• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panduan Operasional. Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit. Panduan Fasilitasi Pemantapan AMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Panduan Operasional. Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan Ibu dan Bayi Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit. Panduan Fasilitasi Pemantapan AMP"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

Panduan Operasional

Panduan Fasilitasi

Pemantapan AMP

Panduan

Operasional

Panduan

Alat Pantau

Sistem Jejaring Rujukan

Kegawatdaruratan

Ibu dan Bayi Baru Lahir

Puskesmas - Rumah Sakit

(2)
(3)

Panduan Operasional

Sistem Jejaring Rujukan

Kegawatdaruratan

Ibu dan Bayi Baru Lahir

Puskesmas - Rumah Sakit

(4)
(5)

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang B. Definisi

C. Tujuan Umum dan Khusus D. Dasar Hukum

II KERANgKA PIKIR KEgAwAtDARURAtAN IbU DAN NEONAtUs

A. Rujukan Medis

B. Sistim Rujukan Efektif, Efisien dan Berkeadilan C. Alur Rujukan

D. Tatakelola yang baik

III PENgORgANIsAsIAN

A. Pernyataan Kerja-sama jejaring Sistem Rujukan B. Peran Kelompok Kerja Medis dan Non-Medis

IV PELAyANAN RUjUKAN KEgAwAtDARURAtAN IbU DAN bAyI bARU LAHIR (NEONAtUs)

A. Pra Rujukan

1. Promosi Tanda Bahaya

2. P4K (Program Persiapan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi) 3. Kelas Ibu dan Bapak

4. Pemanfaatan Buku KIA 5. PWS-KIA (elektronik)

DAFtAR

(6)

B. Pelayanan Rujukan 1. Komponen Rujukan

a. Komponen Tanda Bahaya b. Komponen Stabilisasi c. Komponen Konseling d. Komponen Komunikasi e. Komponen Pengantar f. Komponen Transportasi g. Komponen Peralatan dan Obat h. Komponen SOP Pelayanan 2. Paket Persiapan Rujukan

C. Fasilitas Pelayanan Kegawat-daruratan Ibu dan BBL (Neonatus) 1. PPGDN Pelayanan Dasar

2. Puskesmas PONED 3. Rumah Sakit PONEK

V MONItORINg DAN EVALUAsI

A. Alat Pantau Kinerja Jejaring Sistim Rujukan B. AMP (Audit Maternal dan Perinatal) C. Mekanisme Umpan Balik

VI PENUtUP

(7)

AMP : Audit Maternal Perinatal AKI : Angka Kematian Ibu AKB : Angka Kematian Bayi AKN : Angka Kematian Neonatal APN : Asuhan Persalinan Normal BBL : Bayi Baru Lahir

BDD : Bidan Di Desa BPS : Bidan Praktek Swasta

GIS : Geografic Information System

HPP : Hemorrage Post Partum

JAMPERSAL : Jaminan Persalinan

LKBK : Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan MDGs : Millenium Development Goals

MPS : Making Pregnancy Saver PEB : Pre Eklamsi Berat

PMK : Penanganan Metoda Kanguru POKJA : Kelompok Kerja

P4K : Program Persiapan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi PK : Perjanjian Kerjasama

POLINDES : Pondok Bersalin Desa

PONED : Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar PONEK : Pelayanan Obstetri Emergensi Komprehensif POSKESDES : Pos Kesehatan Desa

PPGDON : Program Penanganan Gawat Darurat Obstetri dan Neonatal RSIA : Rumah Sakit Ibu dan Anak

RPJMN : Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional RTI : Reseach Triangle Institute

Tabulin : Tabungan Ibu Bersalin

TIK : Teknologi Informasi Komunikasi SDKI : Survei Demografi Kesehatan Indonesia SEKDA : Sekretariat Daerah

UGD : Unit Gawat Darurat

DAFtAR

(8)

Ibu

Ibu hamil, bersalin, dan masa nifas (ibu yang telah melahirkan sampai dengan masa 42 hari).

bayi baru lahir

Bayi baru lahir umur 0 – 7 hari.

Neonatus

Bayi umur 0 – 28 hari.

Kegawatdaruratan

Kondisi ibu hamil, bersalin, dan nifas serta bayi baru lahir dengan komplikasi/ penyulit yang menyertai atau diperberat oleh kehamilan, persalinan, dan nifas.

sistem rujukan

Penyelenggaraan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggungjawab secara timbal balik baik vertikal maupun horisontal, struktural, dan fungsional terhadap suatu penyakit, masalah kesehatan ataupun permasalahan kesehatan.

Forum Masyarakat Madani

Wadah atau arena untuk perluasan partisipasi masyarakat dalam pelayanan KIA.

tata kelola/governance

Penerapan tatakelola yang baik.

tata kelola klinis

Penerapan tata kelola yang baik dalam pelayanan medis sesuai standar, manajemen resiko, keterbukaan, pendidikan dan pelatihan, audit klinis, efektivitas klinis,

penelitian dan pengembangan.

PPgDON

Pelayanan Penanganan Gawat darurat Obstetri dan Neonatal di tingkat pelayanan bidan/perawat.

PONED

DAFtAR

(9)

Angka Kematian Ibu

Angka yang menunjukkan rasio kematian ibu hamil, bersalin, dan nifas yang diakibatkan oleh penyebab langsung maupun tidak langsung kecuali kecelakaan.

Angka Kematian bayi

Angka yang menunjukkan rasio kematian bayi baru lahir yang diakibatkan oleh penyebab langsung maupun tidak langsung kecuali kecelakaan.

(10)

Pedoman Kemenkes RI yang dioperasionalkan

1. Pedoman dan Modul APN

2. Pedoman dan Modul RS PONEK

3. Pedoman dan Modul Puskesmas PONED

4. Pedoman PPGDON

5. Pedoman PWS-KIA dan Perangkat Lunak/Software Kartini

6. Pedoman Kemitraan Bidan dan Dukun

7. Pedoman P4K (Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan

Komplikasi

8. Pedoman AMP

9. Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan, Persalinan

dan Nifas (Kementerian Kesehatan 2011)

10. Pedoman Kelas Ibu dan Anak dan Lembar Balik

Panduan Operasional jejaring sistem Rujukan

Kegawat-daruratan Ibu dan Neonatal

1. Alat Pantau Kinerja dilengkapi dengan Panduan Operasional

Jejaring Sistem Rujukan Kegawat-daruratan Ibu dan BBL/

Neonatal

2. Pedoman Teknis Civikus Indeks

3. Pedoman Teknis Forum Masyarakat Madani

4. Buku Saku Motivator KIA 2012

5. Pedoman Teknis POKJA

6. Pedoman Teknis PK (Perjanjian Kerjasama)

7. Pedoman Teknis Maklumat Pelayanan

8. Padoman teknis Monitoring Pelayanan

9. Pedoman Implementasi SIJARIEMAS

(11)

Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir (BBL)/Neonatus di Indonesia memperlihatkan Angka Kematian Ibu 359/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian BBL 19/1000 kelahiran hidup pada SDKI 2012 yang lalu.

Untuk mencapai target MDGs pada tahun 2015 yaitu 102/100.000 kelahiran hidup, masih diperlukan akselerasi kegiatan agar target AKI yang berada diluar jalur dan AKN yang cenderung stagnan dapat dicapai. Berbagai kebijakan dan program telah disiapkan dan diimplementasikan selama ini, baik program lama maupun yang baru diluncurkan, tentunya membutuhkan kerja keras berbagai pihak pengelola program dan sektor untuk secara bersama sama saling berkoordinasi dalam menjalankannya.

Program EMAS (Expanding Maternal Neonatal Survival) bantuan USAID diluncurkan pemerintah Indonesia di 6 Provinsi (Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan) sejak dari tahun 2011-2016. Program ini didukung oleh 5 Institusi Mitra yaitu JHPIEGO, Save the

Children, Research Triangle Institute, Muhammadiyah dan Lembaga Kesehatan

Budi Kemuliaan secara terpadu.

Salah satu keluaran dari Program EMAS yaitu berfungsinya Sistem Rujukan Kegawat-daruratan Ibu dan BBL (Neonatal) yang efektif, efisien dan berkeadilan di semua kabupaten yang di fasilitasi yaitu 10-30 kabupaten selama 5 tahun, agar kematian ibu dan BBL (Neonatus) dapat dicegah sebanyak-banyaknya. Hasil

(12)

Kajian awal di 10 kabupaten tahun I memperlihatkan adanya ketidakselarasan pelayanan rujukan antar fasilitas dan belum memadainya implementasi berbagai program pelayanan Ibu dan BBL (Neonatus) di lapangan yang seyogianyanya berjalan beriringan dan terpadu. Hal ini mengakibatkan keluaran dan dampak yang diharapkan masih belum memadai.

Melalui Program EMAS diupayakan suatu pendekatan komprehensif dan terpadu, didukung dengan sistem tatakelola (governance), teknologi informasi komunikasi terkini, alat monitoring dan evaluasi untuk memfungsikan semua progam terkait dengan Pelayanan Kegawatdaruratan Ibu dan BBL (Neonatus) dengan memanfaatkan Alat Pantau Kinerja Jejaring Sistim Rujukan dengan disertai Pedoman Operasional yang terpadu dan komprehensif serta dilengkapi dengan semua Pedoman Teknis terkait untuk mencapainya.

(13)

Bagian 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia masih cukup memprihatinkan terlebih apabila dibandingkan dengan negara tetangga di Asia. Data terakhir yang ada yaitu AKI dan AKB dari SDKI (Survei Demografi Kesehatan Indonesia) tahun 2012. AKI berada pada posisi 359/100.000 kelahiran hidup dan AKB ada di 34/1000 kelahiran hidup. Angka ini lebih memprihatinkan apabila dilihat dari jumlah riil kematian ibu dan bayi. Kematian bayi, khususnya komponen neonatus memberi kontribusi kematian yang cukup besar yaitu kurang lebih sebesar 40% dan komponen ini sangat terkait dengan pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas.

Situasi ini membuat program Kesehatan Ibu dan Bayi harus melaksanakan upaya akselerasi dalam pelayanan persalinan dan komplikasinya karena hampir semua ibu hamil sudah bertemu dengan tenaga kesehatan pada saat mereka mendapatkan pelayanan antenatal pertama kali. Angka capaian tahun 2011 menunjukkan Kunjungan Pertama Antenatal (K1) mencapai 95%. Sayangnya belum semua ibu tersebut mendapatkan pelayanan Antenatal berkualitas, mengingat angka kunjungan antenatal minimal 4 kali (K4) lebih kecil yaitu 89% dan bahkan belum semua mendapatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil (Pn. 84%), serta masih cukup banyak yang melahirkan dirumah. Hal ini cukup memprihatinkan padahal pemerintah telah meluncurkan program dengan tujuan “universal coverage” yang artinya pelayanan persalinan bagi semua ibu hamil.

(14)

Walaupun demikian, telah makin banyak persalinan di tolong di fasilitas kesehatan mulai dari Poskesdes/Polindes, BPS (Bidan Praktek Swasta), Puskesmas, Rumah Sakit Ibu dan Anak maupun Rumah Sakit Umum baik pemerintah maupun swasta yang berdampak terdorongnya kematian ke tingkat RS.

Selayaknya kematian ibu dan bayi dapat dicegah sebanyak mungkin, namun pada kenyataannya angka menunjukkan bahwa kematian menurun sangat lambat dan data menunjukkan bahwa semakin banyak kematian terjadi di rumah sakit, bahkan di beberapa provinsi jumlah tersebut sangat meningkat, walau- pun mungkin merupakan rujukan tidak berkualitas. Hal ini dapat diakibatkan karena pelayanan di tingkat institusi pelayanan belum prima ataupun terjadi keterlambatan pelayanan rujukan ibu dan BBL/neonatus yang mengakibatkan sangat terlambat pula ketibaan ibu/BBL/neonatus di fasilitas pelayanan rujukan.

Di Indonesia sudah sangat dikenal istilah “3 terlambat” yang menjadi penyebab kematian ibu dan neonatal yaitu terlambat pengambilan keputusan di tingkat keluarga, terlambat mencapai fasilitas pelayanan dan terlambat mendapat pertolongan di tingkat fasilitas.

Oleh sebab itu untuk mengatasi “3 terlambat” tersebut di atas, perlu disiapkan suatu jejaring sistem pelayanan rujukan kegawatdaruratan termasuk persiapan keluarga ibu hamil/BBL/Neonatus di tingkat keluarga, masyarakat baik dari segi sosial ekonomi, pendidikan, budaya, agama sampai ke tingkat pelayanan dasar bidan di desa, Bidan Praktek Swasta, Puskesmas, praktik dokter, pelayanan rujukan primer, sekunder dan tersier bila diperlukan.

Panduan Operasional ini dimanfaatkan oleh Penanggung Jawab Lintas Program dan Sektor Kabupaten/Kota terkait dalam penanganan kegawatdaruratan Ibu dan bayi Baru Lahir/neonatus untuk memfokuskan pada bagaimana upaya peningkatan kinerja jejaring sistim rujukan kegawatdaruratan (memanfaatkan Alat Pantau Kinerja) di suatu kabupaten/kota dimulai dari membangun jaringan rujukan, persiapan masyarakat, fasilitas-fasilitas rujukan yang akuntabel yang akan dapat berfungsi dengan efektif, efisien dan berkeadilan secara terpadu.

B. Definisi

(15)

dari tingkat pelayanan dengan kompetensi terendah sampai tertinggi secara berkolaborasi.

C. tujuan

tujuan Umum

Tersedianya jejaring sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan ibu dan BBL/ neonatus yang berfungsi secara efektif, efisien dan berkeadilan.

tujuan Khusus

• Membangun jejaring pelayanan sistem rujukan ibu dan BBL/neonatus yang berfungsi secara efektif, efisien dan berkesinambungan.

• Memerankan organisasi penanganan pelayanan jejaring sistem rujukan (POKJA Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan) sebagai pengawal.

• Menata mekanisme sesuai alur pelayanan rujukan penanganan kegawat-daruratan.

• Memanfaatkan berbagai panduan teknis dan alat yang tersedia (KIA, Tatakelola, TIK, Pemberdayaan Ormas dan lain-lain.)

• Melaksanakan sistem monitoring dan evaluasi agar pelayanan dalam jejaring rujukan gawat darurat akuntabel.

• Memanfaatkan alat pantau kinerja untuk meningkatkan kinerja jejaring sistem rujukan secara berkesinambungan.

D. Dasar Hukum

Beberapa dasar hukum terkait, yaitu:

1. UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 3. UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. 4. UU No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. 5. UU No. 11 tahun 2008 tentang Telekomunikasi.

6. Permenkes RI No. 1464 tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktek Bidan.

7. PP terkait Kesehatan Ibu dan Bayi. 8. PERDA Terkait Kesehatan Ibu dan Bayi.

(16)
(17)

Bagian II

KERANgKA PIKIR

RUjUKAN

KEgAwAtDARURAtAN

IbU & bAyI

bARU LAHIR

Rujukan Kegawatdaruratan Ibu dan BBL (Neonatus) membutuhkan suatu jejaring rujukan medis antar fasilitas yang perlu dimantapkan.

Di dalam Undang Undang No. 46 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rujukan tidak hanya terdapat dibidang kegawatdaruratan tetapi juga rujukan perorangan dan kesehatan masyarakat lainnya. Dalam Panduan ini, tidak semua jenis rujukan dimanfaatkan di dalam kerangka pikir.

Untuk membangun dan memfungsikan suatu jejaring sistem rujukan kegawat-daruratan yang efektif, efisien dan berkeadilan maka di kembangkan 4 (empat) pola pikir yang saling berkaitan dan menunjang agar sistem dapat beroperasi secara komprehensif dan terpadu.

Ke empat pola pikir yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

A. Rujukan Medis

B. Sistem Rujukan Efektif, Efisien, dan Berkeadilan C. Mekanisme Alur Rujukan

(18)

A. Rujukan Medis

Rujukan Medis sesuai Undang Undang Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 merupakan kegiatan rujukan yang berkaitan dengan urusan medis dan dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Rujukan Kasus

Rujukan kasus merupakan rujukan yang berkaitan dengan kasus yang dialami klien dalam hal ini komplikasi ibu dan bayi baru lahir/neonatus.

2. Rujukan Laboratorium

Rujukan bahan laboratorium yang berkaitan dengan kebutuhan diagnosa komplikasi ibu dan bayi baru lahir/neonatus.

3. Rujukan Ilmu

Rujukan ilmu pengetahuan diantara tenaga kesehatan

dalam rangka peningkatan pengetahuan penanganan komplikasi ibu dan bayi baru lahir/neonatus dimana pihak yang lebih kompeten akan memberikan ilmu sesuai kebutuhan dan kewenangan.

B. Sistem Rujukan Efektif, Efisien, dan Berkeadilan

Sistem rujukan dibangun dengan membuat jejaring antar fasilitas dan pemangku kepentingan agar pelayanan rujukan kegawat-daruratan ibu dan BBL/Neonatus dapat menjadi efektif, efisien dan berkeadilan.

Terdapat dua prinsip yang perlu diperhatikan agar dapat dihasilkan suatu sistem jejaring pelayanan rujukan yang efektif, efisien dan berkeadilan, yaitu:

1. Kolaborasi

(19)

1. Prinsip Kolaborasi

Mengingat Sistem Kesehatan Nasional di Indonesia berjenjang dari tingkat kompetensi terendah di tingkat bidan di desa atau Bidan Praktik Swasta sampai tingkat tertinggi yaitu Rumah Sakit tersier yang melibatkan pelayanan sektor pemerintah maupun swasta serta mempunyai tingkat kewenangan yang berbeda maka prinsip kolaborasi antar fasilitas yang berbeda tersebut menjadi sangat penting khususnya bagi komplikasi Ibu dan BBL (Neonatus) yang merupakan keadaan gawat darurat. Sangat penting pula untuk bersama-sama memahami peran dokter spesialis di Kabupaten/jejaring rujukan sebagai pembina fungsional dalam kolaborasi ini. Kolaborasi antar fasilitas baik publik maupun swasta diharapkan akan membentuk suatu jejaring sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan ibu dan bayi baru lahir/neonatus di dalam suatu wilayah tertentu misalnya suatu kabupaten atau kota tertentu.

Dengan kolaborasi jejaring pelayanan seperti tersebut diatas maka di suatu wilayah dengan minimal 500.000 penduduk, sejalan dengan strategi Making

Pregnancy Saver (MPS) yang diterapkan di Indonesia, maka kematian ibu dan

bayi dapat dicegah lebih 70%. Sisa 20-25% merupakan kontribusi dari Program Keluarga Berencana (KB).

Hal ini telah diakomodasi dalam RPJMN dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan yang tertera dalam Permendagri/Permenkes yang keluar setiap tahunnya dan terdiri dari:

(20)

• Pelayanan ibu hamil, bayi dan KB.

• Pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil.

• Penyediaan pelayanan PONED minimal di 4 puskesmas perawatan terpilih dan Rumah Sakit PONEK.

Panduan Operasional Pelayanan Jejaring Sistem Rujukan Kegawatdaruratan Ibu dan Bayi Baru Lahir (Neonatus) Puskesmas - Rumah Sakit

Merupakan kewajiban minimal yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah setempat bagi pemenuhan hak kesehatan rakyatnya.

Di tingkat Kabupaten/Kota terdapat 3 tingkat kemampuan pelayanan kegawat-daruratan ibu dan bayi baru lahir seperti yang terlihat pada gambar di halaman sebelumnya, yaitu:

1. Rumah Sakit PONEK (Pedoman RS PONEK dan RSIA) 2. Puskesmas PONED (Pedoman Puskesmas PONED)

3. Bidan di Desa atau BPS yang mampu memberikan PPGDON (Pedoman PPGDON).

2. Pertukaran Informasi

Agar dapat terbangun suatu jejaring sistem rujukan yang efektif dan efisien, maka antar pemberi layanan di semua fasilitas yang telah berjejaring seyogianya harus terjadi suatu pertukaran informasi yang tepat dan sama.

Hal ini harus secara berkesinambungan disosialisasikan agar semua pemberi layanan dalam suatu jaringan bisa saling berkomunikasi dengan baik, tepat sasaran karena memiliki informasi dan pemahaman yang sama.

Pertukaran informasi bisa berbentuk media cetak berupa surat, pedoman, leaflet, poster, buku saku maupun elektronik berupa SMS, email, atau dalam pertemuan, magang, pembinaan, pelatihan dan lain-lain.

(21)

C. Mekanisme dan Alur Pelayanan Rujukan (Persiapan, Pelaksanaan, Pemantauan)

(22)

D. tata Kelola yang baik (Good Governance)

Tata kelola yang baik mengusung prinsip akuntabel, transparan, partisipasi berbagai pihak. Dengan adanya tata kelola yang baik, maka lingkungan untuk berfungsinya suatu jejaring sistem rujukan akan terbangun dan diharapkan dapat berfungsi dengan efektif, efisien dan berkeadilan.

Berbagai “alat” tata kelola dikenal dan dapat dimanfaatkan untuk tujuan di atas:

1. Perjanjian Kerjasama (PK) Antar Fasilitas

PK bertujuan membangun jejaring pelayanan rujukan antar berbagai macam fasilitas publik maupun swasta dari berbagai jenjang pelayanan yang selaras dan saling berkolaborasi serta berkoordinasi. Karena inti dari PK adalah membangun jejaring sistem rujukan maka sebelum PK ditandatangani, lakukan terlebih dahulu penataan dan penyepakatan minimal ke-7 kebutuhan inti proses rujukan sebagai berikut yaitu:

a). Mekanisme rujukan antar pemberi layanan dan fasilitas. b). Alur rujukan setempat termasuk fasilitas swasta. c). Alur data, kewajiban melaporkan dan audit kematian.

d). Pemetaan tugas dan fungsi masing masing fasilitas yang berjejaring. e). Pembinaan klinis dan manajemen dalam jaringan.

f ). Mekanisme pembiayaan jaminan social setempat.

g). Mekanisme dan cara berkomunikasi. (lihat Bab II untuk rincian kegiatan dan Pedoman Teknis PK Program EMAS 2012)

2. POKjA jejaring sistem Rujukan Kegawatdaruratan, tIK, tatakelola dan Peran serta Masyarakat

POKJA bertujuan membantu pemerintah dalam mengawal berfungsinya jejaring sistem rujukan yang akan mengacu pada akselerasi penurunan kematian ibu dan BBL (Neonatus) dalam mencapai “zero tolerance” kematian. (Lihat Bab II dan No. 1-6 Pedoman Teknis POKJA).

3. Forum Masyarakat Madan (FMM)

FMM bertujuan membantu masyarakat sipil untuk mencapai hak atas pelayanan kesehatan yang berkualitas. (Pedoman Teknis FMM Program EMAS 2012).

4. Maklumat Pelayanan

(23)

5. Kartu Laporan warga

Merupakan alat yang dapat dimanfaatkan FMM. Bertujuan untuk memantau atau mendukung agar fasilitas dapat berfungsi sesuai dengan kebutuhan rakyat dan janji yang telah disepakati pada Maklumat Pelayanan. (Pedoman Teknis KLW Program EMAS 2012).

Selain itu bisa pula dipakai metoda lain, misalnya temu pelanggan bersama FMM dan fasilitas atau Diskusi Kelompok berupa Kelompok Pemantauan Kolaboratif (KPK) dan Pemantauan Bersama (PB) atau penelitian yang dilaksanakan FMM. (Pedoman Teknis Monitoring Pelayanan 2013).

6. Mekanisme Umpan balik

Ada beberapa macam cara dapat dipakai, antara lain kotak saran, “SMS Getaway”, dan unit pengaduan.

(24)
(25)

Bagian III

PENgORgANIsAsIAN

A. Pernyataan Kerja sama (PK) jejaring sistem Rujukan

1. Latar belakang

Sistem Kesehatan Nasional Indonesia melibatkan berbagai macam fasilitas dari tingkat pelayanan dasar sampai pelayanan rujukan tersier di tingkat rumah sakit. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir bahkan jauh sampai tingkat desa melalui Pos Kesehatan Desa (POSKESDES/POLINDES), Bidan Praktik Swasta dan Dokter praktik swasta. Hal ini berbeda dengan berbagai Negara dengan kematian ibu dan bayi yang rendah di beberapa tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand yang sudah mengandalkan rumah sakit sebagai satu-satunya tempat persalinan. Pertolongan gawat darurat tentunya akan mudah diberikan dalam penyelamatan ibu dan bayi.

Oleh sebab itu, semua pemberi pertolongan persalinan baik publik maupun swasta di suatu wilayah sangat perlu berada dalam suatu jejaring sistem rujukan yang solid agar dapat memberikan pelayanan gawat darurat secara efektif, efisien, dan berkeadilan.

Maka, jaringan sistim rujukan perlu di tata kelola, dengan menyepakati berbagai hal yang dibutuhkan untuk merujuk ibu dan bayi baru lahir/neonatus yang mengalami komplikasi dan dalam situasi gawat darurat. Selanjutnya setelah penataan dan kesepakatan dibuat maka dilakukan penandatanganan suatu Perjanjian Kerjasama (PK) antar semua fasilitas terkait termasuk fasilitas swasta.

(26)

2. tujuan Umum

Tertatanya jejaring sistem kegawatdaruratan ibu dan BBL/neonatus di suatu wilayah (kabupaten/kota, antar kabupaten/kota dan antar provinsi).

3. tujuan Khusus

a. Menata mekanisme rujukan dalam jejaring dari tingkat masyarakat sampai RS.

b. Menyepakati alur rujukan yang melibatkan institusi publik maupun swasta. c. Memetakan dan menyepakati tugas dan fungsi masing masing fasilitas

sesuai kewenangan.

d. Menyepakati mekanisme laporan termasuk kematian dan wajib melakukan audit.

e. Menyepakati metoda dan mekanisme komunikasi yang dibangun.

f. Menyepakati mekanisme pembiayaan jaminan sosial sesuai situasi setempat. g. Menyepakati mekanisme pembinaan klinis dan manajemen dalam jejaring.

4. Rincian Kesepakatan

a. Menata mekanisme rujukan dalam jejaring dari tingkat masyarakat sampai Rs.

Menata mekanisme/tatakelola rujukan antar fasilitas ditata bahkan bisa mengaitkan keluarga, kader dan dukun, BDD, BPS, Puskesmas, RS oleh penanggungjawab di Dinas Kesehatan, Tim RS, Organisasi Profesi terkait. Contoh: dukun tidak boleh menolong persalinan dan bermitra dengan bidan, Buku KIA wajib digunakan, P4K bagi semua ibu, merujuk harus distabilisasi oleh pelayanan dasar dan diantar, dan lain-lain.

b. Menyepakati alur rujukan yang kemungkinan melibatkan institusi publik maupun swasta.

Alur rujukan perlu diatur karena jejaring melibatkan semua institusi dengan beda kewenangan termasuk instusi swasta (perlu ditata dalam rangka menjamin pelayanan rujukan terakses dengan cepat) Alur perlu ditata sesuai fasilitas dan kebijakan yang ada di kabupaten/kota masing-masing.

(27)

Contoh:

c. Memetakan dan menyepakati tugas dan fungsi masing masing fasilitas sesuai kewenangan

Pemetaan kemampuan dan kewenangan diperlukan agar perujuk mengetahui dengan jelas kemana kasus harus dirujuk. Setiap kabupaten/ kota tentunya mempunyai peta kekuatan pelayanan KIA dimulai dari berapa jumlah dan di daerah mana dukun perlu dimitrakan, berapa bidan di desa dan Bidan Praktik Swasta atau klinik KIA atau Klinik spesialis berada, kemampuan gawat darurat apa dan oleh siapa kewenangan diberikan. Misalnya: Dukun tidak boleh menolong persalinan, BDD mampu apa, BPS mampu apa, Puskesmas A-D mampu apa, Puskesmas C-D, E mampu PONED, RS mampu PONEK mana saja.

Contoh, buat peta:

• Kekuatan BDD dan BPS mana yang mampu APN dan mana mampu PGDON atau semua mampu keduanya.

• Kekuatan Puskesmas mana mampu stabilisasi yang akan merujuk ke Puskesmas PONED.

• Rumah Sakit mana dengan kemampuan PONEK baik publik maupun swasta.

d. Menyepakati mekanisme laporan termasuk laporan kematian dalam 3x24 jam dan kewajiban melakukan audit.

Dalam rangka menghindari ketidaktepatan data cakupan pelayanan ibu dan BBL di wilayah setempat, maka perlu mekanisme pelaporan ditata, termasuk

(28)

laporan dari pelayanan swasta. Gambarkan alur laporan yang disepakati. Selain itu perlu diatur mekanisme laporan kematian dalam 3 x 24 jam yang segera akan dilakukan audit pada bulan berjalan, mengingat kasus yang sama dapat muncul kembali sebelum masalah diatasi.

e. Menyepakati metode dan mekanisme komunikasi yang dibangun.

Metode komunikasi di era modern sudah cukup canggih di Indonesia, Efektivitas dan efisiensi rujukan dapat memanfaatkan SMS, telpon, hot line, email, dan lain-lain. Maka, kabupaten/kota dapat menyepakati metode yang sesuai dan dapat dimanfaatkan di wilayah kerjanya. Kemampuan penyediaan sarana sesuai kemampuan telekomunikasi yang ada. Selain itu mekanisme komunikasi juga perlu diatur, siapa saja yang terlibat, cara komunikasi, dari mana kemana, biaya dan lain-lain.

f. Menyepakati mekanisme pembiayaan jaminan sosial yang disesuaikan dengan situasi setempat.

Setiap daerah mempunyai kebijakan pembiayaan jaminan yang berbeda.

Bagaimana mekanisme pembagian insentif bila rujukan ditangani oleh beberapa provider. Apakah kasus persalinan yang mendadak harus dirujuk ke RS atau puskesmas, siapa mendapat apa. Apakah transportasi, pengantar, keluarga dan darah tersedia bagi keluarga miskin, dan lain-lain.

g. Menyepakati mekanisme pembinaan klinis dan manajemen dalam jejaring.

Kabupaten diharapkan merencanakan bagaimana rencana pembinaan

dalam jejaringnya. Pembinaan dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk misalnya pendampingan, pelatihan, magang, pembinaan spesialis, learning,

teleconference, seminar, dan lain-lain. Bisa pula melibatkan organisasi

profesi, JNPK KR, institusi swasta, dll. Bagaimana pembiayaannya, siapa yang membiayai, dan lain-lain.

Pernyataan Kerja Sama akan ditandatangani setelah tata kelola diatur dan disepakati oleh semua jejaring fasilitas dan para pemangku kepentingan yang telah bersepakat untuk memberikan pelayanan rujukan kegawatdaruratan secara terpadu baik oleh institusi swasta maupun pemerintah sesuai dengan peran dan kewenangan serta sesuai dengan situasi setempat.

(29)

Kesepakatan dalam penataan jejaring sistem rujukan diatas dapat termuat dalam paragraf di PK atau dimuat sebagai lampiran.

Selain itu kesepakatan di daerah yang sudah ada yang berhubungan dengan rujukan bisa dipakai dan dilampirkan pula. Misalnya: apabila sudah ada kesepakatan penyediaan darah, SK pengaturan pelayanan dukun, Kerjasama dengan IBI dalam pelayanan BPS, dan lain-lain.

Contoh Perjanjian Kerja Sama (PK)

(perlu dilakukan penyesuaian di setiap daerah, karena penataan dan mekanisme

serta kesepatan pasti berbeda tergantung sarana dan prasarana yang ada, geografi, kultur, politik, sosial ekonomi, dan lain-lain)

(30)
(31)
(32)
(33)
(34)

b. Peran Kelompok Kerja Medis dan Non-Medis

PENgORgANIsAsIAN tINgKAt KAbUPAtEN

1. Latar belakang

Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir di Indonesia sudah menunjukkan penurunan yang cukup berarti selama dasawarsa terakhir, angka SDKI 201 menunjukkan AKI 359/100.000 kelahiran hidup dan AKN 34/1000 kelahiran hidup. Walaupun demikian, angka ini masih cukup jauh untuk dicapai dalam rangka pemenuhan target capaian MDGs tahun 2015 yaitu AKI sebesar 102/100.000 kelahiran hidup dan masih berada diluar jalur. Sedangkan untuk kematian bayi selama dasawarsa ini kurang menunjukkan penurunan walaupun masih di dalam jalur capaian target MDGs, sedangkan kematian neonatal khususnya bayi baru lahir memberikan kontribusi yang cukup besar.

Berbagai upaya strategis telah dilaksanakan termasuk pendekatan MPS (Making Pregnancy Saver) dimana dikenal tiga kunci utama yaitu persalinan oleh tenaga kesehatan terampil, penyediaan pelayanan kegawat-daruratan dan penyediaan pelayanan Keluarga Berencana. Sejauh ini pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil secara signifikan meningkat dan akan

meningkat terus mencapai 100% dengan adanya JAMPERSAL yang merupakan “universal coverage” bagi semua ibu hamil, bersalin dan nifas termasuk bayi baru lahir/neonatus. Keadaan ini selain menunjukkan kemajuan juga tetap memprihatinkan, mengingat JAMPERSAL belum dimanfaatkan secara maksimal dan kematian ibu dan bayi baru lahir/neonatus menurun tidak sesuai harapan.

Sejak tahun 2014, pemerintah mengimplementasikan sistem jaminan kesehatan menjadi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dengan semakin meningkatnya persalinan di fasilitas maka kematian ibu dan bayi baru lahir/neonatus bergeser ke fasilitas. Keadaan ini diasumsikan bahwa kemungkinan masih tetap terjadi ketiga keterlambatan penyebab kematian ibu dan bayi baru lahir/neonatus yaitu terlambat pengambilan keputusan di tingkat keluarga, keterlambatan mencapai fasilitas pelayanan dan keterlambatan dalam pelayanan di fasilitas. Keterlambatan ini sangat terkait erat dengan belum berfungsinya secara efektif, efisien jejaring sistem rujukan kegawatdaruratan kesehatan ibu dan bayi baru

(35)

sebab itu, maka Pemerintah Indonesia melalui bantuan USAID mengembangkan model Program “EMAS” Pemantapan Sistem Rujukan Kegawatdaruratan

Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir/Neonatus yang akan dibantu

implementasinya oleh Kemitraan 5 institusi yaitu JHPIEGO, Save the Children, RTI (Research Triangle Institute), Muhammadiyah dan LKBK (Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan).

POKjA PEMANtAPAN jEjARINg sIstEM RUjUKAN KEgAwAt-DARURAtAN IbU DAN bAyI bARU LAHIR (NEONAtUs)

Pokja ini akan bertugas melakukan:

• Analisis situasi sistem rujukan kegawat-daruratan kesehatan ibu dan bayi baru lahir

• Membuat rekomendasi pemecahan masalah dan usulan rencana kerja yang berasal dari permasalahan klinis mupun non klinis yang muncul dalam jejaring sistem rujukan.

• Melaksanakan pemantauan dan evaluasi kinerja jejaring sistem rujukan. • Menindaklanjuti masukan dari masyarakat melalui masukan Forum

(36)

CONTOH.

POKJA Pemantapan Jejaring Sistem Rujukan

(37)

Catatan:

POKJA bisa disesuaikan sesuai kebutuhan setempat, misalnya POKJA yang mengutamakan lintas stakeholder bisa disatukan sedangkan TIM teknis gawat darurat yang diharapkan bisa bertemu bulanan dalam mengatasi masalah secepatnya dapat menjadi tim adhoc dari POKJA.

Apabila jejaring sistim rujukan telah berfungsi dengan baik, ada kemungkinan peran POKJA bisa diambil alih oleh Dinas Kesehatan setempat.

(38)
(39)

Bagian IV

PELAyANAN RUjUKAN

KEgAwAtDARURAtAN

IbU & bbL/

NEONAtUs

A. Pelayanan Rujukan

Pelayanan rujukan dibawah ini dimanfaatkan oleh setiap tingkat pelayanan sesuai kewenangan masing masing untuk mempermudah operasional persiapan pelayanan. Semua standar pelayanan yang tertera dibawah ini mengacu pada standar pelayanan yang ada dan mengacu pada APN, PPGDON, PONED dan PONEK. Standar hanya dapat disesuaikan atau disepakati oleh Organisasi Profesi atau spesialis setempat dalam memberikan kewenangan pada pemberi layanan di bawahnya.

Cara memanfaatkannya adalah sebagai berikut:

Setiap tingkat pelayanan menggunting bagiannya dan ditempelkan di fasilitas masing masing sesuai kewenangannya. Misalnya Bidan di desa/BPS menggunting bagiannya dan tempelkan di Poskesdes/Polindes/Klinik BPS.

Tanda Bahaya dan Stabilisasi Pelayanan, alat obat dan SOP pelayanan di transportasi

(40)

Tanda Bahaya dan Stabilisasi Pelayanan, alat obat dan SOP pelayanan di transportasi

1. Komponen tanda bahaya

Tanda Bahaya selain yang diketahui ditingkat masyarakat, di tingkat pelayanan setiap jenjang pelayanan mempunyai “tanda bahaya” dimana keputusan merujuk harus diambil.

Tanda Bahaya untuk masing-masing kasus kegawatdaruratan.

tanda bahaya Komplikasi Maternal

(41)
(42)
(43)

2. Komponen stabilisasi

Komponen stabilisasi, merupakan komponen yang sangat penting bagi semua penolong komplikasi ibu dan BBL/neonatus dan harus dilaksanakan di setiap tingkat pelayanan dari mulai di tingkat BDD/BPS sebelum melaksanakan rujukan, karena berkontribusi dalam penyelamatan ibu dan BBL/Neonatus.

Setelah melaksanakan stabilisasi maka penolong persalinan atau BBL/neonatus harus mengantar kasus ke sasaran fasilitas rujukan dengan kemampuan diatasnya.

Persiapan stabilisasi ini perlu ditempel di dekat tempat pertolongan

dilaksanakan, agar pemberi layanan dapat dengan cepat dan tepat memberikan pertolongan stabilisasi bila tanda bahaya muncul.

(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)

Akhir dari suatu konseling yang berhasil maka akan ditandatangani inform consent.

Inform Consent Dan Penolakan Rujukan

Persetujuan atau penolakan pasien atas pelayanan yang akan diberikan perlu diketahui oleh petugas dan ada bukti tertulisnya dengan tujuan pasien diberi informasi yang benar dan akuntabel atas apa yang akan dilakukan pada dirinya. Format Inform consent tersedia di RS/Puskesmas masing masing (manfaatkan yang sudah ada). Inform consent/penolakan kalau tidak ada bisa dituliskan di status.

4. Komponen tenaga Pengantar Daftar jaga menurut kompetensi

Daftar Jaga tidak saja bagi mereka yang memberikan pelayanan di dalam gedung, tetapi juga bagi mereka yang harus mengantar pasien rujukan, sesuai dengan kemampuan, mengingat selama dalam perjalanan tetap perlu dilakukan pelayanan gawat darurat.

(52)
(53)

5. Komponen transportasi

Transportasi merupakan salah satu komponen penting dalam penanganan kasus rujukan kegawat-daruratan maternal dan neonatal (BBL).

Transportasi perlu disiapkan selama 24 jam mengingat waktu emas beberapa kasus sangat singkat, bahkan untuk perdarahan postpartum hanya 2 jam saja.

Guna ketersediaan transportasi 24 jam ada beberapa alternatif upaya yaitu:

a) Pemanfaatan ambulans 24 jam Puskesmas atau Rumah sakit

• Jadwal supir dan kendaraan (ambulans ataupun kendaraan lainnya) perlu dibuat setiap bulan baik di tingkat Rumah Sakit maupun Puskesmas. Kendaraan tidak bisa hanya satu, apabila hanya ada satu, maka perlu diupayakan mendata kendaraan yang ada dilingkungan, disepakati dan dijadwalkan. Karena apabila hanya satu kendaraan, apabila saat itu dipakai maka rujukan akan sulit dilakukan dengan tidak terlambat. Beberapa kendaraan yang bisa disepakati yaitu: mobil Kepala Puskesmas, ambulan pemadam kebakaran, mobil kecamatan, dan lain-lain.

• Ketersediaan bahan bakar telah disediakan oleh Puskesmas/RS.

• Biaya sesuai PERDA yang ada (gratis bagi gawat darurat, terlebih orang miskin dan rentan).

(54)

b) P4K dengan ambulans desa perlu disiapkan untuk tingkat desa Program ini perlu dilaksanakan mengingat letak geografi yang mungkin sulit dan memakan waktu yang cukup lama untuk mencapai fasilitas pelayanan yang dituju sehingga tidak dapat mengandalkan ambulan yang ada di puskesmas maupun di rumah sakit (Pedoman P4K).

“Ambulan desa” mungkin bukan merupakan ambulans yang telah diketahui selama ini tetapi kendaraan apa saja yang ada di tingkat desa bahkan kendaraan yang di tarik kuda atau kapal serta pesawat.

“Ambulans Desa tertera di dalam “stiker ibu hamil” dan berupa catatan yang ada di bidan di desa ataupun kepala desa dan di tempelkan di kantor desa, rumah kepala desa, bidan di desa.

(55)

6. Komponen Peralatan dan Obat

Peralatan dan obat yang perlu dibawa pada saat tenaga kesehatan mengantar kasus maternal atau neonatal sesuai tabel di bawah ini.

Peralatan dan obat ini harus selalu disediakan dan siap 24 jam di tempat layanan khususnya di UGD baik Puskesmas PONED maupun Puskesmas Perawatan ataupun Puskesmas TT serta Poskesdes/BPS. Hal ini akan mendukung kecepatan penanganan rujukan kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal (BBL)

(56)

7. Komponen sop Pelayanan

SOP Pelayanan yang dimaksud adalah SOP pada saat petugas kesehatan mengantar kasus gawat darurat ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.

(57)
(58)

SOP Pelayanan yang dimaksud adalah SOP pada saat petugas kesehatan mengantar kasus gawat darurat ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.

8. Komponen Komunikasi

Sistim pelayanan kesehatan di Indonesia berjenjang dari tingkat pelayanan di tingkat desa sampai di tingkat kabupaten/kota yaitu dari pelayanan di Poskesdes sampai Rumah Sakit tersier. Disetiap tingkat tersebut masing masing fasilitas mempunyai kemampuan dan kewenangan yang berbeda termasuk kategori jenis tenaga kesehatan antara lain bidan, perawat, dokter dan para spesialis terkait.

Agar rujukan dapat berjalan dengan baik maka sangat diperlukan adanya komunikasi antar fasilitas ataupun tenaga kesehatan yang berbeda dan fasilitas tersebut harus berkolaborasi dalam suatu jejaring pelayanan, khususnya dalam penanganan kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal (BBL).

Di era elektronik dimana komunikasi makin mudah terlebih dijangkau dengan makin meluasnya pemanfaatan telepon genggam, laptop, komputer, internet, media sosial, dll. maka rujukan kasus, laboratorium dan ilmu akan sangat terbantu di dalam proses penyelamatan ibu dan neonatal (BBL).

Komunikasi memperlancar dan meningkatkan kualitas sistim pelayanan rujukan kegawatdaruratan maternal dan neonatal (BBL).

(59)

Komunikasi merupakan salah satu komponen penting agar sistem rujukan dapat berfungsi dengan baik di suatu wilayah. Terlebih mengingat berbedanya kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan kegawatdaruratan yang ada.

Beberapa Komponen yang perlu disiapkan yaitu:

a. Manajemen KIA tingkat Kabupaten

Manajer KIA tingkat Kabupaten di Dinas Kesehatan perlu mengembangkan kebijakan, strategi, intervensi dan kegiatan jejaring sistem rujukan kegawat-daruratan maternal dan neonatal (BBL) agar kematian dan kesakitan dapat dicegah.

Untuk itu Dinas Kesehatan memerlukan situasi analisis program KIA yang di tentukan oleh adanya data data yang akurat baik data geografis, infrastruktur, ekonomi, sosial, budaya, pelayanan KIA dan program KIA.

Salah satu alat yang dapat dikembangkan untuk memetakan data-data diatas dengan akurat yaitu GIS (Geografic Information System). Dengan GIS maka lokasi dan kemampuan fasilitas termasuk tenaga dan sarana pendukung dapat diletakkan dengan lebih tepat dan terpantau secara berkesinambungan agar sistim rujukan dapat berjalan dengan efisien, efektif, serta berkeadilan.

Selain itu untuk mendukung pemantauan kegiatan pelayanan KIA dipakai sistim PWS-KIA.

b. Data KIA

Data KIA dimanfaatkan untuk pengelolaan program KIA melalui sistem PWS KIA. PWS KIA merupakan salah satu alat pantau jalannya program KIA di suatu wilayah. Pemantauan ini dilaksanakan di sesemua tingkat pemerintahan dari tingkat desa sampai provinsi bahkan pusat.

Dengan sistem ini semua ibu hamil dan BBL di suatu wilayah dapat terpantau baik yang mendapatkan pelayanan dari bidan, dokter maupun spesialis swasta maupun pemerintah dari:

• Sejak awal kehamilan dimana pelayanan antenatal diberikan.

• Tercatat kesehatannya dan terdeteksi apabila perlu dilakukan rujukan kasus berupa konsultasi.

• Rujukan penanganan persalinan dengan risiko ataupun penyulit terencana ataupun,

• Rujukan kegawatdaruratan. • Persalinan normal.

(60)

• Pelayanan KB. • Pelayanan nifas. • Pelayanan neonatal.

Data ini dicatat di dalam kohort ibu dan kohort bayi serta Buku KIA yang berada di tangan ibu hamil.

Selama ini PWS-KIA dilaksanakan secara manual, walaupun sejak tahun 2009 telah direformasi mengakomodasi pelayanan KIA terpadu dan tehnologi informasi kedalam bentuk software/perangkat lunak komputer dengan Nama PWS Kartini. Belum banyak kabupaten memanfaatkan software/ perangkat lunak ini mengingat di seluruh Indonesia baru tersedia pelayanan online di tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Puskesmas di Indonesia masih akan dikembangkan dalam tahun-tahun mendatang termasuk jaringan pelayanan di tingkat desa.

Untuk mempermudah bidan didesa dalam mencatat dan melaporkan

kegiatannya maka teknologi informasi dapat membantu proses PWS-KIA dari tingkat desa sehingga data ibu hamil dengan faktor resiko dan resiko tinggi dapat terdata dan dikenali di tingkat Puskesmas PONED ataupun RS PONEK jejaring rujukan maternal dan neonatal baik swasta maupun pemerintah melalui jejaring pelayanan ANC mulai dari tingkat desa.

Dukungan teknologi ini mempermudah mekanisme rujukan, baik rujukan konsultasi, rujukan terencana maupun rujukan gawat darurat.

(61)

Selain itu laporan dari Rumah Sakit dapat pula disampaikan dengan lebih cepat melalui SIM RS. Lengkapnya dapat dilihat pada Pedoman PWS-KIA (Kementerian Kesehatan RI 2010).

c. Komunikasi antar fasilitas dalam suatu sistim Rujukan

Pada saat terdapat kasus gawat darurat baik di tingkat masyarakat, bidan di desa, BPS, puskesmas, balkesmas, puskesmas PONED, dan Rumah Sakit pemerintah maupun swasta dalam suatu jejaring pelayanan sistem rujukan kegawatdaruratan maternal dan neonatal harus saling berkomunikasi dan berkonsultasi.

Adapun konsultasi bertujuan untuk mengetahui: • Saran Penanganan kasus.

• Kesiapan tempat tujuan PONED. • Kesiapan tempat tujuan RS PONEK. • Kesiapan ketersediaan darah. • Kesiapan administrasi pembiayaan. • Kesiapan transportasi.

(62)

Untuk ini semua pemberi layanan gawat darurat dalam suatu jejaring pelayanan akan tercantum identitas dalam suatu elektronik direktori pelayanan yang harus di jaga secara berkesinambungan keabsahannya oleh Dinas Kesehatan setempat. Semua pemberi layanan dalam suatu jejaring akan dapat saling berhubungan satu sama lain sesuai kebutuhan baik lewat SMS maupun telepon langsung (statis maupun mobile) atau melalui call

center/hotline.

tata cara konsultasi

Konsultasi sebaiknya dilakukan berjenjang dari masyarakat ke bidan di desa, BPS atau Puskesmas, ke Puskesmas PONED dan ke RS PONEK swasta maupun pemerintah.

Urutan konsultasi dapat meloncat alur apabila telah mendapat saran dari tingkat diatasnya sesuai alur rujukan yang ada. Contoh: bidan di desa dapat menghubungi spesialis setelah menghubungi bidan/dokter puskesmas PONED. Hal ini dapat disepakati di tingkat kabupaten.

d. Rujukan Ilmu

Rujukan ilmu perlu dilaksanakan agar semua pemberi layanan rujukan dapat memberikan pelayanan prima sesuai kemampuan dan kewenangannya agar rujukan gawat darurat dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

(63)

• Pembelajaran berbasis media sosial untuk standar dan manajemen layanan.

• Pembelajaran berbasis komunikasi konsultasi langsung (telepon statis atau telepon genggam) untuk rujukan kasus.

• Pembelajaran berbasis media elektronik bagi masyarakat tentang tanda bahaya dan pelayanan prima yang ada di dalam jejaring layanan. • Pembelajaran melalui teleconference.

e. Pemantapan Kualitas

Kualitas pelayanan prima harus selalu dijaga dan ditingkatkan agar keselamatan ibu hamil, bersalin. nifas dan neonatal dapat selamat dari kesakitan dan kematian.Oleh sebab itu semua kasus kematian maternal dan neonatal (BBL) harus melalui suatu Audit yang telah kita kenal dengan AMP (Audit Maternal dan Perinatal).

Agar Audit dapat berlangsung secara rutin dan berkesinambungan, efisien dan efektif, teknologi modern dapat membantu dalam proses AMP ini dari mulai pelaporan kematian sampai dengan kajian dan rekomendasi dan dapat disebut Elektronik AMP. (kegiatan ini akan dibahas di Bab selanjutnya).

f. Umpan balik

Suatu sistem agar dapat berjalan dengan baik tentunya memerlukan suatu sistim umpan balik.

Umpan balik dapat bermanfaat bagi: 1. Perbaikan kualitas pelayanan.

2. Penanganan atau pelayanan rujukan kembali setelah kasus dilayanai. 3. Perbaikan program.

4. Pemenuhan hak warga atas pelayanan prima.

Salah satu alat yang dapat dipakai yaitu:

sMs gateway

Mekanisme SMS Gateway adalah sebagai berikut: Setelah masyarakat mengetahui pelayanan prima yang diberikan oleh jejaring pelayanan sesuai maklumat pelayanan yang disepakati bersama masyarakat dan diumumkan, maka masalah atau apresiasi dapat disampaikan melalui SMS dengan nomor tertentu.

SMS akan dikompilasi oleh suatu institusi yang ditunjuk dan didistribusikan kepada para pemberi layanan dan penanggung jawab dan penentu

(64)

usulan perbaikan yang akan ditindak-lanjuti oleh para penanggung-jawab di dinas kesehatan,- dinas terkait, PEMDA ataupun organisasi profesi maupun masyarakat (Pedoman SMS Gateway Program EMAS 2012).

Komponen Rujukan Kembali

Komponen rujukan kembali merupakan bagian penting yang akan dapat menyelamatkan ibu dan bayi sepulang dari pelayanan gawat darurat di Puskesmas maupun rumah sakit.

Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan dalam rujukan kembali yaitu:

1. surat Rujukan Kembali

Mengisi atau membuat surat rujukan kembali kepada perujuk atau tingkat pelayanan di bawahnya sesuai kewenangan dan kompetensi yang diharapkan (puskesmas atau poskesdes dan lain-lain). Format rujukan terlampir di bawah ini

(65)

dapat berjalan berkesinambungan). Catatan: Buku KIA harus dibawa pada setiap pelayanan berkaitan dengan Jampersal ataupun Jamkesmas serta Jaminan Kesehatan lainnya.

3. Komunikasi Elektronik

Melakukan komunikasi kepada perujuk melalui SMS ( jaringan komunikasi yang ada).

4. Kelas Ibu bayi Rs

Kelas Ibu dan Bayi pada saat klien dirawat baik di rumah sakit maupun

di Puskesmas PONED. Kegiatan ini merupakan suatu kegiatan penting khususnya bagi kasus komplikasi mengingat neonatal sepulangnya dirawat dari rumah sakit ataupun puskesmas perlu mendapatkan perawatan yang khusus agar tidak terjatuh kembali ke kondisi gawat darurat yang lebih parah. Kegiatan ini mengacu pada Pedoman Kelas Ibu dan Bayi di RS Kementerian Kesehatan

Contoh Format Rujukan Kembali (Lampiran 2)

b. Paket Persiapan Rujukan

Paket Persiapan Rujukan dapat disiapkan dalam dua bentuk:

1. Sebuah kantong yang berisi semua kebutuhan persiapan rujukan untuk masing-masing kasus.

2. Tempel semua dokumen persiapan rujukan di dinding UGD atau tempat terdekat pelayanan gawat darurat dilaksanakan.

1. Metode Kantong

Untuk itu disiapkan 7 macam kantong yang masing-masing berisi: 1. Tanda Bahaya dan Respon time.

2. Cara stabilisasi.

3. Surat Rujukan dan Surat Rujukan kembali.

4. Materi Konseling dan Surat inform concent/penolakan rujukan. 5. Alat dan obat yang dibawa.

6. SOP pelayanan selama transportasi. 7. Cek Jaminan Kesehatan yang ada.

(66)

Petugas dapat mengecek ceklis yang tersedia dalam kantong.

Lemari Persiapan rujukan

Lemari diletakkan di UGD atau Ruang Pelayanan Kebidanan berisi: 1. Kantong-kantong Persiapan Rujukan Komplikasi (7 kantong). 2. Alat dan obat sesuai kebutuhan di atas.

3. Daftar Tenaga Pengantar bulan berjalan. 4. Daftar Kendaraan dan supir bulan berjalan.

(67)

2. Metode tempel

Tempelkan semua dokumen dekat tempat pelayanan dan troli gawat darurat serta peralatan dan obat yang harus dibawa.

Paket paket ini harus selalu tersedia disemua fasilitas dari mulai tingkat desa sampai puskesmas PONED. Cara penghitungan ketersediaan kantong disesuaikan dengan proyeksi kasus berdasarkan kasus tahun sebelumnya.

Isi kantong dapat di-down load dan di-print atau di fotokopi di setiap jenjang pelayanan.

(68)
(69)

C. Pra Rujukan

Puskesmas merupakan Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang memberikan pelayanan promotif, preventif, pengobatan dan rehabilitatif di wilayah kerja dan jajaran pelayanan. Agar pelaksanaan pra rujukan dapat berjalan dengan baik maka persiapan sudah harus disiapkan dari tingkat masyarakat.

Kegiatan yang disiapkan untuk dapat memberikan pelayanan kegawat-daruratan pelayanan ibu dan neonatal adalah sebagai berikut:

1. Promosi tanda bahaya

Tanda bahaya pada ibu hamil, bersalin dan nifas perlu di promosikan secara terus menerus dan diketahui di tingkat masyarakat agar dapat segera mencari pertolongan tenaga kesehatan ataupun fasilitas yang memadai agar dapat terselamatkan (Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas PONED ataupun RS PONEK).

Tanda bahaya ini menunjukkan ibu dan bayi dalam kandungan dalam bahaya. Gangguan bisa terjadi pada 15-20% dari jumlah ibu hamil, dan biasanya terjadi mendadak dan tidak dapat diprediksi sebelumnya.

Oleh sebab itu, ibu, suami, keluarga, kader dan masyarakat perlu mengetahui tanda bahaya ini, sehingga bisa menolong ibu dan bayi untuk segera mencari pertolongan ke tenaga/fasilitas kesehatan terdekat.

• Tanda Bahaya diajarkan melalui kader dengan Buku Pedoman Pengenalan Tanda Bahaya pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas (Kementerian

Kesehatan 2011)

• Tanda Bahaya diajarkan melalui Kelas Ibu dan Balita yang juga melibatkan para suami (Pedoman Kelas Ibu dan Anak dan Lembar Balik tersedia) dan dapat dipromosikan melalui media cetak, elektronik, dan media sosial. • Tanda Bahaya diperkenalkan melalui Forum Masyarakat Madani dengan

(70)

2. P4K (Program Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi)

Sebagai upaya percepatan penurunan AKI, “Menuju Persalinan yang Aman dan Selamat bagi Setiap Ibu” maka diperkenalkan Program P4K sejak tahun 2008 yang dimulai dengan Program Gerakan Sayang Ibu dan Suami Siaga pada tahun 2000.

Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan Desa SIAGA yang melaksanakan Pemantauan kesehatan ibu secara tepat melalui ANC yang berkualitas dan memanfaatkan stiker yang ditempel di setiap rumah ibu hamil agar ibu selamat dan bayi sehat.

Isi stiker:

• Nama Ibu hamil. • Taksiran Persalinan. • Penolong Persalinan. • Tempat Persalinan. • Pendamping Persalinan. • Transpor yang akan digunakan. • Calon-calon donor darah.

Dengan data dalam stiker, maka suami, keluarga, kader, dukun, masyarakat bersama tenaga kesehatan dapat memantau secara intensif keadaan dan perkembangan kesehatan ibu hamil, untuk mendapatkan pelayanan sesuai standar dari sejak hamil sehingga proses persalinan sampai nifas termasuk rujukannya bila terjadi dapat berjalan dengan baik dan tepat sehingga dapat dicegah kesakitan atau kematian ibu dan bayi baru lahir.

Tujuan

• Terdatanya ibu hamil dan terpasangnya Stiker P4K di rumah setiap ibu hamil.

• Adanya perencanaan persalinan dan pemakaian KB paska salin bagi pasangan tersebut dan disepakati bersama dengan petugas kesehatan/ penolong persalinan.

• Terjadinya pengambilan keputusan yang berlangsung dengan cepat dan tepat apabila terjadi komplikasi.

• Adanya dukungan masyarakat setempat dalam penanganan gawat darurat bila terjadi komplikasi.

(71)

3. Kelas Ibu Dan bapak

Selama masa Antenatal diharapkan ibu hamil dan suami mengikuti kelas ibu agar pasangan dapat memahami tentang kehamilan dan bagaimana persiapan untuk menghadapi persalinan agar selamat dan bayi lahir

dengan sehat. Setiap pasangan diharapkan bisa mengikuti 3 kali pertemuan kelompok dengan bidan agar dapat mendapatkan informasi tentang beberapa hal sebagai berikut:

Lengkapnya ada di Pedoman Kelas Ibu , CD dan Lembar Balik Kelas Ibu (Departemen Kesehatan RI 2009)

4. Pemanfaatan buku Kia

Buku KIA merupakan satu-satunya catatan yang dipegang oleh Ibu hamil dan

balita yang berisi semua catatan pelayanan dan informasi yang diperlukan bagi ibu hamil, suami, maupun keluarga.

Buku ini sudah dimanfaatkan di seluruh Indonesia dan didukung dengan adanya Permenkes No. tahun 2004 tentang Buku KIA.

Buku KIA wajib dipakai dalam memberikan pelayanan yang sesuai standar selain merupakan salah satu persyaratan yang akan dipakai pada saat ibu perlu penanganan rujukan termasuk biayanya apabila diperlukan (JUKNIS Jampersal 2012).

5. Pemantauan wilayah setempat (Pws-KIA)

PWS-KIA merupakan suatu alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Menurut definisi surveilans WHO, PWS-KIA dapat termasuk surveilans KIA.

(72)

PWS-KIA memantau pelayanan ibu hamil, bersalin, nifas dan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, BBL, BBL dengan komplikasi, bayi dan balita.

Proses PWS-KIA merupakan satu rangkaian dari mulai pengumpulan data, pengolahan, analisis dan intrepretasi data serta penyebaran informasi bagi yang membutuhkan.

Proses ini dapat dilakukan secara manual maupun elektronik. Lengkapnya dapat dilihat di Pedoman PWS-KIA (Kementerian Kesehatan RI tahun 2010) dan Software Kartini.

tujuan

Terpantaunya dan terjaganya mutu pelayanan KIA secara terus menerus di suatu wilayah kerja.

tujuan khusus

• Memantau secara individu melalui kohort.

• Memantau kemajuan pelayanan KIA dan cakupan indikator KIA secara teratur (bulanan) dan terus menerus.

• Menilai kesenjangan pelayanan KIA terhadap standar.

• Menentukan sasaran individu dan wilayah prioritas yang akan ditangani berdasarkan kesenjangan.

• Merencanakan tindak lanjut.

• Meningkatkan peran aparat setempat dalam penggerakan sasaran dan mobilisasi sumber dana.

• Meningkatkan peran serta dan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan KIA.

Pengelolaan Program KIA dan Indikator Pemantauannya.

Pengelolaan Program KIA diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:

a. Pelayanan ANC

Pelayanan sesuai Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) dilaksanakan di

semua fasilitas kesehatan dengan indikator Ki dan K4.

b. Pertolongan Persalinan

Pelayanan Pertolongan Persalinan oleh tenaga yang kompeten diarahkan ke fasilitas kesehatan dengan indikator Pn.

c. Pelayanan Nifas

(73)

e. Deteksi Dini

Deteksi Dini faktor resiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus baik oleh masyarakat dengan indikator jumlah ibu hamil, bersalin, nifas dengan faktor resiko dan komplikasi yang di deteksi oleh masyarakat.

f. Penanganan Komplikasi

Penanganan komplikasi baik pada ibu maupun neonatus diharapkan

mendapatkan pelayanan definitif baik di tingkat pelayanan dasar/PONED maupun rujukan/PONEK. Diperkirakan 15-20% ibu dan 15% Neonatus mengalami komplikasi dan kejadian ini kadang-kadang sulit diduga sebelumnya, oleh sebab itu semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi dapat terdeteksi dan tertangani dengan adekuat dengan indikator PK. Selain itu komplikasi Neonatus memerlukan pengetahuan penyakit dan kelainan neonatus.

g. Pelayanan Kesehatan bayi

Pelayanan diberikan bagi semua bayi usia 29 hari-12 bulan sesuai standar

di semua fasilitas kesehatan. Dengan indikator Kunjungan Bayi.

h. Pelayanan Anak balita

Pelayanan diberikan bagi semua bayi usia 12 -59 bulan sesuai standar di

semua fasilitas kesehatan. Dengan indikator Kunjungan Anak Balita.

i. Pelayanan Mtbs (Manajemen terpadu balita sakit)

Pelayanan terpadu Balita Sakit di fasilitas kesehatan sesuai standar

(Pedoman MTBS, Departemen Kesehatan RI tahun 2006)

j. Pelayanan Kb

Pelayanan KB berkualitas dilaksanakan sesuai standar dengan

menghormati hak individu dalam perencanaan kehamilan sehingga dapat berkontribusi dalam penurunan kematian ibu dan menurunkan tingkat fertilitas dengan indikator CPR (Contraceptive Prevalence Rate).

Catatan:

Indikator PK merupakan salah satu indikator penting berkaitan dengan keberhasilan penanganan kegawat-daruratan maternal dan neonatal di mana makin tinggi % makin baik ( jumlah diharapkan mendekati 20% ibu hamil dan 15% neonatal.

(74)
(75)

Bagian V

MONItORINg

DAN EVALUAsI

A. Alat Pantau Kinerja jejaring sistem Rujukan

Kegawatdaruratan Ibu Dan bbL/Neonatal.

Pemanfaatan alat pantau kinerja jejaring sistem rujukan kegawat-daruratan ibu dan neonatal melalui penyeliaan fasilitatif

Catatan: Alat Pantau Kinerja tidak merubah Pedoman Penyeliaan Fasilitatif KIA/ KB yang ada, tetapi menambahkan khusus untuk pemantapan jejaring sistem rujukannya.

Jejaring Sistem Rujukan Kegawat-daruratan Ibu dan Neonatal merupakan suatu sistem pelayanan rujukan yang dapat terlaksana secara efektif, efisien dan berkeadilan, dan dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu. Agar Sistem Rujukan dapat berfungsi, maka prinsip kolaborasi dan pertukaran informasi harus dilaksanakan dalam suatu jejaring pelayanan dari tingkat masyarakat di desa sampai fasilitas tertinggi di suatu kabupaten/kota.

Alat Pantau Kinerja merupakan suatu alat pantau yang berisi kinerja yang disepakati bersama lintas program terkait (“performance standard”) dan diharapkan dapat dicapai oleh suatu jejaring pelayanan rujukan agar dapat berfungsi dengan efektif, efisien dan berkeadilan.

Cara Pemanfaatan Alat Pantau Kinerja mempergunakan metoda Penyelia Fasilitatif. Metoda ini sudah dikenal dan dimanfaatkan bagi program KIA/KB

(76)

(Pedoman Penyeliaan Fasilitatif Pelayanan KIA dan KB Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 2001).

Penyeliaan Fasilitatif yaitu penyeliaan dengan pendekatan sistem dalam menemukan masalah atau penyebab rendahnya kinerja, termasuk rencana perbaikannya dengan melibatkan dan persetujuan pihak terkait.

tujuan Umum:

Membangun jejaring sistem rujukan kegawat-daruratan ibu dan neonatal yang berfungsi secara efektif, efisien dan berkeadilan.

tujuan Khusus:

1. Melakukan penyeliaan fasilitatif jejaring sistem rujukan di wilayah kabupaten/ kota berkala dan berkesinambungan.

2. Melaksanakan rencana tindak lanjut manajemen dan pelayanan rujukan sesuai hasil penyeliaan fasilitatif.

Keluaran:

Dengan memanfaatkan Alat Pantau Kinerja ini diharapkan Dinas Kesehatan bisa memantau perkembangan secara berkala dan berkesinambungan untuk mencapai dan mempertahankan kinerja 100%

Alat pantau Kinerja ini terdiri dari 2 bagian: 1. Bagian Puskesmas.

2. Bagian Rumah Sakit.

Alat Pantau Kinerja:

Pedoman Alat Pantau Kinerja Jejaring Rujukan termasuk perangkat lunak analisisnya.

Fungsi Alat Pantau Kinerja sebagai:

1. Peningkatan Kinerja jejaring rujukan melalui Penyeliaan Fasilitatif bagi Dinas Kesehatan, Puskesmas dan Rumah Sakit.

2. Peningkatan Kinerja jejaring rujukan melalui Kajian Mandiri di Puskesmas dan Rumah Sakit.

Kegiatan ini dilaksanakan secara berkala, sebaiknya 3 bulan sekali agar dapat terjadi peningkatan atau terpelihara kinerja secara berkesinambungan.

(77)

Rumah Sakit : Tim Rumah Sakit (Direksi, Bagian Kebidanan dan Bagian Anak).

Cara Penyeliaan Fasilitatif:

• Pendampingan/Mentoring dalam memberikan umpan balik yang membangun.

• Pemecahan masalah bersama. • Komunikasi dua arah.

Prinsip Penyeliaan Fasilitatif:

• Orientasi pada klien.

• Fokus pada sistem dan proses versus individu. • Pelibatan staf dan perhatikan kepemilikan. • Peningkatan kinerja berkelanjutan.

• Pembelajaran berkelanjutan, pengembangan dan membangun kapasitas SDM.

• Kualitas buruk biaya tinggi versus kualitas baik penghematan biaya.

syarat tim Penyelia:

• Bekerja dalam tim.

• Berbicara dan mendengarkan segala tingkat staf. • Memberikan penghargaan pada hasil yang baik. • Mengatasi masalah pada saat itu (kalau bisa). • Memberikan umpan balik yang membangun.

• Melibatkan staf dalam proses pengambilan keputusan. • Jangan melakukan kritik di depan staf yang lain.

(78)

Langkah Langkah:

• Membuat Rencana Kunjungan. • Melaksanakan Penyeliaan Fasilitatif.

• Memberikan Umpan Balik yang membangun.

• Membuat Rencana Tindak Lanjut untuk mengatasi temuan. • Melaksanakan Penyeliaan berikut untuk Pemantauan Kemajuan.

sistem Pencatatan dan Monitoring Pemanfaatan Alat Pantau Kinerja

Kegiatan ini bertujuan untuk mencatat dan memantau pemanfaatan alat pantau kinerja. Pencatatan dilakukan secara manual dan elektronik.

Langkah langkah: • Lakukan penyeliaan.

• Catat hasil penyeliaan dalam format alat pantau kinerja, data dimasukkan ke dalam template yang ada (terlampir).

• Isi format RTL Fasilitas. • Isi format RTL Penyelia.

(79)
(80)
(81)

b. AMP (Audit Maternal Dan Neonatal)

tujuan Umum

AMP bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan KIA disemua tingkatan dari Kabupaten/Kota sampai ke Pusat melalui penerapan tatakelola klinik yang baik.

tujuan Khusus

Tujuan khusus AMP adalah:

• Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus secara teratur dan berkesinambungan

• Mengidentifikasi penyebab kematian dan mengkaji faktor-faktor penyebab yang dapat dicegah yaitu penyebab yang berhubungan dengan: pasien/ keluarga (situasi pribadi, keluarga, lingkungan, sosial ekonomi, budaya, nilai, ketidakadilan gender, dan perilaku pasien), petugas kesehatan, manajemen pelayanan kesehatan dan, kebijakan pelayanan kesehatan.

• Mengembangkan mekanisme pembelajaran, pembinaan, pelaporan dan perencanaan terpadu antar pemangku kepentingan dan antar fasilitas. • Menentukan rekomendasi, intervensi, strategi pembelajaran bagi

masing-masing pihak terkait sesuai masalah yang ada.

• Mengembangkan mekanisme pemantauan, evaluasi dan pengembangan terhadap rekomendasi.

• Memperoleh kesepakatan pemecahan masalah yang paling sesuai.

Pengelolaan AMP

AMP dikelola oleh TIM AMP yang terdiri dari:

Pelindung:

(82)

tim Manajemen:

tim Pengkaji

Komunitas Pelayanan

Komunitas Pelayanan merupakan para pihak yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam pemberian pelayanan maternal dan neonatal.

Terdapat 4 kelompok komunitas pelayanan sebagai berikut:

Catatan: AMP dapat dikerjakan secara elektronik melalui pemanfaatan SMS, Internet dengan memanfaatkan telepon genggam, laptop, android dan

(83)
(84)

Tim Pengkaji akan melakukan pertemuan audit secara rutin dan

berkesinambungan melakukan analisis kasus secara mendalam dan memberikan Rekomendasi memanfaatkan kedua format pengkaji diatas dan Tim AMP melalui penanggungjawabnya akan menyusun Rencana Tindak Lanjut yang dapat dipertajam pembahasannya dalam suatu Forum antara lain di dalam POKJA Kegawat-daruratan yang ada.

C. Mekanisme Umpan balik

Suatu sistem agar dapat berjalan dengan baik tentunya memerlukan suatu sistem umpan balik.

Umpan balik dapat bermanfaat bagi: • Perbaikan kualitas pelayanan.

• Penanganan atau pelayanan rujukan kembali setelah kasus dilayani. • Perbaikan program.

Beberapa alat yang dapat dipakai yaitu: • SMS Gateway.

• Kotak Saran.

• Memanfaatkan FMM/Forum Peduli KIA dengan memanfaatkan alat Monitoring Pelayanan yang diterangkan dalam Bab I tentang Tata kelola sebelumnya.

Mekanisme SMS Getaway adalah sebagai berikut:

Setelah masyarakat mengetahui pelayanan prima yang diberikan oleh jejaring pelayanan sesuai maklumat pelayanan yang diumumkan, maka masalah atau apresiasi dapat disampaikan melalui SMS dengan nomor tertentu.

SMS akan dikompilasi oleh suatu institusi yang ditunjuk dan didistribusikan kepada para pemberi layanan dan penanggung- jawab dan penentu kebijakan pemberi layanan untuk mendapatkan penyelesaian ataupun usulan perbaikan yang akan ditindak-lanjuti oleh para penanggung-jawab di dinas kesehatan, dinas terkait, PEMDA ataupun organisasi profesi maupun masyarakat.

(85)
(86)
(87)

Bagian VI

PENUtUP

Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir di Indonesia masih memerlukan percepatan melalui berbagai macam kegiatan dengan pemilihan kegiatan yang efektif, efisien dan berkeadilan agar target MDGs dapat dicapai pada tahun 2015.

Berbagai Undang-undang, Kebijakan, Program Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir telah disiapkan pemerintah dan jajarannya agar target tersebut diatas dapat dicapai khususnya akselerasi penurunan kematian ibu dan bayi baru lahir. Hasil kajian jejaring sistim rujukan kegawatdaruratan Ibu dan BBL memperlihatkan bahwa operasionalisasi kebijakan program dengan berbagai pedoman yang ada belum berjalan sebagaimana mestinya.

Selain itu agar suatu sistem rujukan dapat berjalan efektif efisien dan berkeadilan, maka manajemen berbagai program dalam suatu wilayah semestinya berjalan secara komprehensif dan terpadu.

Untuk itu telah dikembangkan Alat Pantau Kinerja dilengkapi dengan Panduan Operasional Jejaring Sistem Rujukan Kegawat-daruratan Ibu dan BBL/Neonatal dengan secara terpadu dan komprehensif termasuk beberapa Panduan Teknis terkaitnya agar dapat membantu suatu kabupaten/kota mencapai peningkatan kinerja rujukannya dengan tujuan berfungsinya jejaring sistem rujukan yang efektif, efisien dan berkeadilan.

Panduan Opeasional ini membantu memadukan semua program yang terkait dengan kebutuhan ibu dan bayi yang ada, khususnya penanganan rujukan

(88)

kegawatdaruratan, menerapkan prinsip tata kelola yang baik, memanfaatkan Teknologi Informasi Komunikasi termasuk menerapkan sistem Monitoring dan Evaluasinya.

Panduan Operasional Pelayanan Jejaring Sistem Rujukan Kegawat-daruratan Ibu dan Bayi Baru Lahir (Neonatus) Puskesmas - Rumah Sakit

Akhirnya dengan dimanfaatkannya Panduan Operasional Jejaring Sistem Pelayanan Rujukan Kegawat-daruratan Ibu dan BBL ini, maka kabupaten/kota dapat memantau kinerjanya dan kematian dan kesakitan dapat diturunkan sebanyak banyaknya.

(89)
(90)
(91)
(92)

Referensi

Dokumen terkait