• Tidak ada hasil yang ditemukan

Katalog BPS : INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2014 KOTA KEDIRI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Katalog BPS : INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2014 KOTA KEDIRI BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KEDIRI"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

INDIKATOR

KESEJAHTERAAN RAKYAT

TAHUN 2014

KOTA KEDIRI

(2)

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT

KOTA KEDIRI

TAHUN 2014

(3)

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KEDIRI TAHUN 2014

Katalog BPS: 4102004.3571

Ukuran Buku: 21 X 29,7 Cm Jumlah Halaman: V + 59 Halaman

Naskah: Seksi Statistik Sosial

Penyunting: Seksi Statistik Sosial

Gambar Kulit Oleh: Seksi Statistik Sosial

Penerbit: BPS Kota Kediri

(4)

K A T A P E N G A N T A R

Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Kediri 2014 merupakan publikasi lanjutan dari seksi statistik sosial yang diterbitkan oleh BPS Kota Kediri.

Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Kediri 2014 menyajikan data-data kependudukan, kesehatan, pendidikan, perumahan, pengeluaran konsumsi dan ketenagakerjaan Kota Kediri khususnya tahun 2013-2014. Publikasi ini juga mengulas kondisi sosial masyarakat dan perkembangannya dari waktu ke waktu dan keterbandingan antar kota/kabupaten se Karesidenan Kediri dan Propinsi Jawa Timur.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penerbitan publikasi ini. Harapan kami, semoga publikasi ini dapat bermanfaat bagi semua pengguna data.

Kami menyadari bahwa publikasi ini masih sangat sederhana, sehingga saran dan kritik dari semua pihak sangat kami harapkan guna penyempurnaan publikasi selanjutnya.

Kediri, September 2015 Kepala BPS Kota Kediri

Ir. Firda

(5)

D A F T A R I S I

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GRAFIK ... v

BAB I. PENJELASAN UMUM ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 1

1.3. Sistematika Penulisan ... 1

BAB II. METODOLOGI ... 3

2.1. Ruang Lingkup ... 3

2.2. Metode Survei ... 4

2.3. Konsep dan Definisi ... 6

BAB III. ULASAN ... 20

3.1. Kependudukan ... 20

3.2. Kesehatan dan Keluarga Berencana ... 25

3.3. Pendidikan ... 35

3.4. Perumahan dan Lingkungan ... 43

3.5. Pengeluaran/Konsumsi ... 49

3.6. Tenaga Kerja ... 53

(6)

D A F T A R T A B E L

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota Kediri Tahun 2010-2014 ... 21 Tabel 2. Persentase Penduduk Kota Kediri Menurut Ada Tidaknya Keluhan

Kesehatan Menurut Jenis Kelamin Tahun 2013-2014 ... ... 26 Tabel 3. Persentase Penduduk Kota Kediri yang Menderita Sakit Dalam

Sebulan Yang Lalu Menurut Jumlah Hari Sakit dan Jenis Kelamin

Tahun 2013-2014 ... ... 27 Tabel 4. Persentase Penduduk Kota Kediri Menurut Jenis Kelamin dan

Pernah Tidaknya Diberi ASI Tahun 2014 ... ... 28 Tabel 5. Jumlah Balita Di Kota Kediri Menurut Jenis Kelamin Tahun

2013-2014... ... 30 Tabel 6. Persentase Balita Di Kota Kediri Menurut Pernah Tidaknya Diberi

ASI Tahun 2013-2014 ... ... 30 Tabel 7. Persentase Penduduk 10 Tahun Ke Atas Menurut Status

Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 2013-2014 ... ... 37 Tabel 8. Angka Melek Huruf Penduduk 10 Tahun Ke Atas Se

Karesidenan Kediri, Tahun 2013-2014 ... 41 Tabel 9. Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan

Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin, Tahun 2014 ... 42 Tabel 10. Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota Se

Karesidenan Kediri dan Jenis Atap Rumah Terluas Tahun 2014 ... 44 Tabel 11. Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota Se

Karesidenan Kediri dan Jenis Dinding Rumah Terluas Tahun

2014... 45 Tabel 12. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan Tahun

2013-2014 ... 47 Tabel 13. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum Tahun

(7)

Tabel 14. Persentase Pengeluaran per Kapita Penduduk per Bulan Se

Karesidenan Kediri Menurut Kelompok Pengeluaran Tahun 2014 ... 49 Tabel 15. Rata-rata Pengeluaran Makanan per Kapita per Bulan Menurut

Jenis Pengeluaran Tahun 2014 ... 51 Tabel 16. Rata-rata Pengeluaran Non Makanan per Kapita per Bulan

Menurut Jenis Pengeluaran Tahun 2014 ... 52 Tabel 17. Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan

Seminggu yang Lalu Tahun 2014 ... 54 Tabel 18. Penduduk Berumur 15 Tahun yang Bekerja Menurut Lapangan

(8)

D A F T A R G A M B A R

Gambar 1. Persentase Penduduk Kota Kediri Menurut Jenis Kelamin,

Tahun 2010-2014 ... 22 Gambar 2. Struktur Umur/Komposisi Penduduk Kota Kediri Tahun 2013 .. .... 23 Gambar 3. Piramida Penduduk Kota Kediri Menurut Kelompok Umur dan

Jenis Kelamin Tahun 2014 ... .... 24 Gambar 4. Persentase Penduduk Kota Kediri Menurut Penolong

Kelahiran Tahun 2014 ... .... 29 Gambar 5. Persentase Balita Kota Kediri Menurut Lama Pemberian ASI

(Bulan) Tahun 2014... .... 31 Gambar 6. Persentase Penduduk Kota Kediri Menurut Penggunaan

Fasilitas Kesehatan Tahun 2014 ... .... 32 Gambar 7. Persentase Penduduk Perempuan Berumur 15-49 Tahun

Berstatus Kawin Menurut Keikutsertaan Penggunaan

Alat/Cara KB, Tahun 2014 ... .... 33 Gambar 8. Persentase Penduduk Perempuan Berumur 15-49 Tahun

Berstatus Kawin Menurut Jenis Alat/Cara KB yang

Digunakan,Tahun 2014 ... .... 34 Gambar 9. Angka Partisipasi Kasar (APK) Penduduk Kota Kediri

Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2014 ... .... 38 Gambar 10. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk Kota Kediri

Menurut Kelompok Umur, Tahun 2014 ... 39 Gambar 11. Angka Partisipasi Murni (APM) Penduduk Kota Kediri

Menurut Kelompok Umur, Tahun 2014 ... 40 Gambar 12. Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas Menurut Tingkat

Pendidikan Tertinggi yag Ditamatkan, Tahun 2014 ... 43 Gambar 13. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Rumah

(9)

Gambar 14. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Tempat Buang Air

Besar, Tahun 2014 ... 48 Gambar 15. Persentase Rata-rata Pengeluaran per Kapita per Bulan

(10)

BAB I

PENJELASAN UMUM

I.1. Latar Belakang

Pada hakekatnya pembangunan yang sedang kita laksanakan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui usaha di berbagai bidang. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembangunan yang telah dicapai khususnya yang menyangkut kesejahteraan masyarakat, sangat diperlukan adanya data dan ukuran-ukuran yang dapat mencerminkan keadaan/fenomena yang sedang terjadi di masyarakat.

Tingkat kesejahteraan masyarakat sangat kompleks. Oleh karena itu diperlukan indikator-indikator yang dapat mengukur tingkat kemajuan/perkembangan dari faktor-faktor atau komponen-komponen penyusun aspek kesejahteraan masyarakat. Disamping itu keterbandingan tahapan pencapaian pembangunan antar wilayah/daerah dapat pula dicerminkan oleh indikator-indikator tersebut sehingga pada akhirnya gambaran tentang pencapaian suatu tahapan pembangunan dapat diperoleh.

I.2. Tujuan

Publikasi ini dibuat sebagai upaya meningkatkan jenis publikasi di BPS Kota Kediri. Melalui publikasi ini diharapkan akan dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan masyarakat di Kota Kediri sebagai hasil pembangunan yang telah dilaksanakan, serta dapat menjadi bahan evaluasi hasil-hasil pembangunan.

I.3. Sistematika Penulisan

Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Tahun 2014 ini disajikan dalam 3 bab:

BAB I menjelaskan latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan. BAB II menjelaskan ruang lingkup, metode survei dan konsep definisi.

BAB III memuat ulasan meliputi karakteristik sosial seperti kependudukan, kesehatan, pendidikan, perumahan dan lingkungan, pengeluaran dan konsumsi, dan ketenagakerjaan.

(11)

Indikator-indikator kependudukan yang dibahas menggambarkan jumlah dan tingkat pertumbuhan penduduk, sebaran dan kepadatannya, serta komposisi penduduk. Indikator Kesejahteraan Rakyat yang mencakup masalah kesehatan diuraikan meliputi derajat kesehatan, penolong kelahiran, pemberian ASI dan lain-lain.

Indikator bidang pendidikan mencakup tingkat partisipasi sekolah, angka melek huruf, dan tingkat pendidikan yang ditamatkan.

Indikator yang berkaitan dengan ketenagakerjaan menyangkut antara lain Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, pengangguran dan jumlah penduduk yang bekerja berdasarkan lapangan usaha.

Dan indikator-indikator perumahan dan lingkungan, seperti jenis atap, jenis dinding, jenis lantai rumah dan fasilitas rumah lainnya.

Publikasi ini juga memuat indikator tingkat kesejahteraan dilihat dari tingkat konsumsi/pengeluaran rumah tangga.

(12)

BAB II

METODOLOGI

2.1. Ruang Lingkup

Indikator Kesejahteraan rakyat ini mencakup beberapa aspek bidang kesejahteraan rakyat yang biasa diukur, antara lain bidang kependudukan, fertilitas dan KB, kesehatan, perumahan, pengeluaran dan konsumsi, serta ketenagakerjaan. Data-data yang digunakan dalam penyusunan publikasi ini berasal dari beberapa sumber seperti:

1. Sensus Penduduk Tahun 2010 (SP2010)

2. Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2014 (SUSENAS 2014) 3. Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2014 (SAKERNAS 2014)

Jenis kuesioner/dokumen yang digunakan dan waktu pencacahan survey sosial ekonomi nasional (SUSENAS) dan survey angkatan kerja nasional (SAKERNAS) adalah sebagai berikut:

No. Jenis

Kuesioner Kegunaan

Frekuensi Pencacahan

1 VSEN12.K

Mencatat Keterangan Pokok Rumah Tangga dan Anggota Rumah Tangga Beserta Karakteristik Tentang Kesehatan, Ketenagakerjaan, serta Fertilitas dan KB

Triwulanan

2 VSEN12.M

Mencatat Pengeluaran Konsumsi Makanan, Bukan Makanan, dan Pendapatan/Penerimaan Rumah Tangga

Triwulanan

3 VSEN12.LPK

Mencatat Konsumsi Makanan/Minuman Jadi (Konsumsi Makanan/Minuman yang Tidak Dimasak/Disiapkan oleh Rumah Tangga)

Triwulanan

4 VSEN12.P

Pemutakhiran Rumah Tangga Untuk Mengidentifikasi Keberadaan Rumah Tangga Pada Saat Pencacahan

Triwulanan

5 SAK12.AK

Mencatat Keterangan Pokok Rumah Tangga dan Anggota Rumah tangga, Serta Keterangan Menyangkut Pendidikan dan Ketenagakerjaan bagi Anggota Rumah Tangga Berumur 10 Tahun Ke Atas

Triwulanan

6 SAK12.P

Pemutakhiran Rumah Tangga Untuk Mengidentifikasi Keberadaan Rumah Tangga Pada Saat Pencacahan

(13)

2.2. Metode Survei

2.2.1 Rancangan Sampel

Secara Nasional rancangan sampel yang digunakan yaitu penarikan sampel tiga tahap berstrata. Tahapan dari metode ini diuraikan sebagai berikut:

1. Tahap pertama, dimulai dengan memilih nh wilcah dari Nh secara pps (Probability Proportional to Size) dengan size banyaknya rumah tangga SP2010 (Mi). Kemudian wilcah tersebut dialokasikan secara acak ke dalam empat triwulan.

Keseluruhan harus diambil sebanyak nh= 30.000 wilcah sehingga masing-masing triwulan akan ada sebanyak 7.500 wilcah. Dari 7.500 wilcah Susenas Triwulan I,dipilih sebanyak 5.000 wilcah secara sistematik untuk Sakernas 2012 Triwulan I dan akan digunakan lagi untuk Triwulan II, III, dan IV.

2. Tahap kedua, dilakukan dengan memilih:

- dua BS pada setiap wilcah terpilih Susenas Triwulan II, dan III, serta Triwulan I yang

juga terpilih untuk Sakernas Triwulan I, yang selanjutnya dari blok-blok sensus terpilih dialokasikan secara acak satu untuk Susenas/SBH, dan satu Sakernas, atau

- satu BS pada setiap wilcah terpilih Triwulan IV dan Trwulan I yang untuk Susenas

saja secara pps dengan size jumlah rumah tangga SP2010-RBL1.

3. Tahap ketiga, dari setiap blok sensus terpilih untuk Susenas dipilih sejumlah rumah tangga biasa (m=10) secara sistematik berdasarkan hasil pemutakhiran listing rumah tangga SP2010-C1 dengan menggunakan Daftar VSEN12-P. Daftar nama kepala rumah tangga disusun dari Ekstrak SP2010-C1 untuk variabel nama KRT, alamat, dan tingkat pendidikan KRT, kemudian dilakukan pemutakhiran lapangan. Dengan demikian untuk Jawa Timur sendiri terdapat 2.996 Blok Sensus, yang terbagi atas 749 Blok Sensus untuk setiap triwulannya. Sehingga total target rumah tangga sampel selama tahun 2012 adalah 29.960 (setiap Blok Sensus diambil secara sistematik 10 rumah tangga sampel) atau sebanyak 7.490 rumah tangga target sampel di setiap triwulan.

2.2.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dari rumah tangga terpilih dilakukan melalui wawancara tatap muka antara petugas survei (pencacah) dengan responden. Untuk pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner Susenas 2014 yang ditujukan kepada individu diusahakan agar individu yang bersangkutan yang diwawancarai sehingga data/informasi yang disampaikan lebih akurat. Keterangan tentang rumah tangga

(14)

dikumpulkan melalui wawancara dengan kepala rumah tangga, suami/istri kepala rumah tangga, atau anggota rumah tangga lain yang mengetahui tentang karakteristik yang ditanyakan.

Susenas 2014 dilaksanakan per triwulan, yaitu 1-17 Maret 2014 (triwulan 1), 1-17 Juni 2014 (triwulan 2), 1-17 September 2014 (triwulan 4), dan triwulan 4 tidak dilakukan. Untuk data gabungan 2014 yang dihasilkan merupakan representasi data pertengahan tahun, dengan harapan dapat lebih mewakili kondisi sosial ekonomi masyarakat dalam satu tahun tertentu. Adapun referensi waktu survei yang digunakan dihitung berdasarkan satu periode yang berakhir sehari sebelum tanggal

pencacahan, antara lain :

a. Keterangan kegiatan anggota rumah tangga berumur 10 tahun ke atas dan konsumsi makanan, dengan referensi waktu survei seminggu terakhir.

b. Keterangan kesehatan, dengan referensi waktu survei 1 bulan terakhir, 6 bulan

terakhir, dan 1 tahun terakhir.

c. Pengeluaran untuk barang-barang bukan makanan, dengan referensi waktu survei

1 bulan yang lalu, 2 bulan yang lalu dan 3 bulan yang lalu. 2.2.3 Pengolahan Data

Dalam setiap kegiatan statistik ada beberapa tahapan, yaitu pengumpulan data, receiving/batching, editing/coding dan data entry (perekaman data). Untuk mendapatkan data yang baik, tahapan dalam pengolahan data Susenas/Sakernas adalah sebagai berikut :

a. Setelah selesai pelaksanaan lapang (pengumpulan data), dokumen hasil survei diperiksa oleh pengawas baik menyangkut kelengkapan isian, konsistensi atau keterkaitan jawaban antar pertanyaan dan juga kewajaran datanya.

b. Pada tahap berikutnya dilakukan kegiatan receiving dan batching yaitu tahap memilah-milah, menyusun dan mengelompokkan dokumen. Tahapan selanjutnya adalah editing-coding¸ yaitu tahapan penyuntingan terhadap kewajaran isian termasuk hubungan keterkaitan (konsistensi) antara satu jawaban dengan jawaban lainnya dan pemberian kode terhadap jawaban terbuka. Tahapan ini disebut juga tahap pra komputer.

c. Setelah data dinyatakan sempurna, maka dilaksanakan data entry (perekaman data). Untuk kuesioner Kor dan Modul entry dilakukan di BPS Kabupaten/Kota,

(15)

dan hasil perekaman data tersebut selanjutnya dikirim ke BPS Provinsi selanjutnya digabung dan dikirim ke BPS Pusat untuk dilakukan pengolahan/tabulasi.

2.3. Konsep dan Definisi

a. Blok Sensus (BS) adalah bagian dari suatu wilayah desa/kelurahan yang

merupakan daerah kerja dari seorang pencacah secara tim. Kriteria Blok Sensus sebagai berikut :

- Setiap wilayah desa/kelurahan dibagi habis menjadi beberapa blok sensus. - Blok Sensus harus mempunyai batas-batas yang jelas/mudah dikenali baik

batas alam maupun buatan. Batas satuan lingkungan setempat (SLS seperti RT, RW, Dusun, lingkungan dan sebagainya) diutamakan sebagai batas blok sensus bila batas SLS tersebut jelas (batas alam atau buatan).

- Satu blok sensus harus terletak dalam satu hamparan.

Ada 3 jenis Blok Sensus, yaitu :

1. Blok Sensus Biasa (B) adalah blok sensus yang bermuatan antara 80 sampai 120 rumah tangga atau bangunan sensus tempat tinggal atau bangunan sensus bukan tempat tinggal atau gabungan keduanya dan sudah jenuh. 2. Blok Sensus Khusus (K) adalah blok sensus yang mempunyai muatan

sekurang-kurangnya 100 orang kecuali lembaga pemasyarakatan tidak ada batas muatan.

Tempat-tempat yang bisa dijadikan Blok Sensus Khusus antara lain :

- Asrama Militer (tangsi)

- Daerah perumahan militer dengan pintu keluar-masuk yang dijaga.

3. Blok Sensus Persiapan (P) adalah blok sensus yang kosong seperti sawah, kebun, tegalan, rawa, hutan, daerah yang dikosongkan (digusur) atau bekas pemukiman yang terbakar.

Sub Blok Sensus adalah bagian dari blok sensus. BS yang mempunyai muatan

lebih dari 150 rumah tangga harus dipecah menjadi beberapa sub blok sensus. Yang menjadi cakupan dalam Susenas 2014 adalah blok sensus biasa.

Segmen adalah bagian dari blok sensus yang mempunyai batas jelas. Besarnya

segmen tidak dibatasi oleh jumlah rumah tangga atau bangunan fisik.

b. Bangunan Fisik adalah tempat berlindung yang mempunyai dinding, lantai, dan

(16)

bukan tempat tinggal. Bangunan dapur, kamar mandi, garasi, dan lainnya yang terpisah dari bangunan induk dianggap bagian bangunan induk tersebut (satu bangunan), jika terletak dalam satu pekarangan. Bangunan yang luas lantainya kurang dari 10 m2 dan tidak digunakan untuk tempat tinggal dianggap bukan bangunan fisik.

Susenas 2014 tidak mencakup rumah tangga yang tinggal bukan di bangunan fisik seperti bangunan liar di bawah jembatan, di pinggir rel kereta api, di gerbong kereta, di bantaran sungai, dan sebagainya.

Bangunan Sensus adalah sebagian atau seluruh bangunan fisik yang

mempunyai pintu keluar masuk sendiri dan dalam satu kesatuan penggunaan.

c. Rumah tangga dalam hal ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu rumah tangga

biasa dan rumah tangga khusus.

1. Rumah tangga biasa adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan biasanya makan bersama dari satu dapur. Yang dimaksud dengan makan dari satu dapur adalah mengurus kebutuhan sehari-hari bersama menjadi satu. Rumah tangga biasa umumnya terdiri dari bapak, ibu dan anak-anaknya, serta anggota lainnya baik yang ada hubungan famili maupun tidak. Selain itu yang dapat juga dianggap sebagai rumah tangga biasa antara lain:

 Seseorang yang menyewa kamar atau sebagian bangunan sensus tetapi mengurus makannya sendiri;

 Keluarga yang tinggal terpisah di dua bangunan sensus tetapi makannya dari satu dapur, asal kedua bangunan sensus tersebut masih terletak dalam blok sensus yang sama dianggap sebagai satu rumah tangga;

 Rumah tangga yang menerima pondokan dengan makan (indekos) yang pemondoknya kurang dari 10 orang;

 Beberapa orang yang bersama-sama mendiami satu kamar dalam satu bangunan sensus walaupun mengurus makannya sendiri-sendiri.

2. Rumah tangga khusus meliputi:

 Orang-orang yang tinggal di asrama, yaitu suatu tempat tinggal yang pengurusan kebutuhan sehari-harinya diatur oleh suatu yayasan atau badan, misalnya asrama perawat, asrama mahasiswa, asrama TNI (tangsi). Anggota TNI yang tinggal di asrama bersama keluarganya dan mengurus sendiri

(17)

kebutuhan sehari-harinya bukan rumah tangga khusus, melainkan rumah tangga biasa.

 Orang-orang yang tinggal di panti asuhan, lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan dan sejenisnya.

 Sekelompok orang mondok dengan makan (indekos) yang berjumlah lebih besar atau sama dengan 10 orang.

Rumah tangga khusus tidak dicakup dalam Susenassil Susenas 2012 rovinsi

d. Anggota rumah tangga (art) adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di rumah tangga, baik yang berada di rumah tangga pada waktu pencacahan maupun sementara tidak ada. Art yang telah bepergian selama 6 bulan atau lebih, dan anggota rumah tangga yang bepergian belum sampai 6 bulan namun dengan maksud pergi lebih dari 6 bulan atau lebih, tidak dianggap sebagai anggota rumah tangga lagi. Sebaliknya orang yang telah tinggal di rumah tangga 6 bulan atau lebih,

atau yang telah tinggal kurang dari 6 bulan tetapi berniat pindah/bertempat tinggal di rumah tangga tersebut selama 6 bulan atau lebih dianggap sebagai anggota rumah tangga.

e. Kepala rumah tangga (krt) adalah salah seorang dari anggota rumah tangga

yang bertanggung jawab atas kebutuhan sehari-hari rumah tangga tersebut, atau orang yang karena suatu hal dianggap atau ditunjuk sebagai kepala rumah tangga.

f. Kependudukan

1. Umur dihitung dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur menurut ulang tahun yang terakhir. Perhitungan umur didasarkan pada kalender Masehi. 2. Status perkawinan

Belum kawin

Kawin adalah mereka yang mempunyai istri (bagi laki-laki) atau suami (bagi perempuan) pada saat pencacahan, baik tinggal bersama maupun terpisah. Dalam hal ini tidak saja mereka yang kawin sah secara hukum (adat, agama, negara dan sebagainya), tetapi juga mereka yang hidup bersama dan oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sebagai suami-istri.

Cerai hidup adalah mereka yang berpisah sebagai suami-istri karena bercerai dan belum kawin lagi. Dalam hal ini termasuk mereka yang mengaku cerai

(18)

walaupun belum resmi secara hukum. Sebaliknya tidak termasuk mereka yang hanya hidup terpisah tetapi masih berstatus kawin.

Wanita yang mengaku belum pernah kawin tetapi pernah hamil, dianggap cerai hidup.

Cerai mati adalah mereka yang ditinggal mati oleh suami atau istrinya dan belum kawin lagi.

g. Kesehatan

1. Keluhan Kesehatan adalah keadaan ketika seseorang mengalami gangguan kesehatan atau kejiwaan, baik karena penyakit akut, penyakit kronis, kecelakaan, kriminal, atau hal lain. Lamanya terganggu tidak merujuk pada keluhan yang terberat saja, melainkan mencakup jumlah hari untuk semua keluhan kesehatan dalam satu bulan terakhir.

2. Mengobati Sendiri adalah upaya oleh art/keluarga dengan melakukan

pengobatan sendiri (tanpa datang ke tempat fasilitas kesehatan atau memanggil dokter/petugas kesehatan ke rumahnya), agar sembuh atau lebih ringan keluhan kesehatannya, misal dengan cara minum obat modern, jamu, kerokan, kompres, pijat, dan lain-lain. Jenis obat/cara pengobatan yang digunakan adalah :

Obat Modern adalah obat yang digunakan dalam sistem kedokteran, dapat berbentuk tablet, kaplet, kapsul, sirup, puyer, salep, dll; yang biasanya sudah dalam bentuk jadi buatan pabrik farmasi dengan kemasan bernomor kode pendaftaran di Depkes. Obat-obat ini ada yang harus dibeli dengan resep dokter di apotik dan ada yang dapat dibeli bebas di apotek, toko obat, dll.

Obat Tradisional adalah ramuan yang dibuat dari bagian tanaman, hewan, mineral, dll; biasanya berbentuk bubuk, rajangan, cairan, tablet, kapsul, parem, obat gosok, dll. Pembuatnya bisa rumah tangga, penjaja jamu gendong, sinse, dukun, tabib, perusahaan jamu, pabrik farmasi, dll.

Lainnya misal bahan makanan suplemen/pelengkap alami (sunchlorella, squalen, imedeen, omega 3, collagen, dll), minuman tonik (misal: Kratingdaeng, Kaki Tiga, Adem Sari, Lasegar, dll), kerokan, pijatan.

Berobat Jalan adalah kegiatan atau upaya anggota rumah tangga yang mempunyai keluhan kesehatan untuk memeriksakan diri dan mendapatkan pengobatan dengan mendatangi tempat-tempat pelayanan kesehatan modern

(19)

atau tradisional tanpa menginap, termasuk mendatangkan petugas kesehatan ke rumah.

3. Anak lahir hidup adalah anak yang pada waktu dilahirkan menunjukkan tanda-tanda kehidupan, walaupun mungkin hanya beberapa saat saja, seperti jantung berdenyut, bernafas dan menangis. Anak yang pada waktu lahir tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan disebut lahir mati.

4. Proses Kelahiran adalah proses lahirnya janin usia 5 bulan ke atas dari dalam kandungan ke dunia luar, dimulai dengan tanda-tanda kelahiran, lahirnya bayi, pemotongan tali pusat, dan keluarnya plasenta.

a. Penolong Pertama Persalinan adalah penolong persalinan yang pertama kali dipilih responden, jika kemudian ada kemungkinan proses mengalami hambatan maka diperlukan rujukan ke tenaga persalinan yang lain.

b. Penolong Terakhir Persalinan adalah penolong persalinan yang menangani proses hingga kelahiran bayi.

5. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)/Menyusui adalah jika puting susu ibu yang dihisap bayi mengeluarkan air susu yang diminum oleh bayi, walaupun hanya sedikit. Ibu yang menyusui dapat ibu kandung maupun bukan ibu kandung. Bayi yang minum ASI melalui botol dikategorikan diberi ASI.

6. Imunisasi atau vaksinasi adalah memasukkan kuman atau racun penyakit tertentu yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh dengan cara disuntik atau diteteskan dalam mulut, dengan maksud agar terjadi kekebalan tubuh terhadap penyakit tersebut. Jenis imunisasi antara lain :

a. BCG (Bacillus Calmette Guerin) adalah vaksinasi untuk mencegah penyakit TBC, diberikan kepada bayi baru lahir atau anak sebanyak satu kali dengan suntikan pada kulit pangkal lengan atas.

b. DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) adalah vaksinasi untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis, dan Tetanus, diberikan kepada bayi berumur 3 bulan ke atas dengan suntikan di paha. Imunisasi DPT lengkap pada balita sebanyak 3 kali. c. Polio adalah vaksinasi untuk mencegah penyakit polio, diberikan kepada bayi

berumur 3 bulan ke atas, dengan memberikan 3 tetes cairan vaksin berwarna merah muda atau putih ke dalam mulut anak. Imunisasi polio lengkap pada balita sebanyak 3 kali.

(20)

d. Campak/Morbilli adalah vaksinasi untuk mencegah penyakit campak/morbilli, diberikan kepada bayi berumur 9 sampai 12 bulan, dengan suntikan di bawah kulit pada paha sebanyak 1 kali.

e. Hepatitis B adalah suntikan secara intramuskular (suntikan ke dalam otot) untuk mencegah penyakit Hepatitis B, diberikan kepada bayi sebanyak 3 kali.

h. Pendidikan

1. Sekolah adalah sekolah formal mulai dari pendidikan dasar (SD dan SLTP), menengah (SLTA) dan tinggi (perguruan tinggi/akademi), termasuk pendidikan yang setara seperti Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. Madrasah Diniyah bukan merupakan sekolah formal.

2. Tidak/belum pernah sekolah adalah tidak/belum pernah terdaftar dan tidak/belum pernah aktif mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan formal. Mereka yang tamat/belum tamat Taman Kanak-Kanak yang tidak melanjutkan ke SD/MI dianggap tidak/belum pernah sekolah.

3. Masih bersekolah adalah status dari mereka yang terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan formal.

4. Tidak bersekolah lagi adalah status dari mereka yang pernah terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan di suatu jenjang pendidikan formal, tetapi pada saat pencacahan tidak lagi terdaftar dan tidak lagi aktif.

5. Pendidikan tertinggi yang pernah/sedang diduduki adalah jenjang

pendidikan tertinggi yang yang pernah diduduki oleh seseorang yang sudah tidak bersekolah lagi atau yang sedang diduduki oleh seseorang yang masih bersekolah.

6. Tamat Sekolah adalah telah menyelesaikan pelajaran yang ditandai dengan lulus ujian akhir pada kelas atau tingkat terakhir pada suatu jenjang pendidikan formal baik negeri maupun swasta dengan mendapatkan tanda tamat belajar/ijasah. Seseorang yang belum mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi tetapi sudah mengikuti ujian akhir dan lulus, dianggap tamat sekolah.

7. Dapat membaca dan menulis adalah mereka yang dapat membaca dan menulis surat/kalimat sederhana dengan huruf latin maupun huruf lainnya.

i. Perumahan

1. Status rumah yang ditempati harus dilihat dari sisi anggota rumah tangga yang mendiaminya, yaitu :

(21)

a. Milik sendiri, jika tempat tinggal tersebut pada waktu pencacahan betul-betul sudah milik kepala rumah tangga (krt) atau salah seorang anggota rumah tangga (art). Rumah yang dibeli secara angsuran melalui kredit bank atau rumah dengan status sewa beli dianggap rumah milik sendiri.

b. Kontrak, jika tempat tinggal tersebut disewa oleh krt/art dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kontrak antara pemilik dan pemakai, misalnya 1 atau 2 tahun. Cara pembayaran biasanya sekaligus di muka atau dapat diangsur menurut persetujuan kedua belah pihak. Pada akhir masa perjanjian pihak pengontrak harus meninggalkan tempat tinggal yang didiami dan bila kedua belah pihak setuju bisa diperpanjang kembali dengan mengadakan perjanjian kontrak baru.

c. Sewa, jika tempat tinggal tersebut disewa oleh krt/art dengan pembayaran sewanya secara teratur dan terus menerus tanpa batasan waktu tertentu. d. Rumah dinas, jika tempat tinggal tersebut dimiliki dan disediakan oleh suatu

instansi tempat bekerja salah satu art, baik dengan membayar sewa maupun tidak.

e. Bebas sewa milik orang lain, jika tempat tinggal tersebut diperoleh dari pihak lain (bukan famili/orang tua) dan ditempati/didiami oleh art tanpa mengeluarkan suatu pembayaran apapun.

f. Rumah milik orang tua/sanak/saudara, jika tempat tinggal tersebut bukan milik sendiri melainkan milik orang tua/sanak/saudara dan tidak mengeluarkan suatu pembayaran apapun untuk mendiami tempat tinggal tersebut.

g. Lainnya, jika tempat tinggal tersebut tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu kategori di atas, misalnya tempat tinggal milik bersama, rumah adat. 2. Luas lantai adalah luas lantai yang ditempati dan digunakan untuk keperluan sehari-hari (sebatas atap). Bagian-bagian yang digunakan bukan untuk keperluan sehari-hari tidak dimasukkan dalam perhitungan luas lantai seperti lumbung padi, kandang ternak, lantai jemur (lamporan semen) dan ruangan khusus untuk usaha (misalnya warung). Untuk bangunan bertingkat, luas lantai adalah jumlah luas dari semua tingkat yang ditempati. Bila suatu tempat tinggal dihuni oleh lebih dari satu rumah tangga, maka luas lantai hunian setiap rumah tangga adalah luas lantai dari ruangan yang dipakai bersama dibagi banyaknya rumah tangga ditambah dengan luas lantai pribadi rumah tangga yang bersangkutan.

(22)

3. Sumber air minum

a. Air dalam kemasan adalah air yang diproduksi dan didistribusikan oleh suatu perusahaan dalam kemasan gelas, botol, dan galon; seperti antara lain air kemasan merk Aqua, Ades, Total, dan lain-lain, termasuk juga air isi ulang. b. Air leding adalah air berasal dari air yang telah diproses menjadi jernih/bersih

sebelum dialirkan kepada konsumen melalui suatu instalasi berupa saluran air. Sumber air ini diusahakan oleh PAM/PDAM/BPAM.

c. Air pompa adalah air tanah yang cara pengambilan airnya dengan menggunakan pompa tangan/pompa listrik.

d. Air sumur/perigi adalah air yang berasal dari dalam tanah yang digali, cara pengambilannya dengan menggunakan gayung atau ember baik dengan atau tanpa katrol.

e. Mata air adalah sumber air permukaan tanah yang timbul dengan sendirinya.

j. Pengeluaran rumah tangga sebulan adalah semua biaya yang dikeluarkan

rumah tangga selama sebulan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi untuk semua anggota rumah tangga. Konsumsi rumah tangga dibedakan atas konsumsi makanan dan bukan makanan.

1. Pengeluaran untuk makanan adalah nilai pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga selama seminggu yang lalu baik dari pembelian, produksi sendiri atau pemberian. Untuk makanan yang berasal dari produksi sendiri atau pemberian, nilainya harus diperhitungkan sesuai dengan harga pasar setempat.

Pengeluaran untuk makanan di sini yang dicatat hanya yang benar-benar dikonsumsi oleh anggota rumah tangga selama seminggu yang lalu, tidak termasuk yang diberikan kepada karyawan/pekerja atau pihak lainnya.

2. Pengeluaran untuk bukan makanan adalah nilai pengeluaran untuk konsumsi

barang bukan makanan selama 1 bulan yang lalu, 2 bulan yang lalu, dan 3 bulan yang lalu, baik dari pembelian, produksi sendiri maupun dari pemberian/pembagian.

k. Penduduk usia kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas.

a. Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15

tahun ke atas) yang bekerja atau yang punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.

(23)

b. Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja adalah penduduk usia

kerja (15 tahun ke atas) yang masih sekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya.

c. Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan

maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi.

d. Punya pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja adalah keadaan dari

seseorang yang mempunyai pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu sementara tidak bekerja karena berbagai sebab, seperti sakit, cuti, menunggu panen, mogok dan sebagainya.

Contoh:

 Pekerja tetap, pegawai pemerintah/swasta yang sedang tidak masuk bekerja karena cuti, sakit, mogok, mangkir, masin/peralatan perusahaan mengalami kerusakan, dan sebagainya.

 Petani yang mengusahakan tanah pertanian dan sedang tidak bekerja karena alasan sakit atau menunggu pekerjaan berikutnya (menunggu panen atau musim hujan untuk menggarap sawah).

 Pekerja profesional (mempunyai keahlian tertentu/khusus) yang sedang tidak bekerja karena sakit, menunggu pekerjaan berikutnya/pesanan dan sebagainya. Seperti dalang, tukang cukur, tukang pijat, dukun, penyanyi komersial dan sebagainya.

l. Pengangguran terbuka, terdiri dari:

 Mereka yang mencari pekerjaan.

 Mereka yang mempersiapkan usaha.

 Mereka yang tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.

 Mereka yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

1. Mencari pekerjaan adalah kegiatan seseorang yang tidak bekerja dan pada

saat pencacahan orang tersebut sedang mencari pekerjaan, seperti mereka:

(24)

 Yang sudah pernah bekerja, karena sesuatu hal berhenti atau diberhentikan dan sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan.

 Yang bekerja atau mempunyai pekerjaan, tetapi karena sesuatu hal masih berusaha untuk mendapatkan pekerjaan lain.

Usaha mencari pekerjaan ini tidak terbatas pada seminggu sebelum pencacahan, jadi mereka yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan dan yang permohonannya telah dikirim lebih dari satu minggu yan lalu tetap dianggap sebagai mencari pekerjaan. Mereka yang sedang bekerja atau yang sedang dibebas tugaskan, baik akan dipanggil kembali ataupun tidak, dan berusaha untuk mendapatkan pekerjaan, tidak dapat disebut sebagai pengangguran terbuka.

2. Mempersiapkan suatu usaha adalah suatu kegiatan yang dilakukan

seseorang dalam rangka mempersiapkan suatu usaha/pekerjaan yang ‘baru’, yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan/keuntungan atas resiko sendiri, baik dengan atau tanpa mempekerjakan buruh/pekerja dibayar maupun tidak dibayar. Mempersiapkan yang dimaksud adalah apabila ‘tindakannya nyata’ seperti: mengumpulkan modal atau perlengkapan/alat, mencari lokasi/tempat, mengurus surat ijin usaha dan sebagainya, telah/sedang dilakukan.

Mempersiapkan usaha tidak termasuk yang baru merencanakan, berniat, dan baru mengikuti kursus/pelatihan dalam rangka membuka usaha.

Mempersiapkan suatu usaha nantinya dapat cenderung pada pekerjaan sebagai berusaha sendiri (own account worker) atau sebagai berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar atau sebagai berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar.

Penjelasan:

Kegiatan mempersiapkan suatu usaha/pekerjaan tidak terbatas dalam jangka waktu seminggu yang lalu saja, tetapi bisa dilakukan beberapa waktu yang lalu asalkan seminggu yang lalu masih berusaha untuk mempersiapkan suatu kegiatan usaha.

m. Setengah Pengangguran adalah mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal

(kurang dari 35 jam seminggu). Setengah pengangguran terdiri dari:

(25)

 Setengah Pengangguran Terpaksa adalah mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu), dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan.

 Setengan Pengangguran Sukarela adalah mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu), tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain (sebagian pihak menyebutkan sebagai pekerja paruh waktu/part time worker).

n. Sekolah adalah kegiatan seseorang untuk bersekolah di sekolah formal, mulai

dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi selama seminggu yang lalu sebelum pencacahan. Dalam hal ini tidak termasuk yang sedang libur sekolah.

o. Mengurus rumah tangga adalah kegiatan seseorang yang mengurus rumah

tangga tanpa mendapatkan upah, misalnya: ibu-ibu rumah tangga dan anaknya yang membantu mengurus rumah tangga. Sebaliknya pembantu rumah tangga yang mendapatkan upah walaupun pekerjaannya mengurus rumah tangga dianggap bekerja.

p. Kegiatan lainnya adalah kegiatan seseorang selain disebut di atas, yakni mereka

yang sudah pensiun, orang-orang cacat jasmani (buta, bisu dan sebagainya) yang tidak melakukan sesuatu pekerjaan seminggu yang lalu.

q. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah tingkat pendidikan yang dicapai

seseorang setelah mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi suatu tingkatan sekolah dengan mendapatkan tanda tamat belajar (ijazah).

r. Jumlah jam kerja seluruh pekerjaan adalah jumlah jam kerja yang dilakukan

oleh seseorang (tidak termasuk jam kerja istirahat resmi dan jam kerja yang digunakan hal-hal diluar pekerjaan) selama seminggu yang lalu.

Bagi pedagang keliling, jumlah jam kerja dihitung mulai berangkat dari rumah sampai tiba kembali di rumah dikurangi waktu yang tidak merupakan jam kerja, seperti mampir ke rumah famili/kawan dan sebagainya.

s. Lapangan usaha adalah bidang kegiatan dari pekerjaan/usaha/

perusahaan/kantor tempat seseorang bekerja.

t. Jenis pekerjaan/jabatan adalah macam pekerjaan yang dilakukan oleh

(26)

sementara tidak bekerja. Jenis pekerjaan pada publiaksi ini mengikuti Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia (KBJI) 2002 yang mengacu kepada ISCO 88.

u. Upah/gaji bersih adalah penerimaan buruh/karyawan berupa uang atau barang

yang dibayarkan perusahaan/kantor/majikan tersebut. Penerimaan dalam bentuk barang dinilai dengan harga setempat. Penerimaan bersih yang dimaksud tersebut adalah setelah dikurangi dengan potongan-potongan iuran wajib, pajak penghasilan dan sebagainya oleh perusahaan/kantor/majikan.

v. Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan

disuatu unit usaha/kegiatan. Mulai tahun 2001 status pekerjaan dibedakan menjadi 7 kategori yaitu:

1. Berusaha sendiri adalah bekerja atau berusaha dengan menanggung resiko secara ekonomis, yaitu dengan tidak kembalinya ongkos produksi yang telah dikeluarkan dalam rangka usahanya tersebut, serta tidak menggunakan pekerja dibayar maupun pekerja tidak dibayar, termasuk yang sifat pekerjaannya memerlukan teknologi atau keahlian khusus.

2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar adalah bekerja atau berusaha atas resiko sendiri, dan menggunakan buruh/pekerja tak dibayar dan atau buruh/pekerja tidak tetap.

3. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar adalah berusaha atas resiko sendiri dan mempekerjakan paling sedikit satu orang buruh/pekerja tetap yang dibayar.

4. Buruh/Karyawan/Pegawai adalah seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan menerima upah/gaji baik berupa uang mapun barang. Buruh yang tidak mempunyai majikan tetap, tidak digolongkan sebagai buruh/karyawan, tetapi sebagai pekerja bebas. Seseorang dianggap memilki majikan tetap jika memilki 1 (satu) majikan (orang/rumah tangga) yang sama dalam sebulan terakhir, khusus pada sektor bangunan batasannya tiga bulan. Apabila majikannya instansi/lembaga boleh lebih dari satu.

5. Pekerja bebas di pertanian adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/majikan/instansi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan dalam sebulan terakhir) di usaha pertanian baik berupa usaha rumah tangga maupun bukan usaha rumah tangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau

(27)

imbalan baik berupa uang maupun barang, dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan. Usaha pertanian meliputi: pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan perburuan, termasuk juga jasa pertanian.

Majikan adalah orang atau pihak yang memberikan pekerjaan dengan pembayaran yang disepakati.

6. Pekerja bebas di non pertanian adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan dalam sebulan terakhir) di usaha non pertanian dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan.

Usaha non pertanian meliputi: usaha di sektor pertambangan, industri, listrik, gas dan air, sektor konstruksi/bangunan, sektor perdagangan, sektor angkutan, pergudangan dan komunikasi, sektor keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan, sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan.

7. Pekerja tidak dibayar adalah seseorang yang bekerja membantu orang lain yang berusaha dengan tidak mendapat upah/gaji baik berupa uang maupun barang.

Pekerja tidak dibayar tersebut terdiri dari:

 Anggota rumah tangga dari orang yang dibantunya, seperti istri/anak yang membantu suaminya/ayahnya bekerja di sawah.

 Bukan anggota rumah tangga tetapi keluarga dari orang yang dibantunya, seperti famili yang membantu melayani penjualan di warung.

 Bukan anggota rumah tangga dan bukan keluarga dari orang yang dibantunya, seperti orang yang membantu menganyam topi pada industri rumah tangga tetangganya.

(28)

w. Kegiatan informal: beberapa pihak, mendefinisikan kegiatan informal hanya

berdasarkan status pekerjaan, namun dalam publikasi ini, pendekatan batasan kegiatan informal diambil dari kombinasi antara jenis pekerjaan utama dan status pekerjaan. Batas kegiatan informal dapat dilihat seperti pada tabel berikut:

Status Pekerjaan

Jenis Pekerjaan Utama

Tenaga Profe-sional Tenaga Kepe- mimpin-an Pejabat Pelak-sana & Tata Usaha Tenaga Penju-alan Tenaga Usaha Jasa Tenaga Usaha Perta-nian Tenaga Pro-duksi Tenaga Ope- rasio-nal Pekerja kasar Lain-nya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Berusaha Sendiri F F F INF INF INF INF INF INF INF Berusaha Dibantu Buruh

Tidak Tetap/Buruh Tak Dibayar

F F F F F INF F F F INF

Berusaha Dibantu Buruh

Tetap/Buruh Dibayar F F F F F F F F F F

Buruh/Karyawan/Pegawai F F F F F F F F F F Pekerja Bebas di

Pertanian F F F INF INF INF INF INF INF INF Pekerja Bebas di Non

Pertanian F F F INF INF INF INF INF INF INF Pekerja Tak Dibayar INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF

Sumber: Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Catatan: F = Formal, INF = Informal

(29)

BAB III

U L A S A N

3.1. Kependudukan

Masalah kependudukan merupakan topik yang tetap menarik untuk dibahas, karena berbagai aspek kependudukan yang saling terkait dengan berbagai aspek pembangunan lainnya.

Jumlah penduduk suatu daerah dapat berarti positif dan dapat pula berarti negatif bila dilihat dari dimensi waktu dan daerah yang berbeda. Pada waktu jumlah penduduk masih sedikit dan disertai dengan kualitas sumber daya manusia rendah merupakan suatu masalah kependudukan tersendiri yang mengakibatkan lambatnya perkembangan peradaban manusia. Pada waktu yang berbeda ketika perkembangan jumlah penduduk yang tinggi justru dapat menjadi ancaman bagi kesejahteraan penduduk itu sendiri karena berhubungan dengan masalah-masalah sosial dan ekonomi.

Seorang ilmuwan (Malthus) yang hidup pada tahun 1766-1843 mengemukakan masalah tersebut ketika melihat hubungan antara jumlah penduduk dengan ketersediaan pangan. Pertumbuhan jumlah penduduk begitu pesatnya sehingga mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan persediaan pangan mengikuti deret hitung. Akibatnya pertumbuhan jumlah penduduk secara terus menerus tanpa adanya intervensi (pengendalian) akan menimbulkan masalah/kesenjangan dalam hal penyediaan pangan penduduk.

Suatu daerah kota yang jumlah penduduknya sudah sangat tinggi merupakan masalah yang sangat sulit untuk ditanggulangi, karena berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan, misalnya sulitnya menyiapkan lapangan kerja sehingga menimbulkan pengangguran, munculnya pemukiman-pemukiman kumuh, timbulnya masalah gangguan keamanan dan masalah sosial lainnya. Sementara itu pada daerah-daerah yang mempunyai wilayah luas dengan sumber daya alamnya yang cukup potensial justru masih kekurangan penduduk (tenaga kerja) untuk mengelolanya agar dapat bermanfaat bagi kehidupan. Sehubungan dengan hal tersebut maka salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian dalam proses pembangunan adalah masalah kependudukan yang mencakup berbagai aspek

(30)

antara lain jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, persebaran dan kepadatan penduduk serta komposisi penduduk.

Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk sangat dipengaruhi oleh tiga komponen pokok yaitu kelahiran (Fertilitas), kematian (Mortalitas) dan perpindahan penduduk (Migration).

Jumlah penduduk akan terus bertambah yang disebabkan oleh tingkat kelahiran lebih tinggi dari tingkat kematian dan migrasi masuk (in migration) lebih besar dari pada migrasi keluar (out migration). Demikian halnya dengan penduduk Kota Kediri, pada tahun 2010 sejumlah 267.832 jiwa, pada tahun 2011 naik menjadi 270.018, kemudian meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai 278.072 jiwa pada tahun 2014. Berdasarkan angka tersebut bisa dikatakan bahwa pertumbuhan penduduk Kota Kediri selama kurun waktu lima tahun terakhir sebesar 0,75 persen per tahun.

Tabel 1.

Jumlah Penduduk Kota Kediri Tahun 2010-2014

Tahun Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki + Tangga Rumah Laki-laki Perempuan (1) (2) (3) (4) (5) 2010 132.153 135.679 267.832 73.255 2011 130.959 139.059 270.018 76.129 2012 135.366 136.289 271.655 72.894 2013 137.931 138.420 276.351 72.953 2014 138.591 139.481 278.072 72.650

Catatan: Diolah dari SUSENAS

Hasil pengolahan tahun 2014, juga mencatat jumlah rumah tangga di Kota Kediri sebesar 72.650, sehingga diperoleh rata-rata penduduk per rumah tangga sebanyak 4 orang. Dengan luas wilayah Kota Kediri sebesar 63,4 Kilometer Persegi, maka tingkat kepadatan penduduk per Kilometer Persegi sebanyak 4.386 jiwa.

Apabila dilihat berdasarkan distribusinya penduduk Kota Kediri pada tahun 2014 sekitar 29,17 persen berada di Kecamatan Pesantren, 30,07 persen di Kecamatan Kota dan sisanya 40,76 persen ada di Kecamatan Mojoroto. Namun dari sisi kepadatan penduduk, Kecamatan Kota merupakan salah satu kecamatan di Kota Kediri yang terpadat penduduknya dibandingkan dua kecamatan lainnya, yaitu 5.611 jiwa per Kilometer Persegi, sedangkan Kecamatan Mojoroto memiliki kepadatan

(31)

4.607 jiwa per Kilometer Persegi dan Kecamatan Pesantren 3.394 jiwa per Kilometer Persegi.

Salah satu indikator kependudukan yang sangat penting adalah komposisi atau struktur penduduk. Komposisi atau struktur penduduk dapat berbeda dari jenis kelamin dan dapat pula dilihat dari struktur umur serta kombinasi antara keduanya. Kedua-duanya memiliki arti strategis dalam hubungannya dengan berbagai aspek kependudukan lainnya seperti fertilitas, mortalitas, migrasi dan masalah-masalah ketenagakerjaan.

Perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan di suatu daerah pada waktu tertentu yang selanjutnya disebut dengan "Sex Ratio" adalah merupakan indikator untuk mengetahui komposisi penduduk menurut jenis kelamin. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin sangat besar kaitannya dengan masalah fertilitas, semakin besar porsi penduduk perempuan maka potensi fertilitas semakin tinggi. Sementara itu hubungannya dengan ketenagakerjaan adalah bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sangat bervariasi antara penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan.

Gambar 1.

Persentase Penduduk Kota Kediri Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010-2014

(32)

Penduduk laki-laki Kota Kediri pada tahun 2014 sejumlah 138.591 jiwa (49,84 persen), sedangkan jumlah penduduk perempuan yaitu 139.481 jiwa (50.16 persen). Dari angka-angka tersebut diperoleh rasio jenis kelamin sebesar 99,37 persen. Artinya, bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat sekitar 99 penduduk laki-laki.

Selama kurun waktu lima tahun terakhir, rasio jenis kelamin cenderung meningkat dan semakin mendekati angka 100. Hal ini menggambarkan bahwa persentase penduduk laki-laki selama periode 2010-2014 cenderung meningkat, dan sebaliknya persentase penduduk perempuan cenderung menurun.

Berdasarkan struktur umur penduduk dapat diketahui tingkat ketergantungan antara penduduk yang belum/tidak produktif dengan penduduk usia produktif, dan untuk mengelompokkan apakah penduduk pada suatu daerah tergolong dalam penduduk muda, intermediate/menengah, atau penduduk tua. Disamping itu pula dapat dilihat trend yang terjadi sebagai dampak positif dari pembangunan bidang kesehatan dan KB serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Gambar 2.

Struktur Umur/Komposisi Penduduk Kota Kediri Tahun 2014

Rasio Ketergantungan penduduk usia muda (Youth Dependency Ratio) di Kota Kediri Tahun 2014 tercatat sebesar 36,77 persen, yang berarti bahwa terdapat

(33)

sekitar 37 orang penduduk usia muda (0-14 tahun) menjadi beban tanggungan untuk setiap 100 orang penduduk yang berada dalam usia produktif (15-64 tahun). Disisi lain penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) juga tidak dapat melakukan kegiatan secara produktif, sehingga akan menjadi beban tanggungan bagi penduduk lainnya yang masih produktif. Rasio Ketergantungan Lanjut Usia (Old Dependency Ratio) Tahun 2014 di Kota Kediri sebesar 6,07 persen. Angka ini berarti pula bahwa ada sekitar 6 penduduk usia tua (65 tahun ke atas) yang masih menjadi beban tanggungan untuk setiap 100 penduduk usia produktif.

Bila kedua kelompok usia ketergantungan tersebut digabungkan maka akan diperoleh angka Rasio Ketergantungan Umum (Dependency Ratio) sebesar 42,84 persen. Ini berarti setiap 2 orang penduduk usia produktif harus menanggung kurang lebih 1 orang penduduk yang belum/tidak produktif.

Berdasarkan umur dan jenis kelamin penduduk Kota Kediri tahun 2014 masih menunjukkan ciri penduduk tua. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penghitungan umur median yaitu 30 tahun. Struktur umur penduduk dapat diperlihatkan pula pada piramida penduduk di bawah ini.

Gambar 3.

Piramida Penduduk Kota Kediri Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Tahun 2014

(34)

3.2 Kesehatan dan Keluarga Berencana

Pembangunan bidang kesehatan antara lain bertujuan agar seluruh masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah dan merata. Berbagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sudah banyak dilakukan oleh pemerintah antara lain dengan memberikan penyuluhan kesehatan agar keluarga berperilaku hidup sehat, dan penyediaan fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Pondok Bersalin Desa (Polindes), Pos Obat Desa, Posyandu, serta penyediaan sarana air bersih.

Kemiskinan yang terjadi menimbulkan dampak buruk terhadap status kesehatan dan gizi masyarakat, terutama keluarga miskin. Oleh karena itu pemerintah melakukan intervensi untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan masyarakat. Melalui upaya-upaya tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.

Secara fisik kualitas penduduk dapat dilihat dari tingkat kesehatannya yang juga merupakan cerminan dari tingkat kesejahteraan masyarakat.

Beberapa aspek yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat dan dapat dijadikan sebagai indikator derajat kesehatan masyarakat antara lain: Angka Morbiditas, proporsi anak masih hidup, penolong persalinan, status gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan masyarakat.

3.2.1. Derajat Kesehatan (Morbiditas)

Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah angka kesakitan (morbidity rate). Angka kesakitan dapat dibedakan atas ada tidaknya keluhan kesehatan, jenis penyakit/keluhan yang dialami dan lamanya merasakan keluhan. Tabel 2 menunjukkan persentase penduduk yang tidak mengalami keluhan dan yang mengalami keluhan kesehatan dalam sebulan yang lalu.

Derajat kesehatan penduduk Kota Kediri terlihat masih cukup rendah (Tabel 2.), ada sekitar 41,24 persen penduduknya mempunyai keluhan kesehatan, atau kurang lebih 35,63 persen penduduk laki-laki dan 34,92 persen penduduk perempuan. Apabila dibandingkan dalam dua tahun terakhir, derajat kesehatan ini memperlihatkan kecenderungan semakin memburuk, pada penduduk laki-laki yang mengalami keluhan kesehatan selama tahun 2013 sebanyak 30,17 persen dan menjadi 35,63 persen pada tahun 2014. Hal yang sama juga terjadi pada penduduk

(35)

perempuan yaitu dari 32,54 persen pada tahun 2013 menjadi 34,92 persen pada tahun 2014.

Dari jumlah penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan tersebut ada sekitar 14,92 persen penduduk laki-laki yang mempunyai keluhan kesehatan dan menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari, sedangkan pada penduduk perempuan sebesar 12,70 persen yang juga menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari.

Tabel 2.

Persentase Penduduk Kota Kediri Menurut Ada Tidaknya Keluhan Kesehatan

Menurut Jenis Kelamin Tahun 2013-2014

Jenis Kelamin

Keluhan Kesehatan

Ada *1 Ada *2 Tidak Ada 2013 2014 2013 2014 2013 2014 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kota Kediri 13.02 13.86 18.34 27.38 68.64 58.76 - Laki-laki 14.92 14.92 15.25 20.71 69.83 64.37 - Perempuan 11.13 12.70 21.41 22.22 67.46 65.08 Jawa Timur 13.92 15.37 13.45 14.84 72.63 69.79

Keterangan: *1 : menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari *2 : Tidak menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari

Keluhan kesehatan berdampak negatif terhadap aktivitas ekonomi terutama bagi mereka yang telah bekerja, dan pada gilirannya akan menurunkan produktivitas. Disamping itu pula keluhan kesehatan tentunya akan berakibat pada meningkatnya pengeluaran rumah tangga untuk biaya kesehatan.

Apabila dilihat berdasarkan lamanya gangguan kesehatan, pada tahun 2014 ada sekitar 68,94 persen penduduk yang mengalami ganguan kesehatan kurang dari 4 hari, sebesar 24,01 persen merasakan gangguan selama 4-7 hari, dan yang mengalami gangguan selama 8-14 hari sebanyak 2,67 persen, kemudian lebih dari 14 hari sebesar 4,38 persen. Namun secara umum kondisi ini sedikit membaik apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2013, yaitu adanya kecenderungan jumlah hari sakit semakin lama semakin mengecil, seperti terlihat pada Tabel 3.

(36)

Tabel 3.

Persentase Penduduk Kota Kediri

Yang Menderita Sakit Dalam Sebulan Yang Lalu

Menurut Jumlah Hari Sakit dan Jenis Kelamin Tahun 2013-2014

Jumlah Hari Sakit

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan 2013 2014 2013 2014 2013 2014 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) < 4 65.75 69.53 63.88 68.15 64.95 68.94 4 - 7 23.50 20.56 20.94 28.62 22.40 24.01 8 - 14 4.44 4.03 6.72 0.86 5.42 2.67 15 - 21 0.56 0.82 0.00 0.00 0.32 0.47 22 - 30 5.75 5.06 8.46 2.37 6.91 3.91 Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Dengan adanya keluhan kesehatan tersebut, ada berbagai macam cara pengobatan yang telah dilakukan oleh masyarakat yaitu melalui pengobatan sendiri dan berobat jalan dengan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang sesuai dengan pilihan masing-masing. Jika dilihat berdasarkan cara berobat jalan yang paling sering dikunjungi oleh masyarakat di Kota Kediri selama tahun 2014 terbesar adalah jenis puskesmas/pustu, yaitu 40,50 persen, dan terbesar berikutnya adalah praktek dokter/poliklinik, yaitu 37,68 persen. Kemudian pilihan berobat jalan untuk jenis fasilitas kesehatan lainnya seperti Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Swasta, dan Praktek Pengobatan Tradisional berkisar 3-5 persen.

Seiring dengan perkembangan/kemajuan teknologi kesehatan telah berdampak terhadap pilihan cara berobat jalan pada jenis fasilitas kesehatan. Masyarakat semakin sadar akan pentingnya kebersihan, keakuratan peralatan kesehatan, pengetahuan kesehatan dan lainnya yang terkait dengan ilmu kesehatan, sehingga pemanfaatan jenis fasilitas kesehatan dukun bersalin & lainnya (termasuk pertolongan dari keluarga, family lain dan orang lain) cenderung menurun setiap tahunnya, pada tahun 2013 sebesar 1,53 persen menjadi 0,6 persen pada tahun 2014 (Tabel 4).

(37)

Tabel 4.

Persentase Cara Berobat Jalan Penduduk Kota Kediri

Menurut Tempat Berobat yang Dikunjungi Selama Satu Bulan Terakhir Tahun 2013-2014

Cara Berobat Jalan yang Dilakukan

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan 2013 2014 2013 2014 2013 2014 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) RS Pemerintah 9,36 6,25 13,22 3,52 9,57 4,75 RS Swasta 3,69 6,05 4,87 3,18 4,98 4,47 Praktek Dokter/ Poliklinik 39,60 41,05 32,60 34,94 45,57 37,68 Puskesmas/Pustu 38,54 31,77 52,97 47,61 45,95 40,50 Praktek Nakes 8,93 14,84 2,66 12,81 10,72 13,72 Praktek Pengobatan Tradisional 3,49 6,27 2,77 1,72 1,53 3,76 Dukun Bersalin &

Lainnya 0,30 0,00 0,51 1,09 1,53 0,60 Jumlah 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

3.2.2. Penolong Persalinan

Kesehatan balita selain dipengaruhi oleh kesehatan ibu khususnya pada saat mengandung juga dipengaruhi oleh faktor lain, salah satu diantaranya adalah penolong kelahiran. Data tentang komposisi penolong pada saat melahirkan dapat menjadi salah satu indikator kesehatan ibu dan anak, serta indikator tingkat pelayanan kesehatan secara umum.

Secara teoritis bahwa penolong persalinan yang dilakukan oleh tenaga medis seperti dokter dan bidan lebih baik terhadap kesehatan ibu dan anak dibandingkan yang dilakukan oleh dukun atau famili dan lainnya. Hal ini sangat berhubungan dengan masalah kebersihan dan kelengkapan peralatan yang digunakan dalam proses tersebut.

(38)

Hasil Susenas tahun 2014 menunjukkan bahwa persentase balita di Kota Kediri yang menggunakan pertolongan kelahiran oleh selain tenaga medis sebanyak 0,00 persen, atau dengan kata lain bahwa di Kota Kediri hanya menggunakan tenaga medis untuk pertolongan kelahiran, dengan proporsi pertolongan oleh dokter 39,31 persen dan sisanya 60,69 persen dilakukan oleh pertolongan bidan. Sementara di Jawa Timur masih ada sekitar 5,82 persen balita yang menggunakan pertolongan kelahiran selain tenaga medis untuk pertolongan kelahiran, yaitu 0,1 persen diantaranya dilakukan oleh tenaga medis lain, dan 5,72 persen pertolongan lainnya seperti tetangga/orang lain), sedangkan penolong kelahiran yang dilakukan oleh tenaga medis di Jawa Timur tercatat 24,27 persen dokter dan 69,92 persen bidan, (Gambar 4.). Jadi secara umum bahwa tenaga bidan merupakan penolong kelahiran yang paling banyak atau paling diminati oleh masyarakat baik di Kota Kediri maupun Jawa Timur. Hal ini sebagai refleksi semakin membaiknya perilaku dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kesehatan bagi keluarga.

Gambar 4.

Persentase Balita Kota Kediri

Menurut Penolong Terakhir Kelahiran Tahun 2014

Jumlah balita di Kota Kediri selama dua tahun terakhir 2013-2014 menunjukkan peningkatan, pada tahun 2013 sejumlah 18.890 jiwa menjadi 20.613 jiwa pada tahun

(39)

2014. Dari sejumlah balita tahun 2014 tersebut, terbagi dalam balita laki-laki sebanyak 10.943 jiwa dan perempuan 9.669 jiwa (Tabel 5).

Tabel 5

Jumlah Balita Di Kota Kediri Menurut Jenis Kelamin Tahun 2013-2014

Umur Balita

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan 2013 2014 2013 2014 2013 2014 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

0 - 4 10.126 10.943 8.764 9.669 18.890 20.613

3.2.3. Air Susu Ibu (ASI)

Untuk memenuhi kebutuhan akan gizi balita pada awal masa pertumbuhannya telah tercukupi melalui pemberian ASI. Disamping sebagai sumber makanan yang sangat kompleks, di dalam ASI juga terdapat zat yang dapat memberikan kekebalan alamiah yang tinggi pada bayi. Oleh karena itu pemberian ASI merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Pemberian ASI pada balita bisa menjadi salah satu indikator kesehatan balita, disamping indikator-indikator lainnya.

Tabel 6.

Persentase Balita Di Kota Kediri Menurut Pernah Tidaknya Diberi ASI Tahun 2013-2014

Rincian

Pernah Tidaknya Diberikan ASI

Diberi ASI Tidak Diberi ASI Jumlah 2013 2014 2013 2014 2013 2014 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Kota Kediri 86,24 92,83 13,76 7,17 100,00 100,00 - Laki-laki 86,22 93,34 13,78 6,66 100,00 100,00 - Perempuan 86,25 92,25 0,14 7,75 100,00 100,00 Jawa Timur 93,78 93,10 6,22 6,90 100,00 100,00

(40)

Kesadaran akan pentingnya pemberian ASI pada balita oleh masyarakat di Kota Kediri cukup tinggi yaitu mencapai 92,83 persen tahun 2014, sedikit berada di bawah Jawa Timur umumnya yang besarnya 93,10 persen, seperti terlihat pada Tabel 6.

Gambar 5.

Persentase Balita Kota Kediri

Menurut Lama Pemberian ASI (Bulan) Tahun 2014

Berdasarkan lamanya pemberian ASI pada balita usia 2-4 tahun persentase tertinggi adalah pemberian ASI selama lebih dari 24 bulan, angkanya mencapai 42,07 persen, dan sebaliknya lama pemberian ASI paling pendek atau kurang dari nol bulan pada balita hanya sebesar 2,13 persen (Gambar 5). Selanjutnya yaitu lama pemberian ASI pada balita dengan waktu 12-17 bulan sebesar 18,88 persen, lama pemberian ASI 18-23 bulan sebesar 15,82 persen, lama pemberian ASI 1-5 bulan sebesar 11,05 persen, dan pemberian ASI selama 6-11 bulan yaitu sekitar 10,05 persen.

Apabila pemberian ASI dilihat dari jenis kelamin (Gambar 5.), balita perempuan cenderung mendapat asupan ASI lebih lama dibandingkan balita laki-laki. Lama pemberian ASI pada balita perempuan lebih dari 24 bulan mencapai 45,00 persen, sedangkan untuk balita laki-laki sekitar 39,51 persen.

(41)

3.2.4. Akses terhadap Fasilitas Kesehatan

Ketersedian fasilitas kesehatan merupakan salah satu gambaran derajat kesehatan masyarakat. Pola dan kecenderungan masyarakat untuk menggunakan pilihannya terhadap fasilitas yang ada dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pendapatan yang relatif tinggi, tingkat kekronisan suatu penyakit dan juga didukung oleh kesadaran akan pentingnya kesehatan.

Gambar 6.

Persentase Penduduk Kota Kediri

Menurut Penggunaan Fasilitas Kesehatan Tahun 2014

Selama tahun 2014, masyarakat di Kota Kediri memiliki kecenderungan menggunakan jenis fasilitas kesehatan puskesmas/puskesmas pembantu dibandingkan dengan fasilitas kesehatan lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh angka 40,50 persen (Gambar 6). Selain puskesmas/puskesmas pembantu, fasilitas kesehatan lainnya yang juga banyak diminati oleh masyarakat di Kota Kediri yaitu praktek dokter/poliklinik dengan persentase yang tidak jauh berbeda dengan penggunaan puskesmas/puskesmas pembantu yaitu sebesar 37,68 persen.

Berbeda halnya dengan Kota Kediri, masyarakat di Jawa Timur lebih memilih jenis fasilitas kesehatan praktek tenaga kesehatan (Nakes) yaitu 36,52 persen. Sementara untuk penggunaan jenis fasilitas kesehatan praktek dokter/poliklinik merupakan pilihan kedua setelah praktek nakes, yaitu sekitar 28,84 persen,

(42)

sedangkan pada jenis fasilitas kesehatan puskesmas/puskesmas pembantu sekitar 21,24 persen (Gambar 6.)

3.2.5. Keluarga Berencana (KB)

Seperti telah diketahui bersama bahwa Gerakan KB yang awalnya dimulai dengan Program KB secara perlahan-lahan diharapkan akan menuju pada suatu kebutuhan yang sifatnya mendasar dalam suatu keluarga, yang pada akhirnya gerakan KB secara keseluruhan akan menjadi KB Mandiri.

Gambar 7.

Persentase Penduduk Perempuan Berumur 15-49 Tahun Berstatus Kawin Menurut Keikutsertaan Penggunaan

Alat/Cara KB Tahun 2014

Namun sebagaimana diketahui pula bahwa dampak krisis ekonomi yang kemudian meluas menjadi krisis multidimensi tidak dapat dipungkiri telah memberikan dampak negatif terhadap gerakan KB yang selama ini dirasakan sangat besar manfaatnya. Kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok juga diikuti oleh kenaikan harga bahan dan alat KB sehingga tidak dapat dijangkau lagi oleh daya beli sebagian penduduk, yang selanjutnya diduga akan berpengaruh terhadap jumlah akseptor KB.

Berdasarkan hasil SUSENAS tahun 2014, persentase penduduk perempuan usia 15-49 tahun yang pernah kawin dan menggunakan alat/cara KB sebesar 81,23, dan

(43)

sisanya 18,77 persen tidak pernah menggunakan alat/cara KB, seperti terlihat pada Gambar 7.

Penduduk perempuan yang pernah menggunakan alat/cara KB tidak selamanya menggunakan KB, sebab dimungkinkan pada saat tertentu dapat saja melepas/menghentikan penggunaan KB karena ingin mendapat keturunan, atau karena merasa tidak cocok dengan alat/cara KB yang digunakan atau karena alasan lainnya. Berdasarkan hasil SUSENAS 2014 dari wanita yang pernah menggunakan alat/cara KB diketahui bahwa sekitar 60,53 persen diantaranya sedang menggunakan alat/cara KB pada saat survei dilakukan, sedangkan wanita yang tidak menggunakan lagi sebesar 20,70 persen (Gambar 7).

Jumlah akseptor KB tahun 2014 di Kota Kediri dibandingkan dengan Jawa Timur umumnya selisih 2,43 persen, atau Kota Kediri sebesar 81,23 persen dan Jawa Timur sebesar 83,66 persen. Dari sejumlah aseptor KB di Jawa Timur tersebut 65,33 persen tergolong masih menggunakan KB dan 18,33 persen tidak menggunakan lagi (Gambar 7).

Gambar 8.

Persentase Penduduk Perempuan Berumur 15-49 Tahun Berstatus Kawin Menurut Jenis Alat/Cara KB yang Digunakan

Gambar

Tabel  7,  juga  memberikan  gambaran  bahwa,  tingkat  partisipasi  sekolah  mempunyai hubungan terbalik dengan tingkat pendidikan,  jadi semakin tinggi tingkat  pendidikan maka partisipasi sekolah semakin rendah dan sebaliknya

Referensi

Dokumen terkait

Dengan curah hujan rencana yang diperoleh, dihitung debit banjir rencana sungai Tondano menggunakan Metode Hidrograf Satuan Sintetis yaitu HSS Gama I dan HSS

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasihNya yang begitu luar biasa, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Gambaran

a. Melakukan dialog atau wawancara dengan kepala sekolah tentang penelitian yang dilakukan. Melakukan wawancara dengan guru kelas III SDI Sunan Giri Wonorejo

Dimulai dari golongan yang pertama, kitab-kitab yang menjadi bacaan standar golongan ini adalah karya-karya al-Ghazali, seperti Bidayah al-Nihayah, Minhaj al- Abidin,

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan petani dalam pengelolaan tanaman lada dan organisme penganggu

Kebutuhan pasar yang tinggi atas hewan maupun tanaman, sebagai binatang peliharaan ataupun produk-produk yang dihasilkan dari spesies tersebut menjadi salah satu penyebab

Letak geografis negeri Hulaliu dan gunung Alaka bisa diakatakan lebih jauh dibandingkan dengan empat negeri lainnya, ( Pelauw, Kailolo, Kabauw, Rohomoni)

Gambar 7 menunjukkan hasil pengenalan wajah orang pertama dengan menggunakan metode Kanade-Lucas-Tomasi dalam berbagai posisi sudut. Dari 9 gambar, yang terdeteksi