• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL 7 - Perancangan Perkerasan Jalan 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODUL 7 - Perancangan Perkerasan Jalan 2017"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL 7

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN

7.1. PERKERASAN JALAN (PAVEMENT)

Perkerasan jalan (pavement) adalah suatu lapisan tambahan yang diletakkan di atas jalur jalan tanah, dimana lapisan tambahan tersebut terdiri dari bahan material yang lebih keras/ kaku dari tanah dasarnya dengan tujuan agar jalur jalan tersebut dapat dilalui oleh kendaraan (berat) dalam segala cuaca.

Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan atas:

a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke dasar tanah.

b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan semen sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

Alasan pemilihan perkerasan lentur adalah :  tanah dasarnya relatif bagus (CBR min 5%)  biayanya lebih murah

 banyak dilewati kendaraan kecil (seperti : mobil pribadi, pick up) Alasan permilihan perkerasan kaku adalah :

 tanah dasarnya jelek

 banyak dilewati oleh kendaraan berat seperti truk dan bus

7.2. PERKERASAN LENTUR

Perkerasan lentur (flexible pavement) ialah perkerasan yang umumnya menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis

(2)

- lapisan permukaan (surface course) - lapisan pondasi atas (base course)

- lapisan pondasi bawah (sub base course) - lapisan tanah dasar (subgrade)

Lapisan permukaan (surface) Lapisan pondasi atas (base) Lapisan pondasi bawah (subbase) Lapisan dasar (subgrade)

Gambar 7.1. Susunan lapisan konstruksi perkerasan lentur Sumber : Petunjuk Perencanaan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen

o Lapisan Permukaan (Surface Course)

Lapisan permukaan ialah bagian perkerasan yang terletak paling atas. Fungsi lapis permukaan antara lain:

- Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda.

- Sebagai lapis kedap air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat air

- Sebagai lapisan aus (wearing course), yaitu lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

Bahan untuk lapisan permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, di samping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.

o Lapisan Pondasi Atas (Base Course)

Lapisan pondasi ialah bagian perkerasan yang terletak antara lapisan permukaan (surface course) dengan lapisan bawah (sub base course) atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapisan pondasi bawah.

Fungsi lapisan pondasi antara lain:

(3)

- Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan

Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR ≥ 50%, PI ≤ 4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan stabilitas tanah dengan semen atau kapur.

o Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)

Lapisan pondasi bawah ialah bagian perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi (base course) dan tanah dasar (subgrade).

Fungsi lapisan pondasi bawah antara lain :

- Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan beban roda (lihat Gambar 7.2)

- Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).

- Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi. - Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar. Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR ≥50%, PI≤ 10%) yang relatif baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah.

Gambar 7.2. Penyebaran beban roda melalui lapisan perkerasan jalan

Sumber : Perkerasan Lentur Jalan Raya, Silvia Sukirman

Keterangan : Pada Gambar 7.2 terlihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata Po. Beban tersebut

(4)

dasar menjadi P1 yang lebih kecil dari daya dukung tanah

dasar.

o Lapisan Tanah Dasar (Sub Grade Course)

Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya.

7.3. UMUR RENCANA

Umur Rencana; adalah jumlah waktu dalam tahun yang dihitung dari sejak jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas sampai diperlukan perbaikan besar atau perlu diberi lapis ulang.

Umur rencana untuk jenis perkerasan lentur (flexible pavement) berdasarkan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga adalah 5 sampai 10 tahun.

Penentuan umur rencana yang terlalu singkat (< 5 tahun) akan menyebabkan desain perkerasan terlalu tipis dan akan cepat rusak oleh beban lalu lintas. Sedangkan bila umur rencana terlalu lama (> 10 tahun) akan menyebabkan desain tebal perkerasan terlalu tebal sehingga konstruksi menjadi mahal, disamping itu juga menyebabkan tingkat ketelitian untuk perkiraan jumlah lalu lintas yang lewat sampai umur rencana juga menjadi kurang teliti (lihat Gambar 7.3 berikut.

Gambar 7.3. Penentuan Umur Rencana 0 500 1000 1500 2000 2500 2000 2005 2010 2015 2020 2025 2030 2035 2040 Umur Rencana V ol um e La lu L in ta s Real Design Forecasting error error error re-design Tahun Rencana

(5)

Biasanya pada saat perencanaan ditentukan umur rencana perkerasan lentur adalah 5 (lima) tahun.

(6)

7.4. LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA (LHR)

Volume lalu lintas harian rata-rata ini merupakan jumlah kendaraan untuk masing-masing jenisnya. Secara umum jenis kendaraan yang berpengaruh terhadap tebal perkerasan dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

 Truk atau kendaraan barang

 Bus atau angkutan penumpang umum.  Mobil atau kendaraan pribadi.

Khusus untuk jenis kendaraan truk, masih dibagi menjadi beberapa type berdasarkan konfigurasi beban sumbunya (lihat juga Tabel 7.4).

Data jumlah kendaraan tersebut dapat diketahui melalui survey traffic counting (survey perhitungan jumlah kendaraan dengan menggunakan alat counter yang biasanya dilakukan selama 24 jam).

Berdasarkan hasil survey tersebut, jumlah kendaraan dipisah berdasarkan masing-masing jenis dan tipe kendaraan seperti tersebut di atas.

Data tersebut merupakan data kendaraan saat ini, padahal pada saat perencanaan diperlukan jumlah kendaraan sampai umur rencana (lihat juga perhitungan Lintas Ekivalen Akhir sub bab 7.5 point d.). Untuk memperkirakan jumlah kendaraan tersebut dipakai perumusan pertumbuhan sebagai berikut:

F = P(1+i)n

Dimana:

 F : jumlah kendaraan pada saat umur rencana  P : jumlah kendaraan saat ini

 i : faktor pertumbuhan  n : umur rencana

Untuk memperkirakan faktor pertumbuhan jumlah kendaraan dapat digunakan pendekatan sebagai berikut:

a. Pertumbuhan truk atau angkutan barang dapat didekati dengan angka pertumbuhan ekonomi daerah (Product Domestic Regional Bruto – PDRB) b. Pertumbuhan bus atau angkutan umum penumpang dapat didekati

dengan angka pertumbuhan penduduk

c. Pertumbuhan mobil penumpang dapat didekati dengan angka pertumbuhan perkapita income (PDRB per kapita).

(7)

Setelah diketahui jumlah kendaraan pada saat umur rencana tersebut kemudian dihitung besar lintas kendaraan yang disesuaikan dengan beban standar (lihat juga perhitungan LEA).

7.5. KONDISI TANAH DASAR

Disamping kondisi lalu lintas maka kondisi tanah dasar (sub grade) juga sangat mempengaruhi perhitungan tebal perkerasan. Kondisi tanah dasar yang dimaksud adalah daya dukung dari tanah dasar. Ukuran untuk menghitung daya dukung tanah dasar konstruksi jalan adalah hasil dari test California Bearing Ratio (CBR). California Bearing Ratio (lihat Gambar 7.5) ialah suatu jenis test untuk mengukur daya dukung/ kekuatan geser tanah atau bahan pondasi jalan dengan mencari besarnya gaya yang diperlukan untuk menekan piston kepermukaan tanah sedalam 0,1 inch (atau juga 0,2 inch). Harga CBR dapat dicari dengan dua cara yaitu langsung dari lapangan dan dari laboratorium.

0 50 100 150 200 250 2005 2007 2009 2011 2013 2015 Umur Rencana L H R ( k e n d ar a a n ) i=PDRB/kapita i=Penduduk i=PDRB Mobil pribadi Mobil pribadi Bus Bus Truk Truk F=P(1+i)n 0 50 100 150 200 250 2005 2007 2009 2011 2013 2015 Umur Rencana L H R ( k e n d ar a a n ) i=PDRB/kapita i=Penduduk i=PDRB Mobil pribadi Mobil pribadi Bus Bus Truk Truk F=P(1+i)n Tahun Rencana

Gambar 7.4. Skematis Penentuan Angka Pertumbuhan Jumlah Kendaraan

(8)

Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar dilakukan dengan tabung (undisturb), kemudian direndam (hal ini dilakukan karena pada kondisi terendam sebagai simulasi kondisi hujan, tanah tersebut mempunyai daya dukung yang paling rendah) dan diperiksa harga CBRnya. Dapat juga mengukur langsung di lapangan pada saat musim hujan.

CBR laboratorium biasanya dipakai untuk perencanaan pembangunan jalan baru. Sementara ini dianjurkan untuk memperkirakan daya dukung tanah dasar berdasarkan pengukuran nilai CBR. Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan sebagai berikut :

1) Ditentukan harga CBR terendah.

2) Ditentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar dari masing-masing nilai CBR.

3) Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100 %, sedangkan jumlah lainnya merupakan prosentase dari 100%.

4) Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan prosentase jumlah tadi.

(9)

5) Harga CBR yang mewakili untuk pembuatan jalan ialah yang didapat dari angka prosentase 90% atau dari angka prosentase 75%.

Contoh:

Bila diketahui hasil pengukuran CBR lapangan untuk tanah dasar adalah sebagai berikut: 4%, 2%, 3%, 4%, 4%, 6%, 8% dan 4%. Hitung dengan cara grafis nilai CBRsegmen-nya.

Penyelesaian:

1. Diurutkan dari yang terkecil: 2%, 3%, 4%, 4%, 4%, 4%, 6 % dan 8%

2. Langkah no. 2) dan no. 3) dibuat Tabel 7.1 berikut: Tabel 7.1. Penentuan Nilai CBR segmen

3. Langkah no. 4) dan no. 5) dibuat grafik seperti tampak pada

Gambar 7.6. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

CBR segmen 2.9

(10)

Bila diketahui nilai CBR jalan adalah sebagai berikut:

2%, 2%, 2%, 1%, 3%, 5%, 3%, 4%, 4%, 2%, 3%, 3%, 3% 4%, 2%, 3%, 3%, 1%, 3%, 2%

(11)

7.6. ANGKA EKIVALEN BEBAN SUMBU (EKIVALEN FAKTOR KERUSAKAN)

Angka ekivalen beban sumbu adalah: angka yang menunjukkan jumlah lintasan dari sumbu tunggal seberat 8.16 ton (beban standar) yang akan menyebabkan kerusakan yang sama atau penurunan indeks permukaan yang sama apabila kendaraan lewat satu kali.

Beban standar tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.7 berikut.

Besar Ekivalen Beban Sumbu Standar ini dapat dirumuskan seperti Tabel

7.2.

Tabel 7.2. Rumus Untuk Ekivalen Beban Sumbu

8.16 t = 18000 pon

33 cm

11 cm

Tekanan roda 0.55 Mpa (=5.5kg/cm2)

8.16 t = 18000 pon

33 cm

11 cm

Tekanan roda 0.55 Mpa (=5.5kg/cm2)

P=8.16 ton = 18000 lb

Gambar 7.7. Beban Standar 8.16 t

Jumlah Sumbu Konfigurasi Sumbu Rumus

Tunggal Tandem/Ganda Tridem P P P P P P 4 16 . 8      P 4 16 . 8 086 . 0      P x 352 . 4 16 . 8 0148 . 0       P ton ton ton ton ton ton

(12)

Contoh:

Diketahui beban sumbu as kendaraan adalah 10 ton. Hitung ekivalen beban standarnya bila diketahui :

a. As kendaraan merupakan sumbu tunggal b. As kendaraan merupakan sumbu tandem

Penyelesaian: a. Sumbu Tunggal P = 10 ton E = 4 16 . 8      P = 4 16 . 8 5       = 2.25

Angka ini berarti kerusakan jalan yang terjadi akibat 1 kali beban

sumbu tunggal ini lewat sama dengan kerusakan jalan yang terjadi

akibat 2.25 kali beban sumbu standar lewat.

b. Sumbu Tandem P = 10 ton E =0.086. 4 16 . 8      P = 0.086 4 16 . 8 5       = 0.19

Angka ini berarti kerusakan jalan yang terjadi akibat 1 kali beban

sumbu ganda ini lewat sama dengan kerusakan jalan yang terjadi

akibat 0.19 kali beban sumbu standar lewat atau dengan kata lain kerusakan jalan yang terjadi akibat 5.26 kali beban sumbu ganda

(1/0.19) ini lewat sama dengan kerusakan jalan yang terjadi akibat 1 kali beban sumbu standar lewat.

Dari contoh soal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa konfigurasi ban tunggal atau ganda akan sangat mempengaruhi kerusakan jalan.

Konfigurasi sumbu tunggal mempunyai pengaruh yang sangat besar

pada kerusakan jalan dibandingkan dengan sumbu ganda.

Berikut akan diberikan nilai ekivalen faktor kerusakan (EDF) untuk beberapa besar beban sumbu dan jenis kendaraan seperti tampak pada Tabel 7.3 dan

Tabel 7.4.

P P

P P

(13)

Tabel 7.3. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan

Beban Sumbu Angka Ekivalen

Kg Lb Sumbu tunggal Sumbu ganda

1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 8.160 9.000 10.000 11.000 12.000 13.000 14.000 15.000 16.000 2.205 4.409 6.614 8.818 11.023 13.228 15.432 17.637 18.000 19.841 22.046 24.251 26.455 28.660 30.864 33.069 35.276 0,0002 0,0036 0,0183 0,0577 0,1410 0,2923 0,5415 0,9238 1,0000 1,4798 2,2555 3,3022 4,6770 6,4419 8,6647 11,4184 14,7815 -0,0003 0,0016 0,0050 0,0121 0,0251 0,0466 0,0794 0,0860 0,1273 0,1940 0,2840 0,4022 0,5540 0,7452 0,9820 1,2712

Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisa Komponen Bina Marga

Tabel 7.4. Komposisi Roda dan Unit Ekivalen 8,16 ton Beban As Tunggal

(14)

7.7. PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODA ANALISA KOMPONEN

Ada 2 macam metode yang digunakan untuk menentukan tebal perkerasan jalan yaitu metode AASTHO dan metode Bina Marga. metode Bina Marga dipilih karena metode ini telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.

Perencanaan tebal perkerasan lentur menggunakan metode Bina Marga berdasarkan “Petunjuk Perencanaan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen“. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, beberapa parameter yang berpengaruh dalam penentuan tebal perkerasan metode Bina Marga adalah lalu lintas harian rata-rata, angka ekivalen, lintas ekivalen permukaan, lintas ekivalen akhir, lintas ekivalen tengah, lintas ekivalen rencana, daya dukung tanah dasar, indeks permukaan, faktor regional, indeks tebal perkerasan dan tebal perkerasan.

a. Lintas Ekivalen Permulaan

Lintas Ekivalen Permukaan (LEP) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lb) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana. Dihitung dengan menggunakan rumus :

LEP =

n j j LHR 1 x Cj x Ej (7.1) Dimana: J = Jenis kendaraan

E = Angka Ekivalen tiap jenis kendaraan

C = Koefisien Distribusi Kendaraan (lihat Tabel 7.5)

Tabel 7.5. Koefisien Distribusi Kendaraan Pada Lajur Rencana

Jumlah

lajur Kendaraan Ringan(Berat total < 5 ton)

Kendaraan Berat (Berat total > 5

ton)

1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah 1 lajur 2 lajur 3 lajur 4 lajur 1,00 0,60 0,40 -1,00 0,50 0,40 0,30 1,00 0,75 0,50 -1,00 0,50 0,475 0,450

(15)

5 lajur

6 lajur -- 0,250,20 -- 0,4250,400

Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisa Komponen Bina Marga

b. Lintas Ekivalen Akhir

Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lb) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur rencana. LEA dihitung dengan rumus :

LEA =

n j j LHR 1

(1+i)Umur rencana x C

j x Ej (7.2)

c. Lintas Ekivalen Tengah

Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lb) pada jalur rencana yang diduga terjadi pada pertengahan umur rencana. Untuk menghitung LET digunakan rumus :

LET =

2

LEA

LEP(7.3)

d. Lintas Ekivalen Rencana

Lintas Ekivalen Rencana (LER) ialah suatu besaran yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lb) pada jalur rencana. Perumusan menghitung LER ialah :

LER = LET x FP (7.4) dimana : FP( Faktor Penyesuaian) = 10 Re ncana Umur

e. Daya Dukung Tanah Dasar

Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ialah suatu skala yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar. Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR. Nilai DDT dapat dicari dengan menggunakan gambar korelasi DDT dan CBR pada

(16)

Gambar 7.8. Korelasi DDT dan CBR

Sumber: Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisa Komponen Bina Marga

Catatan : Hubungkan nilai CBR dengan garis mendatar ke sebelah kiri hingga diperoleh nilai DDT.

f. Indeks Permukaan

Indeks Permukaan (IP) ialah suatu angka yang digunakan untuk menyatakan kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Indeks Permukaan diperkenalkan oleh AASHTO yang diperoleh dari pengamatan kondisi jalan, meliputi kerusakan-kerusakan seperti retak-retak, alur-alur, lubang-lubang, lendutan pada lajur roda, kekasaran permukaan dan lain sebagainya yang terjadi selama umur jalan tersebut.

(17)

Adapun beberapa nilai IP beserta artinya ialah seperti yang tersebut dibawah ini :

IP = 1,0 : menyatakan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat

mengganggu lalu lintas kendaraan.

IP = 1,5 : tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak

terputus).

IP = 2,0 : tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap.

IP = 2,5 : menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

Untuk menentukan nilai IP pada akhir umur rencana perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah Lalu Lintas Rencana (LER) seperti dicantumkan pada Tabel

7.6.

Tabel 7.6. Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPt)

LER Klasifikasi Jalan

lokal kolektor arteri Tol < 10 10 – 100 100 – 1000 > 1000 1,0 1,5 1,5 – 2,0 -1,5 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 2,5 -2,5

Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisa Komponen Bina Marga

Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT (Jalan Padat Tahan Cuaca)/ Jalan Murah, atau jalan darurat maka IP dapat diambil 1,0.

Dalam menentukan IP pada awal umur rencana perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/ kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana seperti yang dicantumkan pada Tabel

(18)

Tabel 7.7. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo)

Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisa Komponen Bina Marga

Keterangan :

 Laston (lapisan aspal beton) merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.

 Lasbutag ( Lapisan Asbuton Campuran Dingin) adalah campuran yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan peremaja dan filler (bila diperlukan) yang dicampur dan dipadatkan secara dingin.

 HRA (Hot Rolled Asphalt) merupakan lapis penutup terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.

 Burda (Laburan aspal dua lapis) merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan dengan tebal padat maksimum 3,5 cm.

 Burtu (Lapisan aspal satu lapis) merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm.

Jenis Lapis

Perkerasan IPo Roughness(mm/km) LASTON LASBUTAG HRA BURDA BURTU LAPEN LATASBUM BURAS LATASIR JALAN TANAH JALAN KERIKIL ≥ 4 3,9 – 3,5 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0 3,9 – 3,5 3,4 – 3,0 3,9 – 3,4 3,4 – 3,0 3,4 – 3,0 2,9 – 2,5 2,9 – 2,5 2,9 – 2,5 2,9 – 2,5 ≤ 2,4 ≤ 2,4 ≤ 1000 > 1000 ≤ 2000 > 2000 ≤ 2000 > 2000 < 2000 < 2000 ≤ 3000 > 3000

(19)

 Lapen (Lapisan Penetrasi) merupakan suatu lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dengan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal keras dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dan apabila digunakan sebagai lapis permukaan perlu diberi laburan aspal dengan batu penutup.

 Latasbum (Lapis tipis asbuton murni) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm.

 Buras (Laburan aspal) merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inci.

g. Faktor Regional

Faktor Regional (FR) ialah faktor setempat, menyangkut keadaan lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung tanah dasar dan perkerasan. Nilai Faktor Regional (FR) didapat berdasarkan klasifikasi tanah yang ada pada Tabel 7.8.

Tabel 7.8. Faktor Regional (FR) Kelandaian I

(< 6%) Kelandaian II(6-10%) Kelandaian III(> 10%) % Berat

kendaraan kendaraan% Berat Kendaraan% Berat ≤ 30% >30% <30% >30% ≤30% >30% Iklim I <900 mm/th 0,5 1,0 -1,5 1,0 1,5 -2,0 1,5 2,0 -2,5 Iklim II >900 mm/th 1,5 2,0 -2,5 2,0 2,5 -3,0 2,5 3,0 –3,5

Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisa Komponen Bina Marga

Keterangan : Iklim I<900mm/th maksudnya curah hujan yang terjadi selama 1 tahun di bawah 900mm.

Pada bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah

(20)

h. Indeks Tebal Perkerasan

Indeks Tebal Pekerasan (ITP) ialah suatu angka yang berhubungan dengan penentuan tebal perkerasan jalan yang nilainya didapat dengan nomogram pada Gambar 7.9 sampai dengan Gambar 7.17. Untuk harga LER>10.000 nilai ITP diperoleh dengan persamaan :

Log Wt18 = 9,36Log       1 54 , 2 ITP -0,2 + 5,19 1 54 , 2 1094 40 , 0       ITP Gt + Log FR 1 + 0,372       3 2 , 1 DDT ... (7.5)

Wt18 = LER x Umur Rencana x 365 ... (7.6)

Gt = Log   5 , 1 IPo IPt IPo ... (7.7) Dimana :

Wt 18 = Beban lalu lintas selama umur rencana atas dasar sumbu tunggal 18000 pon yang telah diperhitungkan terhadap faktor regional.

Gt = Fungsi logaritma dari perbandingan antara kehilangan tingkat pelayanan dari IP= Ipo sampai IP=Ipt dengan kehilangan tingkat pelayanan dari Ipo sampai Ipt=1,5. ITP = Indeks Tebal Perkerasan

DDT = Daya Dukung Tanah FR = Faktor Regional

(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)

i. Tebal Perkerasan

Dalam menentukan tebal perkerasan digunakan perumusan sebagai berikut:

ITP = a1.D1 + a2.D2 + a3.D3 (7.10)

Dimana:

a1,2,3 = Koefisien kekuatan relatif permukaan, lapis

pondasi dan pondasi bawah. D1,2,3 = Tebal tiap-tiap lapisan

Gambar 7.6. Susunan Lapis Perkerasan Jalan Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisa Komponen Bina Marga

Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi, dan pondasi bawah ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dari aspal), kuat tekan (untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau kapur) atau CBR (untuk bahan dari lapis pondasi bawah). Nilai koefisien kekuatan relatif (a) ditunjukkan pada Tabel7.9.

(31)

Tabel 7.9. Koefisien Kekuatan Relatif (a) Koefisien

Kekuatan Relatif

Kekuatan Bahan Jenis Bahan

A1 A2 A3 MS (kg) (Kg/cm)Kt CBR(%) 0.4 0 0.3 5 0.3 2 0.3 0 0.3 5 0.3 1 0.2 8 0.2 6 0.3 0 0.2 6 0.2 5 0.2 0 -0.28 0.26 0.24 0.23 0.19 0.15 0.13 0.15 0.13 0.14 0.13 0.12 -0.13 0.12 0.11 0.10 744 590 454 340 744 590 454 340 340 340 -590 454 340 -22 18 22 18 -100 80 60 70 50 30 20 Laston Lasbutag HRA Aspal Macadam Lapen(mekanis) Lapen(manual) Laston Atas Lapen (mekanis) Lapen(manual) Stab. Tanah dengan

semen

Stab. Tanah dengan kapur

Batu Pecah (kelas A)

Batu Pecah (kelas B)

Batu Pecah (kelas C)

Sirtu/ pitrum (kelas A)

Sirtu/ pitrum (kelas B)

Sirtu/ pitrum (keas C)

Tanah/ lempung kepasiran

(32)
(33)

Batasan-batasan minimum Tebal Lapisan Perkerasan :

1. Lapis Permukaan; tebal minimum (lihat Tabel 7.8) dari lapis permukaan jalan tergantung dari nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP).

Tabel 7.10. Minimum Lapis Permukaan

ITP Tebal Minimum (cm) Bahan < 3,00 3,00 – 6,70 6,71 – 7,49 7,50 – 9,99 ≥ 10 5 5 7,5 7,5 10

Lapis pelindung: (Buras, Burtu,Burda) Lapen/ aspal Macadam, HRA, Lasbutag,

Laston

Lapen/ aspal Macadam, HRA, Lasbutag, Laston

Lasbutag, Laston Laston

Sumber: Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisa Komponen Bina Marga

2. Lapis Pondasi; tebal minimum (lihat Tabel 7.9) dari lapis pondasi jalan tergantung dari nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP).

Tabel 7.11. Tebal Minimum Lapis Pondasi ITP Tebal Minimu m (cm) Bahan <3.00 3.00 – 7.49 7.50 – 9.99 10 – 12.14 ≥ 12.25 15 20*) 10 20 15 20 25

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur

Laston atas

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam

Laston atas

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur , pondasi macadam, lapen, laston atas.

Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen, stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam, lapen, laston atas.

Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisa Komponen Bina Marga

*) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi digunakan material berbutir kasar.

3. Lapis Pondasi Bawah; untuk setiap nilai Indeks Tebal Perkerasan (ITP) bila digunakan untuk pondasi bawah, tebal minimum 10 cm.

(34)

Contoh soal:

Bila diketahui data tanah CBR sebagai berikut:

3.1; 3.04; 3.04; 3.12; 3.1; 3.1; 3.07; 3.18; 3.15; 3.15; 3.18; 3.18; 3.72; 4.22; 4.64

Data lalu lintas sebagai berikut:

• Type jalan kolektor 2/2 UD (2 lajur dari tabel diketahui C=0.5) • Kelandaian rata-rata : 12 %

• Curah hujan rata-rata : 750 mm/th

• Jalan menggunakan LASTON tingkat kerataan >1000 mm/km • Lapis atas LASTON

• Lapis pondasi atas (base course) batu pecah kelas B • Lapis pondasi bawah (subbase) sirtu kelas B

Rencanakan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan metoda analisa komponen.

(35)

Penyelesaian:

1. Tentukan dahulu CBR segmen-nya dengan cara grafis sebagai berikut.

2. Tentukan nilai EAL untuk masing-masing jenis kendaraan sebagai berikut:

1. Sepeda motor 0,3 ton  sb. depan : 50 %, sb. belakang : 50 %. E = E sb. tunggal + E sb. tunggal = 4 4 160 , 8 3 , 0 . 50 , 0 160 , 8 3 , 0 . 50 , 0              = 0,000000228

2. Kendaraan pribadi 2 ton (1.1)  sb. depan : 50 %, sb. belakang : 50 %. E = E sb. tunggal + E sb. tunggal = 4 4 160 , 8 2 . 50 , 0 160 , 8 2 . 50 , 0              = 0,0004

3. Angkutan Umum 2 ton (1.1)  sb. depan : 50 %, sb. belakang : 50 %. E = E sb. tunggal + E sb. tunggal = 4 4 160 , 8 2 . 50 , 0 160 , 8 2 . 50 , 0              = 0,0004

CBR Sama lebih besar Persentase

1 3.04 3.04 15 100.00 2 3.04 3.07 13 86.67 3 3.07 3.1 12 80.00 4 3.1 3.12 9 60.00 5 3.1 3.15 8 53.33 6 3.1 3.18 6 40.00 7 3.12 3.72 3 20.00 8 3.15 4.22 1 6.67 9 3.15 4.64 1 6.67 10 3.18 11 3.18 12 3.18 13 3.72 14 4.22 15 4.64 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 3 3.5 4 4.5 5 CBR segmen = 3.05

1. Truk tiga sumbu 25 ton (1.22)  sb. depan : 25 %, sb. belakang : 75 %. E = E sb. tunggal + E sb. ganda = 4 4 160 , 8 25 . 75 , 0 160 , 8 25 . 25 , 0              x 0,086 = 2,7416

2. Truk trailer 31,4 ton (1.2+2.2)

sb.Pertama :17%, sb.Kedua : 35%, sb.Ketiga : 34%, sb.Keempat : 34%.

4.

(36)

Perencanaan tebal perkerasan pada ruas jalan adalah sebagai berikut : 1 Spd. Motor, Sekuter,Spd. Kumbang 0.0000002 0.5 4302 5152 0.0005 0.0006

2 Sedan, Station Wagon, Jeep 0.0000018 0.5 1005 1205 0.0009 0.0011

3 Oplet, Combi, Suburban 0.0000018 0.5 1795 1935 0.0016 0.0017

4 Pick Up dan Mobil Hantaran 0.0000018 0.5 681 861 0.0006 0.0008

5 Bus 0.3005677 0.5 90 100 13.5255 15.0284

6 Truck 2 Sumbu, Mobil Tangki 0.2174125 0.5 211 271 22.9370 29.4594

7 Truck 3 Sumbu (tandem) 2.7415725 0.5 6 16 8.2247 21.9326

8 Truck Gandengan, Mobil Semi Trailer 4.9282862 0.5 5 15 12.3207 36.9621

57.01 103.39 80.20 80.20

(LEP+LEA )/2 LET x FP

LEP LEA LET LER E C LHR2003 LHR2013

No. Jenis Kendaraan

Direncanakan u/ Laston, nilai roughness > 1000 mm/km  IPo = 3.9-3.5

Jalan kolektor; LER = 80.2  IPt = 1.5-2.0 ; ambil IPt = 2

% juml. Kend berat = (100+271+16+15)/9555 * 100% = 4.20%

Curah hujan = 750 mm/th ; kelandaian = 12 %

FR = 1.5 ; CBR = 3.05  DDT = 3.9

Gunakan Nomogram 4.

(37)

~ Tanah dasar (sub grade) dengan harga CBR 3,05 %, didapatkan daya dukung tanah (DDT) = 3,80. Dengan LER = 80 dan FR = 1,5 diperoleh = 8,5 (Nomogram 4)

~ Lapisan pondasi bawah (sub base course) menggunakan sirtu / pitrun (kelas B) dengan harga CBR 50 %, didapatkan daya dukung tanah (DDT) = 9,1. Dengan LER = 80 dan FR = 1,5 diperoleh = 3,60 (Nomogram 4).

~ Lapisan pondasi atas (base course) menggunakan batu pecah kelas B dengan harga CBR 80 %, didapatkan daya dukung tanah (DDT) = 9,8. Dengan LER = 80 dan FR = 1,5 diperoleh = 3,20 (Nomogram 4).

ITP = 8.5

Lapis subbase

Lapis base

Lapis permukaan

ITP = 3.5

ITP = 3.1

ITP=3.1

ITP=3.5

(38)

~Tebal lapisan permukaan (surface course), D1: ITP = a1. D1 3.10 = 0.35 . D1 D1 = 3.20 / 0,35 = 8.85 cm > tebal minimum = 5 cm Dipakai D1sebesar 10 cm.

~Tebal lapisan pondasi atas (base course), D2 : ITP = a1. D1+ a2. D2

3.5 = 0.35 x 8.85 + 0,13 x D2

D2 = 3,09 cm < tebal minimum = 20 cm Dipakai D2sebesar 20 cm.

~Tebal lapisan pondasi bawah (sub base course), D3: ITP = a1. D1+ a2. D2+ a3. D3 8. 5 = 0.35 x 9.14 + 0.13 x 3.09 + 0.12 . D3 D3= 40.82 cm 45 cm > tebal minimum = 10 cm Dipakai D3sebesar 45 cm. SURFACE SURFACE BASE COURSE BASE COURSE SUBBASE COURSE SUBBASE COURSE D1=10cm D2=20cm D3=45cm SUBGRADE SUBGRADE CBR 2.9% CBR 2.9% SURFACE SURFACE BASE COURSE BASE COURSE SUBBASE COURSE SUBBASE COURSE D1=10cm D2=20cm D3=45cm SUBGRADE SUBGRADE CBR 2.9% CBR 2.9%

(39)

LATIHAN:

Rencanakan perkerasan jalan dengan data sebagai berikut:

Perkerasan lentur dengan Metode Bina Marga (Analisa Komponen)

Umur perencanaan jalan: 10 tahun

Jalan arteri 4/2 UD.

Lapis permukaan saat ini berupa lapisan penetrasi (lapen) dengan

tingkat kekesatan (roughness) 2500 mm/km.

Kelandaian rata-rata 7 % dengan persentase kendaraan berat 25 %

dan curah hujan rata-rata 750 mm/th.

Bahan perkerasan:

Surface

= Hot Rolled Asphalt (HRA)

Base course

= batu pecah klas A

Sub base

= pitrun klas A

Data Lalu Lintas saat ini (2003):

Kendaraan ringan (2 ton)

: 200

Bus (9 ton)

: 3

Truk 2 as (18,2 ton)

: 10

CBR subgrade hasil pengukuran: 3%, 3%, 6%, 4%, 5%, 3%, 5%,

5%, 3%, 8%, 4%, 4%, 2%, 3%, 4%.

Desain jalan saat ini tahun 2003, rencana jalan dioperasikan pada

tahun 2005 dengan pertumbuhan kendaraan 7.5 % / tahun.

Sedangkan pada saat jalan dioperasikan selama umur rencana

pertumbuhan kendaraan 10 % per tahun

Perencanaan meliputi:

a. CBR desain (pakai cara grafis) (10%)

b. LEP, LEA, LET dan LER (15%)

(40)

7.8. DESAIN PERKERASAN JALAN DENGAN CARA AASHTO (1972)

Seperti Metode Analisa Komponen, maka metode AASHTO ini mempunyai beberapa parameter yang berpengaruh dalam penentuan tebal perkerasan. Parameter tersebut adalah daya dukung tanah dasar (soil

support – Si), faktor regional (Fr), persentase jumlah kendaraan di lajur kiri

(C) indeks permukaan, koefisien lapis perkerasan (ai), faktor regional, indeks tebal perkerasan dan tebal perkerasan.

Rumus umum untuk metode AASHTO ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

FLEXIBLE PAVEMENT

19

,

5

)

1

(

1094

40

,

0

20

,

0

)

1

(

log

36

,

9

18

log

SN

t

G

SN

t

W

Catatan : Harga SN dalam satuan inch (= 2,54 cm) atau equivalen dengan Rumus Bina Marga sbb :

Catatan : Harga ITP dalam cm

Dimana :          log 44,,22 1P,5t t G

Yang harus diketahui dulu :

Wt18= total Equivalent Axle Load (EAL) – total standard 18.000 lbs

atau 8.16 ton beban gandar – selama umur rencana (design life) yang melewati perkerasan di lajur rencana.

)

0

,

3

(

372

,

0

1

log

S

i

R

       

3

,

0

20

,

1

372

,

0

1

log

DDT

R

5

,

19

1

54

,

2

1094

40

,

0

20

,

0

1

54

,

2

log

36

,

9

18

log

               

ITP

t

G

ITP

t

W

1 2 1 2 3 4

(41)

R = Regional factor, (= faktor iklim yang tergantung dari banyak curah hujan, kemungkinan tanah membeku (frozen), tanah kering (padang pasir) dll.

(42)

Si = harga Soil Support, harganya dapat dikorelasi langsung dengan harga CBR dari tanah subgrade dan perkerasan.

(untuk Bina Marga istilahnya DDT = Daya Dukung Tanah)

Pt = final serviceability performance dari perkerasan pada akhir

umur rencana

yaitu : 2,5 untuk jalan raya utama (major highway) 2,0 untuk jalan raya secondary.

Saran : untuk Indonesia Pt = 2,0 untuk jalan utama

1,5 untuk jalan kollektor dan lokal.

Yang dicari :

SN = harga Structural Number dari perkerasan

SN = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3 + ………..

ai = structural coefficient untuk lapisan perkerasan.

Di = tebal lapisan perkerasan (dalam inches)

Atau cara Bina Marga:

ITP = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3 + ……… , Di dalam cm

LAJUR RENCANA = lajur yang menerima beban dan volume

lalu-lintas terbesar. 3

(43)

SOIL SUPPORT (Si)

Pada metode AASHTO, soil support (Si) ini mempunyai korelasi dengan CBRsubgrade,

Nilai soil support ini dapat dilihat dari Gambar 7.7.

Gambar 7.7. Korelasi Soil Support dan CBR

Contoh: CBR = 5 maka nilai Si = 3.9

REGIONAL FACTOR (FR)

Faktor Regional (FR) ialah faktor setempat, untuk cara AASHTO ini disesuaikan dengan kondisi iklim di negara Amerika. Nilai FR ini menyangkut keadaan lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya dukung tanah dasar dan perkerasan. Nilai Faktor Regional (FR) didapat berdasarkan kondisi iklim setempat sebagai berikut:

Kondisi iklim tropis (kemarau dan penghujan) : 0.2

to 1.0

 Kondisi iklim dengan musim semi, panas dan dingin : 0.3 to 1.5

 Kondisi iklim dengan musim dingin mempunyai ukuran salju besar : 4.0 to 5.0

STRUKTURAL LAYER (ai)

Koefisien kekuatan relatif (ai) masing-masing bahan dan kegunaannya

sebagai lapis permukaan, pondasi, dan pondasi bawah ditentukan secara korelasi sesuai jenis materialnya. Nilai koefisien kekuatan relatif (a)

1

2

3 4 5

10

50

100

200

1.0

1.0

2.0

2.0

3.0

3.0

4.0

4.0

5.0

5.0

6.0

6.0

7.0

7.0

8.0

8.0

9.0

9.0

10.0

10.0

Soil Support Value (Si)

Soil Support Value (Si)

California Bearing Ratio (CBR)

(44)

Tabel 7.12. Koefisien Kekuatan Lapis Perkerasan (ai) (OLEH AASHTO COMMITTEE ON DESIGN, 1972)

KOMPONEN PERKERASAN COEF. ai

a) LAPISAN ATAS (SURFACE COURSE)  campuran di jalan (di tempat)

AC (= roadmix, low stability)  hot mix (AMP), high stability AC  sand asphalt

b) BASE COURSE

 Sandy Gravel (sirtu),  Crushed stone, class A  Cement-treated base

 Bituminous treated (ATBL) & ATB

o Coarse – Graded o Sand asphalt

 Lime-treated (campuran kapur & batu).

c) Subbase

 Sandy Gravel, sirtu class B  Sand atau Sandy-clay

0,20 0,44 0,40 0,07 0,14 0,15-0,23 0,34 0,30 0,15-0,30 0,11 0,05-0,11

Persentase Kendaraan Berat Pada Lajur Rencana

Kendaraan-kendaraan melintasi jalan secara berulang pada jalannya, maka lintas ekivalen yang merupakan beban bagi perkerasan jalan diperhitungkan hanya untuk satu lajur yaitu lajur dengan jumlah lintasaan kendaraan berat terbanyak, dalam hal ini lajur tersebut merupakan lajur rencana. Lajur rencana tersebut biasanya adalah lajur terluar dari jalan, di Indonesia lajur tersebut adalah lajur kiri jalan.

Persentase kendaraan berat pada lajur rencana atau lajur kiri berdasarkan jumlah kendaraan untuk satu arah pergerakan kendaraan dapat dilihat pada

(45)

Gambar 7.8. Persentase Jumlah Kendaraan Berat (Commercial Vehicle)

Pada Lajur Rencana

Contoh: Bila diketahui LHR 1000 kendaraan maka persentase kendaraan berat (commercial vehicle) yang berada di lajur rencana adalah 80%.

CONTOH DESIGN PAVEMENT CARA AASHTO Bila diketahui kondisi jalan sebagai berikut

 Jalan bebas hambatan 4/2 D  Umur rencana 20 tahun

 Lalu lintas harian rata-rata: 18.608 kendaraan  Lalu lintas harian rata-rata truk: 14% dari LHR  Pertumbuhan volume lalu lintas: 2%

 Klasifikasi beban sumbu kendaraan berdasarkan pengukuran Loadometer dapat dilihat pada Tabel berikut.

(46)

Table 1

An Example of Traffic Data From a Loadometer Station (Data from Table W-4)*

Single Axle Tandem Axle

Axle load groups

(kip) No. of axlesper 1000 trucks

Axle load

groups (kip) No. of axles per1000 trucks

Under 3000 lbs 426.8 Under 6000 lbs 0.38 3-7 669.6 6-12 169.0 7-8 228.2 12-18 153.6 8-12 678.8 18-24 139.4 12-16 230.9 24-30 191.0 16-18 147.2 30-32 55.3 18-20 109.6 32-34 31.2 20-22 39.2 34-36 25.0 22-24 10.0 36-38 16.4 24-26 0.38 38-40 15.2 26-28 0.19 40-42 10.5 28-30 0.19 42-44 9.2 44-46 2.9 Common 46-48 1.86 (22,7 t) 48-50 1.86 Special 50-52 0.19 (24,5 t) 52-54 0.19 KONDISI IKLIM  REGIONAL FACTOR = 1,0 (= R)

 This data is used in this design method.

 Data dari “the Wisconsin Automatic Data 1976” untuk Interstate No. 90 (I-90), near Newville, Wisconsin.

 Data ini juga merupakan reprentative dari beban axle (gandar) untuk route kendaraan disebuah tempat di luar kota di negara-negara bagian Mid-Western, USA.

common

special

13,5 ton 12 ton

(47)

PERHITUNGAN EAL 18.000 lbs (Pt = 2,5 dan SN = 3) Axle load group (1000 lbs) Reprentative axle load (1000 lbs) Equiv. factor F (= Damage Factor) Jumlah axles per 1000 trucks Equivalent 18.000 lbs axle load per

1000 trucks. 1 2 3 4 3 x 4 Single axle Dibawah 3 2 0,0003 426,8 0,13 3-7 5 0,012 669,6 8,03 7-8 7,5 0,0425 228,2 9,70 8-12 10 0,12 678,8 81,46 12-16 14 0,40 230,9 92,36 16-18 17 0,825 147,2 121,45 18-20 19 1,245 109,6 136,45 20-22 21 1,83 39,2 71,74 : : : : : : : : : : : : : : : 28-30 29 6,92 0,19 1,31 ∑single = 551,30 Tandem axles Dibawah 6 4 0,001 0,38 0,00 6-12 9 0,008 69,0 0,55 12-18 15 0,055 153,6 8,45 18-24 21 0,195 139,4 27,18 24-30 27 0,485 191,0 92,63 30-32 31 0,795 55,3 43,96 32-34 33 1,00 31,2 31,20 34-36 35 1,245 25,0 31,12 : : : : : : : : : : : : : : : 52-54 53 6,25 0,19 31,12 ∑tandem = 365,41 Total = 551,30 + 365,41 = 916,71

(48)

SURFACE a1, D1 D1

HOT MIX ASPHALT CONCRETE BASE COURSE a2, D2

D2 (GRANULAR) CBR = CBRbase

SUB BASE a3, D3

D3 (GRANULAR SOIL) CBR = CBRsubbase

SUB GRADE

CBR = CBRsubgrade

1. ITP di atas subgrade = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3

2. ITP di atas subbase = a1 D1 + a2 D2

3. ITP di atas base = a1 D1

Catatan : Urutan mencari tebal D harus dari Persamaan 3 dahulu, kemudian Persamaan 2, dan terakhir Persamaan 1.

(49)

STRUCTURAL LAYER COEFICIENTS (ai)

(OLEH AASHTO COMMITTEE ON DESIGN, 1972)

KOMPONEN PERKERASAN COEF. ai

d) LAPISAN ATAS (SURFACE COURSE)  campuran di jalan (di tempat) AC

(= roadmix, low stability)  hot mix (AMP), high stability AC  sand asphalt

e) BASE COURSE

 Sandy Gravel (sirtu),  Crushed stone, class A  Cement-treated base

 Bituminous treated (ATBL) & ATB o Coarse – Graded

o Sand asphalt

 Lime-treated (campuran kapur & batu).

f) Subbase

 Sandy Gravel, sirtu class B  Sand atau Sandy-clay

0,20 0,44 0,40 0,07 0,14 0,15-0,23 0,34 0,30 0,15-0,30 0,11 0,05-0,11 Hasil perhitungan : a1 D1 = 2,47 a1 D1 + a2 D2 = 3,45  a2 D2 = 0,98 a1 D1 + a2 D2 + a3 D3 = 5,55  a3 D3 = 2,10

(50)

TAMBAHAN : A SURFACE (A.C) B BASE CBR = 100% C SUBBASE CBR = 30% D SUBGRADE CBR = 3%

Misal : a1 = 0,44 (hot mix di AMP)

a2 = crushed stone = 0,14 a3 = sandy gravel/sirtu = 0,11 Didapat : D1 = 5,61 inches = 14,3 cm  15 cm (dibulatkan ke 1 cm-an) D2 = 7 inches = 17,8 cm  20 cm (dibulatkan ke kelipatan 5 cm terdekat) D3 = 19,1 inches = 48,5 cm  50 cm (dibulatkan ke kelipatan 5 cm terdekat) AWAS :

 CBR pada permukaan lapisan selalu merupakan CBRcomposit dari

lapisan-lapisan tanah dibawahnya.

 Jadi misal CBR di elevasi C adalah CBRcomposit antara Subbase dan

Subgrade.

 Tetapi bila D3 ≥ 48,5 cm dapat dianggap bahwa CBRcomposit

di C = CBRsubbase = 30%.

Artinya ketebalan subbase sudah mencukupi untuk olah subbase bereaksi sendiri.

1 SN 2 SN SN3 1 SN a1 D1 = 2,47 2 SN a1 D1 + a2 D2 = 3,45  a2 D2 = 0,98 3 SN a1 D1 + a2 D2 + a3 D3 = 5,55  a3 D3 = 2,10 Di harus dibuat ≥ Di minimum

(51)

Akan tetapi :

Bila D3 < 48,5 cm  CBR di C < 30%

 Bagaimana caranya mencari CBRcomposit bila D3 < 48,5 cm ?

Misal D3 = 30cm  a3 D3 = 2,54 30 11 , 0 x = 1,30 3

SN diketahui (diatas subgrade CBR = 3%) = 5,55

Jadi : = SN3 – 1,30

yang ada

= 5,55 – 1,30 = 4,25

Perhitungan CBRcomposit diatas subgrade dapat dicari sbb :

CBR = CBRcomposit = x  Si = k.x (belum diketahui)

Wt18 = 9621400  log Wt18 = 6.98

Pt = 2,5 ; R = 1,0

Dengan rumus yang sama dicari harga Si yang memenuhi persamaan

AASHTO sehingga dihasilkan SN2 = 4,25

Dari grafik AASHTO (di hal. 22, Figure III-1), atau juga kalau mau lebih tepat pakai Persamaan (1)

di dapat Si = 5,3

Jadi CBRcomposit oleh subgrade + subbase di level C ≈ 12%

2 SN

(52)

Atau sebaliknya :

Karena CBRsubbase + subgrade hanya = 12%  SN2 = 4,25

Jadi a1 D1 + a2 D2 = 4,25 Bila a1 D1 tetap = 2,47 Maka a2 D2 = 4,25- 2,47 = 1,78 D2 = 0,14 78 , 1 x 2,54 cm = 32,3 ≈ 35 cm

Jadi bisa saja D3 ditipiskan menjadi 30 cm tetapi D2 harus dipertebal menjadi

35 cm.

Catatan : biasanya cara yang paling ekonomis ialah dengan membuat lapisan yang sebelah atas paling tipis menurut perhitungan, karena umumnya lapisan subbase lebih murah.

Analog

Misalnya tebal lapisan base D2 dibuat < 17,8 cm

Bila D2 < 17,8 cm dapat dianggap bahwa CBR base = CBR composit base +

subbase + subgrade < 100 % (CBR base asli).

Bagaimana mencarinya (misal D2 = 15cm)

Sama saja !!! Misal : D3 tetap = 50cm SN2 = 3,45 D2 = 15 cm SN1 yang ada = 3,45 - 54 , 2 14 , 0 15x = 2,62

Awas : SN1 = 2,47 hanya bila CBRbase = 100%

(53)

Untuk CBRbase = anu  Si = sesuatu

Wt18 = 9621400; Pt = 2,5 dan R = 1,0 & SN = 2,62

Didapat (dari grafik AASHTO) Si ≈ 8,7

Didapat CBRcomposit base ≈ 85%.

Gambar

Gambar 7.2.  Penyebaran   beban   roda   melalui   lapisan perkerasan jalan
Gambar 7.3. Penentuan Umur Rencana
Gambar 7.4. Skematis   Penentuan   Angka Pertumbuhan Jumlah Kendaraan
Gambar 7.5. Alat Ukur CBR di Laboratorium
+7

Referensi

Dokumen terkait

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU PADA RUAS JALAN LINGKAR MAJALAYA MENGGUNAKAN METODE.. BINA

1) Berdasarkan hasil perhitungan tebal perkerasan lentur Untreated Base menggunakan Metode Analisa Komponen Bina Marga, didapat tebal lapis permukaan yaitu 5 cm

Penelitian ini bertujuan untuk merancang tebal perkerasan lentur Jalan raya Lawean – Sukapura menggunakan metode Analisa Komponen Bina Marga 1987 dengan

Perencanaan perkerasan kaku Jalan Tol ruas Tebing Tinggi - Serbelawan menggunakan metode Bina Marga 2017 diperoleh tebal pelat beton sebesar 26 cm, tebal lapis pondasi

Menganalisa evaluasi perencanaan tebal perkerasan lentur dengan metode Bina Marga 2013 UR 20 tahun pada jalan raya Gumitir Kabupaten Jember..

Pada metode analisa komponen Bina marga tebal perkerasan tergantung: data lalu lintas, komposisi arus lalu lintas, CBR tanah dasar, kondisi lingkungan, jenis

Pada metode analisa komponen Bina marga tebal perkerasan tergantung: data lalu lintas, komposisi arus lalu lintas, CBR tanah dasar, kondisi lingkungan, jenis

viii Perencanaan Tebal Perkerasan Kaku Menggunakan Metode Bina Marga 2003 dan Metode Bina Marga 2017 Studi Kasus: Jalan Subrantas, Kelurahan Pergam, Kecamatan Rupat Nama Mahasiswa