• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketika pelaku kejahatan seperti pembunuh, pencuri, teroris atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketika pelaku kejahatan seperti pembunuh, pencuri, teroris atau"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Ketika pelaku kejahatan seperti pembunuh, pencuri, teroris atau yang sering terjadi di Indonesia saat ini yaitu koruptor berhasil kabur ke luar negeri, dan hampir mustahil untuk ditangkap karena melewati yurisdiksi penegak hukum Indonesia, kerja sama para penegak hukum Indonesia dengan pihak berkompeten di luar negeri merupakan salah satu solusi paling memungkinkan untuk menangkap para buronan tersebut.

Para pihak yang berkompeten tersebut antara lain seperti

International Criminal Police Organisation (ICPO-INTERPOL) sebagai organisasi kepolisian nasional negara-negara di dunia. Dalam skala regional ada EUROPOL di kawasan benua Eropah, di kawasan Asia Tenggara dalam kerangka ASEAN ada ASEANAPOL. Kedua organisasi yang belakangan ini merupakan organisasi kepolisian yang sifatnya regional. Sebagai organisasi kepolisian, tentulah peranannya lebih tampak dalam bidang pengimplementasian dari kaidah-kaidah hukum pidana internasional terutama yang merupakan hukum pidana internasional dalam arti formal-prosedural.1

1I. Wayan Parthiana, Hukum Pidana Internasional, Yrama Widya, Bandung,2006.,

(2)

Beberapa kejahatan yang telah diatur dalam konvensi internasional antara lain : kejahatan narkotika, kejahatan terorisme, kejahatan uang palsu, kejahatan terhadap penerbangan sipil dan lain-lain2. Kejahatan-kejahatan yang diatur dalam konvensi internasional pada dasarnya memiliki tiga karakteristik yaitu : kejahatan yang membahayakan umat manusia, kejahatan yang mana pelakunya dapat diekstradisi, dan kejahatan yang dianggap bukan kejahatan politik.3

Untuk dapat bertindak cepat dalam memberantas kejahatan yang sering tidak mengenal batas-batas Negara, mau tidak mau POLRI melalui

National Central Bureau (NCB) akan sering berhubungan dengan

Internasional Criminal Police Organization (ICPO/INTERPOL). Misalnya dalam usaha memberantas kejahatan. INTERPOL sering mengedarkan perintah penangkapan ke seluruh Negara anggota sehingga memungkinkan seluruh Negara anggota INTERPOL untuk mencari tertuduh atau penjahat yang dicari dan menangkapnya.4

Kerjasama antar negara melalui keterlibatan INTERPOL dapat memainkan peran penting untuk menangkap dan memulangkan para buronan tersebut. Dengan segala langkah yang luar biasa dan semangat kerja sama antar negara dalam memerangi kejahatan upaya perburuan pelaku kejahatan yang kabur ke luar negeri meski pelan tapi pasti akan membuahkan hasil yang diharapkan. Saat ini masyarakat tinggal

2

R. Makbul Padmanegara, Kejahatan Internasional, Tantangan dan Upaya Pemecahan,

Majalah INTERPOL Indonesia, Jakarta, 2007, hal 58

3 Sardjono, Kerjasama Internasional di Bidang Kepolisian, NCB Indonesia, Jakarta, 1996, hal 132

4

(3)

menunggu, mendesak, dan melihat pelaku tindak pidana yang kabur dapat ditangkap dan dipenjara di Indonesia.

Bergabungnya Indonesia dengan INTERPOL membuat Indonesia wajib memiliki kantor INTERPOL yang dinamakan NCB-INTERPOL (National Central Bureau-INTERPOL). NCB-INTERPOL merupakan kantor cabang INTERPOL di masing-masing negara anggota. Di Indonesia, NCB-INTERPOL berkedudukan di Markas Besar POLRI. Kepala NCB-INTERPOL Indonesia dijabat oleh KaPOLRI (Kepala Polisi Republik Indonesia) yang dalam pelaksanaan tugas sehari-hari diemban oleh Sekretaris NCB-INTERPOL Indonesia (berpangkat Brigadir Jenderal). Di NCB-INTERPOL Indonesia terdapat 6 bidang yang masing-masing dikepalai oleh seorang Kabid (berpangkat Kombes) dan Subbag Renmin (berpangkat AKBP). Bidang-bidangnya antara lain:5

1. Bidang INTERPOL yang bertugas melaksanakan kerja sama internasional kepolisian dalam rangka mencegah dan memberantas kejahatan transnasional.

2. Bidang Kermadiksipol (kerja sama pendidikan dan misi kepolisian) bertugas melaksanakan kerja sama internasional dalam rangka meningkatkan kemampuan SDM POLRI dan merintis partisipasi POLRI dalam misi perdamaian internasional di bawah PBB maupun misi organisasi lainnya.

5

(4)

3. Bidang Protokol bertugas melaksanakan kegiatan protokoler perjalanan dinas pejabat POLRI ke luar negeri dan kunjungan tamu pejabat asing atau organisasi internasional.

4. Bidang Kominter (komunikasi internasional) bertugas melaksanakan penyelenggaraan dan pengembangan sistem pertukaran informasi dalam rangka kerja sama internasional kepolisian.

5. Bidang Konvint (konvensi internasional) bertugas melaksanakan penyusunan perjanjian internasional dan menyelenggarakan pertemuan internasional dalam rangka penanggulangan kejahatan transnasional. 6. Bidang Lotas (LO dan perbatasan) bertugas melaksanakan pembinaan

kantor penghubung LO (Liaison Officer) POLRI di luar negeri dan mengkoordinir kegiatan LO polisi negara lain di Indonesia serta memfasilitasi penanganan masalah di perbatasan negara yang memerlukan tindakan kepolisian.

POLRI memiliki beberapa LO di negara lain yang berbentuk atase kepolisian dan staf teknis kepolisian. Atase kepolisian berkedudukan di Kedutaan Besar Republik Indonesia sedangkan Staf Teknis Kepolisian berkedudukan di Konsulat Jenderal Republik Indonesia. Atase Kepolisian disingkat ATPOL saat ini sudah ditempatkan di 7 negara yaitu Malaysia, Australia, Saudi Arabia, Thailand, Filipina, Timor Leste dan USA sedangkan ke depan direncanakan untuk penempatan ATPOL di Singapura, Hong Kong, Belanda, China, dan lain-lain. Sedangkan untuk Staf Teknis saat ini telah ditempatkan di Penang, Kuching dan Tawao (kesemuanya di Malaysia). Rencana ke depan akan ditempatkan Staf

(5)

Teknis di Davao-Filipina, Johor Bahru-Malaysia, Jeddah-Arab Saudi, Darwin-Australia, dan lain-lain. Disamping LO di atas, POLRI juga memiliki perwakilan di sekretariat ASEANAPOL dan direncanakan juga untuk menempatkan LO di organisasi internasional lainnya seperti LOBANG (LO-Bangkok, kantor regional INTERPOL wilayah Asia Pasifik), ICPO-INTERPOL Lyon-Perancis, PBB New York-USA, dan lain-lain. Sedangkan untuk LO kepolisian negara asing di Indonesia, dikoordinir dalam wadah IFLEC yaitu International Foreign Law Enforcement Community. Saat ini LO Kepolisian yang telah bergabung dalam IFLEC antara lain PDRM-Malaysia, AFP-Australia, FBI-USA, NPA-Jepang, KNPA-Korea Selatan, dan lain-lain. Disamping itu juga ada satu wadah koordinasi tidak resmi yaitu Tim Koordinasi INTERPOL yang beranggotakan berbagai instansi dan departemen di Indonesia seperti BI, PPATK, Bea Cukai, Imigrasi, Kementrian Luar Negeri (Kemlu), dan lain-lain untuk mempermudah dan mempercepat proses kerja sama internasional yang membutuhkan penanganan instansi/departemen sesuai dengan lingkup tugasnya.

Banyak hal yang bisa dimanfaatkan dengan keberadaan NCB-INTERPOL Indonesia seperti:6

1. bantuan penyelidikan (pengecekan identitas, keberadaan seseorang, data exit/entry seseorang dari/ke suatu negara, dokumen, alamat, catatan kriminal, status seseorang, dan lain-lain),

6

(6)

2. bantuan penyidikan (pemeriksaan saksi/tersangka, pengiriman penyidik ke suatu negara, pinjam barang bukti, penggeledahan, penyitaan lintas negara, pemanggilan saksi, dan lain-lain),

3. pencarian buronan yang lari ke negara lain, dan lain-lain.

Di dalam kerja sama internasional, ada beberapa jalur yang bisa ditempuh antara lain melalui jalur police to police. Jalur ini bisa ditempuh apabila telah memiliki hubungan baik dengan kepolisian negara yang diajak atau diminta untuk kerja sama. Apabila tidak bisa ditempuh, dapat melalui jalur INTERPOL. Jadi NCB-INTERPOL Indonesia yang menghubungkan ke NCB-INTERPOL negara lain untuk memintakan/dimintakan kerja samanya. Dan apabila hal ini masih juga tidak memungkinkan, baru ditempuh jalur resmi yaitu melalui saluran diplomatik dengan pengajuan melalui Kementerian Luar Negeri RI yang mewakili Pemerintah Indonesia untuk berhubungan dengan pemerintah negara lain. Perlu digaris bawahi bahwa apabila penyidik belum memiliki hubungan baik dengan kepolisian negara setempat maka dia tidak bisa/tidak boleh meminta bantuan ke negara tersebut. Hal itu merupakan bentuk pelanggaran mekanisme kerja sama dan bisa menimbulkan akibat dari mulai tidak ada tanggapan, protes melalui saluran diplomatik, teguran KBRI/Kemlu kepada KaPOLRI sampai citra negatif negara lain terhadap POLRI.7

Bentuk-bentuk kerja sama yang telah dilakukan POLRI dengan negara lain berupa perjanjian-perjanjian baik perjanjian ekstradisi maupun perjanjian MLA (Mutual Legal Assistance). Perjanjian ekstradisi yang telah dilaksanakan antara

7 Supt. Budiman Parangin-angin, Mutual Legal Assistance (MLA), Majalah Interpol, 2006, hal. 59

(7)

lain dengan Malaysia (UU No. 9 Tahun 1974), dengan Filipina (UU No. 10 Tahun 1976), dengan Thailand (UU No. 2 Tahun 1978), dengan Australia (UU No. 8 Tahun 1994), dengan Hong Kong (UU No. 1 Tahun 2001), dengan Korea Selatan (UU No. 42 Tahun 2007) dan dengan RRC (proses ratifikasi). Sedangkan perjanjian MLA telah dilaksanakan antara lain dengan Australia (UU No. 1 Tahun 1999), dengan RRC (UU No. 8 Tahun 2006), dengan ASEAN (UU No. 15 Tahun 2008), dengan Hong Kong (proses ratifikasi) dan dengan USA (proses perundingan). Bentuk kerja sama lainnya yaitu berupa MoU-MoU dalam rangka penanggulangan transnational crime maupun capacity building, pendidikan dan latihan (seperti : JCLEC, BKA, ICITAP, JICA, FBI, ATA, ILEA, Platina, CoESPU, dan lain-lain) serta pertemuan-pertemuan internasional yaitu Sidang Umum ICPO-INTERPOL, ARC (Asean Regional Conference), ASEANAPOL, SOMTC (Senior Officer Meeting on Transnational Crime), AMMTC (Asean Ministerial Meeting on Transnational Crime), Operation Storm (operasi obat-obatan palsu), UNODC (United Nations Office on Drugs and Crimes).8

Di Indonesia, ekstradisi diatur dengan UU No. 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi. Pengertian dari ekstradisi adalah penyerahan tersangka/terpidana dari negara diminta kepada negara peminta karena melakukan tindak pidana di wilayah negara peminta untuk diadili atau menjalani hukuman. Salah satu prinsip internasional dalam mengekstradisi seseorang adalah “double criminality”.

Maksudnya adalah bukan seseorang yang melakukan tindak pidana dua kali atau di dua negara tetapi maksudnya adalah bahwa tindak pidana tersebut juga

8

(8)

dianggap tindak pidana di negara peminta/diminta. Misalnya WNI melakukan pembunuhan di Indonesia dan kabur ke Inggris maka Indonesia bisa meminta Inggris untuk mengekstradisi orang tersebut karena pembunuhan di Inggris juga merupakan tindak pidana. Lain halnya apabila seorang WNI berjudi di Indonesia kemudian lari ke Singapura. Orang tersebut tidak bisa dimintakan ekstradisi karena di Singapura judi bukan merupakan tindak pidana.

Proses pengajuan ekstradisi dari negara lain ke Indonesia apabila sudah ada perjanjian adalah sebagai berikut : 9

9

(9)

Negara yang ingin mengajukan ekstradisi tersebut menghubungi Kementrian Luar Negeri (Kemlu) RI kemudian diteruskan oleh Kemlu RI ke Kementrian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Setelah diteliti dan semua syarat terpenuhi maka disampaikan ke POLRI untuk pencarian, penangkapan dan penahanan. Kemudian diajukan ke kejaksaan untuk penuntutan dan diadili di pengadilan. Setelah ada ketetapan pengadilan tentang identitas yang bersangkutan maka berkas dikembalikan ke Kemenkumham untuk dilaporkan kepada Presiden dan apabila telah disetujui baru dilaksanakan ekstradisi. Sedangkan apabila belum ada perjanjian, prosesnya hanya berbeda saat permohonan telah sampai di Kemenkumham maka diajukan ke Presiden terlebih dahulu untuk dimintakan persetujuan dan apabila disetujui maka proses bisa diteruskan. Untuk proses permintaan ekstradisi ke negara lain adalah sebagai berikut : permintaan disampaikan oleh KaPOLRI atau Jaksa Agung kepada Kemenkumham dan diteruskan ke Kemlu RI untuk disampaikan ke negara lain. NCB-INTERPOL Indonesia berkoordinasi dengan NCB-INTERPOL negara setempat untuk

(10)

memonitor prosesnya. Jadi secara singkatnya seperti ini, ketika POLRI atau polisi negara lain sedang mencari buronan yang kabur ke negara lain, baik berstatus tersangka maupun terpidana, maka langkah pertama mengajukan untuk diterbitkan Red Notices ke ICPO-INTERPOL melalui NCB-INTERPOL. Red Notices ini dalam sekejap akan disebarkan ke seluruh negara anggota INTERPOL untuk membatasi pergerakan buronan tersebut. Red Notices berlaku seperti DPO (daftar pencarian orang). Ketika suatu negara mendeteksi keberadaan buronan yang sedang dicari, negara tersebut memberitahukan ke negara pencari untuk dimintakan ekstradisi. Kewajiban negara setempat adalah menangkap orang tersebut dan menahannya (provisional arrest) sampai dilaksanakannya ekstradisi. Atau apabila telah diketahui bahwa buronan tersebut kabur ke suatu negara, maka bisa dimintakan secara langsung ke negara tersebut untuk penahanan (provisional arrest) bila dianggap perlu atau langsung dimintakan ekstradisi.

Apabila ekstradisi dipergunakan untuk mencari dan memulangkan buronan (tersangka/terpidana), lain halnya dengan MLA (mutual legal assistance in criminal matters) atau bantuan timbal balik dalam masalah pidana. Dasar hukum MLA adalah UU No. 1 Tahun 2006 tentang bantuan timbal balik dalam masalah pidana. MLA dipergunakan untuk kepentingan penyidikan yaitu mendapatkan alat bukti seperti keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, surat dan keterangan terdakwa serta untuk kepentingan penuntutan, pemeriksaan sidang pengadilan dan untuk perampasan barang bukti. Proses pengajuannya adalah dari KaPOLRI / Jaksa Agung / Ketua KPK (tipikor) diajukan ke Kemenkumham untuk diteruskan melalui saluran diplomatik yaitu Kemlu/KBRI kepada negara setempat.

(11)

Sedangkan proses permintaan MLA dari negara lain yaitu melalui Kemlu diteruskan ke Kemenkumham untuk diteliti kelengkapan persyaratannya baru kemudian disampaikan ke KaPOLRI/Jaksa Agung. Apabila telah dilaksanakan apa yang dimintakan baru dikembalikan ke Kemenkumham untuk diteruskan ke negara setempat melalui saluran diplomatik (Kemlu/KBRI). Berbeda dengan apabila permintaan MLA berkaitan dengan perampasan harta kekayaan karena setelah dilakukan penggeledahan dan penyitaan serta perampasan oleh KaPOLRI/Jaksa Agung maka diajukan terlebih dahulu ke pengadilan apabila ada keberatan dari pemiliknya. Baru setelah ada keputusan dilanjutkan dengan proses di atas.

Banyak persyaratan yang harus dipenuhi dalam ekstradisi ataupun MLA yang kesemuanya tercantum di dalam Undang-Undang sehingga menimbulkan kesan bahwa ekstradisi ataupun MLA lambat, berbelit-belit dan prosesnya lama. Namun hal tersebut semata-mata untuk menghormati dan mematuhi ketentuan atau peraturan baik di negara sendiri maupun negara lain.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan adalah pernyataan yang menunjukkan adanya jarak antara rencana dan pelaksanaan, antara harapan dan kenyataan, juga antara das sollen

dan das sein.10

Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

10 Ronny Hanitijo Soemitro. Metodologi Penelitian Hukum. Ghalia Indonesia. Jakarta. 1985. Hal. 21

(12)

1. Bagaimanakah kedudukan ICPO-INTERPOL dalam hukum internasional ?

2. Bagaimanakah kewenangan yang dimiliki oleh ICPO-INTERPOL dalam kerjasamanya dengan POLRI ?

3. Mengapa upaya pemulangan terhadap pelaku kejahatan yang kabur keluar negeri sering menghadapi hambatan ?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini antara lain : 1. Untuk mengetahui kedudukan dari organisasi ICPO-INTERPOL dalam

hukum internasional.

2. Untuk memahami kewenangan yang dimiliki ICPO-INTERPOL ketika bekerja sama dengan POLRI dan manfaat yang bisa digunakan POLRI dari wewenang ICPO-INTERPOL untuk menangkap pelaku kejahatan Indonesia yang kabur keluar negeri .

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam upaya pemulangan pelaku kejahatan yang kabur keluar negeri dan solusi yang bisa diterapkan untuk menghadapi hambatan tersebut.

Adapun manfaat yang ingin dicapai Penulis adalah sebagai berikut: a. Manfaat teoritis

Untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa, staf pengajar, maupun praktisi hukum khususnya berkaitan dengan Kerja sama antara ICPO-INTERPOL dengan POLRI dalam menangkap pelaku kejahatan

(13)

yang kabur keluar negeri dan pembahasan yang komprehensif berkaitan dengan Prosedur pengembalian pelaku kejahatan tersebut setelah tertangkap di luar negeri.

b. Manfaat praktis

Untuk menjadi bahan referensi pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara secara khusus dan pembaca pada umumnya serta dapat dijadikan kajian bagi para pihak akademisi dalam menambah pengetahuan terutama di bidang hukum internasional.

D. Keaslian Penulisan

Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa perkuliahan di fakultas hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Hukum Internasional, penulis tertarik dengan organisasi ICPO-INTERPOL dan kerjasama yang di milikinya dengan POLRI serta efektivitasnya dalam membantu penangkapan terhadap pelaku kejahatan yang kabur keluar negeri. Akan tetapi, dalam pelaksanaan praktis, ada beberapa hal yang menghambat upaya pemulangan pelaku kejahatan tersebut yang memberatkan jalan pembentukan perjanjian ekstradisi yang memang sesuai dengan tujuan pembentukannya dan sarat dengan nuansa tawar menawar ketentuan dalam pasal dan kesepakatannya. Hal ini mengakibatkan pelaksanaan ekstradisi tidak maksimal berbanding terbalik dengan perkembangan kejahatan transnasional terutama kejahatan lintas

(14)

batas negara terorganisir yang semangkin meningkat baik jumlah maupun bentuk kejahatannya.

Maka penulis mengangkat persoalan tersebut dengan judul “STUDI TENTANG KERJA SAMA INTERNASIONAL CRIMINAL POLICE ORGANIZATION (ICPO-INTERPOL) DENGAN POLRI

DALAM MENANGKAP PELAKU KEJAHATAN YANG

MELARIKAN DIRI KELUAR NEGERI. Ruang lingkup pembahasan adalah dalam bidang hukum internasional berkenaan dengan hukum organisasi internasional yaitu ICPO-INTERPOL, perjanjian internasional dalam Perjanjian Ekstradisi, hukum pidana internasional dan kerja sama INTERPOL dengan POLRI dalam menangkap penjahat yang kabur keluar negeri.

Berdasarkan arsip yang terdapat di perpustakaan hukum USU ada satu judul skripsi yang juga berkenaan dengan INTERPOL yaitu skripsi milik saudari Widya Astrini Fricilia dengan judul “Peran Interpol Dalam Pemberantasan Jaringan Peredaran Gelap Narkotika Internasional”. Dalam skripsinya tersebut saudari Widya menjelaskan fungsi utama Interpol terkait jaringan narkotika internasional, dia memaparkan bagaimana perkembangan jaringan narkotika internasional tersebut menggambarkan kontribusi INTERPOL dalam membantu pemberantasannya. Sedangkan skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana kerjasama antara INTERPOL dengan POLRI secara spesifik dalam menangkap pelaku

(15)

kejahatan yang melarikan diri keluar negeri dan memahami kontribusi dari masing-masing pihak secara terperinci.

Pengajuan judul skripsi ini terlebih dahulu melalui pendaftaran judul tersebut ke bagian hukum internasional dan setelah diperiksa pada arsip yang ada pada bagian hukum internasional, belum ada yang membahas Judul yang sama. Kemudian judul tersebut diajukan dan disetujui oleh ketua departemen dan sekretaris departeman Hukum Internasional pada tanggal 18 Juni 2012.

Atas dasar pemeriksaan tersebut, penulis yakin bahwa judul yang diangkat beserta pembahasannya belum pernah ada pada bagian arsip hukum internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sehingga keaslian penulisan dalam tugas akhir ini dapat penulis pertanggungjawabkan.

E. Tinjauan Kepustakaan

Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari buku – buku, jurnal – jurnal, laporan dan informasi dari internet. Untuk menghindari penafsiran ganda, maka penulis memberikan penegasan batasan pengertian dari judul penelitian yang diambil dari sudut ilmu hukum , penafsiran secara etimologis, maupun pendapat dari para sarjana terhadap beberapa pokok pembahasan maupun materi yang akan dijabarkan dalam skripsi ini antara lain yaitu :

(16)

ICPO-INTERPOL merupakan singkatan dari International Criminal Police Organization atau lebih dikenal dengan alamat telegraf listriknya

INTERPOL adalah organisasi kerjasama untuk penanganan tindak

kejahatan lintas Negara. Pada tahun 1954, Indonesia menjadi anggota ICPO-INTERPOL dan mendirikan National Central Bureau (NCB) sebagai biro kerjasama instansi kepolisian antarnegara dalam lingkup ICPO-INTERPOL. Kepala NCB-INTERPOL Indonesia dijabat oleh kepala kepolisian RI dan jabatan pemimpin pelaksana harian berada di tangan Sekretaris NCB-INTERPOL Indonesia. Selain penanganan tindak kejahatan lintas negara, seluruh kerjasama luar negeri yang melibatkan unsur POLRI dilakukan dalam Koordinasi NCB-INTERPOL Indonesia.

POLRI merupakan singkatan dari Kepolisian Negara Republik

Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang

bertanggung jawab langsung di bawah presiden. POLRI mengemban tugas-tugas kepolisian di seluruh wilayah Indonesia. POLRI dipimpin oleh seorang Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (KAPOLRI). Sejak 22 Oktober 2010 KaPOLRI dijabat oleh Jenderal Polisi Timur Pradopo.

Ekstradisi adalah adalah penyerahan yang dilakukan secara formal, baik

berdasarkan atas perjanjian ekstradisi yang sudah ada sebelumnya ataupun berdasarkan atas hubungan baik secara timbal balik, atas seseorang yang diduga telah melakukan kejahatan atau tindak pidana (tersangka, tertuduh,

(17)

atau terdakwa) atau atas seseorang yang telah dijatuhi hukuman yang telah mempunyai kekuatan hukum mengikat yang pasti atas kejahatan yang telah dilakukannya, oleh negara tempatnya berada kepada negara yang memiliki yurisdiksi untuk mengadili atau menghukumnya, atas permintaan dari negara yang memiliki yurisdiksi kepada negara tempat orang yang bersangkutan berada, dengan tujuan untuk mengadilinya ataupun melaksanakan hukuman atau sisa hukumannya.11

Ekstradisi merupakan suatu bentuk dari aspek formal prosedural dari hukum internasional. Secara sederhana, ekstradisi merupakan bentuk kerjasama antar negara berkaitan dengan pemberantasan kejahatan lintas batas negara dengan cara pengembalian tersangka, terdakwa atau terpidana kepada negara yang memiliki yurisdiksi terhada tersangka, terdakwa maupun terpidana tersebut. Kejahatan lintas batas negara melalui mekanisme ekstradisi yang dimaksud dalam penulisan selanjutnya adalah kejahatan nasional yang memiliki dimensi internasional, maupun kejahatan yang bersifat terorganisir.

Perjanjian ekstradisi yang dimaksudkan dalam skripsi ini merupakan perjanjian ekstradisi multilateral dengan negara – negara yang tergabung dalam ASEAN membentuk suatu framework penegakan hukum yang sistematis dan komprehensif.

11 I Wayan Parthiana, Ekstradisi dalam Hukum Internasional Modern, YRAMA WIDYA

(18)

Kejahatan Internasional adalah setiap tindakan yang ditetapkan di dalam konvensi – konvensi multilateral dan diakui oleh sejumlah tertentu Negara - negara peserta, sekalipun di dalamnya terkandung salah satu kesepuluh karakteristik pidana.12

Transnational Crime adalah tindakan yang memiliki dampak lebih dari satu negara, melibatkan atau memberikan dampak terhadap warga negara lebih dari satu negara, sarana dan prasarana serta metode yang digunakan melampaui batas territorial suatu negara.13

Transnational Organized Crime adalah kejahatan terorganisir yang dilakukan lintas batas negara dimana kejahatan tersebut dilakukan lebih dari satu negara; dilakukan di satu negara namun bagian penting seperti persiapan, perencanaan, pengarahan dan pengendalian dilakukan melibatkan kelompok criminal dari negara lain di lebih dari satu negara atau dilaksanakan di satu negara tetapi berdampak pada negara lain.14

12

Romli Atmasasmita. Pengantar Hukum Pidana Internasional.Rafika aditama.Bandung

2000, hal 49.

13 Abdussalam, Hukum Pidana Internasional, Restu Agung : Jakarta,2006. Hal 32. 14Ibid, hal 38

(19)

Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.15

Konvensi adalah bentuk perjanjian internasional yang mengatur hal – hal

yang penting dan resmi yang bersifat multilateral, bersifat law making treaty dan meletakkan norma hukum bagi masyarakat internasional.16

ASEAN adalah Association of Southeast Asian Nations. Perhimpunan

Bangsa – Bangsa Asia Tenggara yang kemudian bertransformasi menjadi komunitas ASEAN yang tidak hanya menjadi forum komunikasi dan saling memberikan informasi antar para anggotanya terbatas dalam ruang lingkup bidang social, ekonomi dan budaya, akan tetapi mencakup bidang – bidang yang lebih luas sejalan dengan perkembangan kebutuhannya sebagai salah satu organisasi internasional.

Represif adalah mengandung sifat penekanan; pengekangan; penahanan;

penindasan; dalam skripsi ini represif mengandung arti perbuatan untuk menekan, menahan kejahatan transnasional dan transnational organized crimes.17

Preventif adalah bersifat mencegah (supaya jangan terjadi apa-apa).

Definisi preventif dalam skripsi ini antara lain perbuatan maupun cara

15 Eddy Damian, Kapita Selekta Hukum Internasional, Alumni : Bandung.1991, hal 42

16Ibid, hal 45 17

(20)

dalam usaha untuk mencegah kejahatan transnational dan transnational organized crimes.18

Adapun beberapa batasan pengertian terkait tema dan judul dalam perumusan isi dalam skripsi ini antara lain :

Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur

hubungan atau persoalan yang melintas batas negara, antara negara dengan negara; negara dengan subjek hukum bukan negara; dan subjek hukum bukan negara satu sama lain.

Hukum Pidana Internasional adalah sekumpulan kaidah – kaidah dan

asas – asas hukum yang mengatur tentang kejahatan internasional yang dilakukan oleh subjek – subjek hukumnnya, untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Kerjasama Multilateral adalah kerjasama yang dilakukan oleh lebih dari

dua negara yang mengatur hal – hal yang bersifat lintas batas negara.

Organisasi Internasional adalah suatu perhimpunan negara – negara

yang berdaulat yang didirikan atas dasar suatu perjanjian internasional tertentu, untuk mencapai kepentingan bersama melalui organ – organ dari perhimpunan tersebut.

18Ibid, hal 49

(21)

F. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan merupakan metode penilitian yuridis normatif yang akan dijabarkan sebagai berikut :

a. Tipe Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam membahas rumusan masalah dalam skripsi ini adalah melalui tipe penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yang mana mengacu kepada norma – norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang – undangan dan putusan – putusan pengadilan serta norma – norma hukum yang ada dalam masyarakat, juga melihat sinkronisasi suatu aturan dengan aturan lainnya secara hierarki.

b. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu mengungkapkan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan teori – teori hukum sebagai objek dari penelitian. Demikian juga hukum dan pelaksanannya dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian.

c. Sumber Data

Oleh karena penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yuridis normatif, maka sumber data yang digunakan merupakan data skunder yang dapat diverifikasi kembali sebagai berikut :

(22)

a) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yang mengikat yang terdiri dari peraturan perundang – undangan yang terkait dengan objek penelitian. Antara lain :

1. ICPO-INTERPOL Constitution and General Regulations.

2. United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, 2000.

3. United Nations Resolutions No. 45/116 tentang Model Treaty on Extradition, 14 Desember 1990

4. ASEAN Declaration on Transnational Crime, 1997. 5. ASEAN Charter

6. Undang – Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1976 tentang Ekstradisi.

7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana

8. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 5 Tahun 2011 tentang Penggunaan Jaringan INTERPOL (I-24/7) dan Jaringan ASEANAPOL (e-ADS) di Indonesia

b) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah buku – buku, tulisan – tulisan ilmiah hukum, makalah, surat kabar, internet dan sumber lain yang terkait dan relevan dengan objek penelitian.

(23)

c) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari kamus hukum dan kamus bahasa.

d. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau yang disebut data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku – buku koleksi pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan dan dosen pembimbing, artikel – artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen – dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang – undangan dan konvensi internasional.

Tahap – tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut :

a. Melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan – bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek kajian

b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel – artikel media cetak dan elektronik, dokumen pemerintahan dan peraturan perundangan.

c. Mengelompokkan data – data yang relevan dengan permasalahan.

(24)

d. Menganalisa data – data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian dan menarik kesimpulan.

e. Metode Analisis Data

Pada tahap selanjutnya, setelah memperoleh data dan mengolah data tersebut, maka dilanjutkan dengan menganalisis data yang diperoleh baik dari bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dan membahas permasalahannya. Dengan penganalisaan data primer dan data sekunder secara kualitatif dari sudut pandang ilmu hukum. Data primer dan data sekunder yang diperoleh dari penelitian telah disusun dengan teratur dan sistematis, kemudian dianalisa untuk mendapatkan suatu kesimpulan.

(25)

G. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran umum untuk memudahkan pemahaman materi yang disampaikan, skripsi ini difragmentasikan menjadi 5 bab yang berhubungan erat satu sama lain, dengan perincian sebagai berikut :

BAB I BAB II BAB III : : :

PENDAHULUAN, pada bab ini diuraikan hal – hal pokok yang menjadi dasar pemikiran dalam penulisan skripsi ini yang terdiri atas, latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan. INTERNATIONAL CRIMINAL POLICE ORGANIZATION (ICPO-INTERPOL) DALAM HUKUM INTERNASIONAL, dalam bab ini akan diuraikan sejarah dan perkembangan ICPO-INTERPOL, Negara-negara yang tergabung dalam Keanggotaan ICPO-INTERPOL, Jenis-jenis Notice yang dimiliki ICPO-INTERPOL serta kedudukan ICPO-INTERPOL sebagai salah satu organisasi Internasional. TINJAUAN YURIDIS PEMBENTUKAN ICPO-INTERPOL & KERJASAMA DENGAN POLRI, pada bab ini dibahas secara lebih khusus dasar hukum pembentukan ICPO-INTERPOL, Dasar hukum kerjasama ICPO-INTERPOL dengan POLRI, Kewenangan yang dimiliki ICPO-INTERPOL dalam kerjasama dengan POLRI menurut Hukum

(26)

BAB IV

BAB V

:

:

Internasional dan Hukum Nasional.

KERJASAMA ICPO-INTERPOL DENGAN POLRI DALAM MENANGKAP PELAKU KEJAHATAN YANG MELARIKAN DIRI KELUAR NEGERI, dalam bab ini diuraikan tentang Kerjasama ICPO-INTERPOL dengan POLRI antara lain kewenangan ICPO-INTERPOL sehubungan dengan Yurisdiksinya dengan Negara anggota, beberapa kasus penangkapan yang dilakukan oleh ICPO-INTERPOL dalam kerjasama dengan POLRI Serta beberapa jenis prosedur pengembalian pelaku kejahatan dari luar Negeri ke negara asal.

PENUTUP, berisi kesimpulan dari keseluruhan uraian materi pembahasan dan disertai dengan beberapa saran yang mungkin akan bermanfaat dalam pembahasan kerjasama ICPO-INTERPOL dan POLRI dalam menangkap pelaku kejahatan yang kabur keluar negeri.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kelayakan dan kepraktisan modul tematik berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk peserta didik kelas V

Menurut Komalasari (2010: 62) terdapat beberapa tipe dalam cooperative learning diantaranya, (1) Number Head Togther (Kepala Bernomor) model pembelajaran dimana

sedangkan kemampuan guru menyesuaikan perencanaan pembelajaran dengan pelaksanaan pembelajaran belum optimal, karena guru kurang mengerti dalam menerapkan dan

bahwa dalam rangka pemantapan ketahanan pangan, kendala yang dihadapi antara lain adalah terjadinya anomali iklim (bencana alam) dan/atau serangan organisme pengganggu

Lebih lanjut pengertian rijal hadits disini memiliki pengertian yang sama dengan dengan rawi hadits, sehingga didalamnya mencakup pula rawi laki-laki maupun rawi wanita.13 Secara

Berdasarkan Standar Atribut yang harus dimiliki APIP yang tertuang dalam Keputusan AAIPI nomor 5 tahun 2014 dan penelitian-penelitian terdahulu maka penulis tertarik untuk

Sehingga untuk meningkatkan tingkat keamanan dari unit pengendalian LP Drum adalah melakukan peningkatan keamanan dari masing masing komponen dengan meretrofit

Tentunya tidak dapat diabaikan untuk tidak menelaah sejarah penamaan suatu kota terkait dengan masa lampau atau historis yang melatar belakangi penamaan kota