• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN JAMU KE DALAM AIR MINUM TERHADAP PREFERENSI KONSUMEN DAN MUTU KARKAS AYAM BURAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN JAMU KE DALAM AIR MINUM TERHADAP PREFERENSI KONSUMEN DAN MUTU KARKAS AYAM BURAS"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN JAMU KE DALAM AIR MINUM

TERHADAP PREFERENSI KONSUMEN DAN MUTU KARKAS

AYAM BURAS

B. BAKRIE1, D. ANDAYANI1, M. YANIS1 dan D. ZAINUDDIN2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta 2

Balai Penelitian Ternak Ciawi, PO Box 221 Bogor 16002

ABSTRACT

Effect of Jamu Addition Into Drinking Water on the Consumer Preference and Carcass Quality of Native Chicken

An investigation has been made to observe the effect of jamu addition into drinking water on consumer preference and carcass quality of native chickens. A total of 600 unsexed day old chicks (DOC) were used and reared by 6 farmers, using a completely randomized design with two treatments (Control vs Jamu), consisted of 50 DOC per treatment. The chicken were reared for a 12 weeks period until they have reached an average body weight of 1,0 kg. Then 10 chickens from each treatment were slaughtered to obtain data on the carcass percentage, nutritional contents of breast and leg meats as well as consumers preference of the carcass. It was found that carcass percentage of chicken receiving Jamu was higher than the Control, but there was no significant different in the percentage of carcass portions and its cuttings. The tenderness and fat content of the breast meat were similar, however the tenderness of the leg meat with Jamu was less, together with the reduction in its fat content. Contents of water, ash, protein, cholesterol and antibiotics residue in the meat, were also similar for both groups of chicken. It was discovered from the organoleptic test that the Jamu caused an improvement in the preference by consumers on the appearance and colour of the carcass, but the preference on the odour was the same as for the Control.

Keywords: Jamu, consumer preference, carcass quality, native chicken

PENDAHULUAN

Ayam buras merupakan komoditas andalan dan mempunyai masa depan yang cukup menjanjikan, baik secara ekonomi maupun sosial, karena ayam buras mampu mensuplai kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi berupa daging dan telur. Jenis produk yang dihasilkan tersebut dapat memenuhi kebutuhan konsumsi semua lapisan masyarakat dengan harga yang relatif lebih tinggi daripada produk ayam ras. Ayam buras juga mempunyai daya serap pasar yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal, khususnya untuk konsumsi bagi penduduk di wilayah DKI Jakarta. Usaha peternakan ayam buras hingga kini masih diminati sebagian warga masyarakat yang berada di wilayah Kotamadya Jakarta selatan dan Jakarta timur. Menurut data dari BPS (2002), jumlah ternak ayam buras yang terdapat di seluruh wilayah DKI Jakarta adalah sebanyak 110.512 ekor, dimana 40,4% dari populasi tersebut berada di wilayah Jakarta Selatan dan 22,5% di Jakarta Timur. Umumnya pemeliharaan ayam buras pada kedua wilayah tersebut dilakukan secara intensif yaitu dengan jalan menempatkan ayam yang dipelihara di dalam kandang secara terus-menerus.

Selain faktor pakan, ternak ayam sangat peka terhadap lingkungan, sehingga diperlukan kondisi

tradisional Indonesia sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan tambahan (feed supplement) dalam ransum ayam buras dan mempunyai potensi sebagai obat yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh ayam terhadap serangan penyakit serta untuk memperbaiki mutu daging/karkas ayam.

Suatu formula larutan jamu yang terbuat dari berbagai campuran bahan tanaman obat tradisional telah dikembangkan oleh salah seorang peternak ayam buras di Jakarta selatan. Menurut pengamatan peternak yang telah menggunakan jamu tersebut, diperoleh hasil bahwa pertumbuhan dan kesehatan ayam menjadi lebih baik, ayam menjadi jarang terserang penyakit, aroma daging dan telur menjadi tidak amis, warna kuning telur menjadi lebih kemerahan dibandingkan dengan ayam yang tidak diberi jamu, bahkan kotoran ayam menjadi tidak mempunyai bau menyengat (ZAINUDDIN dan WAKRADIHARDJA, 2001).

Walaupun penggunaan jamu ini telah dilakukan semenjak empat tahun yang lalu, namun belum pernah dilakukan pengujian secara ilmiah tentang efektivitasnya terhadap mutu daging/karkas ayam buras potong. Untuk maksud tersebut, maka telah dilakukan kegiatan penelitian ini dengan tujuan utama untuk mengetahui pengaruh pemberiaan jamu tersebut melalui air minum terhadap preferensi konsumen dan mutu

(2)

_____________________________________________________________________________________________

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan bekerjasama dengan 6 orang peternak anggota Kelompok Peternak Satria Jaya di Kelurahan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, menggunakan sebanyak 600 ekor anak ayam buras berumur satu hari (DOC) tanpa pemisahan jenis kelamin (unsexed). Masing - masing peternak memelihara sebanyak 100 ekor ayam. Pengkajian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua macam perlakuan yang masing -masing terdiri dari 50 ekor ayam. Kedua kelompok perlakuan tersebut adalah sebagai berikut: a) tanpa penggunaan jamu (kelompok kontrol), dan b) dengan penambahan jamu melalui air minum (kelompok jamu).

Semua anak ayam dari kelompok perlakuan yang sama ditempatkan dalam satu kandang yang dilengkapi dengan alat pemanas sampai berumur 6 minggu. Setelah itu ayam dipindahkan ke dalam kandang baterai bertingkat tiga yang terbuat dari bambu, masing-masing kandang diisi dengan dua ekor ayam. Setiap kandang berukuran panjang 30 cm, lebar 25 cm dan tinggi 44 cm, sedangkan setiap tingkat kandang terdiri dari sepuluh buah kandang.

Untuk pencegahan penyakit dilakukan vaksinasi tetelo atau ND terhadap semua ayam pada umur 1 hari melalui tetes mata dengan dosis sesuai dengan yang tertera pada kemasan vaksin yang digunakan. Setelah itu vaksinasi dilakukan lagi pada umur 6 hari melalui penyuntikan di bawah kulit (subcutan) dan diulang lagi pada umur 12 hari melalui tetes mulut.

Pakan dibuat dari bahan yang tersedia secara lokal dengan kandungan gizi dihitung berdasarkan hasil

analisis di laboratorium dan disusun berdasarkan ketentuan NRC (1984). Semua bahan tersebut merupakan bahan yang biasa digunakan oleh peternak pembuat jamu yang dipakai dalam kegiatan ini. Pakan dengan kandungan protein kasar sebesar 20,8% digunakan pada masa Starter (umur 0-3 minggu), sedangkan pada masa Grower (umur 4-12 minggu) digunakan pakan dengan kandungan protein kasar sebesar 17,4%. Semua jenis pakan mempunyai kandungan energi metabolis yang sama yaitu sekitar 2700-2900 kkal/kg (Tabel 1). Pakan dan air minum tersebut disediakan secara tidak terbatas (ad libitum) dan diberikan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari.

Komposisi larutan jamu yang digunakan berupa bahan obat tradisional terdiri dari 1,0 kg kencur, 1,0 kg bawang putih, 0,5 kg jahe, 0,5 kg lengkuas, 0,5 kg kunyit, 0,5 kg temulawak, 0,25 kg daun sirih dan 0,25 kg kulit kayu manis. Semua bahan tersebut dipotong-potong dan dihaluskan. dengan blender, lalu disaring dan diambil cairan atau ekstraknya kemudian ditempatkan dalam drum plastik berukuran 50 liter. Setelah itu ditambahkan molases atau tetes tebu dan larutan probiotik (M-Bio) masing-masing sebanyak 1 liter lalu diencerkan dengan air bersih sampai campuran tersebut menjadi berjumlah 40 liter. Kemudian drum ditutup rapat dan semua bahan difermentasikan selama 6 hari, namun tutup drum selalu dibuka setiap hari selama lebih kurang 5 menit untuk mengaduk cairan jamu yang sedang difermentasikan. Sebelum diberikan kepada ayam, jamu tersebut diencerkan terlebih dahulu dengan air bersih, yaitu setiap 30 ml jamu diencerkan menjadi berjumlah 1 liter (WAKRADIHARDJA, 2002).

Tabel 1. Komposisi dan kandungan gizi bahan pakan dalam dua jenis ransum yang digunakan selama penelitian

Bahan pakan Starter (0–3 minggu) Grower (4–12 minggu)

Jagung (%) 59,87 57,88 Dedak (%) 10,98 16,97 Bungkil kedelai (%) 11,98 9,98 Tepung ikan (%) 6,99 4,49 Tepung daging (%) 6,99 4,49 Tepung tulang (%) 2,00 2,00 Grit (%) - 2,99 Mineral (%) 1,00 1,00

Tepung temu lawak (%) 0,20 0,20

Total (%) 100,00 100,00

Kandungan gizi

Energi metabolis (kkal/kg) 2.936 2.819

Protein (%) 20,85 17,44

Kalsium (%) 1,18 1,05

(3)

Ayam dipelihara selama 12 minggu berturut-turut yaitu sampai setelah ayam mencapai bobot badan rata-rata sekitar 0,9–1,0 kg. Setelah itu dilakukan analisis karkas ayam melalui pemotongan sebanyak 10 ekor ayam untuk setiap kelompok perlakuan dari masing-masing peternak. Ayam yang dipotong adalah berupa ayam jantan dengan bobot badan yang sera gam, yaitu rata-rata sekitar 1,0 kg. Setelah dipotong lalu ditimbang bobot karkas dan bagian-bagiannya (dada, paha, punggung dan sayap), dan bobot hasil ikutan karkas (kepala, leher, kaki, hati dan rempela). Persentase bobot karkas dan hasil ikutan karkas dihitung berdasarkan bobot hidup, sedangkan persentase bobot bagian - bagian karkas dihitung berdasarkan bobot karkas.

Semua daging dada dan paha dikirim ke Laboratorium Pasca Panen, Balai Penelitian Ternak Ciawi, untuk dilakukan analisis terhadap kandungan gizinya, meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan kolesterol. Penentuan kandungan gizi tersebut dilakukan berdasarkan metoda AOAC (1980). Selain itu juga dilakukan pengukuran tingkat keempukan daging pada sampel daging yang sama dengan menggunakan alat pengukur keempukan daging atau Penetrometer.

Selanjutnya dilakukan uji organoleptik, yaitu untuk mengetahui tingkat preferensi atau kesukaan konsumen terhadap karkas ayam, dengan pemotongan masing-masing dua ekor ayam dari setiap kelompok perlakuan. Uji tingkat kesukaan ini dilakukan oleh sebanyak 20 orang panelis dengan menggunakan skala hedonik: sangat suka, suka, kurang suka dan tidak suka; kemudian hasil yang diperoleh dikonversikan ke dalam skala numerik, yaitu masing-masing menjadi angka 4, 3, 2 dan 1 (LARMOND, 1970; SOEKARTO, 1985).

Analisis data dari semua parameter yang diukur dilakukan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) untuk mengetahui adanya perbedaan antar perlakuan. Apabila hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan, maka dilanjutkan uji beda nyata terkecil (STEEL dan TORRIE, 1980).

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase dan mutu gizi karkas

Pemberian jamu terbukti dapat meningkatkan persentase karkas pada ayam buras, yaitu dari 64,0% pada ayam kelompok Kontrol menjadi 68,1% pada kelompok Jamu (Tabel 2). Kemungkinan bahwa beberapa bahan yang digunakan dalam jamu dapat menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh ayam yang menyebabkan meningkatnya pembentukan bagian daging dan tulang pada ayam tersebut. Persentases karkas pada ayam yang diberi jamu hampir sama dengan yang dilaporkan oleh TRIYANTINI et al. (1997)

Tabel 2. Perbandingan persentase (%) karkas, bagian karkas

dan hasil ikutan karkas antara kelompok ayam kontrol dengan kelompok jamu*

Perlakuan Parameter** Kontrol Jamu Karkas 64,0a 68,1b Bagian karkas: Dada 21,5a 20,9a Paha 35,3a 34,8a Punggung 28,8a 29,8a Sayap 14,4a 14,8a

Hasil ikutan karkas:

Kepala 6,13a 6,71a

Leher 4,28a 4,63a

Kaki 4,73a 4,96a

Hati 3,62a 3,88a

Rempela 3,14a 3,30a

* Huruf dengan superskrip yang berbeda dalam satu baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) antar kedua perlakuan

** Persentase karkas dihitung terhadap bobot hidup, sedangkan persentase bagian karkas dan hasil ikutan karkas dihitung terhadap bobot karkas

Ayam yang dipelihara secara intensif mempunyai angka persentase karkas yang jauh lebih tinggi daripada ayam yang dipelihara secara tradisional. Hal ini sehubungan dengan ayam yang dipelihara secara intensif diberi pakan dengan jumlah yang mecukupi dengan mutu pakan yang jauh lebih baik dan tidak banyak bergerak karena selalu terkurung di dalam kandang. Sebagaimana yang dilaporkan oleh LEESON et al. (1996) bahwa pada broiler yang diberi pakan bergizi

tinggi pada umur 42 hari dapat menghasilkan persentase karkas berkisar antara 69,7–73,3%. Begitu juga persentase karkas itik jantan yang dipelihara tekurung dengan sumber pakan dan tingkat energi berbeda pada umur 9 minggu dapat mencapai 74,0–78,9% (SINURAT

et al., 1993).

Walaupun terdapat perbedaan dalam persentase karkas pada kedua kelompok ayam yang diamati, ternyata persentase bagian-bagian karkasnya tidak ada perbedaan. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan bobot karkas diiringi oleh perkembangan yang sama pada bagian - bagian karkas ayam tersebut. Selanjutnya juga tidak terdapat pengaruh pemberian jamu pada persentase hasil ikutan karkas, walaupun terlihat bahwa ada kecenderungan angka persentase yang lebih tinggi pada kelompok jamu (Tabel 2).

Persentase bagian hati dan rempela pada kelompok jamu diharapkan akan lebih besar daripada kelompok kontrol karena seharusnya dengan pemberian jamu akan menyebabkan terjadinya peningkatan metabolisme

(4)

_____________________________________________________________________________________________ terjadinya pembesaran organ tersebut. Namun

demikian, angka persentase hati dan rempela yang diperoleh dalam pengamatan ini lebih besar daripada ayam ras dan ayam buras yang dilaporkan oleh TRIYANTINI et al. (1997). Kemungkinan bahwa pemberian temulawak di dalam ransum pada kedua kelompok ayam menyebabkan peningkatan ukuran kedua organ tersebut.

Pemberian jamu tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap keempukan daging dada, namun menyebabkan peningkatan secara nyata pada keempukan daging paha (Tabel 3). Tingkat keempukan daging berhubungan erat dengan kandungan lemak dan aktivitas ternak, dimana daging dengan kadar lemak yang lebih tinggi akan lebih empuk dan pada ternak yang aktif bergerak akan terjadi peningkatan jumlah jaringan pengikat dalam daging yang mengakibatkan rendahnya nilai keempukan (GAMAN dan SHERRINGTON, 1981).

Dalam kegiatan ini kedua kelompok ayam dipelihara dalam kandang baterai sehingga sangat terbatas aktivitasnya, oleh sebab perbedaan dalam keempukan tidaklah berhubungan dengan aktivitas ternak. Akan tetapi lebih banyak berhubungan dengan kandungan lemak dalam daging, sebagaimana terlihat bahwa di dalam daging dada pada kedua kelompok ayam sama-sama tidak terdapat kandungan lemak, sehingga angka keempukan dagingnya juga tidak berbeda nyata. Sementara itu, pada daging paha terlihat bahwa daging paha kelompok kontrol mengandung kadar lemak yang lebih tinggi, sehingga menjadi lebih empuk daripada kelompok jamu.

Penurunan kandungan lemak yang walaupun juga mempengaruhi keempukan daging, untuk masa kini dan masa datang akan sangat menguntungkan konsumen karena daging yang mengandung lemak tinggi dapat menjadi berbahaya bagi kesehatan manusia. Oleh sebab itu daging ayam yang diberi jamu akan lebih disukai oleh konsumen.

Angka keempukan yang diperoleh dalam kegiatan ini jauh lebih rendah daripada keempukan daging dada dan paha pada ayam ras (rataan 51,3 kg/detik), ayam buras (42,1 kg/detik), itik (35,6 kg/detik) dan entok (37,8 kg/detik) yang dilaporkan oleh TRIYANTINI (1997). Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya penambahan temulawak di dalam ransum ayam dalam pengkajian ini dan dengan penggunaan temulawak dan kunyit sebagai pembuat/bahan jamu menyebabkan penurunan kandungan lemak dan keempukan daging paha ayam kelompok Jamu.

Temulawak dan kunyit mengandung senyawa kurkuminoid yang dapat merangsang produksi dan sekresi cairan empedu serta sekresi lipase pankreas ke dalam duodenum untuk penyerapan lemak serta ekskresi kolesterol melalui feses (SOEBIANTORO, 1985; SUNARYO et al., 1985; OZAKI dan LIANG, 1988; HUSSAIN dan CHANDRASEKHARA, 1993; PUASTUTI, 2001). Oleh sebab itu dengan terdapatnya bahan ini dalam ransum ternak maka ekskresi kolesterol ke dalam feses juga meningkat pada kedua kelomp ok ternak, sehingga kandungan kolesterol tidak berbeda nyata pada kedua kelompok ayam, yaitu 1,05 mg/100 ml untuk kelompok kontrol dan 1,14 mg/100 ml untuk kelompok jamu. Terlihat bahwa penambahan temulawak dan kunyit di dalam jamu tidak mengakibatkan peningkatan lebih lanjut sekresi kolesterol pada kelompok jamu.

Penggunaan jamu tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap kandungan air, abu dan protein pada daging dada dan paha ayam yang diamati. Kualitas daging ayam dalam pengkajian termasuk cukup bagus, yaitu diperlihatkan oleh kandungan protein yang tidak berbeda dengan ayam ras dan ayam buras yang pernah dilaporkan oleh peneliti lain, yaitu sekitar 20–23% (SMITH dan FLETCHER, 1988; SUSANTI, 1991; TRIYANTINI et al.,1997).

Tabel 3. Perbandingan tingkat keempukan, kandungan gizi dan kolesterol pada daging dada dan paha antara ayam dengan

perlakuan kontrol dan jamu

Bagian karkas Keempukan (kg/detik) Air (%) Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Kolesterol (mg/100 ml) Dada Kontrol 33,9a 74,3a 1,13a 23,2a 0 1,09a Jamu 28,1a 74,1a 0,80a 23,1a 0 1,18a Paha Kontrol 31,3a 75,5a 1,05a 20,2a 1,70a 1,00a Jamu 23,5b 75,2a 0,94a 20,8a 0,65b 1,11a

Huruf dengan superskrip yang berbeda dalam satu kolom dan parameter yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) antar kedua perlakuan

(5)

Preferensi konsumen

Hasil uji organoleptik yang dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan tingkat kesukaan atau preferensi konsumen terhadap karkas ayam yang diberi jamu dibandingkan dengan karkas ayam Kontrol dapat dilihat pada Tabel 4. Ternyata bahwa pemberian jamu menyebabkan peningkatan kesukaan konsumen terutama dalam hal penampakan/bentuk dan warna karkas yang dihasilkan, namun konsumen merasa bahwa aroma karkas tidak berbeda dengan ayam yang tidak diberi jamu. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian jamu mengakibatkan perobahan dalam penampilan/bentuk dan warna karkas sehingga menjadi lebih disukai oleh konsumen. Kemungkinan bahwa jamu yang digunakan mengakibatkan proporsi pembentukan daging dan tulang pada karkas menjadi lebih sempurna sekaligus juga menyebabkan lebih sempurnanya pendistribusian darah ke seluruh bagian sel-sel di dalam daging, sehingga daging terlihat tidak terlalu pucat tapi lebih agak kemerah - merahan.

Tabel 4. Perbandingan nilai hasil uji organoleptik antara

karkas ayam dengan perlakuan kontrol dan jamu Perlakuan Parameter Kontrol Jamu Penampakan/bentuk 2,55a 3,38b Warna 2,36a 3,15b Aroma/bau 2,92a 3,03a

Huruf dengan superskrip yang berbeda dalam satu baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,01) antar kedua perlakuan.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Persentase karkas ayam meningkat akibat penggunaan jamu, namun tidak berpengaruh pada persentase bagian - bagian dan hasil ikutan karkas. 2. Daging paha ayam yang diberi jamu menjadi

kurang empuk seiring dengan menurunnya kandungan lemak akibat meningkatnya penyerapan lemak.

3. Penampakan/bentuk dan warna karkas ayam menjadi lebih disukai oleh konsumen akibat pemberian jamu, sedangkan aroma karkas tidak berbeda dengan ayam Kontrol.

4. Masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang dosis dan cara pemberian (lewat pakan atau air minum) yang lebih efektif, sebelum dapat diberikan rekomendasi tentang penggunaan jamu yang tepat untuk ayam buras.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1980. Methods of Chemical Analyses. Association of Official Analytical Chemists. Washington, D.C. BP S. 2002. Jakarta dalam Angka. Badan Pusat Statistik

Propinsi DKI Jakarta.

GAMAN, P.M. dan K.B. Sherrington. 1981. The Science of Food. Pergamon Press. Oxford.

HUSSAIN, M.S. dan N. CHANDRASEKHARA. 1993. Influence of Curcumin and Capsaicin on cholesterol gallstone induction in Hamsters and Mice. Nutr.Res. 14 (10): 1561–1574.

LARMOND, E. 1970. Methods for Sensory Evaluation of Food. Food Research Institute, Central Experimental Farm. Ottawa. Canada.

LEESON, S., L. Caston dan J.D. Summers. 1996. Broiler response to energy and protein dilution in the finisher diet. Poult. Sci. 75: 522–528.

NRC. 1994. Nutrient Requirement for Poultry. National Research Council. Washington, D.C. USA.

OZAKI, Y. dan D.B. LIANG. 1988. Cholagogig action of the essential oils obtained from Curcuma xanthorrhiza Roxb. Shoyaku zasshi. 24 (4): 257–263.

PUASTUTI, W. 2001. Pengaruh pemberian Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dan minyak kelapa dalam ransum terhadap kadar lemak dan kolesterol telur. Prosidings Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. 17 – 18 September 2001. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. hlm.: 609–614. SINURAT, A.P., MIFTAH dan T. PASARIBU. 1993. Pengaruh

sumber dan tingkat energi ransum terhadap penampilan itik jantan lokal. Ilmu dan Peternakan. 6: 20–24. SMITH, D.P. and D.L. FLETCHER. 1988. Compositional and

biochemical variation within broiler breast muscle subjected to different processing methods. Poult. Sci. 67: 1702–1707.

SOEBIANTORO, W. 1985. Penelitian pendahuluan tentang

hepatotoksitas Temulawak (Curcuma javanica) pada ayam. Laporan Penelitian. Universitas Brawijaya, Malang. hlm.: 1–13.

SOEKARTO, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri

Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

STEEL, R.G.D. and J.H. TORRIE. 1980. Principle and Procedure of Statistics. Second Edition. Mc. Graw Hill, New York.

SUNARYO, H., S.P. EDIYANTO, W. DJATMIKO dan A.H. FUAT. 1985. Pengaruh pemberian Kurkuminoid (Curcuma domestica val) terhadap kadar kolesterol HDL serum tikus putih (Rattus nevergious). Prosidings Simposium Nasional Temulawak. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. Bandung. hlm.: 132–138.

(6)

_____________________________________________________________________________________________ SUSANTI, S. 1991. Perbedaan Karakteristik Fisikokimiawi dan

Histologi Daging Sapi dan Daging Ayam. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. TRIYANTINI., ABUBAKAR., I.A.K. BINTANG dan T.

ANTAWIDJAJA. 1997. Studi komparatif preferensi, mutu

dan gizi beberapa jenis daging unggas. JITV. 2(3): 157– 163.

WAKRADIHARDJA, E. 2002. Pelatihan agribisnis ayam

kampung akrab lingkungan. Pusat Pelatihan Penyuluhan Pertanian Swadaya (P4S) Eka Jaya. Jakarta.

ZAINUDDIN, D. dan E. WAKRADIHARDJA. 2001. Racikan ramuan tanaman obat dalam bentuk larutan jamu dapat meningkatkan kesehatan hewan serta produktivitas ternak ayam buras. Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XIX. April 2001. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Bagaimana konversi pakan dan amoniak kotoran ternaknya ?

2. Apakah keberadaan jamu p ada kegiatan ini tidak terjadi konfounded dengan zat lainnya (bioplus) ?

Jawab:

Dalam penelitian ini angka konversi pakan belum diukur karena penelitian ini dilakukan oleh petani. Dosis disepakati bersama, sementara petani seingatnya saja. Untuk penelitian dalam air minum. Kotoran tidak bau. Tidak melakukan perlakuan apa-apa, hanya mengukur yang ada di masyarakat.

Gambar

Tabel 1. Komposisi dan kandungan gizi bahan pakan dalam dua jenis ransum yang digunakan selama penelitian
Tabel 2.  Perbandingan persentase (%) karkas, bagian karkas  dan hasil ikutan  karkas antara kelompok ayam  kontrol dengan kelompok jamu*
Tabel 3. Perbandingan tingkat keempukan, kandungan gizi dan kolesterol pada daging dada dan paha antara ayam dengan  perlakuan kontrol dan jamu
Tabel 4. Perbandingan nilai hasil uji organoleptik antara  karkas ayam dengan perlakuan kontrol dan jamu

Referensi

Dokumen terkait

Pas foto berwarna ukuran 4X6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dengan warna latar belakang biru bagi yang memiliki tahun kelahiran genap dan warna latar belakang merah bagi

oleh karena itu, setiap perusahaan perlu memikirkan bagai mana cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan sumber daya manusia agar dapat mendorong kemajuan

(1) Setiap Badan Usaha yang menyelenggarakan kegiatan pembangunan dan pengoperasian Menara Telekomunikasi Bersama wajib memiliki Izin Pengusahaan Menara Telekomunikasi Bersama

Selain itu, masyarakat wajib patuh terhadap ketentuan pencatatan pekawinan dan tidak perlu lagi memisah-misah (mendikotomikan) kepatuhan terhadap agama dan undang-undang

Setelah pada bagian sebelumnya dipresentasikan jejak-jejak ajaran Kant tentang pendidikan moral dalam sejumlah karya filsafatnya, bagian ini akan mencoba menyimpulkan arti

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa faktor umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah penghasilan, tipe rumah dan pengalaman menghadapi bencana longsor mempunyai

Program tersebut berperan dalam peningkatan kondisi kesehatan lansia yang mana dapat dikatakan dalam kondisi sehat dan tidak terdapat keluhan penyakit yang terlalu serius,

tertutupi dengan kebahagian merawat tanaman dan saat panen raya tiba akan menjadi bonus karena dari hasil kerja keras subjek dapat membahagiakan serta memenuhi kebutuhan