• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH. Pengadilan Atas Kasus Pemberontakan Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah. Pendidikan Pancasila

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH. Pengadilan Atas Kasus Pemberontakan Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah. Pendidikan Pancasila"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

Pengadilan Atas Kasus Pemberontakan 1965 Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Pendidikan Pancasila

Dosen Pembimbing : Bpk. Dizar Al-Farizie, SH.

Disusun oleh : 1. Dimas Rudi Saputra 2. Imam Bastomi 3. Imam Nawawi 4. Taufiqur Rohman

5. F.L. Afif Hideaki Yoshioka 6. Wahyu Ardiansyah

Jurusan : Teknik Elektro

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA 2015

(2)

Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah membimbing kami hingga makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini dibuat sebagai salah satu referensi mata kuliah guna membantu mahasiswa mengenai materi Pendidikan Pancasila yang bejudul Pengadilan atas Kasus Pemberontakan 1965. Dalam makalah ini materi akan berisi tentang latar belakang, pro dan kontra serta solusi tentang pemberontakan tersebut .

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kelemahan baik dari segi tatatulis maupun sistematikanya oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah kami untuk selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para mahasiswa pada umumnya.

(3)

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Gerakan 30 September PKI 1965

Pemberontakan PKI tanggal 30 September 1965 bukanlah kali pertama bagi PKI. Sebelumnya, pada tahun 1948 PKI sudah pernah mengadakan pemberontakan di Madiun. Pemberontakan tersebut dipelopori oleh Amir Syarifuddin dan Muso. Tujuan dari pemberontakan itu adalah untuk menghancurkan Negara RI dan menggantinya menjadi negara komunis. Bahkan, dengan adanya ajaran dari presiden Soekarno tentang Nasakom (Nasional, Agama, Komunis) yang sangat menguntungkan PKI karena menempatkannya sebagai bagian yang sah dalam konstelasi politik Indonesia. Hal ini hanya akan membukakan jalan bagi PKI untuk melancarkan rencana-rencananya. Yang salah satunya sudah terbukti adalah pemberontakan G-30-S-PKI yang dipimpin oleh DN.Aidit. Pemberontakan itu bertujuan untuk menyingkirkan TNI-AD sekaligus merebut kekuasaan pemerintahan.

Selain karena ingin merebut kekuasaan, ada juga factor lain yang membuat mereka melakukan pemberontakan itu, yakni :

1. Angkatan Darat menolak pembentukan Angkatan kelima

2. Angkatan Darat menolak Nasakomisasi karena ajaran ini dianggap hanya akan menguntungkan kedudukan PKI untuk yang kesekian kalinya.

3. Angkatan Darat menolak Poros Jakarta-Peking dan konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini merupakan suatu langkah yang bijak menyangkut adanya Poros Jakarta-Peking dan konfrontasi dengan Malaysia hanya akan membantu Cina meluaskan semangat revolusi komunisnya di Asia Tenggara, dan akan merusak hubungan baik dengan negara-negara tetangga.

(4)

Bab II Pembahasan A. Pelaksanaan gerakan 30 sepetember PKI 1965

Kamis, tanggal 30 September 1965 PKI telah sibuk mempersiapkan segala sesuatunya untuk melancarkan serangan-serangan. Persaiapan itu dipimpin oleh Kolonel Untung Sutopo dihadiri oleh Latief Suyono, Supono, Suradi, Sukisno, Kuncoro, Dul Arif, Syam dan Dono. Malam harinya, Aidit mengarahkan seluruh operasi dan menyiapkan penyelesaian politik atau penggantian kekuasaan setelah pembersihan para Jenderal dilakukan.

Sesuai dengan strategi dan rencana yang telah ditetapkan, pasukan pendukung G-30-S-PKI dibagi dalam tiga kelompok tugas, yaitu sebagai berikut : 1) Komando Penculikan dan Penyergapan (komando pasopati) dipimpin oleh

Letnan Satu Dul Arif

2) Komando Penguasaan Kota (komando bimasakti) dipimpin oleh Kapten Suradi

3) Komando Basis (komando gatotkaca) dipimpin oleh Mayor(udara) Gatot Sukresno

Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, pasukan G-30-S-PKI mulai bergerak dari Lubang Buaya dan menyebar ke segenap penjuru Jakarta. PKI menduduki beberapa instalasi vital di Ibukota seperti Studio RRI, pusat Telkom dan lain-lain. Pasukan Pasopati berhasil melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira TNI-AD yang menjadi target operasi. Enam Jenderal yang menjadi korban keganasan G-30-S-PKI ialah sebagai berikut :

1. Letnan Jenderal Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)

2. Mayjen Haryono Mas Tirtodarmo (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)

3. Mayjen R.Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi) 4. Mayjen Siswono Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)

(5)

5. Brigjen Donald Izacus Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)

6. Brigjen Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)

Sementara itu, Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil meloloskan diri dari penculikan. Akan tetapi, putrinya Ade Irma Suryani terluka parah karena tembakan penculik dan akhirnya meninggal di rumah sakit.

Ajudan Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean ikut menjadi sasaran penculikan karena wajahnya mirip dengan Jenderal Nasution. Ketika itu juga tertembak Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun, pengawal rumah Waperdam II Dr.J. Leimena yang rumahnya berdampingan dengan rumah Nasution.

Lolosnya Nasution, membuat Aidit dan koleganya cemas karena akan menimbulkan masalah besar. Untuk itu, Suparjo menyarankan agar operasi dilakukan sekali lagi. Saat berada di istana, Suparjo melihat bahwa militer di kota dalam keadaan bingung. Akan tetapi, para pemimpin gerakan pada saat itu tidak melakukan apa-apa. Hal ini menjadi salah satu penyebab kehancuran operasi mereka.

Sementara itu, sesudah PKI dengan G 30 S/PKI nya berhasil membunuh para pimpinan TNI AD, kemudian pimpinan G 30 S/PKI mengumumkan sebuah dektrit melalui RRI yang telah berhasil pula dikuasai. Dekrit tersebut diberinya nama kode Dekrit No 1 yang mengutarakan tentang pembentukan apa yang mereka namakan Dewan Revolusi Indonesia di bawah pimpinan Letkol Untung. Berdasarkan revolusi merupakan kekuasaan tertinggi, dekrit no 1 tersebut, maka Dewan Revolusi merupakan kekuasaan tertinggi, Dekrit no 2 dari G 30 S/PKI tentang penurunan dan kenaikan pangkat (semua pangkat diatas Letkol diturunkan, sedang prajurit yang mendukung G 30 S/PKI dinaikan pangkatnya 1 atau 2 tingkat).

B. Tujuan Gerakan 30 September PKI 1965

Dari tindakan PKI dengan G30 S/PKI-nya, maka secara garis besar dapat diutarakan :

(6)

1. Bahwa Gerakan 30 September adalah perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut kekuasaan di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya,

2. Bahwa tujuan tetap komunis di Negara Non Komunis adalah merebut kekuasaan negara dan mengkomuniskannya.

3. Usaha tersebut dilakukan dalam jangka panjang dari generasi ke generasi secara berlanjut.

4. Selanjutnya bahwa kegiatan yang dilakukan tidak pernah terlepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.

C. Pengaruh Gerakan 30 september PKI 1965 bagi bangsa indonesia

Setelah peristiwa G30S/PKI berakhir, kondisi politik Indonesia masih belum stabil. Situasi Nasional sangat menyedihkan, kehidupan ideologi nasional belum mapan. Sementara itu, kondisi politik juga belum stabil karena sering terjadi konflik antar partai politik. Demokrasi Terpimpin justru mengarah ke sistem pemerintahan diktator. Kehidupan ekonomi lebih suram, sehingga kemelaratan dan kekurangan makanan terjadi dimana – mana.

Presiden Soekarno menyalahkan orang – orang yang terlibat dalam perbuatan keji yang berakhir dengan gugurnya Pahlawan Revolusi serta korban– korban lainnya yang tidak berdosa. Namun Presiden Soekarno menyatakan gerakan semacam G30S/PKI dapat saja terjadi dalam suatu revolusi. Sikap Soekarno ini diartikan lain oleh masyarakat, mereka menganggap Soekarno membela PKI. Akibatnya, popularitas dan kewibawaan Presiden menurun di mata Rakyat Indonesia. Demonstrasi besar – besaran terjadi pada tanggal 10 Januari 1966.

Para demonstran ini mengajukan tiga tuntutan yang terkenal dengan sebutan TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat), meliputi sebagai berikut :

1. Pembubaran PKI

2. Pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur – unsur PKI. 3. Penurunan harga – harga (Perbaikan Ekonomi).

(7)

Tindakan Pemerintah lainnya adalah mengadakan reshuffle (perombakan) Kabinet Dwikora. Pembaharuan Kabinet Dwikora terjadi tanggal 21 Februari 1966 dan kemudian disebut dengan Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan. Mengingat jumlah anggota mencapai hampir seratus orang, maka kabinet itu sering disebut dengan Kabinet Seratus Menteri.

Menjelang pelantikan Kabinet Seratus Menteri pada tanggal 24 Februari 1966, KAMI melakukan aksi serentak. Dalam demonstrasi itu gugur seorang mahasiswa Universitas Indonesia, Arief Rahman Hakim.

Peristiwa itu berpengaruh besar terhadap maraknya gelombang aksi demonstrasi. Di Istana Bogor ketiga perwira tinggi itu mengadakan pembicaraan langsung dengan Presiden yang didampingi oleh Dr. Subandrio, Dr. J. Leimena dan Dr. Chaerul Saleh. Sesuai dengan kesimpulan pembicaraan, maka ketiga perwira TNI – AD itu bersama dengan Komandan Resimen Cakrabirawa, Brigjen Sabur diperintahkan membuat konsep surat perintah kepada Letjen Soeharto yang kemudian Surat Perintah itu lebih dikenal dengan sebutan Surat Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR). Isi pokoknya adalah memerintahkan kepada Letjen Soeharto atas nama Presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketertiban serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan presiden.

D. Peradilan Tragedi Gerakan PKI 30 September 1965

Setelah 50 tahun, peristiwa 1965 masih jadi isu sensitif di Indonesia. Ketika itu, diperkirakan sekitar satu juta orang yang dituduh menjadi anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan dikejar-kejar, dibunuh, dibantai, disiksa dan dianiaya. Anak-anak serta keluarga mereka mengalami represi selama puluhan tahun di bawah pemerintahan Orde Baru Jenderal Soeharto. Dan hingga kini belum ada pemeriksaan atas kasus itu.

Pengadilan rakyat ini dipersiapkan oleh sedikitnya 100 relawan. Salah seorang relawan, Reza Muharam mengatakan, persiapan sudah dilakukan sejak satu tahun. Persiapan panjang itu di antaranya konsolidasi data yang dilakukan tim peneliti dan spesialis tragedi 1965. Reza Muharam menuturkan, Pengadilan akan

(8)

dipimpin oleh tujuh hakim berlatar kalangan akademisi, pegiat hak asasi manusia dan praktisi hukum. Dan pengadilan akan menghadirkan setidaknya 16 saksi, termasuk sastrawan Martin Aleida

Sementara itu, pemerintah Indonesia sendiri menyatakan tidak tertarik menanggapi International People's Tribunal yang digelar di Den Haag ini. Istana Negara menyatakan, Indonesia memiliki sistem hukum dan peradilan sendiri. Menurut Menteri Sekretaris Negara Pratikno, upaya penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM terus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, pelanggaran berat HAM di masa lalu tidak perlu diungkit lagi. Menurut Ryamizard, mengungkit kasus masa lalu hanya akan berujung saling menyalahkan. Ia juga mengkritik Belanda jika memfasilitasi pengadilan rakyat.

mempertanyakan pengadilan rakyat yang akan digelar di Den Haag tersebut. Dikatakan Luhut, pengadilan itu tidak adil. Dan Kedubes Indonesia di Belanda juga mengimbau para pelajar Indonesia agar tidak menghadiri International People’s Tribunal.

E. Perbandingan Tragedi Gerakan 30 September 1965

Peristiwa Gerakan 30 September (G-30 S/PKI) yang terjadi pada tahun 1965, rupanya tidak lepas dari bayang-bayang Badan Intelejen Amerika Serikat, Central Intelligence Agency (CIA). Pada pertengahan September 2015 lalu, CIA membuka catatan rahasianya yang dihasilkan mulai tahun 1961-1969. Dari ratusan dokumen yang ada, beberapa di antaranya berisi laporan peristiwa 30 September 1965.

Memo CIA itu diberi cap “For the President’s Eyes Only” alias hanya untuk diketahui presiden. Memo tersebut merupakan berkas-berkas yang dikirim setiap hari oleh CIA ke Gedung Putih untuk disampaikan ke presiden. Memo itu dikenal dengan nama Petunjuk Harian Presiden (President’s Daily Brief/PDB), yang merangkum pemantauan CIA atas situasi dari seluruh dunia.

Dalam laporan soal situasi Indonesia itu dikatakan kudeta 30 September 1965 diikuti upaya kontrakudeta. “Situasinya sejauh ini masih membingungkan,

(9)

dan hasilnya masih tidak pasti. Jika ada peran Sukarno, itu masih merupakan salah satu pertanyaan yang tak terjawab. Kedua pihak mengklaim setia kepada presiden dan mengatakan sama-sama melindungi presiden,” tulis PDB itu.

John Roosa (2006) dalam bukunya yang berjudul Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto’s Coup D’Etat in Indonesia menjelaskan memang ada orang-orang PKI yang terlibat dalam G30S. Namun tidaklah semua anggota PKI itu terlibat. Atas dasar itu Roosa menekankan bahwa tidaklah dapat dibenarkan kesalahan segelintir orang-orang PKI dijadikan alasan untuk menghukum seluruh anggotanya yang tidak tahu menahu tentang rencana kudeta tersebut.

F. Landasan Hukum Pelanggaran HAM Pemberontakan 1965-1966

Penyelesaian masalah pelanggaran HAM berat di masa lalu melalui upaya konstitusional dalam bentuk pengajuan Rancangan Undang Undang (RUU) dinilai perlu diupayakan agar semua masalah pelanggaran tersebut memiliki kejelasan hukum, untuk selanjutnya menjadi modal penting dalam menata masa depan bangsa dan negara tercinta ini. Menurut UU No. 26/2000, proses terbentuknya pengadilan terdiri dari tiga bagian yang ideal :

1. Komnas HAM melakukan penyelidikan berdasarkan pengaduan dari kelompok korban atau kelompok masyarakat tentang satu kasus yang terjadi di masa lalu. Komnas HAM kemudian membentuk satu KPP HAM untuk melakukan penyelidikan dan kemudian mengeluarkan rekomendasi. Jika dalam rekomendasi tersebut terdapat bukti terhadap dugaan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan atau genosida, maka akan dilanjutkan pada tahap penuntutan oleh Kejaksaan Agung.

2. DPR kemudian membahas hasil penyelidikan dari Komnas HAM dan kemudian membuat rekomendasi kepada presiden untuk membentuk pengadilan Ham ad-hoc.

3. Presiden kemudian mengeluarkan keputusan presiden untuk pembentukan satu pengadilan HAM ad-hoc. Sebagaimana tertuang dalam UU RI Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM,

Pasal 7 menjelaskan, bahwa yang termasuk pelanggaran HAM berat adalah kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

(10)

Pasal 8 selanjutnya menjelaskan, kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, agama, dengan cara; Membunuh anggota kelompok; Mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.

Pasal 9 disebutkan, bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau diketahuinya bahwa serangan tersebut secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa; Pembunuhan; Pemusnahan; Perbudakan; Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; Perampasan kebebasan atau perampasan kebebasan fisik secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; Penyiksaan; Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterelisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut Hukum Internasional; Penghilangan orang secara paksa; atau kejahatan apartheid. Pada tahun 2008 dalam struktur Komnas HAM dibentuk Tim ad hoc penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat 1965-1966. Komnas HAM sesuai tugas serta wewenangnya dan berdasar prosedur hukum yang berlaku berkewajiban melakukan penyelidikan tentang dugaan adanya pelanggaran HAM berat 1965-1966. Kewajiban tersebut seharusnya sudah dijalankan oleh penegak hukum pada awal kejadian tanpa diulur-ulur sampai 48 tahun lamanya. Tenggang waktu yang begitu lama tentu menyukarkan tugas Komnas HAM dalam penyelidikan. Dalam jangka kerja 5 tahun Komnas HAM berhasil mengumpulkan data-data dan menyimpulkan terdapatnya indikasi-indikasi adanya pelanggaran HAM berat di tahun 1965-1966.

(11)

F. Pro Kontra Tragedi Gerakan PKI 30 september 1965

Hampir 50 tahun kejadian itu sudah berlalu tetapi penyelesaian hukum kasus pelanggaran HAM tahun 1965/1966 belum ada titik terang. Akan tetapi, dalam hal ini Pemerintah telah mempertimbangkan upaya-upaya sebagai berikut: 1. Memilih untuk menempuh rekonsiliasi dalam penyelesaian kasus

pelanggaran HAM pasca G30S PKI. Tetapi masih mendapatkan tantangan dari sejumlah pihak, terutama terkait rencana menyampaikan permintaan maaf kepada para korban pelanggaran HAM 1965/1966. Dalam hal ini menurut jaksa agung HM Prasetyo, ada beberapa tahapan dalam proses rekonsiliasi, yaitu:

a. pengungkapan kebenaran dan mengakui memang ada pelanggaran HAM masa lalu.

b. membuat komitmen bahwa ke depan hal itu tidak akan terulang kembali c. pernyataan penyesalan

Pembentukan Komite rekonsiliasi telah disepakati dalam rapat gabungan yang terdiri dari Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kementrian Koordinator Politik, pada Mei lalu, dan nantinya akan bekerja langsung di bawah pengawasan presiden.

Walaupun begitu sebagian kalangan menolak rencana untuk meminta maaf kepada para korban kasus pelanggaran HAM 1965/66. Lebih lanjut Slamet menyatakan permintaan resmi dari pemerintah akan memberikan implikasi yang mengesankan kelompok non-komunis bersalah

2. Rehabilitasi Nama Baik Dalam laporan hasil penyelidikan Komnas HAM jumlah korban diperkirakan mencapai 500 ribu sampai 3 juta orang dalam peristiwa pembunuhan massal yang terjadi di sejumlah daerah. Ratusan orang dipenjara dan sekitar 12.000 orang di buang ke Pulau Buru untuk menjalani kerja paksa.

Diro Utomo, seorang petani dari Boyolali yang dibuang ke Pulau Buru, mengharapkan pemerintah untuk merehabilitasi nama baiknya. "Kalau

(12)

menurut saya negara kita sudah memiliki UU, kalau kita tidak salah terus disalahkan yang dituntut itu kan pengembalian nama baik. Kalau orang ditahan segitu lamanya tetapi tidak pernah melalui proses hukum, tak pernah diadili berarti kan saya merasa tidak salah," ungkap Diro. Diro yang masih menetap di Pulau Buru mengharapkan selain meminta maaf dan rehabilitasi nama para korban, pemerintah harus menjamin agar pelanggaran HAM seperti kasus 1965/66 tidak terulang.

3. Penyelesaian Hukum Pada 2012 lalu, hasil penyelidikan Komnas HAM yang menyebutkan adanya pelanggaran HAM berat pasca gerakan 30 September 1965, menemukan adanya pelanggaran HAM berat yang terjadi pasca pembunuhan enam jenderal dan perwira menengah Angkatan Darat.

Berdasarkan penyelidikan selama empat tahun Komnas HAM menemukan cukup bukti adanya dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan pasca peristiwa G30S, seperti pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran, penyiksaan, perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik pemerkosaan dan penghilangan orang secara paksa.

Dalam laporan itu, Komnas HAM juga menyebutkan semua pejabat dalam struktur Kopkamtib 1965-1968 dan 1970-1978 serta semua panglima militer daerah saat itu dapat dimintai pertanggungjawabannya. Laporan tersebut sudah disampaikan kepada Jaksa Agung pada 2012 lalu, tetapi belum sampai pada proses hukum. Meski pemerintah akan melakukan rekonsiliasi bagi korban pelanggaran HAM 1965, sejumlah kalangan menyatakan proses hukum tetap harus dijalankan.

(13)

BAB III KESIMPULAN

PKI berada dibalik G30S, dengan dalih membela presiden soekarno, secara pribadi maupun untuk mengamankan "REVOLUSI" yang sedang dijalankan presiden soekarno. Peristiwa G30S merupakan puncak dari aksi revolusiatau kudeta PKI di Indonesia, yang sebelumnya sudah didahului dengan berbagai aksi kekerasan (pembunuhan) terhadap warga masyarakat diberbagai wilayah indonesia, yang menentang keberadaan komunis (PKI).

Ada masa dimana Indonesia mengalami kekosongan pemerintahan sejak awal oktober 1965 sampai Maret 1966 atau sekitar enam bulan. Saat itu bung Karno masih menjabat sebagai Presiden, tapi sudah tidak punya kuasa lagi. Beliau masih mempunyai sedikit pengaruh, baik di Angkatan Bersenjata maupun dikalangan parpol-parpol besar dan kecil. Para pemimpin parpol umumnya mendukung Angkatan Darat untuk membasmi PKI, namun mereka juga mendukung Bung Karno yang mencoba memulihkan wibawa. Walaupun Bung Karno akrab dengan PKI, PKI dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Bukan itu saja, lewat ketetapan yang sama, paham Komunis dan Marxis-Leninisme dinyatakan haram berada di negara Indonesia.

Pada saat diterapkannya demokrasi parlementer di Indonesia dan demokrasi terpimpin sedikit banyak mempengaruhi gerakan mahasiswa. Pada saat demokrasi parlementer, mahasiswa terlibat politik praktis, banyak organisasi mahasiswa berafili-asi dengan partai politik yang ada pada saat itu. Misalnya HMI berafiliberafili-asi dengan Masyumi, PMII dengan NU, GMNI berafiliasi dengan PNI, CGMI berafiliasi dengan PKI. Dengan kenyataan ini menunjukkan bahwa setiap organisasi maha-siswa mempunyai ideologi masing-masing, sehingga terlihat bahwa pertarungan ideologi sampai ke dalam kampus.

Referensi

Dokumen terkait

usahatani dengan luas lahan yang lebih besar akan memiliki produktivitas yang. relatif lebih tinggi daripada usahatani dengan luas lahan yang

Fungsi heatsink adalah membuang panas yang dihasilkan oleh prosessor lewat konduksi panas dari prosessor ke heatsink.Untuk mengoptimalkan pemindahan panas maka heatsink harus dipasang

Unt uk set iap kandang bebek, keluarkanlah sebuah baris berisi dua buah bilangan bulat yakni dat a berat bebek t eringan dan bebek t erberat dari sem ua bebek di

Hal ini dinilai sangan mendasar dan sangat fatal jika dibiarkan secara terus menerus sehingga akan membentuk karakter yang bernilai kurang baik bagi peserta didik, dalam contoh

kawan ODHA pada masyarakat khususnya di dusun Rendeng Wetan.. Bagaimanakah cara menumbuhkan rasa percaya diri bagi

Tampak bahwa daerah hasil fungsi f adalah Rf : {a,b,c} dan Rf = B maka fungsi f adalah fungsi surjektif atau fungsi onto atau

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dari relasi keluarga yang dimiliki oleh mahasiswa yang melakukan kawin sirri dengan wali hakim, mengetahui pemahaman terhadap

Hasil yang didapat dari melaksanakan kegiatan PPL adalah pengalaman dalam mengahadapi karakter peserta didik yang berbeda-beda dan dari berbagai jenis umur dari