57
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-5-3
Analisis Terjemahan Film Inggris - Indonesia:
Studi Kasus Terjemahan Film “Romeo And Juliet”
(Kajian Tentang Strategi Penerjemahan)
Endang Dwi Hastuti, Nunun Tri Widarwati, Giyatmi, dan Ratih Wijayava
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univet Bantara Sukoharjo, Jl. Letjend. S. Humardani no. 1 Sukoharjo – 57521,
Telp. 0271-593156.
ABSTRAK: Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah
kesepadanan makna terjemahan film “Romeo and Juliet” ditinjau dari konteks situasi dan konteks budaya yang meliputi teks tersebut, (2) Strategi penerjemahan apa sajakah yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan film “Romeo and Juliet”. Sementara tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi makna kalimat-kkalimat yang ada dalam subtitling film “Romeo and Juliet” serta menganalisis tingkat kesepadannya berdasarkan konteks situasi dan konteks budaya yang melingkupi teks tersebut. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengungkapkan strategi-strategi penerjemahan dalam subtitling film “Romeo and Juliet”. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan teknik sampling yang digunakan adalah purposif sampling. Objek penelitian ini berupa terjemahan film “Romeo and Juliet” (dalam bahasa Inggris) sebagai teks sumber dan subtitling film “Romeo and Juliet” (dalam bahasa Indonesia) sebagai teks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna sebuah teks ditentukan oleh konteks yang melingkupi teks tersebut, baik konteks situasi maupun konteks budaya. Ada tiga komponen yang menyelubungi konteks situasi yakni, field (isi), mode/channel (teks lisan/tulis) dan tenor/relation (hubungan antara pembicara-pendengar/pemirsa). Sementara makna sebagai budaya menganggap bahwa budaya dan bahasa berbeda satu sama lainnya maka makna linguistik suatu bahasa ditentukan oleh konteks budaya di mana peristiwa bicara itu terjadi. Dengan demikian, pemahaman lintas budaya harus dimiliki oleh penerjemah agar ia mampu menyampaikan pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Strategi-strategi terjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan film Romeo and Juliet adalah strategi penambahan, paraphrase, transfer, imitasi, pemampatan, desimasi, penghapusan, penjinakan dan angkat tangan (resignation). Diantara kesembilan strategi tersebut, strategi pemampatan yang paling dominan disebabkan karena terbatasnya ruang dan waktu munculnya subtitling sehingga dalam
subtitling haruslah „hemat terjemahan‟. Kemudian penerjemah juga menggunakan beberapa
strategi sekaligus untuk menerjemahkan sebuah kalimat. Dalam penelitian ini, tidak ditemukan penggunaan strategi transkripsi
Kata-kata kunci: terjemahan, film “Romeo Juliet”, strategi penerjemahan
PENDAHULUAN
Penerjemahan berkembang sangat pesat akhir-akhir ini baik penerjemahan tulis maupun penerjemahan film. Pada zaman dahulu penerjemahan hanya digunakan dalam ranah keagamaan, sastra, ilmu pengetahuan dan teknologi yang mana pada waktu itu komonitas di ketiga bidang tersebut paling dominan. Namun sejak abad 20, penerjemahan telah berkembang cukup pesat di ranah audiovisual. Tuntutan akan adanya terjemahan film terus membanjiri di dunia hiburan.
Ada dua jenis terjemahan film yakni dubbing dan subtitling. Kedua jenis penerjemahan ini mempunyai perbedaan yang cukup signifikan. Boordwell & Thompson (1990: 409) mengatakan “The most two common forms form of screen translation are dubbing and
subtitling”. Lebih lanjut Thomson mengatakan “Dubbing as the process of replacing part or all of the voices on the sountrack in order to correct mistakes or rerecord dialog”. Dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa dubbing atau sulih suara adalah suatu proses menggantikan suara dalam suatu „soundtract‟ untuk membetulkan kesalahan-kesalahan yang ada dan merekam kembali dialog tersebut. Thomson menegaskan bahwa sulih suara tidak hanya terjadi dari satu bahasa ke bahasa lain (SL into TL) tetapi sulih suara dapat terjadi dari SL ke SL dengan suara orang yang berbeda.
Sementara subtitling sedikit berbeda dengan dubbing. Gambier mengatakan “Subtitling
is one of two possible methods for providing the translation of a movie dilaogue, where the original dialogue soundtrack is left in place and the translation is printed along the bottom of the film (1993: 276). Dengan kata lain subtitling adalah terjemahan dialog film yang di tuliskan
di bagian bawah pada film tersebut. Seperti halnya sulih suara, tujuan „subtitling‟ adalah membantu pemirsa untuk menikmati sebuah film, apakah itu film dokumenter atau cerita, drama, aksi, dan lain-lain. Pakar lain, Betty White, mengatakan “subtitling is the translation of
the spoken language (source language) of a television program or film into target language. The translated text usually appears in two lines at the bottom of the screen
(file:///G:/subtitling/eotvsection.php.htm updated./04/01/2011). Definisi ini sedikit berbeda dengan definisi yang dilontarkan oleh Garbier di atas yakni jumlah baris terjemahan yang ada dalam „subtitling‟ tidak boleh lebih dari dua baris.
Penerjemahan tidak akan lepas dari „teks‟. Makna suatu “teks” akan dipengaruhi oleh kontek situasi dan kontek situasi akan dipengaruhi oleh kontek budaya. Pemahaman akan lintas budaya (Cross Culture Understanding) akan memunculkan ideologi dari teks tersebut. Disisi lain, sebuah teks sarat dengan field (isi), mode/channel (teks lisan/tulis) dan tenor/relation (hubungan antara pembicara-pendengar/pemirsa, penulis-pembaca). Dalam menerjemahkan film, kontek situasi dan pemahaman lintas budaya merupakan bekal utama yang harus dimiliki oleh penerjemah dalam melakukan pekerjaanya sehingga ia akan mampu memilih strategi penerjemahan yang tepat. Apalagi dalam suatu subtitling penerjemah berhadapan dengan suatu fenomena unik yakni teks sumber adalah sebuah teks lisan yang didukung oleh setting tempat, ilustrasi musik, mimik tokoh dan sebagainya dan ia harus menerjemahkan teks lisan tersebut menjadi teks tulis.
Hakekat terjemahan
Berbagai definisi telah diberikan oleh berbagai ahli mengenai istilah terjemahan (translation). Definisi terjemahan yang paling sering dikutip dalam penelitian atau kajian terjemahan adalah definisi yang dikemukakan oleh Catford (1965), Nida dan Teber (1974) dan Larson (1984). Catford (1965: 1) menekankan pada medium yakni melihat melihat terjemahan sebagai pengalihan bahasa dan mendefinisikan terjemahan sebagai “an operation performed
on language: a process of substituting a text in one langauge for a text in another”. Nida dan
Teber (1974) lebih menekankan pada pesan dan mengemukakan bahwa terjemahan adalah upaya mengungkapkan kembali pesan yang terkandung dalam bahasa sumber ke dalam bahasa target dengan menggunakan padanan yang wajar dan terdekat. Tidak jauh berbeda dengan Nida dan Taber, Larson (1983: 17) memandang penerjemahan sebagai pengalihan pesan dari bahasa sumber ke bahasa target dengan menggunakan struktur gramatikal dan leksikon yang sesuai dalam bahasa target dan konteks budayanya.
Makna (berkonteks situasi dan budaya)
Berangkat dari suatu pandangan bahwa penerjemahan menyangkut proses pengalihan makna maka sebagai bidang ilmu yang mempelajari makna, semantik memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam kajian penerjemahan. Neubert (1984) dalam Bell (1991: 79) menyatakan bahwa makna merupakan “the kingpin of translation studies. Without
understanding what a text to be translated means for L2 users the translator would be hopefully lost”. Sebagai sebuah istilah, “makna” memiliki pandangan yang sangat luas dan bahkan
dipandang sebagai suatu istilah yang paling kabur dan kontroversial dalam teori bahasa. Kompleksnya pengertian makna disebabkan oleh kenyataan bahwa makna tidak saja berhubungan dengan masalah bahasa, tetapi juga berkaitan dengan masalah di luar bahasa,
59
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-5-3
seperti budaya, situasi, pandangan hidup, aturan-aturan, dan norma-norma yang dimiliki masyarakat pemakai bahasa tersebut.
Kebudayaan terungkap dalam bentuk kebudayaan eksplisit yang berwujud artefak yang diproduksi masyarakat seperti pakaian, makanan, teknologi dan lain-lain dan kebudayaan implisit seperti kepercayaan, sikap, persepsi nilai dan norma dalam masyarakat (Liliweri, 2001: 83). Memahami budaya lain tidaklah mudah karena budaya itu tidak dapat secara langsung diamati. Langkah pemahaman suatu budaya bisa dilakukan dengan memahami terlebih dahulu situasi, pandangan hidup dan nilai budaya karena ketiga inti budaya tersebut akan teraktualisasi dalam perilaku manusia pendukungnya. Perilaku tersebut bisa diamati karena manusia berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang-orang dalam satu kebudayaan maupun dari luar kebudayaannya.
Kesulitan-kesulitan dalam subtitling
Sebagaimana dipaparkan di atas, subtitling adalah suatu penerjemahan yang cukup rumit. Ada beberapa kesulitan yang mungkin dihadapi oleh penerjemah. Dari segi bahasa dan budaya, kesulitan yang mungkin dihadapi adalah dalam hal acuan kultural, idiom, permainan kata, sindiran humor dan makna pragmatik. Kesulitan dalam acuan budaya yang mungkin timbul adalah kadang penerjemah tidak tahu kebiasaan budaya dari bahasa sumber. Begitu pula dengan kesulitan idiom dan permainan kata. Sering kali idiom sulit untuk diterjemahkan dan kadang penerjemah sulit mencari padanan dalam permainan kata-kata tertentu. Selanjutnya sindiran humor dan makna pragmatik juga menjadi kesulitan tersendiri bagi penerjemah. Terkadang sindiran humor yang halus sering luput dari mata awas penerjemah. Atau, kadang sulit sekali mencari terjemahannya karena sindiran humor tersebut terkait dengan budaya bahasa sumber. Sementara dalam hal makna pragmatik, penerjemah sering menjumpai kesulitan mencari terjemahan yang dapat menggambarkan hubungan antara dua tokoh, terutama tokoh-tokoh yang memakai dialek tertentu.
Dari segi media, ada dua hal yang menyulitkan dalam subtitling yakni pembatasan waktu dan tempat (layout). Ada beberapa ketentuan dalam tentang tata letak penempatan
subtitling, yakni: posisi layar harus di bagian bawah, jumlah baris maksimal dua baris, jumlah
karakter perbaris kurang dari 35 karakter, jenis font dan distribusi tanpa sherif (biasanya Helvetica atau Arial) dengan distribusi prorsional, warna dan latar belakang font harus putih pucat/transparan, dan menurut standar Eropa posisi teks ada ditengah dan untuk dialog rata kiri, dimulai dengan dash.
Selanjutnya penerjemah subtitling juga dihadapkan dengan kesulitan ketentuan waktu pemunculan subtitling. Ada beberapa ketentuan waktu kemunculan subtitling, yakni: durasi untuk dua garis penuh adalah 3 – 6 detik, durasi satu baris tunggal (7 – 8 kata) adalah kurang dari 3,5 detik, durasi subtitling satu kata tunggal adalah 1,5 detik, waktu muncul setelah ujaran tokoh adalah 0,25 detik, waktu menghilang setelah ujaran tokoh adalah 2 detik, waktu antara dua subtitling berturutan adalah 0,25 detik, dan subtitling harus menghilang sebelum „cut‟ karena „cut‟ menunjukkan perubahan tematik.
Strategi-strategi dalam subtitling
Sugeng Haryanto (2005: 103) memaparkan ada 11 strategi yang dapat digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan film. Strategi-strategi tersebut adalah sebagai berikut: a. Penambahan (expansion)
Penambahan mengandung maksud penambahan keterangan di terjemahannya, misalnya kalimat That‟s in the dead-duck day diterjemahkan menjadi “Itu terjadi di bebek mati (hari itu seekor bebek mati kena lemparan rotiku)”.
b. Parafrase (paraphrase)
Pada strategi ini, penerjemah menerangkan bagian dari kalimat sesuai dengan pengertiannya sendiri. Misalnya, Turn back no longer di terjemahkan menjadi “Jangan lagi melihat masa lalu”.
c. Transfer (transfer)
Transfer adalah penerjemahan harfiah, apa adanya, tidak ada keterangan tambahan, tidak ada pengubahan sudut pandang, dan tidak ada penafsiran yang berani. Misalnya, Turn
back no longer diterjemahkan menjadi “Jangan lagi melihat-melihat ke belakang”.
d. Imitasi (imitation)
Imitasi adalah suatu stratgei di mana penerjemah menulis ulang kata dalam naskah asli apa adanya, biasanya untuk nama orang atau nama tempat.
e. Transkripsi (transcription)
Strategi ini dilakukan dengan cara menulis ulang penggunaan tertentu untuk memenuhi fungsi tekstual akan bagaimana bahasa tersebut digunakan. Sebagai contoh, cara pengucapan sebuah kalimat di dalam naskah asli dapat dicerminkan di dalam subtitling. f. Pemampatan (condensation)
Strategi pemampatan dilakukan dengan cara naskah asli diringkas untuk mneghilangkan ucapan-ucapan yang menurut subtitler tidak begitu penting. Namun demikian, pemampatan terjemahan bisa membuat hilang efek pragmatik padahal maksud asli naskah atau tokoh harus tersampaikan.
g. Desimasi (desimation)
Desimasi adalah pemampatan yang ekstrem. Biasanya dilakukan untuk menerjemahkan tokoh yang sedang bertengkar hebat dengan kata-kata yang cepat.
h. Penghapusan (deletion)
Strategi ini mengandung maksud bahwa sebagian naskah asli dihapus dari terjemahannya karena dipercaya bahwa bagian itu hanya tambahan yang tidak perlu. Perbedaan pemampatan dan penghapusan adalah dalam pemampatan, tidak ada bagian yang dihilangkan, hanya dimampatkan sedangkan dalam penghapusan ada bagian yang di potong.
i. Penjinakan (taming)
Taming digunakan untuk menerjemahkan kata-kata yang kasar sehingga menjadi kata-kata
yang bisa diterima oleh pemirsa. j. Angkat tangan (resignation)
Resignation dilakukan ketika tidak ditemukan solusi penerjemahannya dan makna pun
ikut hilang atau dengan kata lain „tidak diterjemahkan‟.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif, artinya data terurai dalam bentuk kata-kata atau gambar-gambar, bukan dalam bentuk angka-angka. Kesesuaian ciri pendekatan kualitatif dengan penelitian ini juga terletak pada wujud data yang dimiliki. Data dalam penelitian ini berupa unit terjemahan yang berwujud bentuk-bentuk lingual (kata, frasa dan klausa).
Prosedur penelitian
a. Objek penelitian
Objek penelitian ini berupa terjemahan film Romeo and Juliet berbahasa Inggris sebagai teks sumber dan subtitling (terjemahan film) Romeo and Juliet dalam bahasa Indonesia sebagai teks target.
b. Sajian data dan cara pengumpulan data
Korpus data dalam kajian terjemahan ini adalah korpus bilingual pararel yang terdiri dari teks lisan (bahasa sumber) yang diucapkan oleh para tokoh dalam film Romeo and
Juliet dan versi terjemahannya (subtitling) sebagai bahasa target. Data dalam penelitian ini
bersifat kualitatif kategorikal dengan pengertian bahwa data yang dikumpulkan berwujud non-angka berupa bentuk-bentuk lingual yang dikelompokkan berdasarkan kategori tertentu. Wujud data penelitian ini berupa representasi makna subtitling sebagai unit
61
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-5-3
terjemahan dalam bentuk-bentuk lingual yang terdapat dalam teks sumber dan terjemahannya dalam teks target. Pengertian “unit terjemahan” dalam penelitian ini adalah berkisar dari kata, melalui kolokasi, sampai pada klausa.
HASIL PENELITIAN
Pengaruh konteks situasi dan konteks budaya terhadap terjemahan film Romeo and Juliet
Bahasa selalu muncul dalam bentuk teks, karena bahasa dalam bentuk teks ini selalu membawakan fungsi-fungsi sosial dari suatu proses sosial yang terdapat dalam suatu masyarakat. Keberadaan bahasa sebagai teks selalu dikelilingi oleh lingkungannya, baik fisik maupun non-fisik yang secara langsung mendukung keberadaan suatu teks; atau dengan kata lain teks selalu berada di dalam konteksnya. Seperti yang telah dipaparkan di depan, terdapat dua tipe konteks yakni konteks situasi dan konteks budaya/kultural yang selalu mendampingi sebuah teks. Terdapat tiga variable dalam konteks situasi yakni medan (field), pelibat (tenor), dan sarana (mode).
Contoh
(Diambil dari prolog oleh narrator di awal film) BSu: Two households, both alike in dignity
In fair Verona where we lay our scene From ancient grudge break to new mutiny Where civil blood makes civil hands unclean From forth the fatal loins of these two foes A pair of star-crossed lovers take their life Whose misadventured piteous overthrows Doth with their death burry their parents‟ rage Which, but their children‟s end, nought could remove Is now the two hours‟ traffic of our stage
Bsa: Dua keluarga dengan status yang sama
Di Verona yang indah dimana kami bercerita
Mulai dari pertengahan kuno, berubah melawan kekakuan hukum Dimana darah peradaban membuat kotor tangan peradaban Dari warisan dua tradisi
Sepasang kekasih lahir dan bunuh diri Mereka yang malang dan dikalahkan
Dengan kematian yang mengubur perselisihan orang tua mereka Kematian mereka yang mengerikan akibat cinta
Dan kelanjutan kematian orang tua mereka Yang tak dapat dihentikan anak-anak mereka Akan mengisi acara kita selama dua jam
Deskripsi konteks situasi dari teks di atas bahwa teks tersebut merupakan prolog yang muncul di awal cerita film Romeo and Juliet yang diucapkan secara lisan oleh narator sebagai orang yang memperkenalkan kepada pemirsa tentang ringkasan cerita sebelum adegan-adegan dalam film dimulai. Prolog tersebut ditayangkan melalui media TV kecil yang merupakan salah satu media gambar dalam adegan film tersebut tanpa ada latar belakang apapun. Prolog tersebut diucapkan dengan nada datar dan diiringi oleh alunan musik yang lembut dan menggema. Sementara konteks budaya dalam teks di atas adalah bahwa pada dasarnya masyarakat luas di penjuru dunia sudah tidak asing dengan kisah cinta Romeo and Juliet. Sebuah percintaan oleh sepasang remaja yang mana mereka begitu tulus saling mencintai namun kedua orang tua mereka saling bermusuhan dan menentang percintaan mereka. Sebuah percintaan yang berakhir tragis dan diakhiri dengan kematian mereka sehingga masyarakat luas khususnya remaja yang
sedang jatuh cinta ingin mencintai pasangan mereka bagaikan “Romeo and Juliet” atau saling mencintai sampai akhir hayat.
Terdapat suatu daya tarik tersendiri kalau kita perhatikan terjemahan dari teks di atas. Pertama, terjemahan kata “dignity” yang diterjemahkan dengan kata “status”. Sebenarnya kata “dignity” mempunyai padanan “honour and social rank” atau dalam bahasa Indonesia sepadan dengan kata “martabat”, sementara kata “status” mempunyai makna “keadaan kedudukan orang, badan, lembaga dan sebagainya” yang mengarah pada suatu peringkat/posisi tertentu. Kedua, terjemahan frase “where we lay our scene” diterjemahkan menjadi “dimana kami bercerita”. Terdapat perbedaan sudut pandang dalam terjemahan teks tersebut dimana pada teks sumber sudut pandangnya adalah bahwa cerita tersebut dipentaskan di atas panggung karena memang pada masa Shakespeare dulu drama tersebut dipentaskan di atas panggung dan terdapat beberapa babak. Namun pada teks sasaran sudut pandang tertuju bahwa cerita tersebut tidak mainkan di atas panggung namun di filmkan sehingga penerjemah menerjemahkannya menjadi “dimana kami bercerita”. Ketiga, penerjemahan frase “civil blood” dan “civil hands” yang masing-masing diterjemahkan menjadi “darah peradaban” dan “tangan peradaban”. Ada perbedaan makna yang sangat mencolok terhadap dua frasa tersebut. Frase “civil blood” mempunyai makna “the blood of fellow-citizens” atau dalam bahasa Indonesia sepadan dengan kata “penduduk”, sedangkan kata “peradaban” mempunyai makna “kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir dan batin”. Dengan demikian akan lebih tepat jika kedua frase tersebut diterjemahkan menjadi “darah penduduk” dan “tangan penduduk”. Keempat, terjemahan kalimat “From forth of the fatal loins of these two foes” yang diterjemahkan menjadi “ Dari warisan dua tradisi”. Pada bahasa sumber mengandung maksud “parents who were enemies in
this fatal way” atau dalam bahasa Indonesia sepadan dengan “kedua orang tua yang saling
bermusuhan”. Di sini nampaknya konteks budaya sangat mempengaruhi penerjemahan kalimat tersebut yakni adanya suatu tradisi di masyarakat dimana ketika suatu keluarga saling bermusuhan, maka anggota keluarga yang lain akan mendukung permusuhan tersebut bahkan sampai ke keturunan mereka tanpa memperhatikan akar permasalahan yang ada dan bahkan tidak memperhatikan nyawa mereka demi martabat keluarga. Dengan demikian teks sumber memandang bahwa permusuhan kedua keluarga tersebut sudah turun temurun. Kelima, terjemahan kalimat “Is now the two hours traffic of our stage” yang diterjemahkan menjadi “Akan mengisi acara kita selama dua jam”. Kalau kita perhatikan dengan seksama terjemahan kalimat tersebut sangat dipengaruhi oleh konteks situasi khususnya variable “Medan (field)”. “Medan” dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran sangatlah berbeda. Pada bahasa sumber, cerita tersebut di pentaskan di atas panggung namun dalam bahasa sasaran cerita tersebut ditayangkan dalam bentuk audiovisual sehingga kurang tepat seandainya diterjemahkan menjadi “akan dipentaskan di atas panggung selama dua jam”.
Strategi penerjemahan film Romeo and Juliet
a. Penambahan (expansion)
Berikut ini disajikan contoh terjemahan yang menggunakan strategi penambahan atau expansion.
Narator :In fair Verona, where we lay our scene.
Narator : Di Verona yang indah, di mana kami bercerita
Pada contoh kalimat yang pertama yakni kalimat “In fair Verona, where we lay
our scene” dan diterjemahkan menjadi “Di Verona yang indah, di mana kami bercerita”.
Di sini kita lihat bahwa penerjemah menambahkan suatu keterangan tambahan yakni frase “yang indah”. Hal ini dilakukan karena pada tayangan film dimunculkan suatu gambaran tentang kondisi kota Verona (dilihat dari atas) yang tampak begitu indah, bersih dan metropolis dengan hiruk pikuk penghuni kota.
b. Parafrase (paraphrase)
Berikut ini contoh strategi paraphrase.
63
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-5-3
Juliet :Aku akan melihatnya dulu untuk memastikan apa aku mencintainya 2. Juliet : O Romeo, Romeo. Wherefore art thou Romeo
Deny your father and refuse your name
Juliet : Romeo, O Romeo. Mengapa namamu Romeo Sangkal ayahmu dan tolak namamu
Strategi parafrase terlihat pada contoh kalimat yang pertama yakni pada frase “if
looking liking to move” yang diterjemahkan menjadi “untuk memastikan apa aku
mencintainya”. Kalimat “I‟ll to look like, if looking liking move” mempunyai maksud bahwa jika dengan memandang/melihat seseorang bisa menyebabkan seseorang menyukainya, maka Juliet ingin melihat Paris dulu dengan harapan ia bisa menyukai Paris seperti apa yang diharapkan oleh ibunya.
Pada contoh kalimat kedua, strategi parafrase terlihat pada kalimat “Whereforth
are you Romeo” yang diterjemahkan menjadi “Mengapa namamu Romeo”. Kalimat Whereforth are you Romeo sama maksudnya dengan Why are you Romeo. Kalimat ini
diucapkan oleh Juliet dengan maksud kenapa ia jatuh cinta dengan seorang Montague. Namun dalam konteks ini penerjemah menerjemahkannya dengan memparafrasekan kalimat tersebut menjadi “Mengapa namamu Romeo”.
c. Transfer (Transfer)
Berikut ini contoh strategi transfer.
Romeo : Well what was yours? Mercutio : That dreamers often lie Romeo : Dan apa mimpimu? Mercutio : Pemimpi sering berbohong
Pada kalimat-kalimat yang digarisbawahi, terlihat jelas bahwa penerjemah menerjemahkan kalimat-kalimat tersebut secara harfiah, apa adanya, tidak ada keterangan tambahan, tidak ada pengubahan sudut pandang dan tidak ada penafsiran yang berani. Pada contoh kalimat pertama, penerjemah kalimat “That dreamers often lie” menjadi “Pemimpi sering berbohong”. Kata lie berarti tell lie atau dalam bahasa Indonesia sepadan dengan kata “berbohong/berdusta”.
d. Imitasi (Immitation)
Berikut ini akan disajikan beberapa contoh strategi imitasi.
1. Sampson : A dog of the house of Montague move me Sampson :Anjing di rumah Montague membuatku marah 2. Narrator : In fair Veronna where we lay our scene
Narator : Di Verona yang indah dimana kami bercerita
Dari contoh-contoh di atas, pada bahasa sumber terdapat kata-kata yang merupakan nama orang dan nama tempat. Untuk nama orang terlihat adanya kata Montague sementara untuk nama tempat terdapat kata Veronna, gereja St.Peter. Kemudian penerjemah menerjemahkan kata-kata tersebut dengan menulis ulang apa adanya ke dalam bahasa sasaran, tanpa ada perubahan apapun baik secara lafal maupun tulisan. Kata-kata tersebut oleh penerjemah diterjemahkan persis seperti dalam bahasa sumber, yakni menjadi “Montague, Mercutio, Romeo, Paris, Veronna, gereja St. Peter.”
e. Transkripsi (Transcription)
Strategi transkripsi ini dilakukan dengan cara menulis ulang penggunaan tertentu untuk memenuhi fungsi tekstual akan bagaimana bahasa tersebut digunakan. Akan tetapi, dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya penggunaan strategi transkripsi.
Berikut contoh strategi pemampatan dalam subtitling film Romeo and Juliet. Nurse : Now, by my maidenhead at twelve years old. I bade her come.
What , lamb! What lady bird. God Forbid! Where is the girl? Juliet
Nurse :Aku akan memanggilnya. Tuhan melarang. Juliet……
Strategi kondensasi atau pemampatan dilakukan dengan cara meringkas kalimat-kalimat atau ucapan-ucapan yang dianggap tidak begitu penting. Pada contoh kalimat-kalimat yang pertama kita lihat bahwa penerjemah memampatkan kalimat “Now, by my maidenhead at
twelve years old. What , lamb! What lady bird. Where is the girl?” dalam terjemahannya.
Sebetulnya, kalimat “What, lady-bird! God forbid! “What, lamb! What ladi bird” mempunyai maksud bahwa Nurse memanggil Juliet untuk datang. Sebenarnya Nurse menggunakan frase lady bird untuk memanggil Juliet dengan maksud bahwa ia sangat menyayangi dan menghormati Juliet. Namun seketika itu juga Nurse juga teringat bahwa frase lady bird dapat berarti “woman of bad reputation” sehingga ia menggunakan frase “God forbid” dengan maksud agar Juliet tidak menjadi wanita seperi itu. Selain itu, digunakannya strategi kondensasi untuk menerjemahkan kalimat-kalimat tersebut karena kalimat-kalimat tersebut diucapkan oleh Nurse dengan intonasi tinggi dan cepat.
g. Desimasi (Desimation)
Berikut ini contoh strategi desimasi.
Tybalt : What, drawn, and talk of peace? I hate the word Tybalt : Damai? Aku benci kata itu
Pada contoh yang pertama, desimasi terlihat jelas manakala penerjemah menerjemahkan kalimat “What, drawn, and talk of peace” yang mana terjadi pemampatan yang cukup ekstrem yakni menjadi “Damai?”. Ungkapan tersebut diucapkan oleh Tybalt ketika terlibat perkelahian dengan Benvolio.
h. Penghapusan (Deletion)
Berikut contoh terjemahan dengan strategi penghapusan.
Juliet : Come, gentle night; come loving, black-browed night Juliet : Datanglah malam. Datanglah malam penyayang
Pada contoh di atas, penerjemah sengaja menghilangkan frase “black-browed” pada terjemahannya. Frase tersebut mmerupakan penjelas dari kata “night” sehingga membentuk noun phrase dimana kata “night” sebagai modifier dan frase “loving
black-browed” sebagai modifier/penjelas dari kata “night”. Namun, ada daya tarik tersendiri
pada terjemahan frase tersebut dimana menerjemah memadankan kata “lovely” menjadi “penyayang” yang dalam konteks ini kurang berterima. Sebenarnya kata “lovely” mempunyai padanan “bagus, menyenangkan, elok, indah”. Jadi secara keselurahan noun phrase tersebut sebenarnya mempunyai makna “Datanglah malam kelabu yang indah.”
i. Penjinakan
Berikut ini contoh strategi penjinakan.
1. Lady Capulet : Fie, fie! What are you mad? Lady Capulet : Sudah, hentikan
2. Romeo : Tush, thou are deceived Romeo : Diam, pergilah kau
Baik contoh kalimat pertama dan kedua, keduanya-duanya diucapkan pada situasi dimana penuturnya sedang marah hebat. Kemudian penerjemah menerjemahkan ucapan-ucapan tersebut dengan strategi penjinakan agar lebih berterima di budaya sasaran. Secara
65
LPPM Univet Bantara Sukoharjo ISBN 978-602-99172-5-3
harfiah, pada kalimat pertama dapat diterjemahkan menjadi, “Hentikan, kau sudah gila” sedangkan kalimat kedua “Enyahlah, kau pembohong”
j. Angkat tangan
Berikut ini contoh strategi angkat tangan.
Lady Capulet : Well, think of marriage now. Younger than you
Here in Verona, ladies of esteem Are made already mothers
By my count, I was your mother much uon these years
Lady Capulet : -
Seingatku, aku melahirkanmu saat aku seusiamu
Pada contoh kalimat di atas terlihat jelas kalau penerjemah sengaja tidak menerjemahkan kalimat “Well, think of marriage now. Younger than you. Here in Verona,
ladies of esteem are made already mothers”. Kalimat-kalimat tersebut diucapkan oleh
Lady Capulet manakala ia membujuk Juliet agar mau menikah dengan Paris yakni salah satu pemuda kaya dan terhormat di kota Verona. Dengan tidak diterjemahkannya kalimat-kalimat tersebut tentunya maknapun ikut hilang dan tak tersampaikan ke dalam bahasa sasaran. Sebenarnya kalimat-kalimat tersebut dapat diterjemahkan menjadi “Berfikirlah untuk menikah. Banyak gadis di Verona lebih muda darimu dan sudah menjadi ibu”.
KESIMPULAN
Dari analisis yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa makna sebuah teks ditentukan oleh konteks yang
melingkupi teks tersebut, baik konteks sitausi maupun konteks budaya. Ada tiga komponen yang menyelubungi konteks situasi yakni, field (isi), mode/channel (teks lisan/tulis) dan tenor/relation (hubungan antara pembicara-pendengar/pemirsa). Sementara makna sebagai budaya menganggap bahwa budaya dan bahasa berbeda satu sama lainnya maka makna linguistik suatu bahasa ditentukan oleh konteks budaya di mana peristiwa bicara itu terjadi. Oleh karena itu, pemahaman lintas budaya harus dimiliki oleh penerjemah film agar ia mampu menyampaikan pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan tepat.
2. Strategi-strategi terjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan film Romeo and Juliet adalah strategi penambahan, parafrase, transfer, imitasi, pemampatan, desimasi, penghapusan, penjinakan dan angkat tangan (resignation). Diantara kesembilan strategi tersebut, strategi pemampatan yang paling dominan disebabkan karena terbatasnya ruang dan waktu munculnya subtitling sehingga dalam subtitling haruslah „hemat terjemahan‟. Karena harus hemat tejemahan ini, maka strategi yang sesuai adalah strategi pemampatan. Selain itu penerjemah juga menggunakan beberapa strategi sekaligus untuk menerjemahkan sebuah kalimat. Dalam penelitian ini, tidak ditemukan penggunaan strategi transkripsi
DAFTAR PUSTAKA
Basnnett, Susan and Andre Lefevere. 1995. Translation, History and Culture, USA: Cassell. Bell, Roger T. 1991. Translation and Translating: Theory and Practice. London: Longman. Bordwell, Favid and Kristin Thompson. 1990. Film Art. USA: Mc Graw-Hill, Inc.
Catford, J.C. 1965. A Linguistic Theory of TranslationI. London: Oxford University Press. Cintas, Whereas. 2005. “The Viewer as the Focus of Subtitling”. Translation Journal. URL:
http://accurapid.com/journal/32film.htm. updated on:12/26/2010.
Gambier, Yves. 1993. “Audio Visual Communication: Typological Detour”. Teaching
Haryanto, Sugeng. 2005. “Subtitling: Di antara Keterbatasan Bahasa-Budaya dan Media”.
Collection of International Conference on Translation:Translation, Discourse and Culture. Program Pascasarjana: UNS.
Hoed, Benny H. 1992. Linguistik, Semiotik, dan Kebudayaan Kita. Pidato Pengukuhan Guru Besar pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Houbert, Frederic. 1998. “Translation as Communication Process” dalam Translation Journal and the Authors 1998 Volume 2, No. 3 July 1998; Available from URL:http://accurapid.com/journal/htm. updated on: 12/26/2010
Larsen. 1993. “The Subtitling of Film: Reaching Another Community”. Translation Journal, URL: http://accurapid.com/journal/32film.htm. updated on:12/26/2010.
Larson, Mildred L. 1998. Meaning Based Translation: A Gude to Cross-Language Equivalence. (Second Edition). USA: University Press of America, Inc.
Liliweri, Alo. 2001. Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Moeliono, Anton. (1995). Implikasi Penerjemahan dalam Pengembangan Bahasa Indonesia.
Proyek PS2PT. DIKTI.
Nida, Eugene (1964). 2000. “Principles of Correspondence” dalam Lawerence Venuti (Ed). The
Translation Studies Reader, pp.126-147. New York: Routledge.
Nida, Eugene. 1975. Componential Analysis of Meaning. The Hague – Paris: Mouton.
Nida, Eugene and Charles Taber. 1974. The Theory and Practice of Translation. Leiden: E.J. Brill.
Venuti, Lawrence. 2000. The Translation Studies Reader. New York: Routledge.
White, Betty. 2008. “Subtitling: The Museum of Broadcast Communication”. Translation
Journal, URL: http://accurapid.com/journal/32film.htm. updated on:4/1/2011.
Widodo, Erna dan Mukhtar. 2000. Kontribusi ke Arah Penelitian Descriptif. Yogyakarta: Avyrous.
vii
Halaman Judul i
Kata Pengantar iii
Sambutan Ketua Panitia iv
Sambutan Rektor Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo v
Daftar Isi vii
Keynote Speaker
Sistem Penjaminan Mutu Penelitian di Perguruan Tinggi
Ali Mursyid Wahyu Mulyono, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Univet Bantara Sukoharjo
xiii
Penelitian Bidang Pertanian dan Teknik
1. Penggantian Sebagian Jagung Menggunakan Onggok dan Onggok- terfermentasi terhadap Kecernaan Protein Ransum Ayam Petelur
Ali Mursyid Wahyu Mulyono, Ahimsa Kandi Sariri, dan Engkus Ainul
Yakin ... 1 – 6
2. Peningkatan Nutrien Silase Pennisetum Purpureum dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Asam Formiat
Ahimsa Kandi Sariri, Ariana Soegiarti, dan Sugiyanto ... 7 – 12
3. Ipoviola (Ubi Jalar Ungu) sebagai Susu Prebiotik : Kajian Penambahan Jenis Susu terhadap Sifat Kimia-Organoleptiknya
A. Intan Niken Tari, Catur Budi H, Sri Hartati, dan Suparjono ... 13 – 22
4. Penentuan Pemakaian Dosis Gula Jawa dan Tepung Ketan dalam Pembuatan Dodol dari Kulit Pisang terhadap Selera Konsumen
Catur Rini S, Agustinus Supriyono, Veronika Unun Pratiwi, dan Sari
Handayani ... 23 – 29
5. Kajian Dosis Pupuk NPK dan Macam Media Tanam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Sambiloto (Andrographis Paniculata Ness ).
Sudarmi dan A. Intan Niken Tari ... 30 – 37
6. Antropometri, Volume dan Massa Segmen Tubuh Laki-Laki Etnik Jawa
Suprapto dan Ainur Komariah ... 38 – 45
Penelitian Bidang Humaniora
7. Kosakata Politik pada Pemilukada Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010 dalam Surat Kabar Harian Solo Pos Edisi Juni dan Juli 2010 (Kajian Semantik Bahasa Indonesia)
Dewi Kusumaningsih, Suparmin, Wiwik Darmini, Sri Wahono Saptomo,
Endang Dwi Hastuti, Nunun Tri Widarwati, Giyatmi, dan Ratih
Wijayava... 57 – 66
9. Bentuk Nama Dagang Berbahasa Inggris di Indonesia
Giyatmi ... 67 – 75
10. Representasi Ideologi dalam Teks Lagu “Andai Aku Jadi Gayus”: Sebuah Analisa Wacana tentang Ketidakberdayaan Masyarakat Kecil terhadap Hukum
Agustinus Supriyono, Veronika Unun Pratiwi, dan Sari Handayani ... 76 – 82
11. Konsep Domestication dalam Penerjemahan Buku Language, Context And
Text: Aspects Of Language In A Social-Semiotic Perspective Karya M.A.K
Halliday dan Ruqaiya Hasan
Ratih Wijayava, Endang Dwi Hastuti, Giyatmi, dan Sihindun Arumi ... 83 – 91
12. Analisis Ketepatan Makna terhadap Perubahan Struktur Kalimat Aktif pada Bahasa Sumber menjadi Struktur Kalimat Pasif pada Bahasa Sasaran dalam Terjemahan Novel Harry Potter And The Order Of The Phoenix oleh Listiana Srisanti
Nunun Tri Widarwati, Endang Dwi Hastuti, dan Arin Ariyanti ... 92 – 102
Penelitian Ilmu Sosial dan Ilmu Pendidikan
13. Analisis Discrepancy Antara Tingkat Harapan dan Kepuasan Pasien di Puskesmas Bendosari Kabupaten Sukoharajo
Nuryani Tri Rahayu, Joko Suryono, dan Betty Gama ... 103 – 111
14. Tingkat Kepuasan Pelayanan Wisata Kuliner Galabo (Studi di Gladag Langen Bogan Solo)
Henny Sri Kusumati dan Iwan Ristanto ... 112 – 119
15. Pengembangan Model Segmenting, Targeting dalam Membidik Pasar yang Jitu bagi Pasar Produk Unggulan UKM Kabupaten Sukoharjo
Joko Suryono, Purwani Indri Astuti, dan Hariyanto ... 120 – 132
16. Analisis Minat Siswa Kelas XII SMA Melanjutkan Studi ke Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Tahun 2010 (Studi Penelitian SMA di Sukoharjo)
Agus Sudargono, Muh Husyain Rifai, dan Mulyono ... 133 – 139
17. Pemanfatan Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Ditinjau dari Persepsi Siswa terhadap Konselor
Awik Hidayati, Ismail, dan Joned Sudarmaji ... 140 – 145
18. Pengembangan Tes Diagnostik dalam Program Komputer
Suwarto dan Afif Afghohani ... 146 – 155
19. Penerapan Lesson Study Di Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo
ix
Pranichayudha Rohsulina dan Muh. Husyain Rifai ... 164 – 16721. Kajian Potensi Ekowisata Karst Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011
Muh Husyain Rifai, Agus Sudargono, dan Mulyono ... 168 – 172
22. Korelasi Status Ekonomi, Motivasi Belajar, dan Prestasi Belajar pada Mahasiswa Semester 6 Program Studi Bahasa Inggris Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo
Dipa Nugraha Suyitno, Veronika Unun Pratiwi, dan Sari Handayani ... 173 – 178
Pengabdian Kepada Masyarakat
23. Pengabdian Masyarakat Pelatihan Pembuatan Tepung Mokaf guna
Meningkatkan Pendapatan Keluarga pada Posdaya di Kecamatan Polokarto
Sri Hartati ... 179 – 185
24. Modifikasi Kerupuk Rambak menjadi Snak Rambak Aneka Rasa
Catur Budi Handayani, A. Intan Niken Tari, dan Sri Hartati ... 186 – 190
25. Pelatihan Pengolahan Aneka Masakan dari Bahan Jamur Tiram Segar
Nugraheni Retnaningsih, Catur Rini Sulistyaningsih, Sudarmi, dan Yos
Wahyu Harinta ... 191 – 194
26. Ibm Kelompok Tani Ternak Desa Selorejo Wonogiri Pemanfaatan Pekarangan untuk Usaha Budidaya Cacing Tanah melalui Sentuhan Ipteks Sederhana
Engkus Ainul Yakin, Ali Mursyid Wahyu Mulyono, Ahimsa Kandi Sariri,
dan Wisnu Tri Husodo ... 195 – 200
27. Pengabdian Masyarakat Kelompok Warga Riskan Penderita Kanker dengan Pengobatan Herbal Daun Sirsak (Annona Muricata) di Desa Makamhaji Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo
Yos Wahyu Harinta dan Isyana Tri Astuti... 201 – 208
28. Diklat Jurnalistik dan Motivasi Mengelola Majalah Sekolah Mediasi pada OSIS SMA Negeri 1 Tawangsari Sukoharjo
Betty Gama, Nuryani Tri Rahayu, Joko Suryono, dan Hariyanto ... 209 – 214
29. Pelatihan Broadcasting bagi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Univet Bantara Sukoharjo
Sihindun Arumi dan Purwani Indri Astuti ... 215 – 221
30. English Conversation bagi Pedagang Souvenir
Yoto Widodo dan Endang Dwi Hastuti ... 222 – 227
31. Pelatihan Pembuatan Proposal Penelitian Tindakan Tindakan Kelas (PTK) bagi Guru-Guru SDN Karangtalun I dan SDN Karangasem 2 Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen
Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo
Yuliani Sri Widaningsih, Muslikh, Muhadi, dan Ira Pramudha Wardhani 232 – 236
33. Pelatihan Penulisan Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bagi Guru-Guru Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Wonogiri
MH. Sri Rahayu, Cucu Siti Sukonsih, Toni Harsan, Sri Wahyuni, dan Devi Sri Giyanto ...
237 – 240
34. Peningkatan Profesionalitas Guru dan Kualitas Proses Pembelajaran di SMP Negeri 2 Sukoharjo melalui Penerapan Kegiatan Lesson Study
Dewi Susilowati, Utami Murwaningsih, Suwarno, dan Erika Laras A ... 241 – 246
35. Peningkatan Profesionalitas Guru dan Kualitas Proses Pembelajaran di SMA Veteran 1 Sukoharjo melalui Penerapan Kegiatan Lesson Study
Afif Afghohani, Utami Murwaningsih, Andhika Ayu Wulandari,
dan Januar Budi A ... 247 – 252
36. Pelatihan Penulisan Surat Resmi Berbahasa Indonesia di Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Sukoharjo
Wiwik Darmini, Dewi Kusumaningsih, Titik Sudiatmi, Suparmin, dan
Bambang Trianto ... 253 – 257
37. Ibm Pondok Pesantren Al Huda Wonogiri
Iwan Ristanto dan Ali Mursyid Wahyu Mulyono ... 258 – 266
38. Pengolahan Nilai Mahasiswa dan Pelaporan Keuangan dengan Microsoft Ecxel
Darsini dan Ainur Komariah ... 267 – 271
39. Ibm Sistem Administrasi Desa Berbasis Komputer
Hariyanto dan Nuryani Tri Rahayu ... 272 – 277
40. Penerapan Alat Pengering Sablon Plastik guna Meningkatkan Efisiensi Produksi Sablon Plastik ”Yudha”
Mathilda Sri Lestari dan Rahmatul Ahya ... 278 – 283
Kegiatan ilmiah mahasiswa
41. Aplikasi Pemipil Jagung Model Belt pada Kelompok Tani Ngudi Raharjo Dusun Kasian, Desa Kerja Lor, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri
Nanang Unggul Prasetyo, Eka Andika, Ahmad Sugiharto, dan Ainur
Komariah ... 284 – 288
42. Briket Arang Limbah Industri Tepung Aren sebagai Bahan Bakar Alternatif
Arwan Dwi Wardoyo dan Ainur Komariah ... 289 – 294
43. Penerbitan dan Pemasaran Buku ”24 Jam Menguasai Aksara Jawa”
xi
Diana Mustika Sari dan Dadang Setiyawan ... 300 – 30545. Memanfaatkan Singkong menjadi Tepung Mocaf untuk Pemberdayaan Masyarakat Sumberejo
Sri Sunarsi, Marcellius Sugeng A, Sri Wahyuni, dan Widiarti
B AN G U N N U S A N T A R A U N IV E R S IT AS V ET ERA N S U K O H A R J O