• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rully Indrawan R.Poppy Yaniawati Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rully Indrawan R.Poppy Yaniawati Abstrak"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI TRI TANGTU DI BUANA DALAM PEMBENTUKAN

ENTREPRENEURSHIP DAN PERKUATAN BUSINESS LIFE CYCLES

KELOMPOK UMKM

(Studi eksplorasi pada Kelompok UMKM Koperasi Wanita)

Rully Indrawan

rully.indrawan@unpas.ac.id

R.Poppy Yaniawati

pyaniawati@unpas.ac.id

Abstrak Tri Tangtu di Buana (TTB) merupakan filosofis masyarakat sunda yang dikenal sejak abad ke-16 M yang tertuang dalam Fragmént Carita Parahiyangan (FCP) yang mengupas adanya “tiga unsur penentu kehidupan di dunia”, yang berpotensi diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan manusia Sunda, termasuk di dalamnya untuk mengembangan UMKM. Kajian ini ini bertujuan untuk (a) Melakukan kajian terhadap nilai-nilai mana sajakah dalam konsep TTB yang dapat diimplementasikan dalam proses pembentukan entrepreneurship dan ketahanan business life cycle pada Kelompok UMKM; (b) Melaksanakan implementasi nilai-nilai TTB sebagai sumber budaya usaha bagi usaha anggota Koperasi Jawa Barat; (c) Mengetahui hambatan dan kedala dalam proses mengimplementasikan nilai TTB dalam pembentukan entrepreneurship dan ketahanan business life cycle pada kelompok anggota Koperasi Wanita Sejahtera Bekasi. Sedangkan tujuan akhir adalah merumuskan model transformasi nilai TTB guna pembentukan entrepreneurship dan penguatan business life cycle UMKM untuk mengatasi kemiskinan berkelanjutan di Jawa Barat. Kajian dengan metode grounded research yang dipadukan dengan research and development dengan teknik kajian menggunakan Partisipatory action. Kajian difokuskan kepada kasus Koperasi Wanita Jawa Barat. Hasil kajian menunjuunkan, bahwa (a) ada seperangkat nilai TTB yang berpotensi untuk menjadi sumber nilai bagi pelaku usaha baik secara personal (jiwa wirausaha) maupun untuk eksternal (siklus hidup usaha); (b) Penanaman nilai pada pelaku usaha lebih efisien dan efektif bila dilakukan secara berkelompok melalui koperasi dan memanfaatkan teknologi informasi; (c) Terdapat beberapa kendala yang muncul setelah uji coba dilakukan. Sumber utama kendala berasal dari kesiapan pelaku usaha dalam memanfaatkan teknolgi informasi, dan kedua fasilitas pelatihan yang belum memadai. Kata Kunci: Tri Tangtu di Buana, entrepreneurship, Business life cycle.

Latar Belakang

Mengacu pada pendapat D. Paul Schafer (4 December 1921 – 24 April 2010), dalam bukunya Revolution or Renaissance (2008) yang membagi masa peradaban manusia menjadi, era ekonomi dan era kebudayaan. Era ekonomi yang dimulai

(2)

sejak tahun 1677, membawa ekses antara lain, nilai manusia yang bersandar pada nilai ekonomi menyebabkan manusia kehilangan wrmah (ruh mulya) sebagaimana diamahkan oleh sang pencipta. Manusia telah menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini lupus). Saling mangsa dan saling hisap satu sama lain. Harga manusia terletak pada sejauh mana dirinya memiliki nilai ekonomi yang diukur kekuatan uang (moneymetrix).

Keadaan yang menyebabkan keresahan dan ketidakharmonisan akibat memperebutkan sumberdaya ekonomi yang terbatas harus diakhir. Maka tugas peradaban ke depan adalah bagaimana mempertautkan antara kebudayaan dan ekonomi. Keduanya harus menyatu dalam dalam sebuah proses transformasi mondial yang terstruktur. Dalam artian melihat persoalan kesejahteraan manusia tidak semata hanya urusan ekonomi saja, namun juga harus dilihat dari sisi kebudayaaan. Membangun kekuatan ekonomi harus menjadi bagian dari strategi kebudayaan, baik dalam proses maupun hasil yang dicapainya.

Naskah Fragmént Carita Parahyangan (FCP), yang diantara berisi tentang konsep tri tangtu di buana, adalah naskah Sunda buhun bernuansa historis dari abad ke-16 Masehi, secara garis besar menyajikan gambaran sistem pemerintahan kerajaan Sunda yang berpusat di ibukota Pakuan Pajajaran1. Tri Tangtu di Buana (TTB) adalah cara berpikir masyarakat tradisional Sunda yang telah tumbuh berbad-abad lamanya, memiliki nilai luhur, dan bisa difahami dalam kurun waktu dan konteks kehidupan yang tumbuh dari masa ke masa. Tri tangtu berasal dari kata tri atau tilu yang artinya tiga, dan tangtu yang artinya pasti atau tentu.

Menurut Edi S.Ekajati (2005), pada zaman kuno (masa pra-Islam) orang Sunda memiliki konsep tersendiri tentang jagat raya. Konsep tersebut merupakan perpaduan antara konsep Sunda asli, ajaran agama Budha, dan ajaran agama Hindu.

1 Sedikitnya ada tiga kisah utama para penguasa kerajaan Sunda yang terpenting dalam teks FCP ini, yakni (1) Tiga orang pendahulu Maharaja Trarusbawa sebagai perintis berdirinya kerajaan Sunda di Pakuan Pajajaran, masing-masing adalah Bagawat Angga Sunyia dari Windupepet, Bagawat Angga Mrewasa dari Hujung Galuh, dan Bagawat Angga Brama dari Pucung. (2) Maharaja Trarusbawa penguasa Pakuan Pajajaran yang bertakhta di keraton "Sri-Bima Punta Narayana Madura Suradipati"; dan 3) Rakéyan Darmasiksa penguasa dari Saunggalah yang mewarisi keraton di Pakuan Pajajaran.

(3)

Dalam tulisannya, Edi S. Ekajati menyatakan bahwa, Kedua naskah yang ditulis pada daun lontar dengan menggunakan aksara dan bahasa Sunda kuna itu berasal dari kabuyutan Kawali, termasuk daerah Kabupaten Ciamis sekarang.

Kekuatan konsep TTB dalam proses transformasi budaya mondial terletak pada perpaduan, dari sikap patuh (taat norma), keberanian dan keuletan (entrepreneurship), serta cerdas, kratif, dan inovatif. Bagaimana kearifan budaya ini bisa menjadi pijakan dalam melihat persoalan sekaligus memecahkan persoalan yang dihadapi oleh UMKM, yaitu usaha yang melibatkan banyak orang ini.

Daya hidup usaha UMKM yang sudah berjalan sangat tergantung pada ketepatan memilih strategi saat melaksanakan aktivitas usahanya. Ada beberapa permasalahan kelembagaan UMKM yang mengganggu keberlangsungan hidupnya yakni antara lain, (a) tingkat resistensi yang tinggi terhadap perubahan internal, (b) mispersepsi tentang modal usaha; (c) kecepatan beradaftasi dengan perubahan lingkungan; (d) ketrekaitan pada kelompok (Wilantara 2016). Dari empat persoalan itu mencuat persoalan kerapuhan budaya perusahaan (corporate culture) yang berdampak pada kesinambungan usaha (business life cycle) dan pentingnya membangun jejaringan usaha (business networking).

Pada kasus di Jawa Barat, keberaaan usaha yang dikelola oleh wanita yang berada pada kelompok koperasi wanita memiki prestasi yang layak untuk diapresiasi. Kelompok ini menarik untuk dikaji terutama dalam mempertahakan diri sebagai kekuatan ekonomi masyarakat dalam jangka waktuyang panjang tanpa berkurang peran dan kotribusinya kepada para anggotanya.

Dari paparan diatas muncul pertanyaan penelitian, apakah nilai budaya lokal memiliki potensi untuk berkontribusi dalam pembangunan budaya usaha masyarakat di Jawa Barat? Dari pertanyaan itu, lahir permasalahan penelitian, bagamiana rumusan model transformasi nilai Tri Tangtu di Buana guna pembentukan entrepreneurship dan penguatan business life cycle di lingkungan pelaku UMKM untuk mengatasi kemiskinan berkelanjutan di Jawa Barat.

Tujuan Kegitan

(4)

dapat diimplementasikan dalam proses pembentukan entrepreneurship dan perkuatan business life cycle pada Kelompok UMKM;

2. Melaksanakan implementasi nilai-nilai TTB sebagai sumber budaya usaha bagi usaha anggota Koperasi;

3. Mengetahui respon sasaran dalam proses mengimplementasikan nilai nilai-nilai TTB pembentukan entrepreneurship dan business life cycle pada kelompok anggota Koperasi Wanita Sejahtera Bekasi. Metode Kajian Kajian ini menggunakan pendekatan research and development dengan teknik kajian menggunakan Participatory action dan studi dokumentasi. Kajian difokuskan kepada kasus Koperasi Wanita Sejahtera Bekasi, merupakan bagian dari pengabdian pada masyarakat untuk koperasi wanita di pedesaan Jawa Barat.

Fokus kajian dilakukan pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Sebagaimana diketahui UMKM di berbagai negara termasuk negara-negara ASEAN, telah menjadi pilar tangguh dalam pembangunan ekonomi nasionalnya. Di AS, juga di negara-negara industri maju lainnya yang tergabung dalam OECD seperti Jepang, Jerman, Perancis dan Kanada, UMKM merupakan motor penting dari pertumbuhan ekonomi dan progres teknologi (Thornburg, 1993). Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang UMKM, menegaskaan bahwa UMKM bertujuan menumbuhkem-bangkan usaha dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Ini mengandung makna bahwa UMKM merupakan alat perjuangan nasional untuk menumbuhkan dan membangun perekonomian nasional dengan melibatkan sebanyak mungkin pelaku ekonomi berdasarkan potensi yang dimiliki atas dasar keadilan bagi semua pemangku kepentingan.

Peran dan posisi UMKM nasional, dan juga di Jawa Barat, dibuktikan dengan kontribusi UMKM terhadap penyediaan kesempatan kerja sangat tinggi yakni 97,2%. Dengan memberikan kontribusi terhadap PDB termasuk yang paling tinggi dibanding negara-negara lain di Asia, yakni 57,8%. Walaupun kecenderungan

(5)

UMKM Indonesia masih melayani pasar lokal, hal ini dibuktikan oleh rendahnya nilai ekspor yang hanya 15% di bawah Philipina, Thailand, maupun Malaysia. Hal ini sebenarnya cukup wajar, karena luasnya pasar dalam negeri di samping pemahaman pelaku usaha terhadap kegiatan ekspor masih terbatas. Jumlah UMKM mendominasi perekonomian Indonesia, berdasarkan data Bank Indonesia (2012) sebanyak 99.99% unit dari keseluruhan pelaku bisnis nasional; atau sebanyak 56,5 juta unit. Dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja sebanyak 107,7 juta orang atau 97.2%. Dan memberikan kontribusi pada PDB sebesar 57.9%dan ekspor non-migas sebasar 14%. UMKM dipandang mempunyai ketahanan yang kuat dalam menghadapi krisis. Hal itu terlihat dari UMKM yang dapat bertahan dan berkembang, bahkan menjadi penyelamat untuk pemulihan ekonomi pada masa berlaku krisis ekonomi dunia tahun 1998 (BPS, 2009). Perkembangan UMKM dengan pertumbuhan ekonomi memiliki gerak yang searah. Perekonomian nasional yang terus tumbuh membuat produk domestik bruto (PDB) menjadi yang terbesar di ASEAN, dan 16 besar dunia di tahun 2015. Mayoritas pelaku UMKM bergerak di sektor pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan sebesar 49%, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 29%. Alhasil UMKM memiliki potensi untuk mengatasi kemiskinan pedesaan melalui pengembangan usaha produktif. Hasil Kajian A. Nilai TTB sebagai Sumber Budaya Usaha Tri Tangtu di Buana (tiga ketentuan hidup di dunia) tertuang dalam Fragmént Carita Parahyangan (FCP), menegaskan cara pandang masyarakat tradisional Sunda yang memuat nilai-nilai luhur (utama) untuk membangun keharmonisan seluruh komponen kehidupan. Endang Caturwati (2016) mendeskripsikan konsep tri tangtu di buana sebagai harmonisasi dari tekad (iktikad), ucap (perkataan), dan lampah (perilaku). Harmonisasi pada kehidupan ekonomi, membutuhkan topangan budaya yang kuat. Kemampuan menciptakan sinergi antar ekonomi, dan variabel dalam lingkungan serta budayanya, meniscayakan kesejahteraan yang berdimensi luas dan

(6)

berjangka panjang. Manusia sunda telah lama menyadari hal itu sejak lama. Kini saatnya nilai-nilai luhur dalam budaya lokal, khususnya sunda, turut dalam penguatan daya saing bangsa baik melalui jalur ekonomi maupun pendidikan.

Konsep TTB sebagai falsafah hidup yang berpedoman pada tiga hal yang pasti yakni, Batara Tunggal yang kemudian ketiganya diidentifikasi sebagai prebu, rama, dan resi dimana esensi nilai TTB ini menggambarkan (a) prebu (pemerintah), menggambarkan kepatuhan kepada ketentuan (regulasi), kesabaran, dan menjaga keharmonisan, (b) rama (satria), menggambarkan pribadi yang ulet, siap beresiko, disiplin, trengginas, gagah, dan mandiri; serta (c) resi (akademisi), yang menggambarkan sosok jujur, hati-hati dan cerdas.

Entrepreneurship pada dasarnya adalah sosok yang identik dengan karakter rama (satria) cepat menanggapi peluang, siap menanggung resiko, kreatif, mandiri, dan tidak cepat putus asa. Karakter tersebut pada dasanya dapat dibentuk melalui program pelatihan yang dilakukan dalam kelompok. Senyatanya dalam masyarakat paternalisitik sebagaimana di pedesaan kita karakter dapat dibentuk melalui mekanisme saling kendali .silih). Pendidikan harus menjadi bagian dari pembentukan karakter silih asah, silih asih, silih asuh.

Untuk perkuatan business life cycle , konsep TTB melihat pola relasi manusia dengan tiga pemikiran, yakni (a) hubungan personal (raga/salira), (b) hubungan struktural (nagara), dan (c) hubungan dengan kultural (buana). Masing-masing gagasan dan konsep berkehidupan itu mempunyai pembagian, peranan, tatacara, dan pelaksanaannya sendiri. Konsep tri tangtu dalam kerangka personal atau raga (salira), menekankan pentingnya komitmen dalam diri (personal) untuk memiliki karakter positif. Melalui konsep ini, manusia diberi pedoman untuk mempertanyakan diri sendiri (dari mana asal, mau ke mana, dan apa tujuan hidup ini). Gagasan raga berkaitan dengan moralitas kehidupan atau akhlak. Apapun yang dilakukan seyogyanya tidak boleh lepas dari jati diri dan dasar moral yang telah dinegasikan dalam hidupnya karena itu yang akan dipertanggung-jawabkan sendiri pada akhirnya. Konsep tri tangtu dalam kerangka struktural (nagara), adalah kesadaran dan pemahaman yang utuh atas kekuasaan. Secara luas, konsep tersebut

(7)

adalah tuntunan kehidupan bernegara secara umum, dan secara sempit adalah tuntunan kehidupan bermasyarakat di wilayah kehidupan adat yang mereka anut. Setiap wilayah memiliki ekosistem yang harus diikuti bersama. Konsep tri tangtu dalam kerangka kultural (buana), adalah kesadaran untuk menjaga harmonisasi dari kehidupan dunia atas segala sesuatu yang membuat mahluk itu hidup dalam kenyaman relatifnya

B. Implementasi di Koperasi Wanita

Untuk implementasi penanman nilai TTB dilakukan pada kelompok usaha wanita dengan mempehatikan dinamika di era inovasi berbeda dari yang telah ada (disrupsi inovasi). Disrupsi saat ini ditandai dengan hadirnya berbagai inovasi, teknologi, platform, dan juga model bisnis yang baru. Penetapan koperasi sebagai pilihan kelompok usaha didasari oleh pertimbangkan, antara lain.

Pertama. Pengembangan (development) anggota, yang juga pada dasarnya adalah pelaku UMKM, adalah tugas utama koperasi. Sebagaimana dikemukan dalam enam prinsip pokok (Abrahamsen, 1976,3), antara lain “education of members, advisors, employees, and the public at large”. Anggota merupakan indikator penting dalam filosofis organisasi, anggota berperan ganda (dual identity), yakni sebagai pemilik sekaligus pelanggan. Hal ini sebagaimana diungkap Roy (1981), Abrahamsen (1976,5), Munkner (1985), Ropke (1989) dan Chukwu (1990).

Kedua. Pendidikan dan pelatihan oleh gerakan koperasi dalam rangka members promotion lebih banyak sejauh ini mengembangkan strategi pembelajaran langsung atau Ekpositori. Dengan menggunakan prosuder sebagaimana disarankan oleh Louis Genci (1966). Ke depan strategi itu harus diubah setidak-tidaknya memadukan dua strategi, yakni Pembelajaran jarak Jauh (Distance Learning) yang dipadukan dengan strategi Pembelajaran di luar kelas (Outboud learning). Pembelajaran jarak Jauh (Distance Learning) memiliki orientasi meningkatkan pengetahuan tentang strategi bisnis baru, dengan memperkenalkan inovasi; melalui sistem intruksional. Sedangkan Pembelajaran di luar kelas (Outboud learning) dengan oreintasi pada upaya meningkatkan motivasi, Mengasah aktivitas fisik dan

(8)

mental, serta kreativitas; dengan memanfaatkan lokasi di luar ruangan. Kedua strategi ini harus padu dalam sebuah model transformasi yang sepadan.

Sedang pemilihan kelompok UMKM wanita sebagai pelaku usaha, didasari oleh pemikiran bahwa kelompokmusaha wanita memiliki posisi strategis. Antara lain karena posisi budaya (patriarkhi) dan posisi sosialnya, cenderung memiliki inetreleasi yang lebih kuat terhadap norma dan budaya. Berdasarkan data sensus ekonomi tahun 2016, jumlah wanita usia produktif berada pada jumlahan 85 juta jiwa. Bila saja 10% dari mereka menjadi anggota koperasi, maka akan ada 8,5 juta anggota koperasi. Jumlah ini berarti besar bagi upaya memecahkan persoalan kemiskinan ini di Indonesia.

Maka ada dua manfaat bila usaha anggota koperasi wanita dikembangkan, dengan pendekatan budaya khususnya nilai TTB. yakni.

Pertama, bila data di atas dikembangkan maka koperasi wanita nasional akan memiliki aset sebesar Rp68 triliun. Malahan bila diasumsikan sama dengan Kopwantera Bekasi, koperasi wanita di lingkungan sebuah perumahan, yang asetnya mencapai 4,5 Miliar di tahun 2016. Maka secara nasional asset kelompok ini bisa mencapai angka di atas 100 Triliun rupiah. Sebuah angka yang besar untuk ekonomi nasional. Di AS pengusaha perempuan mampu mempekerjakan kurang lebih 9,2 juta orang dengan omzet penjualan mencapai $1,15 triliun per tahun. Jumlah itu meningkat 37% diantara tahun 1997 dan 2002 (Ane Stuart dalam Zimmerer 2005).

Kedua, pengembangan koperasi meniscayakan hadirnya jutaan “guru” koperasi (ekonomi etik) karena perannya di rumah yang siap mendidik kader muda koperasi dalam memahami ekonomi konstitusi yang kita cita-citakan. Saat ini pembelajaran ekonomi di persekolahan sudah jauh dari ekonomi konstitusi (pasal 33 UUD 1945), dan sudah tersisihkan oleh pembelajaran dengan mainstream ekonomi pasar. Yang akhirnya membuat ekonomi nasional ditandai oleh kesenjangan yang kian melebar.

Persoalan mendasar pada kelompok penggiat kopwan ini adalah pada rendahnya keterampilan usaha yang berawal dari rendahnya karakter

(9)

berwirausaha. Pendidikan dan pelatihan bagi anggota koperasi wanita, yang saat ini diselenggarakan baik oleh gerakan melalui Lapenkop (Lembaga Pendididikan dan Pelatihan Perkoperasian)2 maupun melalui Balatkop (Balai Latihan Perkoperasian)3 menghadapi persoalan, antara lain, keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para anggota untuk mengikuti pelatihan di suatu tempat dan waktu tertentu. Keadaan itu yang menyebabkan pendidikan dan pelatihan berjalan kurang optimal.

Berdasarkana hasil uji coba implementasi TTB pada kelompok ini ditemukan beberapa hal, yakni:

1. Diklat koperasi konvensional hanya menekankan pada proses penanaman, nilai, sikap, kompetensi, keterampilan, pembiasaan perilaku, dan serta tanggung jawab berdasarkan standar yang ditetapkan oleh pelaku perkoperasian (Rully Indrawan, 2015)4, akan lebih bermakna bila didasari oleh nilai TTB yang berakar pada tradisi dan mengikuti dinamika yang terjadi pada masanya.

2. Dibutuhkan kesiapan instruktur yang benar-benar memahami nilai TTB beserta pengembangan dalam kasus-kasus bisnis. Berkaitan dengan proses transfromasi membutuhkan instruktur dengan kesiapan penguasan strategi dan modelpembelajaran yang efektif.

3. Kebutuhan terhadap media pembelajaran berbasis teknologi akan lebih mendukung penerapan dan pemahanan nilai TTB. Teknologi informasi berkembang bukan saja sebagai alat, tapi juga sebagai isi dari nilai. Keadaan ini sesuai dengan fenomena munculnya gelombang disruption. Keadaan ini didukung oleh pendapat Ahmad Bambang (2017) dalam bukunya d'Gil! Marketing: Think Like There Is No Box - CRAZY Method to succeed in The Disrupted. Penggunaan Webex dalam uji coba mengurangi biaya operasional dan membuat lebih efisien dan cocok digunakan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan dalam koperasi khususnya pada Kelompok UMKM wanita anggota koperasi wanita di Jawa Barat. 2Lapenkop, adalah lembaga di bawah Dekopin khususnya Bidang Sumberdaya Manusia dan Pengkajian. 3Balatkop ada di setiap provinsi di bawah pembinaan pemerintah provinsi. 4Pendidikan Koperasi: Membutuhkan Koreksi Metodologi dan Substansi. Makalah pada Diskusi ADOKOP

(10)

C. Respon Pelaku Usaha

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap peserta diklat .Pengembangan model transformasi nilai tri tangtu di buana berbasis teknologi informasi dalam mendukung pembentukan karakter berwirausaha, berangkat dari fakta, bahwa (1) Budaya lokal bisa menjadi sumber budaya perusahaan yang bisa mencerminkan isi dan kinerja dari perusahaan; (2) Pemanfaatan teknologi informasi dalam proses transformasi, dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas yang lebih baik (disruption); (3) penggiat kopwan adalah pelaku bisnis strategis dalam membangun ekonomi nasional. Dengan demikian, penelitian ini penting artinya dalam mendukung peningkatan daya saing SDM maupun daya saing usaha dalam negeri dalam kancah persaingan global melalui langkah disrupsi. Namun ada beberapa kandala yang dihadapi setidak-tidaknya dapat dikatagorikan jawabannya, antara lain terbatasnya jumlah buku pegangan, lemahnya instruktur dalam penguasaan strategi pembelajaran, masih terbatasnya pengalaman dalam melaksanakan pembelajaran TI, dan waktu yang tersdia masih dirasakan kurang. Kesimpulan

1. Entrepreneurship pada dasarnya adalah sosok yang identik dengan karakter rama (satria) dalam konsep TTB dengan karakter nilai, yakni cepat menanggapi peluang, siap menanggung resiko, kreatif, mandiri, dan tidak cepat putus asa. Karakter tersebut pada dasanya dapat dibentuk melalui program pelatihan yang dilakukan dalam kelompok. Untuk perkuatan business life cycle, konsep TTB melihat pola relasi manusia dengan tiga pemikiran, yakni (a) hubungan personal (raga/salira), (b) hubungan struktural (nagara), dan (c) hubungan dengan kultural (buana).

2. Konsep TTB dapat diimplemenatasikan dalam proses transformasi usaha kelompok berbentuk koperasi dikalangan wanita. Dukungan TI sangat membantu dalam menghadapi masalah yang dihadapi oleh pelaku usaha wanita kelompok koperasi.

(11)

3. Ada seperangkat kendala yang harus dihadapi untuk menyempurnakan implementasi transformasi pda kelompok yang lebih luas dengan kecenderungan budaya yang berbeda. Daftar Pustaka Abrahamsen., (1976), Cooperative Business Enterprises, Mc Graw Hill book company, New York Bemmelen, Sita (ed)., (1992). Women and Mediation in Indonesia. KITL V Press. Birdsall, N. and W.P. McGreevey, (1983), Women, poverty, and development in Buvinic, M., M. A. Lycette and W.P. McGeevey (editors) (1983), Women and Poverty in the Third World, Johns Hopkins University Press, Baltimore, MD, USA; also Popkin, B.M. and E.Z.Bisgrove (1988), Urbanization and nutrition in low-income countries, Food and Nutrition Bulletin Vol.10, No.1. Endang Caturwati (2012), Konsep Tri Tangtu dalam Budaya Sunda. Institut Budaya Indonesia. Bandung. Hanel, (1985). Basic aspect of cooperative organization and polies for their Promotion in Developing countries. Marburg-UNPA Bandung. Hofstede.G. (1983), Cultural Pitfalls for Dutch Expatriates in Indonesia, Twijnstra Gudde International Management Consutans, Deventer Netherland. Rully Indrawan (2010), Ekonomi Koperasi, Idielogi, Teori, dan Praktik Berkoperasi. IKOPIN Press. Bandung. --- & Yaniawati, P. (2016), Metodologi Penelitian, Kuantitatif, Kualitatif, Campuran untuk Manajemen, Pendidikan, dan Pembangunan. Refika Aditama, Bandung. ...(2012). “Pengaruh E-Learning untuk Meningkatkan Daya Matematik

Mahasiswa”. Cakrawala Pendidikan. November 2012, Th. XXXI, No.3, 381-393. Wilantara,R.F (2016), Strategi dan Kebijakan Pengembangan UMKM. Rafika Aditam,

Bandung

Referensi

Dokumen terkait

2.4 Cek    lis    uji    praktik    dibuat sesuai      klasifikasi   dan kualifikasi .. 2.5   Formulir asesmen dipersiapkan 2.6 Rancangan 

Dalam rangka menyesuaikan dengan kepentingan masyarakat, maka penyusunan Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak cukup dilakukan oleh lembaga-lembaga formal dari

Dengan metode latihan fartlek akan mempunyai dampak dalam proses belajar pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang dapat menempatkan siswa menjadi fokus dari

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil belajar fisika yang signifikan antara siswa yang diajar dengan Strategi peer lesson dengan

Wilayah kajian dalam penelitian ini membahas mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran

20 Urusan Wajib Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian Organisasi : 1. 12

[r]

[r]