• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Promosi Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Promosi Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor"

Copied!
232
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PROMOSI RESTORAN WARALABA

MIE JOGJA CABANG BOGOR

SKRIPSI

IRFAN AFANDI H34096047

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii

RINGKASAN

IRFAN AFANDI. Strategi Promosi Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor. Skripsi. Program Pendidikan Alih Jenis Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YUSALINA).

Menghidangkan makanan, saat ini tidak selalu dilakukan di rumah masing-masing bersama keluarga, seiring dengan berkembangnya era globalisasi yang menyebabkan terjadinya perubahan gaya hidup dan pola konsumsi khususnya di daerah perkotaan. Di daerah perkotaan, restoran menjadi bagian dari gaya hidup dan pola konsumsi karena mampu memberikan kemudahan bagi masyarakat kota yang tidak mempunyai waktu untuk menyediakan makanan sendiri. Selain itu, makan di restoran dapat dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul dan bersosialisasi, acara-acara rapat, dan pertemuan penting lainnya.

Salah satu kota yang memiliki letak strategis dan berpotensi cukup baik untuk perkembangan bisnis restoran adalah Kota Bogor. Hal ini ditandai dengan adanya pertumbuhan penduduk Kota Bogor yang terus mengalami peningkatan yang menyebabkan meningkatnya konsumsi makanan. Selain itu, Pemerintah Kota Bogor juga melakukan kebijakan dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Bogor untuk mengembangkan potensi pariwisata dengan tujuan meningkatkan kunjungan wisatawan ke Kota Bogor. Meningkatnya kunjungan wisatawan yang diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk Kota Bogor tersebut, menyebabkan semakin berkembangnya jumlah restoran di Kota Bogor. Salah satu restoran baru berkembang berbentuk usaha waralaba (franchise), yang hadir di Kota Bogor adalah Mie Jogja Cabang Bogor.

Restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor dikembangkan pada awal tahun 2010 dan berada pada tahap perkenalan, sehingga perlu untuk menginformasikan produknya kepada masyarakat atau konsumen untuk meningkatkan penjualannya. Target yang ditetapkan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ini terdiri dari penjualan di lokasi (meja) dan layanan pesan antar (delivery order). Promosi yang diupayakan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor tersebut masih belum mampu mencapai target penjualannya khususnya pada layanan pesan antar (deliveryorder). Untuk itu, diperlukan upaya promosi yang lebih luas untuk menginformasikan mie Jogja kepada masyarakat Kota Bogor dengan menampilkan keunggulan dari segi kualitas rasa mie yang khas dari Jogjakarta.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi aktivitas promosi yang telah dilakukan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor dalam upaya mendapatkan respon konsumen, mengidentifikasi bauran promosi yang dilakukan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor, menganalisis faktor yang paling berpengaruh dalam penyusunan strategi promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor dan merumuskan alternatif strategi promosi yang tepat bagi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor untuk meningkatkan penjualannya.

(3)

iii responden. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk mengevaluasi aktivitas promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor dan Proses Hirarki Analitik (PHA) untuk merumuskan dan menganalisis alternatif strategi promosi mie Jogja yang sesuai dijalankan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor. Evaluasi aktivitas promosi yang dinilai oleh responden adalah menjawab setuju, dimana responden butuh beberapa kali untuk merespon aktivitas promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ini. Aktivitas bauran promosi yang telah dilakukan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor adalah periklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat dan publisitas, pemasaran langsung dan penjualan pribadi. Kemudian faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam merumuskan strategi promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor adalah faktor tujuan promosi sebagai prioritas pertama dan selanjutnya adalah faktor karakteristik produk, faktor konsumen, faktor karakteristik pasar, faktor distribusi, serta faktor sumberdaya manusia. Kondisi restoran saat ini adalah terikat pada kontrak waralaba yang memiliki keterbatasan untuk mengembangkan usahanya.

(4)

iv

STRATEGI PROMOSI RESTORAN WARALABA

MIE JOGJA CABANG BOGOR

IRFAN AFANDI H34096047

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

v Judul Proposal : Strategi Promosi Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang

Bogor Nama : Irfan Afandi NRP : H34096047

Disetujui, Pembimbing

Dra. Yusalina, M.Si NIP. 19650115 199003 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Strategi Promosi Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sidua Dua pada tanggal 16 Juli 1986. Sidua Dua merupakan Desa pada Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara. Penulis adalah anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Yatiman dan Ibunda Misiyam.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 112261 Sidua Dua pada tahun 1999, pendidikan menengah pertama pada tahun 2002 di SLTP Muhammadiyah-24 Aek Kanopan dan pendidikan menengah atas pada tahun 2005 di SMA Muhammadiyah-09 Aek Kanopan. Selanjutnya penulis menyelesaikan program Diploma III di Politeknik Pertanian Universitas Andalas Payakumbuh Sumatera Barat pada tahun 2008.

Penulis diterima pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus (ekstensi), Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui proses seleksi yang terdiri dari seleksi administrasi dan Test Potensi Akademik (TPA) pada tahun 2009.

Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Forum of Agribusiness Student Transfer Program (FASTER) dibawah naungan Himpunan Mahasiswa Agribisnis (HIPMA) pada Divisi Kemahasiswaan periode tahun 2010-2011 dan pengurus Keluarga Muslim Ekstensi (KAMUS) sebagai Sekretaris Umum periode tahun 2009-2010.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Promosi Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor” berkat hidayah dan karuniah-Nya. Segala upaya yang penulis lakukan, senantiasa mengharapkan ridha dari Allah Subhanaallahuta’ala.

Penelitian ini bertujuan menganalisis strategi yang tepat bagi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor melalui aktivitas promosi yang dilakukan saat ini dan melalui proses hirarki analisis yang dipertimbangkan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

(9)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaiaan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Subhanaallahuta’ala, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Dra. Yusalina, M.Si selaku dosen pembimbing berupa bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

2. Dosen Penguji Amzul Rifin, Ph.D dan Arif Karyadi, SP pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Popong Nurhayati, MM yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen serta staf Program Pendidikan Alih Jenis Agribisnis.

4. Orang tua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini dapat menjadi persembahan yang terbaik.

5. Segenap pihak restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.

6. Teman-teman agribisnis angkatan tujuh Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus dan teman-teman organisasi KAMUS dan FASTER atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan ... 7

1.4. Manfaat ... 7

1.5. Ruang Lingkup ... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pengertian dan Perkembangan Bisnis Waralaba ... 8

2.2. Penelitian Terdahulu ... 14

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 19

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 46

IV METODOLOGI PENELITIAN ... 48

4.1. Lokasi dan Waktu ... 48

4.2. Metode Penentuan Sampel ... 48

4.3. Data dan Instrumentasi ... 49

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 49

4.5. Metode Pengolahan Data ... 49

V GAMBARAN UMUM RESTORAN ... 53

5.1. Sejarah Perkembangan Mie Jogja Cabang Bogor ... 53

5.2. Visi dan Misi Restoran Waralaba ... 54

VI EVALUASI PROMOSI RESTORAN WARALABA MIE JOGJA CABANG BOGOR ... 55

6.1. Evaluasi Aktivitas Promosi Restoran Mie Jogja Cabang Bogor ... 55

6.2. Bauran Promosi yang Dilakukan oleh Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ... 71

6.3. Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan dalam Merumuskan Strategi Promosi Restoran Mie Jogja ... 74

VII PERUMUSAN DAN ANALISIS ALTERNATIF STRATEGI PROMOSI RESTORAN MIE JOGJA CABANG BOGOR ... 77

7.1. Urutan Tingkatan Model Hirarki Keputusan dalam Perumusan Alternatif Strategi Promosi Restoran ... 77

(11)

xi 7.3. Alternatif Strategi Promosi yang Sesuai untuk

Dijalankan oleh Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang

Bogor ... 80

VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

8.1. Kesimpulan ... 83

8.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Jumlah Restoran dan Rumah Makan di Kota Bogor Berdasarkan Jenis Hidangan yang Disajikan pada

Tahun 2005 – 2009 ... 2

2. Data Perkembangan Kunjungan Wisatawan di Kota Bogor .. 3

3. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kota Bogor pada Tahun 2004 – 2008 ... 3

4. Data Jumlah Pengunjung dan Layanan Pesan Antar (Delivery Order) Restoran Mie Jogja Cabang Bogor pada Tahun 2010 ... 6

5. Data Perkembangan Omzet Bisnis Waralaba di Indonesia pada Tahun 2007-2010 ... 9

6. Nilai Skala Banding Berpasangan ... 40

7. Matriks Pendapat Individu ... 41

8. Matriks Pendapat Gabungan ... 42

9. Nilai Indeks Acak ... 44

10. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 56

11. Responden Berdasarkan Lokasi Tempat Tinggal ... 57

12. Responden Berdasarkan Usia ... 59

13. Responden Berdasarkan Status Pernikahan ... 60

14. Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 62

15. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 63

16. Responden Berdasarkan Pendapatan Rata-Rata per Bulan ... 65

17. Responden Berdasarkan Asal Mengetahui Restoran ... 66

18. Responden Berdasarkan Rata-Rata Pengeluaran per Bulan untuk Membeli Makanan Di Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ... 68

19. Jawaban Responden dalam Menilai Akivitas Promosi Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ... 70

20. Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan dalam Merumuskan Strategi Promosi Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ... 78

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Model Struktur Proses Hirarki Analitik ... 39 2. Kerangka Pemikiran Operasional Restoran Waralaba Mie

Jogja Cabang Bogor ... 47 3. Model Hirarki Keputusan bagi Perumusan dan Analisis

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner Penelitian untuk Mengevaluasi Aktivitas Promosi Mie Jogja yang Dilakukan oleh Restoran Waralaba Mie

Jogja Cabang Bogor ... 88 2. Kuisioner Perbandingan Berpasangan untuk Pihak

Manajemen Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor .... 93 3. Model Hirarki Keputusan bagi Perumusan dan Analisis

Strategi Promosi Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang

Bogor ... 102 4. Bentuk Promosi yang Dilakukan oleh Restoran Waralaba

Mie Jogja Cabang Bogor ... 103 5. Tingkat Upah Regional Berdasarkan Provinsi pada Tahun

2010-2011 ... 104 6. Model Pohon pada Perumusan Strategi Promosi Restoran

Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ... 105 7. Sintesis Gol pada Strategi Promosi Restoran Waralaba Mie

(15)

1

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mengkonsumsi makanan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi bagi setiap manusia demi mempertahankan hidupnya. Manusia memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan tersebut dengan bekerja sesuai dengan profesinya. Dalam bekerja atau beraktivitas, diperlukan sejumlah energi yang menghasilkan tenaga melalui proses metabolisme dalam tubuh. Energi yang dibutuhkan tersebut, banyak tersimpan di dalam makanan. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan makanan akan selalu berdampingan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada masa lalu, menghidangkan makanan selalu dilakukan di rumah masing-masing bersama keluarga. Namun pada masa kini, seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya era globalisasi yang dicirikan dengan pesatnya perdagangan, industri pengolahan pangan, jasa dan informasi menyebabkan terjadinya perubahan gaya hidup dan pola konsumsi. Gaya hidup tersebut mencerminkan kebebasan untuk dapat menikmati makanan yang baru dan enak. Pola konsumsi tersebut mempengaruhi kebiasaan seseorang untuk mengkonsumsi makanan yang lebih praktis dan efisien.

Salah satu jasa penyedia makanan yang banyak digemari dan berkembang adalah restoran. Adanya restoran tersebut, akan memberikan kemudahan bagi masyarakat yang tidak mempunyai waktu untuk menyediakan makanan sendiri. Selain itu. makan di restoran dapat dijadikan tempat untuk berkumpul dan bersosialisasi, acara-acara rapat, dan pertemuan penting lainnya. Dengan demikian, adanya perubahan gaya hidup masyarakat tersebut, menuntut sebuah restoran untuk menyediakan fasilitas yang lebih baik dengan menyajikan makanan yang enak, tempat yang nyaman, dan suasana restoran yang menarik.

(16)

2

dan obyek wisata, baik obyek wisata tempat diataranya Kebun Raya, Danau Situ Gede, TheJungle dan sebagainya, maupun obyek wisata kuliner.

Tingkat pertumbuhan penduduk Kota Bogor juga terus mengalami peningkatan hingga tahun 2008. Peningkatan jumlah penduduk ini diantaranya disebabkan bahwa Kota Bogor memiliki udara yang sejuk, memiliki sarana dan prasarana yang baik dan dekat dengan Ibukota Jakarta. Peningkatan jumlah penduduk tersebut dapat menyebabkan meningkatnya konsumsi makanan. Pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kota Bogor pada Tahun 2004 – 2008

No Tahun Jumlah Penduduk Persentase

1. 2004 831.571 -

2. 2005 855.085 1,33

3. 2006 879.138 1,29

4. 2007 905.132 1,32

5. 2008 942.204 1,02

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2009

Pemerintah Kota Bogor juga melakukan kebijakan dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Bogor No. 17 Tahun 2004 Tentang Rencana Strategis Pemerintah Kota Bogor 2003-20081. Peraturan ini bertujuan untuk mengembangkan potensi pariwisata, seni dan budaya dan meningkatkan kualitas serta kuantitas pelayanan kepada wisatawan secara bertahap guna meningkatkan kunjungan wisatawan ke Kota Bogor. Peraturan Daerah Kota Bogor No. 17 Tahun 2004 tersebut cukup efektif untuk meningkatkan kunjungan wisatawan ke Kota Bogor. Hal ini dapat dilihat data perkembangan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Bogor pada Tabel 2.

1

(17)

3

Tabel 2. Data Perkembangan Kunjungan Wisatawan di Kota Bogor Tahun 2005-2009

No Jenis

Usaha

Jenis Wisatawan

Perkembangan Per Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

1. Objek Wisata

Nusantara 1.360.374 1.267.839 1.370.119 1.163.110 1.524.044 Manca

Negara 11.211 13.732 18.714 41.377 42.812

Jumlah 1.371.585 1.281.571 1.388.833 1.204.487 1.566.856

2. Akomodasi

Nusantara 173.139 539.276 716.807 1.086.374 1.205.628

Manca

Negara 13.330 36.144 31.443 102.737 104.076

Jumlah 186.469 575.420 748.250 1.189.111 1.309.704

Sumber: Pemerintah Kota Bogor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (2009) dalam Junika (2010)

Perkembangan tingkat kunjungan wisatawan terhadap objek wisata dan akomodasi dari tahun 2005 hingga 2009 terus mengalami peningkatan yang disebabkan karena letak yang strategis dan banyaknya jumlah objek wisata, seni dan budaya di Kota Bogor. Dengan demikian, meningkatnya kunjungan wisatawan yang diikuti oleh peningkatan jumlah penduduk Kota Bogor, menyebabkan semakin berkembangnya jumlah restoran di Kota Bogor. Jumlah restoran yang berkembang di Kota Bogor, dapat diketahui berdasarkan jenis hidangan yang disajikan mulai dari makanan siap saji, makanan khas Indonesia, makanan daerah dan makanan dari luar negeri. Data perkembangan jumlah restoran di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Jumlah Restoran dan Rumah Makan di Kota Bogor Berdasarkan Jenis Hidangan yang Disajikan pada Tahun 2005 – 2009.

No Jenis Restoran Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

1. Indonesia 38 48 45 55 55

2. Daerah 40 37 33 43 43

3. Internasional 29 38 45 41 41

4. Oriental 27 36 43 47 47

5. Kontinental 27 43 24 48 47

Total 161 202 190 234 233

(18)

4

Perkembangan jumlah restoran pada tahun 2005 hingga 2009, mengalami peningkatan secara fluktuatif. Peningkatan yang fluktuatif tersebut disebabkan karena adanya persaingan diantara pengusaha restoran. Salah satu restoran yang berbentuk usaha waralaba (franchise) di Kota Bogor adalah Mie Jogja Cabang Bogor. Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ini bersaing dengan dengan restoran lain yang menjual produk makanan yang sejenis dan warung-warung yang menjual mie baik dalam kemasan maupun dalam bentuk olahan.

Restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor merupakan restoran yang menyajikan makanan mie olahan khas dari Jogjakarta. Keberadaan produk mie Jogja ini sedang dalam tahap perkenalan karena baru dikembangkan di Kota Bogor. Menurut Kotler dan Armstrong (1997), strategi promosi merupakan alat yang sangat tepat dalam memperkenalkan produk pada siklus hidup produk tahap perkenalan ini.

1.2. Perumusan Masalah

Faktor pendukung keberadaan restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor ini diantaranya disebabkan karena adanya permintaan masyarakat Kota Bogor baik lokal maupun wisatawan terhadap makanan. Hal ini dilihat dari banyaknya jumlah restoran yang bermunculan di Kota Bogor. Perubahan gaya hidup, tingkat pendapatan, kesadaran gizi, pendidikan yang tinggi, persepsi terhadap sesuatu dan kemudahan informasi adalah pengaruh dari permintaan masyarakat akan makanan. Permintaan yang ada tersebut menjadi peluang bagi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor untuk menginformasikan produknya kepada masyarakat Kota Bogor melalui kegiatan promosi. Kegiatan promosi ditujukan agar masyarakat mengetahui bahwa di Kota Bogor terdapat restoran yang menyediakan makanan mie khas dari Jogjakarta yang kemudian diharapkan terjadinya proses pembelian.

(19)

5

godhok. Selain menyajikan menu mie, restoran Mie Jogja juga menyediakan nasi goreng dan ayam penyet Surabaya untuk menambah variasi menunya. Keunikan restoran Mie Jogja ini dilihat dari menu mie yang memiliki kelezatan rasa dari racikan bumbu yang tepat ditambah dengan perpaduan rasa daging ayam atau sapi. Kualitas rasa mie inilah yang membedakan produk Mie Jogja dengan produk pesaing lainnya.

Restoran Mie Jogja Cabang Bogor ini, dikembangkan pada awal tahun 2010 yang berlokasikan di jalan Padjajaran No. 28 B Bogor. Restoran tersebut merupakan bisnis waralaba yang dimiliki oleh Pak Karso dari Jogjakarta. Restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor yang bergerak dalam usaha kuliner ini, perlu untuk menginformasikan produknya kepada masyarakat atau konsumen untuk meningkatkan penjualannya.

(20)

6

Tabel 4. Data Jumlah Pengunjung dan Layanan Pesan Antar (Delivery Order) Restoran Mie Jogja Cabang Bogor pada Tahun 2010.

Penjualan Target (per hari) Realisasi Rata-Rata (per hari) Lokasi restoran (meja) :

1. Regular (Senin-Jumat) 2. Weekend (Sabtu dan Minggu)

30 meja 30 meja

15 meja 25 meja Layanan pesan antar (delivery

order) 50 porsi 10 porsi

Sumber : Restoran Waralaba Mie Jogja Cabang Bogor, (2010)

Target penjualan dalam satu meja rata-rata dua porsi perhari yang terdiri dari dua dan empat kursi. Sebanyak 15 meja untuk target hari regular yang belum terpenuhi dan sebanyak 5 meja untuk target hari weekend yang belum terpenuhi tersebut, merupakan biaya yang mesti ditanggung oleh restoran. Biaya tersebut berupa input produksinya.

(21)

7

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengevaluasi aktivitas promosi yang telah dilakukan oleh restoran waralaba

Mie Jogja Cabang Bogor.

2. Mengidentifikasi bauran promosi mie Jogja.

3. Menganalisis faktor yang paling berpengaruh dalam penyusunan strategi promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor.

4. Merumuskan alternatif strategi promosi yang tepat bagi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor untuk meningkatkan penjualannya.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan alternatif terbaik dalam mengembangkan strategi promosi di restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(22)

8

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Perkembangan Bisnis Waralaba Restoran Mie

Perkembangan bisnis waralaba (franchise) di Indonesia termasuk sangat prospektif karena potensi pasarnya sangat besar. Hal tersebut dilihat dari (1) besarnya jumlah penduduk Indonesia yang pada tahun 2010 telah mencapai 238 juta jiwa dengan pendapatan perkapita mencapai 3000 dollar AS pada akhir tahun, (2) Kondisi perekonomian secara makro di Indonesia juga tergolong baik dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2010 mencapai enam persen dan pada tahun 2011 diperkirakan dapat tumbuh 6 - 6,5 persen, dan (3) Cadangan devisa Indonesia pada tahun 2010 mencapai 93 miliar dollar AS dan tahun 2011 diperkirakan dapat mencapai 100 miliar dolar AS2.

Menurut Hariyani dan Serfianto (2011), omzet waralaba di Indonesia dari tahun 2007 hingga 2010 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 total omzet waralaba di Indonesia telah mencapai angka Rp. 81 triliun dan terus meningkat sebanyak 15 persen pada tahun 2008 menjadi Rp. 93 triliun. Pada tahun 2009, omzet waralaba meningkat sebanyak lima persen menjadi Rp 95 triliun. Hingga akhir tahun 2010, omzet waralaba di Indonesia baik lokal maupun asing yang berbentuk franchise dan business opportunity diperkirakan mencapai Rp 114,64 triliun. Jumlah tersebut diperkirakan naik sebanyak 20 persen dibandingkan perolehan tahun 2009. Saat ini jumlah waralaba di Indonesia mencapai 1.010 perusahaan yang omzetnya sebanyak 60 persen dikuasai waralaba lokal sedangkan 40 persen dikuasai oleh waralaba asing3. Peningkatan omzet waralaba di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.

2

Laporan Keuangan BI. 2009. Memperkuat Ketahanan, Mendorong Momentum Pemulihan Ekonomi Nasional. (Ringkasan Eksekutif). www.bi.go.id. [24 Maret 2011]

3

(23)

9

Tabel 5. Data Perkembangan Omzet Bisnis Waralaba di Indonesia pada Tahun 2007-2010.

No Tahun Omzet Waralaba (Rp triliun) Persentase (%) 1. 2007 81,00 - 2. 2008 93,00 15 3. 2009 95,00 5

4. 2010 114,64* 20*

Sumber : Asosiasi Franchise Inodesia (AFI), 2010 dalam Hariyani dan Serfianto (2011)

Jaringan waralaba (franchisee) Indonesia saat ini masih didominasi oleh bisnis waralaba produk makanan dan minuman dalam bentuk usaha restoran. Hal ini karena makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi. Selain itu mengkonsumsi makanan dan minuman lebih dijadikan sebagai gaya hidup masyarakat. Adanya perubahan gaya hidup masyarakat tersebut menuntut sebuah restoran untuk menyediakan fasilitas yang lebih baik dengan menyajikan makanan yang enak, kenyamanan tempat dan suasana restoran yang menarik. Makan di restoran juga dapat dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul, bersosialisasi, acara-acara rapat dan pertemuan.

Menurut Soekresno (2001), restoran adalah suatu tempat atau bagian yang diorganisasikan secara komersial untuk menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua tamunya dan produknya berupa makanan dan minuman. Jenis pelayanan yang diberikan oleh sebuah restoran memiliki pilihan makanan yang beragam sehingga konsumen dapat leluasa memilih dan menikmati sesuai dengan yang dikehendakinya. Restoran dalam pengertian luas adalah menyajikan aneka makanan lengkap mulai dari pembuka, makanan utama dan pencuci mulut dengan fasilitas tempat yang nyaman.

(24)

10

kepuasan pelanggan. Bisnis restoran dapat dikatakan bisnis yang unik karena menggabungkan antara penjualan produk berupa makanan dan minuman dengan usaha yang memberikan pelayanan jasa kepada konsumennya.

Menurut Bartono dan Novianto (2005), restoran yang merupakan penyedia produk makanan dan minuman serta jasa pelayanan memiliki beberapa peranan antara lain : (1) sebagai petunjuk bahwa bisnis di wilayah tersebut berkembang baik, karena restoran memerlukan hasil pertanian dan peternakan yang menjadi pelaku dalam perputaran uang bank dan potensial untuk jasa-jasa perbankan; (2) sebagai penampung tenaga kerja setempat; (3) sebagai sarana penunjang pariwisata; (4) berperan sebagai promosi daerah ke luar negeri karena wisatawan asing dapat menginformasikan kepada rekanannya; dan (5) sebagai tempat rapat-rapat dan ajang pertemuan penting.

Usaha restoran terbagi ke dalam beberapa jenis yang disesuaikan dengan target pasar sasaran, tujuan utamanya, lokasi, dekorasi tempat serta jenis menu dan makanan yang disediakan. Terdapat 10 jenis restoran menurut Soekresno (2001) yang terdapat saat ini antara lain :

1. Family Conventional

Restoran ini menawarkan pelayanan dan dekorasi yang sederhana. Prioritas utama adalah dengan menyediakan makanan dan minuman yang enak dengan harga yang standar serta menyediakan suasana lokasi yang nyaman. 2. Fast Food

Restoran ini memfokuskan pada kecepatan penyajiannya. Pemesanan makanan dan minuman akan tersedia dengan cepat sesuai permintaan konsumen. Namun variasi menunya relatif terbatas dengan harga yang relatif murah. Dekorasi tempat restoran ini dibuat dengan warna cerah dan pencahayaannya cukup terang dengan tujuan untuk berusaha menguatkan selera makan. Restoran Fast Food ini lebih mengutamakan banyaknya pelanggan dari pada wisatawan yang berkunjung waktu tertentu. Sehingga penerimaan keuntungan terbesar di restoran ini adalah dari pelangganya.

(25)

11

Restauran ini menyajikan menu yang khas, berkualitas dan menarik perhatian konsumen. Harga makanan yang dijual pada restauran ini relatif mahal dan lokasinya berjauhan dari keramaian karena tujuan utamanya adalah para wisatawan, kegiatan rapat bisnis dan keluarga yang membutuhkan suasana yang nyaman serta unik.

4. Cafetaria

Restoran ini menyajikan variasi menu yang terbatas, harga yang murah dan selalu melakukan penggantian dalam penyajian menu makanannya setiap hari. Menu yang disediakan adalah menu makanan yang biasa terdapat didalam rumah (menu keluarga). Lokasi restoran terlihat jelas dari tempat keramaian seperti di tempat pusat perbelanjaan, perkantoran, sekitar sekolahan dan pabrik-pabrik. 5. Coffee Shop

Ciri khas dari restoran ini adalah posisi tempat duduknya mudah untuk dapat dipindahkan sehingga terkesan tidak formal. Pelayanan pesanan makanan yang cepat menjadi daya tarik restoran ini. Menu utama restoran ini adalah coffee break yang berlokasikan di sekitar gedung perkantoran, pabrik-pabrik dan pusat perbelanjaan.

6. Gaurmet

Restoran ini merupakan restoran yang berkelas atas yang ditujukan untuk konsumen yang menuntut standar penyajian yang tinggi dan bergengsi. Suasana lokasinya sangat nyaman dengan dekorasi tempat yang sangat berseni. Target pasar yang dicapai restoran ini adalah kalangan atas dengan standar prestise yang tinggi.

7. Ethnic

Restoran ini dicirikan dengan menyajikan menu makanan yang berasal dari daerah tertentu yang spesifik. Memiliki seragam pakaian yang disesuaikan dengan asal daerah yang disediakan. Selain itu lokasi dan dekorasi ruangannya sangat mencerminkan khas dari daerah tertentu.

(26)

12

Restoran ini banyak menawarkan jajanan makanan daerah dan makanan ringan. Dekorasi tempatnya sederhana yang disesuaikan dengan jumlah pengunjungnya. Prioritas restoran ini adalah untuk pesanan (takeout).

9. Buffet

Restoran ini menyediakan minuman berupa wine, linquor dan bir yang dapat dipesan dengan khusus. Makanan tersedia bersamaan dengan minumannya sehingga ciri utama restoran buffet ini adalah berlaku satu harga (paket). Penampilan makanan merupakan peranan penting untuk dijadikan sarana promosi pada restoran ini.

10.Drive In Drive Thru Or Parking

Restoran ini melayani pembelian pesan antar hingga sampai ke pelanggan. Pelayanan makanannya dilakukan dengan membuat kemasan yang menarik, praktis dan kecepatan pengirimannya.

Restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor termasuk dalam kategori restoran cafeteria karena menu yang disajikan oleh restoran Mie Jogja terbatas dan merupakan menu yang sering ditemukan didalam rumah (keluarga). Menu yang ditawarkan berupa aneka olahan mie, nasi goreng dan ayam penyet Surabaya. Selain menu, lokasi restoran Mie Jogja terlihat jelas keberadaannya di keramaian kota. Pemilihan lokasi dikeramaian tersebut bertujuan juga sebagai media promosi.

Restoran waralaba Mie Jogja menyajikan menu mie dengan aneka olahan bercita rasa khas dari daerah Jogjakarta. Mie yang disajikan merupakan mie olahan sendiri yang dilengkapi dengan pilihan rasa daging ayam atau sapi. Aneka olahan mie ini disajikan dalam bentuk menu yang berupa mie godhok, mie goreng dan bihun godhok.

(27)

13

Mie merupakan produk olahan tepung terigu. Menurut Khomsan, dkk (2003), diantara berbagai produk turunan terigu peranan mie dalam pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia lebih tinggi. Gandum atau terigu dan produk olahannya seperti mie mempunyai tingkat partisipasi konsumsi terus meningkat dan lebih tinggi dari tingkat partisipasi konsumsi jagung serta ubi kayu. Menurut Sajdad (2007), mie memiliki fungsi yang sama dengan nasi yaitu sebagai sumber karbohidrat dan energi. Walaupun banyak masyarakat yang masih memegang alternatif gaplek singkong dan beras jagung atau yang lebih sedikit lagi sagu dan ubi jalar, namun kenyataannya dimasa depan tepung terigu untuk membuat mie dan roti kue lebih aditif dan adoptif dari pada pangan lokal.

Menurut Astawan (2002), terdapat beberapa jenis mie yang banyak dijumpai di pasaran antara lain :

1. Mie Segar (Raw Chinesse Noodle)

Mie jenis ini tidak memiliki tamabahan setelah tahap pemotongan dan mengandung air sekitar 35 persen. Kandungan air yang cukup tinggi menyebabkan mie jenis ini mudah rusak. Penyimpanan dalam lemari es dapat mempertahankan kesegaran mie sampai dengan 60 jam. Mie segar umumnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan mie ayam.

2. Mie Basah (Wet Noodle)

Mie basah ini mengalami proses perebusan setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar air dalam mie basah mencapai 52 persen. Kadar air yang sangat tinggi mengakibatkan daya simpannya relatif singkat (40 jam pada suhu kamar). Mie basah ini dikenal dengan nama mie bakso atau mie kuning. 3. Mie Kering (Dry Noodle)

Mie kering adalah mie yang telah mengalami proses pengeringan sehingga kadar airnya mencapai 8 – 10 persen. Pengeringan dilakukan dengan penjemuran dibawah sinar matahari atau dengan oven. Kandungan air yang rendah membuat mie jenis ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan mudah dalam penanganannya.

4. Mie Instan (Instant Noodle)

(28)

14

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 3551-1994 dalam Astawan (2002), mendifinisikan mie instan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu dengan tambahan bahan makanan lain dan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mie dan siap dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lima empat menit dan memiliki kadar air lima persen.

Mie yang disediakan oleh restoran Mie Jogja dikenal dengan mie godhok dan mie goreng. Bahan baku mie yang digunakan untuk membuat olahan mie tersebut termasuk dalam jenis mie basah. Pembuatan mie basah dilakukan sendiri oleh restoran Mie Jogja untuk menghasilkan kualitas yang baik.

2.2. Penelitian Terdahulu

2.2.1. Evaluasi Aktivitas Promosi

Aktivitas promosi yang dilakukan oleh restoran Mie Jogja Cabang Bogor penting untuk dievaluasi. Evaluasi aktivitas promosi ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan penilaian konsumen terhadap aktivitas promosi yang dilakukan perusahaan saat ini. Karakteristik responden yang diidentifikasi oleh Sisilia (2010) dan Subangkit (2009) dalam mengevaluasi aktivitas promosi meliputi jenis kelamin, lokasi tempat tinggal, status pernikahan, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, rata-rata pendapat per bulan, cara mengetahui produk dan rata-rata pengeluaran responden untuk membeli produk.

Teknik evaluasi aktivitas promosi yang terdapat dalam penelitian Sisilia (2010) dan Subangkit (2009) adalah menggunakan kuisioner yang memanfaatkan skala pengukuran berupa skala Likert dengan skor 1-5 yang menunjukkan penilaian sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan tidak sangat setuju. Analisis tersebut dilakukan dengan menganalisis sebanyak 30 responden yang merupakan konsumen atau pelanggan produk perusahaan. Analisis yang digunakan berupa analisis deskriptif. Hasil dari evaluasi aktivitas promosi ini diharapkan dapat mendukung upaya rekomendasi prioritas alternatif strategi promosi yang tepat bagi perusahaan.

(29)

15

Subangkit (2009), Syafriani (2009), Simorangkir (2009) dan Rentiana (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa faktor yang menentukan prioritas alternatif strategi promosi adalah: (1) tujuan promosi; (2) dana/anggaran; (3) karakteristik produk; (4) karakteristik pasar; dan (5) pelanggan/konsumen. Sisilia (2010) menambahkan faktor lain yang dapat dijadikan prioritas alternatif strategi promosi yaitu: (1) perusahaan; (2) perusahaan pesaing; (3) distribusi; (4) lembaga pendukung. (5) manajemen produksi; dan (6) sumberdaya manusia. Selain itu, faktor daur hidup produk dan pesaing juga dapat berpengaruh terhadap penentuan strategi promosi (Rentiana (2009), Subangkit (2009) dan Syavriani (2009)).

Menurut Rentiana (2009), Subangkit (2009) dan Syavriani (2009), faktor karakteristik produk merupakan prioritas pertama karena perusahaan cenderung mengandalkan kualitas produk untuk menarik minat konsumen sasarannya. Simorangkir (2009), menetapkan bahwa faktor dana sebagai prioritas pertama karena dana yang tersedia sangat terbatas, sehingga merupakan kendala bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan promosinya. Sedangkan Sisilia (2010), memasukkan faktor pelanggan/konsumen sebagai prioritas pertama karena sasaran kegiatan promosinya ditujukan kepada konsumen untuk mempertahankan loyalitasnya.

Dalam penentuan prioritas strategi promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya antara lain: (1) meningkatkan image positif restoran; (2) meningkatkan penjualan; (3) memberi informasi produk; (4) memperluas pangsa pasar; dan (5) menghadapi pesaing. Pengidentifikasian tersebut berdasarkan analisis dari perumusan faktor internal dan eksternal di restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor.

2.2.3. Alternatif Strategi Promosi

(30)

16

disesuaikan dari faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan alternatif strategi promosi pada perusahaan yang diteliti.

Sisilia (2010), menyatakan bahwa fokus promosi penjualan dipilih menjadi prioritas pertama karena bauran promosi ini dinilai memberikan dampak positif dalam peningkatan penjualan produk Asambugar, terutama dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh DH Organik. Hal ini menunjukkan bahwa DH Organik memanfaatkan promosi penjualan dalam mayoritas aktivitas promosinya. Kegiatan promosi penjualan yang dilakukan oleh DH Organik saat ini adalah mengemas produk Asambugar dalam dua ukuran kemasan produk yaitu kemasan unit kecil dan kemasan jumbo atau ganda. Simorangkir (2009), juga menyatakan bahwa promosi penjualan (sales promotion) menjadi prioritas pertama dalam strategi promosi produk Curma yang dipilih PT Biofarmaka Indonesia. Kegiatan promosi penjualan seperti pemberian potongan harga pembelian (discount) untuk pembelian tertentu dapat menarik perhatian konsumen dan mitra usaha untuk melakukan pembelian. Promosi penjualan ini bertujuan untuk membujuk konsumen melakukan pembelian pada saat itu juga dalam jumlah besar. Promosi penjualan dilakukan dengan memberikan contoh produk, mengikuti pameran penjualan dan pekan raya untuk menarik konsumen melakukan pembelian saat itu juga.

(31)

17

Subangkit (2009), menyatakan bahwa strategi promosi produk Natural Handmade Soap yang menjadi prioritas utama adalah penjualan pribadi (personal selling). Kegiatan promosi melalui personal selling dilakukan oleh perusahaan agar perusahaan dapat lebih mengenal pelanggan secara langsung, sehingga berdampak pada terkumpulnya informasi motif pembelian dan keinginan konsumen. Dengan demikian, hal ini memungkinkan feedback langsung dari konsumen dalam bentuk pertanyaan dan memberikan informasi yang kompleks mengenai karakteristik produk.

2.2.4. Alat Analisis yang Sesuai untuk Merumuskan dan Menganalisis Alternatif Strategi Promosi

Perumusan dan analisis alternatif strategi promosi yang sesuai bagi perusahaan dilakukan dengan menggunakan alat analisis berupa Proses Hirarki Analitik (PHA) atau Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dipilih dengan pertimbangan mampu mengatasi permasalahan yang kompleks, melalui pengukuran skor secara kuantitatif. Skor tersebut didapatkan berdasarkan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) antarfaktor yang digunakan untuk mendapatkan tingkat kepentingan relatif pada tiap faktor. Skor perbandingan berpasangan ini menggunakan skala Likert. Penggunaan alat analisis PHA ini terdapat dalam penelitian Subangkit (2009), Syavriani (2009), Simorangkir (2009), Rentiana (2009) dan Sisilia (2010).

2.2.5. Keunggulan dan Kelemahan Penelitian Terdahulu

Keunggulan penelitian Sisilia (2010) dan Subangkit (2009), adalah menjelaskan dan menganalisis setiap bauran promosi yang terkait dengan permasalahan di perusahaan. Selain itu, mengevaluasi aktivitas-aktivitas promosi yang dapat mempengaruhi penentuan alternatif strategi promosinya. Penelitian Simorangkir (2009), Subangkit (2009), Rentiana (2009) dan Syavriani (2009), menyatakan faktor-faktor yang dipertimbangkan berpengaruh terhadap keputusan perusahaan karena berbentuk strategi promosi yang aplikatif.

(32)

18

menjelaskan dasar alasannya yang dapat menyebabkan hasil alternatif strategi promosinya dapat menjadi bias. Sebaiknya, peneliti menjelaskan bahwa identifikasi faktor-faktor tersebut berdasarkan analisa kondisi faktor internal dan eksternal perusahaan. Penelitian Simorangkir (2009), tidak menjelaskan strategi bauran pemasaran selain promosi, sehingga informasinya tidak berhubungan dengan permasalahan penelitian. Penelitian Subangkit (2009), tidak menjelaskan teori perilaku konsumen dalam kerangka pemikiran teoritis, sedangkan pembahasan evaluasi aktivitas promosi membutuhkan teori tersebut; dan ruang lingkup penelitian dalam bab pendahuluan tidak dibahas padahal pada umumnya setiap penelitian memiliki keterbatasan tertentu. Penelitian Syavriani (2009), menyatakan bahwa dalam evaluasi kegiatan promosi penjualan peneliti menyebutkan adanya pemberian voucher kepada konsumen yang membeli lebih dari 200 ribu rupiah untuk dapat ditukarkan kembali, namun peneliti tidak menjelaskan voucher yang dimaksud seperti apa.

(33)

19

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis ini merupakan teori, dalil dan pengetahuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian dan digunakan untuk menjawab tujuan serta kondisi aktual selama penelitian dilakukan.

3.1.1. Pengertian, Konsep dan Strategi Pemasaran

Upaya untuk mengetahui promosi restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor yang tepat diperlukan pengetahuan tentang arti, konsep dan strategi pemasaran karena promosi merupakan bagian dari aktivitas pemasaran. Berikut ini dijelaskan tentang arti, konsep dan strategi pemasaran.

3.1.1.1. Pengertian Pemasaran

Menurut Kotler dan Armstrong (2008), pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Jefkins (1997), pemasaran lebih dari sekedar mendistribusikan barang dari para produsen pembuatannya, ke para konsumen pemakainya. Pemasaran meliputi semua tahapan mulai dari penciptaan produk hingga ke pelayanan purnajual setelah transaksi penjualannya terjadi.

Cutlip et al (2005), mendefinisikan pemasaran sebagai fungsi manajemen yang mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan kemanusiaan, menawarkan produk dan jasa untuk memenuhi permintaan dan menyebabkan transaksi yang memberikan produk dan jasa untuk dipertukarkan dengan sesuatu yang bernilai bagi penyedia. Menurut Boyd dan Harper (2000), pemasaran adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain untuk mengembangkan hubungan pertukaran.

(34)

20

kegiatan-kegiatan penting mulai dari penciptaan produk/jasa hingga kepelayanan purnajual setelah terjadi transaksi.

3.1.1.2. Konsep Pemasaran

Menurut Kotler dan Armstrong (2008) konsep pemasaran dengan konsep penjualan dibedakan berdasarkan pendekatannya. Konsep penjualan mempunyai pendekatan dari dalam ke luar. Konsep penjualan ini dimulai dari pabrik dengan menitikberatkan pada produk perusahaan yang sudah ada dan melakukan penjualan serta promosi besar-besaran untuk meraih penjualan yang menguntungkan. Fokus utama dalam konsep ini adalah usaha untuk menaklukkan pelanggan dengan melakukan penjualan jangka pendek tanpa perlu terlalu memperhatikan siapa yang membeli atau mengapa ia membeli.

Selanjutnya, konsep pemasaran mempunyai pendekatan dari luar ke dalam. Konsep ini dimulai dari pasar yang terdefinisi dengan baik, fokus pada kebutuhan pelanggan dan mengintegrasikan semua kegiatan pemasaran yang mempengaruhi pelanggan. Sebagai imbalannya, pemasaran mencapai keuntungan dengan menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan yang tepat, berdasarkan nilai dan kepuasan pelanggan (Kotler dan Armstrong 2008).

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep pemasaran merupakan suatu tindakan yang dapat menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan, karena memperhatikan kebutuhannya dengan cermat dan tepat. Tujuannya adalah untuk memperoleh nilai dan kepuasan pelanggan, sehingga keuntungan perusahaan dapat semakin meningkat.

3.1.1.3. Strategi Pemasaran

(35)

21

Menurut Jain (2000) dalam Tjiptono dan Diana (2000) pada umumnya suatu organisasi bisnis membutuhkan strategi apabila berada dalam beberapa situasi : (1) sumberdaya (manusia, modal, bahan baku, teknologi, waktu dan lain-lain) yang dimiliki terbatas; (2) ada ketidakpastian mengenai kekuatan bersaing organisasi; (3) komitmen terhadap sumberdaya tidak dapat diubah kembali; (4) keputusan-keputusan harus dikoordinasikan antar bagian sepanjang waktu; dan (5) ada ketidakpastian mengenai pengendalian inisiatif.

Bennett (1998) dalam Tjiptono (2008), mengemukakan bahwa strategi pemasaran merupakan pernyataan (baik secara implisit maupun eksplisit) mengenai bagaimana suatu merek atau lini produk mencapai tujuannya. Sementara itu, Tull dan Kahle (1990) dalam Tjiptono (2008), mendefinisikan strategi pemasaran sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.

Pada dasarnya stategi pemasaran memberikan arah dalam kaitannya dengan variabel-variabel seperti segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran, positioning, elemen bauran pemasaran dan biaya bauran pemasaran. Strategi pemasaran merupakan bagian integral dari strategi bisnis yang memberikan arah pada semua fungsi manajemen suatu organisasi (Tjiptono 2008). Dengan demikian, disimpulkan bahwa strategi pemasaran merupakan metode yang dilakukan secara sistematis untuk mencapai tujuan suatu perusahaan dalam memasarkan produknya melalui pendekatan segmentasi pasar, positioning, target pasar dan penggunaan bauran pemasaran (marketing mix).

3.1.2. Komunikasi Pemasaran

(36)

22

Tjiptono (2008), mendefinisikan komunikasi pemasaran sebagai aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi atau membujuk dan/atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan. komunikasi pemasaran merupakan aspek penting dalam keseluruhan misi pemasaran serta penentu suksesnya pemasaran.

Terdapat tiga unsur pokok komunikasi pemasaran yaitu pelaku komunikasi, material komunikasi dan proses komunikasi. Pelaku komunikasi terdiri dari pengirim (sender) atau komunikator yang menyampaikan pesan dari penerima (receiver). Dalam hal ini komunikatornya adalah perusahaan sedangkan komunikannya adalah khalayak (pasar pribadi, pasar organisasi dan masyarakat umum). Material komunikasi pemasaran yang digunakan adalah gagasan (materi pokok pengirim), pesan (message), pembawa pesan komunikasi, reaksi pemahaman pesan oleh oleh penerima (respon), umpan balik (feedback) dan hambatan dalam penyampaian pesan. Proses komunikasi merupakan proses penyampaian pesan (dari pengirim ke penerima) maupun pengiriman kembali respon (dari penerima ke pengirim) yang memerlukan dua kegiatan yaitu encoding (fungsi mengirim) dan decoding (fungsi penerima). Ketiga unsur pokok tersebut menjadi unsur penting dalam pelaksanaan bauran promosi produk dari suatu perusahaan (Tjiptono 2008).

(37)

23

Kesimpulannya, komunikasi pemasaran merupakan aktivitas yang saling berhubungan antara pengirim pesan pemasaran kepada khalayak yaitu konsumen sasarannya dengan menggunakan media yang tepat dan menghindari hambatan dalam penyampaian pesan selama proses. Selanjutnya, akan berlangsung sehingga diperoleh respon dan umpan balik yang baik dan sesuai dengan tujuan dari pelaku komunikasi.

3.1.3. Definisi, Tujuan dan Bauran Promosi

Strategi promosi yang tepat berpengaruh terhadap peningkatan penjualan suatu perusahaan. Hal ini diperlukan pengetahuan mengenai apa itu sesungguhnya promosi. Berikut ini dijelaskan pengetahuan tentang definisi, tujuan dan bauran promosi menurut teori para ahli pemasaran.

3.1.3.1. Definisi Promosi

Menurut Kotler dan Armstrong (1997) promosi adalah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh produsen untuk mengkomunikasikan manfaat dari produknya, membujuk dan mengingatkan para konsumen sasaran agar membeli produk tersebut. Promosi merupakan penentu keberhasilan suatu strategi pemasaran, selain produk, harga dan distribusi. Betapapun berkualitasnya suatu produk, bila konsumen belum pernah mendengarnya maka produk tersebut tidak akan berguna bagi mereka dan tidak akan dibeli.

(38)

24

pemasaran suatu produk untuk memperkenalkan, menginformasikan dan mengingatkan akan keberadaan produk yang ditawarkan perusahaan kepada konsumen sasarannya.

3.1.3.2. Tujuan Promosi

Menurut Tjiptono (2008), terdapat tiga tujuan utama promosi yaitu : (1) menginformasikan pasar, yakni mengenai keberadaan produk, memperkenalkan cara pemakaian yang baru, menyampaikan perubahan harga, meluruskan kesan yang keliru, mengurangi ketakutan atau kekhawatiran pembeli, membangun citra perusahaan; (2) membujuk pelanggan sasaran, yaitu membentuk pilihan merek, mengalihkan pilihan ke merek tertentu, mengubah persepsi pelanggan terhadap atribut produk, mendorong pembeli untuk belanja saat itu juga; dan (3) mengingatkan, yaitu mengingatkan pembeli bahwa produk yang bersangkutan dibutuhkan dalam waktu dekat, mengingatkan pembeli akan tempat-tempat yang menjual produk perusahaan, membuat pembeli tetap ingat walaupun tidak ada kampanye iklan.

Secara umum tujuan promosi berkaitan dengan upaya untuk mengarahkan seseorang agar dapat mengenal produk perusahaan, lalu memahaminya, berubah sikap, menyukai, yakin dan kemudian akhirnya membeli dan selalu ingat akan produk tersebut.

3.1.3.3. Bauran Promosi

Menurut Tjiptono (2008), terdapat lima jenis bauran promosi yaitu : 1) Periklanan (Advertising)

(39)

25

menerima dan mencerna informasi. Periklanan adalah seluruh proses yang meliputi penyediaan, perencanaan, dan pengawasan iklan (Tjiptono 2008).

Institut Praktisi Inggris dalam Jefkins (1997), mendifinisikan periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasif yang diarahkan kepada calon pembeli yang paling potensial atas produk barang atau jasa tertentu dengan biaya semurah-murahnya. Periklanan merupakan salah satu bentuk khusus komunikasi untuk memenuhi fungsi pemasaran. Periklanan harus mampu membujuk khalayak ramai agar berperilaku sedemikian rupa, sesuai dengan strategi pemasaran perusahaan untuk mencetak penjualan dan keuntungan. Periklanan harus mampu mengarahkan konsumen membeli produk-produk yang telah dirancang sedemikian rupa oleh departemen pemasaran, sehingga diyakini dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan pembeli. Intinya periklanan harus dapat mempengaruhi pemilihan dan keputusan pembeli (Jefkins 1997).

Menurut Tjiptono (2008), iklan dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai aspek, diantaranya dari aspek : (1) isi pesan yaitu product advertising (iklan yang berisi informasi produk barang atau jasa suatu perusahaan yang memiliki efek permintaan dalam jangka pendek dan jangka panjang), institutional advertising (iklan yang berisi informasi tentang usaha bisnis, membangun goodwill, dan membangun image positif bagi perusahaan; (2) tujuan yaitu pioneering advertising (iklan yang berupaya untuk menciptakan permintaan awal), competitive advertising (iklan yang berupaya mengembangkan pilihan pada merek tertentu dan menunjukkan kelebihan/keunggulan produk merek tertentu dibandingkan produk merek lain), reminder advertising (iklan yang berupaya melekatkan nama atau merek produk tertentu dibenak konsumen; dan (3) pemilik iklan yaitu vertical cooperative advertising (iklan bersama para anggota saluran distribusi) dan horizontal cooverative advertising (iklan bersama dari beberapa perusahaan sejenis).

(40)

26

radio, televisi, televisi alternatif (televisi kabel, televisi satelit, video cassette recorder, video game), bioskop serta media iklan luar ruang dan iklan transportasi (poster-poster di tempat pemberhentian alat transportasi maupun pada alat transportasi itu sendiri).

Iklan lini bawah adalah iklan yang tidak menggunakan pembayaran komisi. Media iklan ini berupa literatur penjualan (leafleat, folder, brosur, broadsheet, katalog, jadwal perjalanan atau timetable, kartu pos bergambar, peralatan tulis menulis, sisipan atau stuffer, agenda, catatan nomor telepon, kartu jaminan, kartu-kartu garansi, daftar harga dan formulir pemesanan serta formulir sayembara), benda-benda pajangan ditempat penjualan, kalander, tas-tas iklan, bendera dan media iklan buku (Jefkins 1997).

Pada dasarnya biaya iklan akan dibayar oleh para konsumen melalui harga produk yang mereka beli, yang sama halnya dengan biaya-biaya dalam pengadaan produksi mulai dari biaya riset dan penelitian, pembelian bahan baku serta proses pengolahan/manufaktur dan distribusi, diluar sejumlah keuntungan yang akan diperoleh bagi pihak perusahaan. Adanya, periklanan akan menyebabkan harga suatu produk pada akhirnya menjadi lebih murah. Hal ini karena iklan akan meningkatkan permintaan atas produk-produk yang dijual (Jefkins 1997).

(41)

27

2) Promosi Penjualan (Sales Promotion)

Tjiptono (2008), mendefinisikan promosi penjualan adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaan berbagai insentif yang dapat diatur untuk merangsang pembelian produk dengan segera dan/atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli pelanggan. Melalui promosi penjualan ini perusahaan dapat menarik pelanggan baru, mempengaruhi pelanggannya untuk mencoba produk baru, mendorong pelanggan membeli lebih banyak, menyerang aktivitas promosi pesaing, meningkatkan impulse buying (pembelian tanpa rencana sebelumnya), atau mengupayakan kerjasama yang lebih erat dengan pengecer.

Alasan berkembangnya promosi penjualan menurut Jefkins (1997), adalah: (1) hasrat memasang iklan yang sering dirisaukan oleh mahalnya media iklan (misalnya televisi), yang meningkat jauh lebih pesat dari pada laju inflasi untuk menemukan bentuk-bentuk promosi yang lebih hemat biaya; (2) berkembangnya jaringan-jaringan supermarket raksasa dan toko-toko besar di daerah luar kota dan daerah pinggiran, serta perlunya promosi-promosi yang agresif dan bersaing ditingkat pedagang pengecer, baik untuk menjual produk mereka secara langsung kepada pelanggan (sell in) maupun membujuk para konsumen untuk membeli produk-produk tersebut dari para distributor (sell out); (3) meningkatnya kebutuhan untuk mempercepat penjualan, baik untuk meraih cashflow yang memuaskan para pengecer maupun untuk menyerap output produksi pabrik yang bervolume tinggi; (4) di dalam promosi penjualan biasanya terdapat unsur permainan dan hiburan yang dapat dinikmati oleh para pembeli; dan (5) berkembangnya teknik-teknik pemasaran direct response yang sering menggunakan teknik-teknik promosi penjualan sebagai penyisipan kupon atau voucher bonus sebagai hadiah cuma-cuma untuk para pembeli.

(42)

28

Sifat komunikasi mengandung arti bahwa promosi penjualan mampu menarik perhatian dan memberi informasi yang memperkenalkan pelanggan pada produk.

Teknik-teknik promosi penjualan banyak sekali ragamnya. Teknik-teknik yang umum digunakan adalah : (1) undian tanpa syarat dan sayembara seperti kupon atau tanda terima yang dirobek dari kemasan untuk mengikuti sayembara atau mendapat hadiah langsung; (2) penawaran harga cuci-gudang, yang dimaksud cuci gudang bukanlah penjualan barang-barang pada persediaan lama atau yang tidak diterima di pasar dengan harga murah, melainkan penjualan barang-barang yang sengaja diproduksi secara khusus untuk dijual dengan harga dibawah harga eceran biasa namun kualitasnya tidak sebaik dengan produk sejenis yang dijual dengan harga normal; (3) hadiah dalam kemasan, umumnya langsung ditempelkan pada kemasan produk, misalnya sikat gigi yang ditempelkan pada sekotak pasta gigi; (4) kartu-kartu bergambar, penyisipan kartu-kartu bergambar ini dimaksudkan untuk mendorong mereka membeli produk dalam jumlah lebih banyak lagi agar kumpulan kartu koleksinya menjadi lebih lengkap; dan (5) voucher atau kupon potongan harga, kupon-kupon ini dapat ditukarkan di pengecer-pengecer untuk mendapat potongan harga (Jefkins 1997).

Secara keseluruhan teknik-teknik promosi penjualan merupakan taktik pemasaran yang berdampak pada jangka sangat pendek. Promosi penjualan tidak mampu meruntuhkan loyalitas pelanggan terhadap produk lain, bahkan promosi penjualan yang terlalu sering dapat menurunkan citra kualitas barang/jasa tersebut, karena pelanggan bisa menginterpretasikan bahwa barang/jasa tersebut berkualitas rendah atau termasuk kategori murahan (Tjiptono 2008).

3) Hubungan Masyarakat (Public Relations)

(43)

29

media massa. Dalam pelaksanaannya, public relations dapat dilakukan oleh individu kunci dari suatu perusahaan dan dapat pula dilakukan oleh suatu lembaga formal dalam bentuk biro, departemen maupun seksi public relations dalam struktur organisasi.

Menurut Jefkins (1997), humas (public relations) adalah kegiatan-kegiatan komunikasi yang bertujuan menciptakan pemahaman melalui pengetahuan (understanding through knowlwdge) sehingga sasarannya adalah mendidik pasar. Agar berhasil, maka semua informasi yang dikemukakannya harus sepenuhnya faktual atau sesuai dengan kenyataan yang ada, bisa dipercaya dan imparsial atau tidak memihak. Humas memberikan penekanan pada tiga aspek yaitu, (1) petugas humas harus melaksanakan riset guna memahami situasi sebelum merumuskan suatu program humas; (2) petugas humas harus memberikan masukan atau pertimbangan kepada pimpinan organisasi; dan (3) humas harus senantiasa memperhatikan kepentingan-kepentingan umum/khalayak, disamping kepentingan organisasinya sendiri. Aspek ketiga ini menandakan bahwa pesan-pesan humas harus senantiasa otentik, benar dan bisa dipercaya (Jefkins 1997).

Menurut Simandjuntak et al (2003), publik suatu perusahaan atau organisasi dibagi menjadi dua yaitu publik internal dan eksternal. Publik internal terdiri atas direktur, karyawan, komisaris, pemilik dan sebagainya. Sedangkan publik eksternal terdiri atas pelanggan, para abdi negara, biro iklan, media massa dan lain sebagainya. Tugas public relations yang pasti adalah bagaimana merencanakan, mewujudkan dan memelihara relasi yang baik secara terus-menerus dengan semua pihak (publik) secara efektif dan berhasil mendapatkan keuntungan atas bentuk-bentuk relasi yang dibangun.

4) Pemasaran Langsung (Direct Marketing)

(44)

30

berkembang sebagai respon terhadap demasifikasi (pengecilan pasar) dimana semakin banyak ceruk pasar (market niche) dengan kebutuhan serta pilihan yang sangar individual. Disamping itu dengan berkembangnya sarana transportasi dan komunikasi mempermudah kontak dan transaksi dengan pasar, dimana perusahaan relatif mudah mendatangi langsung calon pelanggan ataupun menghubungi via telepon atau pos. Faktor lain yang mendorong pertumbuhan direct marketing adalah panjangnya antrian dikasir sehingga menyebabkan konsumen harus sabar menunggu sekian lama baru dilayani, padahal konsumen tersebut sangat diburu waktu (Tjiptono 2008).

Melalui direct marketing, para konsumen dapat memperoleh manfaat berupa penghematan waktu dalam berbelanja dan bahkan dapat berbelanja secara rahasia (diam-diam). Bagi para penjual, manfaat yang diperoleh adalah dapat memilih calon pembeli secara selektif, dapat menjalin hubungan jangka panjang dengan pelanggannya dan memperoleh peluang baru yang menguntungkan. 5) Penjualan Pribadi (Personal Selling)

Tjiptono (2008), mendifinisikan personal selling merupakan komunikasi langsung (tatap muka) antara penjual dan calon pelanggan untuk memperkenalkan suatu produk kepada calon pelanggan dan membentuk pemahaman pelanggan terhadap produk sehingga mereka kemudian akan mencoba dan membelinya. Sifat-sifat personal selling antara lain : (1) personal confrontation, yaitu adanya hubungan yang hidup, langsung dan interaktif antara dua orang atau lebih; (2) cultivation, yaitu sifat yang memungkinkan berkembangnya segala macam hubungan, mulai dari sekedar hubungan jual beli sampai dengan suatu hubungan yang lebih akrab; dan (3) response, yaitu situasi yang seolah-olah mengharuskan pelanggan untuk mendengar, memperhatikan dan menanggapi.

(45)

31

(memberikan berbagai jasa dan pelayanan kepada pelanggan); (6) information gathering (melakukan riset dan intelijen pasar); dan (7) allocating (menentukan pelanggan yang akan dituju).

Penjual yang ditugaskan untuk melakukan personal selling harus memenuhi kriteria-kriteria: (1) salesmanship yaitu penjual harus memiliki pengetahuan tentang produk dan menguasai seni menjual, seperti cara mendekati pelanggan, memberikan presentasi dan demonstrasi, mengatasi penolakan pelanggan dan mendorong pembelian; (2) negotiating yaitu penjual harus mempunyai kemampuan untuk bernegosiasi tentang syarat-syarat penjual; dan (3) relationship marketing yaitu penjual harus tahu cara membina dan memelihara hubungan baik dengan para pelanggan (Tjiptono 2008).

3.1.4. Pengertian Waralaba

Pengertian waralaba menurut peraturan pemerintah No. 16/1997 dan keputusan menteri perindustrian dan perdagangan No. 259/MPP/Kep/7/1997, adalah perikatan dimana salah satu pihak memberikan hak untuk memanfaatkan dan menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atas ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang jasa. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba pada Pasal 1, mendefinisikan waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan jasa yang telah terbuki berhasil dan dapat dimanfaatkan atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba (Hariyani dan Serfianto, 2011).

(46)

32

Menurut Hariyani dan Serfianto (2011), terdapat enam kriteria yang harus dimiliki sebuah usaha agar dapat digolongkan sebagai waralaba antara lain : (1) waralaba harus memiliki ciri khas usaha, (2) waralaba harus terbukti sudah memberikan keuntungan, (3) waralaba harus memiliki standar pelayanan dan standar produk yang dibuat secara tertulis atau dikenal sebagai Standard Operational Procedure (SOP), (4) sistem bisnis waralaba harus mudah diajarkan dan diaplikasikan, (5) pemberi waralaba harus berkomitmen untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan kepada penerima waralaba, dan (6) pemberi waralaba harus memiliki HAKI yang telah terdaftar.

Dengan demikian, waralaba merupakan hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan jasa yang telah terbuki berhasil dan dapat dimanfaatkan atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan.

3.1.5. Evaluasi Aktivitas Promosi Mie Jogja

Penilaian konsumen terhadap aktivitas promosi yang dilakukan oleh restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor penting untuk dipertimbangkan. Pertimbangan tersebut merupakan salah satu solusi untuk membantu restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor dalam memperkenalkan produk mienya kepada masyarakat Kota Bogor. Untuk memperoleh penilaian konsumen tersebut digunakan kuisioner evaluasi konsumen mie Jogja sebagai respondennya. Hasil akhir dari evaluasi aktivitas adalah berupa kesimpulan secara umum atas jawaban dari penilaian responden yang diajukan dalam kuisioner dengan menggunakan perhitungan operasi statistik seperti rata-rata.

3.1.5.1. Skala Likert

(47)

33

indikator variabel yang kemudian dijadikan sebagai titik tolak penyusunan item-item instrumen, bisa berbentuk pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap item-item instrumen ini memiliki gradasi dari tertinggi (sangat positif) sampai pada terendah (sangat negatif) yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata yaitu: sangat baik, cukup baik, sedang, kurang baik dan ssangat tidak baik; bentuk kata-kata tersebut disesuaikan dengan situasi yang sedang diteliti.

Skala yang digunakan dalam riset pemasaran adalah skala pembanding dan skala bukan pembanding. Skala pembanding bertujuan untuk membandingkan secara langsung terhadap pilihan suatu produk. Dalam penelitian evaluasi aktivitas promosi ini tidak menggunakan skala pembanding karena hanya meneliti terhadap satu merek perusahaan yaitu restoran waralaba Mie Jogja Cabang Bogor. Skala yang digunakan adalah skala bukan pembanding. Menurut Istijianto (2005), salah satu jenis skala pembanding adalah skala Likert yang dapat mengahasilkan skala interval dengan tingkat intensitas sesuai dengan pertanyaan yang diajukan.

Menurut Umar (1998) dalam Hasan (2002), untuk membuat skala Likert dapat digunakan dengan mengikuti langkah-langkah: (1) mengumpulkan sejumlah yang sesuai dengan sikap yang akan diukur dan dapat diidentifikasikan dengan jelas (positif atau tidak positif); (2) memberikan pernyataan-pernyataan kepada sekelompok responden untuk diisi dengan benar; (3) merespon dari setiap pernyataan yang dihitung dengan cara menjumlahkan angka-angka setiap pernyataan sedemikian rupa, sehingga respon yang berada pada posisi yang sama akan menerima secara konsisten nilai angka yang selalu sama; (4) mencari pernyataan-pernyataan yang tidak dapat dipakai dalam penelitian (tidak lengkap dan tidak menunjukkan korelasi); (5) pernyataan-pernyataan berdasarkan hasil saringan akhir akan membentuk skala Likert yang dapat dipakai untuk mengukur skala sikap serta menjadi kuisioner untuk pengumpulan data berikutnya.

3.1.5.2. Karakteristik yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

(48)

34

konsumen pada umumnya menentukan berbagai pilihan pembelian. Pembelian konsumen secara kuat dipengaruhi oleh karakteristik budaya, sosial, dan psikologis (Kotler 2001).

Faktor budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Ketika tumbuh dalam suatu masyarakat, seseorang dapat mempelajari nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, perilaku dari keluarga dan institusi penting lainnya. Pengaruh budaya pada perilaku pembelian sangat beraneka ragam di setiap wilayah. Kegagalan menyesuaikan pada perbedaan-perbedaan ini dapat mengakibatkan pemasaran tidak efektif atau terdapat kesalahan-kesalahan yang memalukan. Setiap kebudayaan mengandung subkebudayaan yang lebih kecil atau kelompok orang-orang yang mempunyai sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang sama. Subkebudayaan meliputi kewarganegaraan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Banyak subkebudayaan yang membentuk segmen pasar penting dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka (Kotler 2001).

Menurut Kotler (2001), faktor sosial terdiri dari kelompok kecil dan keluarga. Kelompok kecil terdiri dari: kelompok primer yang memiliki interaksi regular tetapi informal seperti keluarga, teman-teman, tetangga dan r

Gambar

Gambar 1. Model Struktur Proses Hirarki Analitik
Tabel 7.  Matriks Pendapat Individu.
Tabel 8.  Matriks Pendapat Gabungan.
Tabel 9. Nilai Indeks Acak.
+7

Referensi

Dokumen terkait