit membaca yakni dengan sebuah game

Redesain Studio Audio Visual Pada TVRI Stasiun Yogyakarta Optimasi Penataan Ruang Studio Audio Visual Sebagai Pendukung Kualitas Produksi Acara. 5.3.6 Persyaratan

9 Rita Indah Budiana SD NEGERI 19 PONTIANAK TENGGARA Guru Kelas SD Atas 10 RIZA SISWATI SD NEGERI 21 PONTIANAK BARAT Guru Kelas SD Atas 11 RIZA SISWATI, S.Pd SDN 21 PONTIANAK BARAT

Premis-premis normative Al-Quran dapat dirumuskan menjadi teori-teori yang empiris dan rasional. Struktur transendental Al-Quran adalah sebuah ide normative filosofis

69 Gambar 4.14 Water contact angle yang terbentuk pada membran dengan variasi.. media gelatin